Anda di halaman 1dari 35

REFERAT

ENDOFTALMITIS : PENYEBAB DAN PENATALAKSANAAN

Disusun Oleh :
Indah Fitriani C 11.04.2002
Dini Andriani C 11.05.0164
Cynthia Dyliza C 11.05.0173

Preceptor:
Dr. Karmelita Satari, SpM

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER (P3D)


BAGIAN ILMU KESEHATAN MATA
RUMAH SAKIT MATA CICENDO
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVRSITAS PADJADJARAN
BANDUNG
2006
BAB I

PENDAHULUAN

Dalam Ilmu Kesehatan Mata, maka mata yang dapat dikatakan dalam keadaan

darurat ialah bila terdapat keadaan dimana mata terancam akan kehilangan fungsi

penglihatan atau akan terjadi kebutaan bila tidak dilakukan tindakan ataupun pengobatan

secepatnya. Terancamnya mata untuk menjadi buta dapat diakibatkan oleh penyakit atau

kelainan mata dan trauma mata.

Kegawatdaruratan mata dapat digolongkan dalam beberapa kelompok, yaitu

Gawat Sangat (tindakan sudah harus diberikan dalam beberapa menit), Gawat (diagnosis

dan pengobatan sudah harus diberikan dalam satu atau beberapa jam), dan Semi Gawat

(bila mungkin pengobatan sudah harus diberikan dalam beberapa hari atau minggu).

Salah satu penyakit mata yang digolongkan ke dalam keadaan gawat adalah

endoftalmitis. Endoftalmitis merupakan penyakit yang memerlukan perhatian karena

dapat memberikan penyulit yang gawat berupa kebutaan total.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Endophthalmitis is inflammatory process involves one or more coats of the eye

and adjacent cavity.

Endoftalmitis adalah proses inflamasi yang terjadi pada rongga intraokuler

(seperti akueus atau vitreus humor) yang biasanya disebabkan oleh infeksi. Endoftalmitis

non-infektif (steril) dapat dikarenakan oleh berbagai macam sebab seperti tindakan

pembedahan atau agen-agen toksik. Sedangkan panoftalmitis adalah proses inflamasi dari

seluruh lapisan mata termasuk struktur intraokuler.

2.2 Klasifikasi

Endoftalmitis endogen

Terjadi akibat penyebaran bakteri, jamur, ataupun parasit yang berasal dari fokus

infeksi di dalam tubuh

Endoftalmitis eksogen

Terjadi akibat trauma tembus, benda asing, tindakan pembedahan yang membuka

bola mata atau melalui darah pada keadaan septikemia. Endoftalmitis pascabedah

intraokuler terjadi sesudah pembedahan katarak, kapsulotomi, bedah strabismus,

dimana terjadi perforasi pada sklera.


2.3 Epidemiologi

Di Amerika Serikat, endoftalmitis endogen jarang ditemukan, hanya sekitar 2-

15% dari jumlah seluruh kasus endoftalmitis. Insidensi per tahun diperkirakan sekitar 5

tiap 10.000 pasien yang dirawat. Endoftalmitis unilateral lebih banyak terjadi pada mata

kanan (sebanyak 2x lipat) daripada mata kiri. Hal ini mungkin dikarenakan lokasinya

yang lebih proksimal terhadap aliran darah arteri yang berasal dari a.inominata dekstra

yang berasal dari a.karotis dekstra. Sejak tahun 1980, terjadi peningkatan infeksi candida

pada pengguna obat-obatan intra-vena (IVDU). Jumlah individu yang berisiko terkena

endoftalmitis dapat terus meningkat-diperkirakan karena penyebaran AIDS yang semakin

cepat, penggunaan obat imunosupresan, maupun prosedur pembedahan yang semakin

invasif (seperti transplantasi sumsum tulang).

Kebanyakan kasus endoftalmitis eksogen (sekitar 60%) terjadi setelah

pembedahan intraokuler. Di Amerika Serikat, endoftalmitis pascakatarak merupakan

penyebab yang paling sering, sekitar 0,1-0,3% dari jumlah operasi yang mengalami

komplikasi, dan jumlah ini terus meningkat dalam 3 tahun terakhir. Sedangkan

endoftalmitis pascatrauma terjadi pada 4-13% dari seluruh kasus trauma tembus.

2.4 Etiologi

Dalam banyak penelitian, organisme Gram positif merupakan penyebab tersering

(56-98%) pada seluruh kasus endoftalmitis. Organisme Gram positif yang paling sering

menyebabkan endoftalmitis adalah Staphylococcus epidermidis, Staphylococcus aureus,

dan Streptococcus species2. , sedangkan Gram negatif seperti Pseudomonas, Escherichia

coli, and Enterococcus banyak ditemukan pada kasus-kasus pascatrauma tembus.


Endoftalmitis Endogen

Individual yang mempunyai resiko menderita endoftalmitis endogen biasanya

mempunyai komorbiditas yang menyebabkan individual tersebut terinfeksi. Keadaan

komorbiditas tersebut antara lain adalah Diabetes Mellitus, gagal ginjal kronik,

keganasan saluran pencernaan, neutropenia, lymphoma, alkoholik hepatitis, dan

transplantasi sumsum tulang. Prosedur-prosedur invasif yang dapat menyebabkan

bakteremia, seperti hemodialisis, kateterisasi, endoskopi saluran pencernaan, nutrisis

parenteral total, kemoterapi, dan prosedur dental, dapat mengakibatkan terkena

endoftalmitis. Non-okular trauma atau operasi, katup jantung prostetik, immunosupresi,

dan pecandu obat-obatan intravena juga beresiko menderita endoftalmitis endogen.

Sumber umum endogen endoftalmitis adalah meningitis, endokarditis, infeksi

saluran kemih, dan infeksi luka. Pharingitis, infeksi paru, artritis sepsis, pyelonephritis,

dan abses abdominal, juga telah disebut-sebut sebagai sumber infeksi dari endoftalmitis

endogen.

Dari semua kasus endogen endoftalmitis, 50% kasus disebabkan oleh jamur.

Candida albicans merupakan penyebab tersering (75-80% kasus jamur). Aspergillosis

merupakan organisme kedua terbanyak, terutama pada pecandu obat-obatan intravena.

