Anda di halaman 1dari 27

PENATALAKSANAAN ANESTESI UMUM PADA SCTP-EM ATAS INDIKASI

PRESBO DGN TBJ>3000 GRAM, KPD 13 JAM PADA


SEKUNDIGRAVIDA H. ATERM BELUM DALAM PERSALINAN

Disusun Oleh :
Fatimah D K Melati
G0001012

Pembimbing
Dr. M. H. Sudjito, Sp. An

KEPANITERAAN KLINIK LAB/UPF ANESTESIOLOGI


FK UNS/RSUD DR. MOEWARDI
SURAKARTA
2005
KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa sehingga presentasi kasus
dengan judul PENATALAKSANAAN ANESTESI UMUM PADA SCTP-EM ATAS
INDIKASI PRESBO DENGAN TBJ>3000 GRAM PADA SEKUNDIGRAVIDA H.
ATERM DALAM PERSALINAN KALA 1 FASE LATEN " dapat diselesaikan.
Presentasi kasus ini disusun untuk memenuhi persyaratan dalam mengikuti
kepaniteraan klinik di Unit Anestesi dan Reanimasi di FK UNS / RSUD dr. Moewardi
Surakarta.
Pada kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih kepada :
1. dr. St. Mulyata, SpAnKIC, selaku Kepala Bagian Anestesi dan Keperawatan
Intensif FK UNS / RSUD dr. Moewardi Surakarta.
2. dr.M. H. Sudjito, Sp. An, selaku staf ahli anestesi.
3. dr. Sumartanto, SpAnKIC, selaku staf ahli anestesi.
4. dr. Marthunus Judin, SpAn, selaku staf ahli anestesi.
5. dr. Benny Suryo, SpAn, selaku staf ahli anestesi.
6. dr. Purwoko, SpAn, selaku staf ahli anestesi.
7. dr. Sugeng B., SpAn, selaku staf ahli anestesi.
8. dr. Supraptomo , Sp.An, selaku staf ahli anestesi.
9. Seluruh paramedis yang bertugas di bagian anestesi RSUD dr. Moewardi
Surakarta.
10. Semua pihak yang telah membantu selama penulisan laporan ini.
Saran dan kritikan kami harapkan demi perbaikan laporan ini. Akhirnya
penyusun berharap semoga laporan ini bermanfaat bagi ilmu pengetahuan dan semua
pihak yang berkepentingan.

Surakarta, Maret 2005

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL................................................................................... i
KATA PENGANTAR.................................................................................. ii
DAFTAR ISI............................................................................................... iii
BAB I. PENDAHULUAN....................................................................... 1
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA............................................................. 3
BAB III. LAPORAN KASUS.................................................................. 15
BAB IV. PEMBAHASAN......................................................................... 22
BAB V. KESIMPULAN...........................................................................
DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I
PENDAHULUAN

Anestesiologi adalah cabang ilmu kedokteran yang mendasari berbagai


tindakan meliputi pemberian anestesi, penjagaan keselamatan penderita yang
mengalami pembedahan, pemberian bantuan hidup dasar, pengobatan intensif pasien
gawat, terapi inhalasi dan penanggulangan nyeri menahun.
Istilah anestesi dikemukakan pertama kali oleh C.W. Holmes yang artinya
tidak ada rasa sakit. Anestesi dibagi menjadi dua kelompok yaitu : (1) anestesi lokal,
yaitu hilangnya sensibilitas setempat tanpa disertai hilangnya kesadaran dan (2)
anestesi umum yaitu hilangnya segala modalitas rasa disertai hilangnya kesadaran.
Anestesi yang ideal adalah tercapainya anestesi yang meliputi hipnotik, analgesi dan
relaksasi otot.
Pada prinsipnya dalam penatalaksanaan anestesi pada suatu operasi terdapat
beberapa tahap yang herus dilaksanakan yaitu pra anestesi, tahap penatalaksanaan
anestesi dan pemeliharaan serta tahap pemulihan dan perawatan pasca anestesi.
Tahap pra anestesi merupakan tahap persiapan yang sangat menentukan
keberhasilan suatu anestesi. Hal yang penting dalam tahap ini adalah : (1)
menyiapkan pasien yang meliputi riwayat penyakit pasien, keadaan umum pasien,
dan mental pasien, (2) menyiapkan tehnik, obat obatan dan macam anestesi yang
digunakan, (3) Memperkirakan kemungkinan kemungkinan yang akan timbul pada
waktu pelaksanaan anestesi dan komplikasi yang mungkin timbul pasca anestesi.
Tahap pelaksanaan anestesi meliputi premedikasi, induksi dan pemeliharaan
yang dapat dilakukan secara intravena maupun inhalasi. Pada tahap ini perlu
monitoring dan pengawasan ketat serta pemeliharaan jalan nafas karena pada saat ini
pasien dalam keadaan sadar dan kemungkinan komplikasi anestesi maupun
pembedahan dapat terjadi.

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Anestesi dibagi menjadi dua kelompok yaitu anestesi umum dan anestesi
lokal. Anestesi umum adalah bentuk anestesi yang paling sering digunakan atau
dipraktekkan yang dapat disesuaikan dengan jumlah terbesar pembedahan.
Pada kasus ini anestesi yang digunakan adalah anestesi umum yaitu tindakan
meniadakan nyeri secara sentral disertai hilangnya kesadaran dan bersifat pulih
kembali (reversibel).

