Tujuan : Mendiagnosis dan memberikan tatalasana yang tepat sesuai dengan penyakit
yang dialami pasien
Bahan Bahasan Tinjauan Riset Kasus Audit
Pustaka
Cara Membahas Diskusi Presentasi dan diskusi Email Pos
1. Subjektif :
Deskripsi : Laki-laki, 52 tahun datang dengan penurunan kesadaran (pukul 21.50). Hal
1
ini dialami pasien 3 jam SMRS. Pada pukul 19.00 pasien mengeluhkan lemah lengan
dan tungkai kiri secara tiba-tiba saat sedang makan malam. Pasien juga mengeluhkan
nyeri kepala dan muntah, isi apa yang dimakan dan diminum. Pada pukul 21.00 pasien
ke kamar mandi dan terjatuh lalu dibawa ke RS. BAB (+) Normal BAK (+) Normal.
Riwayat kejang (-) bicara celat (-) mulut merot (-). Riwayat hipertensi (+) sejak 5 tahun
yang lalu dengan pengobatan tidak teratur. Riwayat DM (-), penyakit jantung (-),
kolesterol (-), stroke sebelumnya (-), riwayat demam (-), riwayat trauma (-). Riwayat
pengobatan sebelumnya (-).
2. Objektif :
A. Status Generalis
Kepala
Mata : Konjugtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
Leher : TVJ dalam batas normal
Pulmo
Inspeksi : Pergerakan dada simetris, ketinggalan pernafasan (-)
Palpasi : Stem fremitus kiri=kanan
Perkusi : Sonor dikedua lapang paru
Auskultasi : Suara nafas vesikuler, ronki -/-, wheezing -/-
Cor
Inspeksi : Iktus cordis tidak terlihat
Palpasi : Iktus cordis tidak teraba
Perkusi : Batas jantung dalam batas normal
Auskultasi : S1 S2 reguler, gallop (-), murmur (-)
Abdomen
Inspeksi : Simetris
Palpasi : Sopel, Hepar dan Lien tidak teraba
Auskultasi : Peristaltik (+) Normal
Perkusi : Timpani
Ekstremitas
Akral hangat, Oedem tungkai -/-, Deformitas (-)
2
B. Status Neurologis
Peningkatan TIK :
Nyeri Kepala (+), Muntah (+), Kejang (-)
Perangsangan Meningeal:
Kaku kuduk (-), Kerniq (-). Tanda Brudzkinski I (-), Tanda Brudzinski II (-)
3
- Bentuk : bulat bulat
- Reflex cahaya langsung : (+) (+)
- Reflex cahaya tidak langsung : (+) (+)
- Rima palpebra : 7 mm 7 mm
- Deviasi conjugate : (-) (-)
- Fenomena dolls eye : (+) (+)
- Strabismus : (-) (-)
Nervus VII
Motorik Kanan Kiri
- Mimik : sudut mulut jatuh ke kiri
- Kerut kening : sdn sdn
- Menutup mata : sdn sdn
- Meniup sekuatnya : sdn sdn
- Memperlihatkan gigi : sdn sdn
- Tertawa : sdn sdn
Sensorik
- Pengecapan 2/3 depan lidah : sdn sdn
- Produksi kelenjar ludah : (+) (+)
- Hiperakusis : sdn sdn
- Refleks stapedial : tdp tdp
Nervus IX, X
Pallatum molle : sdn
4
Uvula : sdn
Disfagia : tdp
Disartria : tdp
Disfonia : tdp
Reflex muntah : (+)
Pengecapan 1/3 belakang lidah : sdn
Nervus XII
Lidah
- Tremor : sdn
- Atrofi : sdn
- Fasikulasi : sdn
Ujung lidah sewaktu istirahat : medial
Ujung lidah sewaktu dijulurkan : sdn
Sistem Motorik
Trofi : Eutrofi
Tonus otot : Normotonus
Kekuatan otot : sdn la
ESD: sdn ESS: sdn
EID: sdn EIS: sdn
Sikap (duduk-berdiri-berbaring) : berbaring
Gerakan spontan abnormal
- Tremor : (-)
- Khorea : (-)
