Anda di halaman 1dari 11

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Bells palsy menempati urutan ketiga penyebab terbanyak dari paralysis fasial
akut, di Indonesia insiden Bells palsy secara pasti sulit ditentukan, penderita diabetes
mempunyai resiko 29% lebih tinggi, dibanding non-diabetes. Bells palsy mengenai
laki-laki dan wanita dengan perbandingan yang sama. Akan tetapi, wanita muda yang
berumur 10-19 tahun lebih rentan terkena dari pada laki-laki pada kelompok umur
yang sama. Penyakit ini dapat mengenai semua umur, namun lebih sering terjadi pada
umur 15-50 tahun. Pada kehamilan trisemester ketiga dan 2 minggu pasca persalinan
kemungkinan timbulnya Bells palsy lebih tinggi dari pada wanita tidak hamil, bahkan
bisa mencapai 10 kali lipat.

Data yang dikumpulkan dari 4 buah Rumah sakit di Indonesia didapatkan


frekuensi Bells palsy sebesar 19,55 % dari seluruh kasus neuropati dan terbanyak
pada usia 21 30 tahun. Lebih sering terjadi pada wanita daripada pria. Tidak
didapati perbedaan insiden antara iklim panas maupun dingin, tetapi pada beberapa
penderita didapatkan adanya riwayat terpapar udara dingin atau angin berlebihan.

B. Tujuan
Untuk memberi gambaran dan ilmu pengetahuan tentang konsep dasar penyakit bells
palsy. Dan agar mahasiswa dapat menyusun asuhan keperawatan pada pasien dengan
penyakit bells palsy.
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. DEFINISI
Bell's Palsy (BP) ialah suatu kelumpuhan akut nervus fasialis perifer yang tidak
diketahui sebabnya. Sir Charles Bell (1821) adalah orang yang pertama meneliti
beberapa penderita dengan wajah asimetrik, sejak itu semua kelumpuhan nervus
fasialis perifer yang tidak diketahui sebabnya disebut Bell's pals. Pengamatan
klinik, pemeriksaan neurologik, laboratorium dan patologi anatomi menunjukkan
bahwa BP bukan penyakit tersendiri tetapi berhubungan erat dengan banyak faktor
dan sering merupakan gejala penyakit lain.
Kelumpuhan nervus vasialis (N.Vll) adalah kelumpuhan otot wajah, sehingga
wajah pasien tampak tidak simetris pada waktu berbicara dan berekspresi. Hanya
merupakan gejala sehingga harus dicari penyebab dan derajat kelumpuhannya
untuk mementukan terapi dan prognosis.

B. ETIOLOGI
Penyebab tersering adalah virus herpes simpleks-tipe 1. Dan penyebab lain bell
palsy antara lain
1. Infeksi virus lain.
2. Neoplasma: setelah pengangkatan tumor otak (neuroma akustik) atau tumor
lain.
3. Trauma: fraktur basal tengkorak, luka di telinga tengah, dan menyelam.
4. Neurologis: sindrom Guillain-Barre
5. Metabolik: kehamilan, diabetes melitus, hipertiroidisme, dan hipertensi
6. Toksik: alkohol, talidomid, tetanus, dan karbonmonoksida.
C. WOC BELLS PALSY
D. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Bells palsy merupakan diagnosis klinis sehingga pemeriksaan penunjang perlu
dilakukan untuk menyingkirkan etiologi sekunder dari paralisis saraf kranialis
1. Pemeriksaan radiologis dengan CT-scan atau radiografi polos
Dilakukan untuk menyingkirkan fraktur, metastasis tulang, dan keterlibatan
sistem saraf pusat (SSP).
2. Pemeriksaan MRI
Dilakukan pada pasien yang dicurigai neoplasma di tulang temporal, otak,
glandula parotis, atau untuk mengevaluasi sklerosis multipel. Selain itu, MRI
dapat memvisualisasi perjalanan dan penyengatan kontras saraf fasialis
3. Pemeriksaan neurofisiologi
Bells palsy sudah dikenal sejak tahun 1970- sebagai prediktor kesembuhan,
bahkan dahulu sebagai acuan pada penentuan kandidat tindakan dekompresi
intrakanikular
4. Pemeriksaan elektromiografi (EMG)
Mempunyai nilai prognostik yang lebih baik dibandingkan elektro-neurografi
(ENG). Pemeriksaan serial EMG pada penelitian tersebut setelah hari ke-15
mempunyai positive-predictive-value(PPV) 100% dan negative-predictive-
value(NPV) 96%. Spektrum abnormalitas yang didapatkan berupa penurunan
amplitudo Compound Motor Action Potential(CMAP), pemanjangan latensi
saraf fasialis
5. Pemeriksaan blink reflexdidapatkan
Pemanjangan gelombang R1 ipsilat-eral. Pemeriksaan blink reflex ini sangat
bermanfaat karena 96% kasus didapatkan abnormalitas hingga minggu kelima,
meski demikian sensitivitas pemeriksaan ini rendah. Abnor-malitas
gelombang R2 hanya ditemukan pada 15,6% kasus.

