Anda di halaman 1dari 23

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 LATAR BELAKANG

Penyakit kolagen, penyakit kolagenosis, penyakit mesenkim merupakan sinonim dari


penyakit jaringan konektif. Menurut klasifikasi oleh KLEMPERER yang termasuk golongan
penyakit tersebut ialah lupus eritematosus, scleroderma, dermatomiositis, arthritis rematik,
demam rematik dan poliartritis. Klasifikasi tersebut berdasarkan atas degenerasi fibrinoid serat-
serat kolagen yang luas yang terdapat di dalam jaringan mesenkim.
Jaringan kolagen terdiri atas tiga elemen, yakni kolagen, elastin dan substansi dasar
(underlying ground substance) tempat serta-serat tersebut terletak. Kelainan serat kolagen dan
serat fibrin menimbulkan manifestasi klinis yang berlainan. Yang sama ialah, bahwa semua
penyakit pada golongan ini merupakan satu kompleks respons autoimun.
Lupus Eritematosus merupakan penyakit yang menyerang system konektif dan vascular
yaitu Lupus Eritematosus Diskoid dan Lupus Eritematosus Sistemik. Lupus eritematosus discoid
(LED) bersifat kronik dan tidak berbahaya dimana menyebabkan bercak kulit yang eritematosa
yang atrofik dan ulserasi. Lupus eritematosus sistemik (LES) merupakan penyakit yang
biasanya akut dan berbahaya bahkan dapat fatal. Penyakit ini bersifat multisistemik dan
menyerang jaringan konektif dan vascular.1 Gilliams membagi klasifikasi dari lupus
eritematosus dan LED masuk dalam kategori Chronic Cutaneus LE2,3
Prevalensi kasus Lupus eritematosus diskoid di Amerika pada tahun 2012 dimana
prevalensi LES yang melibatkan organ-organ vital sebanyak 525.000 kasus (35), yang tidak
melibatkan organ-organ vital sebanyak 525.000 kasus (35%), non-systemic (drug induced,
neonatal lupus dan lupus lainya ) sebanyak 299.970 kasus (20%) dan Lupus eritematosus discoid
sebanyak 150.030 kasus (10%).4

BAB II

1
TINJAUAN PUSTAKA

II.1 DEFINISI
Lupus Eritematosus Diskoid merupakan penyakit kulit yang menyebabkan skuama dan lesi
kemerahan pada kulit yang diperparah oleh paparan sinar matahari. Bercak merah biasanya
berbentuk koin pada kulit. Tempat yang paling utama untuk lesi LED biasanya pada muka, leher,
dahi, telinga, dada, bahu dan punggung atas. Lesi bagian tengah biasanya berwarna cerah
dibandingkan dengan bagian pinggir lesi yang berwarna lebih gelap dari kulit normal.5
Beberapa pengarang membagi LED berdasarkan distribusi, yaitu LED lokalisata dan
LED generalisata. LED lokal jika lesi berada di atas leher yaitu pada wajah, kulit kepala, daerah
pipi, ujung hidung, bibir bawah, kelopak mata bawah dan telinga. Sedangkan LED generalisata
lebih jarang terjadi, lesi paling sering muncul pada ekstremitas atas dan dada, dan dapat terjadi
bersamaan dengan LED lokalisata. 3

II.2 EPIDEMIOLOGI

Gambar 2.1 distribusi penyakit Lupus dilihat dari jenis kelamin 2


Wanita lebih banyak terkena penyakit ini di bandingkan pria dan lebih sering terjadi pada rentang
usia 20-45 tahun serta gejala lebih berat pada orang berkulit hitam.2,4

