Anda di halaman 1dari 19

ANALISIS KEMAMPUAN METAKOGNISI SISWA DALAM

PEMBELAJARAN BIOLOGI MELALUI ASSESMEN


PEMECAHAN MASALAH DI SMA NEGERI 5
KOTA JAMBI

Merry Chrismasta SIMAMORA1), Jodion SIBURIAN1), GARDJITO1)


1)
Program Studi Pendidikan Biologi, FKIP Universitas Jambi
Email: Simamora.merry@yahoo.co.id

Abstrak. Metakognisi adalah suatu tingkatan dalam proses berpikir yang dapat
digunakan siswa untuk memecahkan masalah, memiliki kesadaran terhadap proses
berpikirnya dan mengontrol cara berpikirnya. Penelitian ini bertujuan untuk
menganalisis kemampuan metakognisi siswa kelas XI IPA dalam pembelajaran
biologi melalui assesmen pemecahan masalah di SMA Negeri 5 Kota Jambi tahun
ajaran 2013/2014. Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif analitik. Penelitian
dilakukan pada bulan Januari-Pebruari 2014 dengan populasi seluruh siswa kelas XI
IPA SMA Negeri 5 Kota Jambi dengan sampel sebanyak 64 siswa yang diambil
menggunakan teknik purposive sampling. Pengumpulan data dilakukan menggunakan
assesmen pemecahan masalah yang diberikan sebanyak tiga kali, angket kepada siswa
setelah kegiatan pemecahan masalah dan wawancara kepada guru. Data hasil
penelitian kemampuan pemecahan masalah dan angket dianalisis secara deskriptif
kuantitatif dan hasil wawancara dianalisis secara deskriptif kualitatif. Hasil penelitian
ini menunjukkan kemampuan metakognisi siswa berdasarkan isian angket secara
keseluruhan berada pada kategori kemampuan tinggi dimana kemampuan
metakognisi diawal pemecahan masalah sebesar 65,3%, disaat pemecahan masalah
sebesar 65,5%, diakhir pemecahan masalah sebesar 67,1% dan kegiatan evaluasi diri
sebesar 55%. Kemampuan metakognisi ditinjau dari hasil kemampuan menyelesaikan
masalah pada wacana 1 sebesar 70 %, wacana 2 sebesar 73,6 % dan wacana 3 sebesar
59,9 %. Hasil wawancara dengan guru menunjukkan bahwa dalam proses
pembelajaran biologi sebenarnya beberapa siswa telah memiliki dan menggunakan
kemampuan metakognisi dalam pembelajaran biologi. Simpulan dari penelitian ini
adalah kemampuan metakognisi siswa yang diungkap melalui asesmen pemecahan
masalah berada pada kategori kemampuan tinggi. Berdasarkan simpulan ini maka
disarankan guru untuk menggunakan assesmen pemecahan masalah dalam
pembelajaran biologi dan memperhatikan pengembangan dan evaluasi aspek
metakognisi didalam proses pembelajaran biologi, sehingga pembelajaran di kelas
lebih bermakna dan terarah.