E. PENATALAKSANAAN
1. Terapi Non-farmakologis
a. Kornea mata memiliki risiko mengering dan terpapar benda asing.
Proteksinya dapat dilakukan dengan peng-gunaan air mata buatan
(artificial tears), pelumas (saat tidur), kaca mata, plester mata, penjahitan
kelopak mata atas, atau tarsorafi lateral (penjahitan bagian lateral kelopak
mata atas dan bawah)
b. Masase dari otot yang lemah dapat dikerjakan secara halus dengan
mengangkat wajah ke atas dan membuat gerakan melingkar. Tidak
terdapat bukti adanya efektivitas dekompresi melalui pembedahan saraf
fasialis, namun tindakan ini kadang dilakukan pada kasus yang berat
dalam 14 hari onset
c. Rehabilitasi fasial secara komprehensif yang dilakukan dalam empat bulan
setelah onset terbukti memperbaiki fungsi pasien dengan paralisis fasialis.
Rehabilitasi fasial meliputi edukasi, pelatihan neuro-muskular, masase,
meditasi-relaksasi, dan program pelatihan di rumah. Terdapat empat
kategori terapi yang dirancang sesuai dengan keparahan penyakit, yaitu
kategori inisiasi, fasilitasi, kontrol gerakan, dan relaksasi.
2. Terapi Farmakologis
Inflamasi dan edema saraf fasialis merupakan penyebab paling mungkin
dalam patogenesis Bells palsy
a. Steroid, terutama prednisolon yang dimulai dalam 72 jam dari onset, harus
dipertimbangkan untuk optimalisasi hasil pengobatan. Penggunaan steroid
dapat mengurangi kemungkinan paralisis permanen dari pembengkakan
pada saraf di kanalis fasialis yang sempit. Dosis pemberian prednison
(maksimal 40-60 mg/hari) dan prednisolon (maksimal 70 mg) adalah 1
mg/kg/hari peroral selama enam hari diikuti empat hari tappering off. Efek
toksik dan hal yang perlu diperhatikan pada penggunaan steroid jangka
panjang (lebih dari 2 minggu) berupa retensi cairan, hipertensi, diabetes,
ulkus peptikum, osteoporosis, supresi kekebalan tubuh (rentan terhadap
infeksi), dan Cushing syndrome
b. Dosis pemberian asiklovir untuk usia >2 tahun adalah 80 mg/kg/hari
melalui oral dibagi dalam empat kali pemberian selama 10 hari. Sementara
untuk dewasa diberikan dengan dosis oral 2 000-4 000 mg/hari yang
dibagi dalam lima kali pemberian selama 7-10 hari. Sedangkan dosis
pemberian valasiklovir (kadar dalam darah 3-5 kali lebih tinggi) untuk
dewasa adalah 1 000-3 000 mg/hari secara oral dibagi 2-3 kali selama lima
hari. Efek samping jarang ditemukan pada penggunaan preparat antivirus,
namun kadang dapat ditemukan keluhan berupa adalah mual, diare, dan
sakit kepala.
F. KOMPLIKASI
Sekitar 5% pasien setelah menderita Bell s palsy mengalami sekuele berat yang
tidak dapat diterima. Beberapa komplikasi yang sering terjadi akibat Bell s palsy,
adalah
1. Regenerasi motor inkomplit yaitu regenerasi suboptimal yang menyebabkan
paresis seluruh atau beberapa muskulus fasialis
2. Regenerasi sensorik inkomplit yang menyebabkan disgeusia (gangguan
pengecapan), ageusia (hilang pengecapan), dan disestesia (gangguan sensasi
atau sensasi yang tidak sama dengan stimuli normal)
3. Reinervasi yang salah dari saraf fasialis. Reinervasi yang salah dari saraf
fasialis dapat menyebabkan :
a. Sinkinesis yaitu gerakan involunter yang mengikuti gerakan volunter,
contohnya timbul gerakan elevasi involunter dari sudut mata, kontraksi
platysma, atau pengerutan dahi saat memejamkan mata
b. Crocodile tear phenomenon, yang timbul beberapa bulan setelah paresis
akibat regenerasi yang salah dari serabut otonom, contohnya air mata
pasien keluar pada saat mengkonsumsi makanan.
Clonic facial spasm (hemifacial spasm), yaitu timbul kedutan secara tiba-
tiba (shock like)pada wajah yang dapat terjadi pada satu sisi wajah saja
pada stadium awal, kemudian mengenai sisi lainnya (lesi bilateral tidak
terjadi bersamaan)
BAB III
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

