PENDAHULUAN
1
pembentukan IgA, aktivasi makrofag, modulasi profil sitokin, serta menginduksi
hyporesponsiveness terhadap antigen yang berasal dari pangan, 3) fungsi metabolit
probiotik yaitu metabolit yang dihasilkan probiotik, termasuk kemampuan probiotik
mendegradasi laktosa di dalam produk susu terfermentasi sehingga dapat
dimanfaatkan oleh penderita lactose intolerance. 6-7
Probiotik digunakan dalam pencegahan dan pengobatan penyakit alergi.
Pemberian probiotik dalam pencegahan alergi juga merupakan upaya perbaikan
homeostasis sistem biologis penderita yang ditujukan pada imunomodulasi respon
imun dengan menyeimbangkan respon imun Th1 dan Th2. Mengapa dalam
pencegahan dan pengobatan alergi kita memakai probiotik? Karena probiotik adalah
flora normal usus saluran pencernaan yang mampu mengontrol keseimbangan
mikroflora usus dan menimbulkan efek fisiologis yang menguntungkan kesehatan
host. Probiotik juga memiliki kemampuan sebagai activator yang kuat untuk sistem
imun innate karena mempunyai molekul spesifik pada dinding selnya. Pemberian
probiotik akan mengembalikan komposisi dan peran bakteri yang bermanfaat dan
menghambat perkembangan respon alergi sel Th2 yang juga menurunkan kadar IL-4,
IL-5, IL-6, IL-9, IL-10, IL-13 dan GM CSF sehingga mengurangi produksi IgE dan
eosinofil. 8-10
1.3. Tujuan
1.3.1. Tujuan Umum
Mengetahui pengaruh probiotik dalam penurunan kadar IgE pada penderita
rinitis alergi.
1.4 Manfaat
1.4.1 Manfaat bagi Instansi RS A.K Gani Palembang
2
Sebagai bahan tambahan referensi mengenai penggunaan probiotik dalam terapi
rinitis alergi.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi
Rinitis (RA) adalah reaksi peradangan mukosa hidung yang diperantarai oleh
immunoglobulis I (IgE) setelah terjadi pajanan alergen. Definisi menurut WHO-
ARIA rinitis alergi adalah kelainan pada hidung dengan gejala rasa gatal, rinore,
bersin-bersin dan hidung tersumbat karena mukosa hidung terpapar allergen yang
diperantarai IgE. 1,2,11
3
2.2. Epidemiologi
Rinitis alergi merupakan kondisi alergi yang paling umum, menyerang 10-20%
dari keseluruhan populasi dunia atau lebih dari 600 juta penderita dari seluruh etnis.
Berdasarkan laporan pada tahun 2012 sekitar 10-20% orang yang tinggal di negara
industri menderita rinitis alergi setiap tahunnya. Prevalensi rinitis alergi cenderung
meningkat di sunia beberapa dekade terakhir. Prevalensi rinitis alergi telah dilaporkan
sekitar 10-20% di Amerika Utara, 10-15% di Eropa, sekitar 20% di Thailand, 10% di
Jepang, 25% di New Zealand, Belgia persisten rinitis alergi sebesar 24,8%,
intermitten rinitis alergi sebesar 72%, di Perancis persisten rinitis alergi mencapai
28,7%, intermitten rinitis alergi mencapai 55,4%, prevalensi rinitis tertinggi di
Nigeria (lebih dari 35%), Paraguay (30-35%) dan Hongkong (25-30%). 3,12,13
Prevalensi kejadian rinitis alergi di Indonesia belum pasti diketahui. Prevalensi
riinitis alergi di Jakarta 20% dan Bandung 6,98%. Angka kunjungan pasien rinitis
alergi di RS Moh. Hoesin Palembang dari Januari tahun 2010 sampai dengan Mei
2015 didapatkan sebanyak 1158 kasus riintis alergi. Di divisi rinologi departemen
T.H.T.K.L RSMH kunjungan pasien rinitis alergi masih menempati posisi penyakit
yang terbanyak. 14,15
2.3. Anatomi Hidung
Hidung terdiri dari pyramid hidung dan rongga hidung. Pyramid hidung
,terbentuk hidung luar dan melekat pada tulang wajah. Bagian atas sempit dan
berhubungan dengan dahi disebut radiks nasi. Dari sini ke bawah terbentang dorsum
nasi dan berakhir sebagai ujung yang disebut apeks nasi. Di bagian depan terdapat
lubang disebut nares. Nares di sebelah medial dibatasi oleh sekat yang disebut
kolumela sedang di sebelah lateral dibatasi oleh ala nasi. Dasar hidung dibentuk oleh
prosesus palatina os maksila dan prosesus horizontal os palatum. Atap hidung terdiri
dari kartilago lateralis superior dan inferior, os nasal, prosesus frontalis os maksila,
korpus os etmoid dan korpus os sphenoid. Dinding lateral dibentuk oleh permukaan
