0 penilaian0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
941 tayangan24 halaman
Bab ini membahas konsep konsekuensi ekonomi dari kebijakan akuntansi dan sejarah munculnya konsep tersebut. Konsekuensi ekonomi menunjukkan bahwa kebijakan akuntansi dapat mempengaruhi nilai perusahaan meskipun tidak berpengaruh langsung pada arus kas. Konsep ini muncul karena intervensi berbagai pihak dalam penyusunan standar akuntansi dan gagalnya teori pasar modal efisien dalam menjel
Bab ini membahas konsep konsekuensi ekonomi dari kebijakan akuntansi dan sejarah munculnya konsep tersebut. Konsekuensi ekonomi menunjukkan bahwa kebijakan akuntansi dapat mempengaruhi nilai perusahaan meskipun tidak berpengaruh langsung pada arus kas. Konsep ini muncul karena intervensi berbagai pihak dalam penyusunan standar akuntansi dan gagalnya teori pasar modal efisien dalam menjel
Bab ini membahas konsep konsekuensi ekonomi dari kebijakan akuntansi dan sejarah munculnya konsep tersebut. Konsekuensi ekonomi menunjukkan bahwa kebijakan akuntansi dapat mempengaruhi nilai perusahaan meskipun tidak berpengaruh langsung pada arus kas. Konsep ini muncul karena intervensi berbagai pihak dalam penyusunan standar akuntansi dan gagalnya teori pasar modal efisien dalam menjel
PENDEKATAN KONTRAK EFISIEN PADA KEBERGUNAAN KEPUTUSAN
Pengorganiasasian Bab
KONSEP KONSEKUENSI EKONOMI
A. Pengertian Konsekuensi Ekonomi
Titik berat pada konsep konsekuensi ekonomi ini adalah pada kepentingan manajemen pada pelaporan keuangan. Namun, pembuat standar sepertinya tidak sepenuhnya setuju dengan hal ini. Seperti dalam pendekatan pengambilan keputusan, dimana tujuan pertama laporan keuangan adalah untuk memberikan informasi yang berguna bagi investor agar keputusan yang diambil rasional. Dengan demikian, pelaporan pelaksanaan tugas manajer bukan tujuan utama. Tahun 2006, dalam pandangan awal Kerangka Konseptual Pelaporan Keuangan, IASB menganggap melaporkan kepengurusan sebagai bagian dari tujuan yang lebih luas untuk memberikan informasi yang berguna tetapi pada paragraf BCI.38 menyatakan bahwa untuk membuat kepengurusan menjadi tujuan yang terpisah mungkin membesar-besarkan apa yang layak untuk mencapai pelaporan keuangan. Menariknya, meskipun dalam SFAS 157 menyatakan bahwa pendekatan biaya opportuniti ke akuntansi nilai wajar dapat diinterpretasi dari perspektif kepengurusan tetapi nampaknya pembuat standar merasa tidak mungkin untuk memisahkan efek pekerjaan manajer dari realisasi ketika melaporkan kinerja perusahaan. Namun demikian, akuntan harus tetap memahami akan kepentingan manajemen dalam pelaporan keuangan dapat memberikan interaksi yang luas serta konflik antara manajer, akuntan dan auditor. Kepentingan manajemen dalam pelaporan keuangan tentunya akan mempengaruhi kebijakan-kebijakan akuntansi yang dibuat manajemen sehingga dengan setiap kebijakan akan ada konsekuensi ekonomi tertentu. Konsep konsekuensi Ekonomi merupakan konsep yang bertentangan dengan implikasi teori pasar efisien. Dengan pilihan kebijakan akuntansi yang dilakukan oleh para manajer perusahaan maka memiliki konsekuensi ekonomi untuk berbagai konstituen para pengguna laporan bahkan ketika kebijakan ini tidak secara langsung mempengaruhi arus kas perusahaan. Setiap konstituen yang berbeda mungkin akan membuat kebijakan akuntansi yang berbeda. Bisa jadi kebijakan yang lebih disukai manajemen kemungkinan bertentangan dengan informasi terbaik untuk para investor. Scott (2009) mendefinisikan konsekuensi ekonomi sebagai konsep yang menegaskan bahwa meskipun implikasi teori pasar sekuritas efisien, pilihan kebijakan akuntansi dapat mempengaruhi nilai perusahaan. Hal ini menunjukan bahwa istilah kebijakan akuntansi mengacu pada kebijakan akuntansi yang bukan hanya mempengaruhi arus kas perusahaan. Misalnya perubahan metode penyusutan perubahan, dari metode saldo menurun menjadi metode garis lurus. Perubahan kebijakan dalam metode ini tidak akan dengan sendirinya mempengaruhi arus kas operasi perusahaan. Esensi dari definisi ini adalah bahwa kebijakan akuntansi dan perubahan kebijakan akuntansi tersebut merupakan suatu permasalah terutama bagi manajemen. Akan tetapi hal ini juga merupakan permasalahan bagi investor yang memiliki perusahaan karena manajer bisa saja mengubah hasil operasi perusahaan sesungguhnya dengan melakukan perubahan kebijakan akuntansi. Lebih lanjut lagi, definisi konsekuensi ekonomi adalah sebagai dampak dari laporan akuntansi terhadap perilaku pengambilan keputusan bisnis, pemerintah dan kreditor (Zeff, 1978). Esensi dari definisi akan konsekuensi ekonomi adalah bahwa laporan akuntansi dapat mempengaruhi keputusan nyata oleh manajer dan pihak lain, bukan hanya merefleksikan hasil keputusan yang dibuat. Konsep konsekuensi ekonomi dari kebijakan akuntansi menjadi penting untuk dipahami bersama karena konsep ini sangat menarik. Banyak peristiwa yang timbul dikarenakan oleh konsekuensi ekonomi. Hal lain yang menjadikannya menarik adalah usulan agar kebijakan akuntansi tidak penting sangat bertentangan dengan pengalaman akuntan. Dalam akuntansi keuangan, banyak diskusi dan perdebatan tentang akuntansi mana yang harus digunakan dalam berbagai keadaan serta konflik atas penyajian laporan keuangan melibatkan pilihan kebijakan akuntansi.