PERSIAPAN PRA ANESTESI


Persiapan pra anestesi sangat mempengaruhi keberhasilan anestesi dan
pembedahan. Kunjungan pra anestesi harus dipersiapkan dengan baik, pada bedah
elektif umumnya dilakukan 1-2 hari sebelumnya, sedangkan pada bedah darurat
waktu yang tersedia lebih singkat. Adapun tujuan kunjungan pra anestesi adalah :
1. Mempersiapkan mental dan fisik secara optimal.
2. Merencanakan dan memilih tehnik serta obat obat anestesi yang
sesuai dengan fisik dan kehendak pasien.
3. Menentukan status fisik penderita dengan klasifikasi ASA ( American
Society Anesthesiology ).

PREMEDIKASI ANESTESI
Premedikasi ringan banyak digunakan terutama untuk menenangkan pasien
sebagai persiapan anestesia dan masa pulih setelah pembedahan singkat. Adapun
tujuan dari premedikasi antara lain :
1. Memberikan rasa nyaman bagi pasien.
2. Membuat amnesia.
3. Memberikan analgesia.
4. Mencegah muntah.

2
5. Memperlancar induksi.
6. Mengurangi jumlah obat obat anestesika.
7. Menekan reflek reflek yang tidak diinginkan.
8. Mengurangi sekresi kelenjar saluran nafas.
Obat premedikasi yang digunakan disesuaikan dengan kebutuhan masing-
masing pasien karena kebutuhan masing-masing pasien berbeda. Pemberian
premedikasi secara intramuskular dianjurkan 1 jam sebelum operasi, sedangkan untuk
kasus darurat yang perlu tindakan cepat bisa diberikan secara intravena. Adapun obat
obat yang sering digunakan sebagai premedikasi adalah :
1. Golongan hipnotik sedatif : barbiturat, benzodiazepin, transquilizer.
2. Analgetik narkotik : morfin, petidin, pentanil.
3. Neuroleptik : droperidol, dehidrobenzoperidol.
4. Anti kolinergik : Atropin, skopolamin.
5. Vasodilator : nitrogliserin

Obat obat premedikasi :


1. Sulfas Atropin
Sulfas atropin termasuk golongan anti kolinergik. Berguna mengurangi
sekresi lendir dan mengurangi efek bronkhial dan kardial yang berasal dari
perangsangan parasimpatis akibat obat anestesi atau tindakan operasi. Dalam
dosis 0,5 mg, atropin merangsang N. vagus dan bradikardi. Pada dosis lebih dari 2
mg, terjadi hambatan N. vagus dan timbul takikardi. Pada dosis yang besar sekali,
atropine menyebabkan depresi napas, eksitasi, disorientasi, delirium, halusinasi.
Pada orang muda efek samping mulut kering, gangguan miksi, meteorisme. Pada
orangtua dapat terjadi sindrom demensia. Keracunan biasanya terjadi pada anak-
anak karena salah menghitung dosis, karena itu atropin tidak dianjurkan untuk
anak dibawah 4 tahun. Sebagai antidotumnya adalah fisostigmin, fisostigmin
salisilat 2-4 mg subkutan dapat berhasil mengatasi semua gejala susunan saraf
pusat.

3
Sedian : dalam bentuk sulfat atropin dalam ampul 0,25 mg dan 0,50 mg.
Dosis : 0,01 mg/ kgBB dan 0,1 0,4 mg untuk anak anak.
Pemberian : SC, IM, IV.
2. Petidin
Petidin merupakan derivat fenil piperidin yang efek utamanya adalah
depresi susunan saraf pusat. Gejala yang timbul antara lain adalah analgesia,
sedasi, euforia dan efek sentral lainnya. Sebagai analgesia diperkirakan
potensinya 80 kali morfin. Lamanya efek depresi napas lebih pendek dibanding
meperidin. Dosis tinggi menimbulkan kekakuan pada otot lurik, ini dapat
diantagonis oleh nalokson. Setelah pemberian sistemik, petidin akan
menghilangkan reflek kornea akan tetapi diameter pupil dan refleknya tidak
terpengaruh. Obat ini juga meningkatkan kepekaan alat keseimbangan sehingga
dapat menimbulkan muntah muntah, pusing terutama pada penderita yang
berobat jalan. Pada penderita rawat baring obat ini tidak mempengaruhi sistem
kardiovaskular, tetapi pada penderita berobat jalan dapat timbul sinkop orthostatik
karena terjadi hipotensi akibat vasodilatasi perifer karena pelepasan histamin.
Petidin dimetabolisme dihati, sehingga pada penderita penyakit hati dosis
harus dikurangi. Petidin tidak mengganggu kontraksi atau involusi uterus pasca
persalinan dan tidak menambah frekuensi perdarahan pasca persalinan . Preparat
oral tersedia dalam tablet 50 mg, untuk parenteral tersedia dalam bentuk ampul 50
mg per cc. Dosis dewasa adalah 50 100 mg, disuntikkan secara SC atau IM.
Bila diberikan secara IV efek analgetiknya tercapai dalam waktu 15 menit.
A. Induksi
Induksi merupakan saat dimasukkannya zat anestesi sampai tercapainya
stadium pembedahan yang selanjutnya diteruskan dengan tahap pemeliharaan
anestesi untuk mempertahankan atau memperdalam stadium anestesi setelah
induksi. Pada kasus ini digunakan Propofol.
Propofol adalah campuran 1% obat dalam air dan emulsi yang berisi 10%
soya bean oil, 1,2% phosphatide telur dan 2,25% glycerol. Pemberian intravena

