Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Kasus Posisi


Perbuatan melawan hukum ialah syarat untuk dapat dipidananya seseorang.
Secara sederhana, tindak pidana dapat didefinisikan sebagai kelakuan manusia yang
memenuhi unsur delik bersifat melawan hukum dan dapat dicela. Meski demikian,
perbuatan melawan hukum tersebut tidak perlu selalu disebutkan secara eksplisit
dalam suatu peraturan dan tidak perlu selalu dibuktikan keberadaannya. Misalnya
untuk kasus pembunuhan, tidak perlu dibuktikan apakah perbuatan pelaku
menghilangkan nyawa orang lain dilakukan dengan melawan hukum.. dengan kata
lain, ada sifat melawan hukum yang implisit dan eksplisit.
PMH dalam Hukum Pidana dapat dikatakan diderivasi dari apa yang disebut
perbuatan melawan hukum dalam hukum perdata. Di dalam hukum perdata, PMH
(onrechmatige daad) diatur di dalam Pasal 1365 KUH Perdata. Pengaturan ini
diderivasi dari Pasal 1382 Kode Sipil Perancis. PMH dapat diartikan sebagai
perbuatan yang melanggar hak subyektif orang lain atau melanggar wewenang yang
dimiliki orang lain itu yang diberikan oleh hukum. Apabila melihat kepada buku
Perbuatan Melawan Hukum karangan Rosa Agustina, hak subyektif itu dapat
diartikan sebagai:

1. Hak perorangan seperti kebebasan, kehormatan, nama baik; dan

2. Hak atas harta kekayaan, hak kebendaan, dan hak mutlak lainnya.1

Dalam menerjemahkan Pasal 1365 atau tentang PMH di atas, Subekti


mengatakan bahwa satu perbuatan dikatakan sebagai perbuatan hukum apabila
perbuatan itu melanggar hukum, membawa kerugian kepada orang lain,
mewajibkan orang lain mengganti kerugian yang timbul bukan karena kesalahan
orang lain tersebut.

Menjadi penting untuk menyampaikan sedikit tentang konsepsi PMH di dalam


hukum perdata. Alasannya, dalam PMH perdata, ditegaskan tentang adanya satu
perbuatan seseorang yang menimbulkan kerugian bagi yang lain. Ini menjadi
1 Rosa Agustina, Perbuatan Melawan Hukum, Universitas Indonesia, Jakarta, 2003. Hlm. 38.
penting karena dapat menjadi acuan ketika melihat PMH dalam pidana. Namun,
meski PMH dalam Hukum Pidana ini diderivasi dari PMH perdata, terdapat
perbedaan tujuan penegakkan hukum di antara Hukum Pidana dan Hukum Perdata
terhadap kasus PMH. Jika di dalam pidana, hukuman dijatuhkan untuk
memidanakan pelaku PMH, maka di dalam Hukum Perdata, penghukuman
dilakukan untuk meniadakan kerugian dari pihak yang dirugikan.

Kembali kepada pengaturan perbuatan melawan hukum di dalam Hukum Pidana


(wederrechtelijk). Dalam Hukum Pidana, PMH dibagi dua yakni PMH Materil dan
Formil. PMH Formil adalah perbuatan yang memenuhi unsur delik sehingga dapat
dipidana. Dogma PMH Formil ini berakar dari asas legalitas yang membatasi
penghukuman terhadap satu perbuatan sejauh telah ada peraturan yang
mengaturnya. Jika ada alasan pembenar atau penghapus pidana, alasan tersebut
harus juga disebutkan di dalam undang-undang. PMH Materil dapat diartikan
sebagai perbuatan melawan hukum yang tidak hanya terdapat di dalam undang-
undang, tetapi juga melihat berlakunya asas-asas hukum yang tidak tertulis juga.

