Richi
Richi
OLEH :
Graciella Dhayinta
G. 0001100
PEMBIMBING :
dr. R.TH. Supraptomo, Sp.An
Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa sehingga presentasi kasus
dengan judul SPINAL ANESTESI PADA PRE EKLAMPSIA BERAT dapat
diselesaikan.
Presentasi kasus ini disusun untuk memenuhi persyaratan dalam mengikuti
kepaniteraan klinik di Unit Anestesi dan Keperawatan Intensif di FK UNS /
RSUD dr. Moewardi Surakarta.
Pada kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih kepada :
1. Prof. Dr. St. Mulyata, SpAnKIC, selaku kepala bagian Anestesi dan
Keperawatan Intensif FK UNS / RSUD dr. Moewardi Surakarta.
2. Dr. R. Th Supraptomo, SpAn, selaku staf ahli anestesi dan pembimbing
3. Dr. Soemartanto, SpAnKIC, selaku staf ahli anestesi.
4. Dr. H.Marthunus, SpAn, selaku staf ahli anestesi.
5. Dr. MH. Sudjito, SpAn, selaku staf ahli anestesi.
6. Dr. Benny Suryo, SpAn,. selaku staf ahli anestesi
7. Dr. Purwoko, SpAn, selaku staf ahli anestesi.
8. Dr. Sugeng, SpAn, selaku staf ahli anestesi.
9. Dr. Eko S. SpAn, selaku staf ahli anestesi
10. Seluruh staf dan paramedis yang bertugas di bagian anestesi RSUD Dr.
Moewardi Surakarta.
11. Semua pihak yang telah membantu selama penulisan laporan ini.
Saran dan kritikan kami harapkan demi perbaikan laporan ini. Akhirnya
penyusun berharap semoga laporan ini bermanfaat bagi ilmu pengetahuan dan
semua pihak yang berkepentingan.
Penyusun
ii
DAFTAR ISI
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. Definisi
Analgesi regional adalah suatu tindakan anestesi yang menggunakan
obat analgetik lokal untuk menghambat hantaran saraf sensorik, sehingga
impuls nyeri dari suatu bagian tubuh diblokir untuk sementara. Fungsi motorik
dapat terpengaruh sebagian atau seluruhnya, sedang penderita tetap sadar.
Analgesi spinal (anestesi lumbal, blok subarachnoid) dihasilkan bila
kita menyuntikkan obat analgetik lokal ke dalam ruang subarachnoid di daerah
antara vertebra L2-L3 / L3-L4 (obat lebih mudah menyebar ke kranial) atau
L4-L5 (obat lebih cenderung berkumpul di kaudal).
Indikasi : anestesi spinal dapat digunakan pada hampir semua operasi
abdomen bagian bawah (termasuk seksio sesaria), perineum dan kaki. Anestesi
ini memberi relaksasi yang baik, tetapi lama anestesi didapat dengan lidokain
hanya sekitar 90 menit. Bila digunakan obat lain misalnya bupivakain, sinkokain,
atau tetrakain, maka lama operasi dapat diperpanjang sampai 2-3 jam.
Kontra indikasi : pasien dengan hipovolemia, anemia berat, penyakit
jantung, kelainan pembekuan darah, septikemia, tekanan intrakranial yang
meninggi.
B. Premedikasi
Premedikasi adalah tindakan yang penting disamping persiapan anestesi
lainnya.
Maksud dan tujuan premedikasi adalah :
1. Menimbulkan rasa nyaman bagi pasien karena menghilangkan rasa cemas
dan takut, menimbulkan sedasi, amnesia dan analgesi.
2. Mencegah muntah.
3. Memudahkan induksi.
4. Mengurangi dosis obat anestesi.
5. Mencegah terjadinya hipersekresi traktus respiratorius.
2
3
koma. Dosis Pethidin untuk dewasa 1 mg/kgBB IM. Efek analgetik tercapai
dalam 15 menit, efek puncak 45-60 menit durasinya 3-4 jam.
2. Diazepam (Valium)
Merupakan obat hipnotik sedatif sebagai premedikasi untuk
menghilangkan rasa takut dan gelisah serta sebagai anti konvulsi yang baik.
Dapat mendepresi pusat pernafasan dan sirkulasi.
Sediaan dalam bentuk ampul berisi diazepam 10 mg/ml injeksi. Dosis
0,2-0,5/kgBB untuk anak 5-10 mg. Pemberian IV, 30 menit sebelum induksi.
