Anda di halaman 1dari 23

REFERAT

GANGGUAN OBSESIF KOMPULSIF

Pembimbing:
dr. Desmiarti, Sp.KJ

Penyusun:
Icha Leandra W.
030.11.136

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN JIWA


RUMAH SAKIT JIWA SOEHARTO HEERDJAN
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI
2017

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas
berkat, rahmad, dan karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan referat yang berjudul
Gangguan Obsesif Kompulsif
Laporan kasus ini disusun untuk memenuhi tugas Kepaniteraan Ilmu Kesehatan Jiwa
Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti di Rumah Sakit Jiwa Soeharto Heerdjan. Selain itu,
laporan kasus ini juga ditujukan untuk menambah pengetahuan bagi penulis dan para

1
pembaca mengenai gangguan obsesif kompulsif.
Melalui kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada dr. Desmiarti, Sp.KJ selaku pembimbing dalam penyusunan laporan kasus ini, serta
kepada dokter-dokter pembimbing lain yang telah membimbing penulis. Penulis juga
mengucapkan terima kasih kepada rekan-rekan anggota Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan
Jiwa untuk dukungan dan bantuan kepada penulis.
Penulis menyadari bahwa laporan kasus ini masih jauh dari sempurna dan tidak luput
dari kesalahan. Oleh karena itu penulis sangat berharap adanya masukan, kritik maupun saran
yang membangun. Akhir kata penulis ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya, semoga
laporan kasus ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Grogol, April 2017

Penulis

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................................2
DAFTAR ISI .............................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA .........................................................................5
2.1 Definisi..............................................................................................5
2.2 Epidemiologi....................................................................................6
2.3 Etiologi.............................................................................................7
2.4 Gejala Klinis.....................................................................................11
3.5 Diagnosis..........................................................................................14
2.6 Diagnosis Banding...........................................................................16
2.7 Tatalaksana.......................................................................................17
2.8 Prognosis...........................................................................................23
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................24

3
BAB 1

PENDAHULUAN

Gangguan Obsesif kompulsif (Obsessive Compulsive Disorder / OCD) adalah


gangguan kecemasan yang ditandai oleh pikiran-pikiran obsesif yang persisten dan disertai
tindakan kompulsif.1 Istilah obsesi menunjuk pada suatu ide atau bayangan mental yang
mendesak ke dalam pikiran secara berulang. Pikiran atau bayangan obsesi dapat
kekhawatiran yang biasa tentang apakah pintu sudah dikunci atau belum sampai fantasi aneh
dan menakutkan tentang bertindak kejam terhadap orang yang disayangi. Istilah kompulsi
menunjuk pada dorongan atau impuls yang tidak dapat ditahan untuk melakukan sesuatu.
Sering suatu pikiran obsesif mengakibatkan suatu tindakan kompulsif. Tindakan kompulsif
dapat berupa berulang kali memeriksa pintu yang terkunci, kompor yang sudah mati atau
menelepon orang yang dicintai untuk memastikan keselamatannya. Individu tidak mampu
mengontrol dari pikiran-pikirannya yang menjadi obsesi yang sebenarnya tidak
diharapkannya dan mengulang beberapa kali perbuatan tertentu untuk dapat mengontrol
pikirannya tersebut untuk menurunkan tingkat kecemasannya.
Menurut APA & Taylor, gangguan obsesif-kompulsif dialami 2% sampai 3% pada
populasi umum. Sejumlah peneliti memperkirakan bahwa gangguan ini ditemukan pada
sebanyak 10% pasien rawat jalan di klinik psikiatri. Gambaran ini membuat OCD menjadi
diagnosis psikiatri keempat terbanyak setelah fobia, gangguan terkait zat, dan gangguan
depresif berat. Orang dengan OCD lazim terkena gangguan jiwa lain, prevalensi seumur
hidup gangguan depresif mayor pada orang dengan OCD sekitar 67% dan untuk fobia sosial
sekitar 25%. Menurut Jenike, et all., sebagaimana dikutip oleh Durand & Barlow (2006)
mengatakan bahwa obsesi yang paling banyak dijumpai dalam sampel 100 pasien adalah
kontaminasi (55%), impuls agresif (50%), seks (32%), ketakutan somatis (35%), dan need for
symmetry (37%). Enam puluh persen sampel memperlihatkan obsesi multiple atau majemuk.2

4
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A DEFINISI
Gangguan obsesif kompulsif (obsessive- compulsive disorder, OCD) adalah
gejala obsesi atau kompulsi berulang yang cukup berat hingga menimbulkan
penderitaan yang jelas pada orang yang mengalaminya. Obsesi atau kompulsi
memakan waktu dan cukup mengganggu fungsi rutin normal, pekerjaan, aktivitas
sosial biasa atau hubungan seseorang. Pasien dengan OCD dapat memiliki obsesi atau
kompulsi atau keduanya.
Obsesi adalah pikiran, perasaan, gagasan atau sensasi yang berulang dan
mengganggu, sedangkan kompulsi adalah suatu perilaku yang disadari, standar, dan
berulang seperti menghitung, memeriksa, atau menghindar. Pasien dengan OCD
menyadari ketidakserasionalan obsesi dan merasakan obsesi serta kompulsi sebagai
ego-distonik.1 Kondisi dimana individu tidak mampu mengontrol dari pikiran-
pikirannya yang menjadi obsesi yang sebenarnya tidak diharapkannya dan mengulang
beberapa kali perbuatan tertentu untuk dapat mengontrol pikirannya tersebut untuk
menurunkan tingkat kecemasannya.
Gangguan obsesif kompulsif diklasifikasikan dalam Diagnostic and Statistical
Manual of Mental Disorders, Fourth Edition, Text Revision (DSM-IV-TR) sebagai
gangguan kecemasan.3
Dalam DSM-IV TR obsesi didefinisikan sebagai berikut :
Pikiran, impuls, atau bayangan yang berulang-ulang dan menetap yang dialami, pada
suatu saat selama gangguan, dirasakan mengganggu dan tidak sesuai, dan
menyebabkan kecemasan dan penderitaan yang jelas.
Pikiran, impuls, atau bayangan tidak hanya kekhawatiran berlebihan tentang masalah
kehidupan yang nyata
Orang berusaha untuk mengabaikan atau menekan pikiran, impuls, atau bayangan
tersebut untuk menetralkannya dengan pikiran atau tindakan lain.
Orang menyadari bahwa pikiran, impuls, atau bayangan obsesional adalah hasil dari
pikirannya sendiri (tidak disebabkan dari luar seperti penyisipan pikiran)

