Anda di halaman 1dari 48

Presentasi Kasus

SEORANG PRIA USIA 76 TAHUN DENGAN SESAK NAFAS


YANG SEMAKIN MEMBERAT

Pembimbing :
Reviono ,dr., Sp,P

Penyusun :
1. Satria Wardana G99131045
2. Agus Sholikhin G99131001
3. David Kurniawan S G99131078
4. Amallia Ardana R G99131012
5. Dian Nastiti D G99131031
6. Isfalia Muftiani G99131045

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT PARU


RSUD DR.MOEWARDI/ UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2014

BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Penyakit Paru Obstruktif Kronis yang biasa disebut sebagai PPOK
merupakan penyakit paru yang dapat dicegah dan ditanggulangi, ditandai oleh
hambatan aliran udara yang tidak sepenuhnya reversible bersifat progresif dan
berhubungan respon inflamasi paru terhadap partikel atau gas yang beracun
atau berbahaya,disertai efek skstra paru yang berkontribusi terhadap derajat

1
berat penyakit. Gejala utama Penyakit Paru Obstruktif Kronik adalah sesak
napas memberat saat aktivitas , batuk dan produksi sputum.1
Penyakit Paru Obstruktif Kronik merupakan penyebab morbiditas dan
kematian ke 4 terbesar di dunia. WHO memprediksi pada tahun 2020 PPOK
akan meningkat dari peringkat 12 menjadi peringkat 5 penyakit terbanyak dan
dari peringkat 6 menjadi peringkat 3 penyebab kematian di seluruh dunia.1
Penyakit Paru Obstruktif Kronik di Indonesia juga akan meningkat
akibat faktor pendukungnya yaitu kebiasaan merokok yang masih merupakan
perilaku yang sulit dihentikan disamping polusi udara dan lingkungan yang
belum dapat dikendalikan dengan baik serta pertambahan usia harapan hidup
masyarakat Indonesia. Hal ini mau tidak mau PPOK merupakan salah satu
penyakit yang menjadi tantangan di masa yang akan datang. 1

B. TUJUAN PENULISAN
1. Pengenalan dan memahami PPOK, terutama dalam upaya pencegahan,
diagnosis, dan penatalaksanaan yang rasional.
2. Memenuhi sebagian syarat Ujian Stase Pulmonologi RSUD Dr. Moewardi
Surakarta

STATUS PASIEN

1.1 Identitas Pasien


mNa :Tn.M
Umur :76tahun
Jenisklam :kLai-l
mAatl :Gemolng,SraJwTh
kPnerja :nTukgpoatdi
nTgaulmks :2Agust014
nTgaklpseri :27Agust014
NoRM :0126935

2
1.2 Hasil Pemeriksaan
A. Anamnesis
a. Keluhan umum : sesak nafas
b. RPS : Pasiendgtkluhpymbrja6iseukht(210-84n).Parbomsidpuyegk-n.Pamhdsrpel10tunik.Sadsmbrwetuknagdispr tub.ePanjgmhkldy u-banpirt,lkdsehwuncamtird.Hpblseonkay2idRSUDGmg.Pueasjk2hrin,pmglueabtd.BAnKkih

c. RPD :
wRayitsm :disangkl

wRayiutbkdrh :disangkl

wRayintpgobeOAT :disangkl

wRayiptHerns :disangkl

wRayibtDesMlu :disangkl

wRayigtAo/lerp :disangkl

wRayintPkeuJg :disangkl

wRayitMondk :+)(hampir2xsetnbul

wRayintpkel :Haemorhid

d. RPK :
wRayitTBmdlgkeur :disangkl
wRayintkerdlmug :disangkl
wRayiptHerns :disangkl
wRayintPkeuJg :disangkl
wRayitDM :disangkl
wRayimtAs :disangkl
wRayigtAlerMObnk/ :disangkl
e. Riwayat Kebiasaan dan Gizi
wRayiotMker +:)seb(agoipkrtf
selamh50unt(pi
knarseg),hi
mengkhabis10-5t
wRayintmulkoh :disangkl
f. Riwayat Sosial Ekonomi
Pdasienlhorgk-u76t,bjainpogdmukrsehtbja.nPip BJS
B. Pemeriksaan fisik
dKaneUmu :Tampksenburg,izc
Knesadr :Compsenti
TD :8160m/Hg
dNia :m80xen/it

3
R :m24xen/it
Suh :36,8C
OS2a :98%ndegO2aru
nGeralvsuy
i. pKale :Normcephal
ii. Mta :uKonvgjaptick-/,lers
iii. Mult :Stomais(-),nbrpech
yPhnxarmHipse(-)
iv. hLer V:dPJaktinmeg,KGBbsr
v. kThora :retaksi(+)uplv,mdfo-n
vi. uJangt:ByijI-rel,som
vii. uPar n:kspIie :Staismpnukerd=
nDamis:Pegbd
nka=ir
pPasil:uFrembtnk=
kPuerosi:n/
Auskltai:SD+V(),/RBK-Whezng.
viii. Abdonm:e pIneksi :ndiugpter/vak,s(-)
Auskltai :peristalk(+m)no
kPuersi m:npti,ase(-)
pPasil :uflat,psehr&dink
mebsar
ix. Ekstremiad:o(-/),AlnguCbf
C. Pemeriksaan Penunjang
a. Laboratorium darah
22-8-2014 25-8-2014 26-8-2014 29-8-2014
Hb 10,1 9,5 9,5 9,5
Hct 30 33 29 30
AL 21,0 11,9 10,9 14,5
AT 502 362 334 325
AE 4,31 4,15 4,06 4,24
GDS 134 246
SGOT 34
SGPT 25
Cr 1,0
Ur 27
Na 141 137 136
K 3,4 4,3 4,0
Cl 107 107 106

b. Analisis gas darah


22 Agustus 2014
PH : 7,333
BE : -1,4
PCO2 : 47

4
PO2 : 106.4
HCO3 : 23.1
Total CO2 : 23.3
SiO2 : 97.5
Kesan : asidosis respiratorik tidak terkompensasi

23 Agustus 2014
PH : 7,460
BE : 0,6
PCO2 : 35,0
PO2 : 116,0
HCO3 : 24,3
Total CO2 : 25,4
SiO2 : 99

c. Foto Rontgen

5
Cor : ukuran kesan normal, inspirasi kurang CTR tidak
valid dinilai
Pulmo : tampak perselubungan dengan airbronchogram di
paracardial kanan
Sinus phrenicocostalis kanan kiri tajam
Hemidiaphragma kanan kiri normal
Trakhea di tengah
Sistema tulang baik
Kesimpulan : Pneumonia

C. Diagnosis
a.POKeksrbiput(n)
bu.PnmoeiaktKRVgrpIds()

D. Masalah
Maslh:zotemnigr
pHokialemrng(ts)

6
E. Penatalaksanaan
a. O2lpm
b. IVFDNaCl20tpm
c. bNnueofl:iptrmB8=02,5g/ja
d. InjCeftriaxo2g/4m
e. InvjLoflxeaci7502mg4/
f. InhjMyetlprdois562/8,am
g. NAC3x20mg
h. KSR1bXleta
i. SF3x1table