dalam prosesus frontalis os maksila, os lakrimalis, konka superior dan konka media
yang merupakan bagian dari os etmoid, konka inferior, lamina perpendikularis
ospalatum dan lamina pterigoideus medial. Pada dinding lateral terdapat empat buah
konka yaitu konka inferior yang terbesar dan terletak paling bawah, konka media,
4
konka superior dan konka suprema yang biasanya rudimenter. Konka-konka tersebut
terutama konka inferior cepat merespon berbagai rangsangan alergi, non alergi, fisik
dan mediator inflamasi seperti histamin. Jaringan mukosa konka ini cepat mengalami
vasodilatasi yang menyebabkan edema konka dan menimbulkan hidung tersumbat. 16-
19
Mukosa hidung disusun oleh sel kolumner semu berlapis bersilia dengan
membrane baslis sebagai pemisah terhadap submukosa. Diantara epitel mukosa
terdapat sel-sel goblet yang menghasilkam mucus glikoprotein. Pada submukosa
terdapat kelenjar mucus, serus dan seromukus dimana kelenjar mucus menghasilkan
glikoprotein, kelenjar serus menghasilkan lisozim dan laktoferin endopeptidase dan
IgA. Sel limfosit terdapat pada membrane basalis dan mastosit terdapat pada jaringan
ikat mukosa, pembuluh darah dan ujung saraf. Bagian proksimal rongga hidung
bagian depan merupakan area katup hidung dan bagian paling sempit dari traktus
respiratorius dan di daerah ini resistensi udara maksimum. Resistensi yang terus
menerus pada daerah ini akan menyebabkan pernafasan mulut pembersihan udara dan
pengatur kondisi udara pada hidung tidak dijalani. 19-21
5
Pembuluh darah pada mukosa hidung secara fungsional dan histologi berbeda
dengan pembuluh darah ditempat lain. Mygnid mengemukakan bahwa pembuluh
darah pada mukosa hidung dapat dibedakan berdasarkan atas fungsinya yaitu : 1)
Capacitine vessels yang menentukan banyak sedikitnya darah yang tertimbun pada
mukosa hidung, terdiri dari sinus kavernosus, pleksus venosus, venule dan vena kecil,
2) exchange vessels berupa kapiler yang menentukan pertukaran zat dalam darah
dengan jaringam di sekitarnya, terdiri dari arteri kecil, arteriole, dan anastomosis
arteri vena yang letaknya lebih superficial. Pada akhirnya pleksus venosus terdapat
otot sfingter yang menyebabkan pleksus venosus bersifat erektil, terutama terdapat
pada konka inferior dan konka media. Pembuluh darah ini dipengaruhi oleh saraf
otonom simpatis dan parasimpatis serta terdapat reseptor 1 agonis yang berfungsi
untuk vasokonstriksi capacitance vessels dan reseptor 2 agonis untuk vasokonstriksi
capacitance dan resistance vessels.19,20
Pendarahan untuk hidung bagian dalam berasal dari tiga sumber utama yaitu 1)
Arteri etmoidalis anterior, 2) arteri etmoidalis posterior, cabang dari arteri oftalmika
dan 3) arteri sphenopalatina, cabang terminal arteri maksilaris interna yang berasal
dari arteri karotis eksterna. Septum bagian superior anterior dan dinsing lateral
hidung mendapat pendarahan dari arteri etmoidalis anterior, arteri etmoidalis
posterior yang kecil hanya memperdarahu daerah yang kecil di region superior
6
posterior. Kedua arteri etmoidalis setelah meningglakan arteri oftalmika,
menyebrangi lamina kribrosa dan masuk hidung melalui foramen etmoid anterior dan
posterior., disertai oleh serabut saraf pasangannya. Arteri sfenopalatina terbagi
menjadi aa.nasalis posterolateral yang menuju ke dinding lateral hidung dan aa.septi
posterior yang menyebar pada septum nasi. Oleh karena aa.nasalis posterolateral
ukurannya cukup besar, maka pada operasi pengangkatan konka media atau inferior
akan disertai perdarahan yang cukup banyak. Anastomisus bebas antara aa.nasalis
lateralis dengan arteri etmoidalus anterior sehingga pada pengangkatan konka
pendarahan dapat timbul dari kedua sumberi ini meskipun hanya satu arteri yang
tertekan. Arteri septi posterior mempunyai tiga cabang utama, satu untuk bagian
posterior, satu untuk bagian inferior dan satu lagi untul bagian tengah dan posterior
septum. Cabang-cabang yang sampai di bagian inferior anterior akan beranastomosis
bebas dengan cabang arteri labialis superior untuk septum dan aa.palatina mayor.