Dalam DSM-IV TR mendefinisikan kompulsi sebagai berikut :

5
Perilaku berulang (misalnya, mencuci tangan, mengurutkan, memeriksa) atau
tindakan mental (misalnya berdoa, menghitung, mengulangi kata-kata dalam hati)
yang dirasakannya mendorong untuk melakukan sebagai respon terhadap suatu obsesi,
atau menurut dengan aturan yang harus dipenuhi secara kaku.
Perilaku atau tindakan mental ditujukan untuk mencegah atau mengurangi penderitaan
atau mencegah suatu kejadian atau situasi yang menakutkan, akan tetapi, perilaku atau
tindakan mental tersebut tidak dihubungkan dengan cara yang realistik dengan apa
yang mereka maksudkan untuk menetralkan atau mencegah, atau secara jelas
berlebihan.
Dari berbagai definisi diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa gangguan obsesif
kompulsif adalah gangguan cemas, dimana pikiran seseorang dipenuhi oleh gagasan-
gagasan yang menetap dan tidak terkontrol, dan ia dipaksa untuk melakukan tindakan
tertentu berulang-ulang, sehingga menimbulkan stress dan mengganggu fungsinya
dalam kehidupan sehari-hari.

B EPIDEMIOLOGI
Prevalensi seumur hidup gangguan obsesif-kompulsif pada populasi umum
diperkirakan adalah 2 sampai 3 persen dimana pria dan wanita memiliki resiko sama.
Beberapa peneliti telah memperkirakan bahwa gangguan obsesif-kompulsif
ditemukan pada sebanyak 10 persen pasien rawat jalan di klinik psikiatrik. Angka
tersebut menyebabkan gangguan obsesif-kompulsif sebagai diagnosis psikiatrik
tersering yang keempat setelah fobia, gangguan berhubungan zat, dan gangguan
depresif berat. Sebagian besar gangguan mulai pada saat remaja atau dewasa muda
(umur 18-24 tahun), tetapi bisa terjadi pada masa kanak 4
Untuk orang dewasa, laki-laki dan perempuan sama terkena, tetapi untuk
remaja, laki-laki lebih sering terkena gangguan obsesif-kompulsif dibandingkan
perempuan. Usia onset rata-rata adalah kira-kira 20 tahun. Secara keseluruhan, kira-
kira dua pertiga dari pasien memiliki onset gejala sebelum usia 25 tahun, dan kurang
dari 15 persen pasien memiliki onset gejala setelah usia 35 tahun. Orang yang hidup
sendirian lebih banyak terkena gangguan obsesif-kompulsif dibandingkan orang yang
menikah. Gangguan obsesif-kompulsif ditemukan lebih jarang diantara golongan kulit
hitam dibandingkan kulit putih. Pasien dengan gangguan obsesif-kompulsif biasanya
merupakan orang-orang yang sukses, pemalu, keras kepala, perfeksionis, suka
menghakimi, sangat berhati-hati, kaku, dan pencemas yang kronis yang menghindari

6
keintiman dan hanya menikmati sedikit kesenangan dalam hidupnya. Mereka suka
bimbang dan banyak permintaannya dan sering kali dianggap sebagai orang yang
dingin, pendiam, dan tidak ramah.

C ETIOLOGI1
1. Faktor Biologis
a. Neurotransmiter

Banyak uji coba kinis yang telah dilakukan terhadap berbagai obat
mendukung hipotesis bahwa suatu disregulasi serotonin adalah terlibat di
dalam pembentukan gejala obsesi dan kompulsi dari gangguan. Data
menunjukkan bahwa obat serotonergik lebih efektif dibandingkan obat yang
mempengaruhi sistem neurotransmiter lain. Tetapi apakah serotonin terlibat di
dalam penyebab gangguan obsesif-kompulsif adalah tidak jelas pada saat ini.
Penelitian klinis telah mengukur konsentrasi metabolit serotonin sebagai
contohnya, 5-hydroxyndoleacetic acid (5-HIAA) di dalam cairan serebrospinal
dan afinitas sertai jumlah tempat ikatan trombosit pada pemberian
imipramine(yang berikatan dengan tempat ambilan kembali serotonin) dan
telah melaporkan berbagai temuan pengukuran tersebut pada pasien dengan
gangguan obsesif-kompulsif. Beberapa penelitian telah mengatakan bahwa
sistem neurotransmiter kolinergik dan dopaminergik pada pasien gangguan
obsesif-kompulsif adalah dua bidang penelitian riset untuk di masa depan.

b. Penelitian pencitraan otak

Berbagai penelitian pencitraan otak fungsional, sebagai contoh PET


(positron emission tomography), telah menemukan peningkatan aktifitas
(sebagai contoh, metabolisme dan aliran darah) di lobus frontalis, ganglia
basalis (khususnya kaudata), dan singulum pada pasien dengan gangguan
obsesif kompulsif. Baik tomografi komputer (CT scan) dan pencitraan
resonansi magnetik (MRI) telah menemukan adanya penurunan ukuran
kaudata secara biateral pada pasien dengan gangguan obsesif-kompulsif. Baik
penelitian pencitraan otak fungsional maupun struktural konsisten dengan
pengamatan bahwa prosedur neurologis yang melibatkan singulum kadang-
kadang efektif dalam pengobatan pasien dengan gangguan obsesif-kompulsif.