Organisme jamur lain antara lain spesies candidal, Torulopsis, Sporotrichum,

Cryptococcus, Coccidioides, dan Mucor spesies.

Gram-positif organisme merupakan penyebab terbanyak dari bakterial

endoftalmitis endogen. Organisme tersering adalah S.aureus, yang biasanya mengikuti

infeksi kulit atau penyakit sistemik kronis, seperti diabetes mellitus atau gagal ginjal.

Organisme lain yaitu Streptokokal spesies, antara lain Streptococcus pneumoniae,


Streptococcus viridans, dan grup A streptokokus, grup B streptokokus pada bayi baru

lahir dengan meningitis, dan Grup G streptokokus pada usia lanjut dengan infeksi luka

atau keganasan. Bacillus cereus merupakan etiologi terbanyak pada pecandu obat-obatan

intravena. Clostridium spesies biasanya merupakan etiologi pada orang dengan

keganasan saluran usus.

Gram-negatif organisme juga dapat menyebabkan endoftalmitis endogen. Yang

paling umum adalah E.coli. Organisme lain antara lain Haemophilus influenzae,

Neisseria meningitidis, Klebsiella pneumoniae, Serratia spesies, dan Pseudomonas

aeruginosa.

Nocardia asteroides, Actinomyces spesies, dan Mycobacterium tuberculosis

merupakan bakteri tahan asam yang dapat menyebabkan endoftalmitis endogen.

Endoftalmitis eksogen

o Organisme yang tinggal di konjungtiva, kelopak mata, atau bulu mata dan

masuk ke dalam rongga intraokuler saat operasi biasanya menyebabkan

endoftalmitis postoperative.

o Sebagian besar kasus endoftalmitis eksogen berkembang dari postoperatif

atau setelah trauma mata. Pada kasus-kasus ini, organisme Gram positif

sebesar 56-90%, dimana yang terbanyak adalah Staphylococcus

koagulase-negatif yang merupakan flora alami konjungtiva; organisme

Gram negatif merupakan penyebab pada 7-29% kasus; dan organisme

jamur ditemukan pada 3-13% kasus.


o Organisme yang paling sering menyebabkan endoftalimtis eksogen adalah

S epidermidis yang merupakan flora normal dari kulit dan konjungtiva.

Bakteri Gram positif yang sering menyebabkan ini adalah S aureus dan

spesies streptokokal.

o Organisme Gram negatif yang paling sering dihubungkan dengan

endoftalimitis postoperatif adalah P aeruginosa, Proteus dan Haemophilus

sp.

o Meskipun sangat jarang, banyak berbagai jenis jamur menyebabkan

endoftalimitis postoperatif, diantaranya adalah Candida, Aspergillus, dan

Penicillium sp.

o Pada endoftalmitis traumatik, bakteri atau jamur masuk ketika terjadi luka.

Dikarenakan trauma yang berpenetrasi biasanya terjadi pada kondisi

nonsteril, sebagian besar objek yang yang mengenai mata terkontaminasi

dengan berbagai agen yang infeksius. Resiko terjadinya endoftalmitis

traumatik yang dikarenakan benda asing yang mengandung material tanah

atau sayuran tertinggi pada daerah pedesaan. Stafilokokal, streptokokal,

dan Bacillus sp umumnya menyebabkan endoftalmitis traumatik. B cereus

diketemukan pada 25% kasus endoftalmitis traumatik. Riwayat trauma

penetrasi dengan IOFB (intraocular fereign body) dengan material organik

yang mengandung Bacillus sp.

Kuman yang sering ditemukan pada endoftalmitis pascabedah adalah

Staphylococcus epidermidis dan Staphylococcus aureus. Kuman Gram negatif yang

sering menimbulkan endoftalmitis ialah Proteus dan Pseudomonas aeruginosa.


Pada endoftalmitis sesudah trauma tembus dengan atau tanpa benda asing, kuman

penyebab biasanya bermacam-macam, jamur atau kuman Gram positif dengan virulensi

tertentu seperti Bacillus cereus.

Endoftalmitis yang disertai bleb pascabedah glaukoma maupun katarak dapat

terjadi berminggu atau berbulan-bulan pasca bedah. Pada keadaan ini kuman dapat

berasal dari flora konjungtiva, konjngtivitis, blefaritis dan lensa kontak yang mungkin

dipakai. Kuman utama biasanya Streptococcus. Kuman Gram negatif biasanya

Haemophilus influenzae.

2.5 Patofisiologi

Pada kondisi normal, barier darah okuler menyediakan pertahanan alami melawan

organisme yang akan masuk.

Pada endogenous enoftalmitis, organisme blood borne (menyebar melalui darah)

menembus barier ini baik melalui invasi langsung (direct invasion) contohnya melalui

emboli septik, atau melaui perubahan pada endotelium pembuluh darah yang disebabkan

substrat yang dilepaskan saat infeksi. Kerusakan pada jaringan intraokular mungkin

dikarenakan invasi langsung oleh organisme dan/atau dari mediator inflamasi dari respon

imun.

Endoftalmitis dapat berupa nodul putih yang halus pada kapsul lensa, iris, retina,

atau koroid. Dapat juga berupa inflamasi yang terjadi pada beberapa tempat pada jaringan

intraokuler, menyebabkan eksudat purulen pada seluruh bola mata. Sebagai tambahan,

inflamasi dapat menyebar ke jaringan lunak orbital.


Berbagai prosedur bedah yang merusak intregitas bola mata dapat menyebabkan

endoftalmitis eksogenous, contohnya bedah katarak, glaukoma, retina, dan keratotomi

radial.

2.6 Gambaran klinik

2.6.1 Anamnesis

Anamnesa riwayat harus difokuskan pada hal-hal yang dapat meningkatkan resiko

dari endoftalmitis endogenous atau eksogenous (contoh: penggunaan obat intra vena,

risiko lain untuk sepsis atau endokarditis, prosedur oftalmologis invasif yang baru

dilakukan).

Endoftalmitis bakterial umumnya muncul secara akut disertai rasa nyeri,

kemerahan, pembengkanan kelopak mata, dan penurunan visus. Beberapa bakteri (mis.

Propionibacterium acnes) dapat menyebabkan inflamasi kronis dengan gejala-gejala

yang ringan. Organisme ini merupakan flora normal kulit dan umumnya masuk ketika

operasi intraokuler.

