Anda di halaman 1dari 35

PERUSAHAAN JASA KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA

(PJK3)

A. Pengertian Perusahaan Jasa Keselamatan dan Kesehatan Kerja (PJK3)

K3 di perusahaan sangat penting artinya bagi pekerja, pengusaha,


maupun orang-orang yang berada di dalam lokasi perusahaan. Dalam
rangka mencegah terjadinya bahaya kecelakaan, perlu mengikutsertakan
pihak lain yang berhubungan dengan masalah pengawasan K3 mulai dari
tahap konsultasi, pabrikasi, pemeliharaan, reparasi, penelitian,
pemeriksaan, pengujian, audit K3 dan pembinaan K3. Pihak-pihak lain
yang dimaksud di atas adalah Perusahaan Jasa Keselamatan dan Kesehatan
Kerja (PJK3).

Berdasarkan Peraturan Menteri Tenaga Kerja R.I


No.PER.04/MEN/1995, Perusahaan Jasa Keselamatan dan Kesehatan
Kerja (PJK3) adalah perusahaan yang usahanya di bidang jasa K3 untuk
membantu pelaksanaan pemenuhan syarat-syarat K3 sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku. PJK3 dalam melaksanakan
kegiatan jasa K3 harus terlebih dahulu memperoleh keputusan
penunjukan dari Menteri Tenaga Kerja c.q.Direktur Jenderal Pembinaan
Hubungan Industrial dan Pengawasan Ketenagakerjaan.

Dalam hal ini PJK3 melekukan kegiatan berupa pengawasan


ketenagakerjaan, pemeriksaan, pengujian, pemeriksaan dan pengujian
teknik, pemeriksaan dan pengujian kesehatan kerja. Pengertiannya
menurut Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor: Per.04/Men/1995
tentang Perusahaan Jasa Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Pasal 1 adalah
sebagai berikut:

1. Pengawasan ketenagakerjaan adalah suatu Sistem pengawasan


terhadap pelaksanaan peraturan perundang-undangan dibidang

1
ketenagakerjaan yang merupakan rangkaian kegiatan pemeriksaan dan
pengujian guna melakukan tindakan korektif baik secara prefentif
maupun represif.
2. Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk
memperoleh bahan keterangan tentang suatu keadaan disesuaikan
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dalam rangka
tindakan korektif.
3. Pengujian adalah rangkaian kegiatan penilaian suatu objek secara
tehnis atau medis yang mempunyai suatu risiko bahaya dengan cara
memberi beban uji atau dengan teknik pengujian lainnya sesuai dengan
ketentuan tehnis atau medis yang telah ditetapkan.
4. Pemeriksaan dan pengujian teknik adalah pemeriksaan dan pengujian
yang dilakukan pada keadaan mesin-mesin, pesawat-pesawat, alat-alat
dan peralatan kerja, bahan-bahan, lingkungan kerja, sifat pekerjaan,
cara kerja dan proses produksi.
5. Pemeriksaan dan pengujian kesehatan kerja adalah pemeriksaan yang
dilakukan terhadap kesehatan tenaga kerja dan lingkungan kerja.

Ahli K3 atau dokter pemeriksa yang bekerja pada PJK3


mempunyai tugas melakukan pemeriksaan dan pengujian teknik atau
pemeriksaan/pengujian dan atau pelayanan kesehatan kerja sesuai dengan
Keputusan penunjukannya. Dalam hal adanya perubahan Ahli K3 atau
tenaga teknis, PJK3 harus melaporkan kepada Menteri Tenaga Kerja c.q
Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Pengawasan
Ketenaga kerjaan.

B. Jenis-Jenis Usaha jasa Perusahaan Jasa K3 (PJK3)


PJK3 sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 ayat (1) Peraturan
Menteri Tenaga Kerja Republik Indonesia No. 4 Tahun 1995 tentang
Perusahaan Jasa Keselamatan dan Kesehatan Kerja meliputi:
1. Jasa Konsultan K3;
2. Jasa Pabrikasi, Pemeliharaan, Reparasi dan Instalasi Teknik K3;
3. Jasa Pemeriksaan dan Pengujian Teknik;
Perusahaan jasa dalam poin ini meliputi bidang:
a. Pesawat uap dan bejana tekan;

2
b. Listrik;
c. Penyalur petir dan peralatan elektronik;
d. Lift;
e. Instalai proteksi kebakaran;
f. Konstruksi bangunan;
g. Pesawat angkat dan angkut dan pesawat tenaga dan priduksi;
h. Pengujian merusak (Destructif Test) dan tidak merusak (Non
Destructif Test).
4. Jasa Pemeriksaan/pengujian dan atau pelayanan kesehatan kerja;
Perusahaan jasa dalam poin ini meliputi bidang:
a. Kesehatan Tenaga Kerja;
b. Lingkungan Kerja;
5. Jasa Audit K3;
6. Jasa Pembinaan K3.

C. Tugas Perusahaan Jasa Keselamatan dan Kesehatan Kerja (PJK3)


Berdasarkan Peraturan Mentri Ketenagakerjaan No. 4 Tahun
1995 tentang PJK3, ahli K3 atau dokter pemeriksa yang bekerja pada PJK3
mempunyai tugas melakukan pemeriksaan dan pengujian teknik atau
pemeriksaan/pengujian dan atau pelayanan kesehatan kerja sesuai dengan
keputusan penunjukannya

D. Hak dan Kewajiban Perusahaan Jasa Keselamatan dan Kesehatan Kerja


(PJK3)
Menurut Peraturan Menteri Tenaga Kerja R.I No.PER.04/MEN/1995
PJK3 yang telah memdapatkan Keputusan Penunjukan sebagaimana
dimaksud dalam pasal 9 ayat (4) berhak:
1. Melakukan kegiatan sesuai denga Keputusan Penunjukannya.
2. Menerima imbalan jasa sesuai dengan kontrak diluar biaya retribusi
pengawasan norma keselamatan dan kesehatan kerja, sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku
PJK3 yang telah mendapatkan Keputusan penunjukan sebagaimana
dimaksud dalam pasal 9 ayat (4) berkewajiban:
1. Mentaati semua peraturan perundang-undangan yang berlaku;
2. Mengutamakan pelayanan dalam rangka pelaksanaan pemenuhan syarat-
syarat K3 sesuai dengan Peraturan perundang-undangan yang berlaku;
3. Membuat kontrak kerja dengan pemberi kerja yang isinya antara lain
memuat secara jelas hak dan kewajiban;
4. Memelihara dokumen kegiatan untuk sekurang-kurangnya 5 tahun

3
5. Lapor/konsul dengan pejabat K3 setempat
6. Perusahaan Jasa K3 wajib melaporkan dan konsultasi dengan Dinas
Tenaga Kerja setempat sebelum dan sesudah melakukan kegiatan dan
menyerahkan laporan tertulis sesuai dengan ketentuan.
Isi laporan rencana pemeriksaan meliputi:
1. Jadwal pemeriksaan
2. Obyek pemeriksaan
3. Metode pemeriksaan
4. Standar/pedoman tehnis (ref.)
5. Sarana/alat bantu:
a. Merk alat
b. Nomor seri
c. Tahun pembuatan
d. Kalibrasi terakhir
PJK3 yang melakukan kegiatan dibidang jasa pemeriksaan dan
pengujian teknik atau jasa pemeriksaan/pengujian dan atau pelayanan
kesehatan kerja yang mengakibatkan kerusakan atau kerugian pihak lain
karena tidak mengikuti prosedur sesuai dengan peraturan perundang-
undangan yang berlaku, wajib bertanggung jawab atas kerusakan atau
kerugian tersebut. (Peraturan Menteri Tenaga Kerja Republik Indonesia No. 4
Tahun 1995 tentang Perusahaan Jasa Keselamatan dan Kesehatan Kerja).