1
PENDAHULUAN

Proses berpikir kritis adalah kemampuan menyelesaikan masalah secara


rasional menurut tahapan yang logis dan memberikan hasil pemecahan yang lebih
efisien. Salah satu cara meningkatkan kemampuan berpikir kritis adalah dengan
metakognisi. Flavel dalam Desmita (2012:132) menyatakan bahwa metakognisi
merupakan suatu tingkatan dalam proses berpikir. Metakognisi terdiri dari self
regulation, reflection terhadap diri sendiri tentang kelebihan, kelemahan, dan strategi
belajar. Metakognisi dapat digunakan seseorang untuk memantau kemampuan
kognisinya sejauh mana memahami suatu masalah. Adanya metakognisi dalam
konteks pembelajaran, maka siswa mengetahui bagaimana untuk belajar, mengetahui
kemampuan dan modalitas belajar yang dimiliki dan mengetahui strategi belajar
terbaik untuk belajar efektif.
Kenyataan dalam pembelajaran biologi yang dilakukan selama ini semata-
mata hanya menekankan pada penguasaan konsep kognitif yang dijaring dengan tes
tulis objektif, sedangkan ruang untuk metakognisi kurang diberdayakan. Kegiatan
belajar seperti ini membuat siswa cenderung belajar mengingat atau menghafal dan
tanpa memahami atau tanpa mengerti apa yang diajarkan oleh gurunya. Akibatnya
ketika siswa dihadapkan dengan masalah, siswa mengalami kesulitan untuk
memecahkannya. Kesulitan ini menyebabkan semakin menurunnya hasil belajar
siswa. Mulbar (2008:2) menyatakan bahwa dalam pembelajaran guru juga cenderung
untuk menjelaskan atau memberikan segala sesuatu kepada siswa. Mereka kurang
memberi tugas berupa pemecahan masalah baik secara individual maupun kelompok.
Selanjutnya berdasarkan observasi di SMA Negeri 5 Kota Jambi kemampuan
metakognisi ini belum dievaluasi hal itu terlihat dari instrumen penilaian (evaluasi)
khususnya soal dan tugas yang diberikan guru umumnya sebatas aspek kognitif.
Ruang untuk metakognisi yaitu evaluasi mulai dari merencanakan, melaksanakan dan
refleksi kesulitan yang dialami saat belajar kurang diberdayakan. Selanjutnya sebagai
akibatnya adalah kita tidak tahu apakah siswa telah menggunakan proses
metakognisinya atau belum bahkan mungkin mereka tidak sadar bahwa mereka
memiliki metakognisi.

2
Metakognisi merupakan salah satu penggabungan dari tingkatan domain
kognitif seseorang dan merupakan salah satu tipe pengetahuan yang harus dimiliki
oleh seseorang. Dengan demikian perlu diungkap melalui tes atau tugas berupa
pemecahan masalah. Menurut Paidi (2007:2) memecahkan masalah merupakan salah
satu bentuk berpikir kritis. Kemampuan untuk melakukan pemecahan masalah bukan
saja terkait dengan ketepatan solusi yang diperoleh, melainkan kemampuan yang
ditunjukkan sejak mengenali masalah, menemukan alternatif-alternatif solusi,
memilih salah satu alternatif sebagai solusi, serta mengevaluasi jawaban yang telah
diperoleh.
Kemampuan metakognisi untuk memecahkan masalah dipandang perlu
dimiliki siswa, terutama siswa SMA. Kemampuan ini dapat membantu siswa
membuat keputusan yang tepat, cermat, sistematis, logis, dan mempertimbangkan
berbagai sudut pandang. Sebaliknya, kurangnya kemampuan ini mengakibatkan siswa
pada kebiasaan melakukan berbagai kegiatan tanpa mengetahui tujuan dan alasan
melakukannya. Siswa yang tidak memiliki kemampuan metakognitif yang baik tidak
bisa memprediksi kelebihan dirinya dan tidak mempunyai perencanaan memilih
jurusan bidang studi di perguruan tinggi yang sesuai dengan minatnya. Hartinah
(2010:203) menyatakan bahwa siswa SMA sudah mencapai tahap perkembangan
berpikir logis yaitu kemampuan menyusun rencana untuk memecahkan masalah.
Konsep yang dijadikan sebagai topik masalah untuk penelitian ini adalah
materi-materi pelajaran biologi di sekolah yang banyak dijumpai dan diaplikasikan
dalam kehidupan sehari-hari, sehingga penting untuk siswa memahami konsep ini,
baik yang berkaitan dengan materi di kelas atau dengan materi aplikasi dan isu yang
beredar dimasyarakat. Sehingga memungkinkan untuk munculnya indikator-indikator
metakognisi menjadi tinggi dan siswa akan semangat dalam mengerjakan tugas yang
diberikan oleh peneliti. Berdasarkan hal itu penulis tertarik mengungkap dan
menganalisis kemampuan metakognisi siswa dengan judul penelitian Analisis
Kemampuan Metakognisi Siswa dalam Pembelajaran Biologi Melalui Assesmen
Pemecahan Masalah di SMA Negeri 5 Kota Jambi.

3
METODE

Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian deskriptif analitik.


