KAIDAH PELAKSANAAN
BAB IX
KAIDAH PELAKSANAAN
Disamping itu, berbagai peraturan dan regulasi lainnya juga mengatur peran Gubernur
yang terdiri dari:
1. Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 7 Tahun 2008 tentang Dekonsentrasi dan Tugas
Pembantuan yang mengatur Gubernur sebagai wakil pemerintah di wilayah provinsi
menyelenggarakan urusan pemerintahan yang dilimpahkan kepadanya.
2. Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan
Pemerintahan antar Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi dan Pemerintahan
Daerah Kabupaten/Kota. PP tersebut menyatakan bahwa Pemerintah (Pusat) dapat
melimpahkan sebagian urusan pemerintahan kepada kepala instansi vertikal atau
kepada gubernur selaku wakil pemerintah di daerah dalam rangka dekonsentrasi.
3. Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 156/PMK.07/2008 tentang Pedoman
Pengelolaan Dana Dekonsentrasi dan Dana Tugas Pembantuan dalam pasal 47
menyatakan bahwa Gubernur selaku wakil pemerintah di daerah melaksanakan
tugas sinkronisasi dan koordinasi terhadap aspek pembinaan, pengawasan,
pengendalian dan pelaporan dekonsentrasi dan/atau tugas pembantuan di wilayah
kerjanya.
Dalam era desentralisasi dan otonomi daerah, urusan pemerintah pusat telah
banyak dilimpahkan ke pemerintahan daerah. Hal ini dan format lengkap pembagian
urusan pemerintahan antar tingkat pemrintahan telah diatur melalui penetapan Peraturan
Pemerintah (PP) 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antar
Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota
serta besarnya alokasi APBN sebesar 35% untuk dana transfer ke daerah. Pemerintah
pusat melalui Rencana Kerja Pemerintah tahun 2012 mengamanatkan prioritas-prioritas
nasional yang harus dicapai dan Gubernur diharapkan dapat memastikan pelaksanaan dan
pencapaian prioritas nasional tersebut di daerah. Dengan demikian, peran Gubernur
Negara Kesatuan Republik Indonesia saat ini terdiri dari 33 provinsi dan 497
kabupaten/kota. Jumlah daerah yang sedemikian besar tersebut memerlukan sistem
pemerintahan nasional yang efektif dan efisien. Seiring hal tersebut, pelaksanaan kebijakan
desentralisasi dan otonomi daerah yang menitikberatkan pada tingkat kabupaten/kota,
telah memberikan kewenangan kepada pemerintahan kabupaten/kota untuk mengatur
dan mengelola daerah masing-masing. Berdasarkan kewenangan tersebut, pemerintah
kabupaten/kota seperti berlomba membangun dan memberikan pelayanan publik.
Terkadang semangat tersebut berlebihan dan justru menimbulkan masih kontraproduktif
bagi perkembangan wilayah kabupaten/kota tetangganya. Selain itu, juga terdapat
pemerintah kabupaten/kota yang kurang memperhatikan kesejahteraan masyarakatnya,
yang menimbulkan permasalahan seperti meningkatnya angka kemiskinan, penyakit
menular, gizi buruk, dan lain-lain.
9.2.2 Pelaksanaan
a. Regulasi
Selain berbagai kebijakan dan regulasi yang telah disinggung sebelumnya, untuk
lebih menguatkan peran Gubernur sebagai wakil pemerintah pusat, Pemerintah telah
menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2010 tentang Tata Cara Pelaksanaan
Tugas dan Wewenang serta Kedudukan Keuangan Gubernur sebagai Wakil Pemerintah di
Wilayah Provinsi, Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2011 tentang Perubahan atas
Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2010 tentang Tata Cara Pelaksanaan Tugas dan
Wewenang serta Kedudukan Keuangan Gubernur sebagai Wakil Pemerintah di Wilayah
Provinsi, dan Surat Edaran Bersama (SEB) Menteri Negara Perencanaan Pembangunan
RKP 2012 III.9-5
Nasional/Kepala Bappenas dan Menteri Keuangan dan Menteri Dalam Negeri No
0442/M.PPN/11/2010; SE-696/MK 2010; 120/4693/SJ tentang Peningkatan Efektifitas
Penyelenggaraan Program dan Kegiatan Kementerian/Lembaga di Daerah serta
Peningkatan Peran Aktif Gubernur selaku Wakil Pemerintah Pusat.