- Ballismus : (-)
- Mioklonus : (-)
- Atetosis : (-)
- Distonia : (-)
- Spasme : (-)
- Tic : (-)
- Dan lain-lain : (-)
Test Sensibilitas
Eksteroseptif : sdn
Proprioseptif : sdn
Fungsi kortikal untuk sensibilitas
- Stereognosis : sdn
- Pengenalan dua titik : sdn
- Grafestesia : sdn
5
- Triceps : ++ ++
- Radioperiost : ++ ++
- APR : ++ ++
- KPR : ++ ++
- Strumple : + +
Refleks Patologis
- Babinski : - -
- Oppenheim : - -
- Chaddock : - -
- Gordon : - -
- Schaefer : - -
- Hoffman-trommer : - -
- Klonus lutut : - -
- Klonus kaki : - -
- Reflex primitive : - -
Koordinasi
Lenggang : tdp
Bicara : tdp
Menulis : tdp
Percobaan Apraksia : tdp
Mimik : simetris
Tes telunjuk-telunjuk : tdp
Tes telunjuk-hidung : tdp
Diadokhinesia : tdp
Tes tumit-lutut : tdp
Tes Romberg : tdp
Vegetatif
Vasomotorik : (+)
Sudomotorik : (+)
Pilo-erektor : sdn
Miksi dan defekasi : (+)
Potens dan libido : tdp
Vertebra
Bentuk
- Normal : (+)
- Scoliosis : (-)
- Hiperlordosis : (-)
Pergerakan
- Leher : sdn
- Pinggang : sdn
6
Gejala-gejala serebellar
Ataksia : sdn
Disartria : sdn
Tremor : (-)
Nistagmus : sdn
Fenomena rebound : sdn
Vertigo : sdn
Dan lain-lain : (-)
Gejala-gejala ekstrapiramidal
Tremor : (-)
Rigiditas : sdn
Bradikinesia : sdn
Dan lain-lain : (-)
Fungsi luhur
Kesadaran kualitatif : Apatis
Ingatan baru : sdn
Ingatan lama : sdn
Orientasi
- Diri : sdn
- Tempat : sdn
- Waktu : sdn
- Situasi : sdn
Intelegensia : sdn
Daya pertimbangan : sdn
Reaksi emosi : sdn
Afasia
- Ekspresif : sdn
- Reseptif : sdn
Apraksia : sdn
Agnosia
- Agnosia visual : sdn
- Agnosia jari-jari : sdn
- Akalkulia : sdn
- Disorientasi kanan-kiri: sdn
7
Kekuatan Motorik:
Sulit dinilai, kesan lateralisasi ke kiri
Darah Rutin:
8
Kimia Klinik:
Faal Hati:
Profil Arthritis:
Uric Acid mg/dL 10,1 L: 3,5-7,2
P: 2,6-6,0
D. Pemeriksaan EKG:
Kesan:
9
RS pada V4
Segmen ST Normal
Gelombang T Normal
3. Diagnosis
4. Penatalaksanaan:
Head up 30o
NGT dan Kateter terpasang
O2 4-6 l/i Nasal Kanul
IVFD R Sol 20 gtt/i
Injeksi Ranitidin 1 amp/12 jam
Injeksi Ondansetron 1amp/8 jam
Injeksi Ceftriaxon 1 gr/12 jam
Injeksi Citikolin 1 amp/12 jam TAO
Injeksi Piracetam 1 gr/12 jam
Injeksi Furosemid 1 amp/hari
Amlodipin Sublingual 1x10 mg
Konsul Dokter Spesialis Penyakit Dalam
Anjuran Dokter Spesialis Penyakit Dalam: Segera Rujuk, dan CT Scan Kepala di RS
Rujukan
5. Tinjauan Pustaka
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi Preeklampsia
10
Preeklampsia adalah kelainan malafungsi endotel pembuluh darah atau vaskular yang menyebar
luas sehingga terjadi vasospasme setelah usia kehamilan 20 minggu, mengakibatkan terjadinya
penurunan perfusi organ dan pengaktifan endotel yang menimbulkan terjadinya hipertensi, edema
nondependen, dan dijumpai proteinuria 300mg per 24 jam atau 30mg/dl (+1 pada dipstick)
dengan nilai sangat fluktuatif saat pengambilan urin sewaktu (Brooks MD, 2011).