Endoftalmitis fungal timbul perlahan beberapa hari atau minggu. Gejala-gejalanya

berupa penglihatan kabur, nyeri, dan penurunan visus. Terdapat riwayat trauma penetrasi

dengan bagian tanaman atau benda asing yang terkontaminasi tanah.

Individu dengan infeksi kandida dapat muncul dengan demam tinggi, diikuti

beberapa hari kemudian dengan gejala-gejala okuler. Demam persisten (terus menerus)

yang tidak diketahui sebabnya (fever of unknown origin [FUO]) dapat diasosiasikan

dengan infiltrat jamur retinokoroidal yang okult (samar).


Terdapatnya riwayat operasi mata, trauma mata, pekerjaan pandai besi, atau

pekerjaan pada lingkungan industrial.

Pada kasus-kasus endoftalmitis postoperatif, infeksi dapat terjadi segera setelah

operasi atau dapat terjadi berbulan-bulan ataupun tahunan seperti pada kasus yang

disebabkan P acnes.

Gejala-gejala yang dapat terjadi pada endoftalmitis dapat berupa:

o Gejala visual pada pasien rawat inap atau pasien yang dalam terapi

imunosupresif

o Hilangnya penglihatan

o Nyeri dan iritasi pada mata

o Sakit kepala

o Fotofobia

o Sekret

o Radang pada okuler dan periokuler yang hebat

o Injeksi

2.6.2 Pemeriksaan fisik

Penemuan fisik berkorelasi dengan struktur yang terlibat dan derajat dari infeksi

atau inflamasi. Pemeriksaan mata yang menyeluruh harus dilakukan yaitu tajam

penglihatan, pemeriksaan eksternal, pemeriksaan funduskopi, dan slit lamp

biomikroskopi. Cari tanda-tanda uveitis dan hal-hal lain seperti :

o Pembengkakan kelopak mata dan erythema


o Injeksi konjungtiva dan sclera

o Hipopion (lapisan sel radang dan eksudat [pus] dalam bilik mata anterior)

o Vitreitis

o Kemosis

o Refleks merah yang menurun atau hilang

o Proptosis (ditemukan pada panoftalmitis stadium akhir)

o Papilitis

o Cotton wool spots

o Edema dan infeksi kornea

o Lesi putih pada koroid dan retina

o Uveitis kronik

o Massa dan debris vitreal

o Sekret purulen

o Demam

o Sel dan flare pada bilik mata anterior pada pemeriksaan slit lamp

Tidak adanya rasa nyeri ataupun hipopion tidak menghilangkan kemungkinan

endoftalmitis, terutama pada bentuk infeksi oleh P acnes yang kronis.

Rujukan segera pada dokter spesialis mata untuk evaluasi lebih lanjut, termasuk

pemeriksaan fisik yang lebih menyeluruh, diindikasikan jika dipertimbangkan adanya

endoftalmitis.
Gambar 1. Endoftalmitis berat

Gambar 2. Bakterial Endoftalmitis dengan hypopion

Gambar 3. Bakterial Endoftalmitis. Retinopati disebabkan


oleh Enterococcus faecalis endotoxin

2.6.3 Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan laboratorium:

Pemeriksaan laboratorium yang paling penting adalah pewarnaan Gram dan

kultur dari aqueous dan vitreus.

Untuk endoftalmitis endogenous, dilakukan pemeriksaan laboratorium lainnya

yaitu:
o Hitung jenis darah lengkap mengevaluasi tanda-tanda infeksi,

peningkatan sel darah putih, shift to the left.

o Laju endap darah - mengevaluasi penyebab-penyebab rheumatik, infeksi

kronik, atau keganasan.

o Blood urea nitrogen - mengevaluasi kegagalan ginjal atau pasien risiko

tinggi.

o Kreatinin mengevaluasi kegagalan ginjal atau pasien risiko tinggi.

Pemeriksaan radiologis:

X-ray thoraks mengevaluasi sumber infeksi.

USG jantung mengevaluasi endokarditis sebagai sumber infeksi.

CT scan/MRI orbit dapat menyingkirkan diagnosa banding.

Pemeriksaan penunjang lainnya:

Kultur darah mencari sumber infeksi

Kultur urin mencari sumber infeksi

Kultur lain tergantung dari gejala maupun tanda-tanda klinis

o Cairan serebro spinal - mencari sumber infeksi

o Kultur tenggorokan - mencari sumber infeksi

o Kutur feses - mencari sumber infeksi

o Kultur dari objek yang mempenetrasi, jika ada, merupakan sumber yang

berharga
2.7 Penatalaksanaan

Penanganan endoftalmitis harus dilakukan berdasarkan etiologinya.

Endoftalmitis endogen biasanya merupakan manifestasi okuler dari suatu penyakit

sistemik. Jadi, harus dilakukan pendekatan multidisiplin pada pasien-pasien

endoftalmitis endogen. Penatalaksanaan umum harus dilakukan pertama kali pada

pasien dengan diagnosis endoftalmitis seperti pasien harus dirawat, perbaiki keadaan

umum, pasang IV line, dan berikan roborantia. Pasien juga harus dikonsul ke bagian

IP. Dalam untuk menentukan fokus infeksi dan untuk penatalaksanaan penyakit

sistemik yang ada. Penatalaksanaan khusus akan dibahas di bawah ini.

2.7.1 Penatalaksanaan endoftalmitis jamur

Terdiri atas terapi bedah dan medikamentosa.

2.7.1.1 Terapi medikamentosa

Sampai saat ini, belum ada terapi inisial terbaik untuk pasien dengan endoftalmitis

jamur. Namun, obat antijamur broad-spectrum, seperti amphotericin B atau fluconazole

dapat digunakan sebagai terapi lini pertama dalam pengobatan endoftalmitis jamur.

Kategori obat : Antibiotik polyene. Dinamakan demikian sesuai dengan ikatan

konjugasi ganda .
Nama obat Amphotericin B
Antibiotik polyene diproduksi oleh Streptomyces nodosus; dapat

fungistatik or fungisid. Terikat pada sterol, seperti ergosterol, pada

membran sel jamur, menyebabkan kebocoran komponen intraseluler

dan mengubah permeabilitas dari membran sel tersebut, yang

akhirnya menyebabkan kematian sel. Juga aktif melawan Candida,


Cara kerja
Cryptococcus, dan Aspergillus sp.

