Anda di halaman 1dari 113

Asuhan Keperawatan Congestive Heart Failure (CHF)

http://duniailmukeperawatan.blogspot.com/2011/10/asuhan-keperawatan-
congestive-heart.html

Wednesday, October 19, 20110 comments


CONGESTIVE HEART FAILURE (CHF)

1. KONSEP DASAR MEDIS

A. Definisi

Congestive Heart Failure (CHF)/gagal jantung adalah keadaan patofisiologik di mana jantung
sebagai pompa tidak mampu memenuhi kebutuhan darah untuk metabolisme jaringan.

B. Etiologi

Gagal jantung adalah komplikasi yang paling sering dari segala jenis penyakit jantung
congenital maupun didapat.
Keadaan-keadaan yang menyebabkan gagal jantung:

a. Kelainan otot jantung


Gagal jantung paling sering terjadi pada penderita kelainan otot jantung, menyebabkan
menurunnya kontraktilitas jantung. Kondisi yang mendasari penyebab kelainan fungsi otot
mencakup arteriosklerosis koroner, hipertensi aterial dan penyakit otot degeneratif atau
inflamasi.

b. Arteriosklerosis Koroner
Mengakibatkan disfungsi miokardium karena terganggunya aliran darah ke otot jantung.
Terjadi hipoksia dan asidosis (akibat penumpukan asam laktat). Infark miokardium (kematian
sel jantung) biasanya mendahului terjadinya gagal jantung.

c. Hipertensi sistemik atau pulmonal (peningkatan after load)


Meningkatkan beban kerja jantung dan pada gilirannya mengakibatkan hipertropi serabut otot
jantung efek hipertropi miokard dapat dianggap sebagai mekanisme kompensasi karena akan
mengakibatkan kontraktilitas jantung. Tetapi untuk alasan yang tidak jelas, hipertropi otot
jantung tidak dapat berfungsi secara normal dan akhirnya terjadi gagal jantung,

d. Peradangan dan penyakit miokardium degeneratif


Berhubungan dengan gagal jantung karena kondisi ini secara langsung merusak serabut
jantung menyebabkan kontraktilitas menurun.

e. Penyakit jantung lain


Gagal jantung dapat terjadi sebagai akibat penyakit jantung yang sebenarnya tidak secara
langsung mempengaruhi jantung. Mekanisme yang biasanya terlibat mencakup: gangguan
aliran darah melalui jantung (misal: stenosis katup semiluner), ketidakmampuan katup umum
mengisi darah (misal perikarditas konstritif atau stenosis katup Av)
f. Faktor sistemik
Terdapat sejumlah faktor yang berperan dalam perkembangan dan beratnya gagal jantung.
Meningkatnya laju metabolisme (misal: demam tindoksikosis denanemia) meningkatnya
curah jantung untuk memenuhi kebutuhan oksigen sistemik, juga dapat menurunkan suplai
oksigen ke jantung. Asidosis dan abnormalitas elektrolit dapat menurunkan kontraktilitas
jantung.

C. Manifestasi Klinik

a. Dispneu atau perasaan sulit bernafas


Ini disebabkan oleh peningkatan kerja pernafasan akibat kongesti vaskuler paru-paru yang
mengurangi kelenturan paru-paru
b. Dispnoe pada saat berbaring
Disebabkan oleh redistribusi aliran darah dan bagian-bagian tubuh yang di bawah ke arah
sirkulasi sentral.
c. Dispnoe nocturnal paroksismal atau mendadak terbangun karena dispnoe, dipacu oleh
perkembangan edema paru-paru interstitial
d. Batuk non produktif terjadi sekunder dari kongesti paru-paru terutama pada posisi
berbaring.
e. Ronchi akibat transudasi cairan paru-paru
f. Demam ringan dan keringat yang berlebihan akibat dari vasokontriksi kulit menghambat
kemampuan tubuh untuk melepas panas.
g. Kulit pucat, vasokontriksi perifer akibatnya darah dialihkan dari organ-organ non vital
demi mempertahankan fungsi ke jantung, otak, dan lain-lain.
akibat penurunan lebih lanjut dari curah jantung dan meningkatkan kadar Hb terdeteksi.h.
Sianosis
i. Kelemahan dan keletihan akibat perfusi yang kurang dari otot-otot rangka
j. terdengar/terjadi selama diastolikBunyi gallop ventrikel atau S3 awal dan disebabkan
oleh pengisian cepat pada ventrikel yang tidak luntur
jantung membesar (cardiomegali)k. Pada ECHO

D. Penatalaksanaan Medik

Tujuan dasar penatalaksanaan medik gagal jantung adalah sebagai berikut:


a. Dukung istirahat untuk mengurangi beban kerja jantung
b. Manfaatkan kekuatan dan ekstensi kontraksi jantung dengan bahan-bahan farmakologis.
c. Menghilangkan penimbunan cairan tubuh berlebihan dengan terapi diuretic, diet dan
istirahat
Terapi farmakologis:
- Glikosida jantung dan digitalis
- Diuretik
- vasodilator

E. Komplikasi

- Syok kardiogenik
- Episode tramboemboli
- Efusi dan tamponade perikardium
2. ASUHAN KEPERAWATAN

A. Riwayat Keperawatan

a. Aktivitas/istirahat
Gejala : keletihan/kelelahan terus-menerus sepanjang hari
Insomnia, nyeri dada dengan aktivitas
Dispnea pada istirahat atau pada pengerahan tenaga
Tanda : gelisah, perubahan status mental, misal: letargi
Tanda vital berubah pada aktivitas

b. Sirkulasi
Gejala : riwayat hipertensi, infark miokard baru/akut, episode gagal jantung kronik
sebelumnya, penyakit katup jantung, bedah jantung, endokaritis, SLE, anemia, syok septik,
bengkak pada kaki, telapak kaki, abdomen.
Tanda : TD: mungkin rendah (gagal pemompaan); norma (GJK ringan atau kronis) atau tinggi
(kelebihan beban cairan/peningkatan TVS)
Tekanan nadi: mungkin sempit, menunjukkan penurunan volume sekuncup frekuensi jantung:
takikardia (gagal jantung kiri)
Irama jantung: disritmia
Bunyi jantung: S3 (gallop), S4 dapat terjadi, S1 dan S2 mungkin melemah murmur sistolik
dan diastolik dapat menandakan adanya stenosis katup atau insufisiensi.
Warna: pucat, sianotik
Punggung kuku: pucat atau sianotik dengan pengisian kapiler lambat
Hepar: pembesaran/dapat teraba, refleks hepatojugularis
Bunyi nafas: kreker, ronchi
Edema: mungkin dependen, umum atau pitting, khususnya pada ekstremitas, DVJ

c. Integritas ego
Gejala : ansietas, khawatir, takut
Stress yang berhubungan dengan penyakit/keprihatinan finansial (pekerjaan/biaya perawatan
medis)
Tanda : berbagai manifestasi perilaku, misal: ansietas, marah, ketakutan, mudah tersinggung.

d. Eliminasi
Gejala : penurunan berkemih, urine berwarna gelap
Berkemih malam hari (rakturia)
Diare/konstipasi

e. Makanan/cairan
Gejala : kehilangan nafsu makan, mual/muntah
Penambahan berat badan signifikan
Pembengkakan pada ekstremitas bawah, pakaian/sepatu terasa sesak
Diet tinggi garam/makanan yang telah diproses, lemak, gula dan kafein penggunaan diuretic.
Tanda : penambahan berat badan cepat
Distensi abdomen (asites), edema (umum, dependen, tekanan, pitting)

f. Hygiene
Gejala : keletihan/kelemahan, kelelahan selama aktivitas perawatan diri
Tanda : penampilan menandakan kelalaian perawatan personal
g. Neurosensori
Gejala : kelemahan, pening, episode pingsan
Tanda : letargi, kusut pikir, disorientasi
Perubahan perilaku, mudah tersinggung

h. Nyeri/kenyamanan
Gejala : nyeri dada, angina akut atau kronis
Nyeri abdomen kanan atas, sakit pada otot
Tanda : tidak tenang, gelisah
Fokus menyempit (menarik diri), perilaku melindungi diri

i. Pernafasan
Gejala : dispnea saat aktivitas, tidur sambil duduk, atau dengan beberapa bantal.
Batuk dengan/tanpa pembentukan sputum
Riwayat penyakit paru kronis
Penggunaan penyakit paru kronis
Penggunaan bantuan pernafasan, misal: oksigen atau medikasi
Tanda : pernafasan: takipnea, nafas dangkal, pernafasan labored: penggunaan otot aksesori
pernafasan, hasal faring
Batuk: kering/nyaring/non produktif atau mungkin batuk terus-menerus dengan/tanpa
pembentukan sputum
Sputum: mungkin bersemu darah, merah mudah/berbuih (edema pulmonal)
Bunyi nafas: mungkin tidak terdengar, dengan krakles basilar dan mengi
Fungsi mental: mungkin menurun, letargi, kegelisahan
Warna kulit: pucat atau sianosis

j. Keamanan
Gejala : perubahan dalam fungsi mental
Kehilangan kekuatan/tonus otot
Kulit lecet

k. Interaksi sosial
Gejala : penurunan keikutsertaan dalam aktivitas sosial yang biasa dilakukan

l. Pembelajaran/pengajaran
Gejala : menggunakan/lupa menggunakan otot-otot jantung, misal: penyekat saluran kalsium
Tanda : bukti tentang ketidakberhasilan untuk meningkatkan

B. Pemeriksaan Fisik

Pengkajian data fokus:


Sistem pernafasan
- Hidung simetris kiri dan kanan
- Tidak terdapat pernafasan cuping, tidak terdapat sekret pada hidung
- Pembesaran kelenjar leher tidak ada
- Dada: bentuk bulat, gerakan dada simetris kiri/kanan
- Bunyi nafas bronchovesikuler
Sistem kardiovaskuler
- Konjungtiva tidak anemis, bibir sianosis
- Arteri corotis teraba
- Vena jugularis setinggi clavikula
- Suara jantung tambahan: S3 dan S4

C. Test Diagnostik

a. EKG: hipertropi atrial atau ventricular, penyimpangan aksis, iskemia dan kerusakan pola
mungkin terlihat. Disritmia, kenaikan segmen ST/T persisten 6 minggu atau lebih setelah
infark miokard menunjukkan adanya aneurisma ventrikular.
b. Sonogram (ekokardiogram, ekokardiogram dopple): dapat menunjukkan dimensi
perbesaran bilik, perubahan dalam fungsi/struktur katup atau area penurunan kontraktilitas
ventrikular.
c. Scan jantung: (multigated acquisition (MUGA): tindakan penyuntikan fraksi dan
memperkirakan gerakan dinding
d. Kateterisasi jantung: tekanan abnormal merupakan indikasi dan membantu membedakan
gagal jantung sisi kanan versus sisi kiri, dan stenosis katup atau insufisiensi.
e. Roentgen dada: dapat menunjukkan pembesaran jantung, bayangan mencerminkan
dilatasi/hipertrofi bilik, atau perubahan dalam pembuluh darah mencerminkan peningkatan
pulmonal.
f. Enzim hepar: meningkat dalam gagal/kongesti hepar
g. Elektrolit: mungkin berubah karena perpindahan cairan/penurunan ginjal, terapi diuretic
h. AGD: gagal ventrikel kiri ditandai dengan respiratorik ringan (dini) atau hipoksemia
dengan peningkatan pCO2 (akhir)
i. BUN, kreatinin: peningkatan BUN menandakan penurunan perfusi ginjal
j. HSD: mungkin menunjukkan anemia, polisitemia, atau perubahan kepekatan menandakan
retensi air
k. Kecepatan sedimentasi (ESR): mungkin meningkat, menandakan reaksi inflamasi akut

DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Penurunan curah jantung berhubungan dengan kontraktilitas miokardial ditandai dengan:


- Takikardia, disritmia, perubahan gambaran pola EKG
- Hipotensi/hipertensi
- Bunyi jantung ekstra (S3, S4)
- Penurunan haluaran urine
- Nadi perifer tidak teraba
- Kulit dingin, kusam, diaforesis
- Ortopnea, krakles, JVD, perbesaran hepar, edema, nyeri dada
Tujuan: menunjukkan tanda vital dalam batas yang dapat diterima (distrimia terkontrol atau
hilang) dan bebas gejala gagal jantung

Intervensi:
a. Auskultasi nadi perifer
Rasional : biasanya terjadi takikardia
b. Catat bunyi jantung
Rasional : irama galkop umum S3 dan S4 dihasilkan sebagai aliran darah ke dalam serambi
yang distensi
c. Palpasi nadi perifer
Rasional : penurunan curah jantung dapat menunjukkan turunnya nadi radial, popliteal,
dorsalis pedis dan posubial
d. Pantau tekanan darah
Rasional : pada CHF lanjut tubuh tidak mampu lagi mengkompensasi dan hipotensi tak dapat
normal lagi
e. Kaji kulit terhadap pucat dan sianosis
Rasional : pucat menunjukkan turunnya perfusi perifer, sianosis dapat terjadi sebagai
refraktori
f. Pantau haluaran urine
Rasional : ginjal berespon untuk menurunkan curah jantung dengan menahan cairan dan
natrium
g. Berikan istirahat psikologi dengan lingkungan tenang: menjelaskan manajemen
medik/keperawatan, membantu pasien menghindari stres
Rasional : stres emosi menghasilkan vasokontriksi yang meningkatkan tekanan darah, dan
meningkatkan frekuensi/kerja jantung
h. Berikan obat sesuai indikasi
Rasional : dengan pemberian obat dapat meningkatkan volume sekuncup, memperbaiki
kontraktilitas

2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai


oksigen/kebutuhan, kelemahan umum, tirah baring lama/immobilisasi ditandai dengan:
- Kelemahan, kelelahan
- Perubahan tanda vital, adanya disritmia
- Dispnea, pucat, berkeringat
Tujuan: klien berpartisipasi pada aktivitas yang diinginkan, memenuhi kebutuhan perawatan
diri sendiri dengan kriteria
Mencapai peningkatan toleransi aktivitas yang dapat diukur, dibuktikan menurunnya
kelemahan dan kelelahan dan tanda vital dalam batas normal selama aktivitas.

Intervensi:
a. Periksa tanda vital sebelum dan segera setelah aktivitas, khususnya bila pasien
menggunakan vasodilator, diuretik, penyekat beta.
Rasional : Hipotensi ortostarik dapat terjadi dengan aktivitas karena efek obat (vasodilatasi),
perpindahan cairan (diuretik atau pengaruh fungsi jantung.
b. Carat respons kardiopulmonal terhadap aktivitas, catat disritmia. dispnea. berkeringat,
pucat.
Rasional : Penurunan atau ketidakmampuan miokardium untuk meningkatkan volume
sekuncup selama aktivitas, dapat menyebabkan peningkatan segera pada frekuensi jantung
dan kebutuhan oksigen, juga peningkatan kelelahan dan kelemahan.
c. Kaji prespirator/penyebab kelemahan contoh pengobatan, nyeri, obat
Rasional : Kelemahan adalah efek samping beberapa obat. Nyeri dan program penuh stres
juga memerlukan energi dan menyebabkan kelemahan.
d. Evaluasi peningkatan intoleran aktivitas
Rasional : Dapat menunjukkan peningkatan dekompensasi jantung daripada kelebihan
aktivitas.
e. Berikan bantuan dalam aktivitas perawatan diri sesuai indikasi. Selingi periode aktivitas
dengan periode istirahat,
Rasional : Pemenuhan kebutuhan perawatan diri pasien tanpa mempengaruhi stres
miokard/kebutuhan oksigen berlebihan.
f. Implementasikan program rehabilitasi jantung/aktivitas.
Rasional : Peningkatan bertahap pada aktivitas menghindari kerja jantung/konsumsi oksigen
berlebihan. Penguatan dan perbaikan fungsi jantung di bawah stres, bila disfungsi jantung
tidak dapat membaik kembali.

3. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan menurunnya laju filtrasi glomerulus


(menurunnya curah jantung)/meningkatnya produksi ADH dan retensi natrium/air ditandai
dengan:
- Ortopnea, bunyi jantung S3
- Oliguria, edema, DVJ, refleks hepatojugular positif
- Peningkatan berat badan, hipertensi
- Distres pernafasan, bunyi jantung abnormal
Tujuan: mendemonstrasikan volume cairan stabil dengan keseimbangan masukan dan
pengeluaran, bunyi nafas bersih/jelas, tanda vital dalam rentang yang dapat diterima, berat
badan stabil dan tidak ada edema.

Intervensi:
a. Pantau haluaran urine, catat jumlah dan warna saat hari di mana diuresis terjadi.
Rasional : Haluaran urine mungkin sedikit dan pekat karena penurunan perfusi ginjal.
b. Pantau/hitung keseimbangan pemasukan dan pengeluaran selama 24 jam.
Rasional : Terapi diuretik dapat disebabkan oleh kehilangan cairan tiba-tiba/berlebihan
(hipovolemia) meskipun edema atau asites masih ada.
c. Pertahankan duduk atau tirah baring dengan posisi semi Fowler selama fase akut.
Rasional : Posisi telentang meningkatkan filtrasi ginjal dan menurunkan produksi ADH
sehingga meningkatkan diuresis.
d. Buat jadwal pemasukan cairan
Rasional : Melibatkan pasien dalam program terapi.
e. Timbang berat badan tiap hari
Rasional : Catat ada atau tidak hilangnya edema sebagai respons terhadap terapi
f. Kaji distensi leher dan pembuluh perifer. Lihat area tubuh dependen untuk edema dengan
atau tanpa pitting; catat adanya edema tubuh umum (anasarka).
Rasional : Retensi cairan berlebihan dapat dimanifestasikan oleh pembendungan vena dan
pembentukan edema. Edema perifer mulai pada kaki atau mata kaki. Edema pitting adalah
gambaran secara umum hanya setelah retensi.
g. Auskultasi bunyi napas, catat penurunan dan/atau bunyi tambahan
Rasional : Kelebihan volume cairan sering menimbulkan kongesti paru
h. Pantau TD dan CVP
Rasional : Hipertensi dan peningkatan CVP menunjukkan kelebihan volume cairan dan dapat
menunjukkan terjadinya peningkatan kongesti paru, gagal jantung.
i. Pemberian obat sesuai indikasi
Rasional : dengan pemberian obat yang benar akan membantu proses penyembuhan.

4. Risiko tinggi gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran kapiler-
alveolus.
Tujuan: Mendemonstrasikan ventilasi dan oksigenasi adekuat pada jaringan ditunjukkan oleh
GDA/oksimetri dalam rentan normal dan bebas gejala distress pernafasan

Intervensi:
a. Auskultasi bunyi napas, catat krekels, mengi.
Rasional : menyatakan adanya kongesti paru/pengumpulan sekret menunjukkan kebutuhan
untuk intervensi lanjut.
b. Anjurkan pasien batuk efektif, napas dalam
Rasional : Membersihkan jalan napas dan memudahkan aliran oksigen.
c. Dorong perubahan posisi sering.
Rasional : membantu mencegah atelektasis dan pneumonia.
d. Pertahankan duduk di kursi/tirah baring dengan kepala tempat tidur tinggi 20-30 derajat,
posisi semi Fowler. Sokong tangan dengan bantal.
Rasional : menurunkan konsumsi oksigen/kebutuhan dan meningkatkan inflamasi paru
maksimal
e. Pantau/gambarkan seri GDA, nadi oksimetri.
Rasional : Hipoksemia dapat menjadi berat selama edema paru. Perubahan kompensasi
biasanya ada pada GJK kronis.
f. Berikan oksigen tambahan sesuai indikasi.
Rasional : Meningkatkan konsentrasi oksigen alveolar, yang dapat memperbaiki/menurunkan
hipoksemia jaringan.
g. Berikan obat sesuai indikasi
Rasional : membantu proses penyembuhan .

5. Kurang pengetahuan mengenai kondisi, program pengobatan berhubungan dengan kurang


pemahaman/kesalahan persepsi tentang hubungan fungsi jantung/ penyakit/gagal ditandai
dengan:
- Pertanyaan
- Pernyataan masalah/kesalahan persepsi
- Terulangnya episode GJK yang dapat dicegah
Tujuan: mengidentifikasi hubungan terapi (program pengobatan) untuk menurunkan episode
berulang dan mencegah komplikasi

Intervensi:
1. Diskusikan fungsi jantung normal, meliputi informasi sehubungan dengan perbedaan
pasien dari fungsi normal. Jelaskan perbedaan antara serangan jantung dan GJK
Rasional : pengetahuan proses penyakit dan harapan dapat memudahkan ketaatan pada
program pengobatan
2. Kuatkan rasional pengobatan
Rasional : pemahaman program, obat dan pembatasan dapat meningkatkan kerjasama untuk
mengontrol gejala.
3. Diskusikan pentingnya menjadi seaktif mungkin tanpa menjadi kelelahan, dan istirahat di
antara aktivitas.
Rasional : Aktivitas fisik berlebihan dapat berlanjut menjadi melemahkan jantung,
eksaserbasi kegagalan.
4. Diskusikan obat, tujuan dan efek samping. Berikan instruksi secara verbal dan tertulis.
Rasional : Pemahaman kebutuhan terapeutik dan pentingnya upaya pelaporan efek samping
dapat mencegah terjadinya komplikasi obat.
5. Anjurkan makan diet pada pagi hari.
Rasional : Memberikan waktu adekuat untuk efek obat sebelum waktu tidur untuk
mencegah/membatasi menghentikan tidur.
6. Jelaskan dan diskusikan peran pasien dalam mengontrol faktor risiko dan faktor.
Rasional : Menambahkan pada kerangka pengetahuan dan memungkinkan pasien untuk
membuat keputusan berdasarkan informasi sehubungan dengan kontrol kondisi dan
mencegah berulang/komplikasi.
7. Bahas ulang tanda/gejala yang memerlukan perhatian medik cepat, contoh edema, demam,
hemoptisis.
Rasional : Pemantauan sendiri meningkatkan tanggung jawab pasien dalam pemeliharaan
kesehatan dan mencegah komplikasi.
8. Berikan kesempatan pasien/orang terdekat untuk bertanya.
Rasional : Kondisi kronis dan berulang/menguatnya kondisi GJK sering melemahkan
kemampuan koping dan kapasitas dukungan pasien dan orang terdekat.
9. Tekankan pentingnya melaporkan tanda/gejala toksisitas digitalis.
Rasional : Pengenalan dini terjadinya komplikasi dan keterlibatan pemberi perawatan dapat
mencegah toksisitas/perawatan di rumah sakit
BAB I konsep dasar http://doviziosodoviziosoandrea478.blogspot.com/

BAB I

KONSEP DASAR

A. PENGERTIAN

Gagal jantung adalah keadaan patofisiologik dimana jantung sebagai pompa tidak mampu

memenuhi kebutuhan darah untuk metabolisme jaringan.

(Price Sylvia A. 1994 : 583)

Gagal jantung adalah suatu keadaan patofisiologik berupa kelainan fungsi jantung

sehingga tidak mampu memompa darah untuk memenuhi kebutuhan metabolisme

jaringan dan kemampuannya ada kalau disertai peninggian volume diastolic secara

abnormal.(Mansjoer, 1999 Jilid I : 423).

Gagal jantung (dikenal juga sebagai insufisiensi krodiak) adalah keadaan dimana jantung

sudah tidak mampu lagi memompa darah untuk memenuhi kebutuhan tubuh. (C. Long,

1996 Vol. 2 : 579).

Gagal jantung adalah suatu keadaan patofisiologik adanya kelainan fungsi jantung

berakibat jantung gagal memompa darah untuk memenuhi kebutuhan metabolisme

jaringan dan atau kemampuannya hanya ada kalau disertai peninggian tekanan pengisiann

ventrikel kiri. (Noer, 1996 : 975).

Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa gagal jantung adalah keadaan dimana
jantung sudah tidak mampu memompa darah sesuai dengan kebutuhan tubuh dan
kemampuannya hanya ada kalau disertai dengan peningkatan tekanan pengisian ventrikel
kiri.
B. PENYEBAB

Faktor predisposisi gagal jantung adalah penyakit yang dapat menyebabkan penurunan

fungsi ventrikel (seperti penyakit arteri koroner, hipertensi, kordiomiopati) penyakit

penyakit pembuluh darah dan keadaan yang membatasi pengisian ventrikel (stenosis

mitral kardiomiopati atau penyakit mio kardial).Faktor pencetus termasuk meningkatan

asupan garam. Ketidakpatuhan menjalani pemgobatan gagl jantung , infark miokard akut,

serangan hipertensi, aritmia akut, infeksi atau demam emboli paru, anemia, tiroksitosis,

kehamilan dan endokarditis infektis (Mansjoer, 1999 Jilid I : 434).

C. TANDA dan GEJALA

Berdasarkan bagian jantung yang mengalami pemompaan gagal jantung terbagi menjadi

gagal jantung kiri dan kanan. Pada gagal jantung kiri terjadi olyspnea effort, batuk,

pembesaran jantung, irama derap bunyi S2 dan S4, pernafasan Cheyne stokes, takikardi

dan kongesti vena pulmonalis. Pada gagal jantung kanan terjadi fatique colema, anoreksia

dan lambung. Pada pemeriksaan fisik biasa didapatkan hiperteofi jantung kanan, irama

derap atrium kanan, tanda-tanda penyakit paru kronik, tekanan vena jugularis meningkat,

asites hidrotorak, peningkatan tekanan vena, hepotomigali dan edemapitting,

kandiomegali, sedangkan pada gagl jantung kongestif terjadi manifestasi gabungan antara

gagal jantung kiri dan kanan.

D. PATOFISIOLOGI

Mekanisme yang mendasari gagal jantung meliputi gangguan kemampuan kontraktifitas

jantung yang menyebabkan curah jantung lebih rendah dari curah jantung normal CO =

HR x SV dimana curah jantung (CO = Cardiac Output) adalah fungsi frekuensi jantung

(HR = Heart Rate) volum sekuncup (SV = Stroke Volume).


Frekuensi jantung adalah fungsi system saraf otonom. Bila curah jantung berkurang,

sistemik saraf simpatis akan mempercepat frekuensi jantung untuk mempertahankan diri

untuk mempertahankan curah jantung. Tetapi pada gagal jantung pada masa itu utama

kerusakan dan tekanan serabut otot jantung volume sekuncup berkurang dan Scurah

jantung normal masih dapat dipertahankan. Volume sekuncup jumlah darah yang dipompa

pada saat kontraksi tergantung pada tiga factor yaitu preload, kontraktifitas dan overload.

CO yang tidak adekuat memicu beberapa respon kompensasi yang berusaha untuk

mempertahankan fungsi dua kali orang-orang tubuh vital.Respon awal adalah stimulus

kepada setiap saraf simpatis yang menimbilkan dua pengaruh utama yaitu meningkatkan

kecepatan dan kekuatan kontraksi miocorsium dan vasokonstriksi perifer. Vasokontriksi

perifer menggeser kea rah darah arteri ke organ-organ yang kurang vital seperti kulit

dalam ginjal dan juga ke organ-organ lain seperti otot. Kontraksi vena meninggalkan

peregangan serabut otot cardium meningkatkan kontraktilitas.