Vena-vena hidung mempunyai nama yang sama dan berjalan berdampingan denagn
arterinya. Vena pada vestibulum dan struktur luar hidung mepunyai hubungan dengan
sinus kavernosus melalui vena oftalmika superior.16-21
7
2.4. Patofisiologi Rinitis Alergi
Rinitis alergi diawali dengan tahap sensitisasi dan diikuti fase reaksi alergi
dibedakan menjadi tahap aktivasi dan tahap efektor. Reaksi alergi terdiri dari 2 fase
yaitu reaksi alergi fase cepat (RAFC) yang berlangsung sejak kontak dengan allergen
sampai 1 jam setelahnya dan reaksi fase lambat (RAFL) yang berlangsung 24 jam
dengan puncak 6-8 jam (fase hiper-reaktivitas) setelah terpapar allergen dan dapat
berlangsung sampai 24-48 jam. 1,19,22
Dalam patogenesisnya, rinitis alergi dibedakan menjadi ke dalam tahap
sensitisasi dan reaksi alergi yang dibedakan menjadi tahap aktifasi dan tahap efektor.
1. Tahap Sensitisasi
Pada kontak pertama dengan allergen atau tahap sensitisasi, makrofag atau
monosit yang berperan sebagai APC (Antigen Preseting Cell) akan menangkap
alergen yang menempel pada permukaan mukosa hidung, setelah diproses antigen
akan membentuk fragmen pendek peptida dan bergabung dengan molekul HLA
(Human Leukosit Antigen) kelas II membentuk komplek peptida MHC (Mayor
Histocompability Complex) kelas II yang kemudin dipresentasikan ke T helper (Th0).
APC akan melepas sitokin seperti IL-1 yang akan mengaktifkan Th 0 berproliferasi
menjadi Th1 dan Th2. Th2 akan menghasilkan sitokin seperti IL-3, IL-4, IL-5 dan IL-
13. IL-4 dan IL-13 diikat oleh reseptornya dipermukaan limfosit B, sehingga limfosit
B menjadi aktif yang akan memproduksi omunoglobulin E (IgE). IgE di sirkulasi
darah akan masuk ke dalam jaringan dan diikat oleh reseptor IgE pada permukaan
mastosit atau basofil sehingga kedua sel ini menjadi aktif. 1,19,22
Paparan alergen dosis rendah yang terus-menerus pada seseorang penderita
yang memiliki riwayat atopi dan presentasi alergen oleh sel-sel dari APC kepada sel
B disertai pengaruh IL-4 dan IL-13 yang diikat oleh reseptornya di permukaan sel
limfosit B, sehingga memacu sel limfosit B menjadi aktif dan akan memproduksi IgE
yang bertambah terus jumlahnya. IgE yang diproduksi berada bebas dalam sirkulasi
dn sebagian diantaranya berikatan dengan reseptornya dengan afinitas tinggi di
permukaan sel basofil atau sel mast. Sel mast kemudian masuk ke venula post kapiler
di mukosa yang kemudian keluar dari sirkulasi dan berada dalam jaringan termasuk
di mukosa dan submukosa hidung. Dalam keadaan ini maka seseorang dikatakan
8
dalam keadaan sensitif atau sudah tersensitisasi serta memberikan hasil positif pada
uji kulit. 23-25
9
yang disebut sebagai preformed mediator seperti histamine, tryptase dan bradikinin.
19,26
b. Tahap Efektor
IgE yang menempel pada sel mas dan basofil apabila menangkap antigen
pada ujungnya akan menyebabkan degranulasi sel mast dan basofil. Basofil dan sel
mast akan melepaskan mediator kimiia pada sitoplasmanya (performed mediator)
antara lain histamin. Pada saat yang bersamaan mengaktifkan mediator lain yang
dilepaskan kemudian (newly mediator) antara lain leukotrien dan prostaglandin.
Kedua kelompok mediator ini mengakibatkan tanda dan klinik gejala masing-masing
menjadi fase alergi fase cepat (RAFC) dan reaksi alergi fase lambat (RAFL). 24,26
10
Reaksi Alergi Fase Lambat (RAFL)
Reaksi alergi fase lambat (RAFL) terjadi pada sebagian penderita (30-35%).