E. Syarat Perusahaan Jasa Keselamatan dan Kesehatan Kerja (PJK3)


Berdasarkan Peraturan Menteri Tenaga Kerja R.I
No.PER.04/MEN/1995, Perusahaan Jasa Keselamatan dan Kesehatan Kerja
(PJK3) adalah perusahaan yang usahanya di bidang jasa K3 untuk membantu
pelaksanaan pemenuhan syarat-syarat K3 sesuai dengan peraturan perundang-
undangan yang berlaku. Persyaratan sebagai berikut:
1. Berbadan hukum;
2. Memiliki ijin usaha perusahaan (SIUP);
3. Memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP);
4. Memiliki bukti wajib lapor ketenagakerjaan;
5. Memiliki peralatan yang memadai sesuai usaha jasanya;
6. Memiliki Ahli K3 yang sesuai dengan usaha jasanya yang bekerja penuh
pada perusahaan yang bersangkutan;
7. Memiliki tenaga teknis sesuai usaha jasanya
Berdasarkan Peraturan Mentri Ketenagakerjaan No. 4 Tahun
1995 tentang PJK3, untuk mendapat keputusan penunjukan, PJK3 harus

4
mengajukan permohonan kepada menteri tenaga kerja c.q. direktur jendral
pembinaan hubungan industrial dan pengawasan ketenagakerjaan.
Permohonan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dibuat dalam rangkap 3
(tiga) dan diberi meterai cukup dengan disertai lampiran :
1. Salinan akte pendirian perusahaan :
2. Salinan Surat Ijin Usaha Perusahaan (SIUP)
3. Surat keterangan domisilin perusahaan
4. Salin bukti NPWP perusahaan
5. Daftar peralatan yang dimiliki sesuai usaha jasanya
6. Struktur organisasi perusahaan
7. Salin wajib laporan ketenagakerjaan
8. Salin keputusan penunjukan sebagai ahli K3 atau dokter pemeriksa
kesehatan tenaga kerja kecuali untuk perusahaan jasa sebagaimana
dimaksud dalam pasal 3 huruf b dan f (jasa pabrikasi, pemeliharaan,
reparasi, instalasi teknik K3, dan pembinaan K3).
9. Riwayat hidup ahli K3 atau tenaga teknis yang bekerja pada perusahaan
yang bersangkutan.
Permohonan penunjukan PJK3, harus mencantumkan bidang usaha
jasa yang sesuai dengan Ahli K3 yang dimiliki. Permohonan penunjukan
PJK3 tembusannya disampaikan kepada Kepala Kantor Departemen Tenaga
Kerja dan Kepala Kantor Wilayah Departemen Tenaga Kerja setempat.
Setelah permohonan diterima, Direktur Pengawasan Norma Keselamatan dan
Kesehatan Kerja memeriksa kelengkapan syarat-syarat administrasi dan
syarat-syarat teknis. Dalam melaksanakan pemeriksaan kelengkapan syarat-
syarat administrasi dan syarat-syarat teknis, Direktur Pengawasan Norma
Keselamatan dan Kesehatan Kerja dapat membentuk Tim Penilai. Ketua,
anggota, hak, kewajiban dan masa kerja Tim Penilai sebagaimana dimaksud
ditetapkan dengan Keputusan Direktur Pengawasan Norma Keselamatan dan
kesehatan kerja. Berdasarkan hasil pemeriksaan, Menteri Tenaga Kerja c.q.
Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Pengawasan
Ketenagakerjaan dalam waktu paling lama 3 (tiga) bulan terhitung mulai

5
tanggal diterimanya permohonan, menetapkan penolakan atau Keputusan
penunjukan.

Keputusan Penunjukan PJK3 belaku untuk jangka waktu 2 (dua)


tahun, dan setelah berakhir dapat diperpanjang. Untuk mendapatkan
Keputusan Penunjukan perpanjangan, PJK3 harus mengajukan surat
permohonan perpanjangan dengn melampirkan syarat-syarat sebagaimana
dimaksud dalam pasal 8 ayat (2) dan daftar kegiatan selama berlakunya
Keputusan Penunjukan. Perpanjangan permohonan perpanjangan PJK3 harus
diajukan dalam waktu selambat-lambatnya 1 (satu) bulan sebelum berakhir
masa berlakunya Keputusan Penunjukan yang lama.

1. Prosedur Permohonan Penunjukan


a. Pengajuan permohonan kepada Menteri Tenaga Kerja c.q Direktur
Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Pengawasan
Ketenagakerjaan.
b. Permohonan tersebut rangkap tiga dan diberi materai disertai
lampiran:
1) Salinan akte pendirian perusahaan.
2) Salinan Surat Ijin Usaha Perusahaan (SIUP).
3) Surat keterangan domisili perusahaan.
4) Salinan Bukti NPWP perusahaan.
5) Daftar peralatan yang dimiliki sesuai usaha jasanya.
6) Struktur organisasi perusahaan.
7) Salinan wajib lapor ketenagakerjaan.
8) Salinan Keputusan Penunjukan sebagai Ahli K3 atau dokter
pemeriksa kesehatan tenaga kerja kecuali untuk perusahaan jasa.
9) Riwayat hidup Ahli K3 atau Tenaga Tehnis yang bekerja pada
perusahaan yang bersangkutan.
c. Permohonan harus mencantumkan bidang usaha jasa yang sesuai
dengan Ahli K3 yang dimiliki.
d. Permohonan tembusannya disampaikan kepada Kepala Kantor
Departemen Tenaga Kerja dan Kepala Kantor Wilayah Departemen
Tenaga Kerja setempat.
2. Proses Pengajuan Penunjukan

6
a. Setelah permohonan diterima, Direktur Pengawasan Norma
Keselamatan dan Kesehatan Kerja memeriksa kelengkapan syarat-
syarat administrasi dan syarat-syarat teknis.
b. Dalam melaksanakan pemeriksaan kelengkapan syarat-syarat
administrasi dan syarat-syarat teknis Direktur Pengawasan Norma
Keselamatan dan Kesehatan Kerja dapat membentuk Tim Penilai.
c. Ketua, anggota, hak, kewajiban dan masa kerja Tim Penilai ditetapkan
dengan Keputusan Direktur Pengawasan Norma Keselamatan dan
Kesehatan Kerja.
d. Berdasarkan hasil pemeriksaan Menteri Tenaga Kerja c.q Direktur
Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Pengawasan
Ketenagakerjaan dalam waktu paling lama 3 bulan terhitung mulai
tanggal diterimanya permohonan, menetapkan penolakan atau
keputusan penunjukan.
e. Penolakannya harus disertai alasan-alasannya.
3. Prosedur Permohonan Perpanjangan Penunjukan
a. Keputusan Penunjukan PJK3 berlaku untuk jangka waktu 2 tahun, dan
setelah berakhir dapat diperpanjang.
b. Untuk mendapatkan Keputusan Penunjukan perpanjangan, PJK3 harus
mengajukan surat permohonan perpanjangan dengan melampirkan
persyaratan yang telah disampaikan pada poin 1 dan daftar kegiatan
selama berlakunya Keputusan Penunjukan.
c. Pengajuan permohonan perpanjangan PJK3 harus diajukan dalam
waktu selambat-lambatnya 1 bulan sebelum berakhir masa berlakunya
keputusan penunjukan yang lama.

Permohonan MENAKER dalam hal Keputusan


ini DIREKTUR PKK ( 3 Bulan)

Ditolak alasannya
Diterima 2 tahun :
dapat diperpanjang
Gambar 1. Skema Prosedur Permohonan PJK3
dan dapat dicabut

7
F. Tugas Pokok dan Fungsi Perusahaan Jasa Keselamatan dan Kesehatan
Kerja

1. Tugas pokok
Membantu pelaksanaan pemenuhan syarat-syarat keselamatan dan
kesehatan kerja sesuai dengan peraturan yang berlaku
2. Fungsi
Melakukan kegiatan yang berhubungan dengan masalah K3, mulai dari
tahap konsultasi, fabrikasi, pemeliharaan, reparasi, penelitian,
pemeriksaan, pengujian, audit K3 dan pembinaan K3

G. Sanksi
PJK3 yang telah ditunjuk oleh Menteri Tenaga Kerja dalam hal ini
Direktur Jenderal Pembinaan HubunganIndustrial dan Pengawasan
Ketenagakerjaan, apabila dalam pelaksanakan kewajibannya tidaksesuai
dengan ketentuan Peraturan Menteri ini dapat dikenakan sanksi Pencabutan
Keputusan penunjuk sebagai PJK3.
PJK3 yang telah mendapatkan Keputusan Penunjukan dari Menteri
Tenaga Kerja dalam hal ini DirekturJenderal Pembinaan Hubungan Industrial
dan Pengawasan Ketenagakerjaan berdasarkankeputusan Menteri Tenaga
Kerja No. Kep. 1261/Men/1988 tetap berlaku sampai berakhirnyaKeputusan
Penunjukan yang lama. (Peraturan Menteri Tenaga Kerja Republik Indonesia
No. 4 Tahun 1995 tentang Perusahaan Jasa Keselamatan dan Kesehatan
Kerja).

