(BACKFLUSH COSTING)
Menurut Gaspersz (2001:23; dalam Kuszatmono, 2008) tujuan Just In Time (JIT) adalah
... untuk menghasilkan produk pada tingkat kualitas dan kuantitas yang prima, melalui
cara yang paling efisien dan ekonomis, serta tepat waktu yaitu pada saat produk tersebut
dibutuhkan oleh konsumen.
JIT adalah filosofi yang berfokus pada pengurangan biaya melalui eleminasi
persediaan. Filosofi ini meliputi :
Penghapusan semua aktivitas yang tidak bernilai tambah
Komitmen terhadap tingkat kualitas yang tinggi
Komitmen terhadap perbaikan terus menerus
Penekanan pada penyederhanaan dan meningkatkan visibilitas dari semua
kegiatan yang menambah nilai
Tabel 2.1
Perbedaan antara Sistem Pembelian Just In Time (JIT) dengan Sistem Pembelian
Konvensional
No. Aspek Just In Time Konvensional
1. Menentukan ukuran Pembelian dengan Pembelian dengan
lot ukuran lot kecil, ukuran lot sesuai
dengan frekuensi kebutuhan
penyerahan lebih berdasarkan anggaran
sering. yang tersedia, dengan
frekuensi penyerahan
lebih jarang.
2. Pemilihan pemasok Berhubungan dengan Berhubungan dengan
pemasok untuk banyak pemasok
barang tertentu, untuk barang tertentu
dalam letak geografis berdasarkan kontrak
yang dekat jangka panjang.
berdasarkan kontrak
jangka panjang.
3. Evaluasi pemasok Dievaluasi Dievaluasi dengan
berdasarkan kualitas lebih menekankan
barang yang dikirim, pada harga material.
performansi
penyerahan.
4. Inspeksi pengiriman Perhitungan dan Pembeli bertanggung
inspeksi kedatangan jawab untuk
barang dikurangi, menerima,
bahkan mungkin menghitung, dan
dihilangkan, dalam menginspeksi
hal ini tanggung kedatangan barang.
jawab dialihkan ke
pemasok.
5. Negosiasi dan proses Bertujuan untuk Bertujuan untuk
kontrak mencapai kualitas memperoleh barang
kontrak jangka dengan harga yang
panjang dan harga pantas sepadan
yang pantas dengan kualitas, tapi
tetap menguntungkan
pembeli
6. Penentuan metode Memperhatikan Lebih menekankan
transportasi penyerahan tepat pada biaya
waktu, skedul atau transportasi yang
jadwal penyerahan rendah, dengan
ditentukan oleh jadwal penyerahan
pembeli dan biaya ditentukan
transportasi yang berdasarkan
pantas. kesepakatan.
7. Spesifikasi barang Pembeli lebih percaya Spesifikasi barang
pada spesifikasi ditentukan secara
performansi daripada ketat oleh pembeli,
desain barang, dan pembeli lebih percaya
dalam hal ini kepada spesifikasi
pemasok didorong desain daripada
untuk lebih inovatif. performansi barang.
8. Kertas kerja Pesanan pembelian Membutuhkan
yang berkaitan prosedur pembelian
dengan waktu secara formal melalui
penyerahan dan surat/formulir.
kuantitas pesanan Perubahan waktu
dapat dilakukan penyerahan dan
melalui telepon. kuantitas pesanan
harus disertai dengan
perubahan dokumen
pendukung.
9. Pengepakan Menggunakan Pengepakan regular
kontainer berukuran untuk setiap jenis
kecil untuk material tanpa
menampung kuantitas spesifikasi yang jelas
material dengan pada sisi material.
spesifikasi yang tepat.
Tujuan Just In Time (JIT) Purchasing
Sistem pembelian Just In Time (JIT) dapat mengurangi waktu dan biaya yang behubungan
dengan aktivitas pembelian dengan cara sebagai berikut (Tjahjadi, 2001):
a) Mengurangi jumlah supplier, sehingga perusahaan dapat mengurangi sumber-sumber yang
dicurahkan dalam negosiasi melalui dengan supplier.
b) Mengurangi atau mengeliminasi waktu dan biaya negosiasi melalui kontrak kerja jangka
panjang dengan supplier, menyangkut pembelian, kualitas bahan dan harga yang wajar.
c) Memiliki pembeli atau konsumen dengan program pembelian yang mapan. Rencana pembelin
yang mapan oleh pembeli atau konsumen, dapat memberikan informasi bagi supplier mengenai
persyaratan kualitas bahan dan saat penyerahan dengan tenggang waktu tertentu sesuai rencana
produksi.
d) Mengeliminasi dan mengurangi kegiatan dan biaya yang tidak menambah nilai bagi produk,
seperti kegiatan dan biaya penyimpanan atau biaya pemindahan bahan dari gudang ke pabrik.
e) Mengurangi waktu dan biaya program pemeriksaan kualitas, pemilihan supplier yang dapat
menjamin ketepatan waktu jumlah dan kualitas barang yang dibeli dapat mengurangi waktu dan
biaya pemeriksaan.
