Anda di halaman 1dari 29

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Rinitis (RA) adalah reaksi peradangan mukosa hidung yang diperantarai oleh
immunoglobulin E (IgE) setelah terjadi pajanan alergen. Inflamasi ini ditandai dengan
adanya gejala hidung berupa hidung tersumbat, rinore anterior dan posterior, bersin
dan gatal pada hidung. Prevalensi rinitis alergi cenderung meningkat di dunia
beberapa dekade terakhir. Prevalensi rinitis alergi telah dilaporkan sekitar 10-20% di
Amerika Utara, 10-15% I Eropa, sekitar 20% di Thailand, 10% di Jepang dan 10-26%
dari seluruh pasien THT di beberapa rumah sakit besar di Indonesia. 1-3
Penatalaksanaan rinitis alergi terdiri dari menghindari penyebab/faktor pemicu,
menggunakan medikamentosa dan imunoterapi. Apabila rinitis alergi tidak
ditatalaksana dengan baik maka akan berakibat timbulnya komplikasi seperti
rinosinusitis dan otitis media. Penatalaksanaan rinitis alergi dengan antihistamin oral
dan kortikosteroid intranasal cukup mengontrol keluhan pasien, tetapi pemakaian
antihistamin jangka lama akan berpengaruh terhadap kualitas hidup penderita
terutama anak-anak.4-5
Probiotik adalah suplemen yang mengandung mikroorganisme hidup, yang
bermanfaat dalam menjaga keseimbangan mikroflora pada usus manusia. Menurut
definisi saat ini diadopsi oleh FAO/WHO, probiotik adalah mikroorganisme hidup
yang bila diberikan dalam jumlah yang cukup dapat memberikan manfaat kesehatan
pada host. Manfaat probiotik bagi kesehatan tubuh dapat melalui tiga mekanisme
fungsi : 1) fungsi protektif, yaitu kemampuannya menghambat patogen dalam saluran
pencernaan. Terbentuknya kolonisasi probiotik dalam saluran cerna, mengakibatkan
kompetisi nutrisi dan lokasi adhesi (penempelan) antara probiotik dan bakteri lain,
khususnya patogen. Pertumbuhan probiotik juga akan menghasilkan berbagai
komponen antibakteri (asam organic, hydrogen peroksida dan bakteriosin yang
mampu menekan pertumbuhan patogen), 2) fungsi system imun tubuh, yaitu dengan
peningkatan system imun tubuh melalui kemampuan probiotik untuk menginduksi

1
pembentukan IgA, aktivasi makrofag, modulasi profil sitokin, serta menginduksi
hyporesponsiveness terhadap antigen yang berasal dari pangan, 3) fungsi metabolit
probiotik yaitu metabolit yang dihasilkan probiotik, termasuk kemampuan probiotik
mendegradasi laktosa di dalam produk susu terfermentasi sehingga dapat
dimanfaatkan oleh penderita lactose intolerance. 6-7
Probiotik digunakan dalam pencegahan dan pengobatan penyakit alergi.
Pemberian probiotik dalam pencegahan alergi juga merupakan upaya perbaikan
homeostasis sistem biologis penderita yang ditujukan pada imunomodulasi respon
imun dengan menyeimbangkan respon imun Th1 dan Th2. Mengapa dalam
pencegahan dan pengobatan alergi kita memakai probiotik? Karena probiotik adalah
flora normal usus saluran pencernaan yang mampu mengontrol keseimbangan
mikroflora usus dan menimbulkan efek fisiologis yang menguntungkan kesehatan
host. Probiotik juga memiliki kemampuan sebagai activator yang kuat untuk sistem
imun innate karena mempunyai molekul spesifik pada dinding selnya. Pemberian
probiotik akan mengembalikan komposisi dan peran bakteri yang bermanfaat dan
menghambat perkembangan respon alergi sel Th2 yang juga menurunkan kadar IL-4,
IL-5, IL-6, IL-9, IL-10, IL-13 dan GM CSF sehingga mengurangi produksi IgE dan
eosinofil. 8-10

1.2. Perumusan Masalah


Apakah pemberian probiotik dapat menurunkan kadar IgE pada penderita rinitis
alergi?

1.3. Tujuan
1.3.1. Tujuan Umum
Mengetahui pengaruh probiotik dalam penurunan kadar IgE pada penderita
rinitis alergi.

1.3.2. Tujuan Khusus


a. Mengetahui penyakit rinitis alergi
b. Mengetahui mekanisme rinitis alergi
c. Mengetahui mekanisme kerja probiotik pada rinitis alergi
d. Mengetahui jenis probiotik

1.4 Manfaat
1.4.1 Manfaat bagi Instansi RS A.K Gani Palembang
2
Sebagai bahan tambahan referensi mengenai penggunaan probiotik dalam terapi
rinitis alergi.

1.4.2 Manfaat bagi Instansi Pendidikan


Sebagai bahan informasi untuk meningkatkan wawasan dan pengetahuan
tentang penggunaan probiotik dalam terapi rinitis alergi.

1.4.3 Manfaat bagi Penulis


Sebagai tambahan pengetahuan dan pengalaman dalam membuat referat yang
baik dan ilmiah.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi
Rinitis (RA) adalah reaksi peradangan mukosa hidung yang diperantarai oleh
immunoglobulis I (IgE) setelah terjadi pajanan alergen. Definisi menurut WHO-
ARIA rinitis alergi adalah kelainan pada hidung dengan gejala rasa gatal, rinore,
bersin-bersin dan hidung tersumbat karena mukosa hidung terpapar allergen yang
diperantarai IgE. 1,2,11

3
2.2. Epidemiologi
Rinitis alergi merupakan kondisi alergi yang paling umum, menyerang 10-20%
dari keseluruhan populasi dunia atau lebih dari 600 juta penderita dari seluruh etnis.
Berdasarkan laporan pada tahun 2012 sekitar 10-20% orang yang tinggal di negara
industri menderita rinitis alergi setiap tahunnya. Prevalensi rinitis alergi cenderung
meningkat di sunia beberapa dekade terakhir. Prevalensi rinitis alergi telah dilaporkan
sekitar 10-20% di Amerika Utara, 10-15% di Eropa, sekitar 20% di Thailand, 10% di
Jepang, 25% di New Zealand, Belgia persisten rinitis alergi sebesar 24,8%,
intermitten rinitis alergi sebesar 72%, di Perancis persisten rinitis alergi mencapai
28,7%, intermitten rinitis alergi mencapai 55,4%, prevalensi rinitis tertinggi di
Nigeria (lebih dari 35%), Paraguay (30-35%) dan Hongkong (25-30%). 3,12,13
Prevalensi kejadian rinitis alergi di Indonesia belum pasti diketahui. Prevalensi
riinitis alergi di Jakarta 20% dan Bandung 6,98%. Angka kunjungan pasien rinitis
alergi di RS Moh. Hoesin Palembang dari Januari tahun 2010 sampai dengan Mei
2015 didapatkan sebanyak 1158 kasus riintis alergi. Di divisi rinologi departemen
T.H.T.K.L RSMH kunjungan pasien rinitis alergi masih menempati posisi penyakit
yang terbanyak. 14,15
2.3. Anatomi Hidung
Hidung terdiri dari pyramid hidung dan rongga hidung. Pyramid hidung
,terbentuk hidung luar dan melekat pada tulang wajah. Bagian atas sempit dan
berhubungan dengan dahi disebut radiks nasi. Dari sini ke bawah terbentang dorsum
nasi dan berakhir sebagai ujung yang disebut apeks nasi. Di bagian depan terdapat
lubang disebut nares. Nares di sebelah medial dibatasi oleh sekat yang disebut
kolumela sedang di sebelah lateral dibatasi oleh ala nasi. Dasar hidung dibentuk oleh
prosesus palatina os maksila dan prosesus horizontal os palatum. Atap hidung terdiri
dari kartilago lateralis superior dan inferior, os nasal, prosesus frontalis os maksila,
korpus os etmoid dan korpus os sphenoid. Dinding lateral dibentuk oleh permukaan
dalam prosesus frontalis os maksila, os lakrimalis, konka superior dan konka media
yang merupakan bagian dari os etmoid, konka inferior, lamina perpendikularis
ospalatum dan lamina pterigoideus medial. Pada dinding lateral terdapat empat buah
konka yaitu konka inferior yang terbesar dan terletak paling bawah, konka media,