7
Suatu penelitian MRI baru-baru ini melaporkan peningkatan waktu relaksasi
T1 di korteks frontalis.

c. Genetika
Penelitian kesesuaiaan pada anak kembar untuk gangguan obsesif-
kompulsif telah secara konsisten menemukan adanya angka kesesuaian yang
lebih tinggi secara bermakna pada kembar monozigotik dibandingkan kembar
dizigotik. Penelitian keluarga pada pasien gangguan obsesif kompulsif telah
menemukan bahwa 35 persen sanak saudara derajat pertama pasien gangguan
obsesif-kompulsif juga menderita gangguan.

d. Data biologis lainnya


Penelitian elektrofisiologis, penelitian elektroensefalogram (EEG) tidur
, dan penelitian neuroendokrin telah menyumbang data yang menyatakan
adanya kesamaan antara gangguan depresif dan gangguan obsesif-kompulsif.
Suatu insidensi kelainan EEG nonspesifik yang lebih tinggi dari biasanya telah
ditemukan pada pasien gangguan obsesif-kompulsif. Penelitian EEG tidur
telah menemukan kelainan yang mirip dengan yang terlihat pada gangguan
depresif, seperti penurunan latensi REM (rapid eye movement). Penelitian
neuroendokrin juga telah menemukan beberapa kemiripan dengan gangguan
depresif, seperti nonsupresi pada dexamethasone-suppression test pada kira-
kira sepertiga pasien dan penurunan sekresi hormon pertumbuhan pada infus
clonidine (catapres).

2. Faktor Perilaku
Menurut ahli teori belajar, obsesi adalah stimuli yang dibiasakan. Stimulus
yang relatif netral menjadi disertai dengan ketakutan atau kecemasan melalui proses
pembiasaan responden dengan memasangkannya dengan peristiwa yang secara alami
adalah berbahaya atau menghasilkan kecemasan. Jadi, objek dan pikiran yang
sebelumnya netral menjadi stimuli yang terbiasakan yang mampu menimbulkan
kecemasan atau gangguan.
Kompulsi dicapai dalam cara yang berbeda. Seseorang menemukan bahwa
tindakan tertentu menurunkan kecemasan yang berkaitan dengan pikiran obsesional.
Jadi, strategi menghindar yang aktif dalam bentuk perilaku kompulsif atau ritualistik
dikembangkan untuk mengendalikan kecemasan. Secara bertahap, karena manfaat

8
perilaku tersebut dalam menurunkan dorongan sekunder yang menyakitkan
(kecemasan), strategi menghindar menjadi terfiksasi sebagai pola perilaku kompulsif
yang dipelajari.

3. Faktor Psikososial
a. Faktor kepribadian
Gangguan obsesif-kompulsif adalah berbeda dari gangguan
kepribadian obsesif-kompulsif. Sebagian besar pasien gangguan obsesif-
kompulsif tidak memiliki gejala kompulsif pramorbid. Dengan demikian, sifat
kepribadian tersebut tidak diperlukan atau tidak cukup untuk perkembangan
gangguan obsesif-kompulsif. Hanya kira-kira 15 sampai 35 persen pasien
gangguan obsesif-kompulsif memiliki sifat obsesional pramorbid.

b. Faktor psikodinamika
Sigmund Freud menjelaskan tiga mekanisme pertahanan psikologis
utama yang menentukanbentuk dan kualitas gejala dan sifat karakter obsesif-
kompulsif; isolasi, meruntuhkan (undoing), dan pembentukan reaksi. 3
1) Isolasi
Isolasi adalah mekanisme pertahanan yang melindungi
seseorang dari afek dan impuls yang mencetuskan kecemasan. Jika
terjadi isolasi, afek dan impuls yang didapatkan darinya adalah
dipisahkan dari komponen idesional dan dikeluarkan dari kesadaran.
Jika isolasi berhasil sepenuhnya, impuls dan afek yang terkait
seluruhnya terepresi, dan pasien secara sadar hanya menyadari gagasan
yang tidak memiliki afek yang berhubungan dengannya.

2) Undoing
Karena adanya ancaman terus-menerus bahwa impuls mungkin
dapat lolos dari mekanisme primer isolasi dan menjadi bebas, operasi
pertahanan sekunder diperlukan untuk melawan impuls dan
menenangkan kecemasan yang mengancam keluar ke kesadaran.
Tindakan kompulsif menyumbangkan manifestasi permukaan operasi
defensif yang ditujukan untuk menurunkan kecemasan dan
mengendalikan impuls dasar yang belum diatasi secara memadai oleh

9
isolasi. Operasi pertahanan sekunder yang cukup penting adalah
mekanisme meruntuhkan (undoing). Seperti yang disebutkan
sebelumnya, meruntuhkan adalah suatu tindakan kompulsif yang
dilakukan dalam usaha untuk mencegah atau meruntuhkan akibat yang
secara irasional akan dialami pasien akibat pikiran atau impuls
obsesional yang menakutkan.

3) Pembentukan reaksi
Pembentukan reaksi melibatkan pola perilaku yang
bermanifestasi dan sikap yang secara sadar dialami yang jelas
berlawanan dengan impuls dasar. Seringkali, pola yang terlihat oleh
pengamat adalah sangat dilebih-lebihkan dan tidak sesuai.