2
Tabel 2.1 Karateristik pasien Lupus Eritematosus6

3
II.3 ETIOLOGI
Lupus eritematosus diskoid diperkirakan sebagai penyakit autoimun. Kelainan autoimun
terjadi ketika sel imun salah arah menyerang tubuh sendiri. Normalnya, sel imun bekerja
mengenali dan menghancurkan invasi luar, seperti bakteri, virus, dan jamur. Insiden bertambah
tinggi pada mereka dengan kombinasi HLA (Human Leukocyte Antigen). Penyebab yang pasti
dari LED belum diketahui. Para ahli mempercayai bahwa kombinasi genetik, lingkungan dan
faktor hormonal terlibat dalam pembentukan LED. Karena tidak ada gen spesifik untuk LED,
para peneliti telah menemukan beberapa gen yang berkontribusi pada pembentukan penyakit ini.
Dan beberapa orang yang mempunyai gen ini meningkatkan resiko dalam pembentukan LED.
Penyakit dapat pula diinduksi oleh obat, misalnya prokainamid, hidantoin, griseufulvin, fenil
butazone, penisilin, streptomisin, tetrasiklin, dan sulfonamide dan disebut sebagai SLE like
sindrom. 1,5
Paparan sinar matahari memerankan peran penting dalam beberapa kasus LED.
Kebanyakan rash LED terjadi pada daerah yang terpapar langsung sinar matahari dan paparan
sinar matahari juga dapat memicu pembentukan rash yang baru. Pada beberapa orang, penyakit
ini menghilang selama musim dingin, dimana terdapat sedikit matahari. Stres psikologi dan
infeksi virus atau bakteri pada kulit juga dapat memicu timbulnya LED. LED tidak menular
melalui kontak kulit atau berganti-ganti barang pribadi seperti handuk, sisir atau silet cukur. 5

4
Gambar 2.2 Penyebab terjadinya Lupus Eritematosus Diskoid 7

Tabel 2.2 Penyebab terjadinya Lupus Eritematosus Diskoid 8

II.4 PATOMEKANISME
Lupus eritematosus diskoid dimulai dengan mutasi somatik pada sel asal limfositik (lymphositic
stem cell) pada orang yang mempunyai predisposisi. Cell mediated immunity memiliki peran
yang dominan pada kasus ini.2 Ada tiga faktor yang menjadi perhatian bila
membahas patogenesis lupus, yaitu : faktor genetik, lingkungan, dan
kelainan pada sistem imun. Faktor genetik ini disini yaitu studi yang
berhubungan dengan HLA (Human Leucocyte Antigens) yang mendukung
konsep bahwa gen MHC (Major Histocompatibility Complex) mengatur
produksi autoantibodi spesifik. Penderita lupus (kira-kira 6%) mewarisi
defisiensi komponen komplemen, seperti C2,C4, atau C1q. Kekurangan
komplemen dapat merusak pelepasan sirkulasi kompleks imun oleh sistem

5
fagositosit mononuklear, sehingga membantu terjadinya deposisi jaringan.
Defisiensi C1q menyebabkan fagositis gagal membersihkan sel apoptosis,
sehingga komponen nuklear akan menimbulkan respon imun. Faktor
lingkungan dapat menjadi pemicu pada penderita lupus, seperti radiasi ultra
violet, tembakau, obat-obatan, virus. Sinar UV mengarah pada self-immunity
dan hilangnya toleransi karena menyebabkan apoptosis keratinosit. Selain
itu sinar UV menyebabkan pelepasan mediator imun pada penderita lupus,
dan memegang peranan dalam fase induksi yanng secara langsung merubah
sel DNA, serta mempengaruhi sel imunoregulator yang bila normal
membantu menekan terjadinya kelainan pada inflamasi kulit. Faktor
lingkungan lainnya yaitu kebiasaan merokok yang menunjukkan bahwa
perokok memiliki resiko tinggi terkena lupus, berhubungan dengan zat yang
terkandung dalam tembakau yaitu amino lipogenik aromatik. Pengaruh obat
juga memberikan gambaran bervariasi pada penderita lupus. Pengaruh obat
salah satunya yaitu dapat meningkatkan apoptosis keratinosit. Faktor
lingkungan lainnya yaitu peranan agen infeksius terutama virus dapat
ditemukan pada penderita lupus. Virus rubella, sitomegalovirus, dapat
mempengaruhi ekspresi sel permukaan dan apoptosis. Faktor ketiga yang
mempengaruhi patogenesis lupus yaitu faktor imunologis. Selama ini
dinyatakan bahwa hiperaktivitas sel intrinsik B menjadi dasar dari
patogenesis lupus eritematosus sistemik. Beberapa autoantibodi ini secara
langsung bersifat patogen termasuk dsDNA (double-stranded DNA), yang
berperan dalam membentuk kompleks imun yang kemudian merusak
jaringan.9,10

