A. Pendahuluan
Pecahan merupakan materi dasar dalam matematika, oleh karena itu sangat
penting bagi semua siswa untuk dapat menguasai materi tersebut. Dalam kehidupan
sehari-hari pecahan digunakan dalam konteks anak yang belum sekolah misalnya
mengambil setengah bagian makanan sering dipandang tidak mempunyai arti jika
1
dibandingkan dengan mengambil seluruh bagian. Pembahasan materi pecahan secara
formal dipelajari di sekolah dasar sejak kelas III semester 2 dengan penekanan pada
pengembangan konsep dasar bilangan pecahan melalui benda-benda konkret
kemudian dengan model-model atau gambar. Sementara di sekolah menengah, materi
pecahan kembali dibahas pada kelas VII semester 1 dengan penekanan pada melatih
cara berfikir dan bernalar serta mengembangkan kemampuan memecahkan masalah
mengenai bilangan pecahan yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari.
Mengingat bilangan pecahan sangat dekat sekali dengan kehidupan kita maka
diharapkan siswa mampu memahami dan menerapkan pecahan dalam kehidupan
sehari-hari. Hasil wawancara penulis dengan guru matematika yang mengajar di kelas
VII SMP N 3 Depok memberikan indikasi bahwa penguasaan konsep pecahan masih
tergolong rendah, serta masih banyak siswa yang melakukan kesalahan dalam
menyelesaikan soal-soal cerita yang terkait dengan konsep dan sifat operasi bilangan
pecahan.
Dalam Teaching and Learning Mathematics, Bergeson (2000) menemukan
beberapa kesalahan konsep, salah satu kesalahan konsep yang ditemukan adalah
menggunakan konsep perkalian dalam pembagian bilangan pecahan. Misalnya pada
pembagian bilangan bulat dengan bilangan pecahan siswa langsung mengalikan
bilangan bulat dengan bilangan pecahan kemudian siswa membaginya.
Sejalan dengan Bergeson (2000), Newstead & Murray (1998) juga
menemukan adanya kesalahan pada pembagian bilangan bulat dengan bilangan
pecahan. Kesalahan ini terjadi dari kesalahan siswa yang tidak disengaja serta
kesalahan berdasar pada pengetahuan formal yang dimiliki oleh siswa.
1
2
2
Ketidakmampuan siswa untuk menginterpretasikan soal sebagai berapa
1
2
banyak yang ada dalam 2.
Pengetahuan dasar mengenai bilangan pecahan yang dimiliki siswa akan
bermanfaat dalam pemahaman dan penguasaan konsep pecahan pada jenjang
pendidikan berikutnya. Konsep pecahan yang telah dipelajari sebelumnya akan
digunakan sebagai modal untuk mempelajari konsep selanjutnya. Jika konsep awal
yang dipelajari oleh siswa salah maka untuk penerapan konsep itu pada pengetahuan
selanjutnya akan salah juga. Hal tersebut akan menimbulkan berbagai kesalahan.
2
Penting bagi seorang guru untuk mengetahui pola kesalahan yang sering
muncul dan faktor penyebab terjadinya kesalahan tersebut, sehingga mereka dapat
membantu siswa untuk memperbaiki kesalahan yang mereka alami. Berdasarkan
uraian di atas, penulis ingin lebih mengetahui pola kesalahan yang terkait dengan
operasi pembagian bilangan pecahan serta faktor penyebab terjadinya kesalahan pada
operasi pembagian bilangan pecahan dari beberapa siswa kelas VII B SMP Negeri 3
Depok Sleman Tahun pelajaran 2008 / 2009.
B. Rumusan Masalah
Masalah yang diajukan dalam penelitian ini, adalah sebagai berikut:
1. Apa saja pola kesalahan yang terkait dengan operasi pembagian bilangan pecahan
dari beberapa siswa kelas VII B SMP Negeri 3 Depok Sleman Tahun pelajaran
2008/2009?
2. Apa faktor penyebab terjadinya kesalahan pada operasi pembagian bilangan
pecahan dari beberapa siswa kelas VII B SMP Negeri 3 Depok Sleman Tahun
pelajaran 2008/2009?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui :
1. Pola kesalahan pada operasi pembagian bilangan pecahan pada beberapa siswa
kelas VII B SMP Negeri 3 Depok Sleman Tahun Pelajaran 2008/2009.
2. Faktor penyebab terjadinya kesalahan pada operasi pembagian bilangan pecahan
pada beberapa siswa kelas VII B SMP Negeri 3 Depok Sleman Tahun Pelajaran
2008/2009.
D. Manfaat Penelitian
Dengan diadakannya penelitian ini, diharapkan dapat bermanfaat :
1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi bagi siswa mengenai
pola kesalahan yang mereka miliki selama ini dan mampu mengatasi kesalahan
tersebut, sehingga siswa terdorong untuk mempelajari kembali konsep-konsep
yang benar mengenai bilangan pecahan.