4
propofol (2 mg/kg BB) menginduksi anestesi secara cepat seperti tiopental.
Setelah injeksi intravena secara cepat disalurkan ke otak, jantung, hati, dan ginjal.
Rasa nyeri kadang-kadang terjadi di tempat suntikan, tetapi jarang disertai dengan
plebitis atau trombosis. Anestesi dapat dipertahankan dengan infus propofol yang
berkesinambungan dengan opiat, N2 dan atau anestesi inhalasi lain.
Propofol menurunkan tekanan arteri sistemik kira-kira 80% teapi efek ini
lebih disebabkan karena vasodilatsai perifer daripada penurunan curah jantung.
Tekanan sismatik kembali normal dengan intubasi trakea.
Propofol tidak menimbulkan aritmia atau iskemik otot jantung. Sesudah
pemberian propofol IV terjadi depresi pernafasan sampai apnea selama 30 detik.
Hal ini diperkuat dengan premediaksi dengan opiat.
Propofol tidak merusak fungsi hati dan ginjal. Aliran darah ke otak,
metabolisme otak dan tekanan intrakranial akan menurun. Tak jelas adanya
interaksi dengan obat pelemas otot. Keuntungan propofol karena bekerja lebih
cepat dari tiopental dan konfusi pasca operasi yang minimal. Terjadi mual,
muntah dan sakit kepala mirip dengan tiopental.

B. Pemeliharaan
1. Ethrane (Enfluran)
Berbentuk cairan, mudah menguap, tidak mudah terbakar dan berbau
tidak enak. Merupakan anestesi yang poten, mendepresi SSP menimbulkan
efek hipnotik. Resorpsinya setelah inhalasi cepat dengan waktu induksi 2-3
menit. Sebagian besar (80-90%) diekskresikan melalui paru-paru dalam
keadaan utuh dan hanya 2,5-10% diubah menjadi ion fluorida bebas. Pada
anestesi yang dalam dapat menimbulkan penurunan tekanan darah disebabkan
depresi pada miokardium. Penggunaan pada seksio caesarea cukup aman pada
konsentrasi rendah (0,5-0,8%) tanpa menimbulkan depresi pada foetus.
Berhati-hati penggunaan konsentrasi tinggi karena dapat menimbulkan
relaksasi pada otot uterus yang dapat meningkatkan pendarahan pada

5
persalinan. Efek samping berupa hipotensi, menekan pernapasan, aritmia,
merangsang SSP, pasca anestesi dapat timbul hipoermi serta mual muntah.
Untuk induksi, enfluran 2-4,5% dikombinasi dengan O 2 atau campuran N 2
O - O 2 . Untuk mempertahankan anestesi diperlukan 0,5-3 % volume.
2. Nitrous Oksida / Gas Gelak / N2O
Merupakan gas yang tidak berwarna, berbau amis, dan tidak iritasi.
Mempunyai sifat analgetik kuat tapi sifat anestesinyalemah, tetapi dapat
melalui stadium induksi dengan cepat, karena gas ini tidak larut dalam darah.
Gas ini tidak mempunyai relaksasi otot, oleh karena itu operasi abdomen dan
ortopedi perlu tambahan dengan zat relaksasi otot. Depresi nafas terjadi pada
masa pemulihan, hal ini terjadi kaena Nitrous Oksida mendesak oksigen
dengan ruangan ruangan tubuh. Hipoksia difusi dapat dicegah dengan
pemberian oksigen konsentrasi tinggi beberapa menit sebelum anestesi
selesai. Penggunaan biasanya dipakai perbandingan atau kombinasi dengan
oksigen. Perbandingan N2O : O2 adalah sebagai berikut 60% : 40 % ; 70% :
30% atau 50% : 50%.

C. Obat Pelumpuh Otot ( Muscle Relaxant )


1. Succynil choline
Merupakan pelumpuh otot depolarisasi dengan mula kerja cepat,
sekitar 1 2 menit dan lama kerja singkat sekitar 3 5 menit sehingga obat
ini sering digunakan dalam tindakan intubai trakea. Lama kerja dapat
memanjang jika kadar enzim kolinesterase berkurang, misalnya pada penyakit
hati parenkimal, kakeksia, anemia dan hipoproteinemia.
Komplikasi dan efek samping dari obat ini adalah bradikardi,
bradiaritma dan asistole, takikardi dan takiaritmia, peningkatan tekanan intra
okuler, hiperkalemi dan nyeri otot fasikulasi.