6
Gambar 2.3 Pathogenesis Cutaneus Lupus Eritematosus 11

Perbedaan Lupus Eritematosus Discoid dan Lupus Eritematosus Sistemik 1 :


Lupus Eritematosus Discoid Lupus Eritematosus Sistemik
Insiden pada wanita lebih banyak Wanita jauh lebih banyak dari
daripada pria, usia >30 thn pada pria, umumnya terbanyak
sebelum usia 40 thn
5% berasosiasi dengan atau
menjadi LES 5% mempunyai lesi-lesi kulit
LED
Lesi mukosa oral dan lingual
jarang Lesi mukosa lebih sering terutama
pada LES akut
Gejala konstitusional jarang
Gejala konstitusional sering
Kelainan laboratorik dan
imunologik jarang Kelainan laboratorik dan
imunologik sering

7
II.5 GEJALA KLINIS
Kelainan biasanya berlokalisasi simetrik di wajah (terutama hidung dan pipi), telinga atau leher.
Lesi terdiri atas bercak-bercak (makula eritem atau bercak yang meninggi), berbatas jelas dengan
sumbatan keratin pada folikel-folikel rambut (follicular plugs). Bila lesi-lesi diatas hidung dan
pipi berkonfluensi, dapat berbentuk seperti kupu-kupu (butterfly erythema. )

Gambar 2.4 Follicular plugs, butterfly rash, alopesia, lesi pada kepala dan erosi bukal 2
B

Penyakit ini dapat meninggalkan sikatrik artrofik, kadang hipertrofik, bahkan distorsi
telinga atau hidung. Hidung dapat berbentuk seperti paruh kakatua, alopesia . Bagian badan yang
tidak tertutup pakaian, yang terkena sinar matahari langsung lebih cepat beresidif daripada
bagian lain. Lesi-lesi dapat terjadi di mukosa, yakni di mukosa oral dan vulva, atau di
konjungtiva. Klinis nampak deskuamasi, kadang ulserasi dan sikatrisasi.1

8
Gambar 2.5 LED lesi pada punggung dan sikatriks pada wajah2

9
Gambar 2.6 lesi LED pada wajah dan scar2

Varian klinis dari LED : 1


1. Lupus Eritematosus Tumidis, berupa bercak-bercak eritematosa coklat yang meninggi
terlihat di muka, lutut, dan tumit. Gambaran klinis dapat menyerupai erysipelas atau
selulitis.

Gambar2.7 Lesi pada Lupus Ertitematosus Tumidis 2

10
2. Lupus Eritematosus Profunda, berupa nodus-nodus letak dalam, tampak pada dahi, leher,
bokong, dan lengan atas. Kulit di atas nodus eritematosus, atrofik, atau berulserasi.

Gambar2.8 Lesi pada Lupus Eritematosus Profunda2

3. Lupus Hipotrofikus dimana penyakit sering terlihat di bibir bawah dan mulut terdiri atas
plak yang berindurasi dengan sentrum yang atrofik

Gambar 2.9 Lupus Hipotrofikus2


4. Lupus pernio (chilblain lupus, Hutchinson), berupa bercak-bercak eritematosa yang
berinfiltrasi di daerah-daerah yang tidak tertutup pakaian, memburuk pada hawa dingin.