Penelitian deskriptif analitik ini bertujuan untuk mendeskripsikan data secara
sistematis dan faktual sehingga dapat menggambarkan keadaan subjek pada saat itu.
Menurut Arikunto (2010:234) penelitan deskriptif adalah penelitian yang
dimaksudkan untuk mengumpulkan informasi mengenai status gejala yang ada, yaitu
keadaan gejala menurut apa adanya pada saat penelitian dilakukan yang kemudian
dianalisis secara kuantitatif dan kualitatif.
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas XI IPA SMA Negeri
5 Kota Jambi yang terdiri dari 6 kelas dengan jumlah siswa 228 siswa. Sampel
diambil dengan menggunakan rumus Slovin karena jumlah populasi kurang dari 1000
orang dengan batas kesalahan 10% sehingga didapat sampel 64 siswa. Tehnik
pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan purposive sampling. Sampel
penelitian ditentukan melalui pertimbangan peneliti yaitu karena tujuan dari
penelitian ini adalah mengetahui kemampuan metakognisi siswa menggunakan
assesmen pemecahan masalah sehingga sampel tersebut diharapkan benar-benar
mengerjakan lembar kegiatan pemecahan masalah ini sehingga diperoleh data yang
akurat. Peneliti juga meminta saran guru mata pelajaran biologi di SMA Negeri 5
kota Jambi sehingga sampel dalam penelitian ini diambil dari kelas XI IPA 2 dan XI
IPA 6. Jenis data pada penelitian ini terdiri dari data kuantitatif dan data kualitatif.
Data kuantitatif diperoleh dari penskoran hasil kegiatan pemecahan masalah dan
persentase angket siswa. Data kualitatif diperoleh dari hasil wawancara dengan guru.
Instrumen yang digunakan untuk mendapatkan data yang diharapkan dalam
penelitian ini adalah assesmen pemecahan masalah yang diberikan kepada siswa.
Angket metakognisi untuk mengetahui kemampuan metakognisi siswa. Wawancara
dilakukan kepada guru untuk mengetahui tanggapan guru terhadap penggunaan
assesmen pemecahan masalah dalam mengungkap kemampuan metakognisi dalam
pembelajaran biologi.

4
Data yang diperoleh dianalisis secara deskriptif. Analisis data mencakup hasil
pemecahan masalah, angket dan hasil wawancara.
1. Hasil kegiatan pemecahan masalah
Hasil kegiatan pemecahan masalah siswa diolah dengan cara penskoran
menggunakan rubrik penilaian berentang antara 1-4 untuk setiap komponen kriteria
jawaban. Hasil kemampuan pemecahan masalah berfungsi untuk menunjukkan
penggunaan kemampuan metakognisi siswa dalam menyelesaikan masalah. Langkah-
langkah menganalisis data hasil kemampuan pemecahan masalah adalah dengan
mengkuantitatifkan hasil jawaban dengan memberi skor sesuai dengan bobot yang
telah ditentukan sebelumnya dan membuat tabulasi data.
Selanjutnya data atau skor kemampuan pemecahan masalah siswa diolah dengan
menggunakan analisis statistik tertentu dilakukan dengan menggunakan rumus
persentase sebagai berikut (Riduwan, 2011:41)

Keterangan:
p = peresentase
F = Skor jawaban responden
N = Skor tertinggi

Hasil persentase akhir tersebut ditafsirkan menggunakan kriteria penafsiran


aspek kualitas, sebagaimana Tabel 3.3 berikut :
Tabel 3.3 Kriteria Penafsiran

No. Persentase (%) Kategori/Aspek Kualitas


1 81-100 Sangat Tinggi
2 61-80 Tinggi
3 41-60 Sedang
4 21-40 Rendah
5 <21 Sangat Rendah
Sumber: Riduwan, (2011:41).

5
2. Angket
Kuesioner (angket) dianalisis secara kuantitatif. Selanjutnya pengolahan data
angket dengan menggunakan analisis statistik tertentu dilakukan dengan
menggunakan rumus persentase sebagai berikut: (Riduwan, 2011:41)

Keterangan:
p = persentase
F = Skor jawaban responden
N = Skor total

Hasil persentase akhir tersebut ditafsirkan menggunakan kriteria penafsiran


aspek kualitas, sebagaimana Tabel 3.4 berikut :
Tabel 3.4 Kriteria Penafsiran
No. Persentase (%) Kategori/Aspek Kualitas
1 81-100 Sangat Tinggi
2 61-80 Tinggi
3 41-60 Sedang
4 21-40 Rendah
5 <21 Sangat Rendah
Sumber: Riduwan, (2011:41).
3. Wawancara
Data dari wawancara guru dicatat peneliti dengan jelas, kemudian peneliti
menginterpretasikan kalimat-kalimat jawaban dari guru yang dapat dijadikan sebagai
bahan acuan bagi pembahasan data hasil penelitian.