Pada respon berdampak perbaikan terhadap kardiak, namun selanjutnya meningkatkan

kebutuhan O2 untuk miokarsium dibawah garis kemampuan kontraksi. Bila orang tidak

berada dalam kekurangan cairan untuk memulai status peningkatan volume ventrikel

dengan mempercepat preload dan kegagalan komponer.

Jenis kompensasi yang kedua terdiri dari pengaktifan system renin angiotensin,

penurunan darah dalam ginjal dan dampak dari kecepatan filtrosi glomerolus memicu

terlepasnya renin yang terinfeksi dengan angiotensin I dan II yang selanjutnya berdampak

vasokontriksi perifer dan peningkatan reabsorbsi Na dan H2O oleh ginjal. Kejadian ini

meningkatkan volume dan mempertahankan tekanan dalam waktu singkat. Namun

menimbulkan tekanan baik preload maupun afterload pada waktu jangka panjang.
Pada permulaan sebagian dari jantung mengalami kegagalan jantung dimulai dari vntrikel

kiri. Namun karena kedua ventrikel merupakan bagian dari system ventrikel, maka

ventrikel manapun dapat mengalami kegagalan. Gejala-gejala kegagalan jantung

merupakan dampak dari CO dan kongesti yang terjadi pada system vena atau sisetem

pulmonal atau system lainnya (Long, 1996 : 580).

F. FOKUS PENGKAJIAN

Fokus pengkajia pada pasien dengan gagal jantung.

Pengamatan terhadap tanda-tanda dan gejala kelebihan cairan sistematik dan pulmonal.

Semua tanda-tanda yang menunjukkan harus dicatat dan dilaporkan kepada dokter.

a. Pernafasan

Auskultasi pada interval yang sering untuk menentukan ada atau tidaknya krakles dan

mengi, catat frekuensi dan kedalaman bernafas.

b. Jantung

Auskultasi untuk mengetahui adanya bunyi bising jantung S3 dan S4, kemungkinan

cara pemompaan sudah mulai gagal.

c. Tingkat kesadaran

d. Perifer

Kaji bagian tubuh pasien yang mengalami edema dependen dan hepar untuk

mengetahui reflek hepatojugular (RHJ) dan distensi vena jugularis (DVJ).

e. Haluaran Urine ukur dengan teratur.


Data dasar pengkajian pasien :

1. Bernafas dengan normal

Dyspnea saat aktifitas, tidur, duduk, batuk denagn atau tanpa sputum, riwayat

penyakit paru kronis, penggunaan bantuan pernafasan, takipnea, nafas dangkal.

Tanda : Batuk kering/ nyring/ non produktif atau terus menerus dengan atau tanpa

pembentukan sputum, mungkn bersama darah warna merah muda atau berbuih

(edema pulmonal).

Bunyi nafas : Mungkin tidak terdengar, krakles, mengi.

Fungsi mental : Mungkin menurun, letargi, kegelisahan

Warna kulit : Pucat atau sianosis

2. Nutrisi

Kehilangan nafsu makan, mual, muntah, peningkatan BB signifikan, pembengkakan

pada ekstermitas bawah, otot tinggi garam atau makanan yang telah diproses, lemak,

gula dan kafein.

Tanda : Penambahan BB dengan cepat, distensi abdomen (asites), edema.

3. Eliminasi

Penurunan berkemih, urine berwarna gelap, berkemih pada malam hari, diare atau

konstipasi.

4. Berpakaian
5. Personal Hygiene

Keletihan/ kelemahan saat aktifitas perawatan diri, penampilan menandakan kelalaian

perawatan diri.

6. Gerak dan keseimbangan

Keletihan, kelemahan terus menerus sepanjang hari, nyeri sesuai dengan aktifitas.

7. Istirahat dan tidur

Insomnia, dyspnea pada saat istirahat atau pada saat pengerahan tenaga

8. Temperatur suhu dan sirkulasi

Riwayat hipertensi, IM baru/ akut, episode GJK sebelumnya, penykit katup jantung,

bedah jantung, endokarditis, anemia, syok septic, TD mungkin rendah, normal atau

tinggi, frekuensi jantung, irama jantung, sianosis, bunyi nafas, edema.

9. Rasa aman dan nyaman

Nyeri dada, angina akut atau kronis, nyeri abdomen kanan atas, sakit pada otot, tidak

tenang, gelisah.

10. Berkomunikasi dengan orang lain

Marah, ketukan, mudah tersinggung

11. Bekerja

Dyspnea pada saat beraktifitas


12. Spiritual

Sesuai kepercayaan yang diakuinya

13. Belajar

Menggunakan/ lupa menggunakan obat-obat penyakit jantung.

14. Rekreasi

Tidak dapat dilakukan, pasien hanya beristirahat.

(Doenges, 1999 : 52-54).

G. FOKUS INTERVENSI

1. Penurunan curah jantung b.d perubahan kontraktilitas miokard

Tujuan : menunjukkan TTV dalam batas yang diterima, penurunan episode dyspnea

angina (melapor).

Intervensi :

a. Auskultasi nadi apical, kaji frekuensi dan irama jantung

b. Catat bunyi jantung

c. Palpasi nadi perifer

d. Kaji kulit terhadap sianosis dan pucat

e. Berikan lingkungan yang nyaman dan tenang


2. Intoleransi aktifitas b.d ketidakseimbangan antara suplai O2 dengan kebutuhan dan

kelemahan fisik.

Tujuan : Berpartisipasi pada aktifitas yang diinginkan, memenuhi kebutuhan diri

sendiri mencapai peningkatan toleransi aktifitas yang dapat diukur, dibuktikan oleh

menurunnya kelemahan dan kelelahan dan tanda vital selama beraktifitas.

Intervensi :

a. Periksa TTV sebelum dan sesudah aktifitas, khususnya bila pasien menggunakan

vasolidator, diuretic.

Catat respon kardiopulmonal terhadap aktifitas, catat takikardi, distrimia,dyspnea,

berkeringat, pucat.

c. Kaji presipitator/ penyebab kelemahan contoh : pengobatan, nyeri, obat.

d. Evaluasi peningkatan intoleransi aktifitas.

e. Berikan bantuan dalam aktifitas perawatan diri sesuai dengan indikasi.

3. Kelebihan volume cairan b.d menurunnya laju filtrasi glomerolus (GFR).

Tujuan : Keseimbangan masukan dan keluaran, bunyi nafas bersih, TTV dalam

rentang yang dapat diterima, BB stabil, edema tidak ada. Menyatakan pemahaman

tentang pembatasan cairan individual.

Intervensi :

a. Pantau haluaran urine


b. Pantau/ hitung keseimbangan pemasukan dan pengeluaran 24 jam.

c. Pertahankan duduk/ posisi semi fowler selama fase akut

d. Auskultasi bunyi nafas, catat penurunan dan atau bunyi tambahan.

e. Pantau TD dan VP (bila ada).

4. Resti gangguan/ kerusakan pertukaran gas b.d penurunan curah jantung, perubahan

membrane kapiler alveolus dan edema paru.

Tujuan : Mendemonstrasikan ventilasi O2 adekuat.

Intervensi :

a. Auskultasi bunyi nafas, catat crakles, mengi.

b. Anjurkan pasien untuk batuk efektif

c. Dorong perubahan posisi sering

d. Kolaborasi pemberian diuretic

5. Resti terhadap kerusakan intregitas kulit b.d tirah baring lama, edema, penurunan

perfusi jaringan kerusakan kulit.

Intervensi :

a. Lihat kulit, catat penonjolan tulang, adanya edema, area sirkulasinya

terganggu/ pigmentasi.

b. Pijat area kemerahan atau memutih


c. Ubah posisi sering

d. Berikan perawatan kulit sering, meminimalkan dengan kelembaban.

6. Kurang pengetahuan pola hidup/ perilaku yang perlu.

Intervensi :

a. Diskusikan fungsi jantung normal

b. Diskusikan obat/ tujuan pemberian obat dan efek samping

c. Berikan kesempatan untuk menanyakan, mendiskusikan masalah dan

membuat perubahan pola hidup.

d. Bahas ulang tanda dan gejala yang memerlukan perhatian medic cepat.

Diposkan oleh askep CHF di 18.49 Tidak ada komentar:

BAB II resume

BAB II

RESUME KEPERAWATAN

Pengkajian dilakukan oleh Andri Priatmaka pada tanggal 22 Juni 2008 di ruang

Handayani RSU Purbowangi Gombong sebagai berikut :

A. PENGKAJIAN

1. Identitas pasien

Pasien bernama Tn. P, 28 tahun, agama islam, Purwodadi Tambak, pekerjaan

penjaga rumah, diagnosa medis CHF, tanggal masuk 18 Juni 2008 pukul 15.30 WIB.
2. Riwayat Kesehatan

Keluhan utama nyeri. Pasien datang ke RSU PKU Purbowangi Gombong

melalui IGD dengan kesadaran composmentis, keadaan umum baik, terpasang infuse

RL. Saat dikaji pada tanggal 22 Juni 2008 pasien mengatakan nyeri pada dada tetapi

hilang timbul, skala nyeri 5, nyeri seperti ditusuk - tusuk, nyeri timbul bila pasien

bergerak, nyeri dating tiba-tiba kemudian menghilang. TTV : TD : 110/80 mmHg, N :

88x/menit, S : 36,5 C, RR : 36x/menit.

Dari riwayat kesehatan dahulu pasien mengatakan 1 tahun yang lalu pernah

menderita penyakit yang sama dan dirawat di RS.

Dari riwayat kesehatan keluarga pasien mengatakan Bapak pasien pernah mengalami

sakit seperti yang dialami pasien

B. FOKUS PENGKAJIAN

Dari pengkajian pola istirahat tidur pasien mengatakan tidur 6-8 jam perhari karena

keadaan ruangan yang ramai.

Dari kebutuhan rasa aman dan nyaman pasien mengatakan merasakan aman ketika bersama

keluarga dan merasa tidak nyaman ketika nyeri timbul.

Dari pola personal hygiene pasien mengatakan dapat merawat diri sendiri dengan mandi 2x

perhari, gosok gigi 2x sehari, potong kuku seminggu sekali, keramas 2x seminggu.

Dari kebutuhan belajar pasien bertanya kepada keluarga, perawat, dokter dan orang lain.

Dari pemeriksaan fisik keadaan umum pasien baik, kesadaran composmentis, TD: 110/80

mmHg, N: 88104x permenit, S: 36,5 C, R: 28x permenit.


Ekstermitas atas sebelah kanan terpasang infus D5%.

Mulut: gigi terlihat bersih, dada terdengar bunyi jantung S3 (Galilop) pada dada sebelah kiri.

Dari pemeriksaan penunjang yaitu pemeriksaan laboratorium tanggal 20 Juni 2008


didapatkan hasil normal, pasien mendapat terapi oral digoxsin 0,25mg 2x setelah tablet,
zypras 0,5 mg 2x1 tablet, flurinucil syrup 3x1 cth.

Injeksi: rantin 2x1 ampul, lasix 1x1 ampul.

Cairan infus RL.

C. ANALISA DATA

1.Data subyektif: Pasien mengatakan nyeri pada dadanya dengan skala nyeri 5

Data obyektif: Ekspresi wajah meringis menahan sakit, pasien menunjukkan lokasi nyerinya.

P: nyeri timbul bila pasien bergerak

Q: nyeri seperti ditusuk-tusuk

R: pada dada sebelah kiri

S: skala nyeri 5

T: nyeri hilang timbul dan datangnya tiba-tiba

Masalah keperawatan yang muncul nyeri akut.

2. Data subyektif: pasien terpasang infus dan tanda-tanda infeksi tidak muncul, S: 36,5C,

jumlah leukosit normal.

Masalah keperawatan yang muncul resiko tinggi infeksi dengan etiologi port de entre.
3. Data subyektif: pasien mengatakan tidak tahu tentang penyakit yang dideritanya.

Data obyektif: pasien bertanya-tanya tentang penyakitnya, pasien tampak bingung.

Masalah keperawatan yang muncul kurang pengetahuan tentang penyakitnya dengan etiologi

kurang informasi.

D. PRIORITAS DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Nyeri akut berhubungan dengan ischemia

2. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan port de entre

3. Kurang pengetahuan tentang penyakitnya berhubungan dengan kurang informasi

E. INTERVENSI, IMPLEMENTASI DAN EVALUSI

Penulis menggabungkan intervensi, implementasi dan evaluasi untuk memudahkan pembaca

dalam memahami penulisan ini.

1. Nyeri akut berhubungan dengan ischemia

Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam diharapkan nyeri dapat

terkontrol dengan kriteria hasil: nyeri terkontrol, ekspresi wajah tenang, kemudian rencana

tindakannya adalah monitor tanda-tanda vital, kaji skala, frekuensi dan intensitas nyeri,

ajarkan teknik relaksasi, ciptakan lingkungan yang nyaman, kolaborasi pemberian analgetik.

Implementasi yang dilakukan 23 Mei 2008 adalah mengkaji keadaan umum pasien,

mengukur TTV, mengkaji skala intensitas dan frekuensi nyeri.


Evaluasi dilakukan pada tanggal 23 Mei 2008 pukul13.30 WIB dengan masalah nyeri

berhubungan dengan ischemia sudah agak berkurang atau sudah terkontrol dengan data

subyektif : pasien mengatakan nyeri dapat terkontrol atau berkurang kemudian data obyektif

pasien tampak tenang, sksla nyeri berkurang menjadi 3, TD: 100/70mmHg, N: 104x/menit, S:

36,5C, RR: 28x/menit. Untuk planning selanjutnya adalah : kurangi aktifitas pasien,

anjurkan pasien untuk istirahat cukup.

2.Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan port de entre

Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam diharapkan tanda-tanda

infeksi tidak muncul dengan criteria hasil : tanda-tanda infeksi tidak muncul, tanda-tanda

vital dalam batas normal, kemudian rencana tindakannya adalah : monitor tanda-tanda vital,

kaji tanda-tanda infeksi, cuci tangan sebelum dan sesusdah melakukan tindakan, batasi

pengunjung, pertahankan teknik septik anti septic, kolaborasi pemberian antibiotic.

Implementasi yang dilakukan pada pukul 08.00 WIB mengukur tanda-tanda vital,

mengobservasi tanda-tanda infeksi.

3. Kurang pengetahuan tentang penyakitnya berhubungan dengan kurang informasi.

Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam diharapkan pasien paham

dan mengertti tentang penyakitnya dengan kriteria hasil : pasien terlihat tenang, kemudian

rencana tindakannya adalah : kaji pengetahuan pasien tentang penyakitnya, berikan informasi

tentang penyakit dan penatalaksanaanya dengan bahasa yang mudah dipahami, lakukan

penkes.
Implementasi yang dilakukan pada pukul 09.45 WIB mengkaji pengetahuan pasien tentang

penyakitnya pukul 10.00 WIB melakukan kontrak untuk penkes, pukul 10.15 WIB

melakukan penkes (SAP dilampirkan).

Evaluasi masalah kurang pengetahuan tentang penyakitnya berhubungan dengan kurang

informasi teratasi dengan data subyektif : pasien mengatakan sudah tahu tentang penyakitnya,

data obyektif : pasien terlihat tenang, pasien tidak bertanya-tanya lagi tentang penyakitnya.

Diposkan oleh askep CHF di 18.47 Tidak ada komentar:

BAB III

BAB III

PEMBAHASAN

Dalam bab ini penulis akan membahas definisi, pengkajian, analisa data, diagnosa

keperawatan, perencanaan pelaksanaan, evaluasi dan rasional tindakan-tindakan perawatan

yang dilakukan.

1. Nyeri berhubungan dengan ischemia

Nyeri akut adealah keadaan dimana individu mengalami dan melaporkan adanya rasa

ketidaknyamanan atau adanya serangan mendadak atau pelan yintensitasnya dari ringan

sampai berat yang dapat diantisipasi dengan akhir yang dapat diprediksikan dengan durasi

kurang dari 6 bulan (Carpenito, 2001; Nanda, 2001).

Penulis menyadari terdapat ketidakcocokan antara keluhan utama saat dikaji dan masalah

keperawatan yang muncul. Yang seharusnya keluhan utamanya itu adalah nyeri bukan sesak

nafas. Penulis mengangkat diagnosa tersebut karena pasien mengatakan nyeri pada dada

sebelah kiri. Batasan karakteristik : laporan secara verbal atau non verbal, posisi antalgic
untuk menghindari nyeri, gerakan melindungi gangguan tidur (mata sayu, tampak capek, sulit

atau gerakan kacau, menyeringai), menarik bila disentuh (Carpenito, 2001; Nanda, 2001 :

123).

Diagnosa ini muncul karena penulis menemukan data subyektif: pasien mengatakan nyeri

pada dada sebelah kiri dengan skala nyeri 5, nyeri seperti ditusuk-tusuk, nyeri timbul bila

pasien bergerak atau aktivitas, nyeri dating tiba-tiba, data obyektif: ekspresi wajah meringis

menahan sakit dan pasien menunjukkan lokasi nyerinya.

Diagnosa nyeri diprioritaskan pertama karena yang dikeluhkan pasien pada saat itu adalah

nyerinya, dan apabila tidak segera diatasi akan mengganggu aktivitas pasien dan mengganggu

rasa nyaman pasien.

Diagnosa nyeri diangkat dengan mempertimbangkan nyeri yang dirasakan pasien dan akan

mengganggu pasien jika tidak segera diatasi.

Untuk mengatasi masalah ini penulis melakukan tindakan-tindakan :

a. Mengukur tanda-tanda vital, mengkaji skala, frrekuensi dan intensitas nyeri.

Hal ini didukung oleh Doengoes, 2000 yaitu jika terjadi nyeri akan diikuti peningkatan

tekanan darah dan nadi. Pada pengkajian didapatkan skala nyeri 5 kekuatan, dengan mengkaji

tanda-tanda vital, mengkaji skala nyeri, tanda-tandanya serta penanganan yang tepat.

b. Melatih teknik relaksasi (melatih nafas dalam)

Hal ini didukung oleh Doengoes, 2000 yaitu dengan teknik relaksasi akan membuat otot-otot

menjadi rileks sehingga dapat mengurangi nyeri.


Kekuatan : dengan dilakukan teknik nafas dalam diharapkan nyeri berkurang atau dapat

terkontrol.

c. Menciptakan lingkungan yang tenang

Kekuatan : dengan lingkungan yang tenang diharapkan pasien dapat mencukupi waktu

istirahat seperti saat tidak sakit atau dirumah.

d. Kolaborasi pemberian analgetik.

Evaluasi dilakukan pada tanggal 23 Juni 2008 pukul 13.30 WIB dengan masalah nyeri

berhubungan dengan ischemia, masih terjadi dengan data subyektif : pasien mengatakan nyeri

berkurang atau dapat terkontrol dengan skala nyeri 3,kemudian data obyektif : ekspresi wajah

tenang, skala nyeri berkurang menjadi 3. TD : 110/80 mmHg, N : 88x/menit, S : 36C, RR :

24x/menit.

Hal ini didukung oleh Carpenito, 2001 : 45 yaitu memperlihatkan bahwa orang lain

membenarkan nyeri itu ada, menghubungkan pengurangan nyeri setelah melakukan tindakan

peredaan rasa nyeri yang memuaskan, rencana masalah nyeri teratasi sebagian, intervensi

dilanjutkan yaitu : kurangi aktifitas pasien, anjurkan untuk istirahat cukup.

2. Resiko Tinggi Infeksi Berhubungan dengan Pintu Masuk Organisme (port de entree)

Resiko tinggi infeksi adalah keadaan dimana seorang individu beresiko terserang oleh agen

pathogen dan oportunis (virus, jamur, bakteri, protozoa atau parasit lain) dari sumber-sumber

eksternal, sumber-sumber endogen dan eksogen (Carpenito, 2001 : 204).


Batasan karakteristik mayor terdapatnya tanda-tanda infeksi (dolor, rubor, kalor, tumor dan

fungsiolaesa) batasan karakteristik minor terjadi peningkatan suhu tubuh lebih dari 37 C,

terjadi peningkatan tekanan darah, nadi dan kemungkinan respirasi (Carpenito, 2001 : 205).

Diagnosa tersebut ditegakkan karena penulis menemukan tanda-tanda sebagai berikut : data

subyektif : terpasang infus, tanda-tanda infeksi tidak muncul S : 36C.

Diagnosa ini dijadikan diagnosa ke dua karena bila masalah tersebut tidak diatasi segera

maka kemungkinan akan terjadi infeksi sehingga akan menimbulkan masalah baru dan

memperlambat proses penyembuhan.

Untuk mengatasi masalah ini penulis melakukan tindakan-tindakan :

a. Memonitor tanda-tanda vital

Hal ini dilakukan agar penulis dan keluarga mengetahui tanda-tanda vital dan tanda-tanda

infeksi (Carpenito, 2001 : 205). Dengan hasil tekanan darah 120/80 mmHg, RR : 22x/menit,

S : 36 C, N : 76x/menit. Kekuatan : penulis dapat mengetahui perkembangan atau tanda-

tanda infeksi seperti peningkatan nadi dan suhu.

b. Mengkaji tanda-tanda infeksi dan peradangan

Kekuatan : dapat mengetahui perkembangan atau tanda-tanda infeksi dan peradangan,

kelemahan : jika tidak dilaksanakan tidak diketahui tanda-tanda dari infeksi atau peradangan

yang dapat mengakibatkan atau mengacu terjadinya infeksi.

c. Tingkatkan cuci tangan sebelum dan sesudah melakukan perawatan atau tindakan.

Hal ini dilakukan untuk mencegah kontaminasi silang atau kolonisasi bacterial.
d. Membatasi pengunjung

Membatasi pemajanan pada bakteri atau infeksi. Perlindungan isolasi dapat dibutuhkan pada

anemia aplastik, bila respon imun sangat terganggu.

e. Pertahankan teknik septik antiseptik

Hal ini dilakukan untuk menurunkan resiko kolonisasi/infeksi bakteri.

f. Kolaborasi pemberian antibiotik

Antibiotik yang diberikan yaitu Ampicillin 3x1gr. Ampicillin mengandung antibiotic yang

bekerja menghambat dinding sel bakteri sehingga dapat mencegah terjadinya infeksi

(Theodorus, 1996 : 13) sehingga dapat mencegah timbulnya infeksi.

Hal ini dilakukan sesuai intruksi untuk mengobati infeksi yang terjadi dengan diberikannya

obat antibiotic dapat mempercepat proses penyembuhan (Doengoes,2000 : 725).

Evaluasi pada masalah resiko tinggi infeksi berhubungan dengan pintu masuk

mikroorganisme tidak terjadi denga data obyektif : tanda-tanda infeksi tidak muncul, infuse

dilepas, tanda-tanda vital dalam batas normal.

Hal ini didukung oleh Carpenito, 2001 : 206 dengan criteria hasil yaitu memperlihatkan

teknik cuci tangan yang sangat cermat pada waktu pulang, bebas dari proses infeksi

nosokomial selama perawatan di RS, memperlihatkan pengetahuan tentan faktor resiko yang

berkaitan dengan infeksi dan melakukan tindakan pencegahan yang tepat untuk mencegah

infeksi.

Sedangkan diagnosa yang tidak muncul adlah :


a. Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan kontraktilitas jantung.

Perubahan curah jantung adalah keadaan dimana seseorang individu mengalami penurunan

jumlah darah yang dipompakan oleh jantung mengakibatkan gangguan fungsi jantung

(Carpenito, 2001 : 44).

Diagnosa ini tidak muncul karena penulis hanya terfokus pada nyerinya saja, yang

seharusnya diagnosa ini muncul karena pasien mengalami kegagalan jantung, dimana jantung

gagal melakukan fungsinya sehingga terjadi penurunan kontraktilitas jantung sehingga terjadi

penurunan curah jantung.

b. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan retensi natrium dan air atau menurunnya

laju filtrasi glomerulus.

Kelebihan volume cairan adalah keadaan dimana seorang individu mengalami atau beresiko

mengalami kelebihan cairan intraseluler atau intertitial (Carpenito, 2001 : 142).

Diagnosa ini tidak muncul karena pasien tidak mengalami tanda-tanda kelebihan volume

cairan seperti edema.

c. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan edema

Diagnosa ini tidak diangkat oleh penulis karena data yang ada tidak mendukung untuk

mengangkat diagnosa tersebut. Itegritas kulit masih baik, tidak ada kemerahan, turgor kulit

baik.

3. Kurang Pengetahuan tentang Penyakitnya Berhubungan dengan Kurang Informasi


Kurang pengetahuan adalah suatu keadaan dimana seorang individu atau kelompok

mengalami defisiensi pengetahuan kognitif atau ketrampilan. Ketrampilan psikomotor

berkenaan dengan kondisi atau rencana pengobatan (Carpenito, 2001 : 223).

Batasan karakteristik mayor mengungkapkan kurang pengetahuan atau ketrampilan-

ketrampilan/permintaan informasi, mengekspresikan suatu ketidakakuratan persepsi status

kesehatan, melakukan dengan tidak tepat perilaku kesehatan yang dianjurkan atau yang

diinginkan. Batasan karakteristik minor kurang integritas tentang rencana pengobatan ke

dalam aktifitas sehari-hari, memperlihatkan atau mengekspresikan perubahan psikologis

mengakibatkan kesalahan informasi atau kurang informasi (Carpenito, 2001 : 223).

Penulis memunculkan masalah kurang pengetahuan tentang penyakitnya karena didapatkan

data subyektif : pasien mengatakan tidak tahu tentang penyakitnya, data obyektif : pasien

bertanya-tanya tentang penyakitnya, pasien tampak bingung.

Diagnosa kurang pengetahuan diprioritaskan terakhir supaya program pengobatan berjalan

lancer.

Untuk mengatasi masalah ini penulis melakukan tindakan-tindakan :

a. Mengkaji pengetahuan pasien tentang penyakitnya.

Penulis melakukan hal ini karena dengan mengetahui tingkat pengetahuan pasien akan

mempermudah dalam menentukan tindakan yang tepat untuk mengatasi masalah ini.

Kekuatan : penulis bias mengkaji pengetahuan, kelemahan : bila cara mengkaji tidak tepat

dapat menyinggung perasaan pasien.

b. Memberikan pendidikan kesehatan pada pasien, keluarga tentang gagal jantung, penyebab,

tanada dan gejala, cara merawat, serta diit. Hal ini dilakuakn untuk menambah pengetahuan
pasien dan keluarga tentang penyakit gagal jantung dan diitnya yang baik. Kekuatan :

pengetahuan pasien bertambah dan mampu menjaga kondisi dengan penyakit gagal jantung.

Evaluasi masalah kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi (tentang

penyaikitnya) dapat diatasi sesuai waktu dan tujuan yaitu ditunjukkan denga data subyektif :

pasien mengatakan sudah tahu tentang penyakitnya dan data obhyektif : pasien terlihat

tenang, tidak bertanya-tanya lagi tentang penyakitnya. Hal ini didukung oleh Doengoes, 2000

: 725 yaitu pasien mengungkapkan pemahaman tentang penyakitnya dan proses

perawatannya, dapat merubah gaya hidup.