11
Gambar 2.10 Lesi pada Lupus Pernio2

Tabel 2.3 Manifestasi klinis pasien Lupus Eritematosus Diskoid 6

II.6 PEMERIKSAAN PENUNJANG


A. Pemeriksaan Laboratorium 12

12
1. Tes serologi
- Beberapa pasien dengan LED (sekitar 20%) dengan antinuclear antibody (ANA) yang
positif dengan titer rendah (< 1:160). Antibodi anticytoplasmic tidak muncul
- Anti-Ro (SS-A) autoantibody positif pada 1-3% pasien
- Anti-native DNA (double-stranded or n DNA) atau anti-Sm antibodies biasanya
menggambarkan LES, tetapi bisa terdapat pada beberapa pasien LE D (<5%)
2. Temuan Laboratoium lainnya
- Dapat terjadi sitopenia
- Laju endap darah dapat meningkat terjadi pada beberapa pasien
- Reumatoid faktor dapat positif
- Jumlah Komplemen dapat menurun
- Urinalisis dapat menggambarkan adanya proteinuria pada urine

B. Pemeriksaan laboratorium lainnya12


1.
Pemeriksaan Histopatologi
Biopsi lesi LED secara umum memberikan gambaran hiperkeratosis, sumbat
folikuler, atrofi epidermis, degenerasi hidrofic keratinosit basal dan infiltrat sel
mononuklear pada epidermis, adneksa dan perivaskuler. Seringkali terlihat
penimbunan mucin di daerah dermis. Gambaran histopatologi dari tiap lesi berbeda,
tergantung dari tipe dan perkembangan lesi.

Gambar 2.11 Histologi Lupus eritematous14


Jika biopsi kulit telah mengarah pada lupus eritematous diskoid maka sebaiknya
dilakukan tes yang lainnya berupa tes darah.

2.
Pemeriksaan Immunopatologi 12
- Deposit immunologi dan komplemen dermal-epidermal merupakan tampilan
karakteristik. Jaringan yang diuji diambil dari lesi atau pada kulit normal. Biopsi

13
jaringan normal dapat diambil dari permukaan yang terekspos atau yang tidak
terekspos. Tes untuk kulit non lesi non ekspos disebut Lupus Band Test (LBT)
- Penggunaan dan interpretasi dari tes ini berdasarkan dari biopsi. Sekitar 90% pasien
dengan manifestasi LED mengarah pada tes immunoflourence (DIF) pada kulit
berlesi. Daerah membran dari lesi kulit tidak spesifik untuk lupus dan dapat berupa
penyakit kulit lainnya. Lesi yang lama atau yang sangat baru dapat diinterpretasikan
negatif pada gambaran mikroskopi immunoflourence.
- Direct Immunoflorescence menunjukkan deposit IgG, IgM, IgA, dan C 3 pada
membran basalis.

Tabel 2.4 presentasi kelainan laboratorium pada penderita Lupus Eritematosus Discoid 6

II.7 DIAGNOSIS
Diagnosa dapat ditegakkan berdasarkan gabungan antara anamnesis, pemeriksaan fisis
serta pemeriksaan penunjang. Adanya plak berbatas tegas pada daerah lesi antara lain: 5
Eritema dan telengiektasis
Skuama