6
HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Kemampuan metakognisi siswa ditinjau dari hasil kemampuan memecahkan
masalah
Tabel 4.1 Distribusi hasil kemampuan menyelesaikan masalah pada wacana 1 berkaitan dengan
penggunaan kemampuan metakognisi

No Indikator penilaian/kemampuan metakognisi dalam menyelesaikan Skor % Kategori


masalah

Sangat
1 Mengidentifikasi Masalah 213 83,2
Tinggi
2 Merumuskan Masalah 189 73,8 Tinggi
3 Mengemukakan dugaan atau solusi sementara 172 67,1 Tinggi
Menemukan solusi atau jawaban terbaik menggunakan berbagai
4 158 61,7 Tinggi
sumber
5 Kelancarannya menyelesaikan masalah 164 64,1 Tinggi
Jumlah 896
% 70 Tinggi

Data Tabel 4.1 memperlihatkan secara deskriptif bahwa siswa sudah memiliki
kemampuan tinggi pada setiap indikator kemampuan memecahkan masalah dengan
rata-rata persentase 70 %. Skor tertinggi terdapat pada indikator kemampuan siswa
mengidentifikasi masalah artinya siswa telah melibatkan kemampuan metakognisinya
yaitu kemampuan merencanakan bagaimana memecahkan masalah secara optimal.
Sedangkan skor terendah pada indikator menemukan solusi atau jawaban terbaik
menggunakan berbagai sumber artinya pelibatan kemampuan memecahkan masalah
pada indikator ini masih kurang optimal.

2. Hasil angket metakognisi siswa


Tabel 4.4 Hasil angket diawal menyelesaikan masalah

No Pernyataan Skor Rerata


(%)
Saya sudah belajar dan telah memiliki pengetahuan awal tentang materi
1 yang berkaitan dengan isi wacana sebelum melakukan kegiatan
51 79,6
memecahkan masalah.
Saya harus belajar dan paham tentang suatu konsep berkaitan dengan isi
2 53 82,8
wacana sebelum melakukan kegiatan memecahkan masalah.

7
Saya mengetahui tujuan saya menyelesaikan masalah yang terdapat dalam
3 48 75
wacana.
Saya memikirkan langkah atau strategi untuk menyelesaikan masalah dalam
4 32 50
wacana sehingga saya dapat menyelesaikannya tepat waktu.
5 Saya membaca wacana lebih dari satu kali. 25 39,1
6 Saya yakin saya memahami isi wacana. 42 65,6
Jumlah 251 391,9
Rerata (%) 65,3
Kategori Tinggi

Data Tabel 4.4 menunjukkan secara deskriptif siswa sudah memiliki


kemampuan metakognisi yang tinggi diawal menyelesaikan masalah. Secara
keseluruhan rata-rata kemampuan metakognisi siswa berada dalam kategori
tinggidengan angka 65,3 %. Artinya diawal menyelesaikan masalah siswa sudah
melakukan aktivitas metakognisi, namun pada beberapa item pernyataan seperti
pernyataan saya memikirkan langkah atau strategi untuk menyelesaikan masalah
dalam wacana sehingga saya dapat menyelesaikannya tepat waktu dan saya
membaca wacana lebih dari satu kali,lebih banyak siswa tidak melakukan aktivitas
metakognisi tersebut.
Kemampuan metakognisi siswa ditinjau dari hasil kemampuan memecahkan
masalah tergolong kategori tinggi walaupun belum signifikan. Hal ini terlihat dari
persentase rerata skor kemampuan menyelesaikan masalah siswa adalah 67,8%.
Menurut Penggunaan kemampuan metakognisi ini dalam menyelesaikan masalah
dapat terlihat dalam indikator kemampuan menyelesaikan masalah yaitu:
1. Mengidentifikasi masalah
Pada tahap mengidentifikasi masalah kemampuan metakognisi yang
dilibatkan adalah diawal menyelesaikan masalah yaitu aktivitas perencanaan
Kemampuan siswa mengidentifikasi masalah yang berada dalam kategori tinggi
menunjukkan penggunaan kemampuan metakognisi siswa yang tinggi pada aktivitas
merencanakan yaitu tahap dimana siswa mengenali masalah dengan memikirkan
tujuan, bagamaina cara menyelesaikan masalah.