4) Faktor psikodinamik lainnya


Pada teori psikoanalitik klasik, gangguan obsesif-kompulsif
dinamakan neurosis obsesif-kompulsif dan merupakan suatu regresi
dari fase perkembangan oedipal ke fase psikoseksual anal. Jika pasien
dengan gangguan obsesif-kompulsif merasa terancam oleh kecemasan
tentang pembalasan dendam atau kehilangan objek cinta yang penting,
mereka mundur dari fase oedipal dan beregresi ke stadium emosional
yang sangat ambivalen yang berhubungan dengan fase anal. Adanya
benci dan cinta secara bersama-sama kepada orang yang sama
menyebabkan pasien dilumpuhkan oleh keragu-raguan dan
kebimbangan. Suatu ciri yang melekat pada pasien dengan gangguan
obsesif-kompulsif adalah derajat dimana mereka terpaku dengan agresi
atau kebersihan, baik secara jelas dalam isi gejala mereka atau dalam
hubungan yang terletak di belakangnya. Dengan demikian,
psikogenesis gangguan obsesif-kompulsif, mungkin terletak pada
gangguan dan perkembangan pertumbuhan normal yang berhubungan
dengan fase perkembangan anal-sadistik.

5) Ambivalensi
Ambivalensi adalah akibat langsung dari perubahan dalam
karakteristik kehidupan impuls. Hal ini adalah ciri yang penting pada
10
anak normal selama fase perkembangan anal-sadistik; yaitu anak
merasakan cinta dan kebencian kepada suatu objek. Konflik emosi
yang berlawanan tersebut mungkin ditemukan pada pola perilaku
melakukan-tidak melakukan pada seorang pasien dan keragu-raguan
yang melumpuhkan dalam berhadapan dengan pilihan.
6) Pikiran magis
Pikiran magis adalah regresi yang mengungkapkan cara
pikiran awal, ketimbang impuls; yaitu fungsi ego, dan juga fungsi id,
dipengaruhi oleh regresi. Yang melekat pada pikiran magis adalah
pikiran kemahakuasaan. Orang merasa bahwa mereka dapat
menyebabkan peristiwa di dunia luar terjadi tanpa tindakan fisik yang
menyebabkannya, semata-mata hanya dengan berpikir tentang
peristiwa tersebut. Perasaan tersebut menyebabkan memiliki suatu
pikiran agresif akan menakutkan bagi pasien gangguan obsesif-
kompulsif.

D GEJALA KLINIS
Obsesif dan kompulsi memiliki ciri tertentu secara umum:
1. Suatu gagasan atau impuls yang memaksakan dirinya secara bertubi-tubi
dan terus-menerus ke dalam kesadaran seseorang.
2. Suatu perasaan ketakutan yang mencemaskan yang menyertai manifestasi
sentral dan seringkali menyebabkan orang melakukan tindakan kebalikan
melawan gagasan atau impuls awal.
3. Obsesi dan kompulsi adalah asing bagi ego (ego-alien), yaitu dialami
sebagai suatu yang asing bagi pengalaman seseorang tentang dirinya sendiri
sebagai makhluk psikologis.
4. Tidak peduli bagaimana jelas dan memaksanya obsesi atau kompulsi
tersebut, orang biasanya menyadarinya sebagai mustahil dan tidak masuk
akal.
5. Orang yang menderita akibat obsesi dan kompulsi biasanya merasakan
suatu dorongan yang kuat untuk menahannya.

Gejala pasien individual mungkin bertumpang tindih dan berubah dengan


berjalannya waktu, tetapi gangguan obsesif-kompulsif memiliki empat pola gejala yang
utama. Pola yang paling sering ditemukan adalah suatu obsesi tentang kontaminasi,
11
diikuti oleh mencuci disertai penghindaran obsesif terhadap objek yang kemungkinan
terkontaminasi. Objek yang ditakuti seringkali sukar untuk dihindari, sebagai contoh
feses, urin, debu atau kuman. Pasien mungkin secara terus-menerus menggosok kulit
tangannya dengan mencuci tangan secara berlebihan atau mungkin tidak mampu pergi
keluar rumah karena takut akan kuman. Walaupun kecemasan adaloah respon
emosional yang paling sering terhadap objek yang ditakuti, rasa malu dan rasa jijik
yang obsesif juga sering ditemukan. Pasien dengan obsesi kontaminasi biasanya
percaya bahwa kontaminasi ditularkan dari objek ke objek atau orang ke orang oleh
kontak ringan.
Pola kedua yang sering adalah obsesi keragu-raguan, diikuti oleh pengecekan
yang kompulsi. Obsesi seringkali melibatkan suatu bahaya kekerasan, seperti lupa
mematikan kompor atau tidak mengunci pintu. Pengecekan tersebut mungkin
menyebabkan pasien pulang beberapa kali ke rumah untuk memeiksa kompor. Pasien
memiliki keragu-raguan terhadap diri sendiri yang obsesional, saat mereka selalu
merasa bersalah karena melupakan atau melakukan sesuatu.
Pola ketiga yang tersering adalah pola dengan pikiran semata-mata pikiran
obsesional yang mengganggu tanpa suatu kompulsi. Obsesi tersebut biasanya berupa
pikiran berulang akan suatu tindakan seksual atau agresi yang dicela oleh pasien.

Pola keempat yang tersering adalah kebutuhan akan simetrisitas atau


ketepatan, yang dapat menyebabkan perlambatan kompulsi. Pasien secara harfiah
menghabiskan waktu berjam-jam untuk makan atau mencukur wajahnya. Penumpukan
obsesi dan kompulsi religius adalah sering pada pasien obsesif-kompulsif.
Trichotillomania (menarik rambut kompulsif) dan menggigit kuku mungkin merupakan
kompulsi yang berhubungan dengan gangguan obsesif-kompulsif.