14
Follicular plugging
Perubahan pigmen (lebih jelas pada kulit berwarna) termasuk hipopigmentasi sentral lesi
dan hiperpigmentasi area perifer lesi
Skar dan alopesia, jika lesi berada pada daerah kulit kepala
Bila lesi-lesi diatas hidung dari pipi berkonfluensi, dapat berbentuk seperti kupu-kupu
(butterfly erythema)
Diagnosis dari lupus eritematosus diskoid biasanya membutuhkan biopsi kulit. Biopsi
digunakan untuk konfirmasi diagnosis. Contoh lesi diambil dengan sediaan khusus selanjutnya
diamati dibawah mikroskop. Tes darah tidak dapat menjelaskan tipe antibodi yang ada pada LED
dan penampakan sisiknya biasanya tidak memberikan penjelasan apapun mengenai lesi kulit
yang lain. Biasanya lesi yang mempunyai karakteristik seperti di atas dapat diidentifikasi sebagai
lesi dari LED. Jika terdapat antibodi dalam darah atau gejala adanya tanda fisik yang lain,
kemungkinan diagnosis mengarah ke LED. Direct Immunoflorescence menunjukkan deposit
IgG, IgM, IgA, dan C3 pada membran basalis. Tes skrining darah untuk diagnosis SLE juga
disarankan. 5,13

II.8 DIAGNOSIS BANDING


Diagnosis Banding dari LED antara lain:
1.
Dermatomiositis1
Merupakan penyakit autoimun yang menyerang otot dan kulit. Lesi berupa adanya
bercak keunguan pada kulit disertai edema periorbital, dorsum manus, dan eritema linier
pada dorsum falang.

Gambar 2.12 Lesi kulit pada Dermatomiositis2

15
2.
Eritema Multiforme 1
Lesi yang klasik adalah lesi yang berbentuk seperti iris atau sasaran tembak. Eritema
yang bulat atau oval dengan bagian sentral warna keunguan. Distribusinya khas pada
permukaan ekstensor lengan dan tungkai, tetapi secara diagnostik yang penting adalah
terdapat pada telapak tangan dan kaki.

Gambar 2.13 Lesi kulit pada Eriteme Multiforme 2

5. Lupus Eritematosus Sistemik (LES)1


Pada LES lesi pada mukosa lebih sering, gejala konstusional seperti lelah, demam,
penurunan berat badan lebih sering ditemukan. Kelainan laboratorium dan imunologi juga
sering ditemukan. LES ini menyerang organ sistemik, misalnya terdapat pada :

16
- Ginjal yaitu sekitar 68 % proteinuria, hematuria dan sindrom nefrotik.
- Kardiovaskuler berupa perikarditis dan efusi perikard.
- Paru-paru terjadi efusi pleura dan pneumonitis.
- Saluran cerna, nyeri abdomen dan mungkin disertai mual, muntah, diare.
-

Gambar2.14 Lesi kulit pada LES14


II.9 PENATALAKSANAAN
A. Nonmedikamentosa 1
Menghindari faktor pencetus misalnya paparan sinar matahari dan semua sumber
yang menyebabkan paparan radiasi sinar UV.
Memakai pakaian yang tertutup dan topi yang lebar.
Menghindari penggunaan obat obatan fotosensitif seperti Hidroclorothiazid,
tetrasklin, griseofulvin, penicilin, sulfonamide dll serta obat-obat hormonal .

B. Medikamentosa
1. Sistemik
Anti malaria adalah obat pilihan yang efektif untuk LED. Klorokuin (CQ)
Hidroklorokuin (HCQ), dan kuinakrin adalah tiga obat yang sering digunakan. 1,15
Pada beberapa pasien, hidroklorokuin dimulai dengan dosis 200 mg per hari untuk
menilai toleransi saluran cerna terhadap dosis obat yang diberikan. Apabila pasien tidak
mengalami diare atau gangguan saluran cerna dosis ditingkatkan dua kali lipat menjadi dua kali
200 mg per hari. Dosis maksimal hidroklorokuin kurang dari 6,5 mg/kgBB/hari. Pemberian