F. Plan
Spirometri

Follow up 22 Agustus 2014 DPH 0

S : Sesak nafas

O : KU:Tampkse,onl

TD:618m/Hg

dNia:10nx/mte

R:m30xen/it

Suh9:36C,

OS2a:90%(lpm),8-4
pKale : Noprmhceal
Mat : Konjugtivapc-/,skler

7
Mult :Stomais(-),nbrpechyPxHmis)
hLer : JVPktidmaneg,KGBbsr
uJangt : BunytijagI-rel,bs()d
uPar : pIneksi:Stamurd=
nDamis:Pgebdk=r,
pPasil:Furembtnk=
kPuersi:on/
Auskltai:SD+V(),/RBKwhezng
Abdomen : pIneksi:dugtr/a,v(-)
Auskltai:per(+m)no
kPuersi:tmnp,a(-)
pPasi:lft,uenyrkgm(-)h&daibs
Ekstremia : doem(-/),AknralgiuCbf

A : PPOK eksaserbasi akut DD asthma elderly dengan gagal nafas tipe II


akut

Pneumonia komuniti KR V grup IV dengan sepsis

Penatalaksanaan :

a. 2OseuaiAGD3lpm
b. bNnueofl:iptrmB0=1,256gja/
c. IVFDNaCl0,9p%16mt
d. InjCeftriaxo2g4m/(sk)
e. InhjMyetlPrdois562m,g/8a
f. NAcetylCs3x20mg

Plan :
hToraxLPA/Sinst
DR3+Ur/Cktoeli
AGD
BC
Kultrdah
AGnDugla6jmpokstire

8
Follow up 28 Agustus 2014 DPH VI

S : sesak menurun

O : KU:Compsenti

TD:9150m/Hg

dNia:8nx/mte

R:m2xen/it

Suh7:36C,

OS2a:9%(lpm)

pKale : Noprmhceal
Mat : Konjugtivapc-/,skler
Mult :Stomais(-),nbrpechyPxHmis)
hLer : JVPktidmaneg,KGBbsr
uJangt : BunytijagI-rel,bs()d
uPar : pIneksi:Stamurd=
nDamis:Pgebdk=r,
pPasil:Furembtnk=
kPuersi:on/
Auskltai:SD+V(),/T-
Abdomen : pIneksi:dugtr/a,v(-)

9
Auskltai:per(+m)no
kPuersi:tmnp,a(-)
pPasi:lft,uenyrkgm(-)h&daibs
Ekstremia : doem(-/),AknralgiuCbf

A : PPOK eksaserbasi akut (perbaikan)

Pneumonia komuniti KR V grup IV dengan sepsis (perbaikan)

Gagal nafas hiperkapnea (perbaikan)

Penatalaksanaan :

a. 2Olpm(k)/
b. bNnueofl:iptrmB8=0,254gja/
c. IVFDNaCl0,9p%2mt
d. InjCeftriaxo2g4m/
e. InvjLoflxeaci7502mg4/
f. InhjMyetlPrdois562m,g/8a
g. InjRitda501mg2/
h. KSR3bX1leta
i. SF3X1table
j. NAC3x20mg

Plan :
oSpmiret

10
Follow up 29 Agustus 2014 DPH VI

S : sesak menurun

O : KU:Compsenti
TD:8165m/Hg
dNia:83nx/mte
R:m20xen/it
Suh7:36C,
OS2a:9%(lpm)
pKale : Noprmhceal
Mat : Konjugtivapc-/,skler
Mult :Stomais(-),nbrpechPyxHmis)
hLer : JVPktidmaneg,KGBbsr
uJangt : BunytijagI-rel,bs()d
uPar : pIneksi:Stamurd=
nDamis:Pgebdk=r,
pPasil:Furembtnk=
kPuersi:on/
Auskltai:SD+V(),/T-
Abdomen : pIneksi:dugtr/a,v(-)
Auskltai:per(+m)no
kPuersi:tmnp,a(-)
pPasi:lft,uenyrkgm(-)h&daibs
Ekstremia : doem(-/),AknralgiuCbf

A : PPOK eksaserbasi akut (perbaikan)

Pneumonia komuniti KR V grup IV dengan sepsis (perbaikan)

11
Gagal nafas hiperkapnea (perbaikan)

Penatalaksanaan :

a. O2lpm(k)/
b. bNnueofl:iptrmB8=0,254gja/
c. IVFDNaCl0,9p%2mt
d. InjCeftriaxo2g4m/
e. InvjLoflxeaci7502mg4/
f. InhjMyetlPrdois562m,g/8a
g. InjRitda501mg2/
h. KSR3bX1leta
i. SF3X1table
j. NAC3x20mg

nP:la
AFBC

Follow up 30 Agustus 2014 DPH VII

S :-

O : KU:Compsenti

TD:9150m/Hg

dNia:83nx/mte

R:m16xen/it

12
Suh7:36C,

OS2a:9%(lpm)

pKale : Noprmhceal
Mat : Konjugtivapc-/,skler
Mult :Stomais(-),nbrpechPyxHmis)
hLer : JVPktidmaneg,KGBbsr
uJangt : BunytijagI-rel,bs()d
uPar : pIneksi:Stamurd=
nDamis:Pgebdk=r,
pPasil:Furembtnk=
kPuersi:on/
Auskltai:SD+V(),/T-
Abdomen : pIneksi:dugtr/a,v(-)
Auskltai:per(+m)no
kPuersi:tmnp,a(-)
pPasi:lft,uenyrkgm(-)h&daibs
Ekstremia : doem(-/),AknralgiuCbf

A : PPOK eksaserbasi akut (perbaikan)

Pneumonia komuniti KR V grup IV dengan sepsis (perbaikan)

Gagal nafas hiperkapnea (perbaikan)

Penatalaksanaan :

a. 2Olpm(k)/
b. bNnueofl:iptrmB8=0,254gja/
c. IVFDNaCl0,9p%2mt
d. InjCeftriaxo2g4m/
e. InhjMyetlPrdois562m,g/8a

13
f. SKR3bX1leta
g. SFX31table
h. NAC320xmg

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

1. ANATOMI PARU
Masingmasing paru mempunyai apex pulmonis yang tumpul menonjol ke
atas ke dalam leher sekitar 2,5cm di atas clavicula dan basis pulmonis yang
konkaf tempat terdapat diafragma. Terdapat juga facies costalis yang konveks oleh
karena dinding thoraks yang konkaf dan facies mediastinalis yang konkaf
merupakan cetakan pericardium. Sekitar pertengahan facies mediastinalis terdapat
hilum pulmonalis yaitu cekungan tempat bronkus, pembuluh darah dan saraf yang
membentuk radix pulmonis keluar dan masuk paru. Radix pulmonis dibentuk oleh

14
alat-alat yang masuk dan keluar paru, yaitu bronchi, arterie dan vena pulmonalis,
pembuluh limfatik, arterie dan vena bronchialis dan saraf-saraf.2
Pulmo dexter sedikit lebih besar dari pulmo sinister dan dibagi oleh fissura
obliqua dan fissura horizontalis. Pulmonis dexter terbagi menjadi tiga lobus yaitu
lobus superior, lobus medius dan lobus inferior. Pulmo sinister dibagi oleh fissura
obliqua dengan cara yang sama menjadi dua lobus, lobus superior dan lobus
inferior. Pada pulmo sinister tidak terdapat fissura horizontalis.2
Setiap bronchus lobaris (sekunder) berjalan ke lobus paru
mempercabangkan bronchi segmentales (tertier) yang kemudian masuk ke
segmenta bronchopulmonalia dan dikelilingi jaringan ikat. Pada saat bronchi
mengecil, cartilago berbentuk U mulai dari trachea perlahan-lahan diagnti dengan
cartilago ireguler yang lebih kecil dan lebih sedikit jumlahnya. Bronchi yang
paling kecil membelah dua menjadi bronchioli. Bronchioli membelah menjadi
bronchioli terminales dan mempunyai kantong-kantong yang dinamakan
bronchiolus respiratorius, pertukaran udara terjadi disini. Bronchiolus
respiratorius berakhir dengan bercabang sebagai ductus alveolaris yang menuju
pembuluh-pembuluh berbentuk kantong dengan dinding yang tipis disebut saccus
alveolaris. Masing-masing alveolus dikelilingi oleh jaringan kapiler padat.
Pertukaran gas terjadi antara udara yang terdapat di dalam lumen alveoli, melalui
dinding alveoli ke dalam darah yang ada didalam kapiler disekitarnya. 2
Bronchi, jaringan ikat paru dan pleura visceralis menerima darah dari
arteriae bronchiales yang merupakan cabang aorta descendens. Alveoli menerima
darah yang terdeoksigenasi dari cabang-cabang terminal arteriae pulmonales.
Sedangkan pembuluh limf paru berasal dari plexus superficialis dan plexus
profundus, semua cairan limf paru meninggalkan hilum pulmonis mengalir ke
nodi tracheobronchiales dan kemudian masuk ke dalam truncus lymphaticus
bronchomediastinalis. Pada radix setiap paru terdapat plexus pulmonalis yang
terdiri atas serabut eferen dan aferen saraf otonom. Plexus dibentuk dari cabang-
cabang truncus symphaticus dan menerima serabut-serabut parasimpatis dari
nervus vagus. 2
Gambar 1 . Anatomi Paru9