Pembelian dengan just in time dapat mempengaruhi akuntansi biaya dalam beberapa cara :
2. Kualitas
Deteksi kecacatan lebih cepat, karena frekuensi
penyerahan material lebih sering.
Tindakan korektif pada kecacatan lebih cepat,
karena set up dari pemasok dengan ukuran lot lebih
kecil.
Kebutuhan untuk inspeksi lebih sedikit, karena
pemasok didorong menggunakan pengendalian proses.
Kualitas dari material yang dibeli lebih tinggi,
karena pemasok bertanggungjawab untuk memenuhi
kebutuhan kualitas.
3. Desain
Respon terhadap perubahan rekayasa lebih cepat.
Menimbulkan inovasi dalam desain, karena
pemasok memiliki kebebasan tanpa terikat pada desain
yang ketat dari pembeli.
4. Pemasok
Rework berkurang, karena menggunakan material
berkualitas tinggi.
Delivery
Delivery
Material
Handling
Quality
Inspection
Materials
Handling
Warehouse
Material
handling
Materials
Handling
Retail/wholesale
Retail/wholesale floor production
floor production floor
Sistem produksi just in time pada awalnya dikembangkan dan di promosikan oleh
Toyota Motor Corporation di Jepang. Taichi Ohno, pencipta sistem JIT ini, mendefenisikan
JIT sebagaisuplai item yang diperlukan, pada waktu yang diperlukan dan dalam jumlah
yang diperlukan. Strategi ini kemudian banyak diabdosi oleh banyak perusahaanJepang,
terutama setelah terjadinya krisis minyak dunia pada tahun 1973.
Pemborosan utama di manufakturing adalah adanya sumberdaya produksi yang terlalu
banyak, yaitu tenaga kerja yang terlalu banyak, fasilitas yang terlalu banyak, dan
persediaan bahan baku yang terlalu banyak. Apabila unsur-unsur ini terdapat dalam jumlah
yang lebih banyak daripada yang diperlukan, baik orang, perlengkapan, bahan
ataupunproduk, mereka hanya akan menambah biaya dan tidak menambah nilai produk
yang dihasilkan. Tenaga kerja yang banyak mengakibatkan biaya personalia berlebihan,
fasilitas yang banyak mengakibatkan biaya penyusutan berlebihan.
Sasaran dari strategi produksi just in time (JIT) adalah reduksi biaya
danmeningkatkan arus perputaran modal (Capital turnover ratio) dengan jalan
menghilangkan setiap pemborosan (waste). JIT harus dipandang sebagai suatu yang lebih luas
dari pada sekedar suatu program pengendalian inventori.
1. Produksi diorganisasikan dalam pola sel manufacturing dimana Sel manufaktur terdiri
dari mesin-mesin yang dikelompokkan dalam kumpulan, biasanya dalam bentuk setengah
lingkaran. Mesin-mesin diatur sehingga mereka dapat digunakan untuk melakukan
berbagai operasi secara berurutan. Tiap sel dipersiapkan untuk menghasilkan produk
atau kumpulan produk tertentu. Produk dipindah dari satu mesin ke yang lainnya dari
awal hingga selesai. Para pekerja ditugaskan pada sel-sel dan dilatih untuk
mengoperasikan semua mesin dalam sel.
2. Tenaga kerja terinterdisipliner (multitugas) melakukan berbagai tugas dari berbagai variasi
operasi, untuk minor operasi serta operasi rutin. Pekerja mampu melakukan
pekerjaanproduksi langsung, para pekerja sel dapat melakukan tugas persiapan,
memindahkan barang setengah jadi dari bagian ke bagian lain dalam sel, melakukan
perawatan pencegahan dan perbaikan kecil, melakukan inspeksi kualitas, dan
melakukan tugas pembersihan.
3. Produksi demand-pull basis, sehingga aktivitas pada setiap workstation ditentukan
berdasarkan permintaan dari workstation selanjutnya.