Rinitis alergi yang terjadi antara 4-6 jam setelah paparan alergen dan menetao selama
24-48 jam. Gambaran khas RAFL adalah tertariknya berbagai macam sel inflamasi
khususnya eosinofil ke lokasi reaksi alergi yang merupakan sel efektor mayor kronisk
seperti RA dan asma bronchial. RAFL diakibatkan oleh pelepasan leukotrien (B4, C4,
D4,E4), prostaglandin, dan platelet activating factors (PAF). Pada fase ini terjadi
mobilisasi dan pengumpulan sel-sel inflamasi pada organ target, dalam hal ini
terutama sel Th2 dan eosinofil. Akumulasi berbagai sel inflamasi mengakibatkan
terjadi interaksi sel melaui mediator-mediator yang dilepaskannya. Interleukin akan
dilepaskan terus-menerus sepanjang RAFL sehingga interaksinya berpengaruh
terhadao tingkat berat berkepanjangannya reaksi alergi di jaringan sasaran.26,30
11
Alergen ingestan adalah alergen yang masuk ke saluran cerna melalui makanan.
Ketika makanan-makanan dan obat-obatan dicerna, alergen-alergen mungkin dapat
mengakses ke dalam aliran daran dan menjadi terpasang pada IgE tertentu di dalam
sel-sel pada tempat-tempat yang jauh seperti kulit atau selaput-selaput hidung.
Kemampuan dari alergen-alergen untuk bepergian menerangkan bagaimana gejala-
gejala dapat terjadi pada area-area yang berlainan dari saluran lidah atau tenggorokan
dan mungkin diikuti mual, diare atau kram perut. Kesulitan bernapas dengan hidung
atau reaksi-reaksi kulit mungkin juga dapat terjadi. Dua grup utama alergen-alergen
yang dicerna adalah makan dan obat-obatan. 31,32
Alergen injektan adalah alergen yang masuk melalui suntikan. Reaksi-reaksi
yang paling berat dapat terjadi ketika alergen-alergen disuntikkan ke dalam tubuh dan
mendapat akses langsung ke dalam aliran darah. Akses ini membawa risiko dari
reaksi umum, seperti anafilaksis, yang dapat membahayakan nyawa alergen-alergen
yang paling umum disuntikkan yang dapat menyebabkan reaksi-reaksi alergi yang
berat seperi racun serangga, obat-obatan, vaksi-vaksin dan hormon-hormon. 32,33
Alergen kontaktan adalah alergen yang masuk melalui kontak kulit atau
jaringan mukosan seperti lateks, perhiasan an kosmetik. Bahan yang juga sering
menimbulkan alergi kontak adalah lateks. Alergi lateks umumnya berkembang setela
hbeberapa kali terpapar produk yang menagndung lateks, ketika lateks kontak dengan
membran mukosa, membran dapat menyerap protein lateks. Sistem kekebalan tubuh
dari beberapa individu yang rentan menghasilkan antibodi yang bereaksi imunologis
dengan protein antigenic. Benda yang terbuat dari lateks adalah sol sepatu, karet
gelang, sarung tangan karet, kondom, karet botol bayi dan balon. Alergi yang
disebabkan oleh karet lateks sering ditemukan pada pekerja industry karet dan
petugas kesehatan. 20,34
12
seperti tepung sari (pollen) dan spora jamur. Nama yang tepat untuk rinitis ini adalah
polinosis atau rinokonjungtivitis karena gejala kliniknya lebih ke gejala hidung dan
mata. Rinitis alergi sepanjang tahun timbul intermitten atau terus menerus, tanpa
variasi musim, jadi dapat ditemukan sepanjang tahun. Penyebab tersering adalah
alergen inhalan. 31,35
WHO ARIA 2008 membagi rinitis berdasarkan parameter lamanya gejala dan
derajat beratnya penyakit. Berdasarkan lamanya gejala rinitis alergi dibagi menjadi
intermitten dan persisten. Rinitis alergi intermitten bila gejala kurang dari 4 hari
perminggu atau kurang dari 4minggu. Rinitis alerg persisten bila gejala lebih dari 4
hari perminggu atau lebih dari 4 minggu. Berdasarkan berat ringannya penyakit
dibagi menjadi rinitis alergi ringan dan rinitis alergi sedang berat. Rinitis alergi
ringan jika tidak ditemukan gangguan tidurm aktivitas harian, bersantai, berolahraga,
belajar dan hal-hal lain yang mengganggu. Rinitis alergi sedang berat jika terdapat
satu atau lebih dari gangguan tersebut. 1,31
14
2.7.3 Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan ini memakai metode invitro dan invivo. Pemeriksaan invivo
merupakan pemeriksaan diagnosis secara laboratorium untuk mendeteksi dan
mengidentifikasi penyebab. Metode invitro yaitu dengan pemeriksaan hitung
eosinofil dalam sel darah tepi, maupun pemeriksaan IgE total. Kelebihan pemeriksaan
ini dibandingkan tes kulit adalah aman dan nyaman bagi penderita sehingga dapat
dilakukan pada bayi dan anak kecil serta dapat dilakukan pada pasien dimana tes kulit
tidak dapat dilakukan yaitu penderita yang tidak dapat bebas dari antihistamin,
antideoresan trisiklik atau penderita dengan kelaianan kulit. Kekurangan dari metode
ini ialah hasil pemeriksaan sering meningkat bila terdapat lebih dari satu jenis alergi.