BAB IV

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Setelah penulis menyusun laporan yang berjudul Asuhan Keperawatan Pada Tn. P

dengan Gangguan Sistem Kardiovaskuler : CHF di Ruang Handayani F2 RSU

Purbowangi Gombong, maka penulis dapat menyimpulkan bahwa :

1. Dalam melakukan pengkajian penulis menggunakan system pendekatan terhadap

pasien dan keluarga untuk mengetahui masalah-masalah yang muncul dan tindakan

keperawatan yang akan dilakukan

2. Masalah-masalah keperawatan yang muncul.

a. Nyeri akut berhubungan dengan iskemia

b. Kurang pengetahuan tentang penyakitnya berhubungan dengan informasi


c. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan port de entry mikro organisme

3. Adapun tindakan-tindakan keperawatanya dilakukan penulis sesuai dengan masalah-

masalah yang muncul adalah sesuai yang tertulis pada laporan.

A. SARAN

Setelah penulis menyusun laporan ini,penulis menyarankan

1.Sebelum pelaksanaan uji komprensif,sebaiknya jauh-jauh hari sebelumnya pembimbing

kampus memberitahukan terlebih dahulu agar mahasiswa siap melaksanakan ujian.

2.Sistem pendukung dalam tindakan keperawatan sebaiknya ditingkatkan agar tidak

menghambat jalanya kegiatan dan untuk menambah tingkat pelayanan terhadap pasien.

Semoga laporan yang penulis susun ini bermanfaat bagi yang membaca,khususnya

mahasiswa STIKES Muhammadiyah Gombong.

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Saat ini Congestive Hearth Failure (CHF) atau yang biasa disebut gagal jantung kongestif
merupakan satu-satunya penyakit kardiovaskuler yang terus meningkat insiden dan
prevalensinya. Risiko kematian akibat gagal jantung berkisar antara 5-10% pertahun pada
gagal jantung ringan yang akan meningkat menjadi 30-40% pada gagal jantung berat. Selain
itu, gagal jantung merupakan penyakit yang paling sering memerlukan perawatan ulang di
rumah sakit (readmission) meskipun pengobatan rawat jalan telah diberikan secara optimal
(R. Miftah Suryadipraja).
CHF adalah ketidakmampuan jantung untuk memompa darah ke seluruh tubuh
(Ebbersole, Hess, 1998). Risiko CHF akan meningkat pada orang lanjut usia(lansia) karena
penurunan fungsi ventrikel akibat penuaan. CHF ini dapat menjadi kronik apabila disertai
dengan penyakit-penyakit seperti: hipertensi, penyakit katub jantung, kardiomiopati, dan lain-
lain. CHF juga dapat menjadi kondisi akut dan berkembang secara tiba-tiba pada miokard
infark.
CHF merupakan penyebab tersering lansia dirawat di rumah sakit (Miller,1997).
Sekitar 3000 penduduk Amerika menderita CHF. Pada umumnya CHF diderita lansia yang
berusia 50 tahun, Insiden ini akan terus bertambah setiap tahun pada lansia berusia di atas 50
tahun (Aronow et al,1998). Menurut penelitian, sebagian besar lansia yang dididiagnosis
CHF tidak dapat hidup lebih dari 5 tahun (Ebbersole, Hess,1998).
Dalam makalah ini membahas CHF pada lansia disertai penanganan dan asuhan
Keperawatan pada pasien lanjut usia dengan CHF.

1.2 TUJUAN PENULISAN


1. TUJUAN UMUM
Mahasiswa mampu menjelaskan tentang penyakit CHF
2. TUJUAN KHUSUS
a. Mahasiswa mampu menjelaskan pengertian CHF
b. Mahasiswa mampu menjelaskan penyebab CHF
c. Mahasiswa mampu menjelaskan tanda dan gejala CHF
d. Mahasiswa mampu menjelaskan patofisiologi CHF
e. Mahasiswa mampu menjelaskan masifestasi klinis CHF
f. Mahasiswa mampu menjelaskan pemeriksaan penunjang pada CHF
g. Mahasiswa mampu menjelaskan penatalaksanaan pasien dengan CHF
h. Mahasiswa mampu melakukan asuhan keperawatan gawat darurat pada pasien dengan
CHF
BAB II
TINJAUAN TEORITIS

2.1 GAGAL JANTUNG KONGESTIF (CHF)


A.Pengertian

Gagal jantung adalah keadaan patofisiologik dimana jantung sebagai pompa tidak
mampu memenuhi kebutuhan darah untuk metabolisme jaringan. Ciri-ciri yang penting dari
defenisi ini adalah pertama defenisi gagal adalah relatif terhadap kebtuhan metabolic tubuh,
kedua penekanan arti gagal ditujukan pada fungsi pompa jantung secara keseluruhan. Istilah
gagal miokardium ditujukan spesifik pada fungsi miokardium ; gagal miokardium umumnya
mengakibatkan gagal jantung, tetapi mekanisme kompensatorik sirkulai dapat menunda atau
bahkan mencegah perkembangan menjadi gagal jantung dalam fungsi pompanya.
Istilah gagal sirkulasi lebih bersifat umum dari pada gagal jantung. Gagal sirkulasi
menunjukkan ketidakmampuan dari sistem kardiovaskuler untuk melakukan perfusi jaringan
dengan memadai. Defenisi ini mencakup segal kelainan dari sirkulasi yang mengakibatkan
perfusi jaringan yang tidak memadai, termasuk perubahan dalam volume darah, tonus
vaskuler dan jantung. Gagal jantung kongetif adlah keadaan dimana terjadi bendungan
sirkulasi akibat gagal jantung dan mekanisme kompenstoriknya. Gagal jantung kongestif
perlu dibedakan dengan istilah yang lebih umum yaitu. Gagal sirkulasi, yang hanya berarti
kelebihan bebabn sirkulasi akibat bertambahnya volume darah pada gagal jantung atau sebab-
sebab diluar jantung, seperti transfusi yang berlebihan atau anuria.
KLASIFIKASI
1. Gagal jantung akut -kronik
A. Gagal jantung akut terjadinya secara tiba-tiba, ditandai dengan penurunan kardiak output
dan tidak adekuatnya perfusi jaringan. Ini dapat mengakibatkan edema paru dan kolaps
pembuluh darah.
B. Gagal jantung kronik terjadinya secar perkahan ditandai dengan penyakit jantung iskemik,
penyakit paru kronis. Pada gagal jantung kronik terjadi retensi air dan sodium pada ventrikel
sehingga menyebabkan hipervolemia, akibatnya ventrikel dilatasi dan hipertrofi.
2. Gagal Jantung Kanan- Kiri
A. Gagal jantung kiri terjadi karena ventrikel gagal untuk memompa darah secara adekuat
sehingga menyebabkan kongesti pulmonal, hipertensi dan kelainan pada katub aorta/mitral
B. Gagal jantung kanan, disebabkan peningkatan tekanan pulmo akibat gagal jantung kiri
yang berlangsung cukup lama sehingga cairan yang terbendung akan berakumulasi secara
sistemik di kaki, asites, hepatomegali, efusi pleura, dll.
3. Gagal Jantung Sistolik-Diastolik
A. Sistolik terjadi karena penurunan kontraktilitas ventrikel kiri sehingga ventrikel kiri tidak
mampu memompa darah akibatnya kardiak output menurun dan ventrikel hipertrofi
B. Diastolik karena ketidakmampuan ventrikel dalam pengisian darah akibatnya stroke
volume cardiac output turun.
B.Etiologi dan Patofisiologi

Gagal jantung adalah komplikasi yang paling sering dari segala jenis penyakit jantung
kongestif maupun didapat. Mekanisme fisiologis yang menyebabkan gagal jantung
mencakup keadaan-keadaan yang meningkatkan beban awal, beban akhir atau menurunkan
kontraktilitas miokardium. Keadaan-keadaan yang meningkatkan beban awal meliputi :
regurgitasi aorta dan cacat septum ventrikel. Dan beban akhir meningkat pada keadaan
dimana terjadi stenosis aorta dan hipertensi sistemik. Kontraktilitas miokardium dapat
menurun pada imfark miokardium dan kardiomiopati.

Faktor-fktor yang dapat memicu perkembangan gagal jantung melalui penekanana


sirkulasi yang mendadak dapat berupa : aritmia, infeksi sistemik dan infeksi paru-paru dan
emboli paru-paru. Pennganan yang efektif terhadap gagal jantung membutuhkan pengenalan
dan penanganan tidak saja terhadap mekanisme fisiologis dan penykit yang mendasarinya,
tetapi juga terhadap faktor-faktor yang memicu terjadinya gagal jantung.
C.Tanda dan Gejala
1. CHF Kronik
Meliputi: anoreksia, nokturia, edema perifer, hiperpigmentasi ekstremitas bawah,
kelemahan, heaptomegali,ascites, dyspnea, intoleransi aktivitas barat, kulit kehitaman.
2. CHF Akut
Meliputi: ansietas, peningkatan berat badan, restletness, nafas pendek, bunyi krekels,
fatigue, takikardi, penurunan resistensi vaskuler, distensi vena jugularis, dyspnea, orthopnea,
batuk, batuk darah, wheezing bronchial, sianosis, denyut nadi lemah dan tidak teraba,
penurunan urin noutput, delirium, sakit kepala.

D.Patofisiologi

Kelainan intrinsik pada kontraktilitas miokardium yang khas pada gagal jantung
akibat penyakit jantung iskemik, mengganggu kemampuan pengosongan ventrikel yang
efektif. Kontraktilitas ventrikel kiri yang menurun mengurangi curah sekuncup dan
meningkatkan volume residu ventrikel.
Tekanan rteri paru-paru dapat meningkat sebagai respon terhadap peningkatan kronis
tekanan vena paru. Hipertensi pulmonary meningkatkan tahanan terhadap ejeksi ventrikel
kanan. Serentetan kejadian seprti yang terjadi pada jantung kiri, juga akan terjadi pada
jantung kanan, dimana akhirnya akan terjdi kongesti sistemik dan edema.
Perkembangan dari kongesti sistemik atau paru-paru dan edema dapat dieksaserbasi
oleh regurgitasi fungsional dan katub-katub trikuspidalis atau mitralis bergantian. Regurgitasi
fungsional dapat disebabkan oleh dilatasi dari annulus katub atrioventrikularis atau
perubahan-perubahan pada orientasi otot papilaris dan kordatendinae yang terjadi sekunder
akibat dilatasi ruang.
Sebagai respon terhadap gagal jantung ada tiga meknisme primer yang dapat dilihat;
meningkatnya aktifitas adrenergik simpatik, meningkatnya beban awal akibat aktivasi istem
rennin-angiotensin-aldosteron dan hipertrofi ventrikel. Ketiga respon ini mencerminkan
usaha untuk mempertahankan curh jantung. Meknisme-meknisme ini mungkin memadai
untuk mempertahnkan curah jantung pada tingkat normal atau hampir normal pada gagal
jantung dini, pada keadaan istirahat. Tetapi kelainan pad kerj ventrikel dan menurunnya
curah jantung biasanya tampak pada keadaan berktivitas. Dengn berlanjutny gagal jantung
maka kompensasi akan menjadi semakin luring efektif.

E.Penanganan

Gagal jantung ditngani dengan tindakan umum untuk mengurangi beban kerja jantung
dan manipulasi selektif terhadap ketiga penentu utama dari fungsi miokardium, baik secar
sendiri-sendiri maupun gabungan dari : beban awal, kontraktilitas dan beban
akhir.Penanganan biasanya dimulai ketika gejala-gejala timbul pad saat beraktivitas biasa.
Rejimen penanganan secar progresif ditingkatkan sampai mencapai respon klinik yang
diinginkan. Eksaserbasi akut dari gagal jantung atau perkembangan menuju gagal jantung
yang berat dapat menjadi alasan untuk dirawat dirumah sakit atau mendapat penanganan yang
lebih agresif .
Pembatasan aktivitas fisik yang ketat merupakan tindakan awal yang sederhan namun
sangat tepat dalam pennganan gagal jantung. Tetapi harus diperhatikan jngn sampai
memaksakan lrngan yng tak perlu untuk menghindari kelemahan otot-otot rangka. Kini telah
dikethui bahwa kelemahan otot rangka dapat meningkatkan intoleransi terhadap latihan fisik.
Tirah baring dan aktifitas yang terbatas juga dapat menyebabkan flebotrombosis. Pemberian
antikoagulansia mungkin diperlukan pad pembatasan aktifitas yang ketat untuk
mengendalikan gejala.

F.WOC CHF

G.Komplikasi
1. Trombosis vena dalam, karena pembentukan bekuan vena karena stasis darah.
2. Syok Kardiogenik, akibat disfungsi nyata
3. Toksisitas digitalis akibat pemakaian obat-obatan digitalis
H.Pemeriksaan Diagnostik

1. EKG; mengetahui hipertrofi atrial atau ventrikuler, penyimpanan aksis, iskemia dan
kerusakan pola.
2. ECG; mengetahui adanya sinus takikardi, iskemi, infark/fibrilasi atrium, ventrikel
hipertrofi, disfungsi pentyakit katub jantung.
3. Rontgen dada; Menunjukkan pembesaran jantung. Bayangan mencerminkan dilatasi atau
hipertrofi bilik atau perubahan dalam pembuluh darah atau peningkatan tekanan pulnonal.
4. Scan Jantung; Tindakan penyuntikan fraksi dan memperkirakan gerakan jantung.
5. Kateterisasi jantung; Tekanan abnormal menunjukkan indikasi dan membantu
membedakan gagal jantung sisi kanan dan kiri, stenosis katub atau insufisiensi serta mengkaji
potensi arteri koroner.
6. Elektrolit; mungkin berubah karena perpindahan cairan atau penurunan fungsi ginjal, terapi
diuretic.
7. Oksimetri nadi; Saturasi Oksigen mungkin rendah terutama jika CHF memperburuk
PPOM.
8. AGD; Gagal ventrikel kiri ditandai alkalosis respiratorik ringan atau hipoksemia dengan
peningkatan tekanan karbondioksida.
9. Enzim jantung; meningkat bila terjadi kerusakan jaringan-jaringan jantung,missal infark
miokard (Kreatinin fosfokinase/CPK, isoenzim CPK dan Dehidrogenase Laktat/LDH,
isoenzim LDH).
I.Penatalaksanaan
1. Non Farmakologis
a. CHF Kronik
Meningkatkan oksigenasi dengan pemberian oksigen dan menurunkan konsumsi oksigen melalui istirahat
atau pembatasan aktivitas.
Diet pembatasan natrium (<>
Menghentikan obat-obatan yang memperparah seperti NSAIDs karena efek prostaglandin
pada ginjal menyebabkan retensi air dan natrium
Pembatasan cairan (kurang lebih 1200-1500 cc/hari)
Olah raga secara teratur
b. CHF Akut
Oksigenasi (ventilasi mekanik)
Pembatasan cairan (<>
2. Farmakologis
Tujuan: untuk mengurangi afterload dan preload
a. First line drugs; diuretic
Tujuan: mengurangi afterload pada disfungsi sistolik dan mengurangi kongesti pulmonal
pada disfungsi diastolic.
Obatnya adalah: thiazide diuretics untuk CHF sedang, loop diuretic, metolazon (kombinasi
dari loop diuretic untuk meningkatkan pengeluaran cairan), Kalium-Sparing diuretic
b. Second Line drugs; ACE inhibitor
Tujuan; membantu meningkatkan COP dan menurunkan kerja jantung.Obatnya adalah:
Digoxin; meningkatkan kontraktilitas. Obat ini tidak digunakan untuk kegagalan diastolic
yang mana dibutuhkan pengembangan ventrikel untuk relaksasi
Hidralazin; menurunkan afterload pada disfungsi sistolik.
Isobarbide dinitrat; mengurangi preload dan afterload untuk disfungsi sistolik, hindari
vasodilator pada disfungsi sistolik.
Calsium Channel Blocker; untuk kegagalan diastolic, meningkatkan relaksasi dan pengisian
dan pengisian ventrikel (jangan dipakai pada CHF kronik).
Beta Blocker; sering dikontraindikasikan karena menekan respon miokard. Digunakan pada
disfungsi diastolic untuk mengurangi HR, mencegah iskemi miocard, menurunkan TD,
hipertrofi ventrikel kiri.
3. Pendidikan Kesehatan
a. Informasikan pada klien, keluarga dan pemberi perawatan tentang penyakit dan
penanganannya.
b. Informasi difokuskan pada: monitoring BB setiap hari dan intake natrium.
c. Diet yang sesuai untuk lansia CHF: pemberian makanan tambahan yang banyak
mengandung kalium seperti; pisang, jeruk, dll.
d. Teknik konservasi energi dan latihan aktivitas yang dapat ditoleransi dengan bantuan
terapis.
ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian

Gagal serambi kiri/kanan dari jantung mengakibtkan ketidakmampuan memberikan


keluaran yang cukup untuk memenuhi kebutuhan jaringan dan menyebabkan terjadinya
kongesti pulmonal dan sistemik . Karenanya diagnostik dan teraupetik berlnjut . GJK
selanjutnya dihubungkan dengan morbiditas dan mortalitas.
1. Aktivitas/istirahat
a. Gejala : Keletihan/kelelahan terus menerus sepanjang hari, insomnia, nyeri dada dengan
aktivitas, dispnea pada saat istirahat.
b. Tanda : Gelisah, perubahan status mental mis : letargi, tanda vital berubah pad aktivitas.
2. Sirkulasi
a. Gejala : Riwayat HT, IM baru/akut, episode GJK sebelumnya, penyakit jantung , bedah
jantung , endokarditis, anemia, syok septic, bengkak pada kaki, telapak kaki, abdomen.
b. Tanda :
1) TD ; mungkin rendah (gagal pemompaan).
2) Tekanan Nadi ; mungkin sempit.
3) Irama Jantung ; Disritmia.
4) Frekuensi jantung ; Takikardia.
5) Nadi apical ; PMI mungkin menyebar dan merubah
6) posisi secara inferior ke kiri.
7) Bunyi jantung ; S3 (gallop) adalah diagnostik, S4 dapat
8) terjadi, S1 dan S2 mungkin melemah.
9) Murmur sistolik dan diastolic.
10) Warna ; kebiruan, pucat abu-abu, sianotik.
11) Punggung kuku ; pucat atau sianotik dengan pengisian
12) kapiler lambat.
13) Hepar ; pembesaran/dapat teraba.
14) Bunyi napas ; krekels, ronkhi.
15) Edema ; mungkin dependen, umum atau pitting
16) khususnya pada ekstremitas.
3. Integritas ego
a. Gejala : Ansietas, kuatir dan takut. Stres yang berhubungan dengan penyakit/keperihatinan
finansial (pekerjaan/biaya perawatan medis)
b. Tanda : Berbagai manifestasi perilaku, mis : ansietas, marah, ketakutan dan mudah
tersinggung.
4. Eliminasi
Gejala : Penurunan berkemih, urine berwana gelap, berkemih malam hari (nokturia),
diare/konstipasi.
5. Makanan/cairan
a. Gejala : Kehilangan nafsu makan, mual/muntah, penambhan berat badan signifikan,
pembengkakan pada ekstremitas bawah, pakaian/sepatu terasa sesak, diet tinggi
garam/makanan yang telah diproses dan penggunaan diuretic.
b. Tanda : Penambahan berat badan cepat dan distensi abdomen (asites) serta edema (umum,
dependen, tekanan dn pitting).
6. Higiene
a. Gejala : Keletihan/kelemahan, kelelahan selama aktivitas Perawatan diri.
b. Tanda : Penampilan menandakan kelalaian perawatan personal.
7. Neurosensori
a. Gejala : Kelemahan, pening, episode pingsan.
b. Tanda : Letargi, kusut pikir, diorientasi, perubahan perilaku dan mudah tersinggung.
8. Nyeri/Kenyamanan
a. Gejala : Nyeri dada, angina akut atau kronis, nyeri abdomen kanan atas dan sakit pada otot.
b. Tanda : Tidak tenang, gelisah, focus menyempit danperilaku melindungi diri.
9. Pernapasan
a. Gejala : Dispnea saat aktivitas, tidur sambil duduk atau dengan beberapa bantal, batuk
dengn/tanpa pembentukan sputum, riwayat penyakit kronis, penggunaan bantuan pernapasan.
b. Tanda :
1) Pernapasan; takipnea, napas dangkal, penggunaan otot asesori pernpasan.
2) Batuk : Kering/nyaring/non produktif atau mungkin batuk terus menerus dengan/tanpa
pemebentukan sputum.
3) Sputum ; Mungkin bersemu darah, merah muda/berbuih (edema pulmonal)
4) Bunyi napas ; Mungkin tidak terdengar.
5) Fungsi mental; Mungkin menurun, kegelisahan, letargi.
6) Warna kulit ; Pucat dan sianosis.
10. Keamanan
Gejala : Perubahan dalam fungsi mental, kehilangankekuatan/tonus otot, kulit lecet.
11. Interaksi sosial
Gejala : Penurunan keikutsertaan dalam aktivitas sosial yang biasa dilakukan.
12. Pembelajaran/pengajaran
a. Gejala : menggunakan/lupa menggunakan obat-obat jantung, misalnya : penyekat saluran
kalsium.
b. Tanda : Bukti tentang ketidak berhasilan untuk meningkatkan.
B. Diagnosa Keperawatan

1. Penurunan curah jantung berhubungan dengan ; Perubahan kontraktilitas


miokardial/perubahan inotropik, Perubahan frekuensi, irama dan konduksi listrik, Perubahan
structural, ditandai dengan ;
a. Peningkatan frekuensi jantung (takikardia) : disritmia, perubahan gambaran pola EKG
b. Perubahan tekanan darah (hipotensi/hipertensi).
c. Bunyi ekstra (S3 & S4)
d. Penurunan keluaran urine
e. Nadi perifer tidak teraba
f. Kulit dingin kusam
g. Ortopnea,krakles, pembesaran hepar, edema dan nyeri dada.
Tujuan
Klien akan : Menunjukkan tanda vital dalam batas yang dapat diterima (disritmia terkontrol
atau hilang) dan bebas gejala gagal jantung , Melaporkan penurunan epiode dispnea, angina,
Ikut serta dalam aktivitas yang mengurangi beban kerja jantung.
Intervensi
a. Auskultasi nadi apical ; kaji frekuensi, iram jantung
Rasional : Biasnya terjadi takikardi (meskipun pada saat istirahat) untuk mengkompensasi
penurunan kontraktilitas ventrikel.
b. Catat bunyi jantung
Rasional : S1 dan S2 mungkin lemah karena menurunnya kerja pompa. Irama Gallop umum
(S3 dan S4) dihasilkan sebagai aliran darah kesermbi yang disteni. Murmur dapat
menunjukkan Inkompetensi/stenosis katup.
c. Palpasi nadi perifer
Rasional : Penurunan curah jantung dapat menunjukkan menurunnya nadi radial, popliteal,
dorsalis, pedis dan posttibial. Nadi mungkin cepat hilang atau tidak teratur untuk dipalpasi
dan pulse alternan.
d. Pantau TD
Rasional : Pada GJK dini, sedng atu kronis tekanan drah dapat meningkat. Pada HCF lanjut
tubuh tidak mampu lagi mengkompensasi danhipotensi tidak dapat norml lagi.
e. Kaji kulit terhadp pucat dan sianosis
Rasional : Pucat menunjukkan menurunnya perfusi perifer ekunder terhadap tidak dekutnya
curh jantung; vasokontriksi dan anemia. Sianosis dapt terjadi sebagai refrakstori GJK. Area
yang sakit sering berwarna biru atu belang karena peningkatan kongesti vena.
f. Berikan oksigen tambahan dengan kanula nasal/masker dan obat sesuai indikasi
(kolaborasi)
Rasional : Meningkatkn sediaan oksigen untuk kebutuhan miokard untuk melawan efek
hipoksia/iskemia. Banyak obat dapat digunakan untuk meningkatkan volume sekuncup,
memperbaiki kontraktilitas dan menurunkan kongesti.
2. Aktivitas intoleran berhubungan dengan : Ketidak seimbangan antar suplai okigen.
Kelemahan umum, Tirah baring lama/immobilisasi. Ditandai dengan : Kelemahan, kelelahan,
Perubahan tanda vital, adanya disrirmia, Dispnea, pucat, berkeringat.
Tujuan /kriteria evaluasi :
Klien akan : Berpartisipasi pad ktivitas yang diinginkan, memenuhi perawatan diri sendiri,
Mencapai peningkatan toleransi aktivitas yang dapat diukur, dibuktikan oelh menurunnya
kelemahan dan kelelahan.
Intervensi
a. Periksa tanda vital sebelum dan segera setelah aktivitas, khususnya bila klien menggunakan
vasodilator,diuretic dan penyekat beta.
Rasional : Hipotensi ortostatik dapat terjadi dengan aktivitas karena efek obat (vasodilasi),
perpindahan cairan (diuretic) atau pengaruh fungsi jantung.
b. Catat respons kardiopulmonal terhadap aktivitas, catat takikardi, diritmia, dispnea
berkeringat dan pucat.
Rasional : Penurunan/ketidakmampuan miokardium untuk meningkatkan volume sekuncup
selama aktivitas dpat menyebabkan peningkatan segera frekuensi jantung dan kebutuhan
oksigen juga peningkatan kelelahan dan kelemahan.
c. Evaluasi peningkatan intoleran aktivitas.
Rasional : Dapat menunjukkan peningkatan dekompensasi jantung daripada kelebihan
aktivitas.
d. Implementasi program rehabilitasi jantung/aktivitas (kolaborasi)
Rasional : Peningkatan bertahap pada aktivitas menghindari kerja jantung/konsumsi oksigen
berlebihan. Penguatan dan perbaikan fungsi jantung dibawah stress, bila fungsi jantung tidak
dapat membaik kembali,
3. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan : menurunnya laju filtrasi glomerulus
(menurunnya curah jantung)/meningkatnya produksi ADH dan retensi natrium/air. ditandai
dengan : Ortopnea, bunyi jantung S3, Oliguria, edema, Peningkatan berat badan, hipertensi,
Distres pernapasan, bunyi jantung abnormal.
Tujuan /kriteria evaluasi,
Klien akan : Mendemonstrasikan volume cairan stabil dengan keseimbangan masukan
danpengeluaran, bunyi nafas bersih/jelas, tanda vital dalam rentang yang dapat diterima, berat
badan stabil dan tidak ada edema., Menyatakan pemahaman tentang pembatasan cairan
individual.
Intervensi :
a. Pantau pengeluaran urine, catat jumlah dan warna saat dimana diuresis terjadi.
Rasional : Pengeluaran urine mungkin sedikit dan pekat karena penurunan perfusi ginjal.
Posisi terlentang membantu diuresis sehingga pengeluaran urine dapat ditingkatkan selama
tirah baring.
b. Pantau/hitung keseimbangan pemaukan dan pengeluaran selama 24 jam
Rasional : Terapi diuretic dapat disebabkan oleh kehilangan cairan tiba-tiba/berlebihan
(hipovolemia) meskipun edema/asites masih ada.
c. Pertahakan duduk atau tirah baring dengan posisi semifowler selama fase akut.
Rasional : Posisi tersebut meningkatkan filtrasi ginjal dan menurunkan produksi ADH
sehingga meningkatkan diuresis.
d. Pantau TD dan CVP (bila ada)
Rasional : Hipertensi dan peningkatan CVP menunjukkan kelebihan cairan dan dapat
menunjukkan terjadinya peningkatan kongesti paru, gagal jantung.
e. Kaji bisisng usus. Catat keluhan anoreksia, mual, distensi abdomen dan konstipasi.
Rasional : Kongesti visceral (terjadi pada GJK lanjut) dapat mengganggu fungsi
gaster/intestinal.
f. Pemberian obat sesuai indikasi (kolaborasi)
g. Konsul dengan ahli diet.
Rasional : perlu memberikan diet yang dapat diterima klien yang memenuhi kebutuhan
kalori dalam pembatasan natrium.
4. Resiko tinggi gangguan pertukaran gas berhubungan dengan : perubahan menbran kapiler-
alveolus.
Tujuan /kriteria evaluasi,
Klien akan : Mendemonstrasikan ventilasi dan oksigenisasi dekuat pada jaringan ditunjukkan
oleh oksimetri dalam rentang normal dan bebas gejala distress pernapasan., Berpartisipasi
dalam program pengobatan dalam btas kemampuan/situasi.
Intervensi :
a. Pantau bunyi nafas, catat krekles
Rasional : menyatakan adnya kongesti paru/pengumpulan secret menunjukkan kebutuhan
untuk intervensi lanjut.
b. Ajarkan/anjurkan klien batuk efektif, nafas dalam.
Rasional : membersihkan jalan nafas dan memudahkan aliran oksigen.
c. Dorong perubahan posisi.
Rasional : Membantu mencegah atelektasis dan pneumonia.
d. Kolaborasi dalam Pantau/gambarkan seri GDA, nadi oksimetri.
Rasional : Hipoksemia dapat terjadi berat selama edema paru.
e. Berikan obat/oksigen tambahan sesuai indikasi
5. Resiko tinggi terhadap kerusakan integritas kulit berhubungan dengan tirah baring lama,
edema dan penurunan perfusi jaringan.
Tujuan/kriteria evaluasi
Klien akan : Mempertahankan integritas kulit, Mendemonstrasikan perilaku/teknik
mencegah kerusakan kulit.
Intervensi
a. Pantau kulit, catat penonjolan tulang, adanya edema, area sirkulasinya terganggu/pigmentasi
atau kegemukan/kurus.
Rasional : Kulit beresiko karena gangguan sirkulasi perifer, imobilisasi fisik dan gangguan
status nutrisi.
b. Pijat area kemerahan atau yang memutih
Rasional : meningkatkan aliran darah, meminimalkan hipoksia jaringan.
c. Ubah posisi sering ditempat tidur/kursi, bantu latihan rentang gerak pasif/aktif.
Rasional : Memperbaiki sirkulasi waktu satu area yang mengganggu aliran darah.
d. Berikan perawtan kulit, minimalkan dengan kelembaban/ekskresi.
Rasional : Terlalu kering atau lembab merusak kulit/mempercepat kerusakan.
e. Hindari obat intramuskuler
Rasional : Edema interstisial dan gangguan sirkulasi memperlambat absorbsi obat dan
predisposisi untuk kerusakan kulit/terjadinya infeksi..
6. Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) mengenai kondisi dan program pengobatan
berhubungan dengan kurang pemahaman/kesalahan persepsi tentang hubungan fungsi
jantung/penyakit/gagal, ditandai dengan : Pertanyaan masalah/kesalahan persepsi,
terulangnya episode GJK yang dapat dicegah.
Tujuan/kriteria evaluasi
Klien akan :
a. Mengidentifikasi hubungan terapi untuk menurunkan episode berulang dan mencegah
komplikasi.
b. Mengidentifikasi stress pribadi/faktor resiko dan beberapa teknik untuk menangani.
c. Melakukan perubahan pola hidup/perilaku yang perlu.
Intervensi
a. Diskusikan fungsi jantung normal
Rasional : Pengetahuan proses penyakit dan harapan dapat memudahkan ketaatan pada
program pengobatan.
b. Kuatkan rasional pengobatan.
Rasional : Klien percaya bahwa perubahan program pasca pulang dibolehkan bila merasa
baik dan bebas gejala atau merasa lebih sehat yang dapat meningkatkan resiko eksaserbasi
gejala.
c. Anjurkan makanan diet pada pagi hari.
Rasional : Memberikan waktu adequate untuk efek obat sebelum waktu tidur untuk
mencegah/membatasi menghentikan tidur.
d. Rujuk pada sumber di masyarakat/kelompok pendukung suatu indikasi
Rasional : dapat menambahkan bantuan dengan pemantauan sendiri/penatalaksanaan
dirumah.

