Anda di halaman 1dari 11

post partum hemorrhagic ( pph )

PENDAHULUAN

Perdarahan setelah melahirkan atau post partum hemorrhagic (PPH) adalah konsekuensi
perdarahan berlebihan dari tempat implantasi plasenta, trauma di traktus genitalia dan struktur
sekitarnya, atau keduanya.1

Diperkirakan ada 14 juta kasus perdarahan dalam kehamilan setiap tahunnya paling sedikit
128.000 wanita mengalami perdarahan sampai meninggal. Sebagian besar kematian tersebut
terjadi dalam waktu 4 jam setelah melahirkan.2 Di Inggris (2000), separuh kematian ibu hamil
akibat perdarahan disebabkan oleh perdarahan post partum.1

Di Indonesia, Sebagian besar persalinan terjadi tidak di rumah sakit, sehingga sering pasien
yang bersalin di luar kemudian terjadi perdarahan post partum terlambat sampai ke rumah sakit,
saat datang keadaan umum/hemodinamiknya sudah memburuk, akibatnya mortalitas tinggi. 3
Menurut Depkes RI, kematian ibu di Indonesia (2002) adalah 650 ibu tiap 100.000 kelahiran
hidup dan 43% dari angka tersebut disebabkan oleh perdarahan post partum.2

Apabila terjadi perdarahan yang berlebihan pasca persalinan harus dicari etiologi yang
spesifik. Atonia uteri, retensio plasenta (termasuk plasenta akreta dan variannya), sisa plasenta,
dan laserasi traktus genitalia merupakan penyebab sebagian besar perdarahan post partum.
Dalam 20 tahun terakhir, plasenta akreta mengalahkan atonia uteri sebagai penyebab tersering
perdarahan post partum yang keparahannya mengharuskan dilakukan tindakan histerektomi.
Laserasi traktus genitalia yang dapat terjadi sebagai penyebab perdarahan post partum antara lain
laserasi perineum, laserasi vagina, cedera levator ani da cedera pada serviks uteri.1

TINJAUAN PUSTAKA

I. PERDARAHAN POST PARTUM

Definisi

Perdarahan post partum didefinisikan sebagai hilangnya 500 ml atau lebih darah setelah anak
lahir. Pritchard dkk mendapatkan bahwa sekitar 5% wanita yang melahirkan pervaginam
kehilangan lebih dari 1000 ml darah.

Epidemiologi

Perdarahan post partum dini jarang disebabkan oleh retensi potongan plasenta yang kecil,
tetapi plasenta yang tersisa sering menyebabkan perdarahan pada akhir masa nifas. 1 Kadang-
kadang plasenta tidak segera terlepas. Bidang obstetri membuat batas-batas durasi kala tiga
secara agak ketat sebagai upaya untuk mendefenisikan retensio plasenta shingga perdarahan
akibat terlalu lambatnya pemisahan plasenta dapat dikurangi. Combs dan Laros meneliti 12.275
persalinan pervaginam tunggal dan melaporkan median durasi kala III adalah 6 menit dan 3,3%
berlangsung lebih dari 30 menit. Beberapa tindakan untuk mengatasi perdarahan, termasuk
kuretase atau transfusi, menigkat pada kala tiga yang mendekati 30 menit atau lebih.1

Efek perdarahan banyak bergantung pada volume darah pada sebelum hamil dan derajat
anemia saat kelahiran. Gambaran perdarahan post partum yang dapat mengecohkan adalah nadi
dan tekanan darah yang masih dalam batas normal sampai terjadi kehilangan darah yang sangat
banyak.1

Klasifikasi

Klasifikasi perdarahan postpartum :1,4,9

1. Perdarahan Post Partum Primer / dini (early postpartum hemarrhage), yaitu perdarahan
yang terjadi dalam 24 jam pertama. Penyebab utamanya adalah atonia uteri, retention
plasenta, sisa plasenta dan robekan jalan lahir. Banyaknya terjadi pada 2 jam pertama

2. Perdarahan Post Partum Sekunder / lambat (late postpartum hemorrhage), yaitu


perdarahan yang terjadi setelah 24 jam pertama.