Pada pemeriksaan IgE total, kadar IgE total serum rendah pada orang normal
dan meningkat pada penderita atopi, tetapi kadar IgE normal tidak menyingkirkan
adanya rinitis alergi. Pada orang normal, kadar IgE meningkat dari lahir (0-1 UK.L)
sampai pubertas dan menurun secara bertahan dan menetap setelah usia 20-30 tahun.
Pada orang dewasa kadar >100-150 UK/L dianggap lebih dari normal. Kadar
meningkat hanya dijumpai pada 60% penderita rinitis alergi dan 75% penderita asma.
Terdapat berbagai keadaan dimana kadar IgE meningkat yaitu infeksi parasit,
penyakit kulit (dermatitis kronik, penyakit pemfigoid bulosa) dan kadar menurun
pada imunodefisiensi serta multiple myeloma. Pemeriksaan lain yang lebih bermakna
adalah pemeriksaan IgE spesifik dengan RAST atau ELISA.37,38
Metode yang lain yaitu metode in vivo dengan cara tes kulit gores, tes kulit
tusuk dan tes kulit intra epidermal yang tunggal atau berseri. Tes gores saat ini sudah
ditinggalkan karena sering menyebabkan iritasi kulit sehingga menimbulkan positif
palsu. 29,39 Skin Prick Test merupakan tes kulit yang telah direkomendasikan oleh The
European Academy of Allergollogy and Clinical Imunology (EAAI) dan The US Joint
Council of Allergy Asthma and Immunology (JCCAI) sebagai tes pilihan utama untuk
menegakkan diagnosis alergi karena tes kulit ini memiliki korelasi yang baik dengan
pemeriksaan serologi IgE spesifik. Pemeriksaan SPT dilakukan untuk mengetahui
jenis alergen tertentu yang menjadi penyebab terjadinya reaksi alergi. 40,41
SPT mula-mula dilakukan dengan membersihkan lengan bawah bagian volar
dengan alkohol, ditunggu sampai kering. Tempat penetesan alergen ditandai secara
15
berbaris dengan jarak 2-3 cm diatas kulit tersebut. Teteskan tetesan alergen pada
tempat yang disediakan, teteskan juga kontrol positif (larutan histamine phosphate
0,1%) dan kontrol negatif (larutan phosphate buffered saline dengan fenol 0,4%).
Dengan memakai jarum yang sudah distandarisasi atau jarum disposible nomor 26,
dilakukan tusukan dangkal melalui masing-masing ekstrak yang diteteskan. Tusukan
dijaga jangan sampai menimbulkan perdarahan. Pembacaan dilakukan setelah 15-20
menit dengan mengukur diameter eritema dan wheal yang timbul. Penilaian Skin
Prick Test :
- Negatif bila hasil tes sama dengan kontrol negatif (ukuran < 2 mm)
- Positif bila terdapat bentol atau eritema :
1. Hasil +1 : 25% dari kontrol positif (<3 mm/eritema 2-5 mm)
2. Hasil +2 :50% dari kontrol positif (3-6 mm/eritema 5-10 mm)
3. Hasil +3 :100% dari kontrol positif (6-8 mm/eritema 10-30 mm)
4. Hasil +4 :200% dari kontrol positif (>8 mm/eritema >20 mm)
Hasil interpretasi didapatkan posistif asli, positif palsu, negatif asli dan negatif palsu.