4
konka superior dan konka suprema yang biasanya rudimenter. Konka-konka tersebut
terutama konka inferior cepat merespon berbagai rangsangan alergi, non alergi, fisik
dan mediator inflamasi seperti histamin. Jaringan mukosa konka ini cepat mengalami
vasodilatasi yang menyebabkan edema konka dan menimbulkan hidung tersumbat. 16-
19

Mukosa hidung disusun oleh sel kolumner semu berlapis bersilia dengan
membrane baslis sebagai pemisah terhadap submukosa. Diantara epitel mukosa
terdapat sel-sel goblet yang menghasilkam mucus glikoprotein. Pada submukosa
terdapat kelenjar mucus, serus dan seromukus dimana kelenjar mucus menghasilkan
glikoprotein, kelenjar serus menghasilkan lisozim dan laktoferin endopeptidase dan
IgA. Sel limfosit terdapat pada membrane basalis dan mastosit terdapat pada jaringan
ikat mukosa, pembuluh darah dan ujung saraf. Bagian proksimal rongga hidung
bagian depan merupakan area katup hidung dan bagian paling sempit dari traktus
respiratorius dan di daerah ini resistensi udara maksimum. Resistensi yang terus
menerus pada daerah ini akan menyebabkan pernafasan mulut pembersihan udara dan
pengatur kondisi udara pada hidung tidak dijalani. 19-21

5
Pembuluh darah pada mukosa hidung secara fungsional dan histologi berbeda
dengan pembuluh darah ditempat lain. Mygnid mengemukakan bahwa pembuluh
darah pada mukosa hidung dapat dibedakan berdasarkan atas fungsinya yaitu : 1)
Capacitine vessels yang menentukan banyak sedikitnya darah yang tertimbun pada
mukosa hidung, terdiri dari sinus kavernosus, pleksus venosus, venule dan vena kecil,
2) exchange vessels berupa kapiler yang menentukan pertukaran zat dalam darah
dengan jaringam di sekitarnya, terdiri dari arteri kecil, arteriole, dan anastomosis
arteri vena yang letaknya lebih superficial. Pada akhirnya pleksus venosus terdapat
otot sfingter yang menyebabkan pleksus venosus bersifat erektil, terutama terdapat
pada konka inferior dan konka media. Pembuluh darah ini dipengaruhi oleh saraf
otonom simpatis dan parasimpatis serta terdapat reseptor 1 agonis yang berfungsi
untuk vasokonstriksi capacitance vessels dan reseptor 2 agonis untuk vasokonstriksi
capacitance dan resistance vessels.19,20
Pendarahan untuk hidung bagian dalam berasal dari tiga sumber utama yaitu 1)
Arteri etmoidalis anterior, 2) arteri etmoidalis posterior, cabang dari arteri oftalmika
dan 3) arteri sphenopalatina, cabang terminal arteri maksilaris interna yang berasal
dari arteri karotis eksterna. Septum bagian superior anterior dan dinsing lateral
hidung mendapat pendarahan dari arteri etmoidalis anterior, arteri etmoidalis
posterior yang kecil hanya memperdarahu daerah yang kecil di region superior
6
posterior. Kedua arteri etmoidalis setelah meningglakan arteri oftalmika,
menyebrangi lamina kribrosa dan masuk hidung melalui foramen etmoid anterior dan
posterior., disertai oleh serabut saraf pasangannya. Arteri sfenopalatina terbagi
menjadi aa.nasalis posterolateral yang menuju ke dinding lateral hidung dan aa.septi
posterior yang menyebar pada septum nasi. Oleh karena aa.nasalis posterolateral
ukurannya cukup besar, maka pada operasi pengangkatan konka media atau inferior
akan disertai perdarahan yang cukup banyak. Anastomisus bebas antara aa.nasalis
lateralis dengan arteri etmoidalus anterior sehingga pada pengangkatan konka
pendarahan dapat timbul dari kedua sumberi ini meskipun hanya satu arteri yang
tertekan. Arteri septi posterior mempunyai tiga cabang utama, satu untuk bagian
posterior, satu untuk bagian inferior dan satu lagi untul bagian tengah dan posterior
septum. Cabang-cabang yang sampai di bagian inferior anterior akan beranastomosis
bebas dengan cabang arteri labialis superior untuk septum dan aa.palatina mayor.
Vena-vena hidung mempunyai nama yang sama dan berjalan berdampingan denagn
arterinya. Vena pada vestibulum dan struktur luar hidung mepunyai hubungan dengan
sinus kavernosus melalui vena oftalmika superior.16-21

7
2.4. Patofisiologi Rinitis Alergi
Rinitis alergi diawali dengan tahap sensitisasi dan diikuti fase reaksi alergi
dibedakan menjadi tahap aktivasi dan tahap efektor. Reaksi alergi terdiri dari 2 fase
yaitu reaksi alergi fase cepat (RAFC) yang berlangsung sejak kontak dengan allergen
sampai 1 jam setelahnya dan reaksi fase lambat (RAFL) yang berlangsung 24 jam
dengan puncak 6-8 jam (fase hiper-reaktivitas) setelah terpapar allergen dan dapat
berlangsung sampai 24-48 jam. 1,19,22
Dalam patogenesisnya, rinitis alergi dibedakan menjadi ke dalam tahap
sensitisasi dan reaksi alergi yang dibedakan menjadi tahap aktifasi dan tahap efektor.
1. Tahap Sensitisasi
Pada kontak pertama dengan allergen atau tahap sensitisasi, makrofag atau
monosit yang berperan sebagai APC (Antigen Preseting Cell) akan menangkap
alergen yang menempel pada permukaan mukosa hidung, setelah diproses antigen
akan membentuk fragmen pendek peptida dan bergabung dengan molekul HLA
(Human Leukosit Antigen) kelas II membentuk komplek peptida MHC (Mayor
Histocompability Complex) kelas II yang kemudin dipresentasikan ke T helper (Th0).
APC akan melepas sitokin seperti IL-1 yang akan mengaktifkan Th 0 berproliferasi
menjadi Th1 dan Th2. Th2 akan menghasilkan sitokin seperti IL-3, IL-4, IL-5 dan IL-
13. IL-4 dan IL-13 diikat oleh reseptornya dipermukaan limfosit B, sehingga limfosit
B menjadi aktif yang akan memproduksi omunoglobulin E (IgE). IgE di sirkulasi
darah akan masuk ke dalam jaringan dan diikat oleh reseptor IgE pada permukaan
mastosit atau basofil sehingga kedua sel ini menjadi aktif. 1,19,22
Paparan alergen dosis rendah yang terus-menerus pada seseorang penderita
yang memiliki riwayat atopi dan presentasi alergen oleh sel-sel dari APC kepada sel
B disertai pengaruh IL-4 dan IL-13 yang diikat oleh reseptornya di permukaan sel
limfosit B, sehingga memacu sel limfosit B menjadi aktif dan akan memproduksi IgE
yang bertambah terus jumlahnya. IgE yang diproduksi berada bebas dalam sirkulasi
dn sebagian diantaranya berikatan dengan reseptornya dengan afinitas tinggi di
permukaan sel basofil atau sel mast. Sel mast kemudian masuk ke venula post kapiler
di mukosa yang kemudian keluar dari sirkulasi dan berada dalam jaringan termasuk
di mukosa dan submukosa hidung. Dalam keadaan ini maka seseorang dikatakan