Etiologi

Etiologi dari perdarahan post partum berdasarkan klasifikasi di atas, adalah :1,9

a. Etiologi perdarahan postpartum dini :

1. Atonia uteri

Faktor predisposisi terjadinya atoni uteri adalah :

Umur yang terlalu muda / tua

Prioritas sering di jumpai pada multipara dan grande mutipara

Partus lama dan partus terlantar

Uterus terlalu regang dan besar misal pada gemelli, hidromnion / janin besar

Kelainan pada uterus seperti mioma uteri, uterus couveloair pada solusio plasenta

Faktor sosial ekonomi yaitu malnutrisi

2. Laserasi Jalan lahir : robekan perineum, vagina serviks, forniks dan rahim. Dapat
menimbulkan perdarahan yang banyak apabila tidak segera di reparasi.

3. Hematoma

Hematoma yang biasanya terdapat pada daerah-daerah yang mengalami laserasi atau pada
daerah jahitan perineum.

4. Lain-lain

Sisa plasenta atau selaput janin yang menghalangi kontraksi uterus, sehingga masih ada
pembuluh darah yang tetap terbuka, Ruptura uteri, Inversio uteri

b. Etiologi perdarahan postpartum lambat :

1. Tertinggalnya sebagian plasenta

2. Subinvolusi di daerah insersi plasenta

3. Dari luka bekas seksio sesaria

Diagnosis

Untuk membuat diagnosis perdarahan postpartum perlu diperhatikan ada perdarahan yang
menimbulkan hipotensi dan anemia. apabila hal ini dibiarkan berlangsung terus, pasien akan
jatuh dalam keadaan syok. perdarahan postpartum tidak hanya terjadi pada mereka yang
mempunyai predisposisi, tetapi pada setiap persalinan kemungkinan untuk terjadinya perdarahan
postpartum selalu ada. 9

Perdarahan yang terjadi dapat deras atau merembes. perdarahan yang deras biasanya akan
segera menarik perhatian, sehingga cepat ditangani sedangkan perdarahan yang merembes
karena kurang nampak sering kali tidak mendapat perhatian. Perdarahan yang bersifat merembes
bila berlangsung lama akan mengakibatkan kehilangan darah yang banyak. Untuk menentukan
jumlah perdarahan, maka darah yang keluar setelah uri lahir harus ditampung dan dicatat. 9

Kadang-kadang perdarahan terjadi tidak keluar dari vagina, tetapi menumpuk di vagina dan di
dalam uterus. Keadaan ini biasanya diketahui karena adanya kenaikan fundus uteri setelah uri
keluar. Untuk menentukan etiologi dari perdarahan postpartum diperlukan pemeriksaan lengkap
yang meliputi anamnesis, pemeriksaan umum, pemeriksaan abdomen dan pemeriksaan dalam. 9

Pada atonia uteri terjadi kegagalan kontraksi uterus, sehingga pada palpasi abdomen uterus
didapatkan membesar dan lembek. Sedangkan pada laserasi jalan lahir uterus berkontraksi
dengan baik sehingga pada palpasi teraba uterus yang keras. Dengan pemeriksaan dalam
dilakukan eksplorasi vagina, uterus dan pemeriksaan inspekulo. Dengan cara ini dapat ditentukan
adanya robekan dari serviks, vagina, hematoma dan adanya sisa-sisa plasenta.9

Pencegahan dan Penanganan

Cara yang terbaik untuk mencegah terjadinya perdarahan post partum adalah memimpin kala
II dan kala III persalinan secara lega artis. Apabila persalinan diawasi oleh seorang dokter
spesialis obstetrik dan ginekologi ada yang menganjurkan untuk memberikan suntikan
ergometrin secara IV setelah anak lahir, dengan tujuan untuk mengurangi jumlah perdarahan
yang terjadi.9

Penanganan umum pada perdarahan post partum :10

Ketahui dengan pasti kondisi pasien sejak awal (saat masuk)

Pimpin persalinan dengan mengacu pada persalinan bersih dan aman (termasuk upaya
pencegahan perdarahan pasca persalinan)

Lakukan observasi melekat pada 2 jam pertama pasca persalinan (di ruang persalinan)
dan lanjutkan pemantauan terjadwal hingga 4 jam berikutnya (di ruang rawat gabung).

Selalu siapkan keperluan tindakan gawat darurat


Segera lakukan penlilaian klinik dan upaya pertolongan apabila dihadapkan dengan
masalah dan komplikasi

Atasi syok

Pastikan kontraksi berlangsung baik (keluarkan bekuan darah, lakukam pijatan uterus,
berikan uterotonika 10 IU IM dilanjutkan infus 20 IU dalam 500cc NS/RL dengan 40
tetesan permenit.