6
Obat ini tersedia dalam flacon berisi bubuk 100mg dan 500 mg.
Pengenceran dengan garam fisiologis / aquabidest steril 5 atau 25 ml sehingga
membentuk larutan 2% sebagai pelumpuh otot jangka pendek. Dosis untuk
intubasi 1 2 mg / kgBB/IV.
2. Atrakurium besilat (tracrium)
Merupakan obat pelumpuh otot non depolarisasi yang mempunyai
struktur benzilisoquinolin yang berasal dari tanaman leontice leontopetaltum.
Beberapa keunggulan atrakurium dibandingkan dengan obat terdahulu antara
lain adalah :
Metabolisme terjadi dalam darah (plasma) terutama melalui suatu reaksi
kimia unik yang disebut reaksi kimia hoffman. Reaksi ini tidak bergantung
pada fungsi hati dan ginjal.
Tidak mempunyai efek kumulasi pada pemberian berulang.
Tidak menyebabkan perubahan fungsi kardiovaskuler yang bermakna
Mula dan lama kerja antrakurium bergantung pada dosis yang dipakai.
Pada umumnya mulai kerja antrakium pada dosis intubasi adalah 2-3 menit,
sedang lama kerja antrakium dengan dosis relaksasi 15-35 menit. Pemulihan
fungsi saraf otot dapat terjadi secara spontan (sesudah lama kerja obat
berakhir) atau dibantu dengan pemberian antikolinesterase. Antrakurium dapat
menjadi obat terpilih untuk pasien geriatrik atau pasien dengan penyakit
jantung dan ginjal yang berat.
Kemasan 1 ampul berisi 5 ml yang mengandung 50 mg atrakurium
besilat. Stabilitas larutan sangat bergantung pada penyimpanan pada suhu
dingin dan perlindungan terhadap penyinaran.
Dosis intubasi : 0,5 0,6 mg/kgBB/iv
Dosis relaksasi otot : 0,5 0,6 mg/kgBB/iv
Dosis pemeliharaan : 0,1 0,2 mg/kgBB/ iv

7
D. Antagonis Muscle Relaxant
Neostigmin Metil Sulfat ( Prostigmin )
Merupakan antikolinesterase yang dapat mencegah hidrolisis dan
menimbulkan akumulasi asetilkholin. Obat ini mengalami metabolisme terutama
oleh kolinesterase serum dan bentuk utuh obat sebagian diekskresi melalui ginjal.
Mempunyai efek nikotinik, muskarinik dan stimulan otot langsung. Efek
muskarinik antara lain bradikardi, hiperperistaltik, dan spasme saluran cerna,
pembentukan sekret jalan nafas dan kelenjar liur, bronkospasme, berkeringat,
miosis dan kontraksi vesika urinaria. Dosis 0,5 mg bertahap hingga 5 mg.
Biasanya diberikan bersama sama dengan atropin dosis 1 1,5 mg.

E. Analgetik
Remopain

Secara farmakologi merupakan ketorolac trometamin yaitu senyawa anti


inflamasi nonsteroid ( AINS ) yang bekerja dengan cara menghambat biosintesis
prostaglandin dengan aktivitas analgesik yang kuat baik secara perifer maupun
sentral, di samping itu mempunyai efek antiinflamasi dan antipiretik. Digunakan
untuk penalaksanaan nyeri akut, dengan penggunaan tidak lebih dari 5 hari.

Kontraindikasi : pada pasien yang alergi dengan ketorolac trometamin,


aspirin, atau obat AINS lainnya, tukak lambung aktif, pasien dengan penyakit
cerebrovaskuler, pasien dengan riwayat penyakit asma, gangguan ginjal berat,
proses persalinan , ibu menyusui, gangguan hemostasis. Ketorolac dapat
memperpanjang waktu perdarahan

Adapun efek sampingnya : pada saluran cerna dapat terjadi dispepsi, mual,
diare. Pada SSP seperti sakit kepala, edema dan rasa sakit pada tempat suntikan.

8
Dosis maksimal adalah 120 mg/hari. Sediaan : ampul 30 mg/1ml, 10 mg/1ml,
diberikan secara intravena.
F. Intubasi Trakea
Suatu tindakan untuk memasukkan pipa khusus ke dalam trakea, sehingga
jalan nafas bebas hambatan dan nafas mudah dikendalikan. Intubasi trakea
bertujuan untuk :
1. Mempermudah pemberian anestesi.
2. Mempertahankan jalan nafas agar tetap bebas dan kelancaran pernafasan.
3. Mencegah kemungkinan aspirasi lambung.
4. Mempermudah penghisapan sekret trakheobronkial.
5. Pemakaian ventilasi yang lama.
6. Mengatasi obstruksi laring akut.

G. Terapi Cairan
Terapi cairan perioperatif bertujuan untuk :
1. Mencukupi kebutuhan cairan, elektrolit dan darah yang hilang selama
operasi.
2. Replacement dan dapat untuk tindakan emergency pemberian obat.
Pemberian cairan operasi dibagi :
1. Pra operasi
Dapat terjadi defisit cairan kaena kurang makan, puasa, muntah, penghisapan
isi lambung, penumpukan cairan pada ruang ketiga seperti pada ileus
obstruktif, perdarahan, luka bakar dan lain lain. Kebutuhan cairan untuk
dewasa dalam 24 jam adalah 2 ml / kgBB / jam. Bila terjadi dehidrasi ringan

2% BB, sedang 5% BB, berat 7% BB. Setiap kenaikan suhu 10 Celcius


kebutuhan cairan bertambah 10 15 %.