Beberapa studi menunjukkan kurangnya penetrasi intravitreus ketika

diberikan secara sistemik.

Injeksi amphotericin B subkonjungtiva tidak bermanfaat bagi infeksi

jamur.
Dosis dewasa 5-10 g intravitreus; selama 11 hari
Dosis pediatrik 3 mg/kg/hari IV selama 4 hari, diberikan secara drip selama 2-6 jam
Kontraindikasi Riwayat hipersensitivitas sebelumnya
Obat antineoplasma dapat meningkatkan potensi amphotericin B

sehingga menyebabkan toksisitas ginjal, bronkhospasme, dan

Interaksi hipotensi; kortikosteroid, digitalis, dan tiazid dapat menyebabkan

hipokalemia, risiko renal toxicity juga meningkat dengan

cephalosporin
Kehamilan Belum terbukti aman bagi kehamilan
Precaution Monitor fungsi ginjal, kadar elektrolit serum (magnesium, kalium),

fungsi hepar, eritrosit, leukosit, trombosit, dan konsentrasi

hemoglobin; demam dan menggigil biasa terjadi pada beberapa

pemberian awal obat ini; beberapa reaksi akut dapat terjadi, seperti
hipotensi, bronkospasme, dan syok.

Kategori obat: Imidazoles Terikat pada membrane sel jamur dan menginduksi

perubahan permeabilitas yang menyebabkan perubahan level elektrolit

intraselulerkematian sel jamur. Obat ini bersifat fungistatik.

Nama obat Fluconazole


Bersifat fungistatik. Antijamur oral sintetis (broad-spectrum

bistriazole) yang menginhibisi secara selektif sitokrom P-450 jamur

Cara kerja dan sterol C-14 alfa-demetilasi, yang mencegah konversi lanosterol

menjadi ergosterol, yang dengan demikian menghancurkan mebran

sel. Juga efektif untuk Candida, Cryptococcus, dan Aspergillus sp.


Dosis dewasa 400 mg PO loading dose, diikuti dengan 4x200 mg PO
12 mg/kg loading dose diikuti dengan 6 mg/kg/hari; dosis total
Dosis Pediatrik
jangan melebihi 600 mg/hari
Kontraindikasi Riwayat hipersensitivitas sebelumnya
Level obat dapat meningkat dengan HCT. Level fluconazole dapat
Interaksi
menurun dengan penggunaan kronis dari rifampin.
Kehamilan Belum ditetapkan
Sesuaikan dosis untuk pasien-pasien dengan insufisiensi ginjal.

Monitor ketat jika timbul ruam pada kulit dan hentikan obat jika lesi

Precaution bertambah buruk. Dapat menyebabkan hepatitis, cholestasis, dan

fulminant hepatic failure (juga dapat menyebabkan kematian) jika

diberikan pada pasien-pasien imunodefisiensi (AIDS, keganasan).


Nama obat Ketoconazole (Nizoral)
Cara kerja Aktivitas fungistatik. Cara kerja:menghambat sintesis ergosterol.

Aktif terhadap Blastomyces dermatitidis, C immitis, dan Cdanida dan


Fusarium sp.
Dosis dewasa 200 mg PO 2-4 x/hari
<2 tahun: Tidak dianjurkan
Dosis pediatric
>2 tahun: 3.3-6.6 mg/kg/hari
Kontraindikasi Riwayat endoftalmits, meningitis jamur
Isoniazid dapat menurunkan efek dari ketoconazole. Jika diberikan

bersamaan dengan rifampin, dapat menurunkan efek ketokonazole

Interaksi maupun rifampin. Dapat meningkatkan efek antikoagulan; dapat

meningkatkan toksisitas kortikosteroid dan siklosporin; dapat

menurunkan efek teofilin


Kehamilan Belum terbukti aman bagi kehamilan
Dapat terjadi hepatotoksisitas. Dapat menurunkan level

kortikosteroid serum (dapat dihindari dengan dosis 200-400 mg/hr);


Perhatian
berikan antasida, antikolinergik, or H2-blockers minimal 2 jam

setelah minum obat ini.


Nama obat Itraconazole
Aktivitas fungistatik. Merupakan obat antijamur triazole sintetik

yang memperlambat pertumbuhan sel jamur dengan menginhibisi


Cara kerja
sitokrom P-450 untuk sintesis ergosterol, komponen vital pada

membran sel jamur


Dosis dewasa 3x200 mg PO loading dose, diikuti dengan 200-400 mg PO 4x sehari
Dosis anak Belum ditetapkan
Riwayat hioersensitifitas; jika diberikan bersamaan dengan cisapride

Kotraindikasi dapat menyebabkan adverse cardiovascular effects (kemungkinan

kematian)
Interaksi obat Antasid dapat mengurangi absorpsi itraconazole; edema dapat timbul

jika diberikan bersamaan dengan calcium channel blockers


(amlodipine, nifedipine); hipoglikemia dapat terjadi dengan

pemberian sulfonilurea; dapat terjadi rhabdomiolisis jika diberikan

bersamaan dengan HMG-CoA reductase inhibitors (lovastatin or

simvastatin); jika diberikan bersamaan dengan cisapride dapat

menyebabkan abnormalitas ritme jantung dan kematian; dapat

meningkatkan level digoksin; dapat meningkatkan kadar plasma jika

diberikan bersamaan dengan midazolam atau triazolam; fenitoin dan

rifampin dapat menurunkan level itraconazole


Kehamilan Belum terbukti aman bagi kehamilan
Perhatian Hati-hati pada pasien dengan insufisiensi hepar

Kategori obat : Kortikosteroid. Beberapa penelitian menganjukan pemberian

deksametason intravitreus sebagai terapi ajuvan. Inflamasi diyakini memiliki peranan

dalam proses destruktif pada endoftalmitis

Nama obat Dexamethasone


Menghambat inflamasi dengan menekan migrasi leukosit
Cara kerja
polimorfonuklear dan menurunkan permeabilitas kapiler
Dosis dewasa 400 g intravitreus
Dosis anak Belum ditetapkan
Kotraindikasi Riwayat hipersensitifitas
Interaksi obat Belum ada yang dilaporkan
Kehamilan Belum terbukti aman pada kehamilan
Pada ablatio retina kemudian diperlukan tamponade intraokuler, baik

Perhatian dengan silikon or gas perfluorokarbon, sesuaikan dosis untuk

menghindari toksisitas retina


Kategori obat : agen kemoteurapetik Menginhibisi pertumbuhan dan proliferasi sel.