Terdapat juga beberapa gangguan yang biasa merupakan bagian merupakan


bagian dari atau dengan kuat dihubungkan dengan spectrum GOK (gangguan gangguan
obsesif-kompulsif)

1. Gangguan dismorfik tubuh (body Dysmorphic Disorder)

Pada gangguan ini orang terobsesi dengan keyakinan bahwa mereka


buruk rupa atau bagian tubuh mereka berbentuk tidak normal.

2. Trikhotilomania

12
Orang dengan Trikhotilomania terus menerus mencabuti rambut
mereka sehingga timbul daerah-daerah botak.

3. Sindrom Tourettes
Gejala sindrom Tourettes meliputi gerakan yang pendek dan cepat, tik
dan ucapan kata-kata kotor yang tak terkontrol.

Individu yang beresiko mengalami gangguan obsesif-kompulsif adalah; 5


Individu yang mengalami permasalahan dalam keluarga dari broken home, kesalahan
atau kehilangan masa kanak-kanaknya. (teori ini masih dianggap lemah namun masih
dapat diperhitungkan)
Faktor neurobilogi dapat berupa kerusakan pada lobus frontalis, ganglia basalis dan
singulum
Individu yang memilki intensitas stress yang tinggi - Riwayat gangguan kecemasan -
Depresi - Individu yang mengalami gangguan seksual

E DIAGNOSIS
Pedoman diagnosis menurut PPDGJ III:6

13
Untuk menegakkan diagnosis pasti, gejala-gejala obsesif atau tindakan kompulsif,
atau kedua-duanya, harus ada hampir setiap hari selama sedikitnya dua minggu
berturut-turut.

Hal tersebut merupakan sumber penderitaan (distress) atau mengganggu aktivitas


penderita.

Gejala-gejala obsesif harus mencakup hal-hal berikut:

Harus disadari sebagai pikiran atau impuls diri sendiri.


Sedikitnya ada satu pikiran atau tindakan yang tidak berhasil dilawan, meskipun ada
lainnya yang tidak lagi dilawan oleh penderita.
Pikiran untuk melakukan tindakan tersebut di atas bukan merupakan hal yang memberi
kepuasan atau kesenangan (sekedar perasaan lega dari ketegangan atau anxietas, tidak
dianggap sebagai kesenangan seperti dimaksud di atas.
Gagasan, bayangan pikiran, atau impuls tersebut harus merupakan pengulangan yang
tidak menyenangkan (unpleasantly repetitive)

Ada kaitan erat antara gejala obsesif, terutama pikiran obsesif, dengan depresi.
penderita gangguan obsesif kompulsif seringkali juga menunjukkan gejala depresif, dan
sebaliknya penderita gangguan depresi berulang dapat menunjukkan pikiran-pikiran
obsesif selama episode depresifnya.

Dalam berbagai situasi dari kedua hal tersebut, meningkat atau menurunnya
gejala depresif umumnya dibarengi secara paralel dengan perubahan gejala obsesif.
Bila terjadi episode akut dari gangguan tersebut, maka diagnosis diutamakan dari
gejala-gejala yang timbul lebih dahulu.
Diagnosis gangguan obsesif kompulsif ditegakkan hanya bila tidak ada gangguan
depresif pada saat gejala obsesif kompulsif tersebut timbul. Bila dari keduanya tidak
ada yang menonjol, maka baik menganggap depresi sebagai diagnosis yang primer.
Pada gangguan menahun, maka prioritas diberikan pada gejala yang paling bertahan
saat gejala yang lain menghilang.
Sebagai bagian kriteria diagnostik OCD, DSM-IV-TR memungkinkan klinisi merinci
apakah pasien memiliki OCD tipe tilikan yang buruk, jika mereka umumnya tidak
menyadari obsesi dan kompulsinya berlebihan ( Tabel 2.1)

Tabel 2.2 Kriteria diagnosis DSM IV- TR Gangguan Obsesif Kompulsif 5

14
1 Baik Obsesi atau Kompulsi
Obsesi seperti yang dijelaskan dalam (A), (B), (C), dan (D) :
A Pikiran, impuls, atau bayangan yang pernah dialami yang berulang dan
menetap, dirasakan mengganggu dan tidak sesuai, dan menyebabkan
kecemasan dan penderitaan yang ada selama periode gangguan.
B Pikiran, impuls, atau bayangan bukan ketakutan terhadap masalah kehidupan
yang nyata
C Individu berusaha untuk mengabaikan atau menekan pikiran, impuls, atau
bayangan atau menetralisir dengan pikiran lain atau tindakan.
D Individu menyadari bahwa pikiran, impuls, bayangan yang berulang berasal
dari pikirannya sendiri (tidak disebabkan dari luar atau pikiran yang
disisipkan).