9
2. Selama operasi
Dapat terjadi kehilangan cairan karena proses operasi. Kebutuhan cairan pada
dewasa untuk operasi : a. Ringan = 4 ml / kgBB / jam
b. Sedang = 6 ml / kgBB / jam
c. Berat = 8 ml / kg BB / jam
Bila terjadi perdarahan selama operasi, dimana perdarahan kurang dari 10%
EBV maka cukup digantikan dengan cairan kristaloid sebanyak 3 kali volume
darah yang hilang. Apabila perdarahan lebih dari 10 % maka dapat
dipertimbangkan pemberian plasma / koloid / dekstran dengan dosis 1 2
kali darah yang hilang.
3. Setelah operasi
Pemberian cairan pasca operasi ditentukan berdasarkan defisit cairan selama
operasi ditambah kebutuhan sehari hari pasien.

H. Pemulihan
Pasca anestesi dilakukan pemulihan dan perawatan pasca operasi dan
anestesi yang biasanya dilakukan di ruang pulih sadar atau recovery room yaitu
ruangan untuk observasi pasien pasca operasi atau anestesi. Ruang pulih sadar
adalah batu loncatan sebelum pasien dipindahkan ke bangsal atau masih
memerlukan perawatan intensif di ICU. Dengan demikian pasien pasca operasi
atau anestesi dapat terhindar dari komplikasi yang disebabkan karena operasi atau
pengaruh anestesinya.
I. PRESBO ( Letak sungsang )
Presbo merupakan keadaan dimana janin terletak memanjang dengan kepala
difundus uteri dan bokong berada dibagian bawah kavum uteri.
Diagnosis dapat diketahui dari pemeriksaan luar, dibagian bawah uterus tidak
dapat diraba bagian yang keras dan bulat, yakni kepala, dan kepala teraba difundus
uteri. Denyut jantung janin ditemukan setinggi atau sedikit lebih tinggi daripada
umbilikus.

10
Etiologi dari presbo diantaranya adalah multiparitas, hamil kembar,
hidramnion, hidrosefalus, plasenta previa, panggul sempit, kelainan bentuk uterus,
dan plasenta yang terletak didaerah kornu fundus uteri. Angka kematian bayi pada
persalinan sungsang lebih tinggi dibanding dengan letak kepala. Sebab kematian
adalah prematuritas dan penanganan persalinan yang kurang sempurna, dengan akibat
hipoksia atau perdarahan didalam tengkorak. Hipoksia terjadi akibat terjepitnya tali
pusat antara kepala dan panggul atau karena plasenta lepas sebelum kepala lahir.
Kepala harus lahir dalam waktu < 8 menit setelah umbilikus dilahirkan.

11
BAB III
LAPORAN KASUS

A. Identitas Penderita
No. Register : 718217
Nama : Ny. Melia
Umur : 18 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Pucangsawit RT 3/VI Jebres Surakarta
Diagnosis pre operatif : Presbo TBJ>3000 gram pada sekundigravida nullipara
h. aterm dalampersalinan kala 1 fase laten persalinan
berlangsung 3 jam
Macam Operasi : SCTP- Em
Macam Anestesi : General anestesi
Tanggal masuk : 11 03 - 2005
Tanggal Operasi : 11 03 - 2005

B. Pemeriksaan Pra Anestesi


1. Anamnesa
a. Keluhan utama : Ingin melahirkan
b. Riwayat Penyakit Sekarang :
Seorang G2P0A1, 18 tahun kiriman bidan dengan keterangan presbo,
pembukaan 2 cm, KK+. Pasien merasa hamil 9 bulan, tenceng-kenceng teratur
dirasakan sejak 3 jam yang lalu sebelum masuk rumah sakit. Air kawah
dirasakan belum keluar. Gerakan janin masih dirasakan, lendir darah +.

12
Riwayat Penyakit Dahulu :
Riwayat alergi obat, makanan disangkal.
Riwayat asma disangkal.
Riwayat DM disangkal.
Riwayat hipertensi disangkal.
Riwayat penyakit jantung disangkal.
2. Pemeriksaan :
Keadaan Umum : KU sakit sedang, compos mentis dan kesan gizi
cukup
Tensi : 120 / 80 mmHg
Nadi : 80 x / menit
Suhu Axiler : 36,5 C
Respirasi : 20 x / menit
Berat badan : 55 kg
Malapati : grade 1.
Mata : Konjungtiva anemis ( -/- ), sklera ikterik ( -/- ),
Hidung : nafas cuping hidung ( - ), sekret ( - )
Mulut : sianosis ( - ), gigi goyah / palsu ( - )
Telinga : sekret ( - ), pendengaran baik
Leher : glandula thyroid tidak membesar, pembesaran
limponodi ( - ), JVP tidak meningkat
Thorax : retraksi (-),
Cor : I : Ictus cordis tidak tampak
P : Ictus cordis tidak kuat angkat
P : Batas jantung kesan tidak melebar
A : BJ I II intensitas N, reguler, bising (-)
Pulmo : I : Pengembangan kanan = kiri
P : Fremitus raba kanan = kiri