Adapun salah satu contoh kasus yang terjadi ini bermula pada tahun 2013
dimana adanya dugaan hakim melakukan kesalahan penafsiran unsur melawan
hukum sehingga tidak tepat dalam membedakan dan menentukan perbuatan pidana
dan bukan perbuatan pidana. Berikut kami sampaikan idenitas dari terdakwa yaitu:

Nama Lengkap: DESI NANDA SARI;

Tempat Lahir : Pasar Baru;

Umur/Tanggal Lahir : 20 tahun/18 Oktober 1993;

Jenis Kelamin : Perempuan;

Kebangsaan : Indonesia;

Tempat Tinggal : Lingkungan Teratak Kelurahan Bosar Maliga,


Kecamatan Bosar Maligas Kabupaten Simalungun;

Agama : Islam;

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga


Peristiwa ini bermula ketika seorang pengusaha swasta bernama NORMAH
SEMBIRING merupakan pemilik dari UD. Mandiri yang bergerak di bidang jual beli
buah kelapa sawit yang bertempat di Gudang Mandiri Boluk Kecamatan Bosar Maligas
Kabupaten Simalungun mempekerjakan DESI NANDA SARI sebagai karyawannya
yang ditempatkan pada bagian kasir, namun tak lama dipindah tugaskan pada bagian
keuangan.mendapat upah sebesar Rp.700.000,- (tujuh ratus ribu rupiah) setiap bulannya
dan uang makan per hari sebesar Rp.10.000,- (sepuluh ribu rupiah) dari saksi korban
sesuai pekerjaan terdakwa sebagai Karyawan kerani pada Gudang Timbangan Mandiri
Boluk milik saksi korban. Bermula pada hari Rabu tanggal 06 Februari 2013 saksi
korban mulai mengkelola gudang timbangan sawit yang sebelumnya dikelola orang lain
dimana karyawan yang dihunjuk sebagai kasir sebelumnya yaitu terdakwa lalu yang
oleh saksi korban kembali mempercayakan terdakwa sebagai kasir atau bagian
keuangan yang
mengatur uang masuk dan uang keluar yang mana cara kerja terdakwa memberikan
uang pembelian sawit yang dijual oleh masyarakat ke Gudang Timbangan Mandiri
Boluk milik saksi korban selanjutnya dengan bertahap saksi korban menyerahkan uang
kepada terdakwa sebesar Rp.155.000.000,- (seratus lima puluh lima juta rupiah) sebagai
modal dalam membayar buah yang dibeli dari masyarakat dengan tahap pertama
diberikan sebesar Rp.40.000.000,- (empat puluh juta rupiah), lalu yang kedua sebesar
Rp.30.000.000,- (tiga puluh juta rupiah), kemudian sebesar Rp.50.000.000,- (lima puluh
juta rupiah), dan yang terakhir sebesar Rp.35.000.000,- (tiga puluh lima juta rupiah),
kemudian pada hari Kamis tanggal 23 Mei 2013 saksi korban mulai mencurigai
terdakwa dimana oleh terdakwa telah melakukan penggelapan dengan cara sebagian
buah sawit yang telah dijualkan oleh masyarakat ke Gudang Timbangan Mandiri Boluk
ada yang telah dibayarkan oleh terdakwa namun sebagian lagi tidak dibayarkan oleh
terdakwa sehingga total modal dan keuntungan yang tidak nampak sebesar
Rp.52.000.000,- (lima puluh dua juta rupiah), yang setidak-tidaknya akibat perbuatan
terdakwa semacam itu mengakibatkan saksi korban NORMAH SEMBIRING
mengalami kerugian berupa uang sebesar Rp.52.000.000,- (lima puluh dua juta rupiah).
DESI NANDA SARI selalu mencatat dalam pembukuan untuk setiap uang yang
masuk maupun keluar, termasuk yang diberikan oleh NORMAH SEMBIRING. DESI
NANDA SARI juga membuat buku laporan hasil pengelolahan uang modal usaha