17
hidroklorokuin selama 3-4 minggu pertama kemudian dosis dikurangi perlahan-lahan selama 3-4
minggu kemudian dengan pemberian 1 kali sehari. Sedangkan kuinakrin dapat diberikan jika
tidak ada respon terhadap klorokuin dan hidroklorokuin. Efek samping dari klorokuin adalah
retinopati pada mata, sakit kepala, mengantuk dan gangguan sistem saluran cerna. 15
Farmakoterapi bertujuan untuk mengurangi angka kesakitan dan untuk mencegah
komplikasi. Hidroksikloroquin dan kloroquin telah memperlihatkan hasil yang bermanfaat dalam
mengobati LED. 15
Kategori Obat: Obat Anti Malaria mungkin memiliki bagian imunomodulator.
Hidroksikloroquin merupakan obat pilihan utama (drug of choice) bila obat sistemik dibutuhkan
untuk LED. Kloroquin adalah obat pilihan kedua. 15

Hidroksikloroquin (Plaquenil) Untuk pengobatan LED dan LES. Menghambat


kemotaksis eosinofil, gerakan netrofil, dan merusak reaksi komplemen antigen
Nama Obat
antibodi. Hidroksikloroquin sulfat 200 mg sama dengan 155 mg
hidroksikloroquin basa dan 250 mg kloroquin fosfat.
200-400 mg/hr PO; tidak melebihi 6.5 mg/kgBB/hr; 310 mg PO 4x/hr atau 2x/hr
Dosis Dewasa selama beberapa minggu tergantung respon; 155-310 mg/hr untuk terapi jangka
panjang.
6.5 mg/kgBB/hr PO; 3-5 mg basa/kgBB/hr PO 4x/hr atau 2x/hr; tidak melebihi 7
Dosis Anak
mg/kg/hr.
Hipersensitifitas; psoriasis; gangguan retina dan lapangan pandang akibat 4-
Kontraindikasi
aminoquinolon.
Jumlah penisillamin dapat meningkat; level serum meningkat bersama simetidin;
Interaksi Obat
magnesium trisilikat dapat menurunkan absorbsi.
Kehamilan Keamanan penggunaan selama kehamilan tidak dijelaskan.
Melewati plasenta dan dapat menyebabkan toksisitas pada ocular, SSP, dan
ototoksik pada fetus; jangan gunakan selama menyusui; batasi penggunaan pada
Perhatian anak pada dosis yang aman untuk mencegah kemungkinan yang fatal; toksisitas
ocular dapat disebabkan oleh hidroksikloroquin dan kloroquin tapi tidak oleh
quinakrin; lakukan pemeriksaan oftalmologi yang teratur selama terapi.
Kloroquin (Aralen) Menghambat kemotaksis eosinofil, gerakan netrofil, dan
Nama Obat
merusak reaksi komplemen antigen antibodi.
Dosis Dewasa 250-500 mg PO 4x/hr
10 mg/kgBB PO 1 jam pertama, kemudian 5 mg/kgBB 6 jam berikutnya, diikuti
Dosis Anak
dengan 5 mg/kgBB pada hari kedua dan ketiga.
Hipersensitifitas; psoriasis; gangguan retina dan lapangan pandang akibat 4-
Kontraindikasi
aminoquinolon.
Simetidin dapat meningkatkan level serum dari kloroquin (kemungkinan 4-
Interaksi Obat aminoquinolon yang lain); magnesium trisilikat dapat menurunkan absorbsi dari
4-aminoquinolon.

18
Kehamilan Keamanan penggunaan selama kehamilan tidak dijelaskan.
Perhatian pada penyakit hati, defisiensi G-6-PD, psoriasis, porfiria; tidak
Perhatian dianjurkan terapi jangka panjang pada anak-anak; lakukan pemeriksaan
oftalmologi yang teratur; lakukan tes untuk kelemahan otot.