Kompulsi seperti yang didefinisikan sebagai berikut:


A Perilaku (contoh, mencuci tangan, mengurutkan, memeriksa) atau tindakan
mental (misalnya berdoa, menghitung, mengulangi kata-kata dalam hati) yang
berulang yang dirasakannya mendorong untuk melakukannya sebagai respon
terhadap suatu obsesi, atau menurut dengan aturan yang harus dipatuhi secara
kaku.
B Perilaku atau tindakan mental ditujukan untuk mencegah atau menurunkan
penderitaan atau mencegah suatu kejadian atau situasi yang menakutkan,
tetapi perilaku atau tindakan mental tersebut tidak dihubungkan dengan cara
yang realistik dengan apa mereka dianggap untuk menetralkan atau mencegah,
atau jelas berlebihan.
2 Pada waktu tertentu selama perjalanan gangguan, individu menyadari bahwa obsesi
atau kompulsi berlebihan atau tidak beralasan. Catatan: ini tidak berlaku pada anak.
3 Obsesi dan kompulsi menyebabkan penderitaan, menghabiskan waktu (menghabiskan
lebih dari satu jam sehari), atau secara bermakna mengganggu rutinitas normal orang,
fungsi pekerjaan (atau akademik), atau aktifitas atau hubungan sosial yang biasanya.
4 Jika terdapat gangguan aksis I lainnya, isi obsesi atau kompulsi tidak terbatas padanya
(misalnya preokupasi dengan makanan jika terdapat gangguan makan, menarik
rambut jika terdapat trikotilomania, permasalahan pada penampilan jika terdapat
gangguan dismorfik tubuh, preokupasi dengan obat jika terdapat suatu gangguan
penggunaan zat, preokupasi dengan menderita suatu penyakit serius jika terdapat

15
hipokondriasis, preokupasi dengan dorongan atau fanatasi seksual jika terdapat
parafilia, atau perenungan bersalah jika terdapat gangguan depresif berat).
5 Gangguan ini tidak disebabkan oleh efek langsung suatu zat (misalnya obat yang
disalahgunakan, medikasi) atau kondisi medis umum.
Tentukan jika:
Dengan tilikan buruk: Jika untuk sebagian besar waktu selama episode saat ini, orang tidak
menyadari bahwa obsesi dan kompulsi adalah berlebihan atau tidak beralasan. 4

E DIAGNOSIS BANDING
1 Kondisi medis

Gangguan neurologis utama yang dipertimbangkan dalam diagnosis


banding adalah gangguan Tourette, gangguan tik lainnya, epilepsi lobus
temporalis, dan kadang-kadang komplikasi trauma dan pascaensefalitis. Gejala
karakteristik dari gangguan Tourette adalah tik motorik dan vokal yang sering dan
hampir setiap hari terjadi.

2 Kondisi psikiatrik
Pertimbangan psikiatrik utama di dalam diagnosis banding gangguan
obsesif-kompulsif adalah skizofrenia, gangguan kepribadian obsesif-kompulsif,
fobia, dan gangguan depresif. Gangguan obsesif kompulsif biasanya dapat
dibedakan dari skizofrenia oleh tidak adanya gejala skizofrenik lain, oleh kurang
kacaunya sifat gejala, dan oleh tiikan pasien terhadap gangguan mereka.
Gangguan kepribadian obsesif-kompulsif tidak memiliki derajat gangguan
fungsional yang berhubungan dengan gangguan obsesif-kompulsif. Fobia
dibedakan dengan tidak adanya hubungan antara pikiran obsesif dan kompulsi.
Gangguan depresif berat kadang-kadang dapat disertai oleh gagasan obsesif,
tetapi pasien dengan gangguan obsesif-kompulsif saja tidak memenuhi kriteria
diagnostik untuk gangguan depresif berat.

Kondisi psikiatrik lain yang dapat berhubungan erat dengan OCD adalah
hipokondriasis, gangguan dismorfik tubuh, dan kemungkinan gangguan impuls
lainnya, seperti kleptomania dan judi patologis. Pada semua gangguan tersebut

16
pasien memiliki pikiran yang berulang, contohnya kepedulian akan tubuh atau
perilaku yang berulang sebagai contoh mencuri.

F TATALAKSANA
1 Farmakoterapi

Data yang tersedia menyatakan bahwa semua obat yang digunakan untuk
mengobati gangguan depresif atau gangguan mental lain, dapat digunakan dalam
rentang dosis yang biasanya. Efek awal biasanya terlihat setelah empat sampai
enam minggu pengobatan, walaupun biasanya diperlukan waktu delapan sampai
enam belas minggu untuk mendapatkan manfaat terapeutik yang maksimum.
Walaupun pengobatan dengan obat antidepresan adalah masih kontroversial,
sebagian pasien dengan gangguan obsesif-kompulsif yang berespon terhadap
pengobatan dengan antidepresan tampaknya mengalami relaps jika terapi obat
dihentikan. Pengobatan standar adalah memulai dengan obat spesifik-serotonin,
contohnya clomipramine (Anafranil) atau inhibitor ambilan kembali spesifik
serotonin (SSRI-serotonin specific reuptake inhibitor), seperti Fluoxetine
(Prozac). 1


Selective Serotonin Reuptake Inhibitors (SSRI). SSRI- fluoxetine (Prozac),
sitalopram (Celexa), escitalopram (Lexapro), fluvoksamin (Luvox), paroksetin
(Paxil), sertralin (Zoloft)- telah disetujui U.S Food and Drug Administration
(FDA) untuk terapi ODC. Penelitian tentang Fluoxetine dalam gangguan
obsesif-kompulsif menggunakan dosis sampai 80 mg setiap hari untuk
mencapai manfaat terapeutik. Walaupun SSRI mempunyai efek seperti
gangguan tidur, mual dan diare, sakit kepala, ansietas dan kegelisahan, efek
samping ini sering sementara dan umumnya tidak terlalu menyulitkan
daripada efek samping obat trisiklik, seperti clomipramine. Hasil klinis terbaik
didapatkan ketika SSRI dikombinasikan dengan terapi perilaku.1

Clomipramine. Dari semua obat trisiklik dan tetrasiklik, clomipramine adalah
yang paling selektif untuk ambilan kembali serotonin versus ambilan kembali
norepinefrin, dan dalam hal ini hanya dilebihi oleh SSRI. Potensi ambilan
kembali serotonin oleh clomipramine dilampaui hanya oleh sertralin dan
paroksetin. Clomipramine adalah obat pertama yang disetujui U.S FDA untuk
terapi ODC. Penggunaan dosisnya harus dititrasi meningkat selama 2 hingga 3