tersebut setiap bulannya dan selalu diperiksa oleh NORMAH SEMBIRING, dimana
tidak pernah ada masalah di dalam buku laporan yang dibuatnya itu. DESI NANDA
SARI mengakui bahwa telah meminjamkan uang tersebut kepada salah satu karyawan
di perusahaan UD. Mandiri sebesar Rp 1.400.000,- tanpa sepengetahuan NORMAH
SEMBIRING dan juga ia telah menggunakan sebesar Rp 8.000.000,- (delapan juta
rupiah) namun untuk sisa lainnya ia tidak dapat menjawab. Karena DESI NANDA
SARI tidak dapat mempertanggungjawabkan uang Rp 52.000.000,- (lima puluh dua juta
rupiah) yang Normah berikan untuk modal usaha, maka Normah merasa dirugikan dan
melaporkan DESI NANDA SARI pada polisi.
Dari proses persidangan yang berlangsung, dieroleh fakta fakta hukum sebagai
berikut:
Bahwa benar terdakwa bekerja di U.D. Mandiri milik saksi Normah Sembiring
dengan jabatan sebagai kasir;
Bahwa benar sebagai kasir terdakwa bertugas untuk membeli dan menerima
buah kelapa sawit dari para petani lalu membayarkan k e pada petani tersebut,
kemudian setelah itu terdakwa membukukannya di dalam buku laporan yang
terdakwa buat setiap bulannya;
Bahwa benar saksi Normah Sembiring menggaji terdakwa sebesar Rp.700.000,-
(tujuh ratus ribu rupiah) setiap bulannya dan memberikan uang makan kepada
terdakwa setiap harinya sebesar Rp.10.000,- (sepuluh ribu rupiah);
Bahwa benar terdakwa bekerja di U.D. Mandiri setiap hari (Senin sampai
Minggu) dari pukul 08.00 wib sampai dengan pukul 18.00 wib;
Bahwa benar terdakwa bekerja di U.D. Mandiri milik saksi Normah Sembiring
selama lebih kurang 3 (tiga) bulan yaitu sejak tanggal 05 Pebruari 2013 sampai
dengan tanggal 23 Mei 2013;
Bahwa benar saksi Normah Sembiring ada memberikan uang kepada terdakwa
sebesar Rp.155.000.000,- (seratus lima puluh lima juta rupiah) sebagai modal
untuk menjalankan usaha milik saksi Normah Sembiring tersebut;
Bahwa benar saksi Normah Sembiring memberikan uang tersebut secara
bertahap kepada terdakwa yaitu pada tanggal 06 Pebruari 2013 sebesar
Rp.40.000.000,- (empat puluh juta rupiah), pada tanggal 10 Pebruari 2013
sebesar Rp.10.000.000,- (sepuluh juta rupiah), pada tanggal 13 Pebruari 2013
sebesar Rp.30.000.000,- (tiga puluh juta rupiah), pada tanggal 18 Pebruari 2013
sebesar Rp.30.000.000,- (tiga puluh juta rupiah) dan pada tanggal 28 April 2013
sebesar Rp.45.000.000,- (empat puluh lima juta rupiah);
Bahwa benar terhadap uang yang diberikan oleh saksi Normah Sembiring
tersebut kepada terdakwa, terdakwa ada membuat pembukuannya, dan terdakwa
juga ada membuat buku laporan hasil pengelolahan uang modal usaha tersebut
setiap bulannya;
Bahwa benar saksi Normah Sembiring selalu memeriksa buku laporan yang
terdakwa buat tersebut setiap bulannya, dan pada tanggal 23 Mei 2013 saksi
Normah Sembiring ada menemukan masalah di dalam buku
Bahwa laporan yang dibuat oleh terdakwa tersebut, dimana pada saat itu ada
uang modal usaha milik saksi Normah Sembiring yang tidak nampak dimana
keberadaannya;
Bahwa benar terhadap uang modal usaha U.D. Mandiri milik saksi
Normah Sembiring yang tidak nampak tersebut, terdakwa tidak dapat
menjelaskan/mempertanggungjawabkan dimana keberadaannya;