Nama obat Flucytosine


Konversi menjadi fluorourasil setelah terjadi penetrasi ke dalam sel

jamur. Menginhibisi RNA dan sintesis protein. Efektif melawan

Cara kerja Cdanida, Cryptococcus sp, dan beberapa strain Aspergillus sp.

Biasanya dikombinasikan dengan agen kemoteurapetik lain karena

terjadi resistensi jika fluocytosine diberikan sebagai obat tunggal.


Dosis dewasa 50-150 mg/kg/hari diberikan 4x sehari selama 6 hari
Dosis anak Belum ditetapkan
Kotraindikasi Riwayat hipersensitivitas
Interaksi obat Amphotericin B dapat meningkatkan toksisitas flucytosine
Kehamilan Tidak boleh diberikan pada ibu hamil
Timbul supresi sumsum tulang; sesuaikan dosis pada pasien dengan
Perhatian
penurunan fungsi ginjal

Kategori obat: Echinocdanins Menginhibisi sintesis dinding sel.

Caspofungin (Cancidas) Digunakan sebagai terapi untuk invasive

Nama obat aspergillosis. Pilihan pertama dari generasi terbaru obat antijamur

(glucan synthesis inhibitors).


Menginhibisi sintesis beta-(1,3)-D-glucan, suatu komponen esensial
Cara kerja
pada dinding sel jamur.
Dosis dewasa 70 mg IV selama 1 hari 1; setelahnya diberikan 4x50 mg IV
Dosis anak Belum ditetapkan
Kotraindikasi Riwayat hipersensitifitas
Jika diberikan bersamaan dengan cyclosporine dapat meningkatkan

Interaksi obat risiko hepatotoksisitas; carbamazepine, nelfinavir, efavirenz, or

dexamethasone dapat menurunkan level caspofungin


Kehamilan Belum terbukti aman bagi kehamilan
Kurangi dosis dan monitor ketat pada pasien dengan moderate

hepatic dysfunction (decrease dose); dapat terjadi eksaserbasi pada


Perhatian
disfungsi renal yang telah ada sebelumnya (acute on chronic kidney

disease) dan dapat timbul efek mielosupresif.

2.7.1.2 Terapi bedah

Perkembangan vitrektomi pars plana telah memberi kemajuan pada terapi

endoftalmitis jamur.

Keuntungan vitrektomi pars plana adalah teknik ini membuang organisme

penyebab dan produk inflamasi akhir yang terjadi pada vitreus yang terinfeksi,

serta memberi akses intravitreus bagi obat antijamur (mis.amphotericin B), karena

obat antijamur sistemik pada umumnya memiliki efek penetrasi vitreus yang

buruk.

Vitrektomi dan amphotericin B intravitreus harus diberikan pada kasus

endoftalmitis jamur dimana penyakit terus memburuk walaupun setelah terapi

inisial obat antijamur sistemik yang optimal.

Beberapa ahli menganjurkan pemberian deksametason intravitreus 400 g sebagai

terapi ajuvan dari terapi di atas.

2.7.2 Penatalaksanaan endoftalmitis bakteri

Terdiri atas terapi bedah dan medikamentosa.


2.7.2.1 Terapi medikamentosa

Endoftalmitis bakteri adalah suatu kegawatdaruratan mata dan terapi harus

dilakukan secepatnya untuk mengurangi risiko kebutaan. Tujuan terapi medikamentosa

adalah mengeradikasi infeksi, menurunkan morbiditas, dan untuk mencegah komplikasi.

Beberapa rute pemberian obat dapat dipilih, namun pemberian intravitreus adalah yang

paling efektif. Pasien harus mendapat terapi yang terdiri dari antibiotik sistemik, topical,

intravitreus, steroid topikal dan sikloplegia.

Kategori obat : Antibiotik Terapi harus dilakukan secara komprehensif dan harus

mencakup semua organisme pathogen yang mungkin.

Vancomycin -- DOC untuk organisme gram-positif. Efektif terhadap

Enterococcus sp. Diindikasikan bagi pasien yang alergi atau gagal

terhadap penisilin dan sefalosporin or terinfeksi stafilokokkus yang

resisten terhadap penisilin


Nama obat
Untuk mencegah toksisitas, terapi dimulai dengan vancomycin dosis

rendah kemudian dinaikkan perlahan sampai dosis target tercapai.

Monitor klirens kreatinin untuk menyesuaikan dosis pada pasien

dengan penurunan fungsi ginjal..


Topikal: 50 mg/mL single dose

Intravitreus: 1 mg/0.1 mL
Dosis dewasa
Periokuler: 25 mg

Sistemik: 1 g IV 2x sehari
Topikal: Sama dengan dewasa

Dosis anak Intravitreus: Sama dengan dewasa

Sistemik: 10 mg/kg/dosis IV 4x sehari


Kotraindikasi Riwayat hipersensitifitas
Eritem, histaminelike flushing, dan reaksi anafilaktik dapat terjadi

jika diberikan dengan obat anestetik;risiko nefrotoksisitas dapat


Interaksi obat
meningkat. Jika diberikan dengan nondepolarizing muscle relaxants,

efek blokade neuromuskular dapat meningkat.


Harus dalam pengawasan ketat. Jangan diberikan jika masih ada
Kehamilan
pilihan lain.
Dapat tejadi toksisitas kornea, ototoksisitas, nefrotoksisitas,

netropenia. Sesuaikan dosis pada pasien dengan insufisiensi ginjal.

Monitor ketat pada pasien dengan gagal ginjal. Dapat terjadi red man

Perhatian syndrome jika pemberian diberikan dalam bolus terlalu cepat

(berikan dalam waktu beberapa menit) namun jarang terjadi jika

diberikan IV drip selama 2 jam or per oral or periokuler; red man

syndrome bukan suatu reaksi alergi.


Ceftazidime -- Obat lini pertama bagi organisme gram-negatif.

Merupakan sefalosporin generasi ketiga, broad-spectrum, namun


Nama obat
lebih efektif bagi organisme gram-negatif dibanding gram-positif;

efikasi tinggi bagi organisme yang resisten.