2.2. Klasifikasi Preeklampsia
Dari berbagai gejala, preeklampsia dibagi menjadi preeklampsia ringan dan preeklampsia berat.
2.2.1. Kriteria preeklampsia ringan :
~ Hipertensi dengan sistolik/diastolik > 140/90 mmHg, sedikitnya enam jam pada dua kali
pemeriksaan tanpa kerusakan organ.
~ Proteinuria > 300 mg/24 jam atau > 1 + dipstik.
~ Edema generalisata yaitu pada lengan, muka, dan perut.
Preeklampsia berat dibagi menjadi : preeklampsia berat tanpa impending eclampsia dan
preeklampsia berat dengan impending eclampsia.
2.2.2. Kriteria preeklampsia berat :
~ Tekanan darah sistolik/diastolik > 160/110 mmHg sedikitnya enam jam pada dua kali
pemeriksaan. Tekanan darah ini tidak menurun meskipun ibu hamil sudah dirawat di rumah sakit
dan telah menjalani tirah baring.
~ Proteinuria > 5 gram/24 jam atau > 3 + dipstik pada sampel urin sewaktu yang dikumpulkan
paling sedikit empat jam sekali.
~ Oliguria < 400 ml / 24 jam.
~ Kenaikan kadar kreatinin plasma > 1,2 mg/dl.
Universitas Sumatera Utara
11
~ Gangguan visus dan serebral : penurunan kesadaran, nyeri kepala persisten, skotoma, dan
pandangan kabur.
~ Nyeri epigastrium pada kuadran kanan atas abdomen akibat teregangnya kapsula glisson.
~ Edema paru dan sianosis.
~ Hemolisis mikroangipatik karena meningkatnya enzim laktat dehidrogenase.
~ Trombositopenia ( trombosit < 100.000 mm 3).
~ Oligohidroamnion, pertumbuhan janin terhambat, dan abrupsio plasenta.
~ Gangguan fungsi hepar karena peningkatan kadar enzim ALT dan AST.
2.3. Faktor yang berperan pada preeklampsia
Etiologi terjadinya preeklampsia hingga saat ini belum diketahui secara pasti. Terdapat banyak
teori yang ingin menjelaskan tentang penyebab preeklampsia tetapi tidak ada yang memberikan
jawaban yang memuaskan.Tetapi, ada beberapa faktor yang berperan, yaitu:
2.3.1. Peran Prostasiklin dan Tromboksan
Pada preeklampsia dijumpai kerusakan pada endotel vaskuler, sehingga sekresi vasodilatator
prostasiklin oleh sel-sel endotelial plasenta berkurang, sedangkan pada kehamilan normal,
prostasiklin meningkat. Sekresi tromboksan oleh trombosit bertambah sehingga timbul
vasokonstriksi generalisata dan sekresi aldosteron menurun. Perubahan aktivitas tromboksan
memegang peranan sentral terhadap ketidakseimbangan prostasiklin dan tromboksan.Hal ini
mengakibatkan pengurangan perfusi plasenta sebanyak 50%, hipertensi, dan penurunan volume
plasma.