15
2. FISIOLOGI PARU
Sistem pernafasan melaksanakan pertukaran udara antara atmosfer dan
paru melalui proses ventilasi. Pertukaran O2. Pertukaran O2 dan CO2 antara udara
dalam paru dan darah dalam kapiler paru berlangsung melalui kantung udara atau
alveolus yang sangat tipis. Saluran pernapasan menghantarkan udara dari atmosfer
ke bagian paru tempat pertukaran gas tersebut berlangsung. Paru terletak dalam di
dalam kompartemen toraks yang tertutup, yang volumenya dapat diubah-ubah
oleh aktifitas kontraktil otot-otot pernafasan.3

3. DEFINISI PPOK
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah penyakit paru yang dapat
dicegah dan diobati, ditandai oleh hambatan airan udara yang tidak sepenuhnya
reversible , bersifat progresif dan berhubungan dengan respon inflamasi paru
terhadap partikel atau gas yang beracun atau berbahaya disertai efek ekstra paru
yang berkontribusi terhadap derajat berat penyakit. Karakteristik hambatan aliran
udara pada PPOK disebabkan oleh gabungan antara obstruksi saluran napas kecil
(obstruksi bronkiolitis) dan kerusakan parenkim (emfisema) yang bervariasi pada
setiap individu. Bronkitis kronik dan emfisema tidak dimasukkan definisi PPOK

16
karena emfisema merupakan diagnosis patologi, bronkitis kronik merupakan
diagnosis klinis. Selain itu keduanya tidak selalu mencerminkan hambatan aliran
udara dalam saluran napas.1
Pada tahun 2009, The Global Initiative for Chronic Obstructive Lung
Disease (GOLD) mendefinisikan PPOK sebagai gangguan aliran udara yang
kronis dengan beberapa perubahan patologis pada baru disertai efek ekstra
pulmonal dan berbagai komorbiditas yang dapat berpengaruh terhadap derajat
beratnya penyakit.4

4. FAKTOR RESIKO
Identifikasi faktor resiko merupakan langkah penting dalam pencegahan
dan penatalaksanaan PPOK. Meskipun saat ini pemahaman faktor resiko PPOK
dalam banyak hal masih belum lengkap, diperrlukan pemahaman interaksi dan
hubungan antara faktor faktor resiko sehingga memerlukan investigasi lebih
lanjut.1

a. Asap Rokok
Kebiasaan merokok adalah satu satunya penyebab kausal yang
terpenting, jauh lebih penting dari faktor penyebab lainnya. Asap rokok
mempunyai prevalens yang tinggi sebagai penyebab gejala respirasi dan
gangguan fungsi paru. Angka kematian pada perokok mempunyai nilai
yang bermakna dibandingkan dengan bukan perokok. Resiko PPOK pada
perokok tergantung dari dosis rokok yang dihisap, usia mulai merokok,
jumlah batang rokok pertahun dan lamanya merokok (Indeks Brinkman).
Perokok pasif atau dikenal sebagai environmental tobacco smoke (ETS) dapat
juga memberi kontribusi terjadinya gejala respirasi dan PPOK, karena terjadi
peningkatan jumlah inhalasi partikel dari gas.1
Dalam pencatatan riwayat merokok perlu diperhatikan :
* Riwayat merokok
- perokok aktif ,
- perokok pasif ,
- bekas perokok ,

17
Derajat berat merokok dengan Indeks Brinkman yaitu perkalian jumlah
rata rata batang rokok yang dihisap dalam sehari dikalikan lama merokok
dalam tahun :
- Ringan : 0 199 ,
- Sedang : 200 599 ,
- Berat : > 600 . 1
b. Polusi Udara
Agar lebih mudah mengidentifikasi partikel penyebab, polusi udara
terbagi menjadi :
Polusi di dalam ruangan
Asap rokok, asap kompor, kayu,serbuk gergaji,minyak
tanah yang merupakan bahan bakar kompor menjadi penyebab
tertinggi polusi di dalam ruangan . Kejadian polusi di dalam
ruangan dari asap kompor dan pemanas ruangan dengan ventilasi
kurang baik merupakan faktor resiko terpenting timbulnya PPOK. 1
Polusi di luar ruangan
Gas buang kendaraan bermotor, debu jalanan. Tinggi nya
polusi udara dapat menyebabkan gangguan jantung dan paru1.
Polusi di tempat kerja
Bahan kimia, zat iritasi,gas beracun1.
c. Stres Oksidatif
Sel paru dilindungi oleh oxydative chalenge yang berkembang
secara sistem enzimatik atau non enzimatik. Ketika keseimbangan antara
oksidan dan antioksidan berubah bentuk, akan menimbulkan stres
oksidatif. Stres oksidatif tidak hanya menimbulkan efek kerusakan pada
paru tapi juga menimbulkan aktifitas molekuler sebagai awal inflamasi
paru.1
d. Infeksi saluran napas bawah berulang.
Infeksi virus dan bakteri berperan dalam patogenesis dan
progresifitas PPOK. Kolonisasi bakteri menyebabkan inflamasi jalan
napas, berperan secara bermakna menimbulkan eksaserbasi.1
e. Sosial Ekonomi

18
Pajanan polusi di dalam dan luar ruangan , pemukiman yang padat,
nutrisi yang jelek, dan faktor lain yang berhubungan dengan status sosial
ekonomi kemungkinan dapat menjelaskan hal ini.1
f. Tumbuh kembang Paru
Pertumbuhan paru berhubungan dengan proses selama kehamilan,
kelahiran, dan pajanan waktu kecil 1.
g. Asma
Pada laporan the Tucson Epidemiological Study didapatkan bahwa
orang dengan asma 12 kali lebih tinggi resiko terkena PPOK daripada
bukan asma meskipun telah berhenti merokok. Penelitian lain 20% dari
asma akan berkembang menjadi PPOK dengan ditemukannya obstruksi
jalan napas ireversible.1
h. Gen
Faktor resiko genetik yang paling sering terjadi adalah kekurangan
alpha 1 antitrypsin sebagai inhibitor dari protease serin. Sifat resesif ini
jarang, paling sering dijumpai pada individu yang berasal dari
Eropa Utara.1
5. EPIDEMIOLOGI
Di Indonesia tidak ada data yang akurat tentang kekerapan PPOK.
Pada Survai Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) 1986 bronkitis kronik dan
emfisema menduduki peringkat ke 5 sebagai penyebab kesakitan terbanyak
dari 10 penyebab kesakitan utama. SKRT Depkes RI 1992 menunjukkan
angka kematian karena bronkitis kronik dan emfisema menduduki peringkat
ke 6 dari 10 penyebab tersering kematian di Indonesia. Data menurut The
Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease (GOLD) pada tahun
2004 memperlihatkan PPOK diderita tiga kali lebih banyak oleh warga
dewasa yang usianya lebih dari 40 tahun. Paling tidak 10 persen dari orang
dewasa yang usianya lebih dari 40 tahun kemungkinan menderita PPOK.
Data baru itu memperlihatkan bahwa pengidap penyakit paru-paru lebih dari
tiga kali lipat dibandingkan perkiraan umum sebelumnya. Data yang