Jika tes ini menunjukkan hasil negatif palsu tetapi alergen tersebut diduga kuat
sebagai penyebab, maka dapat dilakukan tes intradermal yang lebih sensitif tapi
kurang spesifik. 14,28,41
Uji kulit intradermal meliputi pengenceran tunggal (dilution) dan pengenceran
ganda (Skin End point Titration / SET). Tes kulit pengenceran tunggal memakai
konsentrasi yang bervariasi, biasanya memakai 1:1000 dan dilakukan jika respon
alergen pada uji cukit kulit negatif atau kurang sensitif. Digunakan untuk
mendiagnosis aeroallergen yang diperantarai oleh IgE. Tes kulit dengan pengenceran
ganda/SET terdiri dari beberapa larutan pelarut dicampurkan dengan ekstrak
aeroallergen. Pemeriksaan ini selain dapat mengidentifikasi penyakit alergen pada
penderita juga dapat digunakan untuk mengetahui derajat sensitifitas dari aeroallergen
spesifik. 26,42
16
diberikan pada penderita rinitis alergi yang tidak respons terhadap farmakoterapi atau
bila terdapat efek samping dari pemakaian obat. 43,44
Farmakoterapi
Dalam farmakoterapi rinitis alergi harus diperhatikan terapi secara individual
berdasarkan berat ringannya penyakit. Farmakoterapi yang diberikan meliputi
antihistamin. Histamin merupakan mediator utama timbulnya gejala rinitis alergi
pada fase cepat dan dibentuk di dalam sel mast dan basofil (preformed mediator).
Histamin dapat dikeluarkan dalam beberapa menit, mempunyai efek vasoaktif yang
poten dan kontraksi otot polos melalui H-1 reseptor pada target organ. Secara klinis,
histamin dapat menyebabkan vasodilatasi, peningkatan permeabilitas vaskuler,
menurunkan viskositas mucus, bronkokonstriksi dan stimulasi saraf sensoris. Hal
inilah yang menyebabkan gejala bersin, rinore dan gatal pada hidung, mata dan
palatum. Antihistamin yang dipakai adalah antagonis H-1 yang bekerja secara
inhibitor kompetitif pada reseptor H-1 sel target dan merupakan preparat farmakologi
yang paling sering dipakai sebagai inti pertama pengobatan rinitis alergi. Pemberian
dapat dalam kombinasi atau tanpa kombinasi dengan dekongestan secara peroral.
17
Antihistamnin dibagi menjadi 2 golongan yaitu antihistamin generasi 1 (klasik) dan
generasi 2 (non sedatif). Antihistamin yang ideal harus tidak mempunyai efek
antikolinergik, anti serotonin, anti adrenergic dan tidak melewati sawar darah otak,
tidak menyebabkan mengantuk dan mengganggu penampilan psikomotor, serta dalam
dosis tinggi tidak mempengaruhi jalur ion kalium pada otot jantung yang
menyebabkan perpanjangan interval QT pada EKG atau menyebabkan aritmia
jantung. Antihistamnin generasi 1 bersifat lipofilik sehingga dapat menembus sawar
darah otak (mempunyai efek pada SSP) dan plasenta serta mempunyai efek
antikolinergik. Antihistamin generasi 2 lebih bersifat lipofobuk sehingga sulit
menembus sawar darah otak dan plasenta, bersifat selektif mengikat reseptor H-1,
tidak mempunyai efek anti kolinergik, anti adrenergic dan efek pada SSP sangat
minimal sehingga tidak mempengaruhi penampilan, contohnya loratadin, astemisol,
azelastin, terfenadin dan cetirizin.44,46
Kortikosteroid topical diberikan sebagai terapi pilihan pertama untuk penderita
rinitis alergi dengan geja;a sedang sampai berat dan gejala yang persisten, karena
memiliki efek anti inflamasi jangka panjang. Bila hidung sangat tersumbat,
kotrikosteroid topical tidak mudah mencapai mukosa hidung, sehingga kadang
diperlukan pemakaian dekongestan topikal misalnya oxymetazolin atau kortikosteroid
topikal. Efek spesifik kortikosteroid topikal antara lain menghambat fase cepat dan
lambat dari rinitis alergi, menekan produksi sitokin Th2, sel mast dan basofil,
mencegah switching dan sintesa IgE oleh sel B, menekan pengerahan local dan
migrasi transepitel dari sel mast, basofil dan eosinofil, menekan ekspresi GMcsF, IL-
6, IL-8, RANTES, sitokin, kemokin, mengurani jumlah eosinofil di mukosa hidung
dan juga menghambat pembentukan fungsi, adhesi, kemotaksis dan apoptosis
eosinofil. 44,45
Jika ada obstruksi hidung yang signifikan dapat diberikan dekongestan oral atau
intranasal. Dekongestan bekerja pada reseptor adrenergic dan memiliki efek
vasokonstriksi pada mukosa hidung sehingga mengurangi gejala sumbatan hidung.