H. Contoh Perusahaan Jasa Keselamatan dan Kesehatan kerja


Tabel 1. Contoh Perusahaan PJK3

No Nama Perusahaan
1 PT. Indika Pratama Jaya (www.indikapratamajaya.co.id)
2 PT. Sucofindo (www.sucofindo.co.id)
3 PT. Arpindo Pratama (www.arpindopratama.co.id)
4 PT. Sinergi Solusi Indonesia (www.synergysolusi.co.id)
5 PT. Delta Indo (www.deltaindo.co.id)
6 PT. Midiatama (www.midiatama.co.id)
7 PT. Safindo Raya (www.safindoraya.co.id)

8
I. Impelentasi
Penyelenggaraan pelayanan kesehatan kerja dapat dilakukan
sendiri oleh perusahaan, dalam bentuk rumah sakit perusahaan atau klinik
perusahaan atau dilakukan dengan cara kerjasama melalui unit/lembaga
pelayanan kesehatan di luar perusahaan baik milik pemerintah maupun
swasta, seperti : rumah sakit, puskesmas, poliklinik, balai pengobatan,
Perusahaan Jasa K3 (PJK3) bidang Kesehatan Kerja dan pelayanan
kesehatan lainnya yang telah memiliki perijinan sesuai ketentuan yang
berlaku.

1. Penyelenggaraan pelayanan kesehatan kerja dilaksanakan sendiri oleh


perusahaan :

a. Dilaksanakan bagi perusahaan dengan :

1) Jumlah tenaga kerja 1000 orang atau lebih

2) Jumlah tenaga kerja 500 orang sd 1000 orang tetapi memiliki


tingkat risiko tinggi (penentuan tingkat risiko suatu
perusahaan/tempat kerja mengacu pada standar atau peraturan
perundangan yang berlaku).
b. Perusahaan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan kerja
sendiri di perusahaan melaksanakan program pelayanan kesehatan
kerja yang bersifat komprehensif meliputi promotif, preventif,
kuratif dan rehabilitatif bagi tenaga kerja sebagaimana tabel;

Tabel 2. Cara penyelenggaraan pelayanan kesehatan kerja yang


dilaksanakan sendiri oleh perusahaan
No Jenis Pelayanan Bentuk Kegiatan

9
1. Pelayanan kesehatan Pembinaan kesehatan kerja kepada
preventif dan tenaga kerja minimal 1 bulan
promotif sekali
Pengawasan dan pembinaan
lingkungan kerja minimal 2 bulan
2. Pelayanan kesehatan Memberikan
sekali pelayanan kuratif dan
kuratif dan rehabilitatif selama hari kerja dan
rehabilitative selama ada shift kerja dengan 500
orang tenaga kerja atau lebih
Pelayanan oleh dokter perusahaan
setiap hari kerja
Pelayanan oleh paramedis/perawat
dapat dilakukan untuk shift kerja
ke 2 dan seterusnya.
3. Pelayanan kesehatan Dilakukan rujukan ke fasilitas
rujukan kesehatan yang lebih lengkap
apabila ada kasus kesehatan yang
tidak dapat ditangani di dalam
perusahaan

2. Penyelenggaraan pelayanan kesehatan kerja dilaksanakan melalui


pihak di luar perusahaan :
a. Penyelenggaraan pelayanan kesehatan kerja melalui kerja sama
dengan pihak di luar perusahaan dapat dilaksanakan untuk
perusahaan yang memiliki tenaga kerja kurang dari 1000 orang;
b. Program/kegiatan yang dilaksanakan oleh pihak di luar
perusahaan harus meliputi upaya kesehatan secara komprehensif
(preventif, promotif, kuratif dan rehabilitatif) dengan cara sebagai
berikut :
1) Upaya kesehatan yang bersifat kuratif dan rehabilitatif kecuali
tindakan Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan (P3K) dapat

10
dilaksanakan di unit/lembaga pelayanan kesehatan di luar
perusahaan;
2) Tindakan Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan (P3K)
dilaksanakan di dalam perusahaan, oleh oleh tenaga medis dan
tenaga kerja yang telah dilatih menjadi petugas P3K sesuai
ketentuan yang berlaku ;
3) Upaya kesehatan yang bersifat preventif dan promotif
dilaksanakan di dalam perusahaan.
4) Cara penyelenggaraan Pelayanan Kesehatan Kerja disesuaikan
dengan jumlah tenaga kerja dan tingkat risiko perusahaan
(lihat tabel).
Tabel 3. Cara penyelenggaraan pelayanan kesehatan kerja
melalui kerja sama dengan pihak di luar perusahaan
Perusahaan Kuratif, Rehabilitatif &
A Preventif dan
dengan tingkat Rujukan
Promotif
risiko tinggi
1. Jumlah tenaga pembinaan dan
kerja 200 s.d pengawasan kesehatan diberikan selama
500 orang kerja dan lingkungan jam kerja
kerja minimal setiap 2
bulan sekali
2. Jumlah tenaga pembinaan dan
kerja pengawasan kesehatan diberikan selama

< 200 orang kerja dan lingkungan jam kerja


kerja minimal setiap 3
bulan sekali
Perusahaan Kuratif, Rehabilitatif &
B Preventif dan
dengan tingkat Rujukan
Promotif
risiko rendah

11
1. Jumlah tenaga pembinaan dan diberikan selama
kerja pengawasan kesehatan jam kerja dan

> 500 s.d 1.000 kerja dan lingkungan selama ada shift

orang kerja minimal setiap 2 kerja dengan 500


bulan sekali orang tenaga kerja
atau lebih
2. Jumlah tenaga pembinaan dan
kerja 200 s/d pengawasan kesehatan diberikan
500 orang kerja dan lingkungan minimal setiap 2
kerja minimal setiap 3 hari sekali
bulan sekali
3 Jumlah tenaga pembinaan dan
kerja pengawasan kesehatan diberikan
s.d 200 orang kerja dan lingkungan minimal setiap 3
kerja minimal setiap 6 hari sekali
bulan sekali

J. Dasar Hukum
1. Undang-undang No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja.
2. Peraturan Menteri Tenaga Kerja Republik Indonesia No. 4 Tahun 1995
tentang Perusahaan Jasa Keselamatan dan Kesehatan Kerja.
3. Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. Per.02/Men/1992 tentang Tata Cara
Penunjukan, Kewajiban dan Wewenang Ahli Keselamatan dan Kesehatan
Kerja.

SAFETY LEADERSHIP

A. Pengertian Kepemimpinan atau Leadership :


1. Menurut E.M Kelly :

12
Kepemimpinan adalah proses ketika seseorang atasan mendorong
bawahannya untuk berprilaku sesuai keinginannya. Mengarahkan dan
mengoordinasi kerja anggota kelompok .
2. Jenderal Willard W. Scott
Kepemimpinan adalah sebagai ilmu pengetahuan sekaligus seni
menegaskan bahwa persoalan kepemimpinan dapat dilihat dari segi
teoritis maupun segi praktis.
3. William Allen White
Kepemimpinan melibatkan sisi rasional dan emisional dalam
pengalaman hidup mausia. Kepemimpinan meliputi sejumlah tidakan
dan pengaruh yang didasari oleh alasan dan logika serta inspirasi dan
panggilan jiwa.
4. Menurut Tead Terry
Kepemimpinan yaitu kegiatan atau seni mempengaruhi orang lain agar
mau bekerjasama yang didasarkan pada kemampuan orang tersebut
untuk membimbing orang lain dalam mencapai tujuan-tujuan yang
diinginkan kelompok.
5. Menurut Hikmat
Kepemimpinan adalah proses pelaksanaan tugas dan kewajiban
individu. Kepemimpinan merupakan sifat dari pemimpin dalam
memikul tanggung jawabnya secara moral maupun legal formal atas
seluruh pelaksanaan wewenang yang telah didelegasikan kepada orang-
orang yang dipimpinnya.
Kepemimpinan merupakan ilmu dan seni yang berusaha untuk
membimbing, mengarahkan, memberi motivasi, dan menginspirasi
kelompok atau organisasi pada pencapaian tujuan bersama (Marshall, 2010).
Sedangkan menurut Robbins dan Coultar (2005), kepemimpinan merupakan
proses mempengaruhi kelompok menuju pencapaian tujuan dan pemimpin
mempunyai peran sebagai orang yang dapat mempengaruhi orang lain dan
memiliki otoritas manajerial.
Menurut pandangan Anthony & Govindarajan (2003) setiap
organisasi terdiri dari elemen-elemen atau bagian yang telah ditentukan
fungsi-fungsinya, untuk saling bekerjasama dan saling mempengaruhi, dan
tidak ada yang lebih dominan atau lebih utama dari sebagian yang lain,