19
disiarkan itu merupakan hasil awal dari dua kajian internasional di Brazil,
Chili, China, Meksiko, Turki dan Uruguay.5
Penemuan awal itu memperlihatkan bahwa PPOK menjangkiti
antara 10-15% orang dewasa yang berusia di atas 40 tahun di negara-negara
yang diteliti. Statistik sebelumnya yang disusun oleh (WHO) memperkirakan
bahwa kurang dari satu persen masyarakat yang berusia antara 45 sampai 60
tahun dan kurang dari empat persen masyarakat yang berusia 60 tahun
menderita PPOK.5

6. PATOGENESIS PPOK
Seperti telah dijelaskan sebelumnya, bahwa faktor resiko utama dari
PPOK ini adalah merokok. Komponen-komponen asap rokok ini merangsang
perubahan-perubahan pada sel-sel penghasil mukus bronkus dan silia. Selain
itu, silia yang melapisi bronkus mengalami kelumpuhan atau disfungsional
serta metaplasia.6
Perubahan-perubahan pada sel-sel penghasil mukus dan sel-sel silia ini
mengganggu sistem eskalator mukosiliaris dan menyebabkan penumpukan
mukus kental dalam jumlah besar dan sulit dikeluarkan dari saluran nafas.
Mukus berfungsi sebagai tempat persemaian mikroorganisme penyebab
infeksi dan menjadi sangat purulen. Timbul peradangan yang menyebabkan
edema dan pembengkakan jaringan. Ventilasi, terutama ekspirasi terhambat.
Timbul hiperkapnia akibat dari ekspirasi yang memanjang dan sulit dilakukan
akibat mukus yang kental dan adanya peradangan.6
Obstruksi saluran napas pada PPOK bersifat ireversibel dan terjadi
karena perubahan struktural pada saluran napas kecil yaitu : inflamasi,
fibrosis, metaplasi sel goblet dan hipertropi otot polos penyebab utama
obstruksi jalan napas seperti pada gambar 1.6

Gambar 2. PPOK Terkait Partikel Inhalasi6

20
Ada beberapa karakteristik inflamasi yang terjadi pada pasien
PPOK, yakni : peningkatan jumlah neutrofil (didalam lumen saluran nafas),
makrofag (lumen saluran nafas, dinding saluran nafas, dan parenkim),
limfosit CD 8+ (dinding saluran nafas dan parenkim). Yang mana hal ini
dapat dibedakan dengan inflamasi yang terjadi pada penderita asma.7

Bagan 1. Patogenesis PPOK6

21
Inhalasi asap rokok dan partikel berbahaya lainnya menyebabkan
inflamasi di saluran napas dan paru seperti yang terlihat pada pasien PPOK.
Respon inflamasi abnormal ini menyebabkan kerusakan jaringan parenkim
yang mengakibatkan emfisema dan mengganggu mekanisme pertahanan yang
mengakibatkan fibrosis saluran napas kecil. Perubahan patologis
menyebabkan udara terperangkap dan keterbatasan aliran udara uang bersifat
progresif.1

7. GEJALA KLINIS
a. ANAMNESIS
Riwayat merokok atau bekas perokok dengan atau tanpa gejala
pernapasan
Riwayat terpajan zat iritan yang bermakna di tempat kerja
Riwayat penyakit emfisema pada keluarga
Terdapat faktor predisposisi pada masa bayi / anak misal berat
badan lahir rendah (BBLR) , infeksi saluran napas berulang,
lingkungan asap rokok dan polusi udara,
Batuk berulang dengan atau tanpa dahak
Sesak dengan atau tanpa bunyi mengi

b. Pemeriksaan Fisik
PPOK dini umumnya tidak ada kelainan.
- Inspeksi
* Pursed lips breathing (adalah sikap seseorang yang bernapas dengan
mulut mencucu dan ekspirasi yang memanjang. Sikap ini terjadi
sebagai mekanisme tubuh untuk mengeluarkan retensi CO2 yang
terjadi pada gagal napas )
* Barrel chest (diameter antero posterior dan transversal sebanding)
* Penggunaan otot bantu napas
* Hipertropi otot bantu napas
* Pelebaran sela iga
* Bila telah terjadi gagal jantung kanan terlihat denyut vena jugularis di
leher dan edema tungkai

22
* Penampilan pink puffer (gambaran yang khas pada emfisema ,pasien
kurus,kulit kemerahan,dan pernapasan pursed lips breathing)
atau blue bloater (gambaran khas pada bronkitis kronik , pasien
gemuk sianosis,terdapat edema tungkai dan ronki basah di
basal paru , sianosis sentral dan perifer
- Palpasi
Pada emfisema fremitus melemah , sela iga melebar,
- Perkusi
Pada emfisema hipersonor dan batas jantung mengecil,letak diafragma
rendah,hepar terdorong ke bawah
- Auskultasi
* Suara napas vesikuker normal atau melemah
* Terdapat ronki dan atau mengi pada waktu bernapas biasa atau pada
ekspirasi paksa
* Ekspirasi memanjang
* Bunyi jantung terdengar jauh1

Gejala klinis lain:


Sesak napas (wheezing)
Riwayat wheezing tidak jarang ditemukan pada PPOK dan ini menunjukan
komponen reversibel penyakitnya. Bronkospasme bukan satun-satunya
penyebab wheezing. Wheezing pada PPOK terjadi saat pengerahan tenaga
(exertion) mungkin karena udara lewat saluran napas yang sempit oleh
radang atau sikatrik,
Batuk Darah
Bisa dijumpai terutama waktu eksaserbasi. Asal darah diduga dari saluran
napas yang radang dan khasnya blood streaked purulen sputum ,
Anoreksia dan berat badan menurun
Penurunan berat badan merupakan tanda progresif jelek.8

8. DIAGNOSIS

23
Diagnosis PPOK dipertimbangkan bila timbul tanda dan gejala seperti
terlihat pada tabel 1.
Tabel 1 . Indikator kunci untuk mendiagnosis PPOK 1
Gejala Keterangan
Sesak Progresif (sesak bertambah berat seiring
berjalannya waktu)
Bertambah berat dengan aktivitas
Persisten (menetap sepanjang hari)
Pasien mengeluh berupa Perlu usaha untuk
bernapas
Berat,sukar bernapas, terengah engah
Batuk kronik Hilang timbul dan mungkin tidak berdahak
Batuk kronik Setiap batuk kronik berdahak mengindikasikan
berdahak PPOK
Riwayat terpajan Asap rokok,debu,bahan kimia, di tempat kerja,asap
faktor resiko dapur

Pertimbangkan PPOK dan lakukan uji spirometri jika salah satu


indikator ini ada pada individu diatas usia 40 tahun. Indikator ini bukan
merupakan diagnosis pasti tetapi keberadaan beberapa indikator kunci
meningkatkan kemungkinan diagnosis PPOK. Spirometri dilakukan untuk
memastikan diagnosis PPOK.1