13
P : Sonor-sonor
A: Suara dasar +/+, Suara tambahan -/-
Abdomen : supel, NT(-), teraba janin tunggal, IU, memanjang,
Puka, presbo, bokong sudah masuk panggul. TBJ
>3000 gram, His 3x/10/40-50/ kuat
DJJ (+) 12-11-12/ Reguler
VT : V/U tenang, dinding vagina dalam batas normal, portio
Lunak, mendatar, KK +, presbo, bokong turun diH 1
Penunjuk sulit dinilai, AK (-), STLD + .
Ekstremitas : akral dingin
- -
- -

Oedem
- -
- -

3. Pemeriksaan laboratorium :
Hb : 12,7 gr/dl Waktu perdarahan : 5 00
Hct : 38,8 % Waktu pembekuan : 3 00
L : 111.000 L GDS : 78 mg/dl

T : 10.800 L Ureum : 18

GD : B Kreatinin : 1,06

4. Kesimpulan :

Seorang wanita umur 18 tahun dengan keluhan ingin melahirkan. Pembukaan


2 cm, presbo, dengan TBJ>3000 gram, janin dalam keadaan baik.

Vital sign : dbn

Hasil lab : Hb, Hct, AL, waktu perdarahan, waktu pembekuan, u/c dbn

14
Trombosit : 11.800 l

Kelainan sistemik : -

Kegawatan obsgin : +

Status fisik : ASA II E


C. Rencana Anestesi
1. Persiapan Operasi
a. Persetujuan operasi tertulis ( + )
b. Puasa > 6 jam
c. Infus RL 2 cc / KgBB / jam (selama puasa) 27 tpm makro
2. Jenis Anestesi : General anestesi
3. Teknik anestesi : semi closed inhalasi dengan Endotracheal Tube no 7
respirasi terkontrol
4. Premedikasi : Sulfas Atropin 0,25 mg i.v.
5. Induksi : Propofol 110 mg
6. Maintenance : N2O : O2 = 3 : 3
Ethrane 0,5-1 vol %
7. Pelumpuh otot : Succinil cholin 60 mg iv
8. Monitoring : tanda vital selama operasi tiap 10 menit, kedalaman
anestesi, cairan, perdarahan
9. Perawatan pasca anestesi di ruang pemulihan
c
D. Tata Laksana Anestesi
1. Di ruang persiapan

15
a. Jam 22.05 pasien masuk kamar persiapan operasi, dilakukan pemeriksaan
kembali identitas penderita, persetujuan operasi, lama puasa 6 jam, lembar
konsul anestesi, obat-obatan dan perlengkapan yang diperlukan.
b. Jam 22.10 premedikasi sulfas atropine 0,25 mg, pemeriksaan tanda vital,
cek infus RL

2. Di ruang operasi
a. Jam 22.10 pasien masuk operasi, manset dan monitoring dipasang
b. Jam 22.10 dilakukan induksi dengan Propofol 110 mg, segera kepala
diekstensikan, face mask didekatkan pada hidung dengan O2 5 l/menit.
Setelah reflek bulu mata menghilang, succynil choline 60 mg dimasukkan
IV, tampak fasikulasi otot. Dilakukan pemijatan ambu bag hingga saturasi
100%. Sesudah tenang dilakukan intubasi dengan orotrakhea no.7.
Setelah terpasang baik dihubungkan dengan mesin anestesi untuk
mengalirkan O2 3 l/menit. Nafas dikendalikan dengan ventilator.
c. Jam 22.20 operasi dimulai, tanda vital dimonitor tiap 5 menit.
d. Jam 22.20 diinjeksikan Tracrium 25 mg iv. Sambil tanda-tanda vital terus
dimonitor tiap 5 menit.
e. Jam 22.26 bayi lahir, laki-laki, BB: 3100 gram, AS 8-9-10. Sintosinon 1
amp IV, Methergin 1 amp IV, Petidin 50 mg IM, Sintosinon 1 amp drip.
f. Jam 22.30 infus RL habis, diganti RL .
g. Jam 22.45 injeksi Tracrium 10 mg iv sambil tanda vital terus dimonitor
tiap 10 menit.
h. Jam 23.05 infus RL habis, diganti RL. Transamin 1 amp drip.
i. Jam 23.15 injeksi Tracrium 5 mg iv, Remopain 1 amp iv.
j. Jam 23.30 injeksi Primperan 1 amp iv.
k. Jam 23.35 diinjeksikan SA 1 amp, Prostigmin 1 amp.
l. Jam 23.35 operasi selesai, alat anestesi dilepas penderita dipindah ke
ruang RR.