BAB III
TINJAUAN KASUS

FORMAT ASUHAN KEPERAWATAN INDIVIDU

I. PENGKAJIAN
A. Identitas Pasien
Nama : Tn.D
Umur : 40 thn
Pendidikan : SD
Suku Bangsa : Jawa
Pekerjaan : Siswa
Agama : Islam
Status Perkawinan : Tidak kawin
Alamat : Jl. Lyli No. 05
No. Telp/Hp :-
No. Medical Record : 69.66.40
Ruang Rawat : Nuri I
Gol. Darah : o+

B. PENANGGUNG JAWAB
Nama : JAMKESMAS
Pekerjaan :-
Alamat :-
No. Telp/Hp :-

C. DATA SAAT MASUK RS


Tanggal masuk RS : 16 Feb 2010
Jam Masuk RS : 14 : 15 WIB
Yang mengirim/merujuk : IGD
Cara Masuk : menggunakan via ambulance
Alasan Masuk : Kepala pusing,cepat cepat capek.
Diagnosa medis saat masuk : Gastroenteritis
Ruang Rawat : Nuri I
Diagnosa medis saat pengkajian : CHF

D. RIWAYAT KESEHATAN SEKARANG


1. Keluhan Utama/Gejala : Pasien datang dengan keluhan badan terasa lemah, pusing,
BAB terus menerus 5 x hari ini, mual muntah, konsistensi cair.klien mengatakan aktivitasnya
dilakukan di tempat tidur dan di bantu oleh keluarga. TTV: TD: 90/70mmHg, N: 90 x/i. S:
37,5 C, RR: 26 x/i, klien terpasang IVFD: NaCl 0,9 persen 30 tts/i

2. Kondisi atau keadaan klien saat pengkajian (menggunakan alat bantu, jelaskan)
Klien terpasang IVFD NACL 30 tts/i, K/U lemah, kesadaran CM, klien mengatakan
kepalanya pusing, klien terlihat bingung, klien banyak bertanya, pasien mengatakan BAB
udah 5 x hari ini TTV: TD: 140/90 mmHg, N: 94 x/i, S: 36,9 C, RR: 24 x/i.

Masalah Keperawatan : - Intoleransi aktivitas


- integritas kulit
- Kurang nya volume cairan

E. RIWAYAT PENGOBATAN TERAKHIR


Apakah sudah berobat : Belum
Bila berobat kemana :-
Penanganan yang diterima :-
Bila dirawat dimana :-
Berapa lama :-
Bila berobat jalan, obat-obatan yang diterima : -

F. RIWAYAT KESEHATAN YANG LALU


1. Penyakit yang pernah diderita :-
2. Penyebab Penyakit :-
3. Apakah sudah berobat? :-
Bila sudah kemana :-
Penanganan yang diterima :-
Bila berobat jalan : Obat-obatan yang diterima ( - )
Bila dirawat : Alasan dirawat ( - )
4. Pernah dioperasi : tidak pernah
Bila pernah, kapan : tidak ada
Tempat : tidak ada
Lokasi operasi : tidak ada
5. Alergi : tidak ada
G. RIWAYAT KESEHATAN KELUARGA
1. Kejadian penyakit keturunan/menular : tidak ada penyakit keturunan/menular.
2. Genogram Keluarga

: meninggal :

Laki-laki : pasien

: Perempuan : tinggal serumah


H. RIWAYAT PSIKOSOSIAL DAN SPIRITUAL
a. PSIKOLOGIS
Suasana hati/mood : Baik
Karakter : Pendiam
Keadaan Emosionil : Baik
Konsep Diri : Baik
Persepsi pasien terhadap penyakitnya
Hal yang amat dipikirkan saat ini : Kapan penyakitnya sembuh
Harapan setelah menjalani perawatan : Penyakit yang diderita bisa cepat sembuh
Perubahan Yang dirasakan setelah sakit : Lebih banyak melmun
Mekanisme Koping: Cukup baik

b. SOSIAL
Orang yang terdekat dgn pasien : Ibu
Hubungan antar keluarga : Baik
Hubungan dengan orang lain : Baik
Perhatian terhadap orang lain : Baik
Perhatian terhadap lawan bicara : Baik
Kegemaran/Hobi : Memancing

c. SPIRITUAL
Pelaksanaan Ibadah : Baik
Kepercayaan/keagamaan dan aktifitas keagamaan yang ingin dilakukan
Keyakinan Kpd Tuhan : Yakin
Lain-lain, jelaskan : tidak ada
Keluhan : tidak ada
Masalah keperawatan : tidak ada

I. POLA KESEHATAN FUNGSIONAL


1. Pola Nutrisi dan Cairan
a. Makan
1. Sehat
Pola makan : 3 x 1 hari
Makanan kesukaan : Mie Rebus
Diet khusus : tidak ada
2. Sakit
Pola makan : 3 x 1 hari
Diet : MB
Keluhan : tidak ada
Makanan pantangan : tidak ada
Perubahan Berat badan : Normal
Keluhan : tidak ada
Masalah keperawatan : tidak ada
b. Cairan/Minuman
1. Sehat
Pola minum : Teratur, 2500 ml/hari
Minuman kesukaan : Jus jeruk
2. Sakit
Intake Cairan : Oral : 1000 ml /hari
Parental 1000 ml /hari
Total : 2000 ml/hr
Keluhan : tidak ada
Masalah keperawatan : tidak ada
2. Pola Eliminasi
a. BAK
1. Sehat
Jumlah urine : Normal
Warna : Kuning
Bau : Khas
Pola BAK : 3-4 x /hr
2. Sakit
Jumlah urin : 1300 1500 cc
Bau : Khas
Volume :-
Warna : Kuning pekat
Keluhan lain : tidak ada
Masalah keperawatan : tidak ada
b. BAB
1. Sehat
Konsistensi : Padat
Warna : Cokelat
Bau : Khas
Pola defekasi : 1-2 x sehari
Bentuk : Semisolid
Lendir :-
Darah :-
Masalah eliminasi bowel : Tidak ada
b. Sakit
Konsistensi : Cair
Warna : kuning
Bau : Khas
Pola defekasi : 5-6 x sehari
Bentuk : cair
Lendir : ada
Darah : tidak ada
Masalah eliminasi bowel : Tidak ada
Lain-lain : tidak ada
Masalah Keperawatan : gangguan eliminasi:gastroenteritis
3. Pola Aktifitas/Latihan
a. Sehat
Pola Aktifitas sehari-hari : Bekerja
Latihan fisik : olahraga
Jenis : volly ball
Frekwensi : 1 x seminggu
Lama : 2 jam
Aktifitas yg membuat lelah : Bekerja terlalu lama
Gangguan pergerakan : Nyeri sendi, kram otot
Penyebab : keletihan
Gejala : letih
Efek : Susah beraktivitas
Lain-lain : Tidak ada
b.sakit
Pola aktifitas sehari- hari : pasien bedrest
latihan fisik : tidak ada
jenis : tidak ada
frekuensi : tidak ada
lama : tidak ada
aktivitas yang membuat lemah : tidak ada karena pasien bedrest
gangguan pergerakan : tidak ada
keluhan lain : tidak ada
masalah keperawatan : tidak ada
4. Pola Istirahat Tidur
a. Sehat
Pola tidur : Teratur
Malam (jam) : 7 jam
Siang (jam) : 2 jam
Total (jam) : 9 jam
Gangguan tidur : Tidak ada
b. Sakitk
Pola tidur : Teratur
Malam (jam) : 6 jam
Siang (jam) : 2 Jam
Total (jam) : 8 jam
Gangguan tidur : Tidak ada
Keluhan lain : Tidak ada
Masalah keperawatan : Tidak ada
5. Personal Hygiene
a. Sehat
Mandi : 2 x sehari
Gosok gigi : 3 x sehari
Cuci rambut : 2 x seminggu
Potong kuku : 1 x seminggu
Hambatan pemenuhan P. Hygiene : Tidak ada
b. Sakit
Mandi : 1 x sehari
Gosok gigi : 1 x sehari
Cuci rambut : belum ada semenjak masuk rumah sakit
Potong kuku : 1 x seminggu
Hambatan pemenuhan p. hygiene : Kepala pusing dan di bantu oleh keluarga
Masalah keperawatan : Gangguan pemenuhan P. Hygiene
6. Keselamatan dan Keamanan
Kebisingan : Tidak ada
Peralatan medik : IVFD NACL 30 tts/i
Identitas Klien : ada
Keluhan lain : Tidak ada
Masalah Keperawatan : Tidak ada

J. CATATAN KHUSUS
1. Apa pasien mengerti tentang penyakit yang di deritanya? : tidak
2. Bila dulu pernah dirawat, macam kegiatan perawatan apa dirasakan terganggu? : Tidak ada
3. Bagaimana hubungan suami istri sebelum dan sesudah sakit? : Baik
4. Apakah ada pertanyaan yang diajukan? : Ada
5. Bila ada : tentang program pengobatan penyakitnya
Masalah Keperawatan : Kurangnya pengetahuan tentang program
pengobatan

K. PEMERIKASAAN FISIK
1. Umum
Keadaan umum : Baik
Tingkat kesadaran : Komposmentis
Tinggi badan : 170 cm
Berat badan : 61 kg
Masalah keperawatan : Tidak ada
2. Tanda-tanda Vital
Suhu : 36,9 C
Nadi : 94 x /i
Pernafasan : 24 x/i
Tekanan Darah : 140/90 mmHg
Masalah keperawatan : Tidak ada
3. Integumen
Kulit
Inspeksi
Kebersihan kulit : Bersih
Warna kulit : Pucat
Kelembaban : Kering
Palpasi : Suhu : Hangat
Tekstur: Normal
Turgor : tidak ada
Masalah keperawatan : tidak ada
4. Kuku
Inspeksi : Warna : Normal
Bentuk : Normal
Keadaaan : Bersih
Palpasi : Capillary refill : Normal
Masalah keperawatan : Tidak ada
5. Rambut dan Kepala
Inspeksi : Kuantitas : Tipis
Distribusi : Normal
Palpasi : Tekstur : Halus
Kulit Kepala : Berketombe
Keadaan rambut : Kotor
Tekstur: Halus
Masalah keperawatan : Gangguan pemenuhan personal hygiene
6. Wajah/Muka
Inspeksi : Simetris : ya
Ekspresi wajah : Bingung
Masalah keperawatan : Tidak ada
7. Mata
Inspeksi : kesejajaran : Normal
Palpera : Normal
Sclera : Normal
Conjungtiva : Tidak ikterik
Pupil : Tidak anemis
Reaksi pupil thd cahaya : Isokor
Keadaan mata : Bersih
Palpasi : Nyeri tekan : Tidak
Masalah keperawatan : Tidak ada
8. Telinga
Inspeksi : Normal
Keadaaan Telinga : Bersih
Masalah keperawatan : Tidak ada
9. Hidung dan Sinus
Inspeksi : Simetris : Ya
Kesulitan Bernafas : Ya
Warna kulit hidung : Cokelat
Pembekakan : Tidak
Mukosa : Lembab
Perdarahan : Tidak
Keadaan Hidung : Kotor
Palpasi suhu sinus terhadap nyeri tekan
Frontal : tidak
Maxilaris : tidak
Masalah Keperawatan : Gangguan pemenuhan personal hygiene
10. Mulut
Inspeksi : Bibir : Normal
Gusi : Normal
Gigi : Sisa makanan
Lidah : Simetris
Keadaan Mulut : kotor
Masalah Keperawatan : Gangguan pemenuhan personal hygiene
11. Leher
Inspeksi : Normal
Palpasi : Leher : Panas
Masalah Keperawatan : Tidak ada
12. Thorax/Dada dan Paru-paru
Inspeksi : Postur : Normal
Bentuk : Normal
Pola nafas : normal
Sifat nafas : Dada
Retraksi Torakalis : Ada
Batuk : Tidak ada
Palpasi : Normal
Ekspansi paru pd sisi knan & kiri : Simetris
Taktil Fremitus : Anterior : Normal
Posterior : Normal
Perkusi Paru : Resonan/normal
Auskultasi : Vesikuler

Masalah keperawatan : tidak ada


13. Payudara
Inspeksi : Normal
Palpasi : Normal
Lain-lain : Tidak ada
Masalah keperawatan : Tidak ada
14. Kardiovaskuler
Inspeksi Jantung : Pulsasi Apikal : Tidak ada
Inspeksi dan Palpasi : Pulsasi Apikal : Normal
Masalah Keperawatan : Tidak ada

15. Abdomen/Perut
a. Abdomen
Inspeksi : Normal
Auskultasi : Bising usus : Normal
Perkusi Hepar : Pekak
Limpa : Redup
Abdomen : Timpani
Palpasi Ringan :-
b. Anus : terdapat luka
Lain-lain :-
Masalah keperawatan : gangguan integritas kulit
16. Genitalia
Inspeksi : Normal
Kateter: Tidak terpasang
Palpasi : Normal
Masalah Keperawatan : Tidak ada
17. Muskuloskletal
Inspeksi
Otot : Ukuran : Normal
Kontraktur : Tidak
Tremor: Tidak
Tulang : Normal
Tulang Belakang : Normal
Sendi : Normal
ROM : Normal
Palpasi
Otot : Lemah
Tulang : Normal
Sendi : Normal
Masalah Keperawatan : Intoleransi aktivitas

18. Persarafan/Neurologi
Orientasi : Baik
Atensi : Baik
Berbicara : Normal
Sensasi : Sentuhan
Penciuman : Baik
Pengecapan : Baik
Ingesti-digesti : Mengunyah : mampu
Menelan : Mampu
Gerakan : Berjalan : mampu
Masalah Keperawatan : Tidak ada
L.HASIL PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Pemeriksaan laboratorium tanggal 17 februari 2010:
-Hb 11,9 g/dl
-Leukosit 3000 sel/mm3
-Trombosit 556.000/mm3
-Ht 35,4 %
-Eritrosit 4,55 x 106/mm3
-LED 10

M. PROGRAM DOKTER PADA TANGGAL 17 FEBRUARI 2010:


- IVFD NACL 30 tts/i
-Diit MB
- Papaxerin 3 x 1
I. ANALISA DATA DAN DIAGNOSA KEPERAWATAN
NO DATA FOKUS MASALAH PENYEBAB
(SUBJEKTIF DAN OBJEKTIF)
.1. DS : Pasien mengatakan nyeri pada Gangguan rasa Gangguan pola tidur
dada nyaman nyeri
DO : Pasien terlihat meringis

2. DS: pasien mengatakan kurang tau


tentang penyakitnya cemas Kurang tau tntng
pnykitnya
DO: ps terliahat bingung

DS : pasien mengatakan napsu makan gangguan Ketidakseimbangan


3.
badan terasa capek. intake dan output
pemenuhan nutrisi
DO :kl/u lemah,pasien tampak pucat, cairan dalam tubuh.
II. DIAGNOSA KEPERAWATAN
NO DAFTAR DIAGNOSA KEPERWATAN TANDA TANGAN
(BERDASARKAN PRIORITAS MASALAH)
1. Penurunan curah jantung berhubungan dengan ;
Perubahan kontraktilitas miokardial/perubahan
. inotropik, Perubahan frekuensi, irama dan
konduksi listrik, Perubahan structural
2. Aktivitas intoleran berhubungan dengan : Ketidak
seimbangan antar suplai okigen. Kelemahan umum,
Tirah baring lama/immobilisasi.
3 Kelebihan volume cairan berhubungan dengan :
menurunnya laju filtrasi glomerulus (menurunnya
curah jantung)/meningkatnya produksi ADH dan
retensi natrium/air. ditandai dengan

III. RENCANA KEPERAWATAN


N TANGGA MASALAH TUJUAN & RENCANA RASIONAL
O L KEPERAWATAN KRITERIA HASIL TINDAKAN
/JAM
1. 16-nov-11 Penurunan curah Setelah dilakukan - Auskultasi Biasnya terjadi
14 : 05 jantung tindakan nadi apical kaji takikardi (meskipun
WIB keperawatan selama
berhubungan frekuensi, iram pada saat istirahat)
2 x24 jam
dengan ; Perubahan jantung untuk mengkompensasi
diharapkan aktivitas
kontraktilitas klien terpenuhi penurunan
miokardial/perubah Dengan KH: kontraktilitas ventrikel.
an inotropik, Menunjukkan
Perubahan tanda vital -: S1 dan S2 mungkin
frekuensi, irama dalam batas lemah karena
dan konduksi yang dapat menurunnya kerja
listrik, Perubahan diterima -Catat bunyi pompa. Irama Gallop
structural (disritmia jantung umum (S3 dan S4)
terkontrol atau dihasilkan sebagai
hilang) dan aliran darah kesermbi
bebas gejala yang disteni. Murmur
gagal jantung , dapat menunjukkan
Melaporkan Inkompetensi/stenosis
penurunan katup
epiode dispnea,
angina, Ikut
serta dalam
. aktivitas yang Hipotensi ortostatik dapat
mengurangi terjadi dengan aktivitas

beban kerja karena efek obat


(vasodilasi), perpindahan
jantung.
cairan (diuretic) atau
pengaruh fungsi jantung
intoleran Aktivitas
berhubungan
Penurunan/ketidakmamp
dengan : Ketidak -Periksa tanda
uan miokardium untuk
seimbangan antar vital sebelum dan
meningkatkan volume
suplai okigen. segera setelah
sekuncup selama aktivitas
Kelemahan umum, aktivitas,
Setelah dilakukan dpat menyebabkan
Tirah baring khususnya bila
tindakan
peningkatan segera
lama/immobilisasi keperawatan selama klien
frekuensi jantung dan
2 x24 jam menggunakan
2 kebutuhan oksigen juga
17-nov- Dengan KH: vasodilator,diuret peningkatan kelelahan
2011 Klien akan : ic dan penyekat dan kelemahan.
Berpartisipasi pad beta.
ktivitas yang - Dapat menunjukkan
diinginkan, -Catat respons peningkatan
memenuhi kardiopulmonal dekompensasi jantung
perawatan diri terhadap daripada kelebihan
sendiri, aktivitas, catat aktivitas
Mencapai takikardi,
peningkatan diritmia, dispnea
toleransi aktivitas berkeringat dan
yang dapat pucat. - Pengeluaran urine
diukur, dibuktikan
mungkin sedikit dan
oelh menurunnya
pekat karena penurunan
kelemahan dan
perfusi ginjal. Posisi
kelelahan.
terlentang membantu
diuresis sehingga
pengeluaran urine dapat
ditingkatkan selama tirah
baring.

- Evaluasi
-Terapi diuretic dapat
peningkatan
disebabkan oleh
intoleran
kehilangan cairan tiba-
aktivitas
tiba/berlebihan
- Kelebihan volume (hipovolemia) meskipun
cairan berhubungan
edema/asites masih ada.
dengan : menurunnya
laju filtrasi glomerulus
(menurunnya curah
jantung)/meningkatnya
produksi ADH dan
retensi natrium/air - Pantau
pengeluaran
- perlu memberikan diet
Setelah dilakukan urine, catat
yang dapat diterima klien
tindakan jumlah dan
yang memenuhi
keperawatan warna saat
kebutuhan kalori dalam
selama 2 x24 jam dimana diuresis pembatasan natrium
Dengan KH terjadi.
3 Klien akan :
Mendemonstrasik
an volume cairan
18-nov-
2011 stabil dengan
keseimbangan
masukan
danpengeluaran,
bunyi nafas
-Pantau/hitung
bersih/jelas, tanda
keseimbangan
vital dalam
pemaukan dan
rentang yang
pengeluaran
dapat diterima,
selama 24 jam
berat badan stabil
dan tidak ada
edema.,
Menyatakan
pemahaman
tentang
pembatasan - Pemberian obat
sesuai indikasi
cairan individu
(kolaborasi)

-Konsul dengan
ahli diet.
IV. CATATAN KEPERAWATAN
TANGGAL/JAM NO.DX TINDAKAN KEPERAWATAN NAMA JELAS
17 Feb 2010 1 -Memberikan pasien banyak minum air putih
09 : 00 WIB -memberikan pasien makanan yang kaya akan
serat, yaitu: tepung sereal, roti, dan buah-
buahan segar
-Mengajarkan kepada klien tentang jenis-jenis
makanan yang banyak mengandung air seperti
buah-buahan
-memberikan cairan elektrolit sesuai prototkol
( dengan oralit dan cairan parenteral bila
indikasi)
-memberikan obat anti diare dan antibiotic
sesuai program.

2 -Menggunakan kapas lembab dan sabun untuk


membersihkan anus setiap buang air besar.
18 Feb 2010 -mengganti kain bila lembab atau basah
16 : 00 WIB -mengggunakan obat cream bila perlu
perawatan perineal.

-Menjelaskan dasar pemikiran untuk terapi


3
penggantian
-Menguraikan efek pengobatan pada pasien
-Membantu pasien menyusun jadwal untuk
19 Feb 2010 memastikan pelaksanaan sendiri terapi
21: 00 WIB -Menjelaskan perlunya tindak lanjut jangka
panjang kepada pasien dan
V. CATATAN PERKEMBANGAN
TANGGAL/JAM NO.DX SOAP PARAF
18 Feb 2010 1 S : pasien mengatakan nyeri pada dada belum
13 :30 WIB
berkurang
O : K/U sedang, dasien tampak meringis
A : Masalah keperawatan belum teratasi
P : Tindakan dilanjutkan

S : Pasien mengatakan cemas berkurang


2 O : pasien tampak rileks
A : Masalah keperawatan teratasi
19 Feb 2010
P : Tindakan dihentikan
21 : 15 WIB

S: Pasien mengatakan sudah bisa beraktifitas


3 sedikit
O: pasien kelihatan lebih tenang dan bisa
turun dari tempat tidur

20 Feb 2010 A: Masalah keperawatan teratasi sebagian

07:20 WIB P: Tindakan di lanjutkan

BAB IV
PEMBAHASAN
Pada pembahasan penulis akan membahas mengenai kesenjangan dari Asuhan
keperawatan pada klien dengan stroke hemoragic. Berdasarkan tinjauan teoritis dan tinjauan
kasus yang telah dibuat dan serta faktor-faktor yang menghambat dan mendukung dalam
pelaksanaan asuhan keperawatan yang mengacu pada teori yang ada.

A. Pengkajian
Pengkajian yang telah dilakukan berdasarkan teoritis dan anamnesa dari pasien, kemudian
data dikumpulkan dan dianalisa sehingga dapat diketahui kebutuhan klien sesuai dengan
permasalahan yang ada. Data yang didapat setelah pengkajian yang dilakukan pada dirasa
Ny.N sudah cukup sesuai dengan pengkajian berdasarkan tinjauan teoritis yang ada. Data-
data tersebut sudah menunjang untuk melakukan asuhan keperawatan selanjutnya, karena
semua data sudah didapatkan dengan jelas dan akurat.