17
munggu untuk menghindari efek samping gastrointestinal dan hipotensi
ortostatik serta, seperti obat trisiklik lainnya, obat ini menimbulkan sedasi dan
efek antikolinergik yang bermakna, termasuk mulut kering dan konstipasi.
Clomipramine biasanya dimulai dengan dosis 25 sampai 50 mg sebelum tidur
dan dapat ditingkatkan dengan peningkatan 25 mg sehari setiap dua sampai
tiga hari, sampai dosis maksimum 250 mg sehari atau tampak efek samping
yang membatasi dosis. Seperti SSRI hasil terbaik berasal dari kombinasi obat
dengan terapi perilaku. 1

Obat Lain. Jika terapi dengan Clomipramine atau SSRI tidak berhasil, banyak
ahli terapis memperkuat obat pertama dengan penambahan valproat
(Depakene), litium (Eskalith), atau karbamezapine (Tegretol). Obat lain yang
dapat digunakan dalam pengobatan gangguan obsesif kompulsif adalah
inhibitor monoamin oksidase (MAOI, monoamine oxidase inhibitor),
khususnya Phenelzine (Nardil).

2. Terapi perilaku

Walaupun beberapa perbandingan telah dilakukan, terapi perilaku sama


efektifnya dengan farmakoterapi pada gangguan obsesif-kompulsif. Dengan
demikian, banyak klinisi mempertimbangkan terapi perilaku sebagai terapi terpilih
untuk gangguan obsesif-kompulsif. Terapi perilaku dapat dilakukan pada situasi
rawat inap maupun rawat jalan. Pendekatan perilaku utama pada gangguan obsesif-
kompulsif adalah pemaparan dan pencegahan respon. Desensitisasi, penghentian
pikiran, terapi implosi, dan pembiasaan tegas juga telah digunakan pada pasien
gangguan obsesif kompulsif. Dalam terapi perilaku pasien harus benar-benar
menjalankannya untuk mendapatkan perbaikan. 1

Terapi tingkah laku ini dimulai dengan pasien membuat daftar tentang
obsesinya kemudian diatur sesuai hierarki mulai dari yang kurang membuat cemas
sampai yang paling membuat cemas. Dengan melakukan paparan berulang
terhadap stimulus diharapkan akan menghasilkan kecemasan yang minimal karena
adanya habituasi.

3 Psikoterapi
Psikoterapi suportif jelas memiliki bagiannya, khususnya untuk pasien
gangguan obsesif-kompulsif, walaupun gejalanya memiliki berbagai derajat

18
keparahan, adalah mampu untuk bekerja dan membuat penyesuaian sosial. Dengan
kontak yang kontinu dan teratur dengan tenaga yang profesional, simpatik, dan
memberi semangat, pasien mungkin mampu untuk berfungsi berdasarkan bantuan
tersebut, tanpa hal tersebut gejalanya akan menyebabkan gangguan. Kadang-
kadang jika ritual dan kecemasan obsesional mencapai intensitas yang tidak dapat
ditoleraansi, perlu untuk merawat pasien di rumah sakit sampai tempat
penampungan institusi dan menghilangkan stres lingkungan eksternal menurunkan
gejala sampai tingkat yang dapat ditoleransi. 1

Anggota keluarga pasien seringkali menjadi putus asa karena perilaku


pasien. Tiap usaha psikoterapik harus termasuk perhatian pada anggota keluarga
melalui dukungan emosional, penentraman, penjelasan dan nasihat tentang
bagaimana menangani dan berespons terhadap pasien.

1 Tujuan Psikoterapi Suportif adalah:7


a Menguatkan daya tahan mental yang ada
b Mengembangkan mekanisme yang baru dan yang lebih baik untuk
mempertahankan kontrol diri
c Mengembalikan keseimbangan adaptif

Cara-cara psikoterapi suportif antara lain sebagai berikut:


Ventilasi atau (psiko) kataris

Persuasi atau bujukan

Sugesti

Penjaminan kembali (reassurance)

Bimbingan dan penyuluhan

Terapi kerja

Hipno-terapi dan narkoterapi

Psikoterapi kelompok
2
Exposure and Response Prevention

Terapi ini (dikenal pula dengan sebutan flooding) diciptakan oleh Victor Meyer
(1966), dimana pasien menghadapkan dirinya sendiri pada situasi yang