4. Perhatian ditujukan pada pengurangan manufacturing lead time yaitu waktu tunggu sebuah
pesanan siap dimulai pada lini produksi sampai saat menjadi produk jadi. Berkurangnya
lead time akan membuat perusahaan mampu merespon perubahan permintaan lebih baik
lagi, dan juga dapat mengurangi perubahan pesanan supplier.
5. Autonomasi merupakan suatu unit pengendalian cacat secara otomatis yang tidak
memungkinkan unit cacat mengalir ke proses berikutnya.
6. Penekanan juga ada pada penyederhanaan aktivitas pada proses atau jalur produksi,
sehingga area dimana aktivitas yang tidak bernilai tambah terjadi akan terlihat jelas dan
bisa dieliminasi.
7. Supplier dipilih berdasarkan kemampuan untuk mengirimkan materials berkualitas dalam
waktu yang telah diatur. Perusahaan yang menerapkan JIT Produksi secara umum juga
menerapkan JIT Pembelian.
Penerapan Produksi JIT dapat mempunyai pengaruh pada sistem akuntansi biaya dan
manajemen. Penelususran langsung pada item-item biaya dapat ditingkatkan dengan beberapa
cara, yaitu :
d. Pengurangan Penekanan pada Tenaga Kerja Individual dan Varian Biaya Overhead
Pabrik yang mengimplementasikan JIT mengurangi penekanan pada penggunaan
tenaga kerja dan varian OH. Berbeda dengan pendekatan tradisional, akuntan internal
khusus berupaya membuat standar tenaga kerja dan overhead serta melaporkan
varian dari standar tersebut. Pada pabrik JIT, penekananya pada analisis varian di
level pabrik dengan fokus pada tren mengenai apa yang mungkin terjadi pada proses
daripada fokus pada besar absolut varian individual.
e. Mengurangi tingkat rincian informasi tercatat pada work ticket
Aspek Kunci pada JIT adalah penyederhanaan semua aktivitas yang akan
berpengaruh pada informasi Work Ticket. Ada beberapa cara penyederhanaaan work
ticket pada produksi JIT.
Proses produksi yang diganti sehingga lebih sedikit material per produk jadi
Dalam proses analisi aktivitas akan berpengaruh pada proses produksi seperti
adanya desain ulang terhadap produk sehingga lebih sedikit bagian yang
digunakan
Hanya bahan baku langsung yang dicatat pada work ticket, semua biaya lain
dibebankan pada periode tersebut
Tingkat informasi rinci yang tercatat mengenai biaya tenaga kerja berkurang yaitu
dengan mempertahankan tenaga kerja langsung pada kategori biaya langsung tapi
mengurangi klasifikasi individual tenaga kerja yng akan mempermudah
pencatatan informasinya.
Sistem Job Costing diganti menjadi proses costing atau backflush prooduct
costing
Kebanyakan pabrik melakukan perubahan pada setiap costing dasar dengan
produksi JIT melalui pendekatan, yaitu:
-Mengganti Job Costing menjadi proses costing
JIT mengadopsi jalur produksi pada basis konstan karena itulah proses costing
dipilih. Selain itu, proses costing dapat menekankan pada kualitas produk
sehingga JIT berperan besar dalam mengeliminasi barang rusak atau cacat.
-Mengganti Job tau proses costing ke backflush costing
-Pengurangan pada tingkat informasi rinci tercatat mengenai biaya tenaga kerja.
SkemaSistemAkuntansi JIT
BIAYA
STANDAR
SESUAI
PEMAKAIAN
LANGSUNG
Bakflushing
BAHAN
PEMBANTU
PRODUK JADI
BIAYA BIAYA
STANDAR STANDAR
PRODUK UNIT
JADI TERJUAL
BIAYA KONVERSI JIT FLOW LINE
TENAGA
BIAYA
STANDAR
KONVERSI
Backflushing
OVERHEAD
Pengurangan biaya dilakuan pada saat pra-produksi dan tahap produksi. Pengurangan ini
dapat berupa : Lead time (waktu tunggu) pemanufakturan, Persediaan bahan, barang dalam
proses dan produk selesai, Waktu perpindahan, Tenaga kerja langsung dan tidak langsung,
Ruangan pabrik, dll.