Bahwa benar terdakwa pernah meminjamkan uang modal usaha U.D. Mandiri
kepada saksi Sri Nurliana Sari Sitorus sebesar Rp.1.400.000,- (satu juta empat
ratus ribu rupiah) tanpa sepengetahuan saksi Normah Sembiring selaku pemilik
uang tersebut;

Bahwa benar sampai saat ini uang tersebut belum dikembalikan oleh saksi Sri
Nurliana Sari Sitorus baik kepada terdakwa maupun kepada saksi Norma
Sembiring;

Bentuk dakwaan yang diajukan Penuntut Umum adalah dakwaan yang berbentuk
alternatif, sehingga Majelis Hakim dengan mempertimbangkan dakwaan alternatif
kesatu Penuntut Umum sebagaiman diatur dalam pasal 374 KUHPidana.
Pasal 374 KUHP

Penggelapan yang dilakukan oleh orang yang penguasaannya


terhadap barang disebabkan karena ada hubungan kerja atau karena
pencarian atau karena mendapat upah untuk itu diancam dengan
pidana penjara paling lama lima tahun.

Analisis Pasal 374 KUHP :

Dalam hal ini kami melihat bahwa sebenarnya kasus ini masuk dalam tindak pidana
penggelapan dalam jabatan sebagaimana telah dicantumkan dalam dakwaan alternative
pertama yaitu dijerat dengan Pasal 374 KUHP. Untuk dapat mengetahui dan
menganalisa ketepatan penggunaan Pasal 374 KUHP terlebih dahulu harus diuraikan
unsur-unsur yang terkandung didalamnya, yaitu:

1. Barang siapa;
2. Dengan sengaja;
3. Melawan hukum (wederrechttelijk) mengaku sebagai milik sendiri (zich
toeeigenen) barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan
orang lain (enig goed dat geheel of ten dele aan een ander toebehoort);
4. Yang ada dalam kekuasaannya bukan karena kejahatan (anders dan door
misdrijf onder zich hebben).
5. Dilakukan oleh orang yang penguasaannya terhadap barang disebabkan karena
adanya hubungan kerja kerja atau karena pencarian atau karena mendapat upah
untuk itu.

Berikut akan dijelaskan analisis unsur-unsur yang terdapat dalam rumusan delik
Penggelapan dengan jabatan sebagaimana diatur dalam Pasal 374 KUHP:

1. Unsur Barang Siapa

Unsur (bestandeel) barangsiapa ini menunjuk kepada pelaku/ subyek tindak


pidana, yaitu orang dan korporasi. Unsur barang siapa ini menunjuk kepada subjek
hukum, baik berupa orang pribadi (naturlijke persoon) maupun korporasi atau badan
hukum (recht persoon), yang apabila terbukti memenuhi unsur dari suatu tindak pidana,
maka ia dapat disebut sebagai pelaku atau dader.

Bahwa, menurut Prof. Sudikno Mertokusumo :

Subyek hukum (subjectum juris) adalah segala sesuatu yang dapat memperoleh,
mempunyai atau menyandang hak dan kewajiban dari hukum, yang terdiri dari
Orang (natuurlijkepersoon) dan/atau Badan hukum (rechtspersoon).
Menurut Simons, merumuskan strafbaar feit atau delik sebagai berikut :

eene starfbaar gestelde, onrechtmatige. Met schuld in verband staande, van een
toekeningsvatbaar persoon

Artinya : Suatu perbuatan yang oleh hukum diancam dengan pidana, bertentangan
dengan hukum, dilakukan oleh seseorang yang bersalah dan orang itu dipandang
bertanggungjawab atas perbuatannya.

Sehingga dengan mengacu kepada doktrin-doktrin sebagaimana dimaksud diatas


menjadi jelas bahwa Didalam perkara ini yang menjadi subjek hukum adalah terdakwa
DESI NANDA SARI.

2. Unsur Dengan sengaja

Bahwa, salah satu unsur yang terdapat dalam Pasal 372 KUHP (Wetboek van
Strafrecht) ialah unsur dengan sengaja (opzettelijk), dimana unsur ini merupakan
unsur subjektif dalam tindak pidana penggelapan, yakni unsur yang melekat pada subjek
tindak pidana, ataupun yang melekat pada pribadi pelakunya. Hal ini dikarenakan unsur
opzettelijk atau unsur dengan sengaja merupakan unsur dalam tindak pidana
penggelapan, dengan sendirinya unsur tersebut harus dibuktikan.

Bahwa terdapat dua teori berkaitan dengan sengaja atau opzettelijke. Pertama,
teori kehendak atau wilshtheorie yang dianut oleh Simons, dan kedua teori pengetahuan
atau voorstellingstheorie yang antara lain dianut oleh Hamel.

Bahwa, maksud unsur kesengajaan dalam pasal ini, adalah seorang pelaku atau
dader sengaja melakukan perbuatan-perbuatan dalam pasal 372 KUHP.

Bahwa, menurut PAF. Lamintang :

Dalam tindak pidana (strafmaatregel) penggelapan (verduistering), agar seseorang


dapat dikualifikasikan telah dengan sengaja melakukan tindakan penggelapan, maka
dalam diri pelaku harus terdapat keadaan-keadaan sebagai berikut:

a. Pelaku telah menghendaki atau bermaksud untuk menguasai suatu benda


secara melawan hukum;
b. Pelaku mengetahui bahwa ia yang kuasai itu adalah sebuah benda;
c. Pelaku mengetahui bahwa benda tersebut sebagian atau seluruhnya adalah
kepunyaan orang lain;
d. mengetahui bahwa benda tersebut berada padanya bukan karena kejahatan.