BELLS PALSY

A. PENGKAJIAN
1. Identitas Klien
Data diri klien berupa nama, umur berkaitan dengan berdasarkan penelitian bahwa
seseorang yang rentan terhadap penyakit bells palsy adalah remaja usia 20
tahunan dan lanjut usia setelah 60 tahun
2. Keluhan Utama
Keluhan utama yang biasanya dirasakan klien yaitu Mulut tampak moncong
terlebih pada saat meringis, kelopak mata tidak dapat dipejamkan (lagoftalmos).
Penderita tidak dapat bersiul atau meniup, apabila berkumur atau minum maka air
keluar melalui sisi mulut yang lumpuh
3. Riwayat Kesehatan
a. Riwayat Kesehatan Sekarang
Riwayat kesehatan klien yang dirasakan akhir akhir ini salah satunya yaitu
wajah seperti terjatuh dan tertarik ke sisi lainnya saat tersenyum. Kelopak
mata tidak dapat menutup sempurna
b. Riwayat Kesehatan Dahulu
Riwayat penyakit atau kejadian dahulu yang pernah dialami klien misalnya
kejadian trauma tengkorak, riwayat terpapar virus Herpes zoster, otitis media.
Hal tersebut dikaitkan dengan etiologi dari bells palsy
c. Riwayat Penyakit Keluarga
Karena penyebab bells palsy salah satunya adalah idiopatik, maka perlu dikaji
adanya riwayat keluarga yang menderita penyakit yang sama
4. Pengkajian Psiko Sosio Spiritual
Pengkajian psikologis klien Bells Palsy meliputi beberapa penilaian yang
memungkinkan perawat untuk memperoleh persepsi yang jelas mengenai status
emosi, kognitif, dan perilaku klien. Apapun ada dampak yang timbul pada klien
yaitu timbul seperti ketakutan akan kecacatan, rasa cemas, rasa ketidakmampuan
untuk melakukan secara optimal, dan pandangan terhadap dirinya yang salah
(gangguan citra tubuh)

B. PEMERIKSAAN FISIK
1. B1 ( Breathing ) pada umumnya tdk ada ggguan
2. B2 (Blood) : TTV dalam batas normal dan tidak terdengar bunyi jantung
tambahan
3. B3 (Brain) fokus pada pemeriksaan saraf kranial
a. Saraf I : fungsi penciuman tidak ada kelainan.
b. Saraf II : tes ketajaman penglihatan pada kondisi normal.
c. Saraf III, IV, VI : penurunan gerakan kelopak mata pada sisi yang sakit
(lagoftalmos).
d. Saraf V : kelumpuhan seluruh otot wajah sesisi, lipatan nasolabial pada sisi
kelumpuhan mendatar, adanya gerakan sinkinetik
e. Saraf VII : berkurangnya ketajaman pengecapan,
f. Saraf VIII : tidak ditemukan adanya tuli konduktif dan tuli persepsi.
g. Saraf IX & X : paralisis otot orofaring, kesukaran berbicara, menguyah dan
menelan. Kemampuan menelan kurang baik, sehingga mengganggu
pemenuhan nutrisi via oral.
h. Saraf XI : tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus dan trapezius.
Kemampuan mobilisasi leher baik.
i. Saraf XII : lidah simetris, tidak ada deviasi pada satu sisi dan tidak ada
fasikulasi. Indra pengecapan mengalami kelumpuhan dan pengecapan pada
2/3 lidah sisi kelumpuhan kurang tajam
j. Sistem motorik, disfungsi neurologis ( ), kekuatan otot normal, kontrol
keseimbangan dan koordinasi tidak ada kelainan
k. Pemeriksaan refleks dalam batas normal
l. Gerakan involunter , sering ditemukan Tic fasialis
m. Sistem sensorik, kemampuan penilaian sensorik raba, nyeri dan suhu tidak ada
kelainan. Gangguan sensasi terjadi pd wajah
4. B4 (Blader) kadang terjadi penurunan haluara urine, akibat kesulitan menelan
5. B5 (bowel) : gangguan mengunyah dan menelan
6. B6 (Bone) : tidak menunjukan kelainan yang berarti
TINJAUAN KASUS