16
Monitoring Selama Anestesi
Jam Tensi Nadi SpO2 Keterangan
22.10 190/120 120 99% Induksi Propofol 110 mg IV, succynil choline 60 mg
3.
IV, O2 5 L / menit dan intubasi operasi mulai, tanda
3.
vital dimonitor tiap 5 menit.
22.15 150/90 100 99% 3.
22.20 150/90 100 99% Operasi dimulai, monitor Vital sign tiap 5 menit.
3.
Injeksi Tracrium 25 mg.
22.25 120/65 90 99% 3.
22.30 180/90 95 99% Injeksi Sintosinon 1 amp iv, Methergin 1 amp iv,
3.
Pethidin 50 mg IM, Sintosinon 1 amp drip. Infus RL
habis diganti RL 3.
22.35 120/85 95 99% 3.
22.40 130/80 100 98%
22.45 125/85 95 98% Injeksi Tracrium 10 mg iv 3.
22.55 130/95 110 98% 3.
23.05 120/75 110 98% Infus RL habis diganti RL, Transamin 1 amp drip. 3.
23.15 120/80 85 98% Injeksi Tracrium 5 mg iv, Remopain 1 amp iv
23.30 130/82 82 97% Injeksi primperan 1 amp iv
3.
23.35 150/95 95 99% Injeksi SA 1 amp iv, Prostigmin 1 amp iv. Operasi 3.
selesai dipindah ke RR 3.
Di ruang pemulihan
Jam 23.35 : dengan pipa gudel masih dipasang, dialiri O2 3l/menit lendir
dihisap dan tanda vital dimonitor tiap 10 menit
Jam 23.40 : Pasien sadar penuh dan dilakukan ekstubasi.
Jam 23.45 : Pasien dipindah ke Bangsal.

Monitoring Pasca Anestesi


Jam Tensi Nadi RR Keterangan
23.35 150/95 95x/ 20x/' Guedel masih dipasang, O2 3 L / menit,

17
lendir dihisap dan monitoring tanda vital.
23.40 130/80 88x/' 20x/' Pasien sadar penuh dan ekstubasi
23.45 130/80 90x/' 20x/' Pasien dipindahkan ke bangsal.

Instruksi Pasca Anestesi


a. Posisi supine dengan oksigen 2l/mnt
Kontrol vital sign, T < 190 mmHg infus dipercepat.
Bila muntah diberi primperan dan bila kesakitan diberi Tramadol.
b. Lain-lain
- Antibiotik sesuai Obsgin
- Analgetik sesuai Obsgin.
- Puasa sampai dengan flatus
- Post operasi, cek Hb. Bila <10 mg/dl tranfusi sampai Hb 10 mg/dl.
- Kontrol balance cairan
- Monitor vital sign

18
BAB IV
PEMBAHASAN

Anestesi kebidanan berbeda dengan anesthesia pada wanita biasa karena


adanya perubahan fisiologis ibu hamil. Selain itu dihadapi janin yang akan segera
dilahirkan. Obat dan teknik anestesi kebidanan yang dipilih harus baik untuk ibu,
untuk janin dan tidak mempengaruhi kontraktilitas rahim.
1. Permasalahan dari segi medik
Bayi presbo dalam persalinan dengan TBJ>3000 gram pada primigravida atau
wanita yang belum pernah melahirkan bayi hidup lebih baik dilakukan SCTP Em
dengan indikasi bayi. Hal ini berkaitan dengan jalan lahir yang belum teruji dan
risiko after coming head jika dilahirkan pervaginam. Skor indek Zatuchni Andros
Breech pada pasien ini 4, dapat dilakukan persalinan pervaginam dengan risiko
besar dan pengawasan ketat janin. Sehingga untuk anestesi harus dipersiapkan
obat yang relatif aman tidak mendepresi pernapasan janin dan tenaga terampil
untuk segera mengeluarkan janin.
2. Permasalah Dari Segi Bedah Obsetrik
- Bayi harus segera dikeluarkan setelah induksi mulai. Ini kaitannya dengan
obat yang masuk sawar plasenta dan masuk dalam peredaran darah janin yang
dapat menyebabkan depresi pernapasan setelah bayi lahir.
- Risiko fetal distres.
- Perdarahan dan trauma akibat operasi.
Tenaga ahli bedah obsetrik yang cepat dan terampil sangat diperlukan untuk
segera mengeluarkan janin. Obat-obat yang membantu kontraksi uterus harus
dipersiapkan karena pengosongan uterus lebih cepat pada Sectio Caesaria
daripada pervaginam, ini dilakukan untuk meminimalkan bahaya perdarahan
pasca persalinan.

19
3. Permasalahan Dari Segi Anestesi
a. Premedikasi pra anestesi bersifat cito sehingga waktu yang tersedia untuk
melakukan evaluasi pra anestesi lengkap sangat terbatas.
b. Pada wanita hamil volume nafas semenit meningkat sampai 50% sehingga
anesthesia inhalasi berjalan lebih cepat mencapai tahap anesthesia yang
dalam. Kebutuhan O 2 meningkat sehingga tindakan pre-oksigenasi sebelun
anestesi diperlukan untuk mengurangi bahaya hipoksia. Pada kehamilan
terjadi peningkatan produksi asam lambung, proses pencernaan yang
memanjang sehingga bahaya aspirasi sangat tinggi.
c. Anestesi pada sectio diusahakan dosis yang minimal dan dipilihkan yang
paling aman.
d. Premedikasi
Obat yang dipakai sulfas atropin 0,25 mg. Ini sudah tepat karena hanya
diberikan obat antikolinergik saja tanpa narkotik dan sedatif. Petidin
diberikan setelah bayi lahir secara IM, karena mempunyai efek mendepresi
napas janin.
e. Induksi
- pada kasus ini digunakan propofol 110 mg untuk induksi penggunaan
propofol tepat mengingat efek kerjanya cepat dan pulih sadarnya juga
cepat
- succynil cholin untuk pemasangan ET untuk mengurangi cedera dan
untuk memudahkan tindakan bedah dan ventilasi kendali. Karena
succynil choline pelumpuh otot jangka pendek, maka untuk
pemeliharaan digunakan tracrium yang berjangka panjang dan tidak ada
efek akumulasi. Succynil cholin sukar lewat plasenta karena mudah
terionisasi dan berat mokekulnya besar. Sedangkan efeknya terhadap otot
lurik bayi hampir tidak ada jika diberikan sesuai dosis klinis.
f. Maintenance