Jika kehendak dan pengetahuan-pengetahuan tersebut telah dapat dibuktikan


maka baru dapat dikatakan bahwa pelaku (dader) telah memenuhi unsur dengan
sengaja (opzettelijk) yang terdapat dalam unsur tindak pidana penggelapan
sebagaimana diatur dalam Pasal 372 KUHP (Wetboek van Strafrecht).

Bahwa, menurut Prof. Satochid Kartanegara, SH bersama-sama ahli hukum lainnya


dalam hukum pidana kumpulan kuliah bagian satu, menyebutkan:

kesengajaan (opzet) atau dolus dapat dirumuskan sebagai : melaksanakan sesuatu


perbuatan, yang dilarang oleh suatu keinginan untuk berbuat atau tidak

Bahwa, menurut Prof. Satochid Kartanegara, SH, pengertian opzet dapat dilihat dalam
Memorie van Tolichting (penjelasan undang-undang), yaitu willens en weten,
pengertian willens en weten adalah :

Seseorang yang melakukan sesuatu perbuatan dengan sengaja, harus menghendaki


(willen) perbuatan itu, serta harus menginsyaf/ mengerti (weten) akan akibat dari
perbuatannya itu

Bahwa, menurut Yurisprudensi Putusan Mahkamah Agung RI No. 166 K/Kr/1963,


tanggal 7 Juli 1964, menjelaskan :

pemilikan dilakukan dengan sengaja dan bahwa pemilikan itu dengan tanpa hak
merupakan unsur-unsur daripada tindak pidana tersebut dalam pasal 372 KUHP

Bahwa berdasarkan uraian diatas dan di komparasikan dengan fakta hukum yang ada
dimana Terdakwa DESI NANDA SARI Normah Sembiring ada memberikan uang
kepada terdakwa sebesar Rp.155.000.000,- (seratus lima puluh lima juta rupiah) sebagai
modal untuk menjalankan usaha milik saksi Normah Sembiring dan terhadap uang
modal usaha U.D. Mandiri milik saksi Normah Sembiring yang tidak nampak
tersebut, terdakwa tidak dapat menjelaskan/mempertanggung jawabkan dimana
keberadaannya, maka dalam kasus ini unsur dengan sengaja telah terpenuhi.
3. Unsur Melawan hukum (wederrechttelijk) mengaku sebagai milik sendiri (zich
toeeigenen) barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan
orang lain (enig goed dat geheel of ten dele aan een ander toebehoort)

Bahwa, maksud unsur melawan hukum atau wederrechtelijk adalah apabila


perbuatan yang dilakukan oleh seorang pelaku atau dader bertentangan dengan norma
hukum tertulis (peraturan perundang-undangan) atau norma hukum tidak tertulis
(kepatutan atau kelayakan) atau bertentangan dengan hak orang lain sehingga dapat
dikenai sanksi hukum.

Bahwa, perkataan memiliki secara melawan hukum adalah terjemahan dari


perkataan wederrechtelijk zich toeeigent, yang menurut Memorie van Toelichting
ditafsirkan sebagai:

het zich wederrechtelijk als heer en meester gedragen ten aanzien van het goed
alsof hij eigenaar is, terwijl hij het niet is atau secara melawan hukum memiliki
sesuatu benda seolah-olah ia adalah pemilik dari benda tersebut, padahal ia bukanlah
pemiliknya.

Menurut Hoge Raad, perbuatan zich toeeigenen adalah:

Menguasai benda milik orang lain secara bertentangan dengan sifat daripada hak
yang dimiliki oleh si pelaku atas benda tersebut.

Menurut Prof Mr. D. Simons mengartikan zich toeeigenen:

Membawa sesuatu benda di bawah kekuasaannya yang nyata sebagaiman yang


dapat dilakukan oleh pemiliknya atas benda tersebut, sehingga berakibat bahwa
kekuasaan atas benda itu menjadi dilepaskan dari pemiliknya

Menurut Brigjen Drs. H.A.K. Moch. Anwar, SH, menyatakan :

unsur melawan hukum dapat terjadi bilamana pelaku melakukan perbuatan


memiliki itu tanpa hak atau kekuasaan. Ia tidak mempunyai hak untuk melakukan
perbuatan memiliki, sebab ia bukan yang punya, bukan pemilik. Hanya pemilik
yang mempunyai hak untuk memilikinya

Menurut Munir Fuady menyatakan :