Bersifat bakterisid dengan mengikat satu atau lebih penicillin-
Cara kerja
binding proteins.
Dosis dewasa Topikal: 50 mg/mL tiap 1 jam

Intravitreus: 2.25 mg/0.1 mL


Periokuler: 100 mg

Sistemik: 1 g IV 2x sehari
Dosis anak Belum ditetapkan
Kotraindikasi Riwayat hipersensitifitas
Dapat menghasilkan false-positive pada tes Benedict or Fehling

solution); false-negative pada Coombs test; bersifat nefrotoksik jika


Interaksi obat
diberikan dengan aminoglikosid, furosemide; probenecid dapat

meningkatkan level ceftazidime


Kehamilan Biasanya aman diberikan pada kehamilan
Sesuaikan dosis pada pasien dengan insufisiensi ginjal. Dosis tinggi

dapat berakibat toksik terhadap CNS; pemberian jangka panjang or


Perhatian
berulang-ulang dapat menyebabkan timbulnya organisme lain karena

imunosupresi.
Amikacin Pilihan lini kedua bagi injeksi intravitreus untuk

organisme gram-negatif yang resisten terhadap gentamisin or

tobramisin. Efektif melawan Pseudomonas aeruginosa.


Nama obat
Secara irreversible, terikat pada sub-unit ribosom bakteri sub-unit

30S; memblokade recognition step dalam proses sintesis protein;

menginhibisi pertumbuhan.
Topikal: 13.6 mg/mL

Dosis dewasa Intravitreus: 0.4 mg/0.1 mL

Sistemik: 75 mg/kg IV 2x sehari


Dosis anak Sama dengan dosis dewasa
Kotraindikasi Riwayat hipersensitifitas
Interaksi obat Meningkatkan nefrotoksisitas jika diberikan bersamaan dengan obat

golongan aminoglikosid lain, penisilin, sefalosporin, dan


amphotericin B; meningkatkan efek dari neuromuscular blocking

agents; menyebabkan depresi pernapasan; irreversible hearing loss

dapat terjadi jika bersamaan dengan loop diuretics


Kehamilan Belum terbukti aman bagi kehamilan
Jangan diberikan untuk terapi jangka panjang. Monitor ketat pada

pasien dengan gagal ginjal (jangan diberikan pada pasien dalam


Perhatian
terapi hemodialisis), hipokalsemia, miastenia gravis, dan kondisi

dimana terjadi depresi transmisi pada system neuromuskuler.


Ciprofloxacin Obat golongan fluoroquinolon dengan aktivitas baik

terhadap pseudomonas, streptokokkus, MRSA, S epidermidis, dan

Nama obat sebagian besar organisme gram-negatif, namun tidak memiliki efek

terhadap organisme anaerob. Memberikan aktivitas baik terhadap

organisme gram-positif
Cara kerja Menginhibisi sintesis DNA bakteri.
Topikal: 1 gtt diberikan per jam
Dosis dewasa
Systemic: 750 mg PO 2x sehari
Dosis anak Belum ditetapkan
Kotraindikasi Riwayat hipersensitifitas
Antasida, Fe, dan zinc dapat menurunkan kadar dalam serum.

Berikan antasida 2-4 jam sebelum or setelah fluoroquinolon;

simetidin dapat mengganggu metabolisme fluoroquinolon;

ciprofloxacin menurunkan efek teurapetik dari fenitoin; probenecid


Interaksi obat
dapat meningkatkan konsentrasi ciprofloxacin dalam serum.

Dapat meningkatkan toksisitas teofilin, kafein, siklosporin, dan

digoksin (monitor level digoksin); dapat meningkatkan efek

antikoagulan (monitor PT)


Kehamilan Belum terbukti aman bagi kehamilan
Pada terapi jangka panjang, lakukan evaluasi berkala terhadap fungsi

organ (seperti ginjal, hepar, system hematopoietik); sesuaikan dosis

Perhatian pada penurunan fungsi ginjal; pemberian jangka panjang atau

berulang-ulang dapat menyebabkan timbulnya organisme lain karena

imunosupresi.

Kategori obat: kortikosteroid Memiliki efek anti-infalamasi dan menyebabkan

bermacam efek metabolik. Kortikosteroid memodifikasi sistem imun tubuh untuk

bereaksi terhadap stimulus.

Prednisolon asetat
Nama obat

Menurunkan inflamasi dan neovaskularisasi kornea. Mensupresi

Cara kerja migrasi leukosit PMN dan memperbaiki permeabilitas kapiler yang

meningkat.
1 gtt dapat diberikan tiap jam sampai 1x sehari

Jika tanda dan gejala tidak menunjukkan perbaikan setelah 2 hari,

Dosis dewasa lakukan evaluasi ulang pada pasien. Dosis dapat diturunkan, namun

peringati pasien jangan menghentikan terapi sebelum obat habis.

Dosis tergantung dari beratnya penyakit


Dosis anak Sama dengan dosis dewasa
Kotraindikasi Riwayat hipersensitifitas
Interaksi obat Belum ada yang dilaporkan
Kehamilan Belum terbukti aman bagi kehamilan
Perhatian Hati-hati pada hipertensi. Dapat menyebabkan pembentukan katarak

pada pemberian jangka panjang; diduga timbul invasi jamur (ulkus


kornea) pada penggunaan kortikosteroid (lakukan pemeriksaan kultur

jamur bila diperlukan)


Nama obat Dexamethasone
Mensupresi migrasi leukosit PMN dan memperbaiki permeabilitas
Cara kerja
kapiler yang meningkat
Dosis dewasa Intravitreus: 0.4 mg/0.1 mL
Dosis anak Belum ditetapkan
Kotraindikasi Riwayat hipersensitifitas
Interaksi obat Belum ada yang dilaporkan
Kehamilan Belum terbukti aman bagi kehamilan
Penggunaan jangka panjang dapat meningkatkan risiko infeksi okuler

sekunder, diduga timbul invasi jamur (ulkus kornea) pada


Perhatian
penggunaan kortikosteroid (lakukan pemeriksaan kultur jamur bila

diperlukan)
Nama obat Triamcinolone
Mensupresi migrasi leukosit PMN dan memperbaiki permeabilitas
Cara kerja
kapiler yang meningkat
Dosis dewasa Periokuler: 40 mg
Dosis anak Belum ditetapkan
Kotraindikasi Riwayat hipersensitifitas
Interaksi obat Belum ada yang dilaporkan
Kehamilan Belum terbukti aman bagi kehamilan
Jangan diberikan untuk jangka panjang, jangan untuk aplikasi pada

area yang luas, karena dapat menyebabkan absorpsi sistemik, dan


Perhatian
menimbulkan gejala seperti Cushing syndrome, hiperglikemia, dan

glikosuria

Kategori obat : Sikloplegia Menurunkan spasme m.siliaris yang menyebabkan

nyeri.Sikloplegia juga mencakup midriatik, dan harus dipastikan bahwa pasien tidak
memiliki glaukoma, karena obat ini dapat memprovokasi serangan acute angle-closure

glaucoma.