2.3.2. Peran Faktor Imunologis
Preeklampsia sering terjadi pada kehamilan pertama karena pada kehamilan pertama terjadi
pembentukan blocking antibodies terhadap antigen plasenta tidak sempurna. Pada preeklampsia
terjadi kompleks imun humoral dan aktivasi komplemen. Hal ini dapat diikuti dengan terjadinya
pembentukan proteinuria.
Universitas Sumatera Utara
12
2.3.3. Peran Faktor Genetik
Bukti yang mendukung berperannya faktor genetik pada penderita preeklampsia adalah
peningkatan Human leukocyte antigen (HLA). Menurut beberapa peneliti,wanita hamil yang
mempunyai HLA dengan haplotipe A 23/29, B 44 dan DR 7 memiliki resiko lebih tinggi
menderita preeklampsia dan pertumbuhan janin terhambat.
2.3.4. Disfungsi endotel
Kerusakan sel endotel vaskuler maternal memiliki peranan pada terjadinya preeklampsia.
Kerusakan endotel vaskular pada preeklampsia dapat menyebabkan penurunan produksi
prostasiklin, peningkatan aktivitas agregasi trombosit dan fibrinolisis, kemudian diganti oleh
trombin dan plasmin. Trombin akan mengkonsumsi antitrombin III sehingga terjadi deposit
fibrin. Aktivitas trombosit menyebabkan pelepasan tromboksan A2 dan serotonin sehingga terjadi
vasospasme dan kerusakan endotel.
2.4. Gejala dan tanda Preeklampsia
Gejala dan tandanya dapat berupa :
2.4.1. Hipertensi
Hipertensi merupakan kriteria paling penting dalam diagnosa penyakit preeklampsia. Hipertensi
ini sering terjadi sangat tiba-tiba. Banyak primigravida dengan usia muda memiliki tekanan darah
sekitar 100-110/60-70 mmHg selama trimester kedua. Peningkatan diastolik sebesar 15 mmHg
atau peningkatan sistolik sebesar 30 mmHg harus dipertimbangkan (William obstetri, 2010).
2.4.2. Hasil pemeriksaan laboratorium
Proteinuria merupakan gejala terakhir timbul. Proteinuria berarti konsentrasi protein dalam urin
yang melebihi 0,3 gr/liter dalam urin 24 jam atau pemeriksaan kualitatif menunjukan (+1 sampai
2+ dengan metode dipstik) atau > 1 gr/liter melalui proses urinalisis dengan menggunakan kateter
atau midstream yang
Universitas Sumatera Utara
13
diambil urin sewaktu minimal dua kali dengan jarak waktu 6 jam (Wiknjosastro, 2006).
Hemoglobin dan hematokrit meningkat akibat hemokonsentrasi. Trombositopenia biasanya
terjadi. Terjadi peningkatan FDP, fibronektin dan penurunan antitrombin III. Asam urat biasanya
meningkat diatas 6 mg/dl. Kreatinin serum biasanya normal tetapi bisa meningkat pada
preeklampsia berat. Alkalin fosfatase meningkat hingga 2-3 kali lipat. Laktat dehidrogenase bisa
sedikit meningkat dikarenakan hemolisis. Glukosa darah dan elektrolit pada pasien preeklampsia
biasanya dalam batas normal. Urinalisis ditemukan proteinuria dan beberapa kasus ditemukan
hyaline cast.
2.4.3. Edema
Edema pada kehamilan normal dapat ditemukan edema dependen, tetapi jika terdapat edema
independen yang djumpai di tangan dan wajah yang meningkat saat bangun pagi merupakan
edema yang patologis. Kriteria edema lain dari pemeriksaan fisik yaitu: penambahan berat badan
> 2 pon/minggu dan penumpukan cairan didalam jaringan secara generalisata yang disebut
pitting edema > +1 setelah tirah baring 1 jam.