Bahwa perbuatan yang dilakukan haruslah melawan hukum, sejak tahun 1919,
unsur melawan hukum ini diartikan dalam arti yang seluas-luasnya, yakni meliputi
hal-hal sebagai berikut:

a. Perbuatan yang melanggar undang-undang yang berlaku.


b. Yang melanggar hak orang lain yang dijamin oleh hukum.
c. Perbuatan yang bertentangan dengan kewajiban hukum si pelaku.
d. Perbuatan yang bertentangan dengan kesusilaan (goede zeden).
e. Perbuatan yang bertentangan dengan sikap yang baik dalam masyarakat untuk
memperhatikan kepentingan orang lain (indruist tegen de zorgvildigheid, welke
in het maatschappelijke verkeer betaamt ten aanzien van anders person of goed)

Bahwa berdasarkan fakta persidangan yang terungkap yaitu benar terhadap uang
modal usaha U.D. Mandiri milik saksi Normah Sembiring yang tidak nampak
tersebut, terdakwa tidak dapat menjelaskan/mempertanggungjawabkan dimana
keberadaannya, terdakwa pernah meminjamkan uang modal usaha U.D. Mandiri kepada
saksi Sri Nurliana Sari Sitorus sebesar Rp.1.400.000,- (satu juta empat ratus ribu rupiah)
tanpa sepengetahuan saksi Normah Sembiring selaku pemilik uang tersebut dan Bahwa
benar sampai saat ini uang tersebut belum dikembalikan oleh saksi Sri Nurliana Sari
Sitorus baik kepada terdakwa maupun kepada saksi Norma Sembiring, maka unsur
melawan hukum dalam kasus ini telah terpenuhi

4. Yang ada dalam kekuasaannya bukan karena kejahatan (anders dan door misdrijf
onder zich hebben)

Bahwa, untuk menentukan terpenuhinya unsur ini, maka pelaku (dader) yang diduga
telah melakukan tindak pidana (strafmaatregel) penggelapan (verduistering) harus
menguasai barang tersebut bukan dengan jalan kejahatan.

Bahwa van Bemmelen menyatakan tidak ada perbedaan antara arti melawan hukum
dalam hukum pidana dengan arti melawan hukum dibidang perdata. Pendapat van
Bemmelan ini diperkuat oleh Pompe ketika menyatakan bahwa sifat melawan hukum
tidak hanya menyangkut hukum tertulis tetapi juga hukum tidak tertulis. Pompe juga
menyatakan bahwa arti wederrechtelijk (sifat melawan hukum dalam hukum pidana)
sesuai dengan arti onrechtmatige daad (perbuatan melanggar hukum dalam hukum
perdata) dengan merujuk pada putusan Hoge Raad,31 Januari 1919.
Menurut Adami Chazawi mengatakan :

Sesuatu benda berada dalam kekuasaan seseorang adalah apabila antara orang itu
dengan bendanya terdapat hubungan yang sedemikian eratnya, sehingga apabila ia
akan melakukan segala perbuatan terhadap benda itu ia dapat segera melakukannya
secara langsung dan nyata, tanpa terlebih dulu harus melakukan perbuatan lain.
Benda milik orang lain berada dalam kekuasaan seseorang bukan karena
kejahatanlah yang merupakan unsur dari delik penggelapan ini, dan ini dapat terjadi
oleh sebab perbuatan-perbuatan hukum seperti: penitipan, perjanjian sewa
menyewa, pengancaman, dsb.