B. Sejarah Munculnya Konsekuensi Ekonomi
Pertanyaan mengenai munculnya munculnya konsekuensi ekonomi diawali dari penelitian yang dilakukan oleh Stephen Zeff (1978) dalam artikel dengan judul The Rise Of Economic Consequence. Zeff mendokumentasikan beberapa contoh dimana bisnis, asosiasi industri, dan pemerintah berusaha untuk mempengaruhi atau telah mempengaruhi standar akuntansi yang dibuat oleh Accounting Principle Board (pendahulu FASB) dan pendahulunya The Committee on Accounting Procedure. Adanya intervensi dari pihak ketiga ini, banyak menyulitkan pembuatan standar akuntansi. Jika kebijakan akuntansi bukanlah permasalahan, pilihan atas kebijakan tersebut seharusnya dipatuhi antara badan penyusun standar dan para akuntan dan auditor yang bertugas untuk mengimplementasikan standar-standar itu. Jika kelompok-kelompok ini dilibatkan, akuntansi tradisional yang berdasarkan konsep yang dikenal seperti penyesuaian biaya dan penghasilan, realisasi, dan konservatisme, dapat digunakan serta tidak ada lagi kelompok lain yang peduli akan kebijakan spesifik yang digunakan. Dengan kata lain, pilihan kebijakan akuntansi akan berdampak netral. Zeff mencontohkan tindakan beberapa perusahaan di Amerika Serikat yang mengurangi laba yang dilaporkan dengan mengimplementasikan akuntansi biaya penggantian selama tahun 1947 1948 atau selama periode inflasi tinggi. Hal ini dilakukan untuk menghindari pajak serta menghindari persepsi publik terhadap laba tinggi perusahaan. Berbagai argumen muncul terkait intervensi tersebut dan akuntan khususnya para pembuat standar mengalami dilema terkait pemilihan kebijakan akuntansi yang dilakukan oleh manajer perusahaan. Oleh karena itu, otoritas pembuat standar akuntansi secara berkala juga membuka diskusi dengan berbagai pihak termasuk pihak perusahaan terkait standar baru yang diusulkan. Zeff juga menggambarkan respon dari badan pembuat standar terhadap berbagai macam intervensi ini. Respon yang satu adalah untuk memperluas konstituensi pada badan pembuat standar itu sendiri; contohnya, Financial Accounting Foundation (badan yang mengawasi FASB) yang mencakup tidak hanya akuntan profesional tetapi juga anggota dari manajemen, industri sekuritas, dan akademi. Selain itu, artikel standar baru yang diajukan menjadi sering digunakan sebagai alat untuk mengizinkan berbagai konstituensi membuat review perubahan kebijakan akuntansi yang diajukan. Badan pembuat standar menghadapi dilema. Untuk mempertahankan kredibilitas dengan akuntan, mereka harus membuat kebijakan akuntansi sesuai dengan model akuntansi keuangan dan konsep tradisional penyesuaian dan realisasi. Karena penerimaan bersih tidak muncul dari kegiatan ekonomi di bawah kondisi non-ideal, tidak ada teori yang dapat menentukan dengan jelas kebijakan akuntansi mana yang sebaiknya digunakan, selain kesepakatan yang samar bahwa relevan dan reliabilitas dibutuhkan. Konsekuensi ekonomi ini muncul karena perusahaan melakukan kontrak seperti kompensasi eksekutif dan kontrak utang. Kontrak ini sering berdasarkan variabel akuntansi keuangan, seperti laba bersih dan berbagai langkah likuiditas. Sejak kebijakan akuntansi mempengaruhi nilai variabel-variabel ini dan karena manajemen bertanggung jawab dalam kontrak perusahaan maka hal yang wajar jika manajemen khawatir tentang pilihan kebijakan akuntansi. Manajemen dapat memilih kebijakan akuntansi untuk memaksimalkan kepentingan perusahaan atau kepentingannya sendiri. Kebijakan akuntansi yang digunakan oleh manajemen dapat menjadi sumber informasi yang penting bagi investor. Manajer bisa menggunakan sumber informasi berupa pilihan kebijakan akuntansi yang dipilih sebagai signal tentang informasi dari dalam perusahaan. Selain itu konsekuensi ekonomi ini muncul dikarenakan teori pasar modal efisien gagal dalam menjelaskan perilaku pasar. Berdasarkan teori pasar modal efisien, suatu perubahan akuntansi akan direaksi oleh pasar jika perubahan akuntansi tersebut berpengaruh terhadap arus kas perusahaan. Dengan kata lain, teori pasar yang efisien menyiratkan pentingnya pengungkapan penuh, termasuk pengungkapan kebijakan akuntansi. Meskipun demikian, begitu pengungkapan penuh terhadap kebijakan akuntansi dilakukan, pasar akan menafsirkan nilai sekuritas perusahaan berdasarkan kebijakan yang digunakan dan tidak akan tertipu dengan variasi pelaporan laba bersih yang muncul semata-mata karena perbedaan kebijakan akuntansi. Jika dilihat dari pengguna laporan keuangan, manajemen, pemerintah dan investor, tentu akan bereaksi terhadap perubahan kebijakan akuntansi. Berbagai reaksi dirumuskan dalam konsep konsekuensi ekonomi. Karena itu, kebijakan akuntansi berpotensi mempengaruhi keputusan manajemen yang sebenarnya, termasuk keputusan untuk mengintervensi, baik mendukung atau menentang usulan standar akuntansi. Bagi manajer, kebijakan akuntansi adalah suatu masalah (matter) karena dua hal. Pertama, bonus manajer seringkali ditentukan berdasarkan variabel akuntansi. Kedua, kontrak dengan kreditor seringkali terkait dengan variabel akuntansi. Walaupun memiliki konsekuensi ekonomi, namun kebijakan akuntansi tersebut tidak sesuai dengan efisiensi pasar modal. Memang, konsekuensi ekonomi dan efisiensi pasar modal tidak sejalan. Konsep konsekuensi ekonomi ini untuk menjawab kegagalan perilaku pasar dari teori pasar modal efisien. Konsep konsekuensi ekonomi ini digunakan untuk mengetahui respon pasar atas perubahan kebijakan akuntansi walaupun perubahan kebijakan akuntansi tersebut tidak berpengaruh secara langsung terhadap arus kas. Dengan demikian, konsekuensi ekonomi merupakan salah satu anomali pasar modal efisien. Untuk menjelaskan terhadap adanya konsekuensi ekonomi ini akhirnya muncul Teori Akuntansi Positif.
C. Opsi Saham Karyawan
Salah satu pengambilan keputusan ekonomi adalah terkait opsi saham karyawan. Opsi Saham Karyawan merupakan Opsi Saham yang dikeluarkan oleh perusahaan kepada manajemen atau dalam beberapa kasus kepada karyawan dimana mereka diberikan hak untuk membeli saham perusahaan dalam suatu periode waktu. Kami menyebutnya sebagai ESOs. Akuntansi untuk ESO di AS secara tradisional berdasarkan pada Opini 25 tahun 1972 yang dikeluarkan oleh Accounting Principles Board (APB 25). Berdasarkan APB 25 perusahaan harus mencatat selisih biaya jika terjadi antara harga pasar saham dengan harga opsi saham yang dipegang oleh manajer. Kebanyakan perusahaan yang memberikan ESO menetapkan harga pelaksanaannya sama dengan nilai pasar pada tanggal pemberiannya, sehingga nilai intrinsiknya nol. Akibatnya tidak ada biaya yang perlu dicatat bagi kompensasi ESO. Sebagai contoh, jika saham yang dijamin memiliki nilai pasar $10 pada tanggal pemberian, maka menetapkan harga pelaksanaan sebesar $10 tidak akan menghasilkan pencatatan biaya, sementara menetapkan harga pelaksanaan sebesar $8 memicu biaya sebesar $2 per ESO yang diberikan. Hal ini menyebabkan menurunnya pencatatan biaya kompensasi dan menaikkan pencatatan laba bersih. Pada kenyataannya, harga yang dipegang oleh manajer disesuaikan dengan harga pasar saham sehingga tidak ada biaya yang timbul dari transaksi ini. Hal ini menyebabkan pendapatan bersih perusahaan meningkat karena (seharusnya) ada biaya yang tidak dicatat. Akuntansi untuk ESO mewajibkan perusahaan mengeluarkan ESO dengan nilai tetap untuk mencatat biaya yang sama dengan selisih antara nilai pasar saham pada tanggal pemberian opsi kepada karyawan dan harga pelaksanaan opsi tersebut. Alasan tidak diwajibkannya pencatatan nilai wajar untuk ESO adalah sulit menetapkan nilainya. Sehingga muncul rumus Black/Sholes yang berasumsi bahwa opsi dapat diperdagangkan dengan bebas. Hal ini tidak dimungkinkan karena ESO tidak dapat dilaksanakan sampai tanggal penyerahan (vesting date). Juga, jika karyawan mengundurkan diri dari perusahaan