8
dalam keadaan sensitif atau sudah tersensitisasi serta memberikan hasil positif pada
uji kulit. 23-25

2. Fase Reaksi Alergi


a. Tahap Aktivasi
Pada fase aktivasi penderita yang sudah tersensitissi jika terjadi paparan
ulang dengan alergen yang serupa dengan alergen sebelumnya pada mukosa hidung
dapat terjadi ikatan/ bridging antara dua molekul IgE yang berdekatan pada
permukaan sel mast/basofil denagn alergen yang polivalen tersebut (cross-linking).
Interaksi antara IgE yang terikatpada permukaan sel mast atau basofil dengan alergen
yang sama tersebut memacu aktivasi guanosine triphospate (GTP) binding (G)
protein yang mengaktifkan enzim phospolipase C untuk mengkatalisisi phosphatidyl
insositol biphosphate (PIP2) menjadi inositol triphosphate (IP3)dan diacyl glycerol
(DAG) pada membrane PIP2. Inositol triphosphate (IP3) menyebabkan pelepasan ion
kalsium intra sel (Ca2+) dari reticulum endoplasma. Ion Ca2+ Calmodulin yang
mengaktifkan enzim mysin light chain kinase. Selanjutnya Ca 2+ dan DAG bersama-
sama dengan membrane phospolipid mengaktifka protein kinase C. sebagai hasil
akhir aktivasi ini adalah terbentuknya mediator lipid yang tergolong dalam newly
formed mediators seperti prostaglandin D2 (PGD2), leukotrien C4 (LTC-4), platelet
ctivating factors (PAF) dan eksositosis granula sel mast yang berisi mediator kimia

9
yang disebut sebagai preformed mediator seperti histamine, tryptase dan bradikinin.
19,26

Histamin merupakan mediator kimia penting yang dilepaskan sel mast


karena histamin dapam menyebabkan lebih dari 50% dari gejala reaksi alergi hidung.
histamin mempunyai efek langsung pada endotel dengan meningkatkan permeabilitas
kapiler menyebabkan suatu proses transudasi yang memperberat gejala rinore. Ikatan
histmin dengan reseptor saraf nosiceptid tipe C pada mukosa hidung yang berasal dari
N.V menyebabkan rasa gatal di hidung yang merangsang timbulnya serangan bersin,
histamine juga menyebabkan gejala hidung tersumbat karena menyebabkan
vasodilatasi pembuluh darah sehingga menyebabkan transudasi ke interstitial yang
mengakibatkan mukosa hidung terutam konka menjadi edema. 27-29

b. Tahap Efektor
IgE yang menempel pada sel mas dan basofil apabila menangkap antigen
pada ujungnya akan menyebabkan degranulasi sel mast dan basofil. Basofil dan sel
mast akan melepaskan mediator kimiia pada sitoplasmanya (performed mediator)
antara lain histamin. Pada saat yang bersamaan mengaktifkan mediator lain yang
dilepaskan kemudian (newly mediator) antara lain leukotrien dan prostaglandin.
Kedua kelompok mediator ini mengakibatkan tanda dan klinik gejala masing-masing
menjadi fase alergi fase cepat (RAFC) dan reaksi alergi fase lambat (RAFL). 24,26

Reaksi Alergi Fase Cepat (RAFC)


Pada reaksi alergi fase cepat dilepaskan mediator kimia antara lain histamni,
heparin dan triptase. Secara umum mediator kimia ini menyebabkan vasodilatasi dan
peningkatan permeabilitas pembuluh darah. Transudasi menyebabkan penebalan
mukosa dan pembengkakan yang besar terjadi akibat pembuluh darah kapasitan
karena letaknya yang lebih dalam mukosa tidak berwarna kemerahan tetapi berwarna
kebiruan (livide), keadaan ini menybabkan hidung tersumbat. Mediator ini juga
merangsang ujung sensoris saraf trigeminus yang menimbulkan rangsangan gatal dan
reflek bersin. Gejala ini muncul sesaat setelag terjadi paparan alergen sampai sekitar
60 menit. 23,24

10
Reaksi Alergi Fase Lambat (RAFL)
Reaksi alergi fase lambat (RAFL) terjadi pada sebagian penderita (30-35%).
Rinitis alergi yang terjadi antara 4-6 jam setelah paparan alergen dan menetao selama
24-48 jam. Gambaran khas RAFL adalah tertariknya berbagai macam sel inflamasi
khususnya eosinofil ke lokasi reaksi alergi yang merupakan sel efektor mayor kronisk
seperti RA dan asma bronchial. RAFL diakibatkan oleh pelepasan leukotrien (B4, C4,
D4,E4), prostaglandin, dan platelet activating factors (PAF). Pada fase ini terjadi
mobilisasi dan pengumpulan sel-sel inflamasi pada organ target, dalam hal ini
terutama sel Th2 dan eosinofil. Akumulasi berbagai sel inflamasi mengakibatkan
terjadi interaksi sel melaui mediator-mediator yang dilepaskannya. Interleukin akan
dilepaskan terus-menerus sepanjang RAFL sehingga interaksinya berpengaruh
terhadao tingkat berat berkepanjangannya reaksi alergi di jaringan sasaran.26,30

2.5. Jenis-Jenis Alergen


Bahan-bahan yang dapat memicu terjadinya alergi disebut alergen. Menurut
ilmu imunologi, alergen adalah senyawa yang dapat menginuksi immunoglobulin E
(IgE) memalui paparan berupa inflmasi (dihirup), ingesti (proses menelan), kontak
ataupun injeksi. Berdasarkan cara masuknya, alergen dibagi atas: alaergen inhalasi,
alergen ingestan, alergen injektan dan alergen kontaktan. 30,33
Alergen inhalan adalah alergen yang masuk bersama udara pernapasan
misalnya debu rumah, tungau. Komponen alergen tersering yang terkandung dalam
debu rumah adalah tungau debu rumah adalah tungau debu rumah (house dust mite).
Tungau debu rumah hidupnya membutuhkan oksigenasi dan kelembaban tertentu
serta mengkonsumsi detritus atau sisik kulit yang terdapat pada lingkungan rumah.
Dalam berkembang biak, tungau debu rumah dapat berkembang paling baik pada
suhu 250C dengan kelembaban rata-rata 75%. Pada suhu kurang dari 15 0C ataupun
lebih dari 350C, maka perkembangan tungau debu rumah akan jauh lebih lambat.
Alergen tungau debu rumah adalah feses serta tubuh dari tungau debu rumah itu
sendiri.. habitat tungau debu rumah sering terdapat pada bantal kapuk, sofa, selimut
sertakarpet yang lembab. 32,33