Berdasarkan fakta hukum dalam persidangan bahwa Bahwa benar saksi Normah
Sembiring ada memberikan uang kepada terdakwa sebesar Rp.155.000.000,- (seratus
lima puluh lima juta rupiah) sebagai modal untuk menjalankan usaha milik saksi
Normah Sembiring tersebut;
Bahwa benar saksi Normah Sembiring memberikan uang tersebut secara bertahap
kepada terdakwa yaitu pada tanggal 06 Pebruari 2013 sebesar Rp.40.000.000,- (empat
puluh juta rupiah), pada tanggal 10 Pebruari 2013 sebesar Rp.10.000.000,- (sepuluh
juta rupiah), pada tanggal 13 Pebruari 2013 sebesar Rp.30.000.000,- (tiga puluh juta
rupiah), pada tanggal 18 Pebruari 2013 sebesar Rp.30.000.000,- (tiga puluh juta rupiah)
dan pada tanggal 28 April 2013 sebesar Rp.45.000.000,- (empat puluh lima juta rupiah);
Bahwa dalam setiap pemberian uang mulai dari tahap pertama hingga tahap keempat
dengan nominal keseluruhan sejumlah Rp155.000.000,- dilakukan dengan sadar dan
sukarela oleh saksi NORMAH SEMBIRNG kepada Terdakwa, maka unsur Yang ada
dalam kekuasaannya bukan karena kejahatan dalam delik ini telah terpenuhi.
5. Dilakukan oleh orang yang penguasaannya terhadap barang disebabkan karena
adanya hubungan kerja kerja atau karena pencarian atau karena mendapat upah
untuk itu.
Berdasarkan fakta persidangan terungkap bahwa Bahwa benar terdakwa bekerja di U.D.
Mandiri milik saksi Normah Sembiring dengan jabatan sebagai kasir;
Bahwa benar sebagai kasir terdakwa bertugas untuk membeli dan menerima buah
kelapa sawit dari para petani lalu membayarkan uangnya kepada petani tersebut,
kemudian setelah itu terdakwa membukukannya di dalam buku laporan yang terdakwa
buat setiap bulannya;
Bahwa benar saksi Normah Sembiring menggaji terdakwa sebesar Rp.700.000,- (tujuh
ratus ribu rupiah) setiap bulannya dan memberikan uang makan kepada terdakwa setiap
harinya sebesar Rp.10.000,- (sepuluh ribu rupiah);

Bahwa benar terdakwa bekerja di U.D. Mandiri setiap hari (Senin sampai Minggu) dari
pukul 08.00 wib sampai dengan pukul 18.00 wib;

Bahwa benar terdakwa bekerja di U.D. Mandiri milik saksi Normah Sembiring selama
lebih kurang 3 (tiga) bulan yaitu sejak tanggal 05 Pebruari 2013 sampai dengan tanggal
23 Mei 2013:

Maka unsur orang yang penguasaannya terhadap barang disebabkan karena adanya
hubungan kerja kerja atau karena pencarian atau karena mendapat upah untuk itu dalam
delik ini telah terpenuhi.

Dalam Persidangan, Penuntut Umum telah mengajukan barang bukti dalam


persidangan yang oleh para saksi dan terdakwa dibenarkan, berupa:

1. 1 (satu) buku biaya pengeluaran dan pemasukan uang kelapa sawit;

2. 4 (empat) buku laporan harian kelapa sawit;

3. 1 (satu) buku penjualan TBS (Tandan Buah Segar);

Pertimbangan hakim...............................

Amar putusan yang dikenakan Majelis Hakim antara lain:

1. Menyatakan terdakwa DESI NANDA SARI tersebut di atas, terbukti


melakukan perbuatan yang didakwakan oleh Penuntut Umum dalam dakwaan
alternatif kesatu, tetapi perbuatan tersebut tidak merupakan tindak pidana;

2. Melepaskan terdakwa oleh karena itu dari segala tuntutan hukum;

3. Memulihkan hak-hak terdakwa dalam kemampuan, kedudukan, harkat serta


martabatnya;

4. Menetapkan barang bukti berupa;

Isu hukum pada kasus ini adalah ketepatan Majelis Hakim dalam menilai bahwa
perbuatan yang dilakukan oleh Terdakwa bukan merupakan perbuatan pidana yaitu
dalam kesalahan penafsiran unsur melawan hukum sehingga tidak tepat dalam
membedakan dan menentukan perbuatan pidana dan bukan perbuatan pidana
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian kasus posisi diatas dapat dirumuskan bebetapa rumusan masalah
sebagai berikut:
1. Apakah dasar hukum yang digunakan oleh Majelis Hakim dalam kasus diatas
sudah tepat dan sesuai dengan fakta hukum yang timbul?
2. Apakah putusan yang dijatuhkan oleh Majelis Hakim sudah sesuai dengan fakta-
fakta hukum yang ada dalam persidangan?
1.3 Tujuan
Penulisan ilmiah ini bertujuan antara lain:
1. Untuk mengetahui dan menganalisa dasar hukum yang digunakan Majelis
Hakim dalam mengadili perkara tersebut.
2. Untuk mengetahui dan menganalisa perbedaan perbuatan melawan hukum
dalam konteks pidana dan perdata

Anda mungkin juga menyukai