B. Diagnosa
Pada tahap ini penulis merumuskan diagnosa dengan menganalisis data- data yang
diperoleh dari hasil pengkajian. Berdasarkan hasil pengkajian terhadap kasus yang penulis
observasi, muncul tiga diagnosa, sedangkan pada tinjauan teoritis penulis menemukan lima
Diagnosa keperawatan, setelah penulis membandingkan antara tinjauan teoritis dan kasus
yang penulis temukan maka tidak dapat kesenjangan karena Diagnosa yang ada di tinjauan
teoritis juga ditemukan pada tinjauan kasus yaitu:
1.Penurunan curah jantung berhubungan dengan ; Perubahan kontraktilitas
miokardial/perubahan inotropik, Perubahan frekuensi, irama dan konduksi listrik, Perubahan
structural
2.Aktivitas intoleran berhubungan dengan : Ketidak seimbangan antar suplai okigen.
Kelemahan umum, Tirah baring lama/immobilisasi.
3.Kelebihan volume cairan berhubungan dengan : menurunnya laju filtrasi glomerulus
(menurunnya curah jantung)/meningkatnya produksi ADH dan retensi natrium/air. ditandai
dengan

C. Intervensi
Pada tahap ini penulis berusaha untuk melakukan intevensi berdasarkan prioritas masalah.
Didalam melakukan penyusunan rencana tindakan keperawatan penulis tidak mengalami
kesulitan. Intervensi yang disusun sesuai dengan prioritas masalah pada klien Tn D
Implementasi
Pada tahap ini penulis melakukan tindakan keperawatan sesuai dengan rencana
tindakan yang telah ditetapkan. Dimana dalam melakukan tindakan keperawatan penulis
tidak semata-mata melakukan sendiri tetapi melibatkan keluarga pasien serta bantuan dari
perawat ruangan.

Evaluasi
Evaluasi asuhan keperawatan merupakan upaya untuk melihat sejauh mana keberhasilan
asuhan keperawatan yang telah di capai dengan mengacu kepada tujuan. Kegiatan evalusi
yang dilakukan setelah tujuan dari masalah yang ada pada klien tecapai. Dari tiga diagnosa
keperawatan yang ada pada tahap akhir evaluasi, maka 3 masalah teratasi sebagian dan terapi
di lanjutkan.

BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Pengkajian

Dalam makalah ini, antara pengkajian pada tinjauan teoritis dan tinjauan kasus sudah
terdapat kesamaan antara teori dan aplikasinya pada tinjauan kasus.

2. Diagnosa

Diagnosa keperawatan yang muncul yang ada pada tinjauan teoritis tidak seluruhnya
muncul pada tinjauan kasus. Namun diagnosa yang diangkat sesuai dengan masalah yang ada
pada tinjauan kasus sudah cukup mewakili dan sesuai dengan tinjauan teoritis.

3. Intervensi

Intervensi yang disusun berdasarkan prioritas masalah yang ada pada tinjauan kasus
sudah sesuai dengan tinjauan teoritis.

4. Implementasi

Implementasi merupakan aplikasi dari intervensi yang telah disusun.

5. Evaluasi

Hasil evaluasi dari implementasi keperawatan pada tinjauan kasus setelah dilakukan
perawatan selama 2x 24 jam sudah sangat memuaskan karena semua masalah teratasi.

A. Saran
1. Untuk Institusi
a. Mengupas secara jelas tentang konsep teoritis dan asuhan keperawatan pada klien dengan
GAGAL JANTUNG KOGNESTIF (CHF.
b. Mendemonstrasikan kepada mahasiswa tindakan keperawatan yang benar pada klien
GAGAL JANTUNG KOGNESTIF (CHF.
2. Untuk Rumah sakit
a. Memperbaiki sistem manajemen Rumah sakit, sehingga mempermudah proses keperawatan.
b. Memperhatikan jadwal pemulangan klien dengan GAGAL JANTUNG KOGNESTIF
(CHF.
c. Meningkatkan mutu pelayanan.

3. Untuk Perawat
a. Melakukan perawatan terhadap klien dengan gangguan GAGAL JANTUNG KOGNESTIF
(CHF. dengan keperawatan professional
b. Melakukan perawatan sesuai dengan prosedur tetap.
c. Melibatkan keluarga dalam proses keperawatan.

DAFTAR PUSTAKA

Barbara C Long, Perawatan Medikal Bedah (Terjemahan), Yayasan IAPK Padjajaran Bandung,
September 1996, Hal. 443 - 450
Doenges Marilynn E, Rencana Asuhan Keperawatan (Pedoman Untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien), Edisi 3, Penerbit Buku Kedikteran EGC, Tahun 2002,
Hal ; 52 64 & 240 249.

Junadi P, Atiek S, Husna A, Kapita selekta Kedokteran (Efusi Pleura), Media Aesculapius, Fakultas
Kedokteran Universita Indonesia, 1982, Hal.206 - 208

Wilson Lorraine M, Patofisiologi (Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit), Buku 2, Edisi 4, Tahun
1995, Hal ; 704 705 & 753 - 763.
ASKEP CHF ( CONGESTIV HAERT FAILURE )

I. KONSEP MEDIS

1. PENGERTIAN
Gagal jantung Kongsetif adalah ketidakmampuan jantung untuk memompa darah dalam jumlah yang cukup
untuk memenuhi kebutuhan jaringan terhadap oksigen dan nutrient dikarenakan adanya kelainan fungsi jantung
yang berakibat jantung gagal memompa darah untuk memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan dan atau
kemampuannya hanya ada kalau disertai peninggian tekanan pengisian ventrikel kiri (Smeltzer & Bare, 2001).

2. ETIOLOGI
a. Kelainan otot jantung
Gagal jantung sering terjadi pada penderita kelainan otot jantung, disebabkan menurunnya kontraktilitas jantung.
Kondisi yang mendasari penyebab kelainan fungsi otot jantung mencakup ateroslerosis koroner, hipertensi
arterial dan penyakit degeneratif atau inflamasi
b. Aterosklerosis koroner mengakibatkan disfungsi miokardium
karena terganggunya aliran darah ke otot jantung. Terjadi hipoksia dan asidosis (akibat penumpukan asam
laktat). Infark miokardium (kematian sel jantung) biasanya mendahului terjadinya gagal jantung. Peradangan
dan penyakit miokardium degeneratif berhubungan dengan gagal jantung karena kondisi yang secara langsung
merusak serabut jantung menyebabkan kontraktilitas menurun.
c. Hipertensi Sistemik atau pulmunal (peningkatan after load) meningkatkan beban kerja jantung dan pada
gilirannya mengakibatkan hipertrofi serabut otot jantung.
d. Peradangan dan penyakit myocardium degeneratif, berhubungan dengan gagal jantung karena kondisi ini
secara langsung merusak serabut jantung, menyebabkan kontraktilitas menurun.
e. Penyakit jantung lain, terjadi sebagai akibat penyakit jantung yang sebenarnya, yang secara langsung
mempengaruhi jantung. Mekanisme biasanya terlibat mencakup gangguan aliran darah yang masuk jantung
(stenosis katub semiluner), ketidakmampuan jantung untuk mengisi darah (tamponade, pericardium, perikarditif
konstriktif atau stenosis AV), peningkatan mendadak after load
f. Faktor sistemik
Terdapat sejumlah besar factor yang berperan dalam perkembangan dan beratnya gagal jantung. Meningkatnya
laju metabolisme (missal : demam, tirotoksikosis). Hipoksia dan anemi juga dapat menurunkan suplai oksigen ke
jantung. Asidosis respiratorik atau metabolic dan abnormalita elektronik dapat menurunkan kontraktilitas jantung.
3. ANATOMI FISIOLOGI

Jantung merupakan sebuah organ yang terdiri dari otot jantung, bentuk dan susunannya sama
dengan otot serat lintang tetapi cara kerjanya menyerupai otot polos yaitu di luar kesadaran.
a. Bentuk
Menyerupai jantung pisang, bagian atasnya tumpul dan disebut juga basis cordis. Disebelah bawah
agak runang disebut apex cordis.
b. Letak
Di dalam rongga dada sebelah depan (cavum mediastinum arteriol), sebelah kiri bawah dari
pertengahan rongga dada, di atas diafragma dan pangkalnya dibelakang kiri ICS 5 dan ICS 6 dua jari
dibawah papilla mammae. Pada tempat itu teraba adanya pukulan jantung yang disebut Ictus Cordis.
c. Ukuran
Kurang lebih sebesar kepalan tangan dengan berat kira-kira 250-300 gram.

d. Lapisan
Endokardium :Lapisan jantung sebelah dalam, yang menutupi katup jantung.
Miokardium :Lapisan inti dari jantung yang berisi otot untuk berkontraksi.
Perikardium :lapisan bagian luar yang berdekatan dengan pericardium viseralis.
Jantung sebagai pompa karena fungsi jantung adalah untuk memompa darah sehingga dibagi jadi
dua bagian besar, yaitu pompa kiri dan pompa kanan. Pompa jantung kiri: peredaran darah yang
mengalirkan darah ke seluruh tubuh dimulai dari ventrikel kiri-aorta-arteri-arteriola-kapiler-venula-vena
cava superior dan inferior-atrium kanan. Pompa jantung kanan: peredaran darah kecil yang
mengalirkan darah ke pulmonal, dimulai dari ventrikel kanan-arteri pulmonalis-4 vena pulmonalis-atrium
kiri.
Gerakan jantung terdapat dua jenis, yaitu konstriksi (sistol) dan relaksasi (diastole) dari kedua
atrium, terjadi serentak yang disebut sistol atrial dan diastole atrial. Konstriksi ventrikel kira-kira 0,3
detik dan tahap dilatasi selama 0,5 detik. Konstriksi kedua atrium pendek, sedang konstriksi ventrikel
lebih lama dan lebih kuat. Daya dorong dari vantrikel kiri harus lebih kuat karena harus mendorong
darah ke seluruh tubuh untuk mempertahankan tekanan darah sistemik.
Meskipun ventrikel kanan juga memompakan darah yang sama, tapi tugasny hanya mengalirkan
darah ke sekitar paru-paru dimana tekanannya lebih rendah.

4. PATOFISIOLOGI
Bila reservasi jantung (cardiac reserved) normal untuk berespons terhadap stres tidak adekuat untuk
memenuhi kebutuhan metabolik tubuh, maka jantung gagal untuk melakukan tugasnya sebagai pompa,dan
akibatnya terjadi gagal jantung. Demikian juga, pada tingkat awal, disfungsi komponen pompa secara nyata
dapat mengakibatkan gagal jantung. Jika reservasi jantung normal mengalami kepayahan dan kegagalan,
respons fisiologis tertentu pada penurunan curah jantung adalah penting. Semua respons ini menunjukkan
upaya tubuh untuk mempertahankan perfusi organ vital tetap normal. Terhadap empat mekanisme respons
primer terhadap gagal jantung meliputi :
a. Meningkatnya Aktivitas Adrenergik Simpatis
Menurunnya volume sekuncup pada gagal jantung akan membangkitkan respons simpatis
kompensatoris. Meningkatnya aktivitas adrenergik simpatis merangsang pengeluaran katekolamin dan saraf-
saraf adrenergik jantung dan medula adrenal. Denyut jantung dan kekuatan kontraksi akan meningkat untuk
meningkatkan curah jantung. Arteri perifer juga melakukan vasokonstriksi untuk menstabilkan tekanan arteri dan
reditribusi volume darah dengan mengurangi aliran darah ke organ-organ yang rendah metabolismenya seperti
kulit dan ginjal. Hal ini bertujuan agar perfusi ke jantung dan otak dapat dipertahankan. Venokonstriksi akan
meningkatkan aliran balik vena kesisi kanan jantung, untuk selanjutnya menambah kekuatan kontraksi sesuai
dengan hukum starling.
Aktivitas sistem saraf simpatis yang berlebihan menyebabkan peningkatan kadar noradrenalin plasma,
yang selanjutnya akan menyebabkan vasokonstriksi, takikardia, serta retensi garam dan air. Aktivitas simpatis
yang berlebihan juga dapat menyebabkan nekrosis sel otot jantung. Perubahan ini dapat dihubungkan dengan
observasi yang menunjukkan bahwa penyimpanan norepinefrin pada miokardium menjadi berkurang pada gagal
jantung kronis.
b. Peningkatan Beban Awal melalui Sistem Renin-Angiotensin-Aldosteron
Aktivasi sistem renin-angiotensin-aldosteron (RAA) menyebabkan retensi natrium dan air oleh ginjal,
meningkatkan volume ventrikel, dan regangan serabut. Peningkatan beban awal ini akan menambah
kontraktilitas miokardium sesuai dengan hukum starling. Mekanisme pasti yang mengakibatkan aktivasi sistem
RAA pada gagal jantung masih belum jelas. Sistem RAA bertujuan menjaga keseimbangan cairan dan elektrolit
yang adekuat serta mempertahankan tekanan darah.
Renin adalah enzim yang disekresikan oleh sel-sel juxtaglomerulus, yang terletak berbatasan dengan
arteriol renal aferen dan bersebelahan dengan makula densa pada tubulus distal. Renin merupakan enzim yang
mengubah angiotensinogen (sebagian besar berasal dari hati) menjadi angiotensin I.
c. Hipertrofi ventrikel
Respons terhadap kegagalan jantung lainnya adalah hipertrofi ventrikel atau bertambahnya ketebalan
dinding ventrikel. Hipertrofi meningkatkan jumlah sarkomer dalam sel-sel miokardium; bergantung pada jenis
beban hemodinamika yang mengakibatkan gagal jantung. Sarkomer dapat bertambah secara paralel atau serial.
Sebagai contoh, suatu beban tekanan yang ditimbulkan oleh adanya stenosis aorta,akan disertai penambahan
ketebalan dinding tanpa penambahan ukuran ruang di dalamnya. Respons miokardium terhadap beban volume
seperti pada regurgitasi aorta, ditandai dengan dilatasi dan bertambahnya ketebalan dinding. Kombinasi ini
diduga merupakan akibat dari bertambahnya jumlah sarkomer yang tersusun secara serial. Kedua pola hipertrofi
ini dikenal sebagai hipertrofi konsentris dan hipertrofi eksentris.
d. Volume cairan berlebihan (overload volume).
Remodelling jantung terjadi agar dapat menghasilkan volume sekuncup yang besar. Karena setiap
sarkomer mempunyai jarak pemendekan puncak yang terbatas, maka peningkatan volume ventrikel. Pelebaran
ini membutuhkan ketegangan dinding yang lebih besar agar dapat menimbulkan tekanan intraventrikel yang
sama sehingga membutuhkan peningkatan jumlah miofibril paralel. Sebagai akibatnya, terjadi peningkatan
ketebalan dinding ventrikel kiri. Jadi, volume cairan berlebihan menyebabkan pelebaran ruang dan hipertrofi
eksentrik.

Keempat respons ini adalah upaya untuk mempertahankan curah jantung. Mekanismemekanisme ini
mungkin memadai untuk mempertahankan curah jantung pada tingkat normal atau hampir normal pada gagal
jantung dini dan pada keadaan istirahat. Tetapi, kelainan pada kerja ventrikel dan menurunnya curah jantung
biasanya tampa pada saat beraktivitas. Dengan berlanjutnya gagal jantung, maka kompensasi akan menjadi
semakin kurang efektif.

5. TANDA DAN GEJALA


Gagal Jantung Kiri :
Kongesti paru menonjol pada gagal ventrikel kiri karena ventrikel kiri tak mampu memompa darah yang
dating dari paru. Manifestasi klinis yang terjadi yaitu :
a. Dispnea, Terjadi akibat penimbunan cairan dalam alveoli dan mengganggu pertukaran gas. Dapat
terjadi ortopnoe. Beberapa pasien dapat mengalami ortopnoe pada malam hari yang dinamakan Paroksimal
Nokturnal Dispnea (PND)
b. Batuk
c. Mudah lelah, Terjadi karena curah jantung yang kurang yang menghambat jaringan dan sirkulasi normal dan
oksigen serta menurunnya pembuangan sisa hasil katabolisme. Juga terjadi
d. karena meningkatnya energi yang digunakan untuk bernafas dan insomnia yang terjadi karena distress
pernafasan dan batuk
e. Kegelisahan atau kecemasan, Terjadi karena akibat gangguan oksigenasi jaringan, stress akibat kesakitan
bernafas dan pengetahuan bahwa jantung tidak berfungsi dengan baik

Gagal jantung Kanan :


a. Kongestif jaringan perifer dan visceral
b. Oedema ekstremitas bawah (oedema dependen), biasanya oedema pitting, penambahan BB.
c. Hepatomegali dan nyeri tekan pada kuadran kanan atas abdomen terjadi akibat pembesaran vena hepar
d. Anoreksia dan mual, terjadi akibat pembesaran vena dan statis vena dalam rongga abdomen
e. Nokturia
f. Kelemahan

6. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

a. EKOKARDIOGRAFI
Ekokardiografi sebaiknya digunakan sebagai alat pemeriksaan diagnostik yang pertama dan
sebagai alat yang pertama untuk manajemen gagal jantung; sifatnya tidak invasif dan segera dapat
memberikan diagnosis disfungsi jantung dan informasi yang berkaitan dengan penyebab terjadinya
disfungsi jantung dengan segera. Dengan adnya kombinasi M-Mode, ekokardiografi 2D, dan Doppler,
maka pemeriksaan invasif lain tidak lagi diperlukan.
Gambaran yang paling sering ditemukan pada gagal jantung akibat penyakit jantung iskemik,
kardiomiopati dilatasi, dan beberapa kelainan katup adalah dilatasi ventrikel kiri yang disertai
hipokinesis seluruh dinding ventrikel.

b. RONTGEN TORAKS
Foto rontgen toraks posterior-anterior dapat menunjukkan adanya hipertensi vena, edema
paru, atau kardiomegali. Bukti yang menunjukkan adanya peningkatan tekanan vena paru adalah
adanya diversi aliran darah kedaerah atas dan adanya peningkatan ukuran pembuluh darah.

c. ELEKTROKARDIOGRAFI
Pemeriksaan elektrokardiografi (EKG) meskipun memberikan informasi yang berkaitan dengan
penyebab, tetapi tidak dapat memberikan gambaran yang spesifik. Pada hasil pemeriksaan EKG yang
normal perlu dicurigai bahwa hasil diagnosis salah.
Pada pemeriksaan EKG untuk klien untuk gagal jantung dapat ditemukan kelainan EKG seperti di
berikut ini.
1) Left bundle branch block, kelainan segmen ST/T menunjukkan disfungsi ventrikel kiri kronis;
2) Gelombang Q menunjukkan infark sebelumnya dan kelainan segmen ST menunjukkan penyakit
jantung iskemik.
3) Hipertrofi ventrikel kiri dan gelombang T terbalik: menunjukkan stenosis aorta dan penyakit jantung
hipertensi.
4) Aritmia;
5) Deviasi aksis kekanan, right bundle branch block, dan hipertrofi ventrikel kanan menunjukkan disfungsi
ventrikel kanan.

7. PENGOBATAN
Respons fisiologis pada gagal jantung memberikan rasional untuk tindakan. Sasaran
penatalaksanaan gagal jantung kongestif adalah:
a. Menurunkan kerja jantung;
b. Meningkatkan curah jantung dan kontraktilitas miokardium;
c. Menurunkan retensi garam dan cairan.

a. TERAPI OKSIGEN
Pemberian oksigen terutama ditujukan pada klien dengan gagal jantung yang disertai dengan adema
paru. Pemenuhan oksigen akan mengurangi kebutuhan miokardium akan oksigen dan membantu
memenuhi kebutuhan oksigen tubuh.

b. TERAPI NITRAT DAN VASOLIDATOR KORONER


Penggunaan nitrat, baik secara akut maupun kronik, sangat dianjurkan dalam penatalaksanaan gagal
jantung. Jantung mengalami unloaded (penurunan afterload-beban akhir) dengan adanya vasolidatasi
perifer. Peningkatan curah jantung lanjut akan menurunkan pulmonary artery wedge pressure
(pengukuran yang menunjukkan derajat kongesti vaskular pulmonal dan beratnya gagal ventrikel kiri)
da penurunan pada konsumsi oksigen miokardium.

c. TERAPI DIURETIK
Selain tirah baring, klien dengan gagal jantung perlu pembatasan garam dan air serta pemberian
diuretik baik oral atau parenteral. Tujuannya agar menurunkan preload (beban awal) dan kerja jantung.
Diuretik memiliki efek anti hipertensi dengan meningkatkan pelepasan air dan garam natrium. Hal ini
menyebabkan penurunan volume cairan dan menurunkan tekanan darah. Jika garam natrium ditahan,
air juga akan tertahan dan tekanan darah akan meningkat. Banyak jenis diuretik yang menyebabkan
pelepasan elektrolit-elektrolit lainnya, yaitu kalium, magnesium, klorida, dan bikarbonat. Diuretik yang
meningkatkan ekskresi kalium digolongkan sebagai diuretik yang tidak menahan kalium.

d. TERAPI DIGITALIS
Digitalis, salah satu dari obat-obatan tertua, dipakai sejak tahun 1200, dan hingga saat ini diuretik
masih terus digunakan dalam bentuk yang telah dimurnikan. Digitalis dihasilkan dari tumbuhan
foxglove ungu dan putih dan dapat bersifat racun. Pada tahun 1785, William Whitering dari inggris
menggunakan digitalis untuk menyembuhkan sakit bengkak, yaitu edema pada ekstremitas akibat
insufisiensi ginjal dan jantung. Dimasa itu, Withering tidak menyadari bahwa sakit bengkak tersebut
merupakan akibat dari gagal jantung.
Digitalis adalah obat utama untuk meningkatkan kontraktilitas. Digitalis bila diberikan dalam
dosis yang sangat besar dan diberikan secara berulang dengan cepat, kadang-kadang menyebabkan
klien mengalami mabuk, muntah, pandangan kacau, objek yang terlihat tampak hijau dan kuning, klien
melakukan gerakan yang sering dan kadang-kadang tidak mampu untuk menahannya. Digitalis juga
menyebabkan sekresi urine meningkat, nadi lambat hingga 35 denyut dalam satu menit, keringat
dingin, kekacauan mental, sinkope dan kematian. Digitalis juga bersifat laksatif.
Pada kegagalan jantung, digitalis diberikan dengan tujuan memperlambat frekuensi ventrikel
dan meningkatkan kekuatan kontraksi serta meningkatkan efesiensi jantung. Saat curah jantung
meningkat, volume cairan yang melewati ginjal akan meningkat untuk difiltrasi dan diekskresi, sehingga
volume intravaskuler menurun.

e. TERAPI INOTROPIK POSITIF


Dopamin-merupakan salah satu obat inotropik positif-bila juga dipakai untuk meningkatkan denyut
jantung (efek beta-1) pada keadaan bradikardia saat pemberian atropin pada dosis 5-20 mg/kg/menit
tidak menghasilkan kerja yang efektif.
Kerja dopamin bergantung pada dosis yang diberikan, pada dosis kecil (1-2 g/kg/menit),
dopamin akan mendilatasi pembuluh darah ginjal dan pembuluh darah mesenterik serta menghasilkan
peningkatan pengeluaran urine (efek dopaminergik); pada dosis 2-10 g/kg/menit, dopamin akan
meningkatkan curah jantung melalui peningkatan kntraktilitas jantung (efek beta) dan meningkatan
tekanan darah melalui vosokonstriksi (efek alfa-adrenergik). Penghentian pengobatan dopamin harus
dilakukan secara bertahap, penghentian pemakaian yang mendadak dapat menimbulkan hipotensi
berat.
Dobutamin (Dobutrekx) adalah suatu obat simpatomimetik dengan kerja beta-1 adrenergik.
Efek beta-1 adalah meningkatkan kekuatan kontraksi miokardium (efek inotropik positif) dan
meningkatkan denyut jantung (efek kronotropik positif).

f. TERAPI SEDATIF
pada keadaan gagal jantung berat, pemberian sedatif dapat mengurangi kegelisahan. Obat-obatan
sedatif yang sering digunakan adalah Phenobarbital 15-30 mg empat kali sehari dengan tujuan untuk
mengistirahatkan klien dan memberi relaksasi pada klien.

II. KONSEP ASUHAN KERERAWATAN


A. PENGKAJIAN
Gagal jantung adalah suatu sindrom klinis yang ditandai oleh sejumlah gejala dn tanda, serta disebabkan
oleh berbagai kelainan jantung seperti gangguan irama jantung, gangguan endokardial, perikardial, valvular, atau
miokardial. Kelainan miokardium dapat bersifat sistolik (berhubungan dengan kontraksi dan pengosongan
ventrikel), diastolik (berhubungan dengan relaksasi dan pengisian ventrikel) atau kombinasi keduanya.
1. Identitas klien
a. Keluhan Utama
Keluhan utama klien dengan gagal jantung adalah kelemahan saat beraktivitas dan sesak napas.
b. Riwayat Penyakit Saat Ini
Pengkajian RPS yang mendukung keluhan utama dilakukan dengan mengajukan serangkaian pertanyaan
mengenai kelemahan fisik klien secara PQRST, yaitu :
Provoking Incident : Kelemahan fisik terjadi setelah melakukan aktivitas ringan sampai berat, sesuai derajat
gangguan pada jantung.
Quality of Pain : seperti apa keluhan kelemahan dalam melakukan aktivitas yang dirasakan atau digambarkan
klien. Biasanya setiap beraktivitas klien merasakan sesak napas (dengan menggunakan alat atau otot bantu
pernafasan).
Region : radiation, relief : Apakah kelemahan fisik bersifat lokal atau memengaruhi keseluruhan sistem otot
rangka dan apakah disertai ketidakmampuan dalam melakukan pergerakan.
Severity (Scale) of Pain : Kaji rentang kemampuan klien dalam melakukan aktivitas sehari-hari. Biasanya
kemampuan klien dalam beraktivitas menurun sesuai derajat gangguan perfusi yang dialami organ.
Time : Sifat mula timbulnya (onset), keluhan kelemahan beraktivitas biasanya timbul perlahan. Lama timbulnya
(durasi) kelemahan saat beraktivitas biasanya setiap saat, baik saat istirahat maupun saat beraktivitas.
c. Riwayat Penyakit Dahulu
Pengkajian RPD yang mendukung dikaji dengan menanyakan apakah sebelumnya klien pernah menderita
nyeri dada, hipertensi, iskemia miokardium, infark miokardium, diabetes melitus, dan hiperlipidemia.
Tanyakan mengenai obat-obatan yang biasa diminum oleh klien pada masa yang lalu dan masih relevan
dengan kondisi saat ini. Obat-obatan ini meliputi obat diruretik, nitrat, penghambat beta, serta antihipertensi.
Catat adanya efek samping yang terjadi di masa lalu, alergi obat, dan reaksi alergi yang timbul. Sering kali klien
menafsirkan suatu alergi sebagai efek samping obat.
d. Riwayat Keluarga
Perawat menanyakan tentang penyakit yang pernah dialami oleh keluarga, anggota keluarga yang
meninggal terutama pada usia produktif, dan penyebab kematiannya. Penyaki jantung iskemik pada orang tua
yang timbulnya pada usia muda merupakan faktor risiko utama terjadinya penyakit jantung iskemik pada
keturunannya.
e. Riwayat Pekerjaan dan Pola Hidup
Perawat menanyakan situasi tempat klien bekerja dan lingkingannya. Kebiasaan sosial dengan
menanyakan kebiasaan dan pola hidup misalnya minum alkohol atau obat tertentu. Kebiasaan merokok dengan
menanyakan tentang kebiasaan merokok, sudah berapa lama, berapa batang per hari, dan jenis rokok.
Di samping pertanyaan-pertanyaan tersebut, data biografi juga merupakan data yang perlu diketahui, yaitu
dengan menanyakan nama, umur, jenis kelamin, tempat tinggal, suku, dan agama yang dianut oleh klien.
Saat mengajukan pertanyaan kepada klien, hendaknya diperhatikan kondisi klien. Bila klien dalam keadaan
kritis, maka pertanyaan yang diajukan bukan pertanyaan terbuka tetapi pertanyaan tertutup yaitu pertanyaan
yang jawabannya Ya atau Tidak atau pertanyaan yang dapat dijawab dengan gerakan tubuh, yaitu
mengangguk atau menggelengkan kepala sehingga tidak memerlukan energi yang besar.
f. Pengkajian Psikososial
Perubahan integritas ego yang ditemukan pada klien adalah klien menyangkal, takut mati, perasaan ajal
sudah dekat, marah pada penyakit/perawatan yang tak perlu, kuatir tentang keluarga, pekerjaan, dan keuangan.
Kondisi ini ditandai dengan sikap menolak, menyangkal, cemas, kurang kontak mata, gelisah, marah, perilaku,
menyerang, dan fokus pada diri sendiri.
Interaksi sosial dikaji terhadap adanya stres karena keluarga, pekerjaan, kesulitan biaya ekonomi, dan
kesulitan koping dengan stresor yang ada. Kegelisahan dan kecemasan terjadi akibat gangguan oksigenasi
jaringan, stres akibat kesakitan bernafas dan pengetahuan bahwa jantung tidak berfungsi dengan baik.
Penurunan lebih lanjut dari curah jantung dapat terjadi ditandai dengan adanya keluhan insomnia atau tampak
kebingungan.

2. Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum
Pada pemeriksaan keadaan umum, kesadaran klien gagal jantung biasanya baik atau compos mentis dan
akan berubah sesuai tingkat gangguan perfusi sistem saraf pusat.
a. Breathing
Kongesti Vaskular Pulmonal
Gejala-gejala kongesti vaskular pulmonal adalah dispnea, ortopnea, dispnea nokturnal paroksismal, batuk, dan
edema pulmonal akut.
1) Dispnea
Dispnea, dikarakteristikan dengan pernafasan cepat, dangkal dan keadaan yang menunjukkan bahwa klien sulit
mendapatkan udara yang cukup, yang menekan klien.
2) Ortopnea
Ortopnea, ketidakmampuan untuk berbaring datar karena dispnea, adalah keluhan umum lain dari gagal
ventrikel kiri yang berhubungan dengan kongesti vaskular pulmonal.
3) Dispnea Nokturnal Paroksismal
Dispnea nokturnal paroksismal (DNP) adalah keluhan yang dikenal baik oleh klien yaitu klien biasanya
terbangun di tengah malam karena mengalami nafas pendek yang hebat. Dispnea nokturnal paroksismal
diperkirakan disebabkan oleh perpindahan cairan dari jaringan ke dalam kompartemen intravaskular sebagai
akibat dari posisi telentang. Dengan peningkatan tekanan hidrostatik ini, sejumlah cairan keluar masuk ke area
jaringan secara normal. Namun, dengan posisi telentang.
4) Batuk
Batuk iritatif adalah salah satu gejala dari kongesti vaskular pulmonal yang sering tidak menjadi perhatian tetapi
dapat merupakan gejala dominan. Batuk ini dapat produktif tetapi biasanya kering dan batuk pendek. Gejala ini
dihubungkan dengan kongestif mukosa bronkial dan berhubungan dengan peningkatan produksi mukus.
5) Edema Pulmonal
Edema Pulmonal akut adalah gambaran klinis paling bervariasi dihubungkan dengan kongesti vaskular
pulmonal. Edema pulmonal akut ini terjadi bila tekanan kapiler pulmonal melebihi tekanan yang cenderung
mempertahankan cairan di dalam saluran vaskular (kurang lebih 30 mmHg). Edema pulmonal akut dicirikan oleh
dispnea hebat, batuk, ortopnea, ansietas, sianosis, berkeringat, kelainan bunyi pernafasan, dan sangat nyeri
dada dan sputum berwarna merah muda, berbusa yang keluar dari mulut. Ini memerlukan kedaruratan medis
dan harus ditangani dengan cepat dan tepat.
b. Blood
1.) Inspeksi
Inspeksi tentang adanya parut pada dada, keluhan kelemahan fisik, dan adanya edema ekstremitas.
2.) Palpasi
Denyut nadi perifer melemah. Thrill biasanya ditemukan.
3.) Auskultasi
Tekanan darah biasanya menurun akibat penurunan volume sekuncup. Bunyi jantung tambahan akibat kelainan
katup biasanya ditemukan apabila penyebab gagal jantung adalah kelainan katup.
4.) Perkusi
Batas jantung mengalami pergeseran yang menunjukkan adanya hipertrofi jantung (kardiomegali)
5.) Penurunan Curah Jantung
Gejala ini mungkin timbul pada tingkat curah jantung rendah kronis dan merupakan keluhan utama klien. Namun,
gejala ini tidak spesifik dan sering dianggap sebagai depresi, neurosis, atau keluhan fungsional. Oleh karena itu,
kondisi ini secara potensial merupakan indikator penting penyimpangan fungsi pompa yang sering tidak
diperhatikan dan klien juga diberi keyakinan yang tidak tepat atau diberi tranquilizer atau sediaan yang dapat
meningkatkan suasana hati (mood).
6) Bunyi Jantung dan Crackles
Tanda fisik yang berkaitan dengan kegagalan ventrikel kiri yang dapat dikenal dengan mudah adalah adanya
bunyi jantung ketiga dan keempat (S3,S4) dan crackles pada paru-paru. S4 atau gallop atrium, dihubungkan
dengan dan mengikuti kontraksi atrium dan terdengar paling baik dengan bell stetoskop yang ditempatkan
dengan tepat pada apeks jantung. Klien diminta untuk berbaring pada posisi miring kiri untuk mendapatkan
bunyi. Bunyi S4 ini terdengar sebelum bunyi jantung pertama (S1) dan tidak selalu merupakan tanda pasti
kegagalan kongestif, tetapi dapat menunjukkan adanya penurunan komplians(peningkatan kekakuan)
Miokardium.hal ini mungkin merupakan indikasi awal (premonitori) menuju kegagalan. Bunyi S4 umumnya
ditemukan pada klien dengan infark miokardium akut dan mungkin tidak mempunyai prognosis bermakna, tetapi
mungkin menunjukkan kegagalan yang baru terjadi.
S3 atau gallop ventrikel adalah tanda penting dari gagal ventrikel kiri dan pada orang dewasa hampir tidak
pernah ditemukan kecuali jika ada penyakit jantung signifikan. Crackles atau ronkhi basah halus secara umum
terdengar pada dasar posterior paru dan sering dikenal sebagai bukti gagal ventrikel kiri, dan memang demikian
sesungguhnya. Sebelum crackles ditetapkan sebagai kegagalan pompa jantung, klien harus diintruksikan untuk
batuk dalam yang bertujuan membuka alveoli basilaris yang mungkin mengalami kompresi karena berada di
bawah diafragma.
7) Disritmia
Karena peningkatan frekuensi jantung adalah respons awal jantung terhadap stres, sinus takikardia mungkin
dicurigai dan sering ditemukan pada pemeriksaan klien dengan kegagalan pompa jantung.
8) Distensi Vena Jugularis
Bila ventrikel kanan tidak mampu berkompensasi terhadap kegagalan ventrikel. Kiri, akan terjadinya dilatasi dari
ruang ventrikel, peningkatan volume, dan tekanan pada diastolik akhir ventrikel kanan, tahanan untuk mengisi
ventrikel, dan peningkatan lanjut pada tekanan atrium kanan. Peningkatan tekanan ini akan diteruskan ke hulu
vena kava dan dapat diketahui dengan peningkatan pada tekanan vena jugularis.
9) Kulit Dingin
Kegagalan arus darah ke depan (forward failure) pada ventrikel kiri menimbulkan tanda-tanda yang
menunjukkan berkurangnya perfusi ke organ-organ. Karena darah dialihkan dari organ-organ nonvital ke organ-
organ vital seperti jantung dan otak untuk mempertahankan perfusinya, maka manifestasi paling awal dari gagal
kedepan yang lebih lanjut adalah berkurangnya perfusi organ-organ seperti kulit dan otot-otot rangka. Kulit
tampak pucat dan terasa dingin karena pembuluh darah perifer mengalami vasokonstriksi dan kadar hemoglobin
yang tereduksi meningkat. Sehingga akan terjadi sianosis.
10) Perubahan Nadi
Pemeriksaan denyut arteri selama gagal jantung akan menunjukkan denyut yang cepat dan lemah.
Denyut jantung yang cepat atau takikardia, mencerminkan respons terhadap perangsangan saraf simpatik.
Penurunan yang bermakna dari volume sekuncup dan adanya vasokonstriksi perifer akan mengurangi tekanan
nadi (perbedaan antara tekanan sistolik dan diastolik) dan menghasilkan denyut yang lemah atau thready pulse.
Hipotensi sistolik ditemukan pada gagal jantung yang lebih berat.Selain itu, pada gagal jantung kiri yang berat
dapat timbul pulsus alternans atau gangguan pulsasi, suatu perubahan dari kekuatan denyut arteri.
c. Brain
Kesadaran klien biasanya compos mentis. Sering ditemukan sianosis perifer apabila terjadi gangguan perfusi
jaringan berat. Pengkajian objektif klien meliputi wajah meringis, menangis, merintih, meregang, dan menggeliat.
d. Bladder
Pengukuran volume output urine selalu dihubungkan dengan intake cairan. Perawat perlu memonitor adanya
oliguria karena merupakan tanda awal dari syok kardiogenik. Adanya edema ekstremitas menunjukkan adanya
retensi cairan yang parah.
e. Bowel
1.) Hepatomegali
Hepatomegali dan nyeri tekan pada kuadran kanan atas abdomen terjadi akibat pembesaran vena di hepar. Bila
proses ini berkembang, maka tekanan dalam pembuluh portal meningkat sehingga cairan terdorong masuk ke
rongga abdomen, suatu kondisi yang dinamakan asites. Pengumpulan cairan dalam rongga abdomen ini dapat
menyebabkan tekanan pada diafragma sehingga klien dapat mengalami distres pernafasan.
2.) Anoreksia
Anoreksia (hilangnya selera makan ) dan mual terjadi akibat pembesaran vena dan stasis vena di dalam rongga
abdomen.
f. Bone
1.) Edema
Edema sering dipertimbangkan sebagai tanda gagal jantung yang dapat dipercaya dan tentu saja, ini sering
ditemukan bila gagal ventrikel kanan telah terjadi. Ini sedikitnya merupakan tanda yang dapat dipercaya bahwa
telah terjadi disfungsi ventrikel.
Edema dimulai pada kaki dan tumit (edema dependen dan secara bertahap akan meningkat hingga ke bagian
tungkai dan paha akhirnya ke genitalia eksterna dan tubuh bagian bawah). Pitting edema merupakan cara
pemeriksaan edema di masa edema akan tetap cekung setelah penekanan ringan dengan ujung jari, dan akan
jelas terlihat setelah terjadi retensi cairan minimal sebanyak 4,5 kg.
2.) Mudah lelah
Klien dengan gagal jantung akan cepat merasa lelah, hal ini terjadi akibat curah jantung yang
berkurang yang dapat menghambat sirkulasi normal dan suplai oksigen ke jaringan dan menghambat
pembungan sisa hasil katabolisme. Gejala-gejala ini dapat dipicu oleh ketidakseimbangan cairan dan
elektrolit atau anoreksia.

1. Aktivitas/istirahat
a. Gejala : Keletihan/kelelahan terus menerus sepanjang hari, insomnia, nyeri dada dengan
aktivitas, dispnea pada saat istirahat.
b. Tanda : Gelisah, perubahan status mental mis : letargi, tanda vital berubah pad aktivitas.
2. Sirkulasi
a. Gejala : Riwayat HT, IM baru/akut, episode GJK sebelumnya, penyakit jantung , bedah
jantung , endokarditis, anemia, syok septic, bengkak pada kaki, telapak kaki, abdomen.
b. Tanda :
1) TD ; mungkin rendah (gagal pemompaan).
2) Tekanan Nadi ; mungkin sempit.
3) Irama Jantung ; Disritmia.
4) Frekuensi jantung ; Takikardia.
5) Nadi apical ; PMI mungkin menyebar dan merubah
6) posisi secara inferior ke kiri.
7) Bunyi jantung ; S3 (gallop) adalah diagnostik, S4 dapat
8) terjadi, S1 dan S2 mungkin melemah.
9) Murmur sistolik dan diastolic.
10) Warna ; kebiruan, pucat abu-abu, sianotik.
11) Punggung kuku ; pucat atau sianotik dengan pengisian
12) kapiler lambat.
13) Hepar ; pembesaran/dapat teraba.
14) Bunyi napas ; krekels, ronkhi.
15) Edema ; mungkin dependen, umum atau pitting
16) khususnya pada ekstremitas.
3. Integritas ego
a. Gejala : Ansietas, kuatir dan takut. Stres yang berhubungan dengan penyakit/keperihatinan
finansial (pekerjaan/biaya perawatan medis)
b. Tanda : Berbagai manifestasi perilaku, mis : ansietas, marah, ketakutan dan mudah
tersinggung.
4. Eliminasi
Gejala : Penurunan berkemih, urine berwana gelap, berkemih malam hari (nokturia),
diare/konstipasi.
5. Makanan/cairan
a. Gejala : Kehilangan nafsu makan, mual/muntah, penambhan berat badan signifikan,
pembengkakan pada ekstremitas bawah, pakaian/sepatu terasa sesak, diet tinggi
garam/makanan yang telah diproses dan penggunaan diuretic.
b. Tanda : Penambahan berat badan cepat dan distensi abdomen (asites) serta edema (umum,
dependen, tekanan dn pitting).
6. Higiene
a. Gejala : Keletihan/kelemahan, kelelahan selama aktivitas Perawatan diri.
b. Tanda : Penampilan menandakan kelalaian perawatan personal.
7. Neurosensori
a. Gejala : Kelemahan, pening, episode pingsan.
b. Tanda : Letargi, kusut pikir, diorientasi, perubahan perilaku dan mudah tersinggung.
8. Nyeri/Kenyamanan
a. Gejala : Nyeri dada, angina akut atau kronis, nyeri abdomen kanan atas dan sakit pada otot.
b. Tanda : Tidak tenang, gelisah, focus menyempit danperilaku melindungi diri.
9. Pernapasan
a. Gejala : Dispnea saat aktivitas, tidur sambil duduk atau dengan beberapa bantal, batuk
dengn/tanpa pembentukan sputum, riwayat penyakit kronis, penggunaan bantuan pernapasan.
b. Tanda :
1) Pernapasan; takipnea, napas dangkal, penggunaan otot asesori pernpasan.
2) Batuk : Kering/nyaring/non produktif atau mungkin batuk terus menerus dengan/tanpa
pemebentukan sputum.
3) Sputum ; Mungkin bersemu darah, merah muda/berbuih (edema pulmonal)
4) Bunyi napas ; Mungkin tidak terdengar.
5) Fungsi mental; Mungkin menurun, kegelisahan, letargi.
6) Warna kulit ; Pucat dan sianosis.
10. Keamanan
Gejala : Perubahan dalam fungsi mental, kehilangankekuatan/tonus otot, kulit lecet.
11. Interaksi sosial
Gejala : Penurunan keikutsertaan dalam aktivitas sosial yang biasa dilakukan.
12. Pembelajaran/pengajaran
a. Gejala : menggunakan/lupa menggunakan obat-obat jantung, misalnya : penyekat saluran
kalsium.
b. Tanda : Bukti tentang ketidak berhasilan untuk meningkatkan.

2. PENYIMPANGAN KDM
3. DIAGNOSIS KEPERAWATAN

a. Aktual/ risiko tinggi penurunan curah jantung yang berhubungan dengan penurunan kontraktilitas
ventrikel kiri, perubahan frekuensi, irama, konduksi ektrikal.
b. Aktual/ risiko tinggi gangguan pertukaran gas yang berhubungan dengan pemberesan cairan, kongesti
paru akibat sekunder dari perubahan membrane kapiler alveoli dan retensi cairan intertensial.
c. Aktual/ risiko tinggi gangguan perfusi perifer yang berhubungan dengan menurunkan curah jantung.

4. RENCANA KEPERAWATAN

Aktualisasi/resiko tinggi penurunan curah jantung yang berhubungan dengan


penurunankontraktilitas ventrikal kiri, perubahan frekuensi, irama, konduksi elektrikal.
Ditandai dengan: peningkatan frekuensi jantung (takikardia), distrimia perubahan gambaran pola
EKG, perubahan tekanan darah (TD) (hipotensi/hipertensi), bunyi jantug ekstra (S3,S4) tidak
terdengar, penurunan output urine, nadi parifer tidak teraba, kulit dingin (kusam), diaforesis,
ortopnea, krakles, distensi vena jugularis, pembesaran hepar, edema ekstremitas, dan nyeri
dada.
Tujuan: dalam waktu 3x24 jam, penurunan curah jantung dapat teratasidan tanda vital dalam
batas yang dapat diterima (distrimia terkontrol atau hilang), dan bebas gejala gagal jantung
(parameter hemodinamika dalam batas normal), output urine adekuat.
Kriteria evalasi: klien akan melaporkan penurunan episode dispnea, berperan dalam aktivitas
yang dapat mengurangi beban kerja jantung, tekanan darah dalam batas nrmal (120/80 mmHg,
nadi 80x/menit), tidak terjadi aritmia, deyut jantung dan irama jantung teratur, CRT kurang dari 3
detik, poduksi urine >30 mil/jam.
Intervensi Rasional
Kaji dan lapor penurunan curah jantung Kejadian mortalitas dan morbiditas dengan MI
yang lebih dari 24 jam pertama.
Periksa keadaan klien dengan mengauskultasi Biasanya terjadi takikardia mekipun pada saat
nadi apikal: kaji frekuensi, irama jantung istirihat untuk mengompensasi penurunan
(dokumentasi distrimia, bila trsedia telemetri). kontraktilitas ventrikal, KAP, PAT, MAT, PVC,
dan AF distrimia umum berkenaan dengan
GJK mesk ipun lainnya juga terjadi.
Catatan : distrimia ventrikel tidak respontif
terhdap obat yang di duga aneurisma ventrikel.
Catat bunyi jantung S1 dan S2 mungkin lemah karena menurunnya
kerja pompa, irama gallop umum (S3 dan S4)
dihasilkan sebagai aliran darah yang mengalir
mlalui serambi yang mengalami distensi,
murmur dapat menunjukkan
inkompetensi/stenosis mitral.
Palpasi nadi perifer Penurunan curah jantung dapat ditunjukkan
dengan menurunnya nadi radial, popliteal,
dorsalis pedis, dan post-tibial, nadi mungkin
cepat hlang atau tidak teratur saat dipalpasi,
dan gangguan pulsasi (denyut kuat disertasi
dengan denyut lemah) mungkin ada.
Pantau adanya output urine, catat jumlah dan Ginjal berspon terhadap penurunan curah
kepekatan/konsentrasi urine. jantung dengan mereabsorbsi natrium dan
cairan, output urine biasanya menurun selama
3 harikarena perpindahan cairan ke jaringan
tetapi dapat meningkat pada malam hari
sehingga cairan pindah kembali kesirkulasi bila
klien tidur.
Istirahatkan klien dengan tirah baring optimal. Karena jantung tidak dapat diharapkan benar-
benar istirahat saat proses pemulihan seperti
luka pada patah tulang, maka hal yang terbaik
yang dilakukan adalah dengan
mengistirahatkan klien; sehingga melalui
inaktivitas, kebutuhan pemompaan jantung
diturunkan.
Tirah baring merupakan bagian yang penting
dari pengobatan gagal jantung kongestif,
khususnya pada tahap akut dan sulit untuk
disembuhkan. Selain itu untuk menurunkan
seluruh kebutuhan kerj pada jantung , tirah
baring membantu menurunkan beban kerja
dengan menurunkan volume intravaskular
melalui induksi diuresis berbaring.
Istrirahat akan mengurangi kerja jantung,
meningkatkan tenaga cdangan jantung, dan
menurunkan tekanan darah. Lamanya
berbarung juga merangsang tejadinya diuresis
karena berbaring akan memperbaiki perfus
ginjal. Istirahat juga dapat mengurangi kerja
otot pernapasan dan penggunaan oksigen.
Frekuensi jantung yang menurun akan
memperpanjang periode diastolik pemulihan
sehingga memperbaiki efisiensi kontraksi
jantung.
Atur posisi tirah baring yang ideal. Kepala Klien dengan gagal jantung kongestif dapat
tempat tidur harus di naikkan 20-30 cm (8-10 berbaring dengan posisi dalam gambar
inci)atau klien didudukkan di kursi. disebelah kiri untuk mengurangi kesulitan
benafas dan mngurangi jumlah darah yang
kembali kejantung. Yang dapat mengurangi
kongesti paru.
Pada posisi ini aliran balik vena ke jantung
(preload) dan paru berkurang, kongesti paru
berkurang, dan penekanan hepar ke diafragma
mejad minimal. Lengan bawah harus disokong
dengan bantal untuk mengurangi kelelahan
otot bahu akibat berat lengan yang menarik
secara terusmenerus. Klien yang hanya dapat
bernafas pada posisi tegak (ortopneu) dapat
didudukkan disisi tempat tidur dengan kedua
kaki disokong kursi, kepala dan lengan
diletakkan di meja tempat tidur dan vertebra
lumbosakral disokong dengan bantal. Bila
terdapat kongesti paru, maka lebih baik klien
didudukkan di kursi karena posisi ini dapat
memperbaiki pepindahan cairan dari paru.
Edema yang biasanya terdapat dibagian
bawah tubuh, akan pindah ke daerah yang
sakral ketika klien dibaringkan ditempat tidur.
Kaji perubahan pada sensorik, contoh letargi, Dapat menunjukkan tidak adekuatnya perfusi
cemas dan depresi. serebral akibat sekunder dari penurunan curah
jantung.
Berikan istirahat psikologi dengan lingkungan Stres emosi dapat meningkatkan
yang tenang vasokonstriksi, yang terkait dan meningkatkan
frekuensi/kerja jantung.
Berikan oksigen tambahan dengan kanula Meningkatkan sediaan oksigen untuk
nasal/masker sesuai dengan indikasi. kebutuhan miokardium melawan efek
hipoksia/iskemia.
Hindari manuver dinamik seperti berjongkok Berjongkok
sewaktu BAB dan mengepal-ngepalkan tangan Berjongkok meningkatkan aliran balik vena dan
resistensi secara simultan menyebabkan
kenaikan volume sekuncup (stroke volume)
dan tekanan arterial. Peregangan ventrikelkiri
bertambah akan meningkatkan beban kerja
jantung secara simultan.
Latihan isometrik
Latihan isometrik : mengepal-ngepalkan
tangan (handgrip) secara terus menerus
selama 20-30 detik meningkatkan resistensi
arterial sistematis, tekanan darah, dan ukuran
jantung. Latihan ini akan meningkatkan beban
kerja jantung.
Kolaborasi untuk melakukan diet jantung Rasional dukungan diet adalah mengatur diet
sehingga kerja dan ketegangan otot jantung
minimal, dan status nutrisi terpelihara, sesuai
dengan selera dan pola makan klien.
Pembatasan natrium
Pembatasan natrium ditujukan untuk
mencegah, mengatur, dan menguragi edema
seperti pada hipertensi atau gagal jantung.
Hindari kata-kata makanan rendah garam atau
bebas garam. Kesalahan yang sering terjadi
biasanya disebabkan akibat penerjemahan
yang tidak konsisten dari garam ke natrium.
Harus diingat bahwa garam itu tidak 100%
natrium. Terdapat 399 mg atau sekitar 400mg
Natrium dalam 1 g (1000 mg) garam. Maka
klien yang harus menjalani diet rendah natrium
harus dianjurkan untuk jangan membeli
makanan olahan dan membaca label dengan
teliti terhadap kata-kata garam atau natrium
khususnya makanan kaleng.
Kolaborasi untuk pemberian obat Terapi farmakologis dapat diguanakan untuk
meningkatkan volume sekuncup, memperbaiki
kontaktilitas dan menurunkan kongesti.
Diuretik, furosemid (LASIX). Sprironolaktum Obat yang dapat menurunkan preload paling
(aldakton); banyak digunakan dalam mengobati klien
dengan curah jantung relatif normal ditambah
dengangejala kongesti sehingga memengaruhi
reabsorbsi natrium dan air.
Vasodilator: Vasodilitator digunakan untuk meningkatkan
1. Nitrat (issorbide dinitrat, isordil) curah jantung, menurunkan olume sirkulasi
(vasodilitator), dan tahanan vaskuler sistematis
(merupakan arteriodilator seerta kerja
ventrikel).
2. Digoxin (lanoxin) Meningkatkan kekuatan kntraksi miokarium
dan memperlambat frekuensi jantung dengan
menurunkan volume sirkulasi (vasodilator) dan
tahanan vaskuler sistematis (arteriodilator)
serta kerja ventrikel.
4. Captopril (capoten) Meningkatkan kekuatan kontraksi miokardium
5. Lisinopril (prinvil) dan memperlambat frekuensi jantung dengan
6. Enapril (vasotec) menurunkan konduksi dan memperlama
periode refraktori angiotensin dalam paru dan
menurunkan vasokonstriksi, SVR, dan TD.

Morfin sulfat Penurunan tahanan vaskuler dan aliran balik


vena menurunkan kerja miokardium,
menghilangkan cemas, dan mengistirahatkan
sirkulasi umpan balik, mengeluaran
katekolamin, vasokonstriksi.
Tranqulilizer/sedative Meningkatkan istirahat/relaksasi dan
menurunkan kebutuhan oksigen dan kerja
miokardium. Catatan: ada ontrial oral yang
analog dengan amrinon (incor), agen inotrofik
positif yang disebut milrinon, yang cocok untuk
penggunaan jangka panjang.
Antikoagulan, contoh heparin dosis rendah, Dapat digunakan scara profilaksis untuk
warfarin (coumadin). mncegah pembentukan trombus/emboli pada
adanya faktor resiko seperti statis vena, tirah
baring, distrima jantung, dan riwayat episode
sebelumnya.
Pemberian cairan IV, pembatasan jumlah total Karena adanya peningkatan tekanan ventrikel
sesuai dengan indikasi, hindari cairan garam. kiri, klien tidak dapat menoleransi peningkatan
volume cairan (preload), klien juga
mengeluarkan sedikit natrium yang
menyebabkan retensi cairan dan meningkatkan
kerja miokardium.
Pantau rangkaian gambaran EKG dan Depresi segmen ST dan datarnya gelombang T
perubahan foto Rontogen toraks. dapat terjadi karena peningkatan kebutuhan
oksigen. Foto rontgen toraks dapat
menunjukkan pembesaran jantung dan
perubahankongesti pulmonal.