Thalidomide (50 300mg/hari) sangat efektif pada LED yang refrakter terhadap
pengobatan lainnya. Beberapa studi melaporkan keberhasilan antara 85-100%, dengan banyak
laporan pasien yang menyatakan sembuh sempurna. Adapun efek sampingnya ialah efek
teratogenik, sehingga sebaiknya tidak digunakan pada wanita hamil. Selain itu neuropati sensorik
dapat terjadi pada sekitar 25% dari pasien yang mengkonsumsi obat ini. 15
Obat lain yang dapat digunakan yaitu preparat emas (auranofin, mycochrysine) dan
clofazimin (lampren) walaupun hasilnya bervariasi pada tiap kasus. 15
Glukokortikoid sistemik sebaiknya tidak digunakan pada kasus dengan lesi yang sedikit.
Namun pada beberapa kasus, khususnya pada kasus berat dan simptomatik, metil prednisolon
intravena dapat digunakan. Imunosupresif lain seperti azatioprin (imuran) 1,5 -2 mg/kg/hari oral
dapat bertindak sebagai glukokortikoid-sparing pada kasus berat lupus eritematosus kulit.
Mikofenolat mofetil (25-45 mg/kg/hari oral) merupakan analog purin yang serupa dengan
azatioprin. Metotreksat (7,5-25mg/kg oral sekali seminggu) efektif untuk kasus berat yang
refrakter. 15

C. Topikal
1.
Proteksi sinar matahari dengan menggunakan tabir surya. 15
2.
Glukokortikoid lokal. Walaupun penggunaan potensi medium dari preparat ini seperti
triamcinolon acetonide 0,1% pada area sensitif wajah, obat topikal superpoten kelas satu
seperti clobetasol proprionat atau betametason diproprionat memberikan hasil yang
memuaskan pada kulit. Penggunaan 2 kali sehari selama 2 minggu diikuti dengan 2
minggu periode istirahat dapat meminimalkan komplikasi seperti atropi dan
telengiektasis. Salep lebih efektif daripada krim pada lesi hiperkeratosis. 15
3.
Glukokortikoid intralesi. Penggunaan glukokortikoid intralesi seperti suspensi
triamsinolon asetonida 2,5 sampai 5 mg/ml pada wajah dengan konsentrasi tinggi
dibolehkan pada kulit yang kurang sensitif. Hal ini diindikasikan pada lesi hiperkeratosis
atau pada lesi yang tidak merespon pada penggunaan kortikosteroid lokal, namun pasien
dengan lesi yang terlalu banyak perlu berhati-hati dengan penggunaan terapi ini. 15

19
3. Terapi bedah dan kosmetik
LED dapat membuat alopesia permanen, atropi kulit, dan perubahan pigmen. Intervensi
bedah seperti transplantasi rambut dan dermabrasi membawa resiko karena LED dapat dipicu
oleh trauma termasuk operasi. Pemulihan dari skar atropi dengan Erbium : YAG atau laser
karbon dioksida dilaporkan bermanfaat. Injeksi lesi atropi menggunakan kolagen atau sejenisnya
sebaiknya dihindari. 16
Pengobatan alternatif adalah diet yang sehat, mengurangi konsumsi daging merah, dan
banyak mengkonsumsi ikan yang mengandung asam lemak esensial omega-3, misalnya makarel,
sarden dan salmon. Suplemen makanan (Vit B,C, E dan selenium) dipercaya dapat mengurangi
lesi LED.15,16

II.10 KOMPLIKASI
Komplikasi yang dapat terjadi pada LED berupa skar atau atropi, tetapi dapat dicegah
dengan pengobatan dini. Perubahan lain yang terjadi termasuk hiperkeratosis dan penyumbatan
folikuler. Gejala sistemik yang serius jarang terjadi.5

II.11 PROGNOSIS
Sekitar 5 % pasien yang menderita LED akan berkembang menjadi LES. Beberapa
pasien dapat merasakan nyeri yang berlanjut disekitar lesi atau merasakan ketidaknyamanan
akibat skar dan atrofi yang timbul. Kemungkinan eksaserbasi dapat muncul terutama pada
musim semi dan musim panas. Dengan demikian, prognosis LED umumnya baik.1,3