sebelum dilakukannya penyerahan, maka opsi tersebut dinyatakan hangus, atau kalaupun belum dilaksanakan, mungkin ada pembatasan-pembatasan terhadap kemampuan karyawan untuk menjual saham yang diperolehnya. Untuk mengatasi hal ini, FASB mengeluarkan exposure draft yang mengusulkan agar perusahaan mencatat biaya kompensasi berdasarkan nilai wajarnya pada tanggal pemberian ESO. Namun, exposure draft ini ditolak karena muncul kekhawatiran akan konsekuensi ekonomi dari laporan laba yang lebih rendah yang akan dihasilkan. Konsekuensi yang dikhawatirkan tersebut mencakup harga saham yang lebih rendah, biaya modal yang lebih tinggi, kurangnya bakat manajerial, serta rendahnya motivasi manajer dan karyawan. Hal ini dikarenakan tidak seperti umumnya biaya, ESO tidak memerlukan pembiayaan tunai. Intinya biaya ditanggung oleh para pemegang saham. Karena itu, jika ESO dilaksanakan dengan harga $10 ketika nilai pasar saham tersebut $30, maka biaya ex post bagi perusahaan dan para pemegang sahamny adalah $20. Dengan memberi pemegang saham sebesar $10, perusahaan tersebut melewatkan kesempatan untuk mengeluarkan saham dengan harga pasar sebesar $10. Meskipun demikian, biaya ESO tersebut sangat sulit diukur secara reliabel. Hal ini karena karyawan mungkin melaksanakan opsi tersebut setelah tanggal penyerahan sampai tanggal kadaluwarsa. Biaya ex post bagi perusahaan pun akan tergantung pada selisih nilai pasar saham dan harga pelaksanaan pada saat itu. Untuk mengetahui nilai wajar ESO, perlu diketahui strategi pelaksanaan optimal karyawan. Dalam mengatasi masalah ini, muncul model strategi yang disusun oleh Huddart (1994). Dengan membuat beberapa asumsi, Huddart menunjukkan bahwa rumus Black/Sholes dengan ESO yang ditahan sampai tanggal kadaluwarsa dapat menaikkan pencatatan nilai wajar ESO pada saat tanggal pemberian, ada tiga karakteristik opsi yaitu: pengembalian yang diharapkan dari menahan suatu opsi melebihi return saham yang diharapkan; opsi potensi kenaikan dan opsi deep-in-the-money. Karyawan akan melaksanakan opsi-opsi tersebut dalam keadaan tertentu. Huddart mengidentifikasi ada dua keadaan. Pertama, jika ESO mencakup nilai uang sedikit, waktu sampai jatuh temponya singkat, dan karyawan tersebut diharuskan menahan saham yang diperolehnya, maka penghindaran risiko dapat memicu pelaksanaan lebih awal. Karena ada resiko substansial untuk terjadinya hasil nol, maka karyawan yang menghindari resiko (yang mengimbangkan antara resiko dan hasil) mungkin merasa bahwa pengurangan resiko pelaksanaan opsi saat ini daripada terus menahannya ternyata lebih besar daripada lebih rendahnya hasil yang diharapkan dari menahan saham tersebut. Keadaan kedua terjadi ketika ESO menyangkut banyak uang, waktu sampai jatuh temponya singkat, dan karyawan dapat menahan maupun menjual saham yang diperolehnya dan menginvestasikan hasilnya pada aktiva yang tidak beresiko. Karena menahan aktiva yang tidak beresiko lebih disukai daripada menahan saham, maka karyawan akan melaksanakan opsi, menjual saham, dan membeli aktiva yang tidak beresiko. Dalam penelitian empiris untuk menguji pelaksanaan awal, Huddart dan Lang (1996) mengkaji pola-pola pelaksanaan dari karyawan pada delapan perusahaan besar di Amerika Serikat selama periode sepuluh tahun. Mereka mendapati bahwa pelaksanaan lebih awal sering dilakukan, sesuai dengan asumsi penghindaran resiko yang dinyatakan oleh Huddart. Mereka juga mendapati bahwa variabel yang menjelaskan pelaksanaan awal secara empiris, seperti waktu sampai jatuh tempo dan sampai sejauh mana ESO tersebut menyangkut uang, dikatakan broadly consistent dengan prediksi model tersebut. Penelitian selanjutnya cenderung mengkonfirmasi tendensi Black/Sholes untuk terlalu melebihkan pencatatan biaya ESO secara ex post. Hall dan Murphy (2002), dengan menggunakan pendekatan yang berbeda dari Huddart, juga menunjukkan probabilitas substansial dari pelaksanaan awal, dan menunjukkan bahwa hal tersebut secara signifikan mengurangi biaya ESO di bawah Black/Sholes. Analisis mereka juga menunjukkan keragaman dalam keputusan pelaksanaan oleh karyawan. Aboody dan Kasznnik (2000) mempelajari terhadap praktek pengumuman informasi dari CEO seputar tanggal pemberian ESO. Mereka mendapati bahwa, secara rata-rata, CEO perusahaan yang memiliki ESO terjadwal menggunakan beragam taktik untuk memanipulasi harga saham lebih rendah sebelum tanggal pembelian, dan memanipulasi harga agar naik setelah tanggal pembelian tersebut. Salah satu taktiknya adalah dengan mengumumkan lebih awal kabar buruk dari laporan pendapatan triwulan yang tertunda, namun kabar baiknya tidak dilaporkan. Taktik lainnya mencakup dimasukkannya estimasi pendapatan para analis yang berpengaruh dan penentuan waktu yang selektif atas pengumuman estimasi mereka sendiri.
TEORI AKUNTANSI POSITIF
A. Definisi Teori Akuntansi Positif
Deegan (200) menyebutkan bahwa sebuah teori positif adalah sebuah teori yang mencari cara untuk menjelaskan dan memprediksi fenomena tertentu. Lebih lanjut Watts dan Zimmerman (1986, p. 7), Teori Positive Accounting (setelah ini akan ditulis sebagai PAT) berkenaan dengan menjelaskan praktek akuntansi. Teori ini dirancang untuk menjelaskan dan memprediksikan perusahaan mana yang akan dan perusahaan mana yang tidak akan menggunakan sebuah metode tertentu tapi tidak mengatakan apa-apa tentang metode mana yang harus digunakan oleh sebuah perusahan. Teori-teori positif berbeda dengan teori-teori normatif. Teori-teori normatif menentukan bagaimana sebuah praktek tertentu harus dilakukan dan penentuan ini bisa jadi merupakan sebuah lonjakan signifikan dari praktek yang ada. Sebuah teori normatif dimunculkan sebagai sebuah hasil dari teori tertentu yang mengaplikasikan sejumlah norma, standar, atau tujuan terhadap mana praktek aktual harus diperjuangkan untuk dicapai. Sedangkan PAT terfokus pada hubungan antara beragam individu yang terlibat dalam menyediakan resources terhadap sebuah organisasi dan bagaimana akuntansi digunakan untuk membantu dalam fungsional hubungan-hubungan ini. Contoh- contohnya adalah hubungan antara owner (sebagai suppliers dari equity capital) dan manajer (sebagai supplier dari tenaga kerja manajerial), atau antara manajer dan penyedia hutang perusahaan. Banyak hubungan terlibat di dalam delegasi pengambilan keputusan dari satu pihak (principal) ke pihak lain (agent), hal ini dirujuk sebagai sebuah hubungan agensi (agency relationship). Ketika otoritas pengambilan keputusan didelegasikan, hal ini dapat mengarah pada sejumlah kerugian efisiensi dan cost lainnya. Sejumlah Cost yang mungkin ditimbulkan antara lain: 1. Biaya Agensi (agency cost) adalah biaya yang timbul karena pemilik mendelegasikan otoritas pengambilan keputusan kepada manajer dan kinerja manajer under-performing mengingat manajer mungkin tidak berbagi hasil organisasi secara langsung. 2. Bonding Cost adalah biaya yang timbul ketika mekanisme penyelarasan berbasis akuntansi sudah ada sehingga terdapat kebutuhan agar laporan finansial dihasilkan sehingga manajer diprediksi mengikat diri mereka sendiri untuk melaporkan laporan finansial. Mekanisme penyelarasan yang dimaksud adalah menyelaraskan kepentingan manajer dengan pemilik. 