11
Alergen ingestan adalah alergen yang masuk ke saluran cerna melalui makanan.
Ketika makanan-makanan dan obat-obatan dicerna, alergen-alergen mungkin dapat
mengakses ke dalam aliran daran dan menjadi terpasang pada IgE tertentu di dalam
sel-sel pada tempat-tempat yang jauh seperti kulit atau selaput-selaput hidung.
Kemampuan dari alergen-alergen untuk bepergian menerangkan bagaimana gejala-
gejala dapat terjadi pada area-area yang berlainan dari saluran lidah atau tenggorokan
dan mungkin diikuti mual, diare atau kram perut. Kesulitan bernapas dengan hidung
atau reaksi-reaksi kulit mungkin juga dapat terjadi. Dua grup utama alergen-alergen
yang dicerna adalah makan dan obat-obatan. 31,32
Alergen injektan adalah alergen yang masuk melalui suntikan. Reaksi-reaksi
yang paling berat dapat terjadi ketika alergen-alergen disuntikkan ke dalam tubuh dan
mendapat akses langsung ke dalam aliran darah. Akses ini membawa risiko dari
reaksi umum, seperti anafilaksis, yang dapat membahayakan nyawa alergen-alergen
yang paling umum disuntikkan yang dapat menyebabkan reaksi-reaksi alergi yang
berat seperi racun serangga, obat-obatan, vaksi-vaksin dan hormon-hormon. 32,33
Alergen kontaktan adalah alergen yang masuk melalui kontak kulit atau
jaringan mukosan seperti lateks, perhiasan an kosmetik. Bahan yang juga sering
menimbulkan alergi kontak adalah lateks. Alergi lateks umumnya berkembang setela
hbeberapa kali terpapar produk yang menagndung lateks, ketika lateks kontak dengan
membran mukosa, membran dapat menyerap protein lateks. Sistem kekebalan tubuh
dari beberapa individu yang rentan menghasilkan antibodi yang bereaksi imunologis
dengan protein antigenic. Benda yang terbuat dari lateks adalah sol sepatu, karet
gelang, sarung tangan karet, kondom, karet botol bayi dan balon. Alergi yang
disebabkan oleh karet lateks sering ditemukan pada pekerja industry karet dan
petugas kesehatan. 20,34

2.6. Klasifikasi Rinitis Alergi


Rinitis alergi, dahulunya dibedakan atas 2 macam yaitu rinitis alergi musiman
(seasonal, hay fever, polinosis) dan rinitis sepanjang tahun (parenial). Alergi
musiman hanya ada di negara dengan empat musim. Alergen penyebabnya spesifik

12
seperti tepung sari (pollen) dan spora jamur. Nama yang tepat untuk rinitis ini adalah
polinosis atau rinokonjungtivitis karena gejala kliniknya lebih ke gejala hidung dan
mata. Rinitis alergi sepanjang tahun timbul intermitten atau terus menerus, tanpa
variasi musim, jadi dapat ditemukan sepanjang tahun. Penyebab tersering adalah
alergen inhalan. 31,35
WHO ARIA 2008 membagi rinitis berdasarkan parameter lamanya gejala dan
derajat beratnya penyakit. Berdasarkan lamanya gejala rinitis alergi dibagi menjadi
intermitten dan persisten. Rinitis alergi intermitten bila gejala kurang dari 4 hari
perminggu atau kurang dari 4minggu. Rinitis alerg persisten bila gejala lebih dari 4
hari perminggu atau lebih dari 4 minggu. Berdasarkan berat ringannya penyakit
dibagi menjadi rinitis alergi ringan dan rinitis alergi sedang berat. Rinitis alergi
ringan jika tidak ditemukan gangguan tidurm aktivitas harian, bersantai, berolahraga,
belajar dan hal-hal lain yang mengganggu. Rinitis alergi sedang berat jika terdapat
satu atau lebih dari gangguan tersebut. 1,31

2.7. Diagnosis Rinitis Alergi


Diagnosis rinitis alergi ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik
dan pemeriksaan penunjang.
2.7.1 Anamnesis
Pada anamnesis sangat penting karena seringkali serangan tidak terjadi
dihadapan pemeriksa dan hamper 50% diagnosis dapat ditegakkan dari anamnesis.
Sering gejala yang timbul tidak lengkap terutama pada anak-anak. Hal yang perlu
ditanyakan adalah gejala utama yang menonjol, usia timbulnya gejala, frekuensi/lama
dan beratnya serangan, pengaruh terhadap aktivitas dan tidur, factor pencetus apakah
di rumah, disekolah, di tempat kerja, adakah hipereaktifitas hidung, faktor penyakit
atopi lain dan atopi keluarg, serta riwayat pengobatan dan hasilnya. Gejala-gejala
rinitis yang perlu ditanyakan adalah: adanya bersin-bersin lebih dari 5 kali (setiap kali
serangan), rinore (ingus bening, encer, dan banyak), gatal di hidung, tenggorokan,
langit-langit atau telinga, gatal di mata, berair dan kemerahan, hidung tersumbat
(menetap//berganti-ganti), hiposmia/anosmia, secret dibelakang hidung/post nasal
drip atau batuk kronik, adanya variasi diurnal (memburuk pada pgi-siang hari dan
13
mebaik pada malam hari), penyakit penyerta: sakit kepala berhubungan dengan
tekanan hidung dan sinus akibat sumbatan yang berat, kelelahan, penurunan
konsentrasi, gejala radang tenggorokan, mendengkur, gejala sinusitis, gejala sesak
nafas dan asma, frekuensi serangan, lama sakit (intermitten/persisten), berat
ringannya penyakit seperti adanya gangguan pada pekerjaan, sekolah, berolahraga,
bersantai dan melakukan aktivitas sehari-hari. Pada reaksi fase cepat, gejala klinik
yang menempel adalah bersin-bersin, gatal, rinore, dan kadang-kadang hidung
tersumbat, sedang pada reaksi alergi fase lambat gejala yang dominan adalah hidung,
post nasal drip dan hiposmia. 1,19,36,37

2.7.2 Pemeriksaan Fisik


Pemeriksaan fisik ditemukan gambaran yang khas pada anak berupa allergic
shiner (bayangan gelap dibawah kelopak mata karena sumbatan pembuluh darah
vena), allergic salute karena anak sering menggosok-gosok hidung dengan punggung
tangan kea rah atas karena gatal dan allergic crease berupa garis melintang di dorsum
nasi sepertiga bawah karena sering menggosoj hidung. Pada anak dengan sumbatan
hidung kronik dapat menimbulkan facies adenoid karena sering bernafas lewat mulut.
Hal ini menyebabkan lengkung palatum yang tinggi dan gangguan pertumbuhan gigi
sehingga terjadi penonjolan ke depan dari gigi seri atas. Pada mata dapat ditemukan
kemerahan, dengan hiperlakrimasi. Pada pemeriksaan rinoskopi anterior tampak
mukosa konka inferior atau media edema, basah, berwarna pucat atau livid disertai
adanya secret encer yang banyak. Pada pemeriksaan tenggorok, mungkin didapatkan
bentuk geographic tongue (permukaan lidah sebagian licin dan sebangian kasar). Dari
pemeriksaan juga didapatkan adanya konjungtivitis alergi yang sering berhubungan
dengan rinitis alergi, ditandai dengan adanya edema konjungtiva, mata gatal, merah
dan berair. Pada kasus rinitis alerhi yang berat dapat terjadi keterlibatan membran
mukosa mata, tuba eustachius, telinga tengah dan sinus paranasal. Rinitis alergi
sering berhubungan dengan sindrom alergi lainnya seperti atopi, eksema dan asma
bronkial. Penderita rinitis alergi juga menderita asma bronkial sekitar 20% kasus.37,38