8
2. Merumuskan masalah
Pada tahap merumuskan masalah kemampuan metakognisi yang dilibatkan adalah
disaat menyelesaikan masalah yaitu mulai melaksanakan langkah-langkah
penyelesaian masalah.
3. Mengemukakan dugaan atau solusi sementara
Tahap mengemukakan dugaan atau solusi sementara kemampuan metakognisi
yang dilibatkan adalah disaat menyelesaikan masalah dimana siswa memikirkan
informasi penting apa yang perlu diingat sebagai solusi atau jawaban sementara.
4. Menemukan solusi atau jawaban terbaik
Tahap menemukan solusi atau jawaban terbaik menggunakan berbagai
sumber berkaitan dengan kemampuan metakognisi yaitu aktivitas metakognisi di
akhir menyelesaikan masalah, dimana siswa melakukan pemantauan dengan memilih
jawaban yang terbaik.
5. Kelancarannya menyelesaikan masalah
Kelancaran menyelesaikan masalah menunjukkan ketepatan menyelesaikan
kegiatan pemecahan masalah dalam waktu yang ditentukan serta alasan logis yang
digunakan untuk memilih jawaban terbaik.
Hasil Kemampuan metakognisi diawal pemecahan masalah sebesar 65,3 %,
disaat menyelesaikan masalah 65,5 %, diakhir menyelesaikan masalah 67,1 % dan
pada kegiatan evaluasi diri 54,1 % dapat ditunjukkan melalui aktivitas metakognisi
yang dijadikan sebagai pernyataan dalam angket. Schraw & Dennison (1994:460)
menyatakan salah satu cara untuk mengukur kemampuan metakognisi adalah dengan
menggunakan angket kemampuan metakognisi. Angket tersebut memuat pernyataan-
pernyataan positif yang dikembangkan berdasarkan asumsi bahwa kemampuan
metakognisi terdiri dari dari beberapa aspek. Aspek tersebut dijadikan sebagai
indikator kemampuan metakognisi siswa yaitu: (1) perencanaan, penentuan tujuan,
dan penyediaan faktor pendukung dalam belajar (diawal pemecahan masalah), (2)
strategi yang digunakan untuk memproses informasi secara lebih efisien (disaat
melaksanakan pemecahan masalah) (3) pemantauan, klarifikasi dan ketepatan
(diakhir penyelesaian masalah) (4) evaluasi ketercapaian tujuan belajar, efektivitas

9
strategi yang digunakan menanggulangi berbagai kesulitan ketika sedang
memecahkan suatu masalah (evaluation).
Berdasarkan analisis data angket diperoleh kemampuan metakognisi dalam
melakukan pemecahan masalah sebelum, selama dan setelah menyelesaikan kegiatan
pemecahan masalah sudah terlihat. Umumnya kemampuan metakognisi dalam setiap
indikator sudah berada pada rentang kategori sedang sampai tinggi, walaupun dalam
beberapa pernyataan dalam setiap indikator berada pada kategori rendah.
Kemampuan metakognisi dari 64 siswa yang subjek penelitian ini, 48,40 % memiliki

kemampuan metakognisi tinggi, 34,30 % berada pada kemampuan kategori sedang,

10,90 % pada kemampuan kategori rendah dan 6,20 % pada kemampuan sangat

tinggi. Hasil ini dapat dilihat pada Gambar 4.1 berikut:

10,90% 6,20%

34,30% sangat tinggi


48,40%
tinggi
sedang

Gambar 4.1 Distribusi kemampuan metakognisi siswa berdasarkan rendah


hasil jawaban angket.

Lee dan Fensham, 1996 dalam Inam (2009:128) menyatakan kemampuan

metakognisi melibatkan proses merancang, mengawal dan memantau proses

pelaksanaan serta menilai setiap tindakan yang diambil mempunyai peranan yang

amat penting dalam proses pembelajaran. Kemampuan metakognisi dapat membantu

pelajar untuk menyelesaikan permasalahan melalui perancangan secara efektif

melibatkan proses mengetahui masalah, memahami masalah yang perlu dicari

solusinya dan memahami strategi yang efektif untuk menyelesaikannya.