13
kecuali harus terkoordinasi dalam tujuan-tujuan yang telah ditentukan.
Kepemimpinan mencakup setiap proses manajerial manusia (pekerja),
informasi dan sumber daya. Sehingga,pada akhirnya seorang pemimpin
dituntut secara efektif dan bijaksana meningkatkan komitmen, komunikasi,
kreativitas dan kredibilitas menciptakan keterlibatan aktif setiap orang
dalam mencapai tujuan organisasi. Melalui interaksi dan komunikasi yang
efektif kepada setiap bawahan, visi dan misi seorang pemimpin akan
tersampaikan dengan baik. Bawahan akan menilai komitmen seorang
pemimpin terhadap visi dan nilai-nilai tersebut dengan frekuensi,
konsistensi, dan ketulusan pernyataan tertulis dan lisan bahkan dengan
bahasa tubuh seorang pemimpin.

B. Tipe-Tipe Kepemimpinan
Ada enam tipe kepemimpinan yang diakui keberadaannya secara
luas, yaitu:
1. Tipe pemimpin Otokratis
Dalam tipe ini, pemimpin bertindak diktaktor pada
bawahannya. Cenderung melakukan pemaksaan dalam menggerakkan
kelompoknya. Disini kewajiban dari bawahan adalah untuk mengikuti
dan menjalankan perintah. Tak boleh ada saran dan bantahan dari
bawahan. Mereka diharuskan patuh dan setia secara mutlak kepada
pemimpinnya. Kendali penuh ada pada pemimpin (bersifat satu arah)
Kelebihan :
a. Keputusan akan dapat diambil dengan cepat karena mutlak hak
pemimpin, tak ada bantahan dari bawahan
b. Pemimpin yang bersifat otoriter pasti bersifat tegas, sehingga apabila
terjadi kesalahan dari bawahan maka pemimpin tak segan untuk
menegur
c. Mudah dilakukan pengawasan
Kelemahan :
a. Suasana kaku, mencekam dan menakutkan karena sifat keras dari
pemimpin

14
b. Menimbulkan permusuhan, keluhan dan rawan terjadi perpindahan
karena bawahan tidak merasa nyaman
c. Bawahan akan merasa tertekan karena apabila terjadi perbedaan
pendapat, pemimpin akan menganggapnya sebagai pembangkangan
dan kelicikan
d. Kreativitas dari bawahan sangatlah minim karena tidak diberikan
kesempatan mengajukan pendapat.
e. Mudahnya melahirkan kubu oposisi karena dominasi pemimpin yang
berlebihan
f. Disiplin yang terjadi seakan-akan karena ketakutan dan hukuman
bahkan pemecatan dari atasan
g. Pengawasan dari pemimpin hanya bersifat mengontrol, apakah
perintah yang diberikan sudah dijalankan dengan baik oleh
anggotanya
2. Tipe Militeristis
Tipe kepemimpinan militeristik adalah tipe pemimpin yang
memiliki disiplin tinggi dan biasanya menyukai hal-hal yang formal.
Menerapkan sistem komando dalam menggerakkan bawahannya untuk
melakukan perintah. Menggunakan pangkat dan jabatan dalam
mempengaruhi bawahan untuk bertindak.

Kelebihan :
a. Tegas dan tidak memiliki keraguan dalam bertindak dan mengambil
keputusan
b. Bawahan akan memiliki disiplin yang tinggi
c. Bawahan akan merasa aman dan terlindungi
Kelemahan :
a. Suasana cenderung kaku karena lingkungan yang formal
b. Pemimpin sukar dalam menerima kritikan dan saran dari bawahan
c. Bawahan akan merasa tertekan dan tidak nyaman karena banyak
aturan dan sifat keras dari pemimpin
3. Tipe Paternalistis

15
Tipe pemimpin ini memiliki sifat kebapakan, mereka
menganggap bahwa bawahan tidak bisa bersifat mandiri dan perlu
dorongan dalam melakukan sesuatu. Pemimpin ini selalu melindungi
bawahannya. Pemimpin paternalistik memiliki sifat maha tahu yang
besar sehingga jarang memberikan kesempatan pada bawahan untuk
mengambil keputusan
Kelebihan :
a. Pemimpin pasti memiliki sifat yang tegas dalam mengambil
keputusan
b. Bawahan akan merasa aman karena mendapat perlindungan
Kelemahan :
a. Bawahan tidak memiliki inisiatif dalam bertindak karena tidak diberi
kesempatan
b. Keputusan yang diambil tidak berdasarkan musyawarah bersama
karena menganggap dirinya sudah melakukan yang benar
c. Daya imajinasi dan kreativitas para pengikut cukup rendah karena
tidak ada kesempatan untuk mengembangkannya
4. Tipe Kharismati
Tipe kepemimpinan kharismatik memiliki energi dan daya tarik
yang luar biasa untuk dapat mempengaruhi orang lain, maka tidaklah
heran apabila memiliki pengikut atau masa yang jumlahnya besar. Sifat
kharismatik yang dimiliki adalah karunia dari tuhan. Pemimpin
kharismatik bisa dilihat dari cara mereka berbicara, berjalan maupun
bertindak.
Kelebihan :
a. Dapat mengkomunikasikan visi dan misi secara jelas
b. Dapat membangkitkan semangat bawahan untuk bekerja lebih giat
c. Bisa mendapatkan pengikut dengan masa yang besar karena sifatnya
yang berkharisma sehingga bisa dipercaya
d. Menyadari kelebihannya dengan baik sehingga bisa
memanfaatkannya semaksimal mungkin
Kelemahan :

16
a. Para pemimpin kharismatik mudah mengambil keputusan yang
beresiko
b. Pemimpin kharismatik cenderung memiliki khayalan bahwa apa
yang dilakukan pasti benar karena pengikutnya sudah terlanjur
percaya
c. Ketergantungan yang tinggi sehingga regenerasi untuk pemimpin
yang berkompeten sulit
5. Tipe Laissez Faire
Dalam tipe ini, pemimpin tidak memberikan instruksi dan
perintah, mereka membiarkan bawahannya untuk berbuat
sekehendaknya. Tak ada kontrol dan koreksi. Tentu saja dalam
kepemimpinan inisangatlah mudah terjadi kekacauan dan bentrokan.
Pemimpin tak menjalankan perannya dengan baik
Kelebihan :
a. Keputusan ada di tangan bawahan sehingga bawahan bisa bersikap
mandiri dan memiliki inisiatif
b. Pemimpin tidak memiliki dominasi besar
c. Bawahan tidak akan merasa tertekan dalam menjalankan tugas

Kelemahan :
a. Pemimpin membiarkan bawahan untuk bertindak sesuka hati karena
tidak ada kontrol
b. Mudah terjadi kekacauan dan bentrokan
c. Tujuan organisasi akan sulit tercapai apabila bawahan tidak memiliki
inisiatif yang tepat dan dedikasi tinggi
6. Tipe Demokratis
Tipe kepemimpinan demokratis adalah kebalikan dari pemimpin
otoriter. Disini pemimpin ikut berbaur dan berada ditengah-tengah
anggotanya. Hubungan yang tercipta juga tidaklah kaku seperti majikan
dengan bawahan, melainkan seperti saudara sendiri. Pemimpin selalu
memperhatikan kebutuhan kelompoknya dan mempertimbangkan

17
kesanggupan kelompok dalam mengerjakan tugas. Pemimpin juga mau
menerima masukan dan saran dari bawahannya.
Kelebihan :
a. Hubungan antara pemimpin dan bawahan harmonis dan tidak kaku
b. Keputusan dan kebijaksanaan diambil melalui diskusi sehingga
bawahan akan merasa dihargai dan dibutuhkan peranannya
c. Mengembangkan daya kreatif dari bawahan karena dapat mengajukan
pendapat dan saran
d. Bawahan akan merasa percaya diri dan nyaman sehingga bisa
mengeluarkan kemampuan terbaiknya untuk menyelesaikan tugasnya
e. Bawahan akan merasa bersemangat karena merasa diperhatikan
f. Tidak mudah lahir kubu oposisi karena pemimpin dan bawahan
sejalan
Kelemahan :
a. Proses pengambilan keputusan akan berlangsung lama karena diambil
secara musyawarah
b. Sulitnya dalam pencapaian kata mufakat karna pendapat setiap orang
jelas berbeda
c. Akan memicu konflik apabila keputusan yang diambil tidak sesuai
dan apabila ego masing-masing anggota tinggi