3. Biaya Monitoring adalah biaya dalam melaksanakan audit. Scott (2009) mendefinisikan Teori akuntansi positif (Positive Accounting Theory/PAT) yaitu dengan memprediksi tindakan sebagai pilihan kebijakan akuntansi oleh manajer perusahaan dan bagaimana manajer akan merespon kepada rencana standar akuntansi yang baru. Contohnya, dapatkah kita memprediksi manajer mana yang akan bereaksi terhadap standar akuntansi dengan nilai wajar untuk instrumen keuangan, dan mana yang menentangnya? Teori akuntansi positif mengamati bahwa perusahaan mengatur diri mereka dalam cara yang paling efisien, agar memaksimalkan prospek mereka untuk bertahan - beberapa perusahaan lebih terdesentralisasi dibanding yang lain, beberapa perusahaan melakukan aktivitas di dalam sedangkan perusahaan yang lain tidak masuk ke kegiatan yang sama, beberapa perusahaan membiayai lebih dengan utang dibanding yang lain, dsb. Bentuk paling efisien dari perusahaan bergantung pada beberapa faktor seperti lingkungan legal dan lingkungan institusional, teknologi, dan tingkat kompetisi dalam bidang industrinya. Secara bersamaan, faktor-faktor ini menentukan kesempatan penanaman modal yang tersedia untuk perusahaan, dan juga prospeknya. Sebuah perusahaan dapat dilihat sebagai sebuah ranting kontrak, yang mana, organisasinya dapat digambarkan secara luas oleh kontrak yang dimasukinya. Contohnya, kontrak dengan karyawan (termasuk manajer), dengan supplier, dan dengan penyedia modal adalah pusat operasi dari perusahaan. Perusahaan ingin memperkecil berbagai biaya kontrak yang berhubungan dengan kontrak-kontrak tersebut. Biaya kontrak juga mempengaruhi biaya modal perusahaan, karena obligasi dan saham merupakan kontrak antara perusahaan dengan penyedia dana. Kontrak dengan biaya kontrak yang terendah disebut kontrak efisien. Perlu diingat bahwa teori akuntansi positif tidaklah menyarankan bahwa perusahaan (dan pembuat standar) harus benar-benar menentukan kebijakan akuntansi yang akan mereka gunakan. Hal ini akan menjadi sangat merugikan. Lebih baik memberikan manajer fleksibilitas untuk memilih dari sekelompok kebijakan akuntansi yang ada sehingga mereka dapat beradaptasi dengan kondisi yang baru atau yang tidak dapat diramalkan. Memberikan manajemen kelonggaran untuk memilih kebijakan akuntansi yang ada membuka kemungkinan perilaku oportunistik. Dengan diberikan kumpulan kebijakan yang ada, manajer dapat memilih kebijakan akuntansi yang ada untuk tujuan mereka sendiri, sehingga mengurangi efisiensi kontrak. Teori akuntansi positif mengasumsikan bahwa manajer bersifat rasional (seperti investor) dan akan memilih kebijakan akuntansi yang mereka sukai jika dimungkinkan. Akan tetapi, teori akuntansi positif tidak mengasumsikan bahwa manajer akan bertindak seadanya untuk memaksimalkan keuntungan perusahaan. Bahkan, manajer hanya akan memaksimalkan keuntungan jika dia melihat hal ini baik untuk kepentingan mereka. Teori akuntansi positif menekankan kebutuhan penelitian empiris untuk menentukan bagaimana trade off antara biaya modal dan biaya kontrak, fleksibilitas manajer untuk memilih kebijakan akuntansi, dan, bahkan, struktur kerjasama pemerintah itu sendiri, berbeda dari perusahaan ke perusahaan bergantung pada lingkungannya. Tujuan dari teori tersebut adalah untuk memahami dan memprediksi pilihan kebijakan akuntansi manajerial pada perusahaan yang berbeda. Dengan demikian, Teori akuntansi positif tidak berusaha untuk memberitahu individu atau konstituen apa yang mereka harus lakukan.
B. Asal Usul dan Perkembangan PAT
Riset positif dalam akuntansi mulai muncul di sekitar pertengahan tahun 1960an dan tmapaknya menjadi paradigma riset yang dominan di tahun 1970an dan 1980an. Sebelum masa ini, tipe riset akuntansi yang dominan adalah riset akuntansi normatif riset yang mencari cara untuk menyediakan preskripsi berbasis pada perspektif theorist dari tujuan dasar akuntansi. Sebab yang menyebabkan terjadinya perubahan paradigma ini, Watts (1995) berpendapat bahwa Perubahan paradigma diasosiasikan dengan perubahan dalam sekolah bisnis AS di akhir tahun 1950an dan awal tahun 1960an. Laporan dalam pendidikan bisnis yang ditugaskan oleh Ford Foundation dan Carnegie Corporation of New York adalah katalis untuk perubahan-perubahan tersebut. Pembentukan hipotesis dan pengujiannya dikaji sebagai hal yang esensial untuk riset yang bagus. Selain itu, sekitar pertengahan tahun 1960 dan sepanjang tahun 1970, fasilitas perhitungan mengalami perkembangan pesat seperti misalnya akan menjadi praktis untuk mengambil analisa statistik berskala besar. Satu perkembangan dari tahun 1960an yang krusial bagi perkembangan PAT adalah karya dari teorit seperti misalnya Fama, khususnya karya yang berkenaan dengan perkembangan Efficient Markets Hypothesis (EMH). EMH didasarkan pada asumsi bahwa capital market (pasar modal) memberikan reaksi dalam cara yang efisien dan tidak berbias terhadap informasi yang tersedia secara publik. Perspektif yang diambil adalah bahwa harga sekuritas mencerminkan konten informasi dari informasi yang tersedia secara publik dan informasi ini tidak terbatas pada pengungkapan akuntansi. Pasar modal dianggap sangat kompetitif, dan sebagai akibatnya, informasi publik yang baru dirilis diharapkan untuk cepat dibebankan pada harga saham. Sepanjang tahun 1970an dan tahun-tahun selanjutnya, banyak studi penelitian lain yang dipublikasikan dan mendokumentasikan hubungan antara earning akuntansi dan return sekuritas. Meski demikian, walaupun mendukung EMH, literatur tetap tidak bisa menjelaskan mengapa metode akuntansi tertentu mungkin dipilih sejak awal. Yakni, riset tidak memberikan hipotesis untuk memprediksi dan menjelaskan pilihan- pilihan akuntansi melainkan riset yang ada hanyalah memperhitungkan reaksi pasar terhadap pengungkapan akhir. Kebanyakan riset yang berbasis EMH mengasumsikan bahwa terdapat zero contracting dan information cost, dan mengasumsikan bahwa pasar modal dapat secara efisien melakukan implikasi manajemen dalam memilih metode akuntansi yang berbeda. Sebagai contoh, jika sebuah entitas memilih untuk mengganti asumsi inventory cash flow-nya dan hal ini mengarah pada peningkatan dalam laporan income, maka pasar diasumsikan dapat melihat perubahan ini, dan pada tingkatan dimana tidak terlihat implikasi cash flow yang tampak (misalnya, melalui perubahan pajak), sehingga tidak akan ada reaksi harga saham. Sehingga, jika metode akuntansi tertentu tidak memiliki implikasi direct taxation, terdapat ketidakmampuan untuk menjelaskan mengapa satu metode akuntansi dipilih dalam preferensi terhadap metode yang lain. Namun, bukti mengindikasikan bahwa manajer korporat menghabiskan sejumlah sumberdaya dalam melobi regulator berkenaan dengan metode akuntansi tertentu. Terhadap individu semacam ini, pilihan metode akuntansi memang berarti. Lebih jauh lagi, terdapat bukti (misalnya Kaplan dan Roll, 1972) bahwa perusahaan-perusahaan di dalam sebuah industri seringkali memilhi untuk mengganti metode akuntansi mereka di waktu tertentu. Sebuah kunci dalam menjelaskan pilihan manajer atas metode akuntansi berasal dari Agency Theory. Teori agensi menyediakan sebuah penjelasan yang dibutuhkan mengenai mengapa pemilihan metode akuntansi tertentu mungkin berarti dan karenanya merupakan aspek penting dalam perkembangan PAT. Agency Theory terfokus pada hubungan antara principal dan agent (misalnya, hubungan antara pemegang saham dan manajer korporat), sebuah hubungan yang karena beragam keasimetrisan informasi, menciptakan banyak ketidakpastian. Teori agensi menerima bahwa transaction cost dan information cost memang eksis. Jensen dan Meckling (1976) adalah sebuah paper kunci dalam perkembangan Teori Agensi dan merupakan sebuah paper yang sangat diandalkan oleh Watts dan Zimmerman ketika mengembangkan PAT. Jensen dan Meckling mendefinisikan hubungan agensi sebagai Sebuah kontrak dibawah mana satu atau lebih (principals) melibatkan orang lain (agent) untuk melakukan sejumlah servis/pelayanan atas nama mereka yang melibatkan pendelegasian beberapa otoritas pengambilan-keputusan kepada agent. Jensen dan Meckling memperhitungkan hubungan dan konflik antar agent dan principals dan bagaimana pasar yang efisien dan beragam mekanisme kontraktual dapat membantu dalam meminimalisasikan cost terhadap perusahaan dari konflik- konflik potensial ini. Sebuah perusahaan yang berfungsi baik dianggap sebagai