Nama obat Atropine (Isopto, Atropair, Atropisol) -- DOC


Beraksi parasimpatik pada otot polos untuk memblokade respon

Cara kerja m.sphincter iris dan m.korpus siliaris terhadap asetilkolin,

menyebabkan midriasis dan sikloplegia.


Dosis dewasa Topical: 1 gtt 2 jam sekali
Dosis anak Belum ditetapkan
Riwayat hipersensitifitas, tirotoksikosis, narrow-angle glaucoma,
Kotraindikasi
dan takikardia
Memiliki efek aditif jika diberikan bersamaan dengan obat

antikolinergik lain.; efek farmakologis dari atenolol dan digoksin

Interaksi obat dapat meningkat dengan pemberian atropin; efek antipsikotik dari

fenotiazin menurun,antidepresan trisiklik dengan aktivitas

antikolinergik dapat meningkatkan efek atropin


Kehamilan Belum terbukti aman bagi kehamilan
Hati-hati pada pasien dengan Down syndrome dan/atau anak dengan

kerusakan otak karena dapat menimbulkan respon hiperreaktifitas. .

Hati-hati terhadap PJK, takikardia, congestive heart failure, cardiac


Perhatian
arrhythmias, hipertensi, peritonitis, colitis ulserativa, penyakit hepar,

dan hernia hiatal dengan reflux esophagitis; pada pasien BPH, karena

dapat menyebabkan disuria.

2.7.2.2 Terapi bedah

Indikasi terapi bedah :


Acute pseudophakic postoperative Ketika visus 1/~ atau nol

Delayed onset or chronic postoperative Ketika terdapat inflamasi atau

plak subkapsuler, tindakan bedah diperlukan untuk mengangkatnya.

Pascatrauma

Teknik operasi:

Vitrektomi pars plana 3-port core dengan injeksi antibiotik intravitreus.

Jika didapatkan visualisasi yang kurang dari segmen anterior yang rusaj,

maka dilakukan vitrektomi pars plana 2-port limited or vitrektomi pars

plana 3-port endoscopic guided.

Risiko terjadinya robekan retina maupun ablation retina terjadi ketika

vitreus di dekat retina dipisahkan secara agresif.

Antibiotik intravitreus biasanya diberikan setelah vitrektomi. Jika terjadi

pertukaran udara-cairan, antibiotik dapat dicampur dengan cairan

vitrektomi. Cairkan antibiotik dalam cairan vitrektomi perlahan-lahan

untuk mencegah kemungkinan retinopati toksis yang dapat timbul akibat

dosis yang tidak tepat.

2.7.3 Penatalaksanaan endoftalmitis pascaoperasi


2.7.3.1 Terapi medikamentosa :

Obat-obatan untuk terapi endoftalmitis pascaoperasi dapat dilihat pada tabel

dibawah ini.

Vancomycin telah terbukti efektif melawan >99% organisme gram-positif

Amikacin (dengan dosis 0.4 mg dalam 0.1 mL) terbukti berguna bagi

organisme gram-negatif.

Ceftazidime memberikan hasil yang juga sama baik seperti pada

pemberian aminoglikosid dan tidak berhubungan dengan toksisitas retinal.

Dengan demikian, pemilihan ceftazidime adalah lebih baik.

Pemberian deksametason intravitreus sampai saat ini masih controversial.

Para ahli menggunakan kortikosteroid short-acting ini untuk menginhibisi

efek inflamasi dari endotoksin bakteri. Saat ini, deksametason dianggap

menghambat eliminasi vancomycin melalui trabecular meshwork.

Beberapa obat yang dapat digunakan untuk endoftalmitis pascaoperasi setelah ekstraksi

katarak.

Kategori obat:Antibiotik

Vancomycin hydrochloride (Vancocin, Vancoled, Lyphocin)

Nama obat Diindikasikan untuk pengobatan terhadap infeksi berat organisme

gram-positif
Dosis dewasa Intravitreus: 1 mg in 0.1 mL

Injeksi subkonjungtiva: 25 mg
Topikal: 50 mg/mL gtt
Dosis anak Belum ditetapkan
Kotraindikasi Riwayat hipersensitifitas
Belum ada yang dilaporkan terhadap pemakaian subkonjungtiva dan
Interaksi obat
intravitreus
Kehamilan Belum terbukti aman bagi kehamilan
Pemakaian jangka panjang dapat menyebabkan timbulnya infeksi
Perhatian
sekunder
Ceftazidime -- Obat lini pertama bagi organisme gram-negatif.

Merupakan sefalosporin generasi ketiga, broad-spectrum, namun


Nama obat
lebih efektif bagi organisme gram-negatif dibanding gram-positif;

efikasi tinggi bagi organisme yang resisten.