2. Hasil penelitian akan memberikan informasi tentang pola kesalahan terkait dengan
operasi pembagian bilangan pecahan sehingga dapat dijadikan sebagai masukan
bagi calon guru matematika untuk merancang pembelajaran yang dapat mengatasi
kesalahan khususnya pada materi pokok pecahan.
3
3. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran kepada guru tentang
pola kesalahan terkait dengan operasi pembagian bilangan pecahan, sehingga
diharapkan guru dapat mengajarkan konsep yang benar sehingga tidak terjadi
kesalahan-kesalahan lagi.
2. Kategori Kesalahan
Berg (1991:101) mengemukakan bahwa kesalahan siswa dalam matematika
dapat dibagi dalam berbagai jenis kesalahan antara lain:
1) Ralat yang terjadi secara acak tanpa pola tertentu,
2) Salah ingat atau hafal,
3) Kesalahan yang terjadi secara konsisten, terus-menerus dan
menunjukkan pola tertentu.
Pada penelitian ini penulis hanya akan memfokuskan pada kesalahan siswa
menurut Berg (1991) yaitu kesalahan yang terjadi secara konsisten, terus-menerus dan
menunjukkan pola tertentu. Untuk menentukan subyek penelitian, penulis akan
memilih beberapa siswa yang memenuhi kriteria melakukan kesalahan secara
konsisten, terus-menerus dan menunjukkan pola tertentu tersebut.
a. Kesalahan-kesalahan pada operasi pembagian bilangan
4
pecahan.
Tirosh (2000) dalam tulisannya yang berjudul Enhancing Prospective
Teachers Knowledge of Childrens Conceptions: The Case of Division of Fractions
meneliti tiga puluh calon guru sekolah dasar tentang konsepsi anak pada pembagian
pecahan. Tirosh (2000), mengklasifikasikan kesalahan yang dibuat oleh partisipan
ketika membagi pecahan dalam tiga kategori yaitu
1) Algoritma berbasis kesalahan
Berbagai cara dalam menghitung pembagian termasuk dalam kategori ini. Hal
umum prosedur yang termasuk membalikkan pembagian sebagai ganti pembagi
atau pembalikan sebelum perkalian pembilang dan penyebut (see, e.g.,Ashlock,
1990; Barash & Klein, 1996). Kesalahan ini biasanya menjelaskan hasil dari
hafalan algoritma. Ketika algoritma memaparkan sebuah langkah yang tidak
berarti, memungkinkan siswa lupa akan langkah tersebut atau merubah caranya
yang justru bisa menjadi suatu kesalahan.
2) Kesalahan yang tidak disengaja
Penelitian tentang cara operasi pembagian menunjukkan bahwa siswa dalam
menyeimbangkan operasi dengan bilangan bulat pada pecahan dan untuk
menjelaskan pembagian primer menggunakan cara lama, dalam keseluruhan
model pembagian. Dalam model pembagian ini sebuah obyek membagi ke dalam
angka terpisah atau kumpulan terkecil (e.g., Lima anak membeli 15 buah roti dan
membaginya sama rata. Berapa nilai roti yang masing-masing anak dapatkan?).
Cara lama, keseluruhan model pembagian memaksakan tiga batasan dalam
operasi pembagian: a). Pembagi harus angka genap; b). Pembagi harus lebih
kecil dari bilangan yang dibagi; c). Hasil bagi harus lebih kecil dari bilangan
yang dibagi. Keunggulan cara lama, keseluruhan model menunjukkan dengan
sungguh batas kemampuan anak dan tingkat kemampuan calon guru dalam
mengoreksi jawaban pada masalah pembagian yang menyertakan pecahan (e.g.,
Fischbein, Deri, Nello, & Marino, 1985; Greber, Tirosh, dan Glover, 1989 dalam
Journal for Research in Mathematics Education 2000, Vol 31, No. 1, 5-25). Data
juga menyarankan bahwa respon anak dalam menyertakan pembagian pecahan
dipengaruhi oleh model ini.
3) Kesalahan berdasar pada pengetahuan formal
Kesalahan pada pemikiran yang terbatas tentang dugaan pecahan dan kurangnya
pengetahuan dalam menghubungkan operasi termasuk dalam kategori ini.
