PENDAHULUAN
Diabetes merupakan penyakit yang akan diderita seumur hidup, jadi bukan hanya
tim medis saja yang memiliki peran penting dalam pengelolaan penyakit ini,
namun pasien dan orang disekelilingnya memiliki peran yang jauh lebih penting.
Edukasi terhadap pasien dan keluarganya tentang penyakit dan komplikasi yang
memungkinkan akan sangat membantu memperbaiki hasil pengobatan.1
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
2.2 Klasifikasi
3
2.3 Epidemiologi
Prevalensi DM tipe 2 pada