19
menimbulkan tindakan kompulsif atau (seperti memegang sepatu yang kotor) dan
kemudian menahan diri agar tidak menampilkan perilaku yang menjadi ritualnya
membuatnya menghadapi stimulus yang membangkitkan kecemasan, sehingga
memungkinkan kecemasan menjadi hilang.
3 Terapi Keluarga (Family therapy)
Terapi keluarga merupakan teknik pengobatan yang sangat penting bila pada
keluarga pasien OCD ini didapatkan kekacauan hubungan dalam keluarga,
kesukaran dalam perkawinan, masalah spesifikasi dalam anggota keluarga atau
peran anggota keluarga yang kurang sesuai yang akan mengganggu keberhasilan
fungsi masing-masing individu dalam keluarga termasuk dalam waktu jangka
panjang akan berakibat buruk pada anak OCD.
Seluruh anggota keluarga dimasukkan ke dalam proses terapi, menggunakan
semua data anggota keluarga seperti tingkah laku individu dalam keluarga. Menilai
tingkah laku setiap anggota keluarga yang mempengaruhi tingkah laku yang baik
dan membina pengaruh tingkah laku yang positif dari setiap individu.
4 Terapi lain
Terapi keluarga seringkali berguna dalam mendukung keluarga, membantu
menurunkan perpecahan perkawinan yang disebabkan gangguan, dan membangun
hubungan kerjasama terapi dengan anggota keluarga untuk kebaikan pasien. Terapi
kelompok berguna sebagai sistem dukungan bagi beberapa pasien. Untuk pasien
yang sangat resisten terhadap pengobatan, terapi elektrokonvulsif (ECT) dan bedah
psiko (psychosurgery) dapat dipertimbangkan. ECT tidak seefektif bedah psiko
tetapi kemungkinan harus dicoba sebelum pembedahan. Prosedur bedah psiko yang
paling sering dilakukan untuk gangguan obsesif kompulsif adalah eingulotomi, yang
berhasil dalam mengobati 25 sampai 30 persen pasien yang tidak responsif terhadap
pengobatan lain. Komplikasi yang paling sering dari bedah psiko adalah timbulnya
kejang, yang hampir selalu dikendalikan dengan pengobatan Phenytoin (Dilantin).
Beberapa pasien yang tidak respon dengan bedah psiko saja dan dengan
farmakoterapi atau terapi perilaku sebelum operasi menjadi berespon terhadap
farmakoterapi atau terapi perilaku setelah bedah psiko.

G PROGNOSIS
Lebih dari setengah pasien dengan gangguan obsesif kompulsif memiliki onset
gejala yang tiba-tiba. Kira-kira 50 sampai 70 persen pasien memiliki onset gejala

20
setelah suatu peristiwa yang menyebabkan stres, seperti kehamilan, masalah seksual,
dan kematian seorang sanak saudara. Karena banyak pasien tetap merahasiakan
gejalanya, mereka seringkali terlambat 5 sampai 10 tahun sebelum pasien datang ke
psikiater, walaupun keterlambatan tersebut kemungkinan dipersingkat dengan
meningkatkan kesadaran akan gangguan tersebut diantara orang awam dan
profesional. Perjalanan penyakit biasanya lama tetapi bervariasi. Beberapa pasien
mengalami penyakit yang berfluktuasi, dan pasien lain mengalami penyakit yang
konstan.
Kira-kira 20 sampai 30 persen pasien dengan gangguan obsesif kompulsif
memiliki gangguan depresif berat, dan bunuh diri adalah risiko bagi semua pasien
dengan gangguan obsesif kompulsif. Suatu prognosis buruk dinyatakan oleh
mengalah (bukannya menahan) pada kompulsi, onset pada masa anak-anak,
kompulsi yang aneh (bizzare), perlu perawatan di rumah sakit, gangguan depresif
berat yang menyertai, kepercayaan waham, adanya gagasan yang terlalu dipegang
(overvalued) yaitu penerimaan obsesi dan kompulsi, dan adanya gangguan
kepribadian (terutama gangguan kepribadian skizotipal). Prognosis yang baik
ditandai oleh penyesuaian sosial dan pekerjaan yang baik, adanya peristiwa
pencetus, dan suatu sifat gejala yang episodik. Isi obsesional tampaknya tidak
berhubungan dengan prognosis.

21
BAB III
KESIMPULAN

Gangguan obsesifkompulsif merupakan suatu kondisi yang ditandai dengan adanya


pengulangan pikiran obsesif atau kompulsif, dimana membutuhkan banyak waktu (lebih dari
satu jam perhari) dan dapat menyebabkan penderitaan (distress). Untuk menegakkan
diagnosis pasti, gejalagejala obsesif atau tindakan kompulsif atau keduaduanya harus ada
hampir setiap hari selama sedikitnya 2 minggu berturutturut. Beberapa faktor berperan
dalam terbentuknya gangguan obsesif-kompulsif diantaranya adalah faktor biologi seperti
neurotransmiter, pencitraan otak, genetika, faktor perilaku dan faktor psikososial, yaitu faktor
kepribadian dan faktor psikodinamika. Ada beberapa terapi yang bisa dilakukan untuk
penatalaksanaan gangguan obsesifkompulsif antara lain terapi farmakologi (farmakoterapi)
dan terapi tingkah laku. Prognosis pasien dinyatakan tidak bisa sembuh sempurna. Dengan
pengobatan bisa memberikan pengurangan gejala.

22
DAFTAR PUSTAKA

1 Kaplan, H.l dan Saddock B.J. 2015. Buku Ajar Psikiatri Klinis Edisi Ke-2. USA:
Williams and Wilikins Baltimore.
2 Nevid, S. Jeffrey, Spencer, A. R & Beverly G. 2005. Psikologi Abnormal jilid 1.
Jakarta: Erlangga.
3 Pinzon, R. 2006. Tatalaksana Farmakologis. Gangguan Spektrum Autistik:Telaah
Pustaka Kini. Dexa Media. Jurnal Kedokteran dan Farmasi, No.4, vol.19, ISSN 0215-
7551, hal. 169-172
4 Elvira, S. D. 2014. Buku Ajar Psikiatri Edisi Kedua. Jakarta: Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia.
5 Novedica. Obsessive Compulsive Disorder. 2010. Available from:
http://noel4.student.umm.ac.id/2010/09/23/obsessive-compulsive-disorder-ocd/
6 Maslim, R. 2013. Gangguan obsesif kompulsif. Dalam : Buku saku Diagnosis
Gangguan Jiwa; rujukan ringkas dari PPDGJ III. Jakarta: Bagian Ilmu Kedokteran
Jiwa FK-Unika Atmajaya.
7 Maramis WF.Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Surabaya: Airlangga University Press.2009
h290-6

23

Anda mungkin juga menyukai