Tugas Gubernur sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2010 tentang Tata
Cara Pelaksanaan Tugas dan Wewenang serta Kedudukan Keuangan Gubernur sebagai
Wakil Pemerintah di Wilayah Provinsi dan Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2011
tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2010 tentang Tata Cara
Pelaksanaan Tugas dan Wewenang serta Kedudukan Keuangan Gubernur sebagai Wakil
Pemerintah di Wilayah Provinsi meliputi:
1. Melakukan koordinasi penyelenggaraan pemerintahan antara pemerintah daerah
provinsi dengan instansi vertikal, pemerintah daerah provinsi dengan pemerintah
daerah kabupaten/kota serta antar pemerintahan daerah kabupaten/kota di wilayah
provinsi;
2. Menyelenggarakan kegiatan pemerintahan secara umum seperti menjaga kehidupan
berbangsa dan bernegara, memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik
Indonesia (NKRI), menjaga etika dan norma penyelenggaran pemerintahan di daerah,
menjaga dan mengamalkan ideologi pancasila serta kehidupan demokrasi dan
stabilitas politik,
3. Melakukan pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan pemerintahan daerah
kabupaten/kota dan penyelenggaraan tugas pembantuan di daerah provinsi dan
kabupaten/kota.
4. Penekanan pada koordinasi dalam penyusunan, pelaksanaan dan pengendalian serta
evaluasi dalam rangka sinkronisasi RPJPD, RPJMD, RKPD kabupaten dan kota agar
mengacu kepada RPJPD, RPJMD dan RKPD provinsi serta RPJPN, RPJMN dan RKP dan
kebijakan pembangunan nasional yang ditetapkan oleh pemerintah;
5. Pemberian sanksi administratif berupa peringatan tertulis serta kepada
bupati/walikota yang tidak hadir tanpa alasan yang dapat dipertanggungjawabkan
dalam pelaksanaan koordinasi dikenakan sanksi administratif berupa peringatan
tertulis serta hak gubernur untuk tidak mengalokasikan dana tugas pembantuan
kepada kabupaten/kota bersangkutan pada tahun anggaran berikutnya.
Regulasi penting lainnya yang terkait dengan penguatan peran Gubernur adalah Surat
Edaran Bersama (SEB) Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas
dan Menteri Keuangan dan Menteri Dalam. Surat edaran bersama tiga menteri ini
menyebutkan bahwa dalam rangka meningkatkan efektivitas dan efisiensi pelaksanaan
program dan kegiatan Kementerian/Lembaga yang dilakukan melalui mekanisme
Dekonsentrasi, Tugas Pembantuan, atau Urusan Bersama maka Gubernur mempunyai
peran dan wajib melakukan hal-hal sebagai berikut:
1. Melakukan sinkronisasi dan harmonisasi antara rencana penyelenggaraan
dekonsentrasi, tugas pembantuan, atau urusan bersama dari Kementerian/Lembaga
di wilayah Provinsi dalam rangka sinkronisasi dan harmonisasi kebijakan;
2. Memberitahukan kepada DPRD Provinsi pada saat pembahasan RAPBD tentang
rencana penyelenggaraan dekonsentrasi, tugas pembantuan, atau urusan bersama
dari Kementerian/Lembaga di wilayah Provinsi;
b. Tahap pelaksanaan/implementasi:
1) Melaksanakan program dan kegiatan dekonsentrasi, tugas pembantuan dan
urusan bersama sesuai dengan petunjuk teknis yang ditetapkan oleh
Menteri/Kepala Lembaga terkait;
2) Menyelenggarakan forum koordinasi pimpinan daerah (Musyawarah Pimpinan
Daerah) dalam rangka koordinasi pelaksanaan pembangunan daerah termasuk:
a) memberi dukungan terhadap kerja sama antar kabupaten/kota dalam
penyelenggaraan urusan pemerintahan;
b) menyelesaikan perselisihan antar kabupaten/kota dalam penyelenggaraan
urusan pemerintahan;
c) menetapkan kriteria, penetapan situasi serta melakukan koordinasi terhadap
ancaman, tantangan, hambatan, dan gangguan daerah, serta stabilitas politik;
d) menjaga pengamalan ideologi Pancasila, membangun kehidupan demokrasi
dan menjaga kerukunan hidup beragama.
3) Menangani isu-isu lintas kabupaten/kota melalui koordinasi, mediasi atau
fasilitasi oleh Gubernur dalam bidang:(i) penegakan peraturan perundang-
undangan; (ii) batas wilayah dan isu kawasan; (iii) penanggulangan bencana;
(iv) daerah otonom dan khusus; (v) kerjasama daerah; (vi) tata ruang; (vii)
ketentraman dan ketertiban masyarakat; serta (viii) tugas-tugas yang
diamanatkan perundang-undangan lainnya;
4) Melakukan fasilitasi dan konsultasi penyelenggaraan urusan pemerintahan,
termasuk:
a) Memberikan informasi tentang kebijakan Pemerintah dan instansi vertikal di
provinsi kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi;
b) Melakukan penyetaraan kualitas pelayanan publik antarkabupaten/kota di
wilayah provinsi yang bersangkutan;