20
N2O dan O2 dengan perbandingan 3 l : 3 l serta Ethrane 0,5-1 vol%. Pada
pemakaian dinitrogen oksida melebihi 70% akan mendepresi pernapasan
janin. Pada operasi ini penggunaan N 2 O adalah 50% sehingga relatif aman.
Ethrane menimbulkan efek relaksasi moderat dan meningkatkan aktivitas
obat pelumpuh oto non depolarisasi. Ethrane cukup aman pada konsentrasi
rendah (0,5-0,8%) tanpa menimbulkan depresi napas pada janin. Sedangkan
pada konsentrasi tinggi dapat menimbulkan relaksasi pada otot uterus, yang
menimbulkan perdarahan postpartum. Ini diatasi dengan pemberian Ethrane
dengan dosis rendah dan pemberian oksitosin.
g. Terapi cairan
a. Defisit cairan karena puasa 6 jam
2 x 55 x 6 = 660 cc
b. Kebutuhan cairan selama operasi sedang selama 1,5 jam = kebutuhan
dasar selama operasi + kebutuhan operasi sedang (2x55x1,5) + (6 cc x
55x 1,5) = 165 cc + 495 cc = 660 cc
c. Perdarahan yang terjadi kira-kira 250 cc
EBV = 70 cc x 55 = 3535 cc
250
Jadi kehilangan darah = x100% 7 ,07%
3535
Diganti dengan cairan kristaloid 3 x 250 cc = 750
d. Kebutuhan cairan total = 660 + 660 + 750 = 2070 cc
e. Cairan yang sudah diberikan
1) Pra anestesi = 500 cc
2) Saat operasi = 1000 cc
Total cairan yang masuk = 1500
Jadi kekurangan cairan sebesar 570 maka penambahan cairan masih
diperlukan saat pasien dibangsal ditambah kebutuhan cairan per hari
selama 24 jam.

21
BAB V
KESIMPULAN

Pemeriksaan pra anestesi memegang peranan penting pada setiap operasi yang
melibatkan anestesi. Pemeriksaan yang teliti memungkinkan kita mengetahui kondisi
pasien dan memperkirakan masalah yang mungkin timbul sehingga dapat
mengantisipasinya.
Pada makalah ini disajikan kasus penatalaksanaan anestesi umum pada
operasi SCTP-Em dengan status fisk pasien ASA II E.
Untuk mencapai hasil maksimal dari anestesi seharusnya permasalahan yang
ada diantisipasi terlebih dahulu sehingga kemungkinan timbulnya komplikasi anestesi
dapat ditekan seminimal mungkin.
Dalam kasus ini selama operasi berlangsung tidak ada hambatan yang berarti
baik dari segi anestesi maupun dari tindakan operasinya. Selama di ruang pemulihan
juga tidak terjadi hal yang memerlukan penanganan serius.
Secara umum pelaksanaan operasi dan penanganan anestesi berlangsung
dengan baik, tetapi masih terjadi defisit cairan, sehingga perlu dipenuhi pada pasca
operasi di bangsal.

22
DAFTAR PUSTAKA

Gan, Sulistia, Farmakologi dan Terapi, edisi ke- 3 FKUI, Jakarta, 1986.

Muhardi, M, dkk. Anastesiologi, bagian Anastesiologi dan Terapi Intensif, FKUI,


CV Infomedia, Jakarta, 1989.

Tjay, Tan Hoan, Obat obat Penting, edisi ke 4, Depkes RI, Jakarta, 1979.

Wirjoatmojo, Karjadi, Anestesiologi dan Reanimasi Modul Dasar Untuk


Pendidikan S 1 Kedokteran, Departemen Pendidikan Nasional, Jakarta, 2000.

Boulton, Thomas B; Blogg, Colin E. Anestesiologi, edisi ke 10, EGC, Jakarta,


1994.

Mansjoer, Arif, Kapita Selekta Kedokteran, edisi ke 3, Media Aesculapius,


Jakarta, 2000.

Prawirohardjo, Sarwono, Ilmu Kebidanan, edisi ke 3, Yayasan Bina Pustaka


Sarwono Prawirohardjo, Jakarta, 1999.

Kristianto, Herman; Sutoto. Ilmu Fantom Bedah Obstetri, FK UNDIP, Semarang,


1999.

Anda mungkin juga menyukai