14
2.7.3 Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan ini memakai metode invitro dan invivo. Pemeriksaan invivo
merupakan pemeriksaan diagnosis secara laboratorium untuk mendeteksi dan
mengidentifikasi penyebab. Metode invitro yaitu dengan pemeriksaan hitung
eosinofil dalam sel darah tepi, maupun pemeriksaan IgE total. Kelebihan pemeriksaan
ini dibandingkan tes kulit adalah aman dan nyaman bagi penderita sehingga dapat
dilakukan pada bayi dan anak kecil serta dapat dilakukan pada pasien dimana tes kulit
tidak dapat dilakukan yaitu penderita yang tidak dapat bebas dari antihistamin,
antideoresan trisiklik atau penderita dengan kelaianan kulit. Kekurangan dari metode
ini ialah hasil pemeriksaan sering meningkat bila terdapat lebih dari satu jenis alergi.
Pada pemeriksaan IgE total, kadar IgE total serum rendah pada orang normal
dan meningkat pada penderita atopi, tetapi kadar IgE normal tidak menyingkirkan
adanya rinitis alergi. Pada orang normal, kadar IgE meningkat dari lahir (0-1 UK.L)
sampai pubertas dan menurun secara bertahan dan menetap setelah usia 20-30 tahun.
Pada orang dewasa kadar >100-150 UK/L dianggap lebih dari normal. Kadar
meningkat hanya dijumpai pada 60% penderita rinitis alergi dan 75% penderita asma.
Terdapat berbagai keadaan dimana kadar IgE meningkat yaitu infeksi parasit,
penyakit kulit (dermatitis kronik, penyakit pemfigoid bulosa) dan kadar menurun
pada imunodefisiensi serta multiple myeloma. Pemeriksaan lain yang lebih bermakna
adalah pemeriksaan IgE spesifik dengan RAST atau ELISA.37,38
Metode yang lain yaitu metode in vivo dengan cara tes kulit gores, tes kulit
tusuk dan tes kulit intra epidermal yang tunggal atau berseri. Tes gores saat ini sudah
ditinggalkan karena sering menyebabkan iritasi kulit sehingga menimbulkan positif
palsu. 29,39 Skin Prick Test merupakan tes kulit yang telah direkomendasikan oleh The
European Academy of Allergollogy and Clinical Imunology (EAAI) dan The US Joint
Council of Allergy Asthma and Immunology (JCCAI) sebagai tes pilihan utama untuk
menegakkan diagnosis alergi karena tes kulit ini memiliki korelasi yang baik dengan
pemeriksaan serologi IgE spesifik. Pemeriksaan SPT dilakukan untuk mengetahui
jenis alergen tertentu yang menjadi penyebab terjadinya reaksi alergi. 40,41
SPT mula-mula dilakukan dengan membersihkan lengan bawah bagian volar
dengan alkohol, ditunggu sampai kering. Tempat penetesan alergen ditandai secara
15
berbaris dengan jarak 2-3 cm diatas kulit tersebut. Teteskan tetesan alergen pada
tempat yang disediakan, teteskan juga kontrol positif (larutan histamine phosphate
0,1%) dan kontrol negatif (larutan phosphate buffered saline dengan fenol 0,4%).
Dengan memakai jarum yang sudah distandarisasi atau jarum disposible nomor 26,
dilakukan tusukan dangkal melalui masing-masing ekstrak yang diteteskan. Tusukan
dijaga jangan sampai menimbulkan perdarahan. Pembacaan dilakukan setelah 15-20
menit dengan mengukur diameter eritema dan wheal yang timbul. Penilaian Skin
Prick Test :
- Negatif bila hasil tes sama dengan kontrol negatif (ukuran < 2 mm)
- Positif bila terdapat bentol atau eritema :
1. Hasil +1 : 25% dari kontrol positif (<3 mm/eritema 2-5 mm)
2. Hasil +2 :50% dari kontrol positif (3-6 mm/eritema 5-10 mm)
3. Hasil +3 :100% dari kontrol positif (6-8 mm/eritema 10-30 mm)
4. Hasil +4 :200% dari kontrol positif (>8 mm/eritema >20 mm)
Hasil interpretasi didapatkan posistif asli, positif palsu, negatif asli dan negatif palsu.
Jika tes ini menunjukkan hasil negatif palsu tetapi alergen tersebut diduga kuat
sebagai penyebab, maka dapat dilakukan tes intradermal yang lebih sensitif tapi
kurang spesifik. 14,28,41
Uji kulit intradermal meliputi pengenceran tunggal (dilution) dan pengenceran
ganda (Skin End point Titration / SET). Tes kulit pengenceran tunggal memakai
konsentrasi yang bervariasi, biasanya memakai 1:1000 dan dilakukan jika respon
alergen pada uji cukit kulit negatif atau kurang sensitif. Digunakan untuk
mendiagnosis aeroallergen yang diperantarai oleh IgE. Tes kulit dengan pengenceran
ganda/SET terdiri dari beberapa larutan pelarut dicampurkan dengan ekstrak
aeroallergen. Pemeriksaan ini selain dapat mengidentifikasi penyakit alergen pada
penderita juga dapat digunakan untuk mengetahui derajat sensitifitas dari aeroallergen
spesifik. 26,42

2.8. Penatalaksanaan Rinitis Alergi


Menurut ARIA 2008 penatalaksanaan rinitis alergi terdiri dari menghindari
alergen, farmakoterapi, imunoterapi, terapi operatif dan terapi lainnya. Imunoterapi

16
diberikan pada penderita rinitis alergi yang tidak respons terhadap farmakoterapi atau
bila terdapat efek samping dari pemakaian obat. 43,44

Menghindari alergen penyebab alergi


Terapi yang paling ideal adalah menghindari dari alergen penyebabnya
(avoidance) dan eliminasi. Pencegahan alergen bertujuan mencegah terjadinya kontak
antara alergen dengan IgE spesifik yang terdapat dipermukaan sel mast atau basofil
sehingga degranulasi tidak terjadi dan gejala dapat dihindarkan. Perjalanan dan
beratnya penyakit berhubungan dengan konsentrasi alergen di lingkungan. Gejala
rinitis alergi akan hilang apabila penderita tidak terpapar dengan alergen penyebab.
Pada penderita alergi terhadap serbuk sari disarankan untuk tidak keluar rumah pada
saat lingkungan tidak memungkinkan atau menggunakan masker pada saat keluar
rumah. Untuk menghindari alergen tungau debu rumah yang sering terdapat pada
seprei, tirai, karpet dan mebel rumah maka dilakukan kontrol terhadap lingkungan
seperti mengganti dan mencuci seprei secara berkala, menghisap debu rumah pada
tirai dan karpet.43,44