Tabel 2 . Spirometri 8
Klasifikasi Gejala Spirometri
Penyakit
Ringan - Tidak ada gejala waktu istirahat VEP > 80% prediksi
atau bila exercise VEP/KVP < 75%
- Tidak ada gejala waktu istirahat
tetapi gejala ringan pada latihan
sedang (misal : berjalan cepat,
naik tangga)
Sedang - Tidak ada gejala waktu istirahat VEP 30 - 80%

24
tetapi mulai terasa pada latihan / prediksi VEP/KVP <
kerja ringan (misal : 75%
berpakaian)
- Gejala ringan pada istirahat
Berat - Gejala sedang pada waktu istirahat VEP1<30% prediksi
- Gejala berat pada saat istirahat VEP1/KVP < 75%
- Tanda-tanda korpulmonal

Diagnosis dipastikan dengan pemeriksaan obyektif adanya hambatan aliran


udara (dengan spirometri).8

9. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan rutin:
a. Faal paru
Spirometri (VEP1, VEP1 prediksi, KVP, VEP1/KVP)
- Obstruksi ditentukan oleh nilai VEP1 prediksi ( % ) dan atau
VEP1/KVP (%).
Obstruksi : % VEP1(VEP1/VEP1 pred) < 80% VEP1%
(VEP1/KVP) < 75 %
- VEP1 merupakan parameter yang paling umum dipakai untuk
menilai beratnya PPOK dan memantau perjalanan penyakit
- Apabila spirometri tidak tersedia atau tidak mungkin dilakukan,
APE meter walaupun kurang tepat, dapat dipakai sebagai
alternatif dengan memantau variabiliti harian pagi dan sore,
tidak lebih dari 20%
Uji bronkodilator
- Dilakukan dengan menggunakan spirometri, bila tidak ada
gunakan APE meter
- Setelah pemberian bronkodilator inhalasi sebanyak 8 hisapan,
15 - 20 menit kemudian dilihat perubahan nilai VEP1 atau APE,
perubahan VEP1 atau APE < 20% nilai awal dan < 200 ml

25
- Uji bronkodilator dilakukan pada PPOK stabil 8
b. Darah rutin
Hb, Ht, leukosit 8
c. Radiologi
Foto toraks PA dan lateral berguna untuk menyingkirkan penyakit
paru lain
Pada emfisema terlihat gambaran :
- Hiperinflasi
- Hiperlusen
- Ruang retrosternal melebar
- Diafragma mendatar
- Jantung menggantung (jantung pendulum / tear drop / eye drop
appearance)
Pada bronkitis kronik :
- Normal
- Corakan bronkovaskuler bertambah pada 21 % kasus
Pada bronkitis kronis, foto thoraks memperlihatkan tubular
shadow berupa bayangan garis-garis yang paralel keluar dari hilus
menuju apeks paru dan corakan paru yang bertambah.
Pada emfisema, foto thoraks menunjukkan adanya hiperinflasi
dengan gambaran diafragma yang rendah dan datar, penciutan
pembuluh darah pulmonal, dan penambahan cortakan ke distal.8

Hyperinflation

Dikutip dari 6

26
Pemeriksaan khusus (tidak rutin)
a. Faal paru
- Volume Residu (VR), Kapasiti Residu Fungsional (KRF), Kapasiti
Paru Total (KPT), VR/KRF,VR/KPT meningkat
- DLCO menurun pada emfisema
- Raw meningkat pada bronkitis kronik
- Variabiliti Harian APE kurang dari 20 %. 8
b. Uji latih kardiopulmoner
- Sepeda statis (ergocycle)
- Jentera (treadmill)
- Jalan 6 menit, lebih rendah dari normal. 8
c. Uji provokasi bronkus
Untuk menilai derajat hipereaktiviti bronkus, pada sebagian kecil
PPOK terdapat hipereaktivitas bronkus derajat ringan. 8
d. Uji coba kortikosteroid
Menilai perbaikan faal paru setelah pemberian kortikosteroid oral
(prednison atau metilprednisolon) sebanyak 30 - 50 mg per hari
selama 2minggu yaitu peningkatan VEP1 pascabronkodilator > 20 %
dan minimal 250 ml. Pada PPOK umumnya tidak terdapat kenaikan
faal paru setelah pemberian kortikosteroid. 8
e. Analisis gas darah
Terutama untuk menilai :
- Gagal napas kronik stabil
- Gagal napas akut pada gagal napas kronik. 8
f. Radiologi
- CT Scan resolusi tinggi
Mendeteksi emfisema dini dan menilai jenis serta derajat emfisema
atau bula yang tidak terdeteksi oleh foto toraks polos
- Scan ventilasi perfusi untuk mengetahui fungsi respirasi paru. 8

27
Pada emfisema terlihat : hiperinflasi , hiperlusen , ruang
retrosternal melebar, diafragma mendatar, jantung menggantung
(jantung pendulum)
Pada Bronkitis kronik terlihat : Normal, Corakan
bronkovaskuler bertambah pada 21 % kasus. 8
g. Elektrokardiografi
Mengetahui komplikasi pada jantung yang ditandai oleh Pulmonal
dan hipertrofi ventrikel kanan. 8
h. Ekokardiografi
Menilai fungsi jantung kanan. 8

i. Bakteriologi
Pemerikasaan bakteriologi sputum pewarnaan Gram dan kultur
resistensi diperlukan untuk mengetahui pola kuman dan untuk
memilih antibiotik yang tepat. Infeksi saluran napas berulang
merupakan penyebab utama eksaserbasi akut pada penderita PPOK di
Indonesia. 8
j. Kadar alfa-1 antitripsin
Kadar antitripsin alfa-1 rendah pada emfisema herediter (emfisema
pada usia muda), defisiensi antitripsin alfa-1 jarang ditemukan di
Indonesia. riwayat penyakit yang ditandai dengan gejala-gejala diatas.8

10. DIAGNOSA BANDING


1
Tabel 3. Diagnosis Banding PPOK
DIAGNOSIS GEJALA
PPOK Onset pada usia pertengahan
Gejala progresif lambat
Lamanya riwayat merokok
Sesak saat aktivitas
Sebagian besar hambatan aliran udara ireversibel.

28
Asma Onset awal sering pada anak
Gejala bervariasi dari hari ke hari
Gejala pada malam hari / menjelang pagi
Disertai atopi, rinitis atau eksim.
Riwayat keluarga dengan asma
Sebagian besar keterbatasan aliran udara reversibel.
Gagal jantung kongestif Auskultasi terdengar ronki halus di bagian basal.
Foto toraks tampak jantung membesar , edema paru.
Uji faal paru menjunjukkan restriksi bukan obstruksi.
Bronkiektasis Sputum produktif dan purulen .
Umumnya terkait dengan infeksi bakteri.
Auskultasi terdengar ronki kasar.
Foto toraks / CT scan toraks menunjukkan pelebaran dan
penebalan bronkus.
Tuberkulosis Onset segala usia
Foto toraks menunjukkan infiltrat.
Konfirmasi mikrobiologi (sputum BTA)
Prevalens tuberkulosis tinggi di daerah endemis.
Bronkiolitis obliterans Onset pada usia muda bukan perokok
Mungkin memiliki riwayat rematoid artritis atau pajanan
asap.
CT Scan toraks pada ekspirasi menunjukkan daerah
hipodens.
Bronkiolitis difus Lebih banyak pada laki laki bukan perokok.
Hampir semua menderita sinusitis kronik.
Foto toraks dan HRCT toraks menunjukkan nodul opak
menyebar kecil di centrilobular dan gambaran
hiperinflasi.
Gejala-gejala diatas ini sesuai karakteristik penyakit masing masing
tetapi tidak terjadi pada setiap kasus. Misalnya seseorang yang tidak pernah
merokok dapat menderita PPOK (terutama di negara berkembang yang faktor