5
Kurangnya pengetahuan mungkin adalah sumber dari hasil buruk responsi pada
berbagai tugas termasuk pembagian pecahan. Hart (1981) mengemukakan siswa
1 1
1
2 2
berpikir bahwa pembagian pecahan merupakan komutatif bahwa
1 1 1 1 1
1 1 2
2 2 2 4 2
karena . Sebagai contoh siswa percaya bahwa seperti
1 1 4 1
2
4 2 1 2
dalam algoritma (e.g., ), atau kurangnya pengetahuan formal
1 1 1 1
2
4 2 2 4
(e.g., pembagian komutatif dan berikut ). Faktor lain mungkin
yang akan menjadi respon yang baik. Seorang guru yang memperkenalkan
dengan berbagai sumber pada kesalahan respon siswa seharusnya membantu
guru dalam mengidentifikasi sumber spesifik kesalahan siswa dan yang sesuai
intruksi.
6
3) Kesulitan karena kurangnya penguasaan keterampilan prasyarat, fakta-fakta dasar
dan konsep (algoritma). Untuk menguasai konsep yang mempunyai tingkat
kesulitan tinggi, terlebih dahulu siswa harus menguasai fakta-fakta dasar (konsep-
konsep yang lebih dasar), keterampilan prasyarat meliputi: keterampilan
menghitung, keterampilan mengintepretasikan data atau simbol dan lain
sebagainya.
4) Ketidaktepatan penggabungan
Kesulitan ini lebih melibatkan kemampuan kognitif siswa, karena disini siswa
harus bisa menemukan cara lain atau alternatif penyelesaian masalah jika soal
tersebut tidak bisa diselesaikan dengan satu cara.
5) Penerapan hukum atau strategi yang tidak relevan
Dalam menyelesaikan soal-soal matematika biasanya kita menggunakan hukum-
hukum, dalil-dalil dan teorema-teorema. Karena ketidaktepatan siswa dalam
menerapkan hukum-hukum, dalil-dalil, teorema-teorema atau definisi-definisi
siswa pasti akan mengalami kesulitan untuk menyelesaikan soal.
Penulis akan menggunakan pendapat dari Radatz (1978, dalam Krismayanti,
2006) sebagai landasan teori untuk menganalisa faktor penyebab terjadinya kesalahan
pada operasi pembagian bilangan pecahan.
G. Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah tes uraian dan
wawancara.
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah :
a. Data tentang pola kesalahan yang dilakukan oleh empat siswa SMP
N 3 Depok kelas VII B yang terkait dengan operasi pembagian bilangan pecahan.
Data ini diperoleh dari pemilihan jawaban siswa yang melakukan kesalahan secara
konsisten, terus-menerus dan menunjukkan pola tertentu serta dari hasil analisa
wawancara.
7
b. Data tentang faktor penyebab terjadinya kesalahan pada operasi
pembagian bilangan pecahan empat siswa SMP N 3 Depok kelas VII B yang dapat
diperoleh dari hasil tes uraian serta hasil analisa wawancara.
1 3
2 2
3 1
oleh siswa misalnya . Pola kesalahan tersebut sesuai dengan hasil
penelitian Tirosh (2000). Kesalahan ini terjadi karena kurangnya pemahaman
konsep dasar pembagian bilangan pecahan dengan bilangan bulat.
8
Pola kesalahan yang dilakukan dapat dilihat dari jawaban yang diberikan
1 1 2 1 6 6
2 2
3 3 1 3 3 3
oleh siswa yaitu , siswa tersebut menggunakan
a c ad bc
b d bd
konsep penjumlahan yaitu dalam menyelesaikan operasi
pembagian pada bilangan pecahan. Pola kesalahan tersebut sesuai dengan hasil
penelitian Tirosh (2000). Kesalahan ini terjadi karena adanya penerapan hukum
dan strategi yang tidak relevan yaitu siswa menggunakan konsep penjumlahan
pecahan dalam menyelesaikan operasi pembagian pada bilangan pecahan.
3) Siswa menyelesaikan operasi pembagian bilangan bulat
dengan bilangan pecahan dengan cara langsung membagi bilangan-bilangan
tersebut.
Pola kesalahan yang dilakukan dapat dilihat dari jawaban yang diberikan
3 2
6
5 5
oleh siswa yaitu . Pola kesalahan tersebut sesuai dengan hasil
penelitian yang diungkapkan oleh Naiser (2004). Kesalahan ini terjadi karena
kurangnya pemahaman konsep dasar pembagian bilangan pecahan dengan
bilangan bulat atau sebaliknya, serta kurangnya pemahaman konsep dasar
pembagian bilangan bulat.
9
1) Siswa berasumsi bahwa perkalian antara bilangan bulat
dengan bilangan pecahan atau sebaliknya sama dengan mengubah bentuk
pecahan campuran ke dalam bentuk pecahan biasa.
Pola kesalahan yang dilakukan oleh Angga dapat dilihat dari jawaban yang
3 5 23
6 6
5 3 3
diberikan oleh Angga yaitu . Penulis memandang bahwa
pembagian pada bilangan pecahan memiliki kaitan yang erat dengan perkalian
pada bilangan pecahan. Hal ini dapat dilihat dari definisi pembagian pada
bilangan pecahan yaitu membagi suatu pecahan sama dengan mengalikan
dengan kebalikan dari pecahan pembaginya.