2.5. Akibat Preeklampsia pada ibu
Akibat gejala preeklampsia, proses kehamilan maternal terganggu karena terjadi perubahan
patologis pada sistem organ, yaitu :
2.5.1. Jantung
Perubahan pada jantung disebabkan oleh peningkatan cardiac afterload akibat hipertensi dan
aktivasi endotel sehingga terjadi ekstravasasi cairan intravaskular ke ekstraselular terutama paru.
Terjadi penurunan cardiac preload akibat hipovolemia.
Universitas Sumatera Utara
14
2.5.2. Otak
Tekanan darah yang tinggi dapat menyebabkan autoregulasi tidak berfungsi. Jika autoregulasi
tidak berfungsi, penghubung penguat endotel akan terbuka menyebabkan plasma dan sel-sel
darah merah keluar ke ruang ekstravaskular.
2.5.3. Mata
Pada preeklampsia tampak edema retina, spasmus menyeluruh pada satu atau beberapa arteri,
jarang terjadi perdarahan atau eksudat. Spasmus arteri retina yang nyata dapat menunjukkan
adanya preeklampsia yang berat, tetapi bukan berarti spasmus yang ringan adalah preeklampsia
yang ringan.
Skotoma, diplopia dan ambliopia pada penderita preeklampsia merupakan gejala yang
menunjukan akan terjadinya eklampsia. Keadaan ini disebabkan oleh perubahan aliran darah pada
pusat penglihatan di korteks serebri maupun didalam retina (Wiknjosastro, 2006).
2.5.4. Paru
Edema paru biasanya terjadi pada pasien preeklampsia berat yang mengalami kelainan pulmonal
maupun non-pulmonal setelah proses persalinan. Hal ini terjadi karena peningkatan cairan yang
sangat banyak, penurunan tekanan onkotik koloid plasma akibat proteinuria, penggunaan
kristaloid sebagai pengganti darah yang hilang, dan penurunan albumin yang diproduksi oleh
hati.
2.5.5. Hati
Pada preeklampsia berat terdapat perubahan fungsi dan integritas hepar, perlambatan ekskresi
bromosulfoftalein, dan peningkatan kadar aspartat aminotransferase serum. Sebagian besar
peningkatan fosfatase alkali serum disebabkan oleh fosfatase alkali tahan panas yang berasal dari
plasenta. Pada penelitian yang dilakukan Oosterhof dkk, dengan menggunakan sonografi Doppler
pada 37 wanita preeklampsia, terdapat resistensi arteri hepatika.
Nekrosis hemoragik periporta di bagian perifer lobulus hepar menyebabkan terjadinya
peningkatan enzim hati didalam serum. Perdarahan pada lesi ini dapat
Universitas Sumatera Utara
15
mengakibatkan ruptur hepatika, menyebar di bawah kapsul hepar dan membentuk hematom
subkapsular (Cunningham, 2005).
2.5.6. Ginjal
Lesi khas pada ginjal pasien preeklampsia terutama glomeruloendoteliosis, yaitu pembengkakan
dari kapiler endotel glomerular yang menyebabkan penurunan perfusi dan laju filtrasi ginjal.
Konsentrasi asam urat plasma biasanya meningkat terutama pada preeklampsia berat. Pada
sebagian besar wanita hamil dengan preeklampsia, penurunan ringan sampai sedang laju filtrasi
glomerulus tampaknya terjadi akibat berkurangnya volume plasma sehingga kadar kreatinin
plasma hampir dua kali lipat dibandingkan dengan kadar normal selama hamil (sekitar 0,5 ml/dl).
Namun pada beberapa kasus preeklampsia berat, kreatinin plasma meningkat beberapa kali lipat
dari nilai normal ibu tidak hamil atau berkisar hingga 2-3 mg/dl. Hal ini disebabkan perubahan
intrinsik ginjal akibat vasospasme yang hebat (Cunningham, 2005).
Kelainan pada ginjal biasanya dijumpai proteinuria akibat retensi garam dan air. Retensi garam
dan air terjadi karena penurunan laju filtrasi natrium di glomerulus akibat spasme arteriol ginjal.