Menghambat pertumbuhan bakteri dengan mengikat satu atau lebih
Cara kerja
penicillin-binding proteins.
Intravitreus: 2.25 mg in 0.1 mL

Dosis dewasa Subkonjungtiva: 100 mg

Topikal: 50 mg/mL gtt


Dosis anak Belum ditetapkan
Kotraindikasi Riwayat hipersensitifitas
Belum ada yang dilaporkan terhadap pemakaian subkonjungtiva dan
Interaksi obat
intravitreus
Kehamilan Belum terbukti aman bagi kehamilan
Sesuaikan dosis pada pasien dengan insufisiensi ginjal berat (dosis

tinggi dapat bersifat toksik terhadap CNS toxicity); penggunaan


Perhatian
jangka panjang dan berulang dapat menyebabkan timbulnya infeksi

sekunder

Kategori obat : Kortikosteroid


Nama obat Dexamethasone
Mensupresi migrasi leukosit PMN dan memperbaiki permeabilitas
Cara kerja
kapiler yang meningkat
Intravitreus: 0.4 mg in 0.1 mL
Dosis dewasa
Injeksi subkonjungtiva: 12 mg
Dosis anak Belum ditetapkan
Kotraindikasi Riwayat hipersensitifitas
Belum ada yang dilaporkan terhadap pemakaian subkonjungtiva dan
Interaksi obat
intravitreus
Kehamilan Belum terbukti aman bagi kehamilan
Peningkatan efek kortikosteroid pada pasien-pasien dengan

Perhatian hipotiroidisme dan pasien sirosis; hati-hati diberikan pada pasien

dengan herpes simpleks okuler


Prednisolone acetate 1% -- Analog sintetik yang mensupresi respon
Nama obat
inflamasi
Dosis dewasa 1 or 2 gtt per 2-4 jam
Dosis anak Sama dengan dosis dewasa
Riwayat hipersensitifitas; epithelial herpes simplex keratitis; infeksi
Kotraindikasi
mikobakteri; penyakit jamur pada mata
Belum ada yang dilaporkan terhadap pemakaian subkonjungtiva dan
Interaksi obat
intravitreus
Kehamilan Belum terbukti aman bagi kehamilan
Perhatian Kemungkinan infeksi jamur persisten pada kornea

2.7.3.2 Terapi bedah

EVS mengevaluasi perbdaningan dari immediate pars plana vitrectomy (VIT) dengan

intraocular antibiotic injection (TAP) dan antibiotik sistemik dalam terapi endoftalmitis
pascaoperasi. Dalam penelitian yang dilakukan terhadap 420 pasien yang telah menjalani

operasi katarak dalam jangka waktu kurang dari 6 minggu or setelah dilakukan implantasi

IOL, hasil yang didapat adalah tidak ada perbedaan pada visus akhir dari pasien yang

mendapat terapi VIT atau TAP jika visus awal lebih baik dari 1/300. Namun, pada pasien

dengan visus awal 1/300 dan mendapat VIT, mengalami perbaikan sehingga visus

akhirnya mencapai 20/40, dan terdapat pengurangan risiko menurunnya fungsi

penglihatan berat sebanyak hampir 50%., dibandingkan dengan pasien yang mendapat

TAP. Terapi medikamentosa terbukti sama efektif bila dibandingkan dengan intervensi

bedah pada pasien-pasien dengan visus 1/300 or lebih baik. Tidak ada perbedaan jangka

panjang yang terjadi pada kejernihan media pada pasien-pasien tersebut. Pemberian

antibiotik intravena dan periokuler tidak bermanfaat pada endoftalmitis yang terjadi

pascaoperasi katarak.

EVS melaporkan bahwa pada banyak kasus endoftalmitis pascaoperasi, pasien

dapat diterapi dengan TAP tanpa antibiotik intravena. Namun, pasien pascaoperasi

dengan inflamasi hebat dan penurunan visus yang mendadak, vitrektomi segera dapat

menjamin perbaikan karena pasien yang terinfeksi organisme virulen (dalam penelitian)

terbukti memiliki visus akhir yang jauh lebih baik setelah menjalani vitrektomi. Sebagai

tambahan, walaupun tidak ditemukan keuntungan yang berarti dengan pemberian

antibiotik intavena, pemilihan amikacin telah dipertanyakan karena buruknya penetrasi

obat tersebut ke dalam rongga vitreus. Oleh karena itu, penggunaan antibiotik sistemik

yang tepat juga harus dipertimbangkan.


Pada endoftalmitis pascaoperasi yang disebabkan oleh P acnes, pemberian

vancomycin intraokuler sebagai terapi tunggal dapat menyebabkan inflamasi persisten.

Sebaliknya, vitrektomi dengan eksisi kapsuler total or parsial telah dilaporkan efektif

untuk eradikasi inflamasi tanpa harus membuang IOL.

2.8 Prognosis

2.8.1 Prognosis endoftalmitis jamur

Prognosis tergantung pada virulensi organisme penyebab, seberapa besar

kerusakan intraokuler yang terjadi, serta tepat dan cepatnya terapi.

2.8.2 Prognosis endoftalmitis bakteri

Tergantung pada:

Durasi endophthalmitis

Cepatnya diagnosis ditegakkan dan terapi diberikan

Virulensi bakteri

Penyakit okuler lainnya


Berdasarkan penelitian The Endophthalmitis Vitrectomy Study (EVS), persentase dari

pasien yang mencapai visus akhir 20/100 or lebih, seperti berikut

Gram-positive, coagulase-negative micrococci - 84%

S. aureus - 50%

Streptokokkus 30%

Enterokokkus 14%

Organisme gram-negatif 56%

Secara statistik, terdapat hubungan yang signifikan (P<.001) antara buruknya visus akhir

(<20/100) dengan organisme penyebab (organisme gram-positif or kokkus koagulase-

negatif).

DAFTAR PUSTAKA

1. Allen, James H. Endophthalmitis. In: Mays Manual of the Diseases of the Eye.

The Williams&Wilkins Company. Baltimore. 1968:270.

2. American Academy of Ophthalmology (AAO). Endophthalmitis. In: Basic and

Clinical Science Course section 4. California. 1991:24

3. Chern, Kenneth C. Endophthalmitis. In: Emergency Ophthalmology. McGraw-

Hill. 2002:124
4. Endophthalmitis.http://www.emedicine.com (12 April 2006)

5. Endophthalmitis, fungal. http://www.emedicine.com (12 April 2006)

6. Endophthalmitis, bacteria. http://www.emedicine.com (12 April 2006)

7. Endophthalmitis, post-operative. http://www.emedicine.com (12 April 2006)

8. Ilyas, Sidarta. Endoftalmitis. In:Kegawatdaruratan dalam Ilmu Penyakit Mata.

Balai Penerbit FKUI. Jakarta.2000:91-96

9. Vaughn, Daniel G. Endoftalmitis. In:Oftalmologi Umum. Widya Medika. Jakarta.

2000:195-196

Anda mungkin juga menyukai