3. Kontrol Biaya
Kontrol Biaya dilakukan pada saat produksi dimulai. Sumber informasi untuk aktivitas
kontrol biaya yaitu :
-Pengamatan pribadi oleh pekerja jalur produksi
-Pengukuran kinerja keuangan
-Pengukuran kinerja non keuangan
Perubahan Pada Pengukuran Kinerja Keuangan dan Non keuangan dalam sistem
produksi JIT, antara lain :
a. Pengukuran Kinerja Keuangan (Financial) seperti rasio perputaran persediaan
(COGS :rata-rata persediaan) yang diperkirakan meningkat.
b. Pengukuran Kinerja Non Keuangan terkait persediaan, kualitas, dan waktu, seperti :
- Jumlah hari Material on Hand, diperkirakan menurun
- Unit yang diproduksi dalam jam, diperkirakan meningkat
- Persentase unit barang rusak atau cacat/total unit yang diproduksi
diperkirakan menurun
- Manufacturing Cycle time atau Waktu siklus manufaktur (produksi)
diperkirakan menurun
- Total waktu set up diperkirakan menurun
Ada variasi yang cukup besar dalam perubahan yang dibuat untuk kelompok biaya yang
digunakan, pemilihan basis alokasi, sistem biaya adopsi (pekerjaan, operasi, proses, atau
blackflush), dan jenis pengukuran kinerja yang digunakan dalam JIT. Aktivitas yang menambah
nilai dapat lebih ditingkatkan, dan aktivitas yang menambah nilai itu tidak bisa dihilangkan.
Namun demikian, metode JIT telah membuktikan bahwa perubahan yang berarti dalam operasi
yang mendasari kemungkinan untuk membenarkan perubahan yang sesuai dalam sistem
akuntansi. Semua biaya manufacturing pada periode akuntansi mengalir dengan cepat menjadi
cost of goods sold. Adanya perubahan yang cepat dari direct material menjadi finished goods
yang segera dijual sangat menyederhanakan sistem biaya.
BACKFLUSH COSTING
Backflush costing merupakan pendekatan yang dipersingkat atas akuntansi dari biaya
manufaktur. Backflush costing dapat diterapkan ke sistem just in time dimana diperlukan
kecepatan begitu tinggi sehingga akuntansi tradisional tidak lagi praktis. Sering sekali terjadi
ketika akuntansi tradisional akan mencatat kejadian bahan baku, tetapi pada saat yang hampir
bersamaan, produk yang sedang dicatat bahan bakunya tersebut sudah terjual di pasar sehingga
menimbulkan masalah dalam pencatatannya. Oleh karena itu, muncullah pendekatan akuntansi
terbaru berupa penyingkatan aliran biaya perusahaan manufaktur dan sangat tepat digunakan
bersamaan dengan Just In Time (JIT).
Sebuah sistem backflush costing berfokus kepada output dari sebuah organisasi dan
kemudian bekerja ke bagian belakang ketika menerapkan biaya untuk unit yang terjual dan
persediaan. Jangka waktu backflush bisa meningkat karena titik pemicu untuk entri perhitungan
biaya produk dapat ditunda sampai akhir penjualan, sampai akhirnya biaya menguat melalui
sistem akuntansi. Sebaliknya, sistem biaya produk yang umum melacak biaya melalui barang
dalam proses (WIP) sebagai akun yang difokuskan, dimulai dengan pengenalan bahan baku ke
dalam produksi.
Tujuan dari backflush costing adalah mengurangi jumlah kejadian yang diukur dan
dicatat dalam sistem akuntansi serta menunda pencatatan beberapa jurnal entry hingga akhir
masa produksi atau akhir siklus penjualan, sehingga biaya untuk penerapannya lebih rendah
dibandingka dua sistem costing lainnya (job order dan process costing). Perbedaan backflush
costing dengan job order costing dan process costing adalah kurangnya penelusuran terinci atas
biaya work in process (WIP), akun persediaan tidak lagi disesuaikan selama periode akuntansi,
tetapi saldonya dikoreksi menggunakan ayat jurnal pada akhir periode.
Direct Material
Finished Goods
Payroll
FOH Control
Backflush Costing
FOH Control
Consider the following data for the month of April for Silicon Valley Computer (SVC) ,
which produces keyboard for personal computers.
There are no beginning inventories of direct materials and no beginning or ending work
in process inventories,
SVC has only one direct manufacturing cost category (direct materials) and one indirect
manufacturing cost category (conversion cost). All manufacturing labor cost are included
in conversion costs.
From its bill of materials and an operation list (description of operations to be
undergone), SVC determines that the standard direct material cost per keyboard unit is
$19 and the standard conversion cost is $12.