29
resiko lain mungkin lebih penting daripada merokok) , asma dapat berkembang
di usia dewasa bahkan pasien lanjut usia.1
Penyakit lain yang bisa menjadi diagnosa banding PPOK adalah :
SOPT (Sindroma Obstruksi Pascatuberculososis)
Adalah penyakit obstruksi saluran napas yang ditemukan pada penderita
pascatuberculosis dengan lesi paru yang minimal
Pneumotoraks
Dada cembung di tempat kelainan , perkusi hipersonor , auskultasi
saluran napas melemah
Penyakit paru dengan obstruksi saluran napas lain misal : bronkiektasis,
destroyed lung
Asma dan PPOK adalah penyakit obstruksi saluran napas yang sering
ditemukan di Indonesia, karena itu diagnosis yang tepat harus ditegakkan karena
terapi dan prognosisnya berbeda. 1
Tabel 4. Perbedaan Asma, PPOK, dan SOPT

Dikutip dari 1

11. KLASIFIKASI PPOK

Terdapat ketidaksesuaian antara nilai VEP1 dan gejala pasien , oleh sebab
itu perlu diperhatikan kondisi lain. Gejala sesak napas mungkin tidak bisa
diprediksi dengan VEP1.1

30
Tabel 5. Klasifikasi PPOK 1
DERAJAT KLINIS FAAL PARU
Derajat I Gejala batuk kronik dan produksi VEP1 / KVP < 70%
PPOK sputum ada tetapi tidak sering. Pada VEP1 80% prediksi
ringan derajat ini pasien sering tidak
menyadari bahwa faal paru mulai
menurun.
Derajat II Gejala sesak mulai dirasakan saat VEP1 / KVP < 70%
PPOK aktivitas dan kadang ditemukan gejala 50% < VEP1 < 80%
Sedang batuk dan produksi sputum . Pada prediksi
derajat ini biasanya pasien mulai
memeriksakan kesehatannya.
Derajat III Gejala sesak lebih berat, penurunan VEP1 / KVP < 70%
PPOK Berat aktivitas , rasa lelah dan serangan 30% < VEP1 < 50%
eksaserbasi semakin sering dan prediksi
berdampak pada kualitas hidup pasien
Derajat IV Gejala diatas ditambah tanda tanda VEP1 / KVP < 70%
PPOK gagal napas atau gagal jantung kanan VEP1 < 30% prediksi
Sangat Berat dan ketergantungan oksigen. Pada atau
derajat ini kualitas hidup pasien VEP1 < 50% prediksi
memburuk dan jika eksaserbasi dapat disertai gagal napas
mengancam jiwa. kronik.

12. PENATALAKSANAAN

Tujuan Penatalaksanaan PPOK meliputi:

- Mencegah progresivitas penyakit

- Mengurangi gejala

- Meningkatkan toleransi latihan

- Mencegah dan mengobati komplikasi

31
- Mencegah dan mengobati eksaserbasi berulang

- Mencegah atau meminimalkan efek samping obat

- Memperbaiki dan mencegah penurunan faal paru

- Meningkatkan kualitas hidup penderita

- Menurunkan angka kematian. 1

Penatalaksanaan menurut derajat PPOK di antaranya adalah :

- Berhenti merokok/mencegah pajanan gas/partikel berbahaya

- Menghindari faktor pencetus

- Vaksinasi Influenza

- Rehabilitasi paru

- Pengobatan/medikamentosa di antaranya penggunaan bronkodilator kerja


singkat antikolinergik kerja singkat), penggunaan bronkodilator kerja
lama (antikolinergik kerja lama), dan obat simtomatik. Pemberian
kortikosteroid dapat digunakan berdasarkan derajat PPOK

- Pada PPOK derajat sangat berat diberikan terapi oksigen

- Reduksi volume paru secara pembedahan atau endoskopi (transbronkial)1

PPOK merupakan penyakit paru kronik progresif dan nonreversibel,


sehingga penatalaksanaan PPOK terbagi atas (1) penatalaksanaan pada keadaan
stabil dan (2) penatalaksanaan pada eksaserbasi akut. 5

32
*
EDUKASI

Edukasi merupakan hal penting dalam pengelolaan jangka panjang pada


PPOK stabil. PPOK adalah penyakit kronik yang ireversibel dan progresif, inti
dari edukasi adalah menyesuaikan keterbatasan aktiviti dan mencegah
kecepatan perburukan fungsi paru..5

Tujuan edukasi pada pasien PPOK :

- Mengenal perjalanan penyakit dan pengobatan,

- Melaksanakan pengobatan yang maksimal,

- Mencapai aktivitas optimal,

- Meningkatkan kualitas hidup. 5

Pemberian edukasi berdasar derajat penyakit :


Ringan
Penyebab dan pola penyakit PPOK yang ireversibel,
Mencegah penyakit menjadi berat dengan menghindari pencetus, antara lain
berhenti merokok,
Segera berobat bila timbul gejala
Sedang
Menggunakan obat dengan tepat,
Mengenal dan mengatasi eksaserbasi dini,
Program latihan fisik dan pernapasan,
Berat
Informasi tentang komplikasi yang dapat terjadi,
Penyesuaian aktivitas dengan keterbatasan,
Penggunaan oksigen di rumah.5

33
* OBAT - OBATAN
Bronkodilator
Diberikan secara tunggal atau kombinasi dari ketiga jenis bronkodilator
dan disesuaikan dengan klasifikasi derajat berat penyakit ( lihat tabel 2 ).
Pemilihan bentuk obat diutamakan inhalasi, nebuliser tidak dianjurkan pada
penggunaan jangka panjang. Pada derajat berat diutamakan pemberian obat
lepas lambat ( slow release ) atau obat berefek panjang ( long acting ).5
Macam - macam bronkodilator :
- Golongan antikolinergik
Digunakan pada derajat ringan sampai berat, disamping sebagai
bronkodilator juga mengurangi sekresi lendir ( maksimal 4 kali
perhari )
- Golongan agonis beta 2
Bentuk inhaler digunakan untuk mengatasi sesak, peningkatan
jumlah penggunaan dapat sebagai monitor timbulnya eksaserbasi.
Sebagai obat pemeliharaan sebaiknya digunakan bentuk tablet yang
berefek panjang. Bentuk nebuliser dapat digunakan untuk mengatasi
eksaserbasi akut, tidak dianjurkan untuk penggunaan jangka panjang.
Bentuk injeksi subkutan atau drip untuk mengatasi eksaserbasi berat
- Kombinasi antikolinergik dan agonis beta 2
Kombinasi kedua golongan obat ini akan memperkuat efek
bronkodilatasi, karena keduanya mempunyai tempat kerja yang
berbeda. Disamping itu penggunaan obat kombinasi lebih sederhana
dan mempermudah penderita

- Golongan xantin
Dalam bentuk lepas lambat sebagai pengobatan pemeliharaan
jangka panjang, terutama pada derajat sedang dan berat. Bentuk tablet
biasa atau puyer untuk mengatasi sesak (pelega napas), bentuk
suntikan bolus atau drip untuk mengatasi eksaserbasi akut.

