Anda di halaman 1dari 3

ASPEK-ASPEK DALAM EUTHANASIA

a.Aspek Hukum
Undang-undang yang tertulis dalam KUHP hanya melihat dari sisi dokter sebagai pelaku
utama euthanasia, khususnya euthanasia aktif dan dianggap sebagai pembunuhan berencana, atau
dengan sengaja menghilangkan nyawa seseorang. Sehingga dalam aspek hukum, dokter selalu
pada pihak yang dipersalahkan dalam tindakan euthanasia, tanpa melihat latar belakang
dilakukannya euthanasia tersebut, tidak peduli apakah tindakan tersebut atas permintaan pasien
itu sendiri atau keluarganya, untuk mengurangi penderitaan pasiendalam keadaan sekarat atau
rasa sakit yang sangat hebat yang belum diketahui pengobatannya.
Di lain pihak, hakim dapat menjatuhkan pidana mati bagi seseorang yang masih segar
bugar yang tentunya masih ingin hidup, & tidak menghendaki kematiannya seperti pasien yang
sangat menderita tersebut, tanpa dijerat pasal-pasal dalam undang-undang dalam KUHP.Ikatan
Dokter Indonesia (IDI) sebenarnya telah cukup antisipasif dalam menghadapi perkembangan
iptekdok, antara lain dengan menyiapkan perangkat lunak berupa SKPB IDI no.319/PB/4/88
mengenai Pernyataan Dokter Indonesia tentang Informed Consent. Disebutkan di sana,
manusia dewasa dansehat rohani berhak sepenuhnya menentukan apa yang hendak dilakukan
terhadap tubuhnya. Dokter tidak berhak melakukan tindakan medis yang bertentangan dengan
kemauan pasien, walau untuk
kepentingan pasien itu sendiri.Kemudian SK PB IDI no.336/PB/4/88 mengenai Pernyataan
Dokter Indonesia tentang Mati. Sayangnya SKPB IDI ini tidak atau belum tersosialisasikan
dengan baik di kalangan IDI sendiri maupun di kalangan pengelola rumah sakit. Sehingga, tiap
dokter dan rumah sakit masih memiliki pandangan sertakebijakan yang berlainan.
Apabila diperhatikan lebih lanjut, pasal 338, 340, & 344 KUHP, ketiganya mengandung
makna larangan untuk membunuh. Pasal 340 KUHP sebagai aturan khususnya, dengan
dimasukkannya unsur dengan rencana lebih dahulu, karenanya biasa dikatakan sebagai pasal
pembunuhan yang direncanakan atau pembunuhan berencana. Masalah euthanasia dapat
menyangkut dua aturan hukum, yakni pasal 338 & 344 KUHP. Dalam hal ini terdapat apa yang
disebut concursus idealis yang diatur dalam pasal 63 KUHP, yang menyebutkan bahwa:
1) Jika suatu perbuatan masuk dalam lebih dari satu aturan pidana, maka yang dikenakan hanya
salah satu diantara aturan-aturan itu, jika berbeda-beda yang dikenakan yang memuat ancaman
pidana pokok yang paling berat.
2) Jika suatu perbuatan yang masuk dalam suatu aturan pidana yang umum diatur pula dalam
aturan pidana yang khusus, maka hanya yang khusus itulah yang dikenakan. Pasal 63 (2) KUHP
ini mengandung asas lex specialis derogat legi generalis, yaitu peraturan yang khusus akan
mengalahkan peraturan yang sifatnya umum.

b.Aspek Hak Azazi


Hak azasi manusia (HAM) selalu dikaitkan dengan hak hidup, hak damai dan
sebagainya. Tapi tidak tercantum jelas adanya hak seseorang untuk mati. Mati sepertinya justru
dihubungkan dengan pelanggaran HAM, terbukti dari aspek hukum euthanasia yang cenderung
menyalahkan tenaga medis dalam pelaksanaan euthanasia. Sebenarnya, dengan dianutnya hak
untuk hidup layak dan sebagainya, secara tidak langsung seharusnya terbersit adanya hak untuk
mati, apabila dipakai untuk menghindarkan diri dari segala ketidaknyamanan atau lebih jelas lagi
dari segala penderitaan yang hebat.