Farmakoterapi
Dalam farmakoterapi rinitis alergi harus diperhatikan terapi secara individual
berdasarkan berat ringannya penyakit. Farmakoterapi yang diberikan meliputi
antihistamin. Histamin merupakan mediator utama timbulnya gejala rinitis alergi
pada fase cepat dan dibentuk di dalam sel mast dan basofil (preformed mediator).
Histamin dapat dikeluarkan dalam beberapa menit, mempunyai efek vasoaktif yang
poten dan kontraksi otot polos melalui H-1 reseptor pada target organ. Secara klinis,
histamin dapat menyebabkan vasodilatasi, peningkatan permeabilitas vaskuler,
menurunkan viskositas mucus, bronkokonstriksi dan stimulasi saraf sensoris. Hal
inilah yang menyebabkan gejala bersin, rinore dan gatal pada hidung, mata dan
palatum. Antihistamin yang dipakai adalah antagonis H-1 yang bekerja secara
inhibitor kompetitif pada reseptor H-1 sel target dan merupakan preparat farmakologi
yang paling sering dipakai sebagai inti pertama pengobatan rinitis alergi. Pemberian
dapat dalam kombinasi atau tanpa kombinasi dengan dekongestan secara peroral.
17
Antihistamnin dibagi menjadi 2 golongan yaitu antihistamin generasi 1 (klasik) dan
generasi 2 (non sedatif). Antihistamin yang ideal harus tidak mempunyai efek
antikolinergik, anti serotonin, anti adrenergic dan tidak melewati sawar darah otak,
tidak menyebabkan mengantuk dan mengganggu penampilan psikomotor, serta dalam
dosis tinggi tidak mempengaruhi jalur ion kalium pada otot jantung yang
menyebabkan perpanjangan interval QT pada EKG atau menyebabkan aritmia
jantung. Antihistamnin generasi 1 bersifat lipofilik sehingga dapat menembus sawar
darah otak (mempunyai efek pada SSP) dan plasenta serta mempunyai efek
antikolinergik. Antihistamin generasi 2 lebih bersifat lipofobuk sehingga sulit
menembus sawar darah otak dan plasenta, bersifat selektif mengikat reseptor H-1,
tidak mempunyai efek anti kolinergik, anti adrenergic dan efek pada SSP sangat
minimal sehingga tidak mempengaruhi penampilan, contohnya loratadin, astemisol,
azelastin, terfenadin dan cetirizin.44,46
Kortikosteroid topical diberikan sebagai terapi pilihan pertama untuk penderita
rinitis alergi dengan geja;a sedang sampai berat dan gejala yang persisten, karena
memiliki efek anti inflamasi jangka panjang. Bila hidung sangat tersumbat,
kotrikosteroid topical tidak mudah mencapai mukosa hidung, sehingga kadang
diperlukan pemakaian dekongestan topikal misalnya oxymetazolin atau kortikosteroid
topikal. Efek spesifik kortikosteroid topikal antara lain menghambat fase cepat dan
lambat dari rinitis alergi, menekan produksi sitokin Th2, sel mast dan basofil,
mencegah switching dan sintesa IgE oleh sel B, menekan pengerahan local dan
migrasi transepitel dari sel mast, basofil dan eosinofil, menekan ekspresi GMcsF, IL-
6, IL-8, RANTES, sitokin, kemokin, mengurani jumlah eosinofil di mukosa hidung
dan juga menghambat pembentukan fungsi, adhesi, kemotaksis dan apoptosis
eosinofil. 44,45
Jika ada obstruksi hidung yang signifikan dapat diberikan dekongestan oral atau
intranasal. Dekongestan bekerja pada reseptor adrenergic dan memiliki efek
vasokonstriksi pada mukosa hidung sehingga mengurangi gejala sumbatan hidung.
pemberian dekongestan biasanya dikombinasikan dengan anti histamin untuk
mendapatkab hasil yang efektif. Contoh dekongestan oral yaitu pseudoefedrin dan
fenilefrin yang harus diberikan secara hati-hati pada pasien dengan penyakit jantung
18
koroner, hipertensi, diabetes atau hipotiroid. Dekongestan intranasal (oxymatazolon)
hanya boleh digunakan dalam jangka pendek (3-4 hari).28,29,45

Terapi lain pada rinitis alergi


Terapi lain pada rinitis alergi menurut ARIA 2008 antara lain adalah cuci
hidung dengan menggunakan larutan salin, penggunaan bahan-bahan kimia seperti
(rhinophototheraphy, nasal filters atau pollen blocker creams) dan probiotik. Nasal
filters atau pollen blocker selama kontak dengan rumput atau serbuk sari dapat
mengurangi gejala pada penderita rinitis alergi. Di Jepang digunakan masker wajah
dan kacamata untuk mencegah alergen inhalan, masker ini hanya efektif jika ada
angin yang kencang. Probiotik dapat mengurangi gejala pada rinitis alergi tetapi
masih dibutuhkan data penelitian yang lebih banyak.11,46

2.9. Probiotik
2.9.1 Definisi
Probiotik adalah suplemen yang mengandung mikroorganisme hidup, yang
bermanfaat dalam menjaga keseimbangan pada usus manusia. Secara etimologi,
istilah probiotik merupakan gabungan dari bahasa latin pro yang artinya untuk dan
kata sifat biotik, yang artinya hidup. Probiotik mengandung mikroorganisme hidup
yang bila diberikan dalam jumlah yang cukup dapat memberikan manfaat kesehatan
pada host. 7,8,45
Probiotik mengandung bakteri asam laktat (BAL). Bakteri asam laktat adalah
nama grup yang diciptakan untuk bakteri yang menyebabkan fermentasi dan
koagulasi susu serta dapat menghasilkan asam laktat dari laktosa. Tidak sembarang
bakteri bisa digunakan sebagai probiotik. Ada beberapa persyaratan yang harus
dipenuhi, diantaranya punya aktivitas antimikroba dan antikarsinogenik, mampu
berkoloni dalam saluran pencernaan serta mampu meningkatkan penyerapan usus.
Probiotik yang sering digunakan adalah Lactobacillus dan Bifidobacterium yang
keduanya adalah bakteri gram positif yang memproduksi asam laktat. Grup
Lactobacillus terdiri dari Lactobacillus plantarum, Lactobacillus spp., Lactobacillus
reuteri, Lactobacillus delbrueckii dan Lactobacillus fermentum. Grup dari
Bifidobacterium terdiri dari Bifidobacterium spp, Bifidobacterium longum,
19
Bifidobacterium bifidum, Bifidobacterium breve, Bifidobacterium lactis dan
Bifidobacterium infantis.46,47
Faktor penting dalam memastikan kelangsungan hidup bakteri probiotik adalah
keadaan fisiologis bakteri apabila disiapkan dan keadaan fisiologis bakteri dalam
produk itu sendiri. Jika produk makanan kering (missal susu formula bubuk)
probiotik dikeringkan dan berada dalam keadaan diam (quiescent state) selama
penyimpanan maka tempo waktu bertahan juga semakin lama. Ketika termasuk dalam
produk basah seperti yogurt, bakteri akan berada dalam keadaan vegetative dan
mempunyai potensi untuk menjadi aktif secara metabolik (meskipun perlahan pada
suhu pendinginan yang rendah). Keadaan fisiologis bakteri akan banyak berpengaruh
pada shelf life bakteri dengan survival jangka panjang sel vegetatifnya hanya
mungkin dilakukan pada suhu yang rendah.48,49
Farmakokinetik probiotik dimana probiotik harus dapat hidup di seluruh bagian
saluran gastrointestinal, bahkan ketika diberikan antibiotik jumlahnya harus cukup
tinggi agar lebih efektif. Probiotik hanya dapat efektif jika dapat bertahan dari sekresi
lambung dan pankreas. Resistensi probiotik terhadap antibiotik tidak dimiliki flora
normal usus atau kuman patogen. Farmakodinamik probiotik yaitu probiotik dapat
meningkatkan daya tahan usus dengan cara mengubah lingkungan saluran usus baik
PH ataupun kadar oksigennya sehingga tercipta lingkungan asam hingga kuman
patogen tidak bisa tumbuh, berkompetisi dengan bakteri patogen dalam mengambil
karbohidrat, merangsang sistem daya tahan tubuh baik selular maupun humoral
sehingga meningkatkan sistem kekebalan saluran cerna.48,49