C. Safety leadership
Safety leadership adalah kemampuan pimpinan untuk menggerakan
seluruh anggota organisasi agar bersemangat dalam mewujudkan
terciptanya budaya keselamatan kerja, guna mencapai operasi unggul
(Gunawan, 2013). Safety leadership dapat juga didefinisikan sebagai proses
dari interaksi antara pemimpin dan bawahannya dimana pemimpin dapat
mengarahkan bawahannya untuk mencapai target-target safety organisasi
melalui faktor organisasi atau faktor individu (Wu, 2008). Definisi
operasional kepemimpinan keselamatan mengacu pada nilai ukur terhadap
tiga dimensi skala kepemimpinan keselamatan, yaitu pembinaan

18
keselamatan, kepedulian terhadap keselamatan, dan pengendalian
keselamatan (Wu, 2005).

Kepemimpinan telah menjadi keunggulan kompetitif dalam


mempromosikan budaya responsif terhadap perubahan yang meliputi
perubahan dalam keselamatan kerja (Silong dan Hasan, 2009).

Kepemimpinan keselamatan yang efektif memiliki tiga elemen


utama yaitu :

1. Bersikap sebagai peran model


2. Memotivasi staf supaya bersikap aman
3. Memonitor prestasi keselamatan kerja.
Kepemimpinan yang efektif dipercaya sangat diperlukan untuk
memastikan setiap rencana organisasi mengenai manajemen kesehatan dan
keselamatan kerja dapat dilaksanakan sesuai dengan tujuan yang telah
ditetapkan. Kepemimpinan yang kuat akan membentuk landasan stabilitas
pelaksanakan upaya manajemen kesehatan dan keselamatan kerja sehingga
dapat dipertahankan dari waktu ke waktu (Bennet, 2012). Oleh karena itu,
menurut Astuti (2010), safety leadership menjadi kunci keberhasilan dalam
membangun budaya keselamatan yang kuat pada industri berisiko tinggi
karena pengembangan budaya keselamatan dimulai dari manajemen puncak
dan tim manajemen dalam organisasi.
Kepemimpinan K3 atau safety leadership dapat didefinisikan
sebagai suatu proses pendefinisian suatu yang diinginkan, penyiapan tim
untuk keberhasilan, dan keterlibatan dalam upaya mendorong nilai
keselamatan secara luas yang bermuara pada tindakan dan mempertahankan
perilaku untuk membantu orang lain dalam mencapai tujuan keselamatan.
Safety leadership secara luas diakui sebagai elemen penting dari
keberhasilan bisnis. Safety leadership yang tidak efektif dapat menghambat
kemampuan dari banyak perusahaan untuk mencapai tujuan bisnis.

19
Karakteristik safety leadership yang efektif yang menghasilkan budaya
keselamatan yang lebih baik.
Safety leadership dapat juga didefinisikan sebagai proses penetapan
yang diinginkan negara, menyiapkan tim untuk berhasil, dan terlibat dalam
upaya penentuan kebijakan yang mendorong nilai keselamatan (Cooper,
2010). Budaya keselamatan sebuah perusahaan didorong oleh tim
kepemimpinan eksekutif yang menciptakan, memupuk dan memelihara
perusahaan untuk mencapai kesuksesan (HSE, 2008). Eksekutif ini
menetapkan visi dan arah strategis, menyediakan sumber daya, dan terus-
menerus menekankan dan memperkuat pentingnya keselamatan kepada
orang-orang dan bisnis. Dengan demikian, safety leadership yang efektif
dapat mendorong banyak perusahaan untuk mencapai sukses (Cooper &
Finley, 2013). Hal positif dari safety leadership antara lain mempengaruhi
perilaku keselamatan karyawan dan sikap, membantu mengurangi tingkat
cedera dan premi asuransi, dan memberikan kontribusi peningkatan
produktivitas dengan menghilangkan hambatan produksi.
Safety leadership memiliki dua pekerjaan penting, yaitu
mengarahkan pekerja untuk melakukan pekerjaan yang benar dan
mempertahankan hubungan baik dengan pekerja yang melakukan pekerjaan
tersebut sehingga safety leadership digunakan oleh seorang pemimpin
dalam mempengaruhi perilaku berdasarkan aspek keselamatan (behavior-
based safety) orang lain (Krause, 2005). Beberapa faktor yang
mempengaruhi safety leadership (Krause, 2005) antara lain :
1. Personality and values
2. Leadership styles
3. Best practices and organizational culture
Safety leadership adalah bagian dari leadership itu sendiri yang
menjadi sub-sistim dari kepemimpinan suatu organisasi. Safety leadership
juga menjadi penentu keberhasilan dari kepemimpinan suatu organisasi.
Konsep dari safety leadership adalah membantu dalam menjelaskan
bagaimana dan mengapa prestasi safety pada organisasi yang baik harus

20
dicapai. Terry McSween (2010) menyatakan bahwa safety leadership dapat
dikembangkan dengan 5 tahapan yaitu :

1. Menyesuaikan tindakan dan keputusan mengenai safety dengan apa yang


telah diucapkan
2. Mengkomunikasikan dengan mengajak berdiskusi orang lain hingga
menyadari bahwa safety menjadi suatu nilai dari apa yang mereka
kerjakan
3. Membangun dukungan dari orang lain untuk melaksanakan safety
4. Mengawasi proses safety
5. Membentuk dan memperkuat untuk berperilaku safety

Personality and Values

Leadership Style Personality and Values Personality and Values

Best Practices

Gambar 2. Kerangka Teori Safety Leadership (Krause, 2005)

Bagian terpenting dari kerangka teori safety leadership adalah


personal values, leadership style dan apa yang pemimpin lakukan dan
jangan dilakukan (best practices) yang mempengaruhi budaya organisasi
serta safety performance.

D. Peran Kepemimpinan dalam Manajemen Keselamatan dan Kesehatan


Kerja
Manajemen keselamatan utamanya bertujuan untuk mendorong
partisipasi aktif setiap tingkatan manajemen dalam memimpin pekerja untuk
mencapai tujuan keselamatan (safety goal) suatu perusahaan.
Kepemimpinan merupakan titik kritis dalam peningkatan kinerja

21
keselamatan tersebut. Pencapaian tujuan manajemen keselamatan sangat
tergantung pada kualitas dan konsistensi kepemimpinan yang ditunjukkan
oleh manajemen (Lack, 2002). Peran aktif seorang pemimpin dalam
mempromosikan keselamatan kerja dan melakukan pengawasan menjadi
faktor penting dalam meningkatkan keselamatan dan kesehatan di tempat
kerja (Barling, Loughlin, & Kelloway, 2002).

Penelitian tentang hubungan antara kepemimpinan dan keselamatan


telah berkembang secara substansial selama 30 tahun terakhir, sebagian
besar penelitian telah difokuskan pada pengaruh gaya kepemimpinan secara
umum terhadap berbagai hasil keselamatan (Hoffmeister, 2012). Menurut
Mullen, Kelloway & Teed (2011), peran kepemimpinan dalam sebuah
organisasi 12 menjadi prediktor yang konsisten untuk menghasilkan
keselamatan.

Kepemimpinan mempunyai hubungan dengan kinerja yang positif


dalam pelaksanaan keselamatan seperti perbaikan persepsi iklim
keselamatan, meningkatkan perilaku keselamatan, dan penurunan
kecelakaan dan cedera (Hoffmeister, 2012). Sedangkan menurut Zohar
(1980), organisasi yang pemimpinnya mengambil peran aktif dalam
melakukan promosi keselamatan, perusahannya mempunyai catatan
keselamatan kerja yang lebih baik dan pengawasan yang dilakukan oleh
seorang pimpinan secara umum mempunyai kaitan terhadap keselamatan di
tempat kerja. Selain itu, pemimpin yang mempunyai kepemimpinan
keselamatan yang baik sangat dibutuhkan bagi organisasi dalam proses
akselerasi transformasi di bidang keselamatan (Astuti, 2010).