Aktual/risiko tinggi gangguan pertukaran gas yang berhubungan dengan pembesaran aciran, kongesti
akibat skunder dari perubahan membrane kapiler alveoli, dan retensi cairan interstitial
Tujuan : dalam waktu 3x24 jam tidak ada keluhan sesak atau terdapat perubahan respon sesak napas.
Kriteria evaluasi : secara subjektif klien menyatakan penurunan sesak napas, secara objektif didapatkan tanda
vital dalam baats normal (RR 16-20x/menit), tidak ada penggunaan otot bantu napas, analisa gas darah dalam
batas normal.
Intervensi Rasional
Berikan tambahan oksigen 6 liter/menit Untuk meningkatkan konsentrasi oksigen dalam
proses pertukaran gas
Pantau saturasi (oksimetri), Ph, BE, HCO3 dengan analisa Untuk mengetahui tingkat oksigenisasi pada
gas darah jaringan sebagai dampak adekuat tidaknya
proses pertukaran gas
Koreksi keseimbangan asam basa Mencegah asedosis yang dapat memperberat
fungsi pernafasan
Cegah atelektasis dengan melatih untuk batuk efektif dan Kongesti yang berat akan memperburuk proses
napas dalam pertukaran gas sehingga berdampak pada
timbulnya hipoksia.
Kolaborasi : Meningkatkan kontraktilitas otot jantung
RL 500 cc/24 jam sehingga dapat mengurangi timbulnya edema
Digoxin 1-0-0 sehingga dapat mencegah gangguan pertukaran
gas.
Furosemind 2-1-0 Membantu mencegah terjadinya retensi cairan
dengan menghambat ADH

Aktual/risiko tinggi gangguan perfusi perifer yang berhubungan dengan menurunnya curah jantung
Tujuan : dalam waktu 2x24 jam perfusi perifer meningkat.
Kriteria evaluasi : klien tidak mengeluh pusing, tanda vital dalam batas normal, CRT <3 detik, urine >600ml/hari.
Intervensi Rasional
Auskultasi TD. Bandingkan kedua lengan, ukur dalam Hipotensi dapat terjadi sehubungan dengan
keadaan berbaring, duduk atau berdiri bila memungkinkan. difungsi ventrikel, hipertensi juga merupakan
fenomena umum berhubungan dengan nyeri,
cemas, pengeluaran katekolamin.
Kaji warna kulit, suhu, sianosis, nadi, perifer dan diaphoresis Mengetehaui derajat hipoksemia dan
secara teratur. peningkatan tahanan perifer.
Kaji kualitas peristaltic, jika perlu pasang slang nasogastrik. Mengetahui pengaruh hipoksia terhadap fungsi
saluran pencernaan serta dampak penurunan
elektrolit
Kaji adanya kongesti hepar pada abdomen kanan atas. sebagai dampak gagal jantung kanan berat akan
di temukan adanya tanda kongesti pada hepar
Pantau output urine Penurunan curah jantung mengakibatkan
menurunnya produksi urine, pemantauan yang
ketat pada produksi urine <600 ml/hari
merupakan tanda-tanda syok kardiogenik.
Catat murmur Menunjukkan gangguan aliran darah dalam
jantung (kelainan katup, kerusakan, septum,
atau vibrasi otot papilaris).
Pantau frekuensi jantung dan irama Perubahan frekuensi dan irama jantung
menunjukkan komplikasi distritmia.
Berikan makanan kecil dan mudah di kunyah, batasi intake Makanan besar dapat meningkatkan kerja
caffeine jantung, kafein dapat merangsang langsung ke
jantung sehingga menigkatkan frekuensi
jantung.
Kolaborasi Jalur yang paten penting untuk pemberian obat
- Pertahankan jalur masuk pemberian heparin (IV) sesuai darurat.
indikasi.

4. EVALUASI

Diagnosa 1 :

1. Melaporkan penurunan episode dispnea, angina.

2. Ikut serta dalam aktivitas yang mengurangi beban kerja jantung

Diagnosa 2 :
a. RR Normal

b. Tak ada bunyi nafas tambahan dan penggunaan otot Bantu pernafasan

c. GDANormal

Diagnosa 3:

a. Pasien mampu mendemonstrasikan penggunaan teknik relaksasi.

b. Pasien menunjukkan menurunnya tegangan, rileks dan mudah bergerak.

http://akperbhayangkaraaskep.blogspot.com/2012/01/chf-congestiv-haert-
failure.html

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN CHF (CONGESTIVE


HEART FAILURE)

May 25
Posted by DeZ
Labels: Asuhan Keperawatan
I. Tinjauan Teori CHF

A. Definisi
Gagal jantung adalah keadaan patofisiologik dimana jantung sebagai pompa tidak mampu
memenuhi kebutuhan darah untuk metabolisme jaringan. Ciri-ciri yang penting dari defenisi
ini adalah pertama defenisi gagal adalah relatif terhadap kebtuhan metabolic tubuh, kedua
penekanan arti gagal ditujukan pada fungsi pompa jantung secara keseluruhan. Istilah gagal
miokardium ditujukan spesifik pada fungsi miokardium; gagal miokardium umumnya
mengakibatkan gagal jantung, tetapi mekanisme kompensatorik sirkulai dapat menunda atau
bahkan mencegah perkembangan menjadi gagal jantung dalam fungsi pompanya.

Istilah gagal sirkulasi lebih bersifat umum dari pada gagal jantung. Gagal sirkulasi
menunjukkan ketidakmampuan dari sistem kardiovaskuler untuk melakukan perfusi jaringan
dengan memadai. Defenisi ini mencakup segala kelainan dari sirkulasi yang mengakibatkan
perfusi jaringan yang tidak memadai, termasuk perubahan dalam volume darah, tonus
vaskuler dan jantung. Gagal jantung kongetif adalah keadaan dimana terjadi bendungan
sirkulasi akibat gagal
jantung dan mekanisme kompenstoriknya. Gagal jantung kongestif perlu dibedakan dengan
istilah yang lebih umum yaitu. Gagal sirkulasi, yang hanya berarti kelebihan bebabn sirkulasi
akibat bertambahnya volume darah pada gagal jantung atau sebab-sebab diluar jantung,
seperti transfusi yang berlebihan atau anuria.

B. Etiologi dan Faktor Resiko


Gagal jantung adalah komplikasi yang paling sering dari segala jenis penyakit jantung
kongestif maupun didapat. Mekanisme fisiologis yang menyebabkan gagal jantung mencakup
keadaan-keadaan yang meningkatkan beban awal, beban akhir atau menurunkan
kontraktilitas miokardium. Keadaan-keadaan yang meningkatkan beban awal meliputi:
regurgitasi aorta dan cacat septum ventrikel. Dan beban akhir meningkat pada keadaan
dimana terjadi stenosis aorta dan hipertensi sistemik. Kontraktilitas miokardium dapat
menurun pada imfark miokardium dan kardiomiopati.

Faktor-faktor yang dapat memicu perkembangan gagal jantung melalui penekanana sirkulasi
yang mendadak dapat berupa: aritmia, infeksi sistemik dan infeksi paru-paru dan emboli
paru-paru. Penanganan yang efektif terhadap gagal jantung membutuhkan pengenalan dan
penanganan tidak saja terhadap mekanisme fisiologis dan penyakit yang mendasarinya, tetapi
juga terhadap faktor-faktor yang memicu terjadinya gagal jantung.

C. Faktor Fisiologi
Kelainan intrinsik pada kontraktilitas miokardium yang khas pada gagal jantung akibat
penyakit jantung iskemik, mengganggu kemampuan pengosongan ventrikel yang efektif.
Kontraktilitas ventrikel kiri yang menurun mengurangi curah sekuncup dan meningkatkan
volume residu ventrikel.

Tekanan arteri paru-paru dapat meningkat sebagai respon terhadap peningkatan kronis
tekanan vena paru. Hipertensi pulmonary meningkatkan tahanan terhadap ejeksi ventrikel
kanan. Serentetan kejadian seprti yang terjadi pada jantung kiri, juga akan terjadi pada
jantung kanan, dimana akhirnya akan terjadi kongesti sistemik dan edema.

a. Perkembangan dari kongesti sistemik atau paru-paru dan edema dapat dieksaserbasi oleh
regurgitasi fungsional dan katub-katub trikuspidalis atau mitralis bergantian. Regurgitasi
fungsional dapat disebabkan oleh dilatasi dari annulus katub atrioventrikularis atau
perubahan-perubahan pada orientasi otot papilaris dan kordatendinae yang terjadi sekunder
akibat dilatasi ruang.

b. Sebagai respon terhadap gagal jantung ada tiga meknisme primer yang dapat dilihat;
meningkatnya aktifitas adrenergik simpatik, meningkatnya beban awal akibat aktivasi istem
rennin-angiotensin-aldosteron dan hipertrofi ventrikel. Ketiga respon ini mencerminkan
usaha untuk mempertahankan curah jantung. Meknisme-meknisme ini mungkin memadai
untuk mempertahnkan curah jantung pada tingkat normal atau hampir normal pada gagal
jantung dini, pada keadaan istirahat. Tetapi kelainan pada kerja ventrikel dan menurunnya
curah jantung biasanya tampak pada keadaan beraktivitas. Dengan berlanjutnya gagal jantung
maka kompensasi akan menjadi semakin luring efektif.

D. Penanganan
Gagal jantung ditngani dengan tindakan umum untuk mengurangi beban kerja jantung dan
manipulasi selektif terhadap ketiga penentu utama dari fungsi miokardium, baik secar sendiri-
sendiri maupun gabungan dari: beban awal, kontraktilitas dan beban akhir. Penanganan
biasanya dimulai ketika gejala-gejala timbul pad saat beraktivitas biasa. Rejimen penanganan
secar progresif ditingkatkan sampai mencapai respon klinik yang diinginkan. Eksaserbasi
akut dari gagal jantung atau perkembangan menuju gagal jantung yang berat dapat menjadi
alasan untuk dirawat dirumah sakit atau mendapat penanganan yang lebih agresif.

Pembatasan aktivitas fisik yang ketat merupakan tindakan awal yang sederhana namun sangat
tepat dalam pennganan gagal jantung. Tetapi harus diperhatikan jangan sampai memaksakan
larangan yang tak perlu untuk menghindari kelemahan otot-otot rangka. Kini telah dikethui
bahwa kelemahan otot rangka dapat meningkatkan intoleransi terhadap latihan fisik. Tirah
baring dan aktifitas yang terbatas juga dapat menyebabkan flebotrombosis. Pemberian
antikoagulansia mungkin diperlukan pad pembatasan aktifitas yang ketat untuk
mengendalikan gejala.

E. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis gagal jantung secara keseluruhan sangat bergantung pada etiologinya.
Namun dapat digambarkan sebagai berikut:
- Meningkatnya volume intravaskuler.
- Kongestif jaringan akibat tekanan arteri dan vena meningkat.
- Edema paru akibat peningkatan tekanan vena pulmolalis sehingga cairan mengalir dari
kapiler paru ke alveoli, yang dimanifestasikan dengan batuk dan napas pendek.
- Edema perifer umum dan penambahan berat badan akibat tekan sistemik.
- Turunnya curah jantung akibat darah tidak dapat mencapai jaringa dan organ.
- Tekanan perfusi ginjal menurun mengakibatkan pelepasan renin dari ginjal, yang pada
gilirannya akan menyebabkan sekresi aldostoron, retensi natrium dan cairan serta
peningkatan volume intravaskuler.

Tempat kongestif tergantung dari ventrikal yang terlibat:


* Disfungsi ventrikel kiri atau gagal jantung kiri

Tanda dan gejala:


a. Dispnea: akibat penimbuan cairan dalam alveoli yang mengganggu pertukaran gas, dapat
terjadi saat istirahat atau dicetuskan oleh gerakan yang minimal atau sedang.
b. Ortopnea: kesulitan bernapas saat berbaring
c. Paroximal: nokturna dispnea (terjadi bila pasien sebelumnya duduk lama dengan posisi
kaki dan tangan dibawah, pergi berbaring ke tempat tidur)
d. Batuk: biasa batuk kering dan basah yang menghasulkan sputum berbusa dalam jumlah
banyak kadang disertai banyak darah.
e. Mudah lelah: akibat cairan jantung yang kurang, yang menghambat cairan dari sirkulasi
normal dan oksigen serta menurunnya pembuanggan sisa hasil kataboliame.
f. Kegelisahan: akibat gangguan oksigenasi jaringan, stress akibat kesakitan bernapas, dan
pengetahuan bahwa jantung tidak berfungsi dengan baik.

* Disfungsi ventrikel kanan atau gagal jantung kanan


Tanda dan gejala:
a. Edema ekstremitas bawah atau edema dependen.
b. Hepatomegali dan nyeri tekan pada kuadran kanan batas abdomen.
c. Anoreksia dan mual terjadi akibat pembesaran vena dan status vena didalam rongga
abdomen.
d. Nokturna: rasa ingin kencing pada malam hari, terjadi karena perfusi renal didukung oleh
posisi penderita pada saat berbaring.
e. Lemah: akibat menurunnya curah jantung, gangguan sirkulasi dan pembuangan produk
sampah katabolisme yang tidak adekuat dari jaringan.

F. Komplikasi
Beberapa komplikasi yang terjadi akibat gagal jantung:

1) Syok kardiogenik
Syok kardiogenik ditandai oleh gangguan fungsi ventrikel kiri yang mengakibatkan gangguan
fungsi ventrikel kiri yaitu mengakibatkan gangguan berat pada perfusi jaringan dan
penghantaran oksigen ke jaringan yang khas pada syok kardiogenik yang disebabkan oleh
infark miokardium akut adalah hilangnya 40 % atau lebih jaringan otot pada ventrikel kiri
dan nekrosis vocal di seluruh ventrikel karena ketidakseimbangan antara kebutuhan dan
supply oksigen miokardium.

2) Edema paru
Edema paru terjadi dengan cara yang sama seperti edema dimana saja didalam tubuh. Factor
apapun yang menyebabkan cairan interstitial paru meningkat dari batas negative menjadi
batas positif.

Penyebab kelainan paru yang paling umum adalah:


a. Gagal jantung sisi kiri (penyakit katup mitral) dengan akibat peningkatan tekanan kapiler
paru dan membanjiri ruang interstitial dan alveoli.
b. Kerusakan pada membrane kapiler paru yang disebabkan oleh infeksi seperti pneumonia
atau terhirupnya bahan-bahan yang berbahaya seperti gas klorin atau gas sulfur dioksida.
Masing-masing menyebabkan kebocoran protein plasma dan cairan secara cepat keluar dari
kapiler.

G. Pemeriksaan Diagnostik
1. EKG: Hipertrofi atrial atau ventrikuler, penyimpangan aksis, iskemia dan kerusakan pola
mungkin terlihat. Disritmia misalnya: takhikardi, fibrilasi atrial. Kenaikan segmen ST/T
persisten 6 minggu atau lebih setelah imfark miokard menunjukkan adanya aneurime
ventricular.
2. Sonogram: Dapat menunjukkan dimensi pembesaran bilik, perubahan dalam
fungsi/struktur katub atau are penurunan kontraktilitas ventricular.
3. Skan jantung: Tindakan penyuntikan fraksi dan memperkirakan pergerakan dinding.
4. Kateterisasi jantung: Tekanan bnormal merupakan indikasi dan membantu membedakan
gagal jantung sisi kanan verus sisi kiri, dan stenosi katup atau insufisiensi, Juga mengkaji
potensi arteri kororner. Zat kontras disuntikkan kedalam ventrikel menunjukkan ukuran
bnormal dan ejeksi fraksi/perubahan kontrktilitas.

H. Penatalaksanaan Medis
Tujuan dasar penatalaksanaan pasien dan gagal jantung adalah:
a. Dukungan istirahat untuk mengurangi beban kerja jantung.

b. Meningkatkan kekuatan dan efisiensi kontraksi jantung dengan bahan-bahan farmakologis.

c. Menghilangkan penimbunan cairan tubuh berlebihan dengan terapi diuretic, diet dan
istirahat.

* Terapi Farmakologis
- Glukosida jantung, diuretic dan vasodilator merupakan dasar terapi farmakologis gagal
jantung.
- Digitalis meningkatkan kekuatan kontraksi jantung dan memperlambat frekuensi jantung.

* Terapi Diuretik
- Diberikan untuk memacu ekresi natrium dan air melalui ginjal, obat ini tidak diperlukan bila
pasien bersedia merespon. Pembatasan aktivitas digitalis dan diet rendah natrium, jadwal
pemberian obat ditentukan oleh berat badan, furosemid (Lasix) terutama sangat penting
dalam terapi gagal jantung karena dapat mendilatasi renula, sehingga meningkatkan kapasitas
urea yang pada gilirannya mengurangi preload (darah vena yang kembali ke jantung).
- Terapi diuretic jangka panjang dapat menyebabkan hiponatremia yang mengakibatkan
lemah, letih, malaise, kram otot dan denyut nadi yang kecil dan cepat.
- Pemberian diuretic dalam dosis besar dan berulang juga bisa mengakibatkan hipokalemia
ditandai dengan denyut nadi lemah, suara jantung menjauh, hipertensi, otot kendor,
penurunan refleks tendon dan kelemahan umum.

* Terapi Vasodilator
- Obat-obatan vasoaktif merupakan pengobatan utama pada penatalaksanaan gagal jantung.
- Natrium nitraprosida secara intravena melalui infuse yang dipantau tepat dosisnya harus
dibatasi agar tekanan systole arteriole tetap dalam batas yang diinginkan.
- Nitrogliserin.

d. Diit, diit jantung, makanan lunak, rendah garam

e. Pemberian digitalis, membantu kontraksi jantung dan memperlambat frekuensi jantung.


Hasil yang diharapkan peningkatan curah jantung, penurunan tekanan vena dan volume darah
dan peningkatan diuresis akan mengurangi edema. Pada saat pemberian ini pasien harus
dipantau terhadap hilangnya dispnea, ortopnea, berkurangnya krekel, dan edema perifer.
Apabila terjadi keracunan ditandai dengan anoreksia, mual dan muntah namun itu gejala awal
selanjutnya akan terjadi perubahan irama, bradikardi kontrak ventrikel premature, bigemini
(denyut normal dan premature saling berganti ), dan takikardia atria proksimal.

f. Pemberian Diuretic, yaitu unutuk memacu eksresi natrium dan air melalui ginjal. Bila
sudah diresepkan harus diberikan pada siang hari agar tidak mengganggu istirahat pasien
pada malam hari, intake dan output pasien harus dicatat mungkin pasien dapat mengalami
kehilangan cairan setelah pemberian diuretic, pasien juga harus menimbang badannya setiap
hari turgor kulit untuk menghindari terjadinya tanda-tanda dehidrasi.

g. Morfin, diberikan untuk mengurangi sesak napas pada asma cardial, hati-hati depresi
pernapasan.

h. Pemberian oksigen.

i. Terapi vasodilator dan natrium nitropurisida, obat-obatan vasoaktif merupakan pengobatan


utama pada penatalaksanaan gagal jantung untuk mengurangi impedansi (tekanan) terhadap
penyemburan darah oleh ventrikel.

II. Asuhan Keperawatan CHF


A. Pengkajian
Gagal serambi kiri/kanan dari jantung mengakibtkan ketidakmampuan memberikan keluaran
yang cukup untuk memenuhi kebutuhan jaringan dan menyebabkan terjadinya kongesti
pulmonal dan sistemik. Karenanya diagnostik dan teraupetik berlnjut . GJK selanjutnya
dihubungkan dengan morbiditas dan mortalitas.

1. Aktivitas/istirahat
a. Gejala: Keletihan/kelelahan terus menerus sepanjang hari, insomnia, nyeri dada dengan
aktivitas, dispnea pada saat istirahat.
b. Tanda: Gelisah, perubahan status mental misalnya: letargi, tanda vital berubah pad
aktivitas.

2. Sirkulasi
a. Gejala: Riwayat HT, IM baru/akut, episode GJK sebelumnya, penyakit jantung , bedah
jantung , endokarditis, anemia, syok septic, bengkak pada kaki, telapak kaki, abdomen.
b. Tanda:
1) TD; mungkin rendah (gagal pemompaan).
2) Tekanan Nadi; mungkin sempit.
3) Irama Jantung; Disritmia.
4) Frekuensi jantung; Takikardia.
5) Nadi apical; PMI mungkin menyebar dan merubah
6) posisi secara inferior ke kiri.
7) Bunyi jantung; S3 (gallop) adalah diagnostik, S4 dapat
8) terjadi, S1 dan S2 mungkin melemah.
9) Murmur sistolik dan diastolic.
10) Warna; kebiruan, pucat abu-abu, sianotik.
11) Punggung kuku; pucat atau sianotik dengan pengisian
12) kapiler lambat.
13) Hepar; pembesaran/dapat teraba.
14) Bunyi napas; krekels, ronkhi.
15) Edema; mungkin dependen, umum atau pitting
16) khususnya pada ekstremitas.

3. Integritas ego
a. Gejala: Ansietas, kuatir dan takut. Stres yang berhubungan dengan penyakit/keperihatinan
finansial (pekerjaan/biaya perawatan medis)
b. Tanda: Berbagai manifestasi perilaku, misalnya: ansietas, marah, ketakutan dan mudah
tersinggung.

4. Eliminasi
Gejala: Penurunan berkemih, urine berwana gelap, berkemih malam hari (nokturia),
diare/konstipasi.

5. Makanan/cairan
a. Gejala: Kehilangan nafsu makan, mual/muntah, penambahan berat badan signifikan,
pembengkakan pada ekstremitas bawah, pakaian/sepatu terasa sesak, diet tinggi
garam/makanan yang telah diproses dan penggunaan diuretic.
b. Tanda: Penambahan berat badan cepat dan distensi abdomen (asites) serta edema (umum,
dependen, tekanan dan pitting).

6. Hygiene
a. Gejala: Keletihan/kelemahan, kelelahan selama aktivitas Perawatan diri.
b. Tanda: Penampilan menandakan kelalaian perawatan personal.
7. Neurosensori
a. Gejala: Kelemahan, pening, episode pingsan.
b. Tanda: Letargi, kusut pikir, diorientasi, perubahan perilaku dan mudah tersinggung.

8. Nyeri/Kenyamanan
a. Gejala: Nyeri dada, angina akut atau kronis, nyeri abdomen kanan atas
dan sakit pada otot.
b. Tanda: Tidak tenang, gelisah, focus menyempit danperilaku melindungi diri.

9. Pernapasan
a. Gejala: Dispnea saat aktivitas, tidur sambil duduk atau dengan beberapa bantal, batuk
dengn/tanpa pembentukan sputum, riwayat penyakit kronis, penggunaan bantuan pernapasan.
b. Tanda:
- Pernapasan; takipnea, napas dangkal, penggunaan otot asesori pernapasan.
- Batuk: Kering/nyaring/non produktif atau mungkin batuk terus menerus dengan/tanpa
pemebentukan sputum.
- Sputum; Mungkin bersemu darah, merah muda/berbuih (edema pulmonal)
- Bunyi napas; Mungkin tidak terdengar.
- Fungsi mental; Mungkin menurun, kegelisahan, letargi.
- Warna kulit; Pucat dan sianosis.

10. Keamanan
Gejala: Perubahan dalam fungsi mental, kehilangankekuatan/tonus otot, kulit lecet.

11. Interaksi sosial


Gejala: Penurunan keikutsertaan dalam aktivitas sosial yang biasa dilakukan.

12. Pembelajaran/pengajaran
a. Gejala: menggunakan/lupa menggunakan obat-obat jantung, misalnya: penyekat saluran
kalsium.
b. Tanda: Bukti tentang ketidak berhasilan untuk meningkatkan.

B. Diagnosa Keperawatan
1. Penurunan curah jantung berhubungan dengan Perubahan kontraktilitas
miokardial/perubahan inotropik, Perubahan frekuensi, irama dan konduksi listrik,
Perubahan structural, ditandai dengan;
- Peningkatan frekuensi jantung (takikardia): disritmia, perubahan gambaran pola EKG
- Perubahan tekanan darah (hipotensi/hipertensi).
- Bunyi ekstra (S3 & S4)
- Penurunan keluaran urine
- Nadi perifer tidak teraba
- Kulit dingin kusam
- Ortopnea,krakles, pembesaran hepar, edema dan nyeri dada.

Tujuan
Klien akan menunjukkan tanda vital dalam batas yang dapat diterima (disritmia terkontrol
atau hilang) dan bebas gejala gagal jantung, melaporkan penurunan epiode dispnea, angina,
Ikut serta dalam aktivitas yang mengurangi beban kerja jantung.
Intervensi:
a. Auskultasi nadi apical; kaji frekuensi, iram jantung
Rasional: Biasanya terjadi takikardi (meskipun pada saat istirahat) untuk mengkompensasi
penurunan kontraktilitas ventrikel.

b. Catat bunyi jantung


Rasional: S1 dan S2 mungkin lemah karena menurunnya kerja pompa. Irama Gallop umum
(S3 dan S4) dihasilkan sebagai aliran darah ke serambi yang disteni. Mur-mur dapat
menunjukkan inkompetensi/stenosis katup.

c. Palpasi nadi perifer


Rasional: Penurunan curah jantung dapat menunjukkan menurunnya nadi radial, popliteal,
dorsalis, pedis dan posttibial. Nadi mungkin cepat hilang atau tidak teratur untuk dipalpasi
dan pulse alternan.

d. Pantau TD
Rasional: Pada GJK dini, sedng atu kronis tekanan drah dapat meningkat. Pada HCF lanjut
tubuh tidak mampu lagi mengkompensasi dan hipotensi tidak dapat normal lagi.

e. Kaji kulit terhadap pucat dan sianosis


Rasional: Pucat menunjukkan menurunnya perfusi perifer sekunder terhadap tidak adekutnya
curah jantung; vasokontriksi dan anemia. Sianosis dapt terjadi sebagai refrakstori GJK. Area
yang sakit sering berwarna biru atu belang karena peningkatan kongesti vena.

f. Berikan oksigen tambahan dengan kanula nasal/masker dan obat sesuai indikasi
(kolaborasi)
Rasional: Meningkatkn sediaan oksigen untuk kebutuhan miokard untuk melawan efek
hipoksia/iskemia. Banyak obat dapat digunakan untuk meningkatkan volume sekuncup,
memperbaiki kontraktilitas dan menurunkan kongesti.

2. Aktivitas intoleran berhubungan dengan ketidakseimbangan antar suplai oksigen.


Kelemahan umum, Tirah baring lama/immobilisasi. Ditandai dengan:
Kelemahan, kelelahan, perubahan tanda vital, adanya disritmia, dispnea, pucat, berkeringat.

Tujuan /kriteria evaluasi:


Klien akan berpartisipasi pada aktivitas yang diinginkan, memenuhi
perawatan diri sendiri, mencapai peningkatan toleransi aktivitas yang dapat diukur,
dibuktikan oleh menurunnya kelemahan dan kelelahan.

Intervensi:
a. Periksa tanda vital sebelum dan segera setelah aktivitas, khususnya bila klien
menggunakan vasodilator, diuretic dan penyekat beta.
Rasional: Hipotensi ortostatik dapat terjadi dengan aktivitas karena efek obat (vasodilasi),
perpindahan cairan (diuretic) atau pengaruh fungsi jantung.

b. Catat respons kardiopulmonal terhadap aktivitas, catat takikardi, disritmia, dispnea


berkeringat dan pucat.
Rasional: Penurunan/ketidakmampuan miokardium untuk meningkatkan volume sekuncup
selama aktivitas dpat menyebabkan peningkatan segera frekuensi jantung dan kebutuhan
oksigen juga peningkatan kelelahan dan kelemahan.

c. Evaluasi peningkatan intoleran aktivitas.