34
Penggunaan jangka panjang diperlukan pemeriksaan kadar aminofilin
darah.5

Antiinflamasi
Digunakan bila terjadi eksaserbasi akut dalam bentuk oral atau injeksi
intravena, berfungsi menekan inflamasi yang terjadi, dipilih golongan
metilprednisolon atau prednison. Bentuk inhalasi sebagai terapi jangka
panjang diberikan bila terbukti uji kortikosteroid positif yaitu terdapat
perbaikan VEP1 pascabronkodilator meningkat > 20% dan minimal 250
mg.5

Antibiotika
Hanya diberikan bila terdapat infeksi. Antibiotik yang digunakan :
- Lini I : amoksisilin dan makrolid
- Lini II : Amoksisilin, asam klavulanat, Sefalosporin, Kuinolon dan
Makrolid baru.5
Antioksidan
Dapat mengurangi eksaserbasi dan memperbaiki kualiti hidup,
digunakan N - asetilsistein. Dapat diberikan pada PPOK dengan
eksaserbasi yang sering, tidak dianjurkan sebagai pemberian yang rutin.5
Mukolitik
Hanya diberikan terutama pada eksaserbasi akut karena akan
mempercepat perbaikan eksaserbasi, terutama pada bronkitis kronik
dengan sputum yang viscous. Mengurangi eksaserbasi pada PPOK
bronkitis kronik, tetapi tidak dianjurkan sebagai pemberian rutin.5
Antitusif
Diberikan dengan hati hati. 5
Tabel 6. Penatalaksanaan PPOK

35
36
Dikutip dari 6
*
TERAPI OKSIGEN
Pada PPOK terjadi hipoksemia progresif dan berkepanjangan yang
menyebabkan kerusakan sel dan jaringan. Pemberian terapi oksigen merupakan
hal yang sangat penting untuk mempertahankan oksigenasi seluler dan
mencegah kerusakan sel baik di otot maupun organ - organ lainnya.5
*
Manfaat oksigen :
-
Mengurangi sesak,
-
Memperbaiki aktivitas,
-
Mengurangi hipertensi pulmonal,
- Mengurangi vasokonstriksi,

37
-
Mengurangi hematokrit,
-
Memperbaiki fungsi neuropsikiatri,
-
Meningkatkan kualitas hidup,
* Indikasi :
Pao2 < 60mmHg atau Sat O2 < 90%,
Pao2 diantara 55 - 59 mmHg atau Sat O2 > 89% disertai Kor Pulmonal,
perubahan P pulmonal, Ht >55% dan tanda - tanda gagal jantung kanan,
sleep apnea, penyakit paru lain,
* Macam terapi oksigen :
Pemberian oksigen jangka panjang
Pemberian oksigen pada waktu aktivitas
Pemberian oksigen pada waktu timbul sesak mendadak
Pemberian oksigen secara intensif pada waktu gagal napas
* Alat bantu pemberian oksigen :
o Nasal kanul
o Sungkup venturi
o Sungkup rebreathing
o Sungkup nonrebreathing
Pemilihan alat bantu ini disesuaikan dengan tujuan terapi oksigen dan
kondisi analisis gas darah pada waktu tersebut.5

VENTILASI MEKANIK
Ventilasi mekanik pada PPOK digunakan pada eksaserbasi dengan gagal
napas akut, gagal napas akut pada gagal napas kronik atau pada pasien PPOK
derajat berat dengan napas kronik.
Bentuk ventilasi mekanik tanpa intubasi adalah Nonivasive Intermitten
Positif Pressure (NIPPV) atau Negative Pessure Ventilation (NPV) , NIPPV dapat
diberikan dengan tipe ventilasi :
- Volume control
- Pressure control
- Bilevel positive airway pressure (BiPAP)
- Continous positive airway pressure (CPAP).5
NIPPV bila digunakan bersamaan dengan terapi oksigen terus menerus
(LTOT / Long Tern Oxygen Theraphy) akan memberikan perbaikan yang
signifikan pada :

38
- Analisis gas darah
- Kualiti dan kuantitas tidur
- Kualiti hidup
-
Analisis gas darah. 5
* Indikasi penggunaan NIPPV
- Sesak napas sedang sampai berat dengan penggunaan muskulus respirasi
dan abdominal paradoksal
- Asidosis sedang sampai berat pH < 7,30 - 7, 35
- Frekuensi napas > 25 kali per menit

NPV tidak dianjurkan karena dapat menyebabkan obstruksi saluran napas


atas, disamping harus menggunakan perlengkapan yang tidak sederhana.5

* NUTRISI
Malnutrisi sering terjadi pada PPOK, kemungkinan karena bertambahnya
kebutuhan energi akibat kerja muskulus respirasi yang meningkat karena
hipoksemia kronik dan hiperkapni menyebabkan terjadi hipermetabolisme.5
Kondisi malnutrisi akan menambah mortaliti PPOK karena berkolerasi
dengan derajat penurunan fungsi paru dan perubahan analisis gas darah.5
Gangguan keseimbangan elektrolit sering terjadi pada PPOK karena
berkurangnya fungsi muskulus respirasi sebagai akibat sekunder dari gangguan
ventilasi. Gangguan elektrolit yang terjadi adalah :
- Hipofosfatemi
- Hiperkalemi
- Hipokalsemi
- Hipomagnesemi.5
Gangguan ini dapat mengurangi fungsi diafragma. Dianjurkan pemberian
nutrisi dengan komposisi seimbang, yakni porsi kecil dengan waktu pemberian
yang lebih sering.5
*
REHABILITASI PPOK
Tujuan program rehabilitasi untuk meningkatkan toleransi latihan dan
memperbaiki kualiti hidup penderita PPOK.
Penatalaksanaan PPOK stabil
Kriteria PPOK stabil adalah :

39
- Tidak dalam kondisi gagal napas akut pada gagal napas kronik
- Dapat dalam kondisi gagal napas kronik stabil, yaitu hasil analisa gas darah
menunjukkan PCO2 < 45 mmHg dan PO2 > 60 mmHg
- Dahak jernih tidak berwarna
- Aktivitas terbatas tidak disertai sesak sesuai derajat berat PPOK (hasil
spirometri)
- Penggunaan bronkodilator sesuai rencana pengobatan
- Tidak ada penggunaan bronkodilator tambahan

Bagan 2 .Algoritme penanganan PPOK

40
Dikutip dari 1

41
Dikutip dari 1

PENATALAKSANAAN PPOK EKSASERBASI AKUT


Eksaserbasi akut pada PPOK berarti timbulnya perburukan dibandingkan
dengan kondisi sebelumnya. Eksaserbasi dapat disebabkan infeksi atau faktor
lainnya seperti polusi udara, kelelahan atau timbulnya komplikasi.5
Gejala eksaserbasi :
- Sesak bertambah
- Produksi sputum meningkat
- Perubahan warna sputum.5

42
Eksaserbasi akut akan dibagi menjadi tiga :
- Tipe (eksaserbasi berat), memiliki 3 gejala di atas,
- Tipe II (eksaserbasi sedang), memiliki 2 gejala di atas,
- Tipe III (eksaserbasi ringan), memiliki 1 gejala di atas ditambah infeksi saluran
napas atas lebih dari 5 hari, demam tanpa sebab lain, peningkatan batuk. 5
Penanganan eksaserbasi akut dapat dilaksanakan di rumah (untuk
eksaserbasi yang ringan) atau di rumah sakit (untuk eksaserbasi sedang dan
berat) .Penatalaksanaan eksaserbasi akut ringan dilakukan dirumah oleh penderita
yang telah diedukasi dengan cara :
- Menambahkan dosis bronkodilator atau dengan mengubah bentuk bronkodilator
yang digunakan dari bentuk inhaler, oral dengan bentuk nebuliser,
- Menggunakan oksigen bila aktivitas dan selama tidur,
- Menambahkan mukolitik,
- Menambahkan ekspektoran.5