10
Aktivitas-aktivitas belajar seperti merencanakan cara melakukan pendekatan
terhadap tugas yang diberikan, memonitor pengertian, mengevaluasi kemajuan ke
arah penyelesaian tugas adalah merupakan kemampuan metakognitif yang alami
Livingston dalam Thohari, 2010:21. Berdasarkan hasil wawancara terhadap guru
SMA Negeri 5 Kota Jambi dapat diterangkan bahwa siswa dalam pembelajaran sudah
memiliki konsep awal dari rumah. Siswa juga bertanya tentang tujuan mengerjakan
suatu tugas dan bertanya bagaimana siswa harus mengerjakan tugas. Hal ini
menunjukkan bahwa dalam pembelajaran umumnya siswa sudah memiliki
kemampuan metakognisi siswa diawal pembelajaran yaitu tahap perencanaan.
Dimana siswa memikirkan tujuan dan bagaimana mengerjakan tugas. Menurut
Desmita (2012:135) kemampuan metakognisi dalam pembelajaran dapat ditunjukkan
kemampuannya melakukan aktivitas metakognisi yang mencakup perencanaan
(planning) tentang bagaimana menyelesaikan tugas.
Prinsipnya jika dikaitkan dengan proses belajar, kemampuan metakognitif
adalah kemampuan seseorang dalam mengontrol proses belajarnya, mulai dari tahap
perencanaan, memilih strategi yang tepat sesuai masalah yang dihadapi, kemudian
memonitor kemajuan dalm belajar dan secara bersamaan mengoreksi jika ada
kesalahan yang terjadi selama memahami konsep, menganalisis keefektifan dari
strategi yang dipilih. Bagian akhir sebagai bentuk upaya refleksi, biasanya seseorang
yang memilki kemampuan metakognitif yang baik selalu mengubah kebiasaan belajar
dan juga strateginya jika diperlukan, karena mungkin hal itu tidak cocok lagi dengan
keadaan tuntutan lingkungannya (Thohari, 2010:21).

PENUTUP
Kesimpulan. Berdasarkan uraian hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan
bahwa kemampuan metakognisi siswa yang diungkap melalui assesmen pemecahan
masalah dan isian angket secara keseluruhan berada pada kategori kemampuan tinggi
dengan rata-rata angka persentase 63,2 % dimana kemampuan diawal pemecahan
masalah sebesar 65,3 %, disaat pemecahan masalah sebesar 65,5 %, diakhir
pemecahan masalah sebesar 67,1 % dan kegiatan evaluasi diri sebesar 55 %.

11
Saran. Berdasarkan penelitian yang dilakukan maka disarankan agar guru untuk
menggunakan assesmen pemecahan masalah dengan menggunakan topik yang
familiar dan dikenal siswa dalam pembelajaran biologi dan memperhatikan
pengembangan dan evaluasi aspek metakognisi didalam proses pembelajaran biologi,
sehingga pembelajaran di kelas lebih bermakna dan terarah.
DAFTAR RUJUKAN

Anonim, 1995. Diakses tanggal 08 juni 2013. Metacognition. http:// www. Ncrel.
Org/sdrs/areas/issues/students/ learning/lrn1met.Htm.

Arikunto, S., 2009. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta : Bumi Aksara.

Desmita, 2012. Psikologi Perkembangan Peserta Anak Didik. Bandung: PT Remaja


Rosdakarya.

Paidi, 2007. Diakses 16 Juni 2013. Model Pemecahan Masalah dalam Pembelajaran
Biologi di SMA. http://staff.uny.ac.id/sites /default/files /132 048519 /Arti
kel%20 Semnas%20FMIPA2010%20UNY.

Riduwan, 2011. Dasar-dasar Statistika. Bandung: Alfabeta.


Schraw, G. & Sperling Dennison, R. (1994). Assessing metacognitive awareness,
Contemporary Educational Psychology, 19, 460-470.

Sugiyono, 2013. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung :


Alfabeta.

Trianto, 2011. Model pembelajaran Terpadu. Jakarta : Bumi Aksara.

Uno, H. B., 2012. Model Pembelajaran: Menciptakan Proses Belajar Mengajar yang
Kreatif dan Efektif. Jakarta: PT Bumi Aksara.

Warouw, 2010. Pembelajaran Cooperative Script Metakognitif (CSM) yang


Memberdayakan Keterampilan Metakognitif dan Hasil Belajar Siswa.
Disajikan pada Seminar Nasional Pendidikan Biologi FKIP UNS.

12
13
14
15
16
17
18
19

Anda mungkin juga menyukai