Pastikan plasenta telah lahir dan lengkap, eksplorasi kemungkinan robekan jalan lahir.

Bila perdarahan terus berlangsung, lakukan uji beku darah.

Pasang kateter tetap dan lakukan pemantauan input-output cairan

Cari penyebab perdarahan dan lakukan penangan spesifik.

II. RETENSIO PLASENTA DAN SISA PLASENTA (PLACENTAL REST)

Perdarahan postpartum dini dapat terjadi sebagai akibat tertinggalnya sisa plasenta atau
selaput janin. bila hal tersebut terjadi, harus dikeluarkan secara manual atau di kuretase disusul
dengan pemberian obat-obat uterotonika intravena.9 Perlu dibedakan antara retensio plasenta
dengan sisa plasenta (rest placenta). Dimana retensio plasenta adalah plasenta yang belum lahir
seluruhnya dalam setengah jam setelah janin lahir. Sedangkan sisa plasenta merupakan
tertinggalnya bagian plasenta dalam uterus yang dapat menimbulkan perdarahan post partum
primer atau perdarahan post partum sekunder.5

Sewaktu suatu bagian plasenta (satu atau lebih lobus) tertinggal, maka uterus tidak dapat
berkontraksi secara efektif dan keadaan ini dapat menimbulkan perdarahan. Gejala dan tanda
yang bisa ditemui adalah perdarahan segera, uterus berkontraksi tetapi tinggi fundus tidak
berkurang.6

Sebab-sebab plasenta belum lahir, bisa oleh karena:

1. Plasenta belum lepas dari dinding uterus

2. Plasenta sudah lepas akan tetapi belum dilahirkan

Apabila plasenta belum lahir sama sekali, tidak terjadi perdarahan, jika lepas sebagian terjadi
perdarahan yang merupakan indikasi untuk mengeluarkannya. Plasenta belum lepas dari dinding
uterus bisa karena: 5

1. Kontraksi uterus kurang kuat untuk melepaskan plasenta ( plasenta adhesiva)


2. Plasenta melekat erat pada dinding uterus oleh sebab vili korialis menembus desidua
sampai miometrium.

Plasenta yang sudah lepas dari dinding uterus akan tetapi belum keluar, disebabkan tidak
adanya usaha untuk melahirkan, atau salah penanganan kala tiga, sehingga terjadi lingkaran
konstriksi pada bagian bawah uterus yang menghalangi keluarnya plasenta.5

Penanganan perdarahan postpartum yang disebabkan oleh sisa plasenta :9

Penemuan secara dini hanya mungkin dengan melakukan pemeriksaan kelengkapan


plasenta setelah dilahirkan. Pada kasus sisa plasenta dengan perdarahan pasca persalinan
lanjut, sebagian besar pasien akan kembali lagi ke tempat bersalin dengan keluhan
perdarahan

Berikan antibiotika, ampisilin dosis awal 1g IV dilanjutkan dengan 3 x 1g oral


dikombinasikan dengan metronidazol 1g supositoria dilanjutkan dengan 3 x 500mg oral.

Lakukan eksplorasi (bila servik terbuka) dan mengeluarkan bekuan darah atau jaringan.
Bila servik hanya dapat dilalui oleh instrument, lakukan evakuasi sisa plasenta dengan
AMV atau dilatasi dan kuretase

Bila kadar Hb<8 gr% berikan transfusi darah. Bila kadar Hb>8 gr%, berikan sulfas
ferosus 600 mg/hari selama 10 hari. 5

III. TINDAKAN OPERATIF DALAM KALA URI

Tindakan operatif yang dapat dilakukan dalam kala uri persalinan adalah :7,8

A. PERASAT CREDE7

Perasat crede bermaksud melahirkan plasenta yang belum terlepas dengan ekspresi :

1. Syarat : Uterus berkontraksi baik dan vesika urinaria kosong

2. Teknik pelaksanaan

Fundus uterus dipegang oleh tangan kanan sedemikian rupa, sehingga ibu jari terletak
pada permukaan depan uterus sedangkan jari lainnya pada fundus dan permukaan
belakang. setelah uterus dengan rangsangan tangan berkontraksi baik, maka uterus
ditekan ke arah jalan lahir. gerakan jari-jari seperti meremas jeruk. perasat Crede tidak
boleh dilakukan pada uterus yang tidak berkontraksi karena dapat menimbulkan inversion
uteri

Perasat Crede dapat dicoba sebelum meningkat pada pelepasan plasenta secara manual.