pemberian dekongestan biasanya dikombinasikan dengan anti histamin untuk
mendapatkab hasil yang efektif. Contoh dekongestan oral yaitu pseudoefedrin dan
fenilefrin yang harus diberikan secara hati-hati pada pasien dengan penyakit jantung
18
koroner, hipertensi, diabetes atau hipotiroid. Dekongestan intranasal (oxymatazolon)
hanya boleh digunakan dalam jangka pendek (3-4 hari).28,29,45
2.9. Probiotik
2.9.1 Definisi
Probiotik adalah suplemen yang mengandung mikroorganisme hidup, yang
bermanfaat dalam menjaga keseimbangan pada usus manusia. Secara etimologi,
istilah probiotik merupakan gabungan dari bahasa latin pro yang artinya untuk dan
kata sifat biotik, yang artinya hidup. Probiotik mengandung mikroorganisme hidup
yang bila diberikan dalam jumlah yang cukup dapat memberikan manfaat kesehatan
pada host. 7,8,45
Probiotik mengandung bakteri asam laktat (BAL). Bakteri asam laktat adalah
nama grup yang diciptakan untuk bakteri yang menyebabkan fermentasi dan
koagulasi susu serta dapat menghasilkan asam laktat dari laktosa. Tidak sembarang
bakteri bisa digunakan sebagai probiotik. Ada beberapa persyaratan yang harus
dipenuhi, diantaranya punya aktivitas antimikroba dan antikarsinogenik, mampu
berkoloni dalam saluran pencernaan serta mampu meningkatkan penyerapan usus.
Probiotik yang sering digunakan adalah Lactobacillus dan Bifidobacterium yang
keduanya adalah bakteri gram positif yang memproduksi asam laktat. Grup
Lactobacillus terdiri dari Lactobacillus plantarum, Lactobacillus spp., Lactobacillus
reuteri, Lactobacillus delbrueckii dan Lactobacillus fermentum. Grup dari
Bifidobacterium terdiri dari Bifidobacterium spp, Bifidobacterium longum,
19
Bifidobacterium bifidum, Bifidobacterium breve, Bifidobacterium lactis dan
Bifidobacterium infantis.46,47
Faktor penting dalam memastikan kelangsungan hidup bakteri probiotik adalah
keadaan fisiologis bakteri apabila disiapkan dan keadaan fisiologis bakteri dalam
produk itu sendiri. Jika produk makanan kering (missal susu formula bubuk)
probiotik dikeringkan dan berada dalam keadaan diam (quiescent state) selama
penyimpanan maka tempo waktu bertahan juga semakin lama. Ketika termasuk dalam
produk basah seperti yogurt, bakteri akan berada dalam keadaan vegetative dan
mempunyai potensi untuk menjadi aktif secara metabolik (meskipun perlahan pada
suhu pendinginan yang rendah). Keadaan fisiologis bakteri akan banyak berpengaruh
pada shelf life bakteri dengan survival jangka panjang sel vegetatifnya hanya
mungkin dilakukan pada suhu yang rendah.48,49
Farmakokinetik probiotik dimana probiotik harus dapat hidup di seluruh bagian
saluran gastrointestinal, bahkan ketika diberikan antibiotik jumlahnya harus cukup
tinggi agar lebih efektif. Probiotik hanya dapat efektif jika dapat bertahan dari sekresi
lambung dan pankreas. Resistensi probiotik terhadap antibiotik tidak dimiliki flora
normal usus atau kuman patogen. Farmakodinamik probiotik yaitu probiotik dapat
meningkatkan daya tahan usus dengan cara mengubah lingkungan saluran usus baik
PH ataupun kadar oksigennya sehingga tercipta lingkungan asam hingga kuman
patogen tidak bisa tumbuh, berkompetisi dengan bakteri patogen dalam mengambil
karbohidrat, merangsang sistem daya tahan tubuh baik selular maupun humoral
sehingga meningkatkan sistem kekebalan saluran cerna.48,49
21
kemampuan probiotik mendegradasi laktosa di dalam produksi susu terfermentasi
sehingga dapat dimanfaatkan oleh penderita lactose intolerance.49,50
Probiotik dapat memproduksi bakteriosin untuk melawan patogen yang bersifat
selektif. Probiotik juga memproduksi asam laktat, asam asetat, hydrogen peroksida,
laktoperoksidase, lipopolisakarida dan beberapa antimicrobial lainnya. Probiotik juga
menghasilkan sejumlah nutrisi penting dalam sistem imun dan metabolism host,
seperti vitamin B (Asam pantotenat), piridoksin, niasin, asam folat, kobalamin dan