SVC purchases $1,950,000 of direct materials. To fokus on the basic concepts, we
assume SVC has no direct materials variances. Actual conversion costs equal $1,260,000.
SVC produces 100,000 good keyboard units and sells 99,000 units.
Any underallocated or overallocated conversion costs are written off to cost of goods sold
at the end of April
Kita akan menggunakan tiga buah contoh untuk mengilustrasikan backflush costing
dimana ketiga contoh tersebut memiliki perbedaan dalam hal jumlah dan penempatan titik
pemicu.
CONTOH PERTAMA :
Menggunakan tiga titik pemicu untuk jurnal entri yaitu, pembelian bahan baku langsung
dan menimbulkan biaya konversi ( stage A), Penyelesaian unit barang jadi (stage C), dan
penjualan barang jadi. Tidak ada pencatatan pada journal work in process ( stage B), karena JIT
memiliki work in process yang rendah. Selain itu, SVC memiliki dua akun persediaan :
Pencatatan pada penyelesaian unit barang jadi produk (stage C) memberikan backflush
costing ini nama. Biaya tidak dicatat berurutan bersamaan dengan aliran produk sepanjang rute
produksi melalui work in process dan finished goods. Sebaliknya, output titik pemicu mencapai
back dan pull (flushes) biaya standar bahan baku langsung dari Materials and in process
inventory control dan standar conversion cost untuk unit barang jadi.
Sedangkan untuk pencatatan penjualan dari unit barang jadi (stage D), biaya standar dari
99,000 unit yang terjual pada bulan April sebesar $3,069,000 ( 99,000 units $31 per unit). Di
suatu periode akuntansi, biaya konversi aktual memiliki kemungkinan underallocated atau
overallocated terhadap biaya standar. Banyak perusahaan yang menerapkan backflush costing
membebankan underallocated atau overallocated biaya konversi pada cost of goods sold di akhir
periode tahun fiskal, sedangkan pada perusahaan lain, seperti SVC di atas, mencatat dan
mengalokasikannya secara bulanan.
CONTOH KEDUA :
Menggunakan dua titik pemicu, yaitu pembelian bahan baku langsung dan menimbulkan
biaya konversi (stage A) , dan penjualan barang jadi (stage D). Di mana contoh ini memiliki titik
pemicu pertama yang sama dengan contoh pertama yaitu pembelian bahan baku langsung dan
menimbulkan biaya konversi (stage A) , sedangkan titik pemicu kedua adalah penjualan stage D.
Pada contoh ini, hanya terdapat satu akun persediaan, yaitu bahan baku langsung, apakah
berada di gudang, dalam proses, atau unit barang jadi.
Pada akhir 30 April, Inventory control sebesar $69,000 ($1,950,000- $1,881,000) yang
terdiri dari $50.000 direct material yang belum digunakan dan $19,000 bahan baku langsung
yang terdapat pada 1,000 unit barang jadi yang belum terjual selama periode April.
CONTOH KETIGA:
Menggunakan dua titik pemicu yaitu penyelesaian unit barang jadi (stage C) dan
penjualan unit barang jadi (stage D). Titik pemicu pertama (stage A) tertunda samapai stage C
yaitu tahap penyelesaian barang jadi. Jadi tidak ada pencatatan pada saat pembelian bahan baku
langsung dan biaya konversi (stage A) dan produksi barang dalam proses (stage B) karena
persediaan bahan baku langsung dan persediaan dalam proses yang sangat sedikit.
Tidak ada pencatatan pada saat pembelian bahan baku sebesar $1,950,000 (stage A)
karena pengakuan bahan baku langsung tidak termasuk titik pemicu pada backflush costing, pada
contoh 1 dan 2, biaya konversi aktual dicatat saat terjadinya dan tidak ada pencatatan pada work
in process (stage B). Contoh ketiga dari backflush costing ini cocok untuk produksi JIT di mana
persediaan bahan baku langsung, persediaan dalam proses dan persediaan barang jadi rendah..
Pada tahap penjualan barang jadi (stage D), cost of goods sold dihitung dari 99,000 unit yang
terjual $31 per unit = $ 3,069,000. Perbedaan antara backflush costing dengan sequential
tracking adalah biaya bahan baku langsung sebesar $50,000 ( $1,950,000 - $ 1,900,000 =
$50,000) tidak dicatat, di mana hal ini tidak menjadi masalah jika tingkat persediaan bahan baku
langsung sangat rendah .