Komitmen dan keterlibatan manajemen puncak dan jajaran tim


manajemen merupakan hal yang paling mendasar dalam menggerakkan
partisipasi pekerja di semua strata sosial. Seorang manajemen puncak pada
perusahaan yang telah mencapai Safety & Health Excellent sudah benar
benar menyadari bahwa biaya, produktivitas, kualitas dan K3 adalah seiring

22
sejalan dan tentunya dan secara konsisten membuktikannya dilapangan.
Sasaran terakhirnya adalah untuk menciptkan iklim dan budaya K3.

Menurut Krause dan Hidley (2009), gaya kepemimpinan


merupakan elemen kedua dari pembentuk kepemimpinan keselamatan
(safety leadership). Berdasarkan kajian literatur terhadap beberapa
pelaksanaan kepemimpinan keselamatan (safety leadership), beberapa gaya
kepemimpinan dalam kajian keselamatan dan kesehatan kerja utamanya
dapat dibedakan menjadi gaya kepemimpinan transformasional, gaya
kepemimpinan transaksional, dan gaya kepemimpinan berdasarkan Shell
Global Solution. Penjelasan masing-masing gaya kepemimpinan dapat
disajikan sebagai berikut :

1. Kepemimpinan transformasional
Konsep kepemimpinan transformasional didefinisikan oleh Bass
(1990) sebagai kinerja kepemimpinan yang terjadi ketika para pemimpin
memperluas dan meningkatkan perhatian pengikut mereka,
membangkitkan kesadaran dan penerimaan terhadap tujuan dan misi
kelompok, serta ketika para pemimpin menggerakan pengikut mereka
untuk menjadikan kepentingan kelompok sebagai prioritas dibandingkan
kepentingan pribadi.

2. Kepemimpinan Transaksional
Kepemimpinan transaksional mendasarkan hubungan pada
sentralitas transaksi atau kesepakatan antara pemimpin dengan pekerja
(Bycio, Hackett, & Allen, 1995). Gaya ini berfokus pada hubungan
antara kinerja dan manfaat, dan berpendapat bahwa orang-orang
termotivasi oleh kepentingan diri sendiri. Seorang pemimpin
transaksional yang baik menciptakan hubungan seorang pemimpin
dengan bawahannya bersifat koordinasi.

Kepemimpinan transaksional disebut juga sebagai


kepemimpinan berorientasi tugas yang pada dasarnya merupakan gaya

23
kepemimpinan konservatif yang dilaksanakan untuk melestarikan kondisi
budaya dan praktek organisasi yang selama ini ada dalam sebuah
organisasi. Hal ini bertujuan untuk tetap mendapatkan sesuatu yang
dilakukan dalam konteks saat ini dan berorientasi untuk lebih baik
bekerja di lingkungan yang stabil.

3. Gaya Kepemimpinan Shell Global Solution (SGS)


Menurut Heni (2011), dalam rangka impelementasi safety
leadership di lingkungan kerja dapat digunakan konsep safety leadership
yang dikembangkan oleh Shell Global Solution (SGS). Gaya
kepemimpinan didasarkan pada konsep teaching, telling, delegating, dan
participating. Konsep teaching dapat didefinisikan sebagai memberikan
bimbingan, arahan, penjelasan, dan dorongan. Sedangkan konsep telling
didefinisikan sebagai memberikan petunjuk yang benar tentang apa,
dimana, kapan, dan bagaimana. Konsep delegating didefinisikan dengan
memberikan kebebasan, kepercayaan, dukungan, dan monitoring.
Sedangkan konsep participating didefinisikan dengan kecenderungan
pimpinan untuk memberikan dukungan, fasilitas, kerangka, dan contoh.

E. Peran Safety Leadership


Menurut IAEA (2003), No. GS-R-3 tentang safety requirements
yang berjudul The Management System for Facilities and Activities
disebutkan bahwa salah satu karakteristik penting untuk menjadikan budaya
K3 yang kuat adalah melalui safety leadership. Hal ini senada dengan
pendapat berbagai pakar yang menyatakan bahwa pengembang budaya
keselamatan harus dimulai dari manajemen puncak beserta tim mansjemen
dalam organisasi.
1. Peran pemimpin sebagai role model
Komunikasi pemimpin dan pekerja perlu dilakukan untuk
mengurangi jarak kekuasaan yang dipercaya dapat menghambat proses
pengembangan keberhasilan organisasi.
2. Peran kepemimpinan sebagai pembelajaran dan berbagi pengetahuan

24
Pemimpin yang sukses adalah pemimpin yang berpotensi dan
dapat dibanggakan oleh karyawannya. Seorang pemimpin harus dimulai
dengan menjadi manusia pembelajar, baru kemudian menjadi pemimpin
dan akhirnya akan menjadi seorang guru. Untuk membangun safety
leadership yang efektif kita dapat mempelajari dan memilih style
pendekatan gaya kepemimpinan yang banyak dipakai oleh organisasi
pada umumnya yang mengutamakan aspek keselamatan. Untuk
melakukan transfer pengetahuan secara umum dapat dilakukan dengan
metode :

a. Coaching dari seorang pemimpin kepada pekerja merupakan proses


yang kreatif dan memotivasi untuk memberikan imajinasi pada
pekerja
b. Consulting merupakan transfer knowledge dari atasan ke bawahan
terkait materi yang dikonsultasikan, waktunya bisa kapan saja.
c. Monitoring, didapat dari pengalaman selama bekerja dari pemimpin
kepada bawahan.

Peran kepemimpinan K3 berbasis perilaku :

a. Keselamatan sebagai suatu prioritas utama


b. Manajemen yang visibel
c. Meningkatkan visibilitas pada lingkup keselamatan
d. Laporan keselamatan dan kesehatan kerja
e. Keterlibatan staf/pekerja
f. Menciptakan suatu pembelajaran budaya
g. Memberikan pengakuan
h. Budaya terbuka
i. Komunikasi efektif
j. Sistem manajemen K3

F. Peran Kepemimpinan Sebagai Role Model

25
Pesan pimpinan yang dituangkan dalam kebijakkan keselamatan
organisasi, dikomunikasikan dengan jelas oleh pimpinan kepada pekerja,
diberbagai kesempatan yang ada secara konsisten. Komunikasi antara
pimpinan dengan pekerja ini diperlukan, untuk mengurangi jarak kekuasaan
(power distance) yang dipercaya dapat menghambat proses pengembangan
keberhasilan organisasi, termasuk penguatan budaya keselamatan yang
dicanangkan. Geert Hostede, seorang ahli budaya dari Belanda (dalam
Kreitner dan Kinicki, 2007) pernah mengadakan penelitian di 53 negara,
untuk memetakan budaya suatu negara dalam empat dimensi, salah satunya
adalah power distance.
Memperkokoh budaya keselamatan harus mempertimbangkan
dimensi budaya nasional, oleh karenanya tugas kita bersama untuk
memperkecil power distance atau jarak kekuasaan, dengan memperbanyak
interaksi dan komunikasi antara penguasa dengan rakyat, begitu juga jarak
antara pimpinan dengan pekerja. Pimpinan memiliki pengaruh dalam
merubah mindset pekerja, bagaimana cara mereka berpikir, bersikap dan
berperilaku untuk membangun budaya keselamatan. Perlu disadari bahwa
unsur utama dalam pengembangan budaya keselamatan, adalah
pembentukan sikap dan perilaku selamat, yang dibangun dari nilai-nilai
keselamatan yang ditanamkan dalam budaya organisasi . Gambar 2.
Menunjukkan Budaya Organisasi yang akan mendukung keberhasilan
pengembangan budaya keselamatan, dimulai dari personality and values,
emotional, komitmen pimpinan yang membentuk Leadership style dalam
membangun best practices yang selalu dikembangkan untuk memperkokoh
budaya organisasi.