Berdasarkan hasil analisis di atas, kesalahan tersebut terjadi karena adanya
penerapan hukum dan strategi yang tidak relevan yaitu siswa menganggap
bahwa pecahan campuran itu merupakan bentuk lain dari perkalian antara
bilangan bulat dengan bilangan pecahan.relevan serta kurangnya pemahaman
konsep dasar perkalian bilangan bulat dengan bilangan pecahan.
2) Siswa berasumsi bahwa dalam menyelesaikan perkalian
bilangan bulat dengan bilangan pecahan, siswa mengalikan bilangan bulat
dengan pembilang dan juga bilangan bulat dengan penyebutnya.
Pola kesalahan ini dapat dilihat dari jawaban yang diberikan oleh Hagi
5 30 15
6
3 18 9
yaitu pada tabel 4.12. Dasar pemikiran siswa sehingga muncul
cara ini yaitu didasarkan pada cara penyelesaian perkalian pecahan dengan
pecahan dimana pembilang dikalikan dengan pembilang dan penyebut dikalikan
n m nm
a b ab
dengan penyebut .
Berdasarkan hasil analisis di atas, faktor penyebab terjadinya kesalahan ini
adalah kurangnya penguasaan keterampilan prasyarat yaitu siswa tidak
mengetahui bahwa bilangan bulat dapat dinyatakan dalam bentuk pecahan.
Selain itu faktor yang lainnya yaitu kurangnya pemahaman konsep perkalian
antara bilangan pecahan dengan bilangan bulat.
10
I. Kesimpulan
Dari perumusan masalah yang dirumuskan oleh penulis pada bab I maka
penulis dapat menjawab perumusan masalah tersebut yaitu sebagai berikut:
1. Apa saja pola kesalahan yang terkait dengan operasi
pembagian bilangan pecahan dari siswa kelas VII B SMP Negeri 3 Depok Tahun
pelajaran 2008 / 2009?
a. Kesalahan pada pemahaman algoritma dasar pembagian bilangan pecahan. Pola
kesalahan yang dapat diungkap yaitu sebagai berikut:
1) Siswa menganggap bahwa pembagian bilangan pecahan dengan bilangan
bulat, dimanapun letak bilangan pecahannya maka bilangan pecahan
tersebutlah yang harus dibalik.
2) Siswa menganggap bahwa cara penyelesaian operasi pembagian bilangan
pecahan sama dengan menyelesaikan operasi penjumlahan pada bilangan
pecahan yaitu dengan menyamakan penyebutnya.
3) Siswa menyelesaikan operasi pembagian bilangan bulat dengan bilangan
pecahan dengan cara langsung membagi bilangan-bilangan tersebut.
b. Dalam penelitian ini penulis juga menemukan adanya pola kesalahan lain yang
berkaitan dengan kesalahan pada operasi pembagian bilangan pecahan yaitu
sebagai berikut:
kesalahan pada pemahaman algoritma dasar perkalian bilangan pecahan.
Pola kesalahan yang diungkap dalam penelitian ini adalah:
1) Siswa berasumsi bahwa perkalian antara bilangan bulat dengan bilangan
pecahan atau sebaliknya sama dengan mengubah bentuk pecahan campuran
ke dalam bentuk pecahan biasa.
2) Siswa berasumsi bahwa dalam menyelesaikan perkalian bilangan bulat
dengan bilangan pecahan, siswa mengalikan bilangan bulat dengan
pembilang dan juga bilangan bulat dengan penyebutnya.
11
Salah satu contoh bukti adanya penerapan hukum dan strategi yang tidak relevan
yaitu siswa menggunakan konsep penjumlahan pecahan dalam menyelesaikan
operasi pembagian pada bilangan pecahan.
b. Kurangnya pemahaman konsep dasar perkalian dan pembagian bilangan bulat
dengan bilangan pecahan.
c. Kurangnya penguasaan keterampilan prasyarat pada bilangan pecahan. Misalnya
siswa tidak mengetahui bahwa bilangan bulat dapat dinyatakan dalam bentuk
pecahan.
DAFTAR PUSTAKA
Van Den Berg, E. (1991). Miskonsepsi Fisika dan Remediasi. Sebuah Pengantar
Berdasarkan Lokakarya yang Diselenggarakan di Universitas Kristen Satya
Wacana Salatiga, 7-10 Agustus 1990. Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga
12
Indonesia 50711.
*) Anik Yuliani, (Penulis) adalah Dosen Tetap di STKIP Siliwangi Bandung, lahir di
Cilacap, 7 Agustus 1986; S1 Pend. Matematika Universitas Sanata Dharma
Yogyakarta, S2 Pend Matematika SPs UPI.
13