3. Analgesi Spinal
1. Untuk tujuan klinik, pembagian tingkat analgesi spinal adalah sebagai
berikut:
a. Sadle back anestesi, yang kena pengaruhnya adalah daerah lumbal
bawah dan segmen sakrum.
b. Spinal rendah, daerah yang mengalami anestesi adalah daerah umbilikus /
Th X di sini termasuk daerah thoraks bawah, lumbal dan sakral.
c. Spinal tengah, mulai dari perbatasan kosta (Th VI) di sini termasuk
thoraks bawah, lumbal dan sakral.
d. Spinal tinggi, mulai garis sejajar papilla mammae, disini termasuk
daerah thoraks segmen Th4-Th12, lumbal dan sakral.
e. Spinal tertinggi, akan memblok pusat motor dan vasomotor yang lebih
tinggi.
2. Teknik anestesi :
a. Perlu mengingatkan penderita tentang hilangnya kekuatan motorik dan
berkaitan keyakinan kalau paralisisnya hanya sementara.
b. Pasang infus, minimal 500 ml cairan sudah masuk saat menginjeksi obat
anestesi lokal.
c. Posisi lateral dekubitus adalah posisi yang rutin untuk mengambil
lumbal pungsi, tetapi bila kesulitan, posisi duduk akan lebih mudah
untuk pungsi. Asisten harus membantu memfleksikan posisi penderita.
5
A. IDENTITAS PENDERITA
Nama : Ny. S
Umur : 26 th
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Jaten, Karanganyar
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Diagnosis Pre Operasi : Pre eklampsi berat respon terapi pada sekundigravida,
hamil aterm.
Macam Operasi : SCTP Emergensi
Macam Anestesi : Regional Anestesi dengan teknik spinal anestesi
Tanggal masuk : 23 Mei 2007
Tanggal Operasi : 23 Mei 2007
No CM : 80 45 48
7
8
4. Kesimpulan
Kelainan sistemik ringan (-)
Kegawatan bedah (-)
Kegawatan Obstetri (+)
Status fisik ASA II E
C. RENCANA ANESTESI
1. Persiapan Operasi
- Persetujuan tertulis (+)
- Puasa 6 jam
- Infus RL 2 cc/kg BB/jam : 28 tetes/menit
2. Jenis Anestesi : Regional Anestesi
3. Teknik Anestesi : Anestesi Spinal
4. Premedikasi : Diazepam 10 mg (IV)
5. Obat Anestesi Regional : Lidodex 50 mg
Pethidin 25 mg
6. Maintenance : O2 2 liter/menit
7. Monitoring tanda vital selama anestesi setiap 10 menit
8. Perawatan pasca anestesi di ruang pemulihan
D. TATALAKSANA ANESTESI
1. Di Ruang Persiapan
- Periksa persetujuan operasi dan identitas penderita.
- Pemeriksaan tanda-tanda vital :
T : 150/100 mmHg N : 90 X/menit
R : 20 X/menit S : 36,5 C
- Cek obat dan alat anestesi.
- Infus RL 28 tts/menit
2. Di Ruang Operasi
- Jam 17.40 pasien masuk kamar operasi, manset dan monitor dipasang.
10
3. Di Ruang Pemulihan
Skala bromage
nilai Skor
Kesadaran 2
Warna 2
Aktivitas 2
Respirasi 2
Kardiovaskuler 2
TERAPI CAIRAN
BAB IV
PEMBAHASAN
1500 cc. Untuk mengatasi defisit cairan ini maka diperlukan penambahan cairan
saat pasien masuk bangsal.
Pada kasus ini, yang dilakukkan anestesi spinal, saat operasi tidak terjadi
penurunan tekanan darah. Tekanan darah yang turun setelah anestesi spinal
biasanya sering terjadi. Jika tekanan darah sistolik turun di bawah 75 mmHg atau
terdapat gejala-gejala penurunan tekanan darah, maka harus cepat diatasi untuk
menghindari cedera ginjal, jantung dan otak, di antaranya dengan memberikan
oksigen dan menaikkan kecepatan tetesan infus.
Hipotensi dapat terjadi pada sepertiga pasien yang menjalani anestesi
spinal. Hipotensi terjadi karena :
1. Penurunan venous return ke jantung dan penurunan cardiac out put.
2. Penurunan resistensi perifer.
Penurunan venous return juga dapat menyebabkan bradikardi. Untuk
mengatasi bradikardi yang terjadi diberikan sulfas atropin 0,25 mg IV.
Anestesi spinal terutama yang tinggi dapat menyebabkan paralisis otot
pernapasan, abdominal, intercostal. Oleh karenanya, pasien dapat mengalami
kesulitan bernapas. Untuk mencegah hal tersebut, perlu pemberian oksigen yang
adekuat.
BAB V
KESIMPULAN
15
DAFTAR PUSTAKA