Bagan 3 . Algoritme penatalaksanaan PPOK eksaerbasi akut di rumah dan


pelayanan kesehatan primer / Puskesmas

43
Dikutip dari 1

Bagan 4 . Algoritme Penatalaksanaan PPOK Eksaserbasi Akut di Rumah


Sakit
Nilai berat gejala (kesadaran, frekuensi napas, pemeriksaan fisis)
Analisis gas darah
Foto thoraks

1. Terapi oksigen
2. Bronkoditor
3. Antibiotik
- Agonis 2
- Intrevena: metilxantin, bolus dan drip
4. Kortikosteroid sistemik
5. Diuretik bila ada retensi cairan

Tidak mengancam jiwa


Mengancam jiwa (gagal napas akut)

ICU Ruang rawat

44
Dikutip dari 1
TERAPI PEMBEDAHAN
* Bertujuan untuk
- Memperbaiki faal paru,
- Memperbaiki mekanik paru,
- Meningkatkan toleransi terhadap eksaserbasi,
- Memperbaiki kualitas hidup.1
* Operasi paru yang dapat dilakukan yaitu :
- Bulektomi
- Bedah reduksi volume paru (BRVP) / lung volume reduction surgery (LVRS)
- Transplasntasi paru.1

13. KOMPLIKASI
Komplikasi PPOK dapat bermacam-macam, diantaranya:
- Gagal nafas
Akibat obstruksi jalan nafas maka terjadilah ketidakmampuan paru-paru
untuk menghirup oksigen yang cukup dan mengeluarkan karbondioksida dari
tubuh. Akibatnya dapat mengganggu keseimbangan asam dan basal. Gagal
nafas juga dapat terjadi selama eksaserbasi akut.9
- Polisitemia Sekunder
Polisitemia pada penderita PPOK terjadi karena tubuh berusaha untuk
menyesuaikan terhadap penurunan jumlah oksigen di darah yaitu dengan
meningkatkan produksi sel darah merah, yang mana sel darah merah berfungsi
untuk mengangkut oksigen. Hal ini mungkin dapat membantu untuk sementara
waktu, namun produksi berlebihan bisa menyebabkan darah menjadi kental,
pada akhirnya bisa menyumbat pembuluh darah kecil. Tanda dan gejala
polisitemia sekunder adalah kelemahan, sakit kepala, kelelahan, napas pendek,
gangguan penglihatan, wajah kemerahan, kebingungan, tinnitus, dan rasa
terbakar di tangan dan kaki.9
- Cor Pulmonale (Gagal jantung Kanan)
Pertukaran udara yang jelek pada penderita PPOK menyebabkan
menurunnya jumlah oksigen di darah sehingga timbul refleks spasme
percabangan-percabangan kecil arteri pulmonalis (hypoxic vasoconstriction).

45
Kesemuanya ini akan lebih meningkatkan tahanan perifer dalam paru. Maka
ventrikel kanan harus bekerja lebih keras, sehingga terjadi hipertrofi ventrikel
kanan. Bila sudah tidak mampu lagi mengkompensasi meningkatnya tahanan
perifer intrapulmonal, maka akan terjadi kegagalan jantung kanan. Tanda dan
gejala gagal jantung kanan antara lain pembengkakan ekstemitas bawah yaitu
kaki, dispneu, tidak mampu mentoleransi latihan, sianosis, meningkatnya vena
leher.10
- Pneumothoraks
Pneumothoraks terjadi karena adanya lubang yang berkembang di paru-
paru, menyebabkan udara keluar menuju rongga antara paru dan dinding dada
dan menyebabkan paru-paru kolaps. Pada penderita PPOK terjadi peningkatan
risiko untuk terjadinya perkembangan lubang secara spontan karena lemahnya
struktur paru. Tanda dan gejala pneumothoraks antara lain nyeri dada yang
mendadak dan tajam, tambah parah apabila batuk atau bernafas dalam,
dispneu, sesak. takikardi, dan sianosis.10
- Hipertensi Pulmonal
Normalnya, darah yang mengalir melalui pembuluh darah paru
mempunyai tahanan yang kecil, dan secara normal melebar untuk mengalirkan
darah dari jantung ke paru untuk mengambil oksigen dan mengalirkannya ke
seluruh tubuh. Pada hipertensi pulmonal, pembuluh darahnya konstriksi
manjadi sempit dan tebal. Hal tersebut menyebabkan sedikit darah yang
mengalir di pembuluh darah, tekanan dalam pembuluh darah menjadi
meningkat dan otot jantung bekerja keras untuk memompa darah. Tanda dan
gejala hipertensi pulmonal antara lain nafas pendek keika pertama kali
beraktivitas dan bahkan waktu istirahat, nyeri dada, kelemahan, kelelahan,
pingsan, bengkak pada kaki.10
- Malnutrisi
Malnutrisi menjadi komplikasi PPOK yang dapat disebabkan karena
dispneu, yang merupakan gejala utama PPOK membuat penderita sangat sulit
untuk menyelesaikan makannya, dan penderita menjadi kehilangan nafsu
makan. Tanda dan gejala bisa bermacam-macam mulai dari yang ringan sampai
sangat berat. Gejala umum berupa kelelahan, pusing, penurunan berat badan,
dan kelemahan sistem imun.10

46
- Penyakit paru tahap akhir
Saat gagal nafas terjadi pada pasien yang mempunyai penyakit paru
tahap akhir, akan terjadi penurunan dengan lambat fungsi paru dan
meningkatnya kadar karbondioksida dalam darah. Meningkatnya
karbondioksida menyebabkan efek narkotik pada pasien, sehingga pasien
hilang kesadaran dan berhenti bernafas.10

14. PENCEGAHAN PPOK


- Berhenti merokok, hindari asap rokok
- Hindari polusi udara
- Hindari infeksi saluran napas berulang.
- Gunakan obat-obatan adekuat
- Mencegah eksaserbasi berulang .1
DAFTAR PUSTAKA

1. PDPI. 2009. Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK). Jakarta.


2. Snell, Richard S.2006. Anatomi Klinik Untuk Mahasiswa Kedokteran
Edisi 6. Jakarta: EGC.
3. Sherwood, Lauralee. 2001. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem Edisi 2.
Jakarta: EGC.
4. Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease (GOLD). Global
Strategy for The Diagnosis, Management, and Prevention of Chronic
Obstructive Pulmonary Disease. National Institutes of Health.
National Heart, Lung and Blood Institute, Update 2009.
5. Riyanto BS, Hisyam B 2006. Obstruksi Saluran Pernafasan Akut. Buku
Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi 4. Jakarta: Pusat Penerbitan
Departemen IPD FKUI.
6. Antonio et all 2007. Global Strategy for the Diagnosis, Management, and
Prevention of Chronic Obstructive Pulmonary Disease. USA, Didapat
dari : http://www.goldcopd.com/Guidelineitem.asp
7. Corwin EJ 2001. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC.
8. Alsaggaf Hood, dkk. 2004. Buku Ajar Ilmu Penyakit Paru. Bagian Ilmu
Penyakit Paru FK Unair. Surabaya.

47
9. Swierzewski, SJ. 2007.Chronic Obstructive Pulmonary Disease.(online)
http://www.pulmonologychannel.com/PPOK/complications.shtml.
10. Danusantoso, Halim. 2000. Buku Saku Ilmu Penyakit Paru. Hipokrates.
Jakarta, hal 178-179.

48

Anda mungkin juga menyukai