perusahaan yang meminimalkan agency cost-nya (cost yang melekat dalam hubungan principal/agent). Seperti yang diindikasikan di awal dalam bab ini, jika tidak ada mekanisme untuk membuat seorang agent membayar, maka agent (atau manajer) akan, diasumsikan, memiliki sebuah insentif untuk keuntungan pribadi di atas pengorbanan principals (owner). Di pertengahan hingga akhir tahun 1970an, teori telah dikembangkan yang mengusulkan bahwa pasar termasuk efisien dan bahwa pengaturan kontraktual digunakan sebagai sebuah basis untuk mengontrol upaya dari agent-agent yang self- interested. Riset ini menyediakan sebuah basis yang diperlukan untuk perkembangan PAT. PAT menekankan peranan akuntansi dalam mengurangi agency cost dari sebuah organisasi. Juga ditekankan bahwa kontrak yang dituliskan secara efisien, dengan banyak hal terikat pada output sistem akuntansi, adalah sebuah komponen krusial dari sebuah struktur corporate governance yang efisien. Salah satu dari paper pertama untuk mendokumentasikan bagaimana pertimbangan-pertimbangan dari contracting cost, dan juga pertimbangan dari proses politik, terkena dampak dalam pilihan metode akuntansi adalah Watts (1977). Paper ini, dipublikasikan dalam Australian Journal of Management, tidak menarik banyak perhatian. Namun, di tahun selanjutnya, Watts dan Zimmerman (1978) dipublikasikan dan paper ini telah diterima sebagai paper kunci dalam perkembangan dan penerimaan PAT. Paper ini berusaha untuk menjelaskan posisi pelobi yang diambil oleh manajer korporat dalam kaitannya dengan Discussion Memorandum on General Price Level Adjustment FASB tahun 1974. Mengikuti pekerjaan Watts dan Zimmerman (1978), riset dalam area PAT semakin berkembang. Kebanyakan riset ini mencari cara untuk menanggapi beberapa keterbatasan yang melekat dalam paper Watts dan Zimmerman. Di tahun 1990, Watts dan Zimmerman mempublikasikan sebuah artikel dalam The Accounting Review yang mempertimbangkan sepuluh tahun perkembangan Teori Positive Accounting (Positive Accounting Theory: A Ten Year Perspective). Mereka mengidentifikasikan tiga hipotesis utama yang telah semakin sering digunakan dalam literatur PAT untuk menjelaskan dan memprediksikan apakah sebuah organisasi akan mendukung atau menentang sebuah metode akuntansi tertentu. Hipotesis-hipotesis ini dapat disebut sebagai hipotesis kompensasi manajemen (atau hipotesis bonus plan), hipotesis hutang (atau debt/equity hypothesis) dan political cost hypothesis. Berikut akan dijelaskan lebih lanjut mengenai hipotesi-hipotesis tersebut C. Tiga Hipotesis Positif Teori Akuntansi Prediksi yang dibuat oleh teori akuntansi positif secara luas disusun berdasarkan tiga hipotesis. Dalam artikel Watt & Zimmerman (1990), hipotesis dalam teori akuntansi positif diantaranya yaitu: 1. Hipotesis bonus plan (rencana bonus) adalah bahwa manajer perusahaan dengan bonus plan akan lebih cenderung untuk menggunakan metode akuntansi yang dapat meningkatkan pendapatan yang dilaporkan dari current period. Pemilihan semacam ini akan dapat meningkatkan present value dari bonus jika komite kompensasi dari dewan direksi tidak memberikan penyesuaian untuk metode yang dipilih. Studi terkait pemilihan metode ini hingga saat ini menemukan hasil yang secara umum konsisten dengan hipotesis bonus plan. Sehingga, dengan semua hal dianggap sama, hipotesis ini memprediksikan bahwa jika seorang manajer diberikan reward dalam artian sebuah pengukuran performa seperti misalnya profit akuntansi, manajer tersebut akan berusaha untuk meningkatkan profit hingga ke level yang akan mengarah pada peningkatan bonusnya. Deegan ()lebih lanjut menjelaskan Hipotesis bonus memprediksikan bahwa dari sebuah perspektif efisiensi, banyak organisasi akan memilih untuk memberikan bonus kepada manajer mereka yang terikat pada performa perusahaan, dengan bonus ini seringkali memiliki hubungan langsung dengan jumlah/angka akuntansi (misalnya, manajemen dapat diberikan reward dengan sebuah share dari profit). Menawarkan reward berbasis performa akan memotivasi manajer berkepentingan pribadi untuk bekerja dalam kepentingan terbaik owner. Meski demikian, dibawah perspektif oportunistik, PAT memprediksikan bahwa setelah skema bonus ditempatkan, manajer akan, hingga tingkatan dimana mereka dapat melepaskan diri darinya, memanipulasi indikator performa seperti misalnya profit untuk menghasilkan reward individual yang lebih tinggi. 2. Hipotesis perjanjian hutang (Debt Convenat Hypothesis) Hipotesis perjanjian hutang/ekuitas memprediksikan bahwa semakin tinggai rasio hutang/ekuitas sebuah perusahaan, semakin cenderung manajer menggunakan metode akuntansi yang meningkatkan income. Semakin tinggi rasio hutang/ekuitas, semakin erat perusahaan dengan hambatan dalam perjanjian hutang. Semakin erat hambatan perjanjian, maka semakin besar probabilitas pelanggaran perjanjian sehingga mengadakan cost dari default teknis. Manajer melaksanakan keleluasaan dengan memilih metode akuntansi peningkat-income yang melonggarkan batasan hutang dan mengurangi biaya default teknis (1990, p. 139). Oleh karena itu, dengan semua hal lain dianggap sama, jika sebuah perusahaan telah memasuki sebuah kesepakatan dengan lender, dan kesepakatan/agreement ini melibatkan perjanjian hutang berbasis-akuntansi (seperti misalnya menstipulasi maksimum hutang/ekuitas yang diperbolehkan atau batasan hutang/aset) maka manajer memiliki sebuah insentif untuk mengadopsi metode akuntansi yang dapat melonggarkan dampak potensial dari hambatan (seperti misalnya mengadopsi metode akuntansi yang meningkatkan reported income dan aset). Hipotesis hutang memprediksikan bahwa untuk mengurangi biaya dalam menarik modal hutang, perusahaan akan masuk ke dalam pengaturan kontraktual dengan lender yang mengurangi likelihood bahwa manajer dapat mengambil alih kekayaan debtholder. Pengaturan perjanjian semacam ini untuk mendapatkan pembiayaan hutang tampaknya merupakan sebuah cara yang efisien untuk menarik lower cost funds. Meski demikian, setelah sebuah kontrak hutang sudah ditempatkan, perspektif oportunistik dari PAT memprediksikan bahwa perusahaan, khususnya yang dekat dengan melanggar debt covenants, akan mengadopsi metode akuntansi yang bertindak untuk meminimalkan atau melonggarkan pengaruh hambatan hutang. 3. Hipotesis biaya proses politik (Politic Process Hypothesis) Hipotesis political cost memprediksikan bahwa perusahaan besar dibandingkan dengan perusahaan kecil akan lebih cenderung untuk menggunakan pilihan akuntansi yang mengurangi reported profit. Ukuran adalah sebuah variabel proxy untuk perhatian politik. Melandasi hipotesis ini adalah asumsi bahwa akan sangat mahal bagi individu untuk menjadi terinformasi mengenai apakah profit akuntansi memang benar-benar merepresentasikan profit monopoli dan untuk berkontrak dengan pihak lain dalam proses politik untuk menjalankan hukum dan regulasi yang dapat meningkatkan kesejahteraan mereka. Sehingga, individu yang rasional akan kurang terinformasi. Proses politik tidaklah berbeda dari proses pasar dalam hal ini. Mengingat biaya informasi dan monitoring, manajer memiliki insentif untuk melaksanakan keleluasaan atas profit akuntansi dan pihak-pihak dalam proses politik akan menentukan jumlah rasional oportunism. Sehingga, dengan semua hal lain dianggap sama, jika manajer memperhitungkan bahwa mereka berada dibawah sejumlah pemeriksaan politik, hal ini dapat memotivasi mereka untuk mengadopsi metode akuntansi yang mengurangi reported income, dan karenanya mengurangi kemungkinan bahwa orang-orang akan berpendapat bahwa organisasi mengeksploitasi pihak lain. Hipotesis political cost mengeksplorasi hubungan antara sebuah perusahaan dan beragam pihak luar yang, meski tidak memiliki hubungan kontraktual langsung, dapat memberikan beragam tipe transfer kekayaan menjauh