B. MANUAL PLASENTA

Indikasi

Indikasi pelepasan plasenta secara manual adalah pada keadaan perdarahan pada kala tiga
persalinan kurang lebih 400 cc yang tidak dapat dihentikan dengan uterotonika dan masase,
retensio plasenta setelah 30 menit anak lahir, setelah persalinan buatan yang sulit seperti forsep
tinggi, versi ekstraksi, perforasi, dan dibutuhkan untuk eksplorasi jalan lahir dan tali pusat putus.7

Teknik Plasenta Manual

Sebelum dikerjakan, penderita disiapkan pada posisi litotomi. Keadaan umum penderita
diperbaiki sebesar mungkin, atau diinfus NaCl atau Ringer Laktat. Anestesi diperlukan kalau ada
constriction ring dengan memberikan suntikan diazepam 10 mg intramuskular. Anestesi ini
berguna untuk mengatasi rasa nyeri. Operator berdiri atau duduk dihadapan vulva dengan salah
satu tangannya (tangan kiri) meregang tali pusat, tangan yang lain (tangan kanan) dengan jari-jari
dikuncupkan membentuk kerucut.8

Gambar 1. Meregang tali pusat dengan jari-jari membentuk kerucut

Dengan ujung jari menelusuri tali pusat sampai plasenta. Jika pada waktu melewati serviks
dijumpai tahanan dari lingkaran kekejangan (constrition ring), ini dapat diatasi dengan
mengembangkan secara perlahan-lahan jari tangan yang membentuk kerucut tadi. Sementara itu,
tangan kiri diletakkan di atas fundus uteri dari luar dinding perut ibu sambil menahan atau
mendorong fundus itu ke bawah. Setelah tangan yang di dalam sampai ke plasenta, telusurilah
permukaan fetalnya ke arah pinggir plasenta. Pada perdarahan kala tiga, biasanya telah ada
bagian pinggir plasenta yang terlepas.8
Gambar 2. Ujung jari menelusuri tali pusat, tangan kiri diletakkan di atas fundus

Melalui celah tersebut, selipkan bagian ulnar dari tangan yang berada di dalam antara dinding
uterus dengan bagian plasenta yang telah terlepas itu. Dengan gerakan tangan seperti mengikis
air, plasenta dapat dilepaskan seluruhnya (kalau mungkin), sementara tangan yang di luar tetap
menahan fundus uteri supaya jangan ikut terdorong ke atas. Dengan demikian, kejadian robekan
uterus (perforasi) dapat dihindarkan.8

Gambar 3. Mengeluarkan plasenta


Setelah plasenta berhasil dikeluarkan, lakukan eksplorasi untuk mengetahui kalau ada bagian
dinding uterus yang sobek atau bagian plasenta yang tersisa. Pada waktu ekplorasi sebaiknya
sarung tangan diganti yang baru. Setelah plasenta keluar, gunakan kedua tangan untuk
memeriksanya, segera berikan uterotonik (oksitosin) satu ampul intramuskular, dan lakukan
masase uterus. Lakukan inspeksi dengan spekulum untuk mengetahui ada tidaknya laserasi pada
vagina atau serviks dan apabila ditemukan segera di jahit.8

C. EKSPLORASI KAVUM UTERI

Indikasi

Persangkaan tertinggalnya jaringan plasenta (plasenta lahir tidak lengkap), setelah operasi
vaginal yang sulit, dekapitasi, versi dan ekstraksi, perforasi dan lain-lain, untuk menetukan
apakah ada rupture uteri. Eksplosi juga dilakukan pada pasien yang pernah mengalami seksio
sesaria dan sekarang melahirkan pervaginam.7

Teknik Pelaksanaan

Tangan masuk secara obstetric seperti pada pelepasan plasenta secara manual dan mencari sisa
plasenta yang seharusnya dilepaskan atau meraba apakah ada kerusakan dinding uterus. untuk
menentukan robekan dinding rahim eksplorasi dapat dilakukan sebelum plasenta lahir dan sambil
melepaskan plasenta secara manual. 7

IV. SYOK HEMORAGIK

Etiologi

Syok hemoragik pada pasien obstetrik/ginekologik dapat terjadi karena perdarahan akibat
abortus, kehamilan ektopik terganggu, cedera pada pembedahan, perdarahan antepartum,
perdarahan postpartum atau koagulopati. 11

Klasifikasi

1. Syok ringan, terjadi kalau perdarahan kurang dari 20% volume darah. timbul, penurunan
perfusi jaringan dan organ non vital. Tidak terjadi perubahan kesadaran, volume urin
yang keluar normal atau sedikit berkurang, dan mungkin (tidak selalu terjadi asidosis
metabolik).