Pada pasien preeklampsia terjadi penurunan ekskresi kalsium melalui urin karena meningkatnya
reabsorpsi di tubulus (Cunningham,2005).
Kelainan ginjal yang dapat dijumpai berupa glomerulopati, terjadi karena peningkatan
permeabilitas terhadap sebagian besar protein dengan berat molekul tinggi, misalnya:
hemoglobin, globulin, dan transferin. Protein protein molekul ini tidak dapat difiltrasi oleh
glomerulus.
2.5.7. Darah
Kebanyakan pasien preeklampsia mengalami koagulasi intravaskular (DIC) dan destruksi pada
eritrosit (Cunningham, 2005). Trombositopenia merupakan kelainan yang sangat sering, biasanya
jumlahnya kurang dari 150.000/l ditemukan pada 15 20 % pasien. Level fibrinogen meningkat
pada pasien preeklampsia dibandingkan dengan ibu hamil dengan tekanan darah normal. Jika
Universitas Sumatera Utara
16
ditemukan level fibrinogen yang rendah pada pasien preeklampsia, biasanya berhubungan dengan
terlepasnya plasenta sebelum waktunya (placental abruption).
Pada 10 % pasien dengan preeklampsia berat dapat terjadi HELLP syndrome yang ditandai
dengan adanya anemia hemolitik, peningkatan enzim hati dan jumlah platelet rendah.
2.5.8. Sistem Endokrin dan Metabolisme Air dan Elektrolit
Pada preeklampsia, sekresi renin oleh aparatus jukstaglomerulus berkurang, proses sekresi
aldosteron pun terhambat sehingga menurunkan kadar aldosteron didalam darah.
Pada ibu hamil dengan preeklampsia kadar peptida natriuretik atrium juga meningkat. Hal ini
terjadi akibat ekspansi volume yang menyebabkan peningkatan curah jantung dan penurunan
resistensi vaskular perifer.
Pada pasien preeklampsia terjadi pergeseran cairan dari intravaskuler ke interstisial yang disertai
peningkatan hematokrit, protein serum, viskositas darah dan penurunan volume plasma. Hal ini
mengakibatkan aliran darah ke jaringan berkurang dan terjadi hipoksia.
2.6. Akibat preeklampsia pada janin
Penurunan aliran darah ke plasenta mengakibatkan gangguan fungsi plasenta. Hal ini
mengakibatkan hipovolemia, vasospasme, penurunan perfusi uteroplasenta dan kerusakan sel
endotel pembuluh darah plasenta sehingga mortalitas janin meningkat (Sarwono prawirohardjo,
2009). Dampak preeklampsia pada janin, antara lain: Intrauterine growth restriction (IUGR) atau
pertumbuhan janin terhambat, oligohidramnion, prematur, bayi lahir rendah, dan solusio plasenta.
2.7. Penatalaksanaan Preeklampsia
Tujuan utama penanganan preeklampsia adalah mencegah terjadinya eklampsia, melahirkan bayi
tanpa asfiksia dengan skor APGAR baik, dan mencegah mortalitas maternal dan perinatal.
Universitas Sumatera Utara
17
2.7.1. Preeklampsia ringan
Istirahat di tempat tidur merupakan terapi utama dalam penanganan preeklampsia ringan. Istirahat
dengan berbaring pada sisi tubuh menyebabkan aliran darah ke plasenta dan aliran darah ke ginjal
meningkat, tekanan vena pada ekstremitas bawah menurun dan reabsorpsi cairan
bertambah.Selain itu dengan istirahat di tempat tidur mengurangi kebutuhan volume darah yang
beredar dan juga dapat menurunkan tekanan darah. Apabila preeklampsia tersebut tidak membaik
dengan penanganan konservatif, dalam hal ini kehamilan harus diterminasi jika mengancam
nyawa maternal (Wiknjosastro, 2006).