dari perusahaan. Dikatakan bahwa profit yang tinggi dapat menarik perhatian negatif dan mahal terhadap perusahaan, dan karenanya manajer dari perusahaan yang rentan secara politik akan mencari cara untuk mengurangi level pemeriksaan politik. Salah satu caranya adalah dengan mengadopsi metode akuntansi yang mengarah pada sebuah reduksi dalam profit yang dilaporkan (reported profit). Kebanyakan uji dari hipotesis political cost menggunakan ukuran perusahaan sebagai sebuah proxy untuk eksistensi pemeriksaan politik. Ketiga hipotesis merupakan komponen penting dari PAT, bahwa mereka semua mengarah pada prediksi diuji secara empiris. Sebagai contoh, manajer perusahaan dengan rencana bonus diperkirakan untuk memilih kebijakan akuntansi yang kurang konservatif dan kurang stabil, seperti penerapan fullcosting accounting, daripada manajer perusahaan tanpa rencana tersebut. Kita juga akan mengharapkan bahwa manajer perusahaan dengan rencana bonus akan menentang usulan standar akuntansi yang dapat menurunkan laporan laba bersih. Standard akan membuat lebih sulit untuk memaksimalkan laba yang dilaporkan saat ini dengan pilihan kebijakan akuntansi. Dan juga manajer akan menjadi tidak pasti standar akuntansi yang meningkat, seperti yang didasarkan pada akuntansi nilai sekarang, terutama jika keuntungan dan kerugian yang belum direalisasi sudah termasuk dalam laba bersih. Demikian pula, hipotesis perjanjian utang memprediksi bahwa manajer perusahaan dengan rasio utang tinggi terhadap ekuitas akan memilih kebijakan akuntansi yang kurang konservatif dibandingkan manajer perusahaan dengan rasio rendah, dan akan lebih mungkin untuk menentang standar baru yang membatasi kemampuan mereka untuk melakukan hal ini dan / atau ketidakpastian meningkat pendapatan. Biaya hipotesis politik memperkirakan bahwa manajer perusahaan yang sangat besar akan memilih kebijakan akuntansi yang lebih konservatif dibandingkan manajer perusahaan yang lebih kecil, dan akan cenderung untuk menentang standar baru yang dapat menurunkan laba bersih. Teori akuntansi positif dapat menjelaskan tindakan yang akan diambil oleh manajer dengan pendekatan hipotesis yang merupakan bagian penting dari teori akuntansi positif yang memberikan prediksi empiris yang dapat diuji. Hipotesis tersebut dinyatakan dalam bentuk oportunistik dan versi efisiensi. Dari perspektif oportunistik, kemampuan manajemen untuk memilih kebijakan akuntansi untuk keuntungannya sendiri dapat terpengaruh. Dalam perspektif efisiensi, seperangkat kebijakan yang ada mempengaruhi fleksibilitas perusahaan. Perubahan dalam seperangkat kebijakan yang tersedia akan bermasalah bagi manajer. Sehingga, kita mengharapkan manajemen utuk bereaksi, dan semakin besar standar baru berpengaruh terhadap kontrak yang ada dan/atau mengurangi pilihan kebijakan akuntansi, semakin kuat reaksi yang akan terjadi.
D. Riset Empiris PAT
Teori akuntansi positif telah menghasilkan sejumlah besar penelitian empiris. Banyak dari penelitian ini untuk menguji implikasi dari tiga hipotesis yang telah dijelaskan di atas. Sebagai contoh penelitian terhadap hipotesis rencana bonus yang dilakukan oleh Healy (1985) menyatakan bahwa manajer dengan rencana bonus berdasarkan laba bersih secara sistematis mengadopsi kebijakan akrual yang sedemikian rupa sehingga memaksimalkan bonus yang diharapkan. Dichev dan Skinner (2002) mengkaji hipotesis persyaratan perjanjian pinjaman. Mereka meneliti sampel yang terdiri dari banyak persetujuan pemberian pinjaman privat (pinjaman yang tidak dapat diperdagangkan). Mereka memusatkan perhatian pada perjanjian-perjanjian dengan persyaratan yang didasarkan pada dipertahankannya rasio lancar tertentu atau pada dipertahankannya jumlah nilai bersih tertentu. Sebagai contoh, Dichev dan skinner menyatakan bahwa manajer berusaha untuk mempertahankan level pelanggaran perjanjian hutang (covenant slack) sebesar nol atau justru bernilai positif dengan mengatur rasio utangnya (covenant ratio). Dichev dan Skinner (2002) (DS) meneliti hipotesis perjanjian utang. Mereka mempelajari sampel besar swasta perjanjian pinjaman. Mereka berkonsentrasi pada perjanjian dengan perjanjian berdasarkan pemeliharaan rasio lancar tertentu atau pada pemeliharaan jumlah tertentu kekayaan bersih. Untuk setiap perusahaan sampel, DS menghitung slack perjanjian, untuk setiap kuartal di mana pinjaman jatuh tempo. Sebagai contoh, untuk rasio lancar, perjanjian slack untuk kuartal pertama berbeda antara rasio lancar aktual perusahaan pada akhir kuartal dengan rasio lancar perusahaan yang wajib berdasarkan perjanjian pinjaman. Perhitungan ini diulangi untuk setiapsampel untuk semua kuartal, baik untuk rasio lancar dan perjanjian bersih. Menurut hipotesis perjanjian utang, manajer akan mempertahankan nol atau positif yang melemah. Sehubungan dengan biaya hipotesis politik, banyak investigasi empiris didasarkan pada ukuran perusahaan. Namun, ukuran ini biaya politik diperumit oleh hubungan ukuran dengan karakteristik perusahaan lainnya, seperti profitabilitas dan risiko. Juga, rencana bonus dan perjanjian utang hipotesis bekerja dalam arah yang berlawanan dengan ukuran perkiraan kebijakan akuntansi mereka masing-masing, sehingga perlu untuk mengontrol efek mereka. Pertimbangan ini menunjukkan bahwa penyelidikan empiris dari biaya hipotesis politik harus melihat situasi di mana biaya politik sangat menonjol. Salah satu situasi terjadi ketika perusahaan berada di bawah tekanan dari impor luar negeri. Hipotesis biaya politik yang memiliki arah berkebalikan dari dua hipotesis sebelumnya dilakukan Jones (1991) mempelajari tindakan perusahaan untuk menurunkan laporan laba bersih selama penelitian keringanan impor. Pemberian keringanan kepada perusahaan yang dipengaruhi oleh persaingan dengan luar negeri sebagian merupakan keputusan politik. Dimana hasilnya perusahaan melaporkan laba neto yang lebih rendah dari seharusnya selama investigasi pembebasan impor. Perubahan perusahaan untuk menurunkan income netto yang dilaporkan untuk keringanan impor. Pemberian keringan impor pada perusahaan tidak adil karena dipengaruhi oleh kompetisi asing, sebagian merupakan keputusan politik.. Undang-undang perdagangan memungkinkan untuk pemberian bantuan seperti proteksi tarif untuk perusahaan- perusahaan di industri yang tidak adil dipengaruhi oleh saingan dari luar. Jones memeriksa apakah perusahaan menggunakan akrual diskresioner untuk menurunkan laba yang dilaporkan. Dia mengumpulkan sampel dari 23 perusahaan dari lima industri yang terlibat dalam enam impor yang diinvestigasi oleh ITC secara inklusif selama periode 1980-1985. Sangat mudah untuk menentukan total akrual perusahaan untuk tahun tersebut. Salah satu pendekatan, adalah untuk mengambil perbedaan antara arus kas operasi dan laba bersih. Akrual diinterpretasikan cukup luas di sini, menjadi efek bersih dari semua peristiwa operasi yang tercatat selama setahun selain arus kas. Perubahan dalam piutang dan hutang adalah akrual, seperti perubahan dalam persediaan. Beban amortisasi adalah akrual negatif, bahwa bagian dari biaya aset modal yang dihapuskan pada tahun ini. Jones menggunakan pendekatan alternatif; mengambil perubahan modal kerja non-kas untuk tahun pada neraca komparatif, ditambah beban amortisasi, sebagai ukuran total akrual. Namun, memisahkan total akrual menjadi diskresioner dan non-diskresioner merupakan tantangan besar. Hal ini karena non diskresional akrual berkorelasi dengan tingkat aktivitas bisnis. Sebagai contoh, jika suatu perusahaan menderita dari kompetensi asing mungkin memiliki piutang yang lebih rendah, mungkin harus menunda pembayaran kewajiban lancar, dan mungkin harus menghapus persediaan yang bergeraknya lambat. Ini adalah akrual negatif, tetapi mereka hampir tidak dapat dianggap sebagai diskresioner.