Rasional: Dapat menunjukkan peningkatan dekompensasi jantung daripada kelebihan
aktivitas.

d. Implementasi program rehabilitasi jantung/aktivitas (kolaborasi)


Rasional: Peningkatan bertahap pada aktivitas menghindari kerja jantung/konsumsi oksigen
berlebihan. Penguatan dan perbaikan fungsi jantung dibawah stress, bila fungsi jantung tidak
dapat membaik kembali,

3. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan menurunnya laju filtrasi glomerulus


(menurunnya curah jantung)/meningkatnya produksi ADH dan retensi natrium/air. ditandai
dengan:
Ortopnea, bunyi jantung S3, oliguria, edema, peningkatan berat badan, hipertensi, Ddstres
pernapasan, bunyi jantung abnormal.

Tujuan /kriteria evaluasi,


Klien akan mendemonstrasikan volume cairan stabil dengan keseimbangan masukan
danpengeluaran, bunyi nafas bersih/jelas, tanda vital dalam rentang yang dapat diterima, berat
badan stabil dan tidak ada edema, menyatakan pemahaman tentang pembatasan cairan
individual.

Intervensi:
a. Pantau pengeluaran urine, catat jumlah dan warna saat dimana diuresis terjadi.
Rasional: Pengeluaran urine mungkin sedikit dan pekat karena penurunan perfusi ginjal.
Posisi terlentang membantu diuresis sehingga pengeluaran urine dapat ditingkatkan selama
tirah baring.

b. Pantau/hitung keseimbangan pemasukan dan pengeluaran selama 24 jam


Rasional: Terapi diuretic dapat disebabkan oleh kehilangan cairan tibatiba/berlebihan
(hipovolemia) meskipun edema/asites masih ada.

c. Pertahakan duduk atau tirah baring dengan posisi semifowler selama fase akut.
Rasional: Posisi tersebut meningkatkan filtrasi ginjal dan menurunkan produksi ADH
sehingga meningkatkan diuresis.

d. Pantau TD dan CVP (bila ada)


Rasional: Hipertensi dan peningkatan CVP menunjukkan kelebihan cairan dan dapat
menunjukkan terjadinya peningkatan kongesti paru, gagal jantung.

e. Kaji bisisng usus. Catat keluhan anoreksia, mual, distensi abdomen dan konstipasi.
Rasional: Kongesti visceral (terjadi pada GJK lanjut) dapat mengganggu fungsi
gaster/intestinal.

f. Pemberian obat sesuai indikasi (kolaborasi)

g. Konsul dengan ahli diet.


Rasional: perlu memberikan diet yang dapat diterima klien yang memenuhi kebutuhan kalori
dalam pembatasan natrium.

4. Resiko tinggi gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran


kapiler-alveolus.

Tujuan /kriteria evaluasi,


Klien akan mendemonstrasikan ventilasi dan oksigenisasi adekuat pada jaringan ditunjukkan
oleh oksimetri dalam rentang normal dan bebas gejala distress pernapasan, berpartisipasi
dalam program pengobatan dalam batas kemampuan/situasi.

Intervensi:
a. Pantau bunyi nafas, catat krekles
Rasional: menyatakan adnya kongesti paru/pengumpulan secret menunjukkan kebutuhan
untuk intervensi lanjut.

b. Ajarkan/anjurkan klien batuk efektif, nafas dalam.


Rasional: membersihkan jalan nafas dan memudahkan aliran oksigen.

c. Dorong perubahan posisi.


Rasional: Membantu mencegah atelektasis dan pneumonia.

d. Kolaborasi dalam Pantau/gambarkan seri GDA, nadi oksimetri.


Rasional: Hipoksemia dapat terjadi berat selama edema paru.

e. Berikan obat/oksigen tambahan sesuai indikasi

5. Resiko tinggi terhadap kerusakan integritas kulit berhubungan dengan tirah baring lama,
edema dan penurunan perfusi jaringan.

Tujuan/kriteria evaluasi
Klien akan mempertahankan integritas kulit, mendemonstrasikan perilaku/teknik mencegah
kerusakan kulit.

Intervensi:
a. Pantau kulit, catat penonjolan tulang, adanya edema, area sirkulasinya
terganggu/pigmentasi atau kegemukan/kurus.
Rasional: Kulit beresiko karena gangguan sirkulasi perifer, imobilisasi fisik dan gangguan
status nutrisi.

b. Pijat area kemerahan atau yang memutih


Rasional: meningkatkan aliran darah, meminimalkan hipoksia jaringan.

c. Ubah posisi sering ditempat tidur/kursi, bantu latihan rentang gerak pasif/aktif.
Rasional: Memperbaiki sirkulasi waktu satu area yang mengganggu
aliran darah.

d. Berikan perawatan kulit, minimalkan dengan kelembaban/ekskresi.


Rasional: Terlalu kering atau lembab merusak kulit/mempercepat kerusakan.

e. Hindari obat intramuskuler


Rasional: Edema interstisial dan gangguan sirkulasi memperlambat absorbsi obat dan
predisposisi untuk kerusakan kulit/terjadinya infeksi.

6. Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) mengenai kondisi dan program pengobatan


berhubungan dengan kurang pemahaman/kesalahan persepsi tentang hubungan fungsi
jantung/penyakit/gagal, ditandai dengan:
Pertanyaan masalah/kesalahan persepsi, terulangnya episode GJK yang dapat dicegah.

Tujuan/kriteria evaluasi
Klien akan:
- Mengidentifikasi hubungan terapi untuk menurunkan episode berulang dan mencegah
komplikasi.
- Mengidentifikasi stress pribadi/faktor resiko dan beberapa teknik untuk menangani.
- Melakukan perubahan pola hidup/perilaku yang perlu.

Intervensi:
a. Diskusikan fungsi jantung normal
Rasional: Pengetahuan proses penyakit dan harapan dapat memudahkan ketaatan pada
program pengobatan.

b. Kuatkan rasional pengobatan.


Rasional: Klien percaya bahwa perubahan program pasca pulang dibolehkan bila merasa baik
dan bebas gejala atau merasa lebih sehat yang dapat meningkatkan resiko eksaserbasi gejala.

c. Anjurkan makanan diet pada pagi hari.


Rasional: Memberikan waktu adequate untuk efek obat sebelum waktu tidur untuk
mencegah/membatasi menghentikan tidur.

d. Rujuk pada sumber di masyarakat/kelompok pendukung suatu indikasi


Rasional: dapat menambahkan bantuan dengan pemantauan sendiri/penatalaksanaan dirumah.

http://dezlicious.blogspot.com/2009/05/asuhan-keperawatan-pada-klien-
dengan_25.html
Jika terjadi gagal jantung, tubuh mengalami beberapa adaptasi
baik pada jantung dan secara sistemik. Jika stroke volume kedua
ventrikel berkurang oleh karena penekanan kontraktilitas atau
afterload yang sangat meningkat, maka volume dan tekanan pada
akhir diastolik dalam kedua ruang jantung akan meningkat. Ini akan
meningkatkan panjang serabut miokardium akhir diastolik,
menimbulkan waktu sistolik menjadi singkat. Jika kondisi ini
berlangsung lama, terjadi dilatasi ventrikel . Cardiac output pada saat
istirahat masih bisa baik tapi, tapi peningkatan tekanan diastolik yang
berlangsung lama /kronik akan dijalarkan ke kedua atrium dan sirkulasi
pulmoner dan sirkulasi sitemik. Akhirnya tekanan kapiler akan
meningkat yang akan menyebabkan transudasi cairan dan timbul
edema paru atau edema sistemik.penurunan cardiac output, terutama
jika berkaitan dengan penurunan tekanan arterial atau penurunan
perfusi ginjal, akan mengaktivasi beberapa sistem saraf dan humoral.
Peningkatan aktivitas sistem saraf simpatis akan memacu kontraksi
miokardium, frekuensi denyut jantung dan vena ; perubahan yang
terkhir ini akan meningkatkan volume darah sentral.yang selanjutnya
meningkatkan preload. Meskipun adaptasi adaptasi ini dirancang
untuk meningkatkan cardiac output, adaptasi itu sendiri dapat
mengganggu tubuh. Oleh karena itu , takikardi dan peningkatan
kontraktilitas miokardium dapat memacu terjadinya iskemia pada
pasien pasien dengan penyakit arteri koroner sebelumnya dan
peningkatan preload dapat memperburuk kongesti pulmoner.

Aktivasi sitem saraf simpatis juga akan meningkatkan resistensi


perifer ;adaptasi ini dirancang untuk mempertahankan perfusi ke organ
organ vital, tetapi jika aktivasi ini sangat meningkatmalah akan
menurunkan aliran ke ginjal dan jaringan. Resitensi vaskuler perifer
dapat juga merupakan determinan utama afterload ventrikel, sehingga
aktivitas simpatis berlebihan dapat meningkatkan fungsi jantung itu
sendiri. Salah satu efek penting penurunan cardiac output adalah
penurunan aliran darah ginjal dan penurunan kecepatan filtrasi
glomerolus, yang akan menimbulkan retensi sodium dan cairan. Sitem
rennin angiotensin - aldosteron juga akan teraktivasi, menimbulkan
peningkatan resitensi vaskuler perifer selanjutnta dan penigkatan
afterload ventrikel kiri sebagaimana retensi sodium dan cairan. Gagal
jantung berhubungan dengan peningkatan kadar arginin vasopresin
dalam sirkulasi yang meningkat, yang juga bersifat vasokontriktor dan
penghambat ekskresi cairan. Pada gagal jantung terjadi peningkatan
peptida natriuretik atrial akibat peningkatan tekanan atrium, yang
menunjukan bahwa disini terjadi resistensi terhadap efek natriuretik
dan vasodilator.

Gagal jantung pada masalah utama kerusakan dan kekakuan


serabut otot jantung, volume sekuncup berkurang dan curah jantung
normal masih dapat dipertahankan.

Volume sekuncup, jumlah darah yang dipompa pada setiap


kontraksi tergantung pada tiga faktor :

1. Preload : jumlah darah yang mengisi pada jantung berbanding


langsung dengan tekanan yang ditimbulkan oleh panjangnya
regangan serabut jantung.

2. Kontraktilitas: mengacu pada perubahan kekuatan kontraksi yang


terjadi pada tingkat sel dan b/d perubahan panjang regangan
serabut jantung

3. Afterload : mengacu pada besarnya tekanan ventrikel yg harus


dihasilkan untuk memompa darah melawan perbedaan tekanan yg
ditimbulkan oleh tekanan arteriole.
Penyakit Gagal Jantung .Gagal Jantung adalah suatu keadaan dimana jantung
tidak mampu lagi memompakan darah secukupnya dalam memenuhi kebutuhan
sirkulasi badan untuk keperluan metabolisme jaringan dalam hal ini nutrisi dan
juga oksigen pada keadaan tertentu, sedangkan tekanan pengisian ke dalam
jantung masih cukup tinggi. Mekanisme yang mendasar tentang gagal jantung
kongestif / CHF termasuk kerusakan sifat kontraktil dari jantung, yang mengarah
pada curah jantung kurang dari normal.

Dampak dari penyakit gagal jantung ini secara cepat berpengaruh terhadap
kekurangan penyediaan darah, sehingga menyebabkan kematian sel akibat
kekurangan oksigen yang dibawa dalam darah itu sendiri. Kurangnya suplay
oksigen ke otak (Cerebral Hypoxia), menyebabkan seseorang kehilangan
kesadaran dan berhenti bernafas dengan tiba-tiba yang bisa berakibat pada
keadaan terburuk yaitu kematian.

Patofisiologi dari gagal jantung kongestif CHF ini bahwa setiap hambatan
pada aliran ( forward flow ) dalam sirkulasi akan menimbulkan bendungan pada
arah berlawanan dengan aliran ( backward congestion ). Hambatan pengaliran
( forward failure ) akan menimbulkan adanya gejala backward failure dalam
sirkulasi aliran darah. Mekanisme kompensasi jantung pada kegagalan jantung
adalah upaya untuk mempertahankan peredaran darah dalam memenuhi
kebutuhan metabolisme jaringan tubuh.

Mekanisme kompensasi yang terjadi pada gagal jantung adalah berupa dilatasi
ventrikel, hipertrofi ventrikel, kenaikan rangsang simpatis berupa takikardi dan
vasokontriksi perifer, peninggian kadar katekolamin plasma, retensi garam dan
cairan badan dan peningkatan ekstraksi oksigen oleh jaringan. Bila jantung
bagian kanan dan bagian kiri bersama-sama dalam keadaan gagal akibat
gangguan aliran darah dan adanya bendungan, maka akan tampak tanda dan
gejala gagal jantung pada sirkulasi sistemik dan sirkulasi paru. Keadaan ini
disebut Gagal Jantung Kongestif / CHF.
Gagal jantung kongestif (CHF) dibagi menjadi 4 klasifikasi menurut NYHA
yaitu :

1. NYHA I : Bila pasien dapat melakukan aktifitas berat tanpa keluhan.

2. NYHA II : Bila pasien tidak dapat melakukan aktifitas lebih berat atau
aktifitas sehari-hari.

3. NYHA II : Bila pasien tidak dapat melakukan aktifitas sehari-hari tanpa


keluhan.

4. NYHA IV : Bila pasien sama sekali tidak dapat melakukan aktifitas apapun
dan harus tirah baring.

Gagal jantung dapat disebabkan karena keadaan berikut :

Disfungsi miocard (kegagalan miocardial).

Beban tekanan berlebihan pembebanan sistolik (sistolik overload).

Beban volume berlebihan pembebanan distolik (distolik overload).

Peningkatan kebutuhan metabolik peningkatan kebutuhan yang


berlebihan (demand overload).

Gangguan pengisian (hambatan input)

Faktor pencetus dari penyakit gagal jantung kongestif berupa hal sebagai berikut
:

1. Infark Miocard. Infark miocard ini disebabkan oleh karena penyakit arteri
koroner yang berefek kepada miokardium (kardiomiopati)karena
terganggunya aliran darah keotot jantung. Terjadi hipoksia dan asidosis
akibat penumpukan asam laktat. Infark miokard biasanya mendahului
terjadinya gagal jantung. Penyebab paling sering adalah kardiomiopati
alkoholik, miokarditis viral (termasuk infeksi HIV) dan kardiomiopati
dilatasi tanpa penyebab pasti (kardiomiopati idiopatik).

2. Hipertensi. Hipertensi Sistemik / pulmonal (peningkatan afterload),


meningkatka beban kerja jantung mengakibatkan hipertropi serabut otot
jantung. Efek tersebut (hipertropi miokard) dianggap sebagai kompensasi
karena meningkatkan kontraktilitas jantung, karena alasan yg tidak jelas
hipertropi otot jantung dapat berfungsi secara normal, akhirnya terjadi
gagal jantung.

3. Infeksi.Peradangan dan penyakit miokardium degeneratif berhubungan


dengan gagal jantung karena kondisi ini secara langsung merusak serabut
jantung, menyebabkan kontraktilitas menurun.

4. Stress emosional.

5. Aritmia.

6. Emboli paru.

7. Kehamilan / persalinan.

Dalam penyakit gagal jantung kita mengenal akan gagal jantung kanan dan
gagal jantung kiri.Berikut mekanisme dari gagal jantung tersebut :

Gagal Jantung Kiri. Dalam hal ini ventrikel kiri tidak mampu memompa
darah dari paru sehingga terjadi peningkatan tekanan sirkulasi paru
mengakibatkan cairan terdorong kejaringan paru. Tanda-tanda bila
mengalami gagal jantung kiri yaitu : (dispnoe,batuk,mudah
lelah,takikardia,bunyi jantung S3,cemas,gelisah). Dispnoe karena karena
adanya penimbunan cairan dalam alveoli, ini biasa terjadi saat istirahat /
aktivitas. Orthopnoe ialah kesulitan bernafas saat berbaring, biasanya yg
terjadi malam hari (paroximal nocturnal dispnoe/PND). Batuk : kering /
produktif, yang sering adalah batuk basah disertai bercak darah.Mudah
lelah hal ini diakibatkan curah jantung berkurang dan menghambat
jaringan dari sirkulasi normal dan oksigen serta menurunnya pembuangan
sisa hasil katabolisme. Juga meningkatnya energi yg digunakan. Gelisah
dan cemas akibat gangguan oksigenasi jaringan, stress akibat
kesakitan/kesulitan bernafas.

Gagal Jantung Kanan. Hal ini karena sisi jantung kanan tidak mampu
mengosongkan volume darah dengan dengan adekuat sehingga dapat
mengakomodasi darah secara normal kembali dari sirkulasi vena.
Manifestasi klinis yang nampak adalah : edema ekstremitas (pitting
edema :oedem dg penekanan ujung jari ), penambahan BB, hepatomegali,
distensi vena leher, asites (penimbunan cairan dalam rongga peritoneum),
anoreksia, mual, muntah, nokturia dan lemah.Oedema ini mulai dari kaki
dan tumit, bertahap keatas tungkai dan paha akhirnya kegenitalia
eksterna dan tubuh bagian bawah.

Pemeriksaan penunjang dalam menegakkan diagnosa penyakit gagal jantung


ini :

1. Laboratorium. Tidak ada pemeriksaan khusus yang dapat menegakkan


diagnosis gagal jantung ( T.Santoso, Gagal Jantung 1989 ).Pemeriksaan
laboratorium dibutuhkan untuk mengetahui sejauh mana gagal jantung
telah mengganggu fungsi-fungsi organ lain seperti : hati,ginjal dan lain-
lain.Pemeriksaan hitung darah dapat menunjukan anemia , karena anemia
ini merupakan suatu penyebab gagal jantung output tinggi dan sebagai
faktor eksaserbasi untuk bentuk disfungsi jantung lainnya.

2. Radiologi/Rontgen. Pada pemeriksaan rontgen dada ini biasanya yang


didapatkan Bayangan hili paru yang tebal dan melebar, kepadatan makin
ke pinggir berkurang, lapangan paru bercak-bercak karena edema paru,
pembesaran jantung, cardio-thoragic ratio (CTR) meningkat, distensi vena
paru.

3. Pemeriksaan EKG. Dari hasil rekaman EKG ini dapat ditemukan kelainan
primer jantung ( iskemik, hipertrofi ventrikel, gangguan irama ) dan tanda-
tanda faktor pencetus akut ( infark miocard, emboli paru ).

4. Ekhokardiografi. Pemeriksaan ini untuk mendeteksi gangguan fungsional


serta anatomis yang menjadi penyebab gagal jantung.

Demikian tadi sahabat mengenai penyakit gagal jantung ditinjau dari segi
medisnya. Berikutnya kita akan menginjak kepada askep gagal jantung kongestif
(CHF) pada postingan selanjutnya karena memang berubungan erat dengan
bidang keperawatan yang kita geluti. Ini dia sahabat postingan mengenai askep
CHF gagal jantung kongestif Semoga dengan kita mengenal penyakit gagal
jantung ini bisa memberikan manfaat.
Penyakit jantung peripartum (PPHD)

Definisi
Peri partum heart disease (PPHD) adalah suatu kardiomiopati dilatasi yang
penyebabnya tidak diketahui dengan pasti. Demakis dkk pada tahun 1971 menemukan
beberapa kriteria untuk mendiagnosis PPHD, dan 1997 peserta pada National Heart, Lung
and Blood Institute (NHLBI) workshop setuju dengan kriteria tersebut, yaitu (1)
perkembangan gagal jantung dengan penyebab yang tidak diketahui pada bulan terakhir
kehamilan atau dalam 5 bulan setelah kehamilan, (2) tidak ada penyebab lain yang nyata
yang menyebabkan gagal jantung, (3) tidak ada riwayat penyakit jantung sebelum bulan
terakhir kehamilan, dan (4) adanya kriteria ekokardiografi yang spesifik meliputi disfungsi
sistolik ventrikel dengan ejeksi ventrikel kiri kurang dari 45%, fractional shortening kurang
dari 30% dalam M-mode echocardiographic scan, atau keduanya, dan left ventricular
enddiastolic dimension lebih dari 2.7 cm/m2 luas permukaan tubuh. Hal tersebut untuk
menghindari salah diagnosis dengan kondisi-kondisi lain akibat edema paru dalam
kehamilan, seperti disfungsi diastolik dan kelainan lain 1,2,3,4,5.

Etiologi
Penyebab pasti tidak diketahui. Penyebab lain diduga karena rendahnya kadar
Selenium, infeksi virus, autoantibodi, dan miokarditis. Faktor risiko meliputi obesitas,
memiliki sejarah gangguan jantung seperti miokarditis, penggunaan obat tertentu, merokok,
alkoholisme, kehamilan kembar, persalinan sesar, wanita usia lebih dari 30 tahun, riwayat
pernah melahirkan janin mati, hipertensi kehamilan, kurang gizi, dan ras Afrika-Amerika 5,6,7.
PPHD lebih banyak terjadi wanita multipara. Lebih sering pada kehamilan kembar
dan wanita dengan preeklamsi, tapi dua keadaan ini berhubungan dengan rendahnya tekanan
onkotik serum yang dapat menyebabkan edema paru nonkardiogenik disertai dengan stressor
lainnya. Pearson dkk menemukan bahwa perpaduan antara ras dengan hipertensi
dibandingkan dengan ras sendiri dapat meningkatkan insidensi PPHD5,6,7.

Frekuensi
Dilaporkan perkiraan insiden di Amerika Serikat bervariasi dan termasuk 1 kasus per
1300, 4000, dan hingga 15000 kelahiran hidup.4,5
Tujuh puluh lima persen didiagnosis pada 5 bulan paska melahirkan dan 45 %
dijumpai pada minggu pertama. Ketika dicurigai, diagnosis harus segera ditegakkan. 4,5
Prevalensi dilaporkan 1 kasus per 6000 kelahiran hidup di Jepang, 1 kasus per 1000
kelahiran hidup di Afrika, dan 1 kasus per 350-400 kelahiran hidup di Haiti. Prevalensi yang
tinggi di Nigeria disebabkan oleh konsumsi kanwa saat berbaring di atas lumpur panas
selama 2 kali sehari untuk 40 hari paska melahirkan. Tingginya kadar garam menyebabkan
kelebihan volume. 4,5

Kematian/Kesakitan
Angka kematian berkisar antara 7-50%, dengan setengah dari kematian dalam 3
bulan. Penyebabnya karena gagal jantung progresif, aritmia, atau tromboembolisme. Angka
kematian karena tromboembolisme mencapai 30%. Secara akut, hipoksia maternal dapat
menyebabkan gawat janin. Fenomena tromboembolis dapat memperberat PPHD karena
hiperkoagulabilitas kehamilan dan aliran lambat yang dapat menyebabkan trombosis vena
atau embolisme arteri yang berasal dari dilatasi ventrikel kiri yang berat atau fibrilasi atrium
kiri. Ketika PPHD didiagnosis, antikoagulan antepartum dengan heparin subkutan harus
segera diberikan hingga 6 minggu post partum. 4,5
Ras
PPHD telah dilaporkan pada wanita kulit putih, China, Korea, dan Jepang.
Berdasarkan kasus-kasus sebelumnya, PPHD lebih banyak diderita oleh wanita Afrika-
Amerika dari Amerika Serikat bagian selatan. 4,5

Jenis kelamin
PPHD diderita oleh wanita hamil dengan semua usia reproduktif. 4,5

Umur
Lebih banyak pada wanita usia lebih dari 30 tahun. Pada wanita yang lebih tua,
dibiaskan dengan tingginya prevalensi kondisi yang tidak terdiagnosis, seperti tirotoksikosis,
stenosis mitral, atau hipertensi, dengan kombinasi beberapa komplikasi kehamilan dan
perubahan fisiologis yang mengarah ke edema paru. 4,5

Gambaran Klinis
Wanita dengan PPHD tidak mempunyai riwayat kasus kecuali pada bulan terakhir
kehamilan, mereka mengalami dyspnoe, lemas, dan edema perifer. Batuk, orthopnoea dan
hemoptisis juga sering terjadi, dan hemoptisis merupakan manifestasi dari emboli
pulmonal.4,8,9
Tanda dan gejala hampir sama seperti gagal jantung dan tidak spesifik: paroxysmal
nocturnal dyspnoea, nyeri dada, batuk di malam hari, ronkhi ada, peningkatan tekanan vena
jugularis, dan hepatomegali. Penggunaan klasifikasi NYHA (New York Heart Association)
tidak sesuai karena kriteria tersebut terdapat pada kehamilan normal; klasifikasi tersebut tidak
akurat dalam menggambarkan tingkat keberatan disfungsi kardiak yang mendasarinya. 4,8,9
Pemeriksaan fisik sering ditandai dengan peningkatan tekanan darah, meskipun
kadang-kadang normal atau bahkan menurun; takikardi dan bunyi jantung ke-3 terdapat pada
85% pasien dengan PPHD dan merupakan tanda khas gagal jantung. 4,8,9

Diagnosis Banding
Perbedaan PPHD dengan bentuk lain kardiomiopati tergantung dari anamnesis dan
gambaran klinis; diagnosis ditegakkan dengan menyingkirkan penyebab kardiomiopati lain
yang diketahui.
Banyak tanda dan gejala kehamilan (dyspnoea, lelah, dan edema pada kaki) sama
seperti pada gagal jantung sehingga kadang-kadang terlewat pada wanita hamil. Diagnosis
PPHD harus benar-benar diperhatikan pada semua pasien dengan gagal jantung yang
menetap atau memburuk pada bulan terakhir kehamilan atau awal masa nifas. Ketika
diagnosis PPHD telah ditegakkan, setiap penyebab lain harus disingkirkan, seperti infark
miokard, sepsis, preeklampsi berat, emboli pulmonal, kardiomiopati dilatasi idiopatik,
penyakit katup (stenosis mitral dan aorta) dan vaskulitis pulmonal (systemic kupus
erythematosus, skleroderma, dan penyakit rematik).10,11
Kardiomiopati dilatasi idiopatik mempunyai karakteristik yang sama dengan PPHD,
tetapi onset tidak terbatas pada periode peripartum dan dapat terjadi pada trimester ke-2;
untuk kondisi lainnya, diagnosis banding tidak terlalu sulit karena aspek-aspek klinis cukup
mendukung berdasarkan evaluasi darah dan radiologis. 10,11

Metode Diagnostik
Electrocardiogram (ECG), radiogram dada, M-mode dan two dimensional Doppler
echocardiographic merupakan pemeriksaan rutin.12
ECG mungkin normal, tapi biasanya sinus takikardi atau fibrillasi atrial. Mungkin
juga ditemui voltase yang normal atau rendah, serta lef ventricular hypertrophy. Bentuk lain
adalah left ventricular hypertrophy (LVH) atau left atrial enlargement (LAE), dan non-
spesifik gelombang T inverted, gelombang Q inverted, atau bentuk lain yang tidak spesifik
seperti abnormalitas gelombang ST-T. Interval PR atau QRS yang memanjang dan kadang-
kadang bundle branch block (BBB)mungkin dapat dijumpai. Kateterisasi jantung, serologi
virus, dan biopsi endomiokardial dapat dipertimbangkan pada kasus pasien yang tidak
berespon pada awal terapi.12,13

Anda mungkin juga menyukai