biotin serta antioksidan penting seperti vitamin K. Probiotik telah banyak
dimanfaatkan untuk penanggulangan penyakit gastroenteritis seperti diare,
menstimulasi sistem kekebalan (immune) tubuh, menurunkan kadar kolesterol,
pencegahan kanker kolon dan usus, penanggulangan dermatitis atopik pada anak,
menanggulangi penyakit irritable bowel syndrome, penatalaksanaan alergi,
pencegahan dan penanganan penyakit infeksi.51-54
24
Lactobacillus dan Bifidobacterium merupakan probiotik yang tahan terhadap
asam lambung, cairan empedu, mampu menempel pada dinding saluran cerna
sehingga melindungi mukosa saluran cerna, dan mampu menghasilkan zat yang
berpotensi sebagai antimikroba. Kedua mikroba ini sering juga disebut bakteri asam
kaktat (LAB lactic acid bacteria) karena mampu melakukan proses fermentasi
membentuk asam laktat pada usus besar.62
Beberapa strain yang umum digunakan sebagai sediaan probiotik:
Strain
Bifidobacterium animalis DN 173 010
Bifidobacterium animalis subsp. Lactis Bb-12
Bifidobacterium breve Yakult
Bifidobacterium infantis 35624
Bifidobacterium lactid HN019 (DR10)
Bifidobacterium longum BB536
Enterococcus LAB SF 68
Escherichia coli Nissle 1917
Lactobacillus acidophilus LA-5
Lactobacillus acidophilus NCFM
Lactobacillus casei DN-114 001
Lactobacillus casei CRL431
Lactobacillus casei F19
Lactobacillus casei Shirota
Lactobacillus johnsonii La1 (Lj1)
Lactobacillus lactis L1A
Lactobacillus plantarum 299V
Lactobacillus reuteri ATTC 55730
Lactobacillus rhamnosus ATTC 53013 (LGG)
Lactobacillus rhamnosus LB21
Lactobacillus salivarius UCC118
25
Saccharomyces cerevisiae (boulardii) lyo
Sangat jarang terjadi efek samping pada konsumsi probiotik Lactobacillus dan
Bifidobacterium. Penggunaan pada anak-anak relatif aman, namun hati-hati pada
pasien dengan gangguan imunitas karena mikroba mempunyai potensi sebagai
patogen oportunistik. 64
26
oligosaccharida. Sekian banyak macam prebiotik ini mempunyai potensi dan
efektivitas serta keamanan yang hampir sama. Kombinasi probiotik dan prebiotik
merupakan kombinasi yang sinergistik, saling menguntungkan dan sering disebut
dengan sinbiotik. Sediaan probiotik selain tambahan makanan (misalnya tambahan
dalam susu formula), juga dapat dalam tablet kunyah, serbuk granul hingga permen
karet. 65
27
BAB III
RINGKASAN
Rinitis (RA) adalah reaksi peradangan mukosa hidung yang diperantarai oleh
immunoglobulis I (IgE) setelah terjadi pajanan alergen. Definisi menurut WHO-
ARIA rinitis alergi adalah kelainan pada hidung dengan gejala rasa gatal, rinore,
bersin-bersin dan hidung tersumbat karena mukosa hidung terpapar allergen yang
diperantarai IgE. Rinitis ini ditandai dengan adanya gejala hidung berupa hidung
tersumbat, rinore anterior dan posterior, bersin dan gatal pada hidung. Prevalensi
rinitis alergi cenderung meningkat di dunia beberapa dekade terakhir.
Penatalaksanaan rinitis alergi terdiri dari menghindari penyebab/faktor pemicu,
menggunakan medikamentosa dan imunoterapi. Penatalaksanaan rinitis alergi dengan
antihistamin oral dan kortikosteroid intranasal cukup mengontrol keluhan pasien,
tetapi pemakaian antihistamin jangka lama akan berpengaruh terhadap kualitas hidup
penderita terutama anak-anak.
Probiotik adalah suplemen yang mengandung mikroorganisme hidup, yang
bermanfaat dalam menjaga keseimbangan pada usus manusia. Probiotik digunakan
dalam pencegahan dan pengobatan penyakit alergi. Pemberian probiotik dalam
pencegahan alergi juga merupakan upaya perbaikan homeostasis sistem biologis
penderita yang ditujukan pada imunomodulasi respon imun dengan menyeimbangkan
respon imun Th1 dan Th2. Pemberian probiotik akan mengembalikan komposisi dan
peran bakteri yang bermanfaat dan menghambat perkembangan respon alergi sel Th2
yang juga menurunkan kadar IL-4, IL-5, IL-6, IL-9, IL-10, IL-13 dan GM CSF
sehingga mengurangi produksi IgE dan eosinofil.
28
29