E. Perspektif oportunistik dan efisiensi
Seperti yang diketahui diatas, riset yang mengaplikasikan PAT biasanya mengadopsi baik sebuah perspektif efisiensi atau perspektif oportunistik. Di dalam perspektif efisiensi, peneliti menjelaskan bagaimana beragam mekanisme kontrakting dapat ditempatkan untuk meminimalisasikan agency cost (biaya agensi) dari perusahaan, yakni, cost/biaya yang diasosiasikan dari memberikan otoritas pengambilan keputusan kepada agent. Perspektif efisiensi seringkali dirujuk sebagai sebuah perspektif ex-ante. Ex ante berarti sebelum fakta karena perspektif ini mempertimbangkan mekanisme apa yang akan ditempatkan di depan, dengan tujuan meminimalkan cost agensi dan kontrakting di masa depan. Sebagai contoh, banyak organisasi di seluruh dunia secara sukarela mempersiapkan laporan finansial yang tersedia secara publik sebelum terdapat adanya persyaratan regulatory untuk melakukan ini. Laporan-laporan finansial ini juga seringkali menjadi subyek bagi sebuah audit, bahkan ketika tidak ada ketentuan regulatory untuk melakukannya (Morris, 1984). Para peneliti seperti misalnya Jensen dan Meckling (1976) berpendapat bahwa praktek dalam menyediakan laporan finansial teraudit mengarah pada penghematan biaya yang riil dimana hal ini dapat memungkinkan organisasi untuk menarik dana dengan cost yang lebih rendah. Sebagai akibat dari audit, pihak eksternal memiliki informasi yang lebih dapat dipercaya mengenai sumberdaya dan kewajiban organisasi, yang kemudian memungkinkan organisasi untuk menarik dana pada cost yang lebih rendah dibandingkan sebaliknya, dan karenanya menngkatkan nilai organisasi. Di dalam perspektif efisiensi (ex ante) PAT ini juga dikatakan bahwa praktek akuntansi yang diadopsi oleh perusahaan seringkali dijelaskan dalam basis bahwa metode ini bisa paling baik dalam mencerminkan performa finansial dasar dari entitas tersebut. Karakteristik organisasi yang berbeda digunakan untuk menjelaskan mengapa perusahaan yang berbeda mengadopsi metode akuntansi yang berbeda. Misalnya, pemilihan atas goodwill amortization rule tertentu diantara pendekatan alternatif lainnya dijelaskan dalam basis bahwa metode ini paling baik dalam menjelaskan dasar penggunaan aset. Perusahaan yang memiliki pola penggunaan yang berbeda dalam kaitannya dengan sebuah aset akan diprediksikan untuk mengadopsi kebijakan- kebijakan amortisasi yang berbeda. Dengan menyediakan pengukuran performa yang bisa paling baik dalam mencerminkan performa dasar perusahaan maka dikatakan bahwa investor dan pihak lain tidak akan perlu untuk mengumpulkan informasi tambahan dari sumber lain. Hal ini kemudian akan mengarah pada penghematan cost. Sebagai sebuah ilustrasi riset yang mengadopsi sebuah perspektif efisiensi, Whittred (1987) mencari cara untuk menjelaskan mengapa perusahaan-perusahaan secara sukarela mempersiapkan laporan finansial terkonsolidasi yang tersedia secara publik dalam sebuah periode dimana tidak ada regulasi yang mewajibkan mereka untuk melakukannya. Dia menemukan bahwa ketika perusahaan meminjam dana, sekuritas untuk hutang seringkali mengambil bentuk jaminan yang diberikan oleh entitas lain di dalam grup organisasi. Laporan finansial terkonsolidasi dideskripsikan sebagai cara yang lebih efisien dalam menyediakan informasi mengenai kemampuan grup tersebut untuk meminjam dan membayar kembali hutang daripada menyediakan laporan finansial terpisah untuk tiap entitas dalam grup kepada lender. Jika hal ini diasumsikan, konsisten dengan perspektif efisiensi, bahwa perusahaan mengadopsi metode akuntansi tertentu karena metode tersebut paling baik dalam mencerminkan performa ekonomi dasar dari entitas, maka dikatakan oleh theorist PAT bahwa regulasi akuntansi finansial memberikan unwarranted cost (biaya tak terjamin) dari entitas yang melakukan pelaporan. Sebagai contoh, jika sebuah standar akuntansi baru dilepaskan dan melarang sebuah metode akuntansi untuk digunakan oleh organisasi tertentu, hal ini akan mengarah pada ketidakefisienan, dimana laporan finansial yang dihasilaknt idak lagi akan menyediakan cerminan terbaik atas performa organisasi. Banyak theorist PAT akan berpendapat bahwa manajemen adalah pihak yang paling bisa dalam memilih metode akuntansi yang tepat dalam situasi tertentu, dan pemerintah tidak boleh turut campur dalam prosesnya. Perspektif oportunistik dari PAT, di sisi lain, dianggap sebagai memberikan pengaturan kontraktual ternegosiasi dari perusahaan (beberapa diantaranya akan diberikan dalam bab ini) dan mencari cara untuk menjelaskan dan memprediksikan perilaku oportunistik tertentu yang nantinya akan muncul. Pada awalnya, pengaturan kontraktual tertentu akan telah dinegosiasikan karena mereka dianggap paling efisien dalam menyelaraskan kepentingan beragam individual di dalam perusahaan. Namun, tidaklah memungkinkan atau efisien untuk menulis kontrak komplit yang menyediakan panduan dalam semua metode akuntansi untuk digunakan dalam semua situasi sehingga, akan selalu terdapat beberapa cakupan bagi manajer untuk menjadi oportunistik. Perspektif oportunistik seringkali dirujuk sebagai sebuah perspektif ex post ex post artinya setelah fakta karena perspektif ini memperhitungkan tindakan oportunistik yang bisa dilakukan setelah beragam pengaturan kontraktual ditempatkan. Sebagai contoh, dalam sebuah upaya untuk meminimalkan agency cost (biaya agensi) (sebuah perspektif efisiensi), sebuah pengaturan kontraktual dapat dinegosiasikan dan menyediakan sebuah bonus bagi manajer yang berbasis pada profit yang dihasilkan oleh entitas. Setelah semua berada di tempatnya, manajer kemudian dapat memilih untuk mengadopsi metode akuntansi tertentu yang dapat meningkatkan profit akuntansi, dan karenanya juga ukuran bonus (sebuah perspektif oportunistik). Manajer dapat memilih untuk mengadopsi sebuah metode goodwill amortisation tertentu yang meningkatkan income, bahkan meskipun hal ini tidak mencerminkan penggunaan aset secara aktual. Diasumsikan di dalam PAT bahwa maanjer akan secara oportunistik memilih metode akuntansi tertentu kapanpun mereka percaya bahwa metode ini akan mengarah pada sebuah peningkatan kekayaan pribadi mereka. PAT juga mengasumsikan bahwa principals akan memprediksikan seorang manajer akan oportunistik. Dengan hal ini di pikirannya, principal seringkali menetapkan metode akuntansi yang akan digunakan untuk tujuan tertentu. Sebagai contoh, sebuah perjanjian bonus plan dapat menetapkan bahwa sebuah metode amortisasi tertentu seperti misalnya straight-line amortisation diadopsi untuk menghitung income dalam rangka menentukan bonus. Meski demikian, seperti yang telah diketahui sebelumnya, diasumsikan bahwa terlalu mahal untuk menetapkan semua aturan akuntansi yang akan digunakan dalam semua situasi. Sehingga PAT mengusulkan bawha akan selalu terdapat cakupan bagi agent untuk secara oportunistik memilih metode akuntansi tertentu dibandingkan dengan metode akuntansi lainnya.