26
Gambar 3. Safety
leadership model
Faktor
keteladanan dalam safety
leadership sangat
diutamakan dalam
membangun budaya
keselamatan dalam suatu
organisasi. Pimpinan dan
manajer dapat memberi
contoh nilai-nilai keselamatan, yang ditunjukkan dalam perilaku dan
tindakan serta etika kerja untuk meningkatkan keselamatan. Pimpinan
keselamatan harus menunjukkan kepedulian dan keteladanan yang tinggi
melalui keterlibatannya secara langsung dalam program keselamatan yang
ditetapkan.
Sikap keterbukaan dan saling mempercayai, konsisten dalam
bertindak sesuai dengan komitmen, serta komunikasi yang efektif antara
pimpinan dengan pekerja sangat diperlukan untuk meningkatkan motivasi
dan kinerja keselamatan. Kepemimpinan dalam keselamatan harus
memberikan contoh praktek yg baik tentangkeselamatan yang benar. Jika
manajer melihat suatu pekerjaan dilakukan tidak benar, maka manejemen
harus segera turun mengoreksi kondisi tersebut untuk melihatkan komitmen
yang tinggi dan meyakinkan pada pekerja bahwa tidak ada toleransi untuk
suatu penyimpangan prosedur. Pemenuhan ketentuan Keselamatan harus
100 %, tidak boleh kurang agar suatu kecelakaan bisa dihindari. Kita sering
melihat kebijakan atau ucapan pimpinan bahwa keselamatan adalah prioritas
utama, kenyataan di lapangan kebijakan dan ucapan pimpinan ini belum
dilaksanakan. Pimpinan atau manajer perlu mewujudkan prioritas pertama
dalam keselamatan dengan cara:
1. Para manajer perlu memeriksa potensi permasalahan aspek
keselamatan, dengan menggunakan matrik resiko.

27
2. Menjadikan aspek keselamatan dibahas pertama dalam agenda
pertemuan dan jadikan keselamatan menjadi bagian dari bisnis.
3. Bila aspek keselamatan tidak dimasukkan dalam budget, maka
penyebabnya harus ya disampaikan secara terus terang
4. Bila ada konflik prioritas produksi dengan keselamatan maka
dulukanlah aspek keselamatan, pujilah pekerja yang telah melaksanakan
aspek keselamatan dengan baik di depan koleganya. Manajer sering
mendelegasikan tanggungjawab ke bawahannya dan sering
menyalahkan korban.
Beberapa hal yang bisa ditingkatkan oleh manajer untuk
meningkatkan motivasinya adalah :
1. Kunjungi lapangan secara perorangan dan minta pekerja membantu
menunjukkan kondisi dan perilaku tidak aman.
2. Sampaikan apa yang dilakukan sebagai manajer untuk aspek keselamatan
dan mengapa hal ini dilakukan.
Sering timbul perasaan saling curiga antara atasan dan bawahan,
dimana masing-masing merasa tidak melakukan aspek keselamatan secara
konsisten dan masing-masing saling merasa bahwa secara diam-diam atasan
ataupun bawahan melanggar peraturan. Untuk mengatasi hal ini seorang
manajer perlu melakukan hal-hal berikut:
1. Jika tidak dapat melakukan sesuatu dilapangan katakanlah sejujurnya.
2. Secara konsisten memperlihat prioritas aspek akan memperbaiki tingkat
kepercayaan
3. Akuilah segera jika anda sbg manajer telah melakukan kesalahan.
Seluruh catatan hasil pemeriksaan manajer oleh atasan manajer
harus dikomunikasikan dan disimpan dengan baik. Dengan melakukan
pemeriksaan komitmen ini secara periodik, maka perbaikan dalam
komitmen dan keterlibatan manajemen secara nyata akan meningkat.
Pemimpin yang mempunyai kepemimpinan keselamatan yang baik sangat
dibutuhkan bagi organisasi dalam proses akselerasi transformasi di bidang
keselamatan.

G. Elemen Dasar Kepemimpinan

28
Berikut akan dijelaskan elemen-elemen dasar kepemimpinan yang
dapat diterapkan dalam SMK3 :
1. Komunikasi yang jelas, transparan dan memiliki visi yang jauh kedepan
SMK3 harus dikomunikasikan secara jelas, sederhana dan
terdapat pengembangan visi. Manajemen puncak bertanggung jawab
untuk mengembangkan visi dan memastikan pesan yang dibuat jelas dan
dimengerti oleh semua pihak. Disamping adanya kebijakkan K3,
menajemen puncak dapat mengembangkan sendiri istilah-istilah yang
secara spesifik memberikan arahan dan tindakan yang dapat dilakukan
sesuai dengan tingkat personil di dalam perusahaan. Misalnya, Safety
adalah prioritas utama. Istilah ini sangat sederhana tetapi siapapun yang
membacanya akan dapat memahami dan mengingatnya disaat melakukan
aktifitas kerja.
2. Rencana yang ringkas, jelas untuk mencapai visi
Manajemen puncak bertanggung jawab untuk memastikan
penyusunan manual sistem manajemen K3 yang terdiri dari penjelasan
singkat struktur dan program SMK3 yang telah dilakukan. Untuk setiap
manajemen K3, sebaiknya terdiri dari: alur yang dapat dipahami, matriks
tanggung jawab yang jelas, dan indikator pengukuran kinerja (KPI).
Manajemen puncak dapat menunjuk siapa saja yang diberi tanggung
jawab menerapkan program tersebut.
3. Secara aktif ikut mendukung dan terlibat dalam pencapaian program
Ini mencakup setting standar kinerja bagi manajer dan
supervisor pada aktifitas seperti safety patrol, investigasi kecelakaan,
diskusi kelompok K3 dan proyek-proyek khusus. Para manajer dan
supervisor secara aktif menyingkirkan berbagai hambatan,
mempromosikan pentingnya K3 disamping kualitas dan produktifitas,
dan berpartisipasi dalam inspeksi, investigasi, dan lain-lain.

4. Dapat mempertanggungjawabkan semua program K3 kepada semua level


didalam perusahaan

29
Ini memerlukan keterlibatan aktif semua pihak dengan
memberikan peluang yang luas bagi staff untuk memberikan masukkan
dan menerima tanggung jawab K3. Hal ini sangat penting dan
menunjukkan bahwa standar K3 dan aturannya diketahui, ditaati
bersama-sama, dan bila ada pelanggaran, diperkuat dengan tindakkan
pendisiplinan.

5. Mengintegrasikan elemen K3 kedalam fungsi inti pengelolaan bisnis


K3 jangan dianggap sebagai tambahan pekerjaan, atau menjadi
sistem diluar aktifitas sehari-hari. K3 harus menjadi bagian dari setiap
pekerjaan. Organisasi yang berkomitmen kuat kepada K3 memiliki batas
yang luas bagi SMK3 didalam organisasinya. Bentuk yang biasa
dilakukan adalah dengan mengintegrasikan SMK3 ke dalam sistem
manajemen lainnya seperti ISO 9001 dan ISO 14001.

6. Komitmen kepada K3 sebagai prioritas


Memiliki SMK3 yang meliputi banyak hal, terstruktur, dan
adanya proses dalam meningkatkan kompetensi sumberdaya manusianya
merupakan sebuah pesan bahwa K3 menjadi prioritas didalam organisasi.
Pelatihan sebaiknya tidak dipandang sebagai pengganti tapi sebagai
tambahan untuk keterlibatan. Pemimpin dalam K3 mengambil setiap
peluang dalam memperkuat SMK3, dan menemukan dukungan,
keterlibatan pekerja dan mengakui hal tersebut sebagai prestasi positif
mereka.

7. Fokus pada perbaikkan berkelanjutan (continous improvement) dari


sistem manajemen K3
Mengelola SMK3 adalah sama dengan mengelola
produktivitas, kualitas atau area-area lain dalam organisasi. Peningkatan
dan perbaikkan sistem dapat dijadikan sebagai bagian dari aktifitas
sehari-hari.

30
H. Strategi Safety Leadership
Menurut Tarwaka (2015), strategi safety leadership secara umum
yaitu:
1. Penyamaan nilai
Memberikan tujuan yang jelas kepada setiap bagian perusahaan
(manajemen puncak, menengah, dan pekerja), tidak hanya sekedar
penandatanganan kebijakan.
2. Sistem dan pemantauan
Membuat sistem keselamatan dan kesehatan kerja serta menjalankan
pemantauan terhadap tingkat kecelakaan, survey keselamatan dan analisa
kesenjangan.
3. Pembelajaran dan kesadaran
Menyediakan pelatihan kepemimpinan keselamatan sehingga menjadi
nilai perusahaan.
4. Menunjukkan kepemimpinan
Mendorong tim manajemen untuk menunjukkan komitmen
kepemimpinan yang terlihat untuk tempat kerja aman.