Intervensi Keperawatan

Rencana Keperawatan
Diagnosa
No Tgl Tujuan dan Kriteria
Keperawatan Intervensi
Hasil
1 Gangguan Body NOC NIC
Image -Body Image Body Image Enhanchement
Definisi : Kondisi -Self Esteem -Kaji secara verbal dan
dalam gambaran Setelah dilakukan nonverbal respon klien
mental tentang diri tindakan keperawatan, terhadap tubuhnya
fisik individu gangguan body image -Monitor frekuensi
pasien teratasi mengkritik dirinya
-Jelaskan tentang
Kriteria hasil : pengobatan, perawatan,
-Body image positif kemajuan, dan prognosis
-Mampu penyakit
mengidentifikasi -Dorong klien
kekuatan personal mengungkapkan
E,-Mendiskripsikan perasaannya
secara faktual perubahan -Identifikasi arti
fungsi tubuh pengurangan melalui
-Mempertahankan pemakaian alat bantu
interaksi sosial -Fasilitasi kontak dengan
individu lain dalam
kelompok kecil
2 Ansietas -Kontrol Kecemasan Anxiety Reduction
Definisi : Perasaan -Koping (Penurunan Kecemasan)
tidak nyaman atau Setelah dilakukan asuhan -Gunakan pendekatan yang
kekhawatiran yang keperawatan, kecemasan mnenangkan
samar disertai klien teratasi -Nyatakan dengan jelas
respons perasaan harapan terhadap pelaku
takut yang Kriteria Hasil : pasien
disebabkan oleh -Klien mampu -Jelaskan semua prosedur
antisipasi terhadap mengidentifikasi dan dan apa yang dirasakan
bahaya. Hal ini mengungkapkan gejala selama prosedur
merupakan isyarat cemas -Temani pasien untuk
kewaspadaan yang -Mengidentifikasi, memberikan keamanan dan
memperingatkan mengungkapkan dan mengurangi takut
individu akan menunjukkan tehnik -Berikan informasi faktual
adanya bahaya dan untuk mengontrol cemas mengenai diagnosis,
memampukan -Vital sign dalam batas tindakan prognosis
individu untuk normal -Libatkan keluarga untuk
bertindak -Postur tubuh, ekspresi mendampingi klien
menghadapi wajah, bahasa tubuh dan -Instruksikan pada pasien
ancaman tingkat aktivitas untuk menggunakan tehnik
menunjukkan relaksasi
berkurangnya -Dengarkan dengan penuh
berkurangnya kecemasan perhatian
-Identifikasi tingkat
kecemasan
-Bantu pasien mengenal
situasi yang menimbulkan
kecemasan
-Dorong pasien untuk
mengungkapkan perasaan,
ketakutan, persepsi
3 -Knowladge : Disease -kaji tingkat pengetahuan
Process pasien dan keluarga
-Knowladge : Health -Jelaskan patofisiologi dari
Behavior penyakit dan bagaimana
Setelah dilakukan hal ini berhubungan dengan
tindakan perawatan, anatomi dan fisiologi,
pasien menunjukkan dengan cara yang tepat
pengetahuan tentang -Gambarkan tanda dan
proses penyakit gejala yang biasa muncul
pada penyakit, dengan cara
Kriteria Hasil : yang tepat
-Pasien dan keluarga -Gambarkan proses
menyatakan pemahaman penyakit, dengan cara yang
tentang penyakit, tepat
kondisi, prognosis dan -Identifikasi kemungkinan
program pengobatan penyebab, dengan cara
-Pasien dan keluarga yang tepat
mampu melaksanakan -Sediakan informasi pada
prosedur yang dijelaskan pasien tentang kondisi,
secara benar dengan cara yang tepat
-Pasien dan keluarga -Sediakan bagi keluarga
mampu menjelaskan informasi tentang kemajuan
kembali apa yang pasien dengan cara yang
dijelaskan perawat/tim tepat
kesehatan lainnya -Diskusikan pilihan terapi
atau penanganan
-Dukung pasien untuk
mengeksplorasi atau
mendapatkan second
opinion dengan cara yang
tepat atau diindikasikan
-Eksplorasi kemungkinan
sumber atau dukungan,
dengan cara yang tepat

Anda mungkin juga menyukai