F. Kritik Atas PAT
Salah satu kritik yang banyak tersebar luas dari PAT adalah karena PAT tidak menyediakan preskripsi dan karenanya tidak memberikan sebuah cara dalam meningkatkan praktek akuntansi. Dikatakan bahwa menjelaskan dan memprediksikan praktek akuntansi tidaklah cukup. Sterling (1990, p. 130) menyatakan: PAT tidak bisa muncul diatas memberikan jawaban yang sama karena hal ini membatasi dirinya sendiri ke pertanyaan-pertanyaan deskriptif. Jika PAT diminta untuk menyelesaikan sebuah masalah atau mengoreksi sebuah kesalahan, keduanya akan membutuhkan lebih dari sekadar sebuah deskripsi terhadap sebuah evaluasi situasi, maka hal ini bisa terarah ke pertanyaan yang berbeda dan mendapatkan jawaban yang berbeda pula setelah permasalahan sebelumnya dipecahkan. Sebuah kritik kedua atas PAT adalah bahwa PAT tidak bebas value (value free), seperti yang dinyatakannya. Jika kita melihat beragam riset yang telah mengadopsi PAT, kita akan melihat sebuah absensi umum dari preskripsi yakni, tidak ada panduan mengenai apa yang harus dilakukan oleh orang-orang. Hal ini biasanya dijustifikasikan oleh PAT dengan mengatakan bahwa mereka tidak ingin membebankan pandangan mereka terhadap pihak lain, melainkan lebih memilih untuk menyediakan informasi mengenai implikasi yang diharapkan dari tindakan tertentu dan membiarkan orang- orang untuk memilih untuk dirinya sendiri apa yang harus mereka lakukan. Misalnya, mereka dapat memberikan bukti untuk mendukung sebuah prediksi bahwa organisasi yang dekat dengan melanggar debt covenant berbasis-akuntansi akan mengadopsi metode akuntansi yang meningkatkan profit dan aset yang dilaporkan perusahaan. sebuah kritik ketiga dari PAT terhubung dengan asumsi fundamental bahwa semua tindakan digerakkan oleh keinginan untuk memaksimalkan kekayaan seseorang. Bagi banyak peneliti, asumsi semacam ini mewakili sebuah perspektif yang terlalu negatif dan sederhana atas umat manusia. Dalam hal ini, Gray, Owen dan Adams (1996, p. 75) menyatakan bahwa PAT mempromosikan sebuah pandangan dunia yang bangkrut akan moral. Mengingat bahwa semua orang dianggap bertindak atas kepentingan pribadi mereka sendiri, perspektif dari kepentingan pribadi juga diaplikasikan terhadap upaya riset akademis. 1970an, isu yang ditanggapi tidak menunjukkan perkembangan yang besar. Sejak masa awal Watts dan Zimmerman (1978) telah terdapat tiga hipotesis pokok: hipotesis hutang (debt hypothesis) yang mengusulkan bahwa organisasi yang dekat dengan melanggar debt covenants berbasis-akuntansi akan memilih metode akuntansi yang mengarah pada sebuah peningkatan dalam profit dan aset; hipotesis bonus yang mengusulkan bahwa manajer dalam skema bonus berbasis akuntansi akan memilih metode akuntansi yang dapat meningkatkan profit; dan hipotesis political cost yang mengusulkan bahwa perusahaan yang menjadi subyek pemeriksaan politik akan mengadopsi metode akuntansi yang mengurangi reported income. Sebuah tinjauan terhadap literatur PAT terkini mengindikasikan bahwa hipotesis-hipotesis ini terus diuji dalam lingkungan yang berbeda dan dalam kaitannya dengan isu kebijakan akuntansi yang berbeda bahkan setelah melewati dua puluh tahun sejak masa Watts dan Zimmerman (1978). Kritik lain terhadap PAT adalah bahwa peneliti positif percaya bahwa mereka bisa menghasilkan hukum dan prinsip yang diharapkan dapat beroperasi dalam situasi yang berbeda, dan bahwa tidak ada satu kebenaran dasar yang bisa ditentukan oleh seorang pengamat independen dan imparsial yang tidak dipengaruhi oleh persepsi individual, idiosinkrasi ataupun bias (Tinker, Merino dan Neimark (1982, p. 167). Yakni, perspektif yang tampak adalah bahwa realitas eksis secara obyektif, dan satu pandangan pengamat terhadap realitas akan sama seperti pandangan orang yang lain. Hal ini dirujuk sebagai filosofi realis. G. Kesimpulan Teori akuntansi positif memahami dan memprediksi pilihan kebijakan akuntansi perusahaan. Secara umum, teori akuntasni positif menilai bahwa pilihan kebijakan akuntansi adalah bagian dari kebutuhan perusahaan secra menyeluruh untuk meminimalkan biaya modal dan biaya kontrak. Teori akuntansi positif tidak menyiratkan bahwa pilihan kebijakan akuntansi perusahaan harus dijelaskan dengan khusus. Justru biasanya akan lebih efisien jika ada sekumpulan kebijakan akuntansi yang dapat dipilih oleh manajemen. Teori akuntansi positif memberi keleluasaan kepada manajemen dalam pilihan kebijakan akuntansi untuk memberi respon fleksibel dalam lingkungan perusahaan dan terhadap hasil kontrak yang tidak dapat diramalkan. Namun demikian, ini juga memberi peluang terjadinya perilaku manajemen yang oportunistis dalam pilihan kebijakan akuntansi. Dari perspektif teori akuntansi positif, tidak sulit memahami mengapa kebijakan akuntansi dapat memiliki konsekuensi ekonomi. Dari perspektif efisiensi, kumpulan kebijakan yang tersedia mempengaruhi fleksibilitas perusahaan. Dari perspektif opportunis, kemampuan manajemen untuk memilih kebijakan akuntansi untuk keuntungannya sendiri pun terpengaruhi. Dengan demikian, kita mengharapkan manajemen untuk bereaksi, dan semakin banyak standar baru turut campur tangan dengan kontrak yang ada dan / atau mengurangi pilihan kebijakan akuntansi. Sementara, seperti yang disebutkan, kekhawatiran manajer tentang kebijakan dan standar akuntansi mungkin didorong oleh oportunisme atau dengan kontrak yang efisien, ada bukti yang signifikan dalam mendukung versi kontrak efisien dari PAT. Hal ini menunjukkan bahwa perusahaan mampu menyelaraskan kepentingan manajer dengan para pemegang saham.