I. Karakter safety leadership antara lain:


1. Memiliki kompetensi manajerial, emosional, dan spiritual
Dalam membuat sebuah perubahan terhadap budaya K3, seorang
pemimpin harus memiliki kompetensi manajerial. Tanpa kompetensi, ia
akan sulit menentukan visi dan strategi yang tepat dan mengajak para
pekerjanya untuk aktif terlibat menerapkan K3 di lingkungan kerja.
Selain kompetensi manajerial, seorang pemimpin juga harus memiliki
kompetensi emosional dan kompetensi spiritual yang tinggi agar bijak
mewujudkan sasaran yang diinginkan, yaitu berhasil membangun sebuah
budaya K3 yang efektif.
2. Memiliki sifat optimistis dan visioner
Tak hanya kompetensi yang unggul, pemimpin juga harus memiliki sifat
optimistis dan visioner. Seorang pemimpin harus mempunyai visi K3
yang benar. Dalam merumuskan visi K3 yang jelas, pemimpin haruslah
memiliki komitmen kuat terhadap visi yang diembannya. Dia harus
optimis dan mampu melibatkan pekerja untuk turut proakif dalam

31
implementasi K3. Perlu Anda pahami, bila K3 sudah dijadikan nilai
utama dalam budaya perusahaan, maka nilai tersebut akan bertahan lama.
3. Pemimpin yang sukses selalu percaya kepada timnya.
Seperti kata Napoleon Bonaparte, "pemimpin adalah pencipta harapan".
Pemimpin yang baik harus peduli dan percaya kepada para pekerjanya.
Kepedulian seorang pemimpin tentunya akan membangun kepercayaan
diri para pekerja, terutama dalam mengimplementasikan K3.
Kepercayaan diri pekerja juga akan muncul, saat pemimpin mempercayai
timnya. Bantu dan ajaklah pekerja untuk selalu mengutamakan K3 dalam
melaksanakan pekerjaannya. Dengan begitu, lambat laun budaya K3 pun
akan tercapai dengan sendirinya.
4. Melibatkan pekerja dalam implementasi K3
Pemimpin yang memiliki sistem manajemen K3 modern lebih
mengutamakan keterlibatan pekerja atau lebih dikenal dengan "bottom
up involvment". Karakter pemimpin seperti ini terbukti lebih handal
dalam membangun sebuah budaya K3 yang efektif. Melibatkan,
memberdayakan dan mendorong pekerja dalam penerapan K3 ternyata
menimbulkan rasa tanggung jawab mereka untuk selalu mengutamakan
K3 dalam pekerjaannya. Para pekerja merasa dihargai dengan
keterlibatan mereka dalam membangun budaya K3 di perusahaan.
5. Melakukan perbaikan performa K3 yang berkelanjutan
Pemimpin selalu memiliki rencana yang jelas untuk meningkatkan
kinerja K3 di perusahaan. Meski sistem K3 yang sekarang dijalankan
sudah efektif dalam menekan angka kecelakaan, pemimpin akan terus
mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan sistem yang ada dan
melakukan perbaikan berkelanjutan untuk meningkatkan performa K3.
Tujuannya tak lain untuk membangun sebuah budaya K3 di perusahaan.

J. Tahap Pengembangan Safety Leadership


Menurut Terry McSween (2010) menyatakan bahwa safety
leadership dapat dikembangkan dengan 5 tahapan yaitu :
1. Menyesuaikan tindakan dan keputusan mengenai safety dengan apa
yang telah diucapkan.

32
2. Mengkomunikasikan dengan mengajak berdiskusi orang lain hingga
menyadari bahwa safety menjadi suatu nilai dari apa yang mereka
kerjakan.
3. Membangun dukungan dari orang lain untuk melaksanakan safety
4. Mengawasi proses safety
5. Membentuk dan memperkuat untuk berperilaku safety

K. Training Safety Leadership


1. Sasaran dan Manfaat Training Safety Leadership:
a. Peserta akan memiliki pengetahuan dan kemampuan untuk memahami
tentang prinsip dasar dan metode yang efektif untuk merubah budaya
K3 perusahaan dengan menerapkan prinsip dan best practice
perubahan perilaku dan budaya K3 yang terbukti berhasil diterapkan
oleh perusahaan dengan HSE Excellent.
b. Meningkatkan kemampuan Leader/pemimpin dalam menerapkan
progam perubahan budaya K3 dan perilaku pekerja.
c. Mengembangkan kualitas Leadership K3 secara personal dan paham
bagaimana meningkatkan iklim dan kinerja K3.
d. Mampu melakukan pengujian kondisi budaya K3 dan bagaimana
mengidentifikasi peluang untuk berubah.
2. Siapa Yang Harus Hadir :
a. Top Manajemen
b. Line Manajemen
c. Supervisor/Superintendent
d. Team Leader
3. Outline Training Safety Leadership:
a. Konsep Moderen Budaya K3
b. Konsep Perilaku K3
c. Asessmen kepemimpinan K3
d. Implementasi Perubahan Perilaku K3 dan peran inti Leadership
e. Pengenalan Kunjungan Audit Manajemen dan Dialog safety untuk
Mewujudkan kepemimpimpnan nyata, terlihat dan efektif dilapangan
f. Rahasia dari Kepemimpinan HSE yang sukses

33
g. Latihan Kerja Kelompok

DAFTAR PUSTAKA

A, Ismail. 2010. Kepemimpinan dalam Sistem Manajemen K3.


(http://healthsafetyprotection.com/kepemimpinan-dalam-sistem-
manajemen-k3/ Diakses 10 April 2017)

Astuti, Yusri Heni Nurwidi. 2010. Peran Safety Leadership dalam Membangun
Budaya Keselamatan yang Kuat. Seminar Nasional VI, SDM Teknologi
Nuklir, Yogyakarta, 18 November 2010, ISSN 1978- 0176.
BSMS. Safety Leadership (http://www.behavioral-safety.com/behavior-based-
safety-solution-center/safety-coaching-and-training/safety-leadership
Diakses 10 april 2017)

Departemen Tenaga Kerja Dan Transmigrasi RI. 1995. No.PER.04/MEN/1995


tentang Perusahaan Jasa Keselamatan dan Kerja Jakarta: Departemen
Tenaga Kerja Dan Transmigrasi RI.

Fridayana Yudiaatmaja. 2013. Kepemimpinan: Konsep, Teori dan Karakternya.


ISSN 1412-8683
http://ejournal.undiksha.ac.id/index.php/MKFIS/article/view/1681/1469

Gunawan, F.A. 2013. Safety Leadership : Building an Excellent Operation.


Jakarta : Penerbit Dian Rakyat.
Ismatullah, Zaki. 2014. Karakteristik Gaya Kepemimpinan Transformasional
dalam Implementasi Safety Leadership di Direktorat Produksi PT.
Dirgantara Indonesia (Persero) Tahun 2014.

34
(http://repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25697/1/Zaki
%20Ismatullah%20-%20fkik.pdf Diakses 10 april 2017)

Marudut Marpaung. Pengaruh Kepemimpinan Dan Team Work Terhadap Kinerja


Karyawan di Koperasi Sekjen Kemdikbud Senayan Jakarta.
http://www.google.co.id/url?url=http://e-
journal.jurwidyakop3.com/index.php/jurnal-
ilmiah/article/download/163/142&rct=j&frm=1&q=&esrc=s&sa=U&ved
=0ahUKEwiQmc35w5jTAhWLQY8KHZqNBXwQFggiMAI&usg=AFQ
jCNGdW7NP7nQ5XqD_cA7QgbGu3-ZSJA

Susilo Toto Raharjo, Durrotun Nafisah. 2006. Analisis Pengaruh Gaya


Kepemimpinan Terhadap Kepuasan Kerja, Komitmen Organisasi dan
Kinerja Karyawan (Studi Empiris Pada Departemen Agama Kabupaten
Kendal dan Departemen Agama Kota Semarang). Jurnal Studi
manajemen & organisasi Volume 3, Nomor 2, Juli Tahun 2006 Halaman
69. http://ejournal.undip.ac.id/index.php/smo/article/viewFile/4190/3811

Tsung-Chih Wu. 2007. A Correlation Among Safety Leadership, Safety Climate.


Utami, Desyawati. 2012. Gambaran Karakteristik Safety Leadership PT. RND di
Jakarta-Surabaya Tahun 2012. Tesis. Depok : Fakultas Kesehatan
Masyarakat, Magister Keselamatan dan Kesehatan Kerja, Universitas
Indonesia.

35

Anda mungkin juga menyukai