c.Aspek Ilmu Pengetahuan


Iptekdok dapat memperkirakan kemungkinan keberhasilan upaya tindakan medis untuk
mencapai kesembuhan atau pengurangan penderitaan pasien. Apabila secara iptekdok hampir
tidak ada kemungkinan untuk mendapat kesembuhan ataupun pengurangan penderitaan, apakah
seseorang tidak boleh mengajukan haknya untuk tidak diperpanjang lagi hidupnya.Segala upaya
yang dilakukan akan sia-sia, bahkan sebaliknya dapat dituduhkan suatu kebohongan, karena di
samping tidak membawa kesembuhan, keluarga yang lain akan terseret dalam habisnya
keuangan.

d.Aspek Agama
Kelahiran & kematian merupakan hak prerogatif Tuhan dan bukan hak manusia sehingga
tidak ada seorangpun di dunia ini yang mempunyai hak untuk memperpanjang atau
memperpendek umurnya sendiri. Atau dengan kata lain, meskipun secara lahiriah atau tampak
jelas bahwa seseorang menguasai dirinya sendiri, tapi sebenarnya ia bukan pemilik penuh atas
dirinya. Ada aturan-aturan tertentu yang harus kita patuhi & kita imani sebagai aturan
Tuhan.Jadi, meskipun seseorang memiliki dirinya sendiri, tetapi tetap saja ia tidak boleh
membunuh dirinya sendiri. Pernyataan ini menurut ahli agama secara tegas melarang tindakan
euthanasia, apapun alasannya. Dokter dapat dikategorikan melakukan dosa besar danmelawan
kehendak Tuhan dengan memperpendek umur seseorang. Orang yang menghendaki euthanasia,
walaupun dengan penuh penderitaan bahkan kadang-kadang dalam keadaan sekarat dapat
dikategorikan putus asa dan putus asa tidak berkenan di hadapan Tuhan.Tetapi putusan hakim
dalam pidana mati pada seseorang yang segar bugar dan tentunya sangat tidak ingin mati dan
tidak sedang dalam penderitaan apalagi sekarat, tidak pernah dikaitkan dengan pernyataan agama
yang satu ini.
Aspek lain dari pernyataan memperpanjang umur, sebenarnya bila dikaitkan dengan
usaha medis dapat menimbulkan masalah lain. Mengapa orang harus ke dokter untuk berobat
mengatasi penyakitnya.Kalau memang umur berada di tangan Tuhan, bila memang belum
waktunya, ia tidak akan mati. Hal ini dapat diartikan sebagai upaya memperpanjang umur atau
menunda proses kematian. Jadi upaya medis dapat pula dipermasalahkan sebagai upaya melawan
kehendak Tuhan. Pada kasus-kasus tertentu, hukum agama memang berjalin erat dengan hukum
positif. Sebab di dalam hukum agama juga terdapat dimensi-dimensi etik & moral yang juga
bersifat publik. Misalnya tentang perlindungan terhadap kehidupan, jiwa atau nyawa. Hal itu
jelas merupakan ketentuan yang sangat prinsip dalam agama. Dalam hukum positif manapun,
prinsip itu juga diakomodasi. Oleh sebab itu, ketika kita melakukan perlindungan terhadap
nyawa atau jiwa manusia, sebenarnya kita juga sedang menegakkan hukum agama, sekalipun
wujud materinya sudah berbentuk hukum positif atau hukum negara.(Ismail: 2005)

https://olhachayo.files.wordpress.com/2014/08/euthanasia.pdf

Anda mungkin juga menyukai