20
BAB III
PENUTUP

III.1 KESIMPULAN
Lupus Eritematosus Diskoid adalah penyakit kulit yang menyebabkan skuama dan lesi
kemerahan pada kulit yang diperparah oleh paparan sinar matahari. L.E.D lebih sering terjadi
pada wanita, etiologi dan patogenesis belum diketahui secara pasti, para ahli menduga bahwa
LED merupakan suatu kombinasi antara faktor genetik, lingkungan, dan faktor hormonal.
Diagnosa dapat ditegakkan berdasarkan gabungan antara anamnesis, pemeriksaan fisik serta
pemeriksaan penunjang. Terapi dapat dilakukan dengan menghindari faktor pencetus dan
pemberian terapi sistemik, topikal, dan pembedahan.

21
DAFTAR PUSTAKA

1. Djuanda S. Penyakit Jaringan Konektif. In: Djuanda A, Hamzah M, Aisah S. Ilmu


Penyakit Kulit dan Kelamin 6rded. Jakarta: Balai FKUI; 2011.
2. Cotsner MI, Sontheimer RD. Lupus Erythematosus. In: Freedberg IM, Eisen AZ, Wolff
K, Austen KF, Goldsmith LA, Katz SI,eds. Fitzpatricks Dermatology in General
Medicine 15 thed. New York: Mc Graw-Hill; 2007.
3. Habif TP,ed. Connective Tissue Diseases. Clinical Dermatology: A Color Guide to
Diagnosis and Therapy 4thed. Philadelphia, Pennsylvania: Mosby,Inc; 2004.p.592-606
4. Lupus, the Adventure Between the Lines. Lupus Foundation of America.2012
5. Discoid lupus erythematosus. (online). 2005. (cited 2008 January 17): (7 screens).
Available from: URL: http://www.carepathonline.com
6. Metavee Insawang, Kanokvalai Kulthanan, Leena Chularojanamontri, Papapit Tuchinda
and Sumrauy Pinkaew . Discoid lupus erythematosus: Description of 130 cases and
review of their natural history and clinical course. Journal of Clinical Immunology and
Immunopathology Research Vol. 2(1), pp. 1-8, April 2010 Available
onlinehttp://www.academicjournals.org/jciir ISSN 2141-2219 2010 Academic Journals
7. Christie M Bartels,Herbert S Diamond. Lupus Eritematous. Medscape.2015

22
8. C C Mok and C S Lau. Pathogenesis of systemic lupus erythematosus. Journal of clinical
pathology .England.2003
9. Kumar V, Abul KA, Nelson F. Pathologic Basis of Disease. 7th ed.
Philadelphia: Elsevier saunders. 2005.
10. Rowel NR. Discoid and Systemic Lupus Erythematous as One Disease. In: Epstein Ervin,
ed. Controversies in Dermatology. Philadelphia: WL Saunders Company; 1984.p345-9
11. Kuhn A, Wenzel J, Weyd H. Apoptosis and cytokines in the pathogenesis of cutaneous
lupus erythematosus: A Critical Review. Clin Rev Allerg Rev, in press. Heidelberg
Germany.2014
12. Callen JP. Lupus erythematosus discoid. (online). 2007. (cited 2008 January 8): (19
screens). Available from: URL: http://www.emedicine.com
13. Discoid lupus erythematosus. (online). 2006. (cited 2008 January 17): (2 screens).
Available from: URL: http://www.skinsite.com
14. Polimiositis & Dermatofitosis (online). 2004. (cited 2008 January 16): (3 screens).
Available from: URL: http://www.medicastore.com
15. Suresh Panjwani. Early Diagnosis and Treatment of Discoid Lupus Erythematosus. J Am
Board Fam Med 2009;22:206213
16. Tremblay JF, Carey W. Atrophic facial scars secondary to discoid lupus erythematous:
treatment using the Erbium:YAG laser.Pubmed 2015

23

Anda mungkin juga menyukai