2.9.2 Mikroflora Usus


Mikroflora normal pada usus manusia merupakan suatu mikrosistem yang
sangat komplek, untuk mempertahankan homeostasis kolonisasinya diperlukan
adanya nutrient yang masuk dalam usus. Mikroflora usus umumnya sebagai flora
bakteri dari tinja karena flora usus bagian distal (ileum kolon) hampir identik dengan
flora yang terdapat pada tinja. Pada saluran pencernaan bagian proksimal, jumlah
bakteri relatif sedikit dibandingkan dengan di dalam kolon. Mendekati katup
20
iliosekal, yaitu pada ileum, jumlah bakteri mulai meningkat dengan komposisi yang
mirip dengan yang terdapat di dalam kolon. Mikroflora usus sangat penting untuk
pejamu baik fusngsi metabolic maupun ketahanan terhadap infeksi bakteri terutama
gastroenteritis, kadar lemak darah, sifat anti tumor, tolerans laktosa, imunitas usus.
Kurang lebih ada sekitar 500 spesies bakteri yang menghuni saluran pencernaan
manusia. Bakteri non patogen (probiotik) menghuni usus terutama usus besar dan
mengadakan kolonisasi yang berbentuk mikroekosistem yang bermanfaat untuk
kesehatan pejamu yang pertahankan terhadap infeksi, aspek metabolic, dan aspek
imunologis. Mikroba yang paling banyak ditemukan adalah :
a. Lactobacilli : L.acidophylis, L. casei, L.delbruckii subsp. Bulgaricus,
L.reuter, L.brevis, L. celobiosus, L.curvatus, L.fermentum, L.plantarum.
b. Gram positif bentuk koma : Lactococcus lactis subsp. Cremoris,
Streptococcus Salvarius subsp. Thermophylus, Enterococcus faecium, S.
diaacetylactis, s.intermedius.
c. Bifidobacteria : B.bifidum, B.adolescentis, B animalis, B infantis, B longum,
B thermophylum

2.9.3 Manfaat Probiotik


Manfaat probiotik bagi kesehatan tubuh dapat melalui tiga mekanisme fungsi :
1) fungsi protektif, yaitu kemampuannya untuk menghambat patogen dalam saluran
pencernaan. Terbentuknya kolonisasi probiotik dalam saluran pencernaan,
mengakibatkan kompetisi nutria dan lokasi adhesi (penempelan) antara probiotik dan
bakteri lain, khususnya patogen. Pertumbuhan probiotik juga akan menghasilkan
berbagai komponen anti bakteri (asam organikj, hydrogen peroksida dan bakteriosin
yang mampu menekan pertumbuhan patogen), 2) fungsi sistem imun tubuh, yaitu
dengan peningkatan sistem imun tubuh melalui kemampuan probiotik untuk
menginduksi pembentukan IgA, aktivasi makrofag, modulasi profil sitokin, serat
menginduksi hyporesponsiveness terhadap antigen yang berasal dari pangan, 3)
fungsi metabolit probiotik yaitu metabolit yang dihasilkan oleh probiotik, termasuk

21
kemampuan probiotik mendegradasi laktosa di dalam produksi susu terfermentasi
sehingga dapat dimanfaatkan oleh penderita lactose intolerance.49,50
Probiotik dapat memproduksi bakteriosin untuk melawan patogen yang bersifat
selektif. Probiotik juga memproduksi asam laktat, asam asetat, hydrogen peroksida,
laktoperoksidase, lipopolisakarida dan beberapa antimicrobial lainnya. Probiotik juga
menghasilkan sejumlah nutrisi penting dalam sistem imun dan metabolism host,
seperti vitamin B (Asam pantotenat), piridoksin, niasin, asam folat, kobalamin dan
biotin serta antioksidan penting seperti vitamin K. Probiotik telah banyak
dimanfaatkan untuk penanggulangan penyakit gastroenteritis seperti diare,
menstimulasi sistem kekebalan (immune) tubuh, menurunkan kadar kolesterol,
pencegahan kanker kolon dan usus, penanggulangan dermatitis atopik pada anak,
menanggulangi penyakit irritable bowel syndrome, penatalaksanaan alergi,
pencegahan dan penanganan penyakit infeksi.51-54

2.9.4 Manfaat Probiotik Pada Rinitis Alergi


Probiotik digunakan dalam pencegahan dan pengobatan penyakit alergi.
Pemberian probiotik dalam pencegahan alergi juga merupakan upaya perbaikan
homoestasis sistem biologis penderita yang ditujukan pada imunoodulasi respon imun
dengan menyeimbangkan respon imun Th1 dan Th2. Dalam perannya membantu
menjembatani sistem imunitas innate ke sistem adaptif TLR, mampu menginduksi
respons imun baik kea rah Th1 maupun Treg. Alergi merupakan bentuk Th2-disease
yang upaya perbaikannya memerlukan pengembalian host pada kondisi Th1-Th2
yang seimbang.55-57
Pengobatan rinitis alergi pada saat ini seperti antihistamin oral, antihistamin
intranasal, steroid intranasal dan injeksi dari alergen telah mengurangi gejala rinitis
alergi secara efektif, masing-masing tetapi memiliki efek samping tersendiri seperti
mulut kering dan mengantuk yang paling sering. Pengobatan rinitis alergi memakan
biaya yang cukup besar. Dilaporkan pada tahun 2002, setiap pasien rinitis alergi
menghabiskan uang rata-rata sekitar 300 dolar Amerika setiap kali pengobatan.
Sehingga diperlukan pengobatan yang dapat mengurangi efek samping obat dan biaya
22
yang lebih murah. Wang dkk pada tahun 2004 dalam penelitiannya menyatakan
bahwa pengembangan terapi saat ini diarahkan pada perbaiakn homeostasis sistem
biologis penderita alergi yang ditujukan pada imunomodulasi respon imun dengan
menyeimbangkan respons imun Th1 dan Th2. Probiotik tidak hanya supresi Th1
namun lebih mengarah pada aktivasi Treg dengan efek bukan hanya sebagai regulator
Th1 tetapi juga regulator Th2, dengan hasil tercapainya homeostasis Th1-Th2.11,68

2.9.5 Cara Kerja Probiotik Pada Rinitis Alergi


Cara kerja probiotik dalam alergi adalah menyeimbangkan respon imun Th1
dan Th2. Alergi merupakan bentuk Th2-disease yang upaya perbaikannya
memerlukan pengembalian host pada kondisi Th1-Th2 yang seimbang. Penggunaan
antibiotic adalah flora normal saluran cerna yang mampu mengontrol keseimbangan
mkroflora usus dan menimbulkan efek fisiologis yang menguntungkan kesehatan
host. Probiotik juga memiliki kemampuan sebagai activator yang kuat untuk sistem
imun innate karena mempunyai molekul yang spesifik pada dinding selnya. Dalam
mikrobiologi, molekul-molekul spesifik trsebut dikenal sebaga pathogen-associated
molecular patterns (PAMPs) molekul-molekul spesifik (PAMPs) dikenali oleh
reseptor-reseptor spesifik (specific pattern recognition receptors, PRRs). Salah satu
PAMPs yang ada pada probiotik adalah lipoteichoic acid (LTA). Innate immune
system, yang merpuakan sistem pertahanan non-spesifik yang dimediasi oleh monosit,
makrofag dan dendritic cells. Sel-sel tersebut pada sistem innate berperan sebagai
antigen presenting cells (APC). Innate immune system berperan lebih lanjut mengatur
fungsi antigen-spesifik sistem imun adaptif, seperti keseimbangan respons imun
terkait profil sitokin atau reseptor kemokin. Defek maturasi imun terkait kurangnya
stimulasi mikroba yang berakibat disregulasi sistem imun innate dan adaptif. Satu
studi melaporkan bahwa probiotik akan meningkatkan proliferasi splenosit sebagai
akibat mitogen untuk T sel dan B sel.58,59
Menurut Saito, molekul biologis aktif probiotik berupa peptidoglycan dan
teichoic acid merupakan pathogen-associated molecular patterns (PAMPs) akan
dikenali PRRs (Pattern Recognition Receptors) dalam hal ini TLR2 dan TLR4. TLR2
23
dan TLR4 akan menginduksi transkripsi dari beberapa sitokin proinflamasi dalam
merespons stimulasi oleh probiotik yang berfungsi membantu menjembatani sistem
imunitas innate ke sistem adaptif dengan menginduksi berbagai molekul efektor dan
konstimulator. Probiotik menekan produksi IgE yang diproduksi oleh sel limfosit B.
dalam perannya membantu menjembatani sistem imunitas innate ke sistem adaptif
TLR, mampu menginduksi respons imun baik kea rah Th1 maupun Treg.
Streptococcus thermophilus, yang terdapat di yoghurt, meningkatkan produksi sitokin
TNF dan IL-6 melalui sel makrofag. Escherichia coli atau Bifidum juga
meningkatkan produksi IL-1,IL-6 dan TNF. Probiotik akan meningkatkan proliferasi
splenosit sebagai akibat mitogen untuk T sel dan B sel.59-61