2. Syok sedang, sudah terjadi penurunan perfusi pada organ yang tahan terhadap iskemia
waktu singkat (hati, usus, dan ginjal). Sudah timbul oliguri (urin <0,5 ml/kg BB/Jam) dan
asidosis metabolik, tetapi kesadaran masih baik
3. Syok berat, perfusi dalam jaringan otak dan jantung sudah tidak adekuat. mekanisme
kompensasi vasokonstriksi pada organ lainnya sudah tidak dapat mempertahankan perfusi
di dalam jaringan otak dan jantung. sudah terjadi anuria, penurunan kesadaran (delirium,
stupor, koma) dan sudah ada gejala hipoksia jantung. 11

Patofisiologi

Pada syok ringan terjadi penurunan perfusi darah tepi pada organ yang dapat bertahan lama
terhadap iskemia (kulit, lemak, otot, dan tulang). pH arteri normal. Pada syok sedang terjadi
penurunan perfusi sentral pada organ yang hanya tahan terhadap iskemia waktu singkat (hati,
usus, dan ginjal) terjadi asidosis metabolik. Pada syok berat sudah terjadi penurunan perfusi pada
jantung dan otak, asidosis metabolic berat, dan mungkin terjadi pula asidosis respiratorik. 11

Gejala Klinik

1. Syok ringan, takikardi minimal, hipotensi sedikit, vasokonstriksi darah tepi ringan, kulit
dingin, pucat, basah. urin normal/ sedikit berkurang. keluhan merasa dingin

2. Syok sedang, takikardi 100-120 permenit, hipotensi dengan sistolik 90-100 mmHg,
oliguri/ anuria. keluhan haus

3. Syok berat, takikardi lebih dari 120 permenit, hipotensi dengan sistolik <60 mmHg,
pucat, anuri, agitasi, kesadaran menurun. 11

DAFTAR PUSTAKA

1. Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL, Hauth JC, Gilstrap III LC, Wenstrom KD.
Uterine Leiomyomas. In : Williams Obstetrics. 22 nd edition. Mc Graw-Hill. New York :
2005.

2. Sheris j. Out Look : Kesehatan ibu dan Bayi Baru Lahir. Edisi Khusus. PATH. Seattle :
2002.

3. Winkjosastro H, Hanada . Perdarahan Pasca Persalinan. Disitasi tanggal 21 September


2008 dari : http://http://www.geocities.com/Yosemite/Rapids/1744/cklobpt12 .html
[update : 1 Februari 2005].
4. Setiawan Y. Perawatan perdarahan post partum. Disitasi tanggal 21 September 2008
http://http://www.Siaksoft.net [update : Januari 2008].

5. Alhamsyah. Retensio Plasenta. Disitasi tanggal 22 September 2008 dari :


http://www.alhamsyah.com [update : Juli 2008].

6. Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya. Perdarahan Pasca Persalinan.. Disitasi


tanggal 22 September 2008 dari : http://.www.Fkunsri.wordpress.com [update : Agustus
2008].

7. Wiknjosastro H, Saifuddin AB, Rachimhadi T. Tindakan Operatif Dalam Kala Uri. Dalam
: Ilmu Bedah Kebidanan. Edisi 3. Jakarta : YBP-SP. 2002.

8. WHO. Managing Complications in Pregnancy and Childbirth : Manual Removal. of


Placenta. Disitasi tanggal 22 September 2008
dari :http://www.who.int/reproductivehealth/impac/Procedures/
Manual_removal_P77_P79.html. [update : 2003].

9. Wiknjosastro H, Saifuddin AB, Rachimhadi T. Perdarahan Post Partum. Dalam : Ilmu


Bedah Kebidanan. Edisi 3. Jakarta : YBP-SP. 2002.

10. Prawirohardjo S. Perdarahan Paca Persalinan. Dalam : Buku Acuan Nasional Pelayanan
Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta : YBP-SP. 2002.

11. Wiknjosastro H, Saifuddin AB, Rachimhadi T. Syok Hemoragika dan Syok Septik.
Dalam : Ilmu Bedah Kebidanan. Edisi 3. Jakarta : YBP-SP. 2002.

Anda mungkin juga menyukai