2.7.2. Preeklampsia berat
Pada pasien preeklampsia berat segera harus diberi obat sedatif kuat untuk mencegah timbulnya
kejang. Apabila sesudah 12 24 jam bahaya akut sudah diatasi, tindakan terbaik adalah
menghentikan kehamilan.
Sebagai pengobatan mencegah timbulnya kejang, dapat diberikan larutan magnesium sulfat
(MgSO4) 20% dengan dosis 4 gram secara intravena loading dose dalam 4-5 menit. Kemudian
dilanjutkan dengan MgSO4 40% sebanyak 12 gram dalam 500 cc ringer laktat (RL) atau sekitar
14 tetes/menit. Tambahan magnesium sulfat hanya dapat diberikan jika diuresis pasien baik,
refleks patella positif dan frekuensi pernafasan lebih dari 16 kali/menit. Obat ini memiliki efek
menenangkan, menurunkan tekanan darah dan meningkatkan diuresis. Selain magnesium sulfat,
pasien dengan preeklampsia dapat juga diberikan klorpromazin dengan dosis 50 mg secara
intramuskular ataupun diazepam 20 mg secara intramuskular (Wiknjosastro, 2006).
2.8. Defenisi eklampsia
Eklampsia adalah gejala preeklampsia berat yang disertai dengan kejang tonik klonik generalisata
atau menyeluruh bahkan koma.
Universitas Sumatera Utara
18
2.9. Gambaran klinis eklampsia
Penderita tidak mengalami aura dan mengalami serangan kejang dengan interval tidak sadar yang
bervariasi. Permulaan kejang tonik ditandai dengan gerakan kejang twitching dari otot otot
muka khususnya sekitar mulut, beberapa detik disusul kontraksi otot otot tubuh menegang
sehingga seluruh tubuh kaku. Pada kondisi ini, wajah penderita mengalami distorsi, bola mata
menonjol, kedua lengan fleksi, tangan menggenggam, dan kedua tungkai posisi inverse. Setelah
berlangsung selama 15 30 detik, kejang tonik segera disusul kejang klonik. Kejang klonik
ditandai terbukanya rahang secara tiba tiba dan tertutup kembali dengan kuat, terbuka dan
tertutupnya kelopak mata kemudian diikuti kontraksi intermitten otot otot muka maupun
seluruh tubuh. Gejala gejala yang lain yaitu wajah membengkak karena kongesti, bintik bintik
perdarahan pada konjungtiva, mulut mengeluarkan liur berbusa disertai bercak bercak darah,
dan lidah tergigit akibat kontraksi otot rahang terbuka dan tertutup. Setelah lebih kurang 1 menit,
kejang klonik berangsur melemah, diam dan penderita terjadi koma. Setelah kejang berakhir,
frekuensi pernapasan meningkat cepat mencapai 50 kali per menit sebagai respon terjadinya
hiperkarbia akibat asidemia laktat, asidosis respiratorik, dan hipoksia. Terjadinya demam dengan
suhu 390C, merupakan tanda yang sangat buruk akibat manifestasi perdarahan dari sistem saraf
pusat.
2.10. Penatalaksanaan eklampsia
Tujuan utama penanganan eklampsia adalah menstabilisasi fungsi vital penderita dengan terapi
suportif Airway, Breathing, Circulation (ABC), mengendalikan kejang, mengendalikan tekanan
darah khususnya jika terjadi hipertensi krisis sehingga penderita mampu melahirkan janin dengan
selamat pada kondisi optimal. Pengendalian kejang dapat diterapi dengan pemberian magnesium
sulfat pada dosis muatan (loading dose) 4 6 gram IV diikuti 1,5 2 g/jam dalam 100 ml infus
rumatan IV. Hal ini dilakukan untuk mencapai efek terapeutik 4,8 8,4 mg/dl sehingga kadar ium
serum dapat dipertahankan dari efek toksik.
19