2.9.6 Jenis Probiotik


Dari sekian banyak mikroorganisme, Lactobacillus, Bifidobacterium
merupakan mikroflora usus yang paling utama, merupakan mikroba yang paling
banyak berperan menjaga kesehatan saluran pencernaan, sehingga kedua genus ini
paling banyak digunakan dalam pengembangan produk probiotik.62

24
Lactobacillus dan Bifidobacterium merupakan probiotik yang tahan terhadap
asam lambung, cairan empedu, mampu menempel pada dinding saluran cerna
sehingga melindungi mukosa saluran cerna, dan mampu menghasilkan zat yang
berpotensi sebagai antimikroba. Kedua mikroba ini sering juga disebut bakteri asam
kaktat (LAB lactic acid bacteria) karena mampu melakukan proses fermentasi
membentuk asam laktat pada usus besar.62
Beberapa strain yang umum digunakan sebagai sediaan probiotik:

Strain
Bifidobacterium animalis DN 173 010
Bifidobacterium animalis subsp. Lactis Bb-12
Bifidobacterium breve Yakult
Bifidobacterium infantis 35624
Bifidobacterium lactid HN019 (DR10)
Bifidobacterium longum BB536
Enterococcus LAB SF 68
Escherichia coli Nissle 1917
Lactobacillus acidophilus LA-5
Lactobacillus acidophilus NCFM
Lactobacillus casei DN-114 001
Lactobacillus casei CRL431
Lactobacillus casei F19
Lactobacillus casei Shirota
Lactobacillus johnsonii La1 (Lj1)
Lactobacillus lactis L1A
Lactobacillus plantarum 299V
Lactobacillus reuteri ATTC 55730
Lactobacillus rhamnosus ATTC 53013 (LGG)
Lactobacillus rhamnosus LB21
Lactobacillus salivarius UCC118

25
Saccharomyces cerevisiae (boulardii) lyo

Sediaan probiotik yang dipasarkan dapat pula mengandung bakteri dalam


bentuk masih hidup maupun sudah mati ( heat killer bacteria = tyndallized ). Hasil
pemberian mikroba peroral yang hidup live dibandingkan dengan bakteri heat-
killed untuk kasus intoleransi laktosa adalah sebanding, selain itu untuk kasus
gastroenteritis akut beberapa probiotik (baik hidup maupun yang mati) mampu
memperpendek waktu diare.63

Sedangkan efek stimulasi sistem imunitas tubuh, pemberian probiotik hidup


menunjukkan hasil yang lebih baik. Efek pada aktivitas enzim bakteri usus juga
hanya didapatkan dari probiotik hidup. Teoritis, probiotik yang non viable atau heat-
killed tyndallized tidak memiliki risiko terhadap transfer gen dan mutasi bakteri.
Selain itu untuk kasus ADD (antibiotic associated diarrhea) probiotik jenis ini
menunjukkan profil efikasi yang baik. Kadar probiotik dalam sediaan yang
dikonsumsi manusia minimal 107 CFU/mg atau mL. literature lain menyebutkan dosis
probiotik berkisar 1 x 106-9 CFU/ gram sediaan.64

Sangat jarang terjadi efek samping pada konsumsi probiotik Lactobacillus dan
Bifidobacterium. Penggunaan pada anak-anak relatif aman, namun hati-hati pada
pasien dengan gangguan imunitas karena mikroba mempunyai potensi sebagai
patogen oportunistik. 64

Sediaan probiotik ada yang dikombinasi dengan prebiotik. Prebiotik adalah


karbohidrat rantai pendek, tidak dicerna namun difermentasi dalam usus besar untuk
menghasilkan asam lemak rantai pendek seperti asetat, butirat, dan propionate yang
bermanfaat terhadap stabilitas dan pertumbuhan koloni mikroba, meningkatkan
pertumbuhan probiotik dan memperoleh pola buang air besar. Beberapa zat yang
dapat dipakai sebagai prebiotik antara lain meliputi: FOS (fructo-
oligosaccharida),inulin, isomalto-oligosaccharida, lactilol, lactosucrose, lactulose,
pyrodextrins, Soy-oligosaccharida, Transgalacto-olisaccharida, dan Xylo-

26
oligosaccharida. Sekian banyak macam prebiotik ini mempunyai potensi dan
efektivitas serta keamanan yang hampir sama. Kombinasi probiotik dan prebiotik
merupakan kombinasi yang sinergistik, saling menguntungkan dan sering disebut
dengan sinbiotik. Sediaan probiotik selain tambahan makanan (misalnya tambahan
dalam susu formula), juga dapat dalam tablet kunyah, serbuk granul hingga permen
karet. 65

27
BAB III

RINGKASAN

Rinitis (RA) adalah reaksi peradangan mukosa hidung yang diperantarai oleh
immunoglobulis I (IgE) setelah terjadi pajanan alergen. Definisi menurut WHO-
ARIA rinitis alergi adalah kelainan pada hidung dengan gejala rasa gatal, rinore,
bersin-bersin dan hidung tersumbat karena mukosa hidung terpapar allergen yang
diperantarai IgE. Rinitis ini ditandai dengan adanya gejala hidung berupa hidung
tersumbat, rinore anterior dan posterior, bersin dan gatal pada hidung. Prevalensi
rinitis alergi cenderung meningkat di dunia beberapa dekade terakhir.
Penatalaksanaan rinitis alergi terdiri dari menghindari penyebab/faktor pemicu,
menggunakan medikamentosa dan imunoterapi. Penatalaksanaan rinitis alergi dengan
antihistamin oral dan kortikosteroid intranasal cukup mengontrol keluhan pasien,
tetapi pemakaian antihistamin jangka lama akan berpengaruh terhadap kualitas hidup
penderita terutama anak-anak.
Probiotik adalah suplemen yang mengandung mikroorganisme hidup, yang
bermanfaat dalam menjaga keseimbangan pada usus manusia. Probiotik digunakan
dalam pencegahan dan pengobatan penyakit alergi. Pemberian probiotik dalam
pencegahan alergi juga merupakan upaya perbaikan homeostasis sistem biologis
penderita yang ditujukan pada imunomodulasi respon imun dengan menyeimbangkan
respon imun Th1 dan Th2. Pemberian probiotik akan mengembalikan komposisi dan
peran bakteri yang bermanfaat dan menghambat perkembangan respon alergi sel Th2
yang juga menurunkan kadar IL-4, IL-5, IL-6, IL-9, IL-10, IL-13 dan GM CSF
sehingga mengurangi produksi IgE dan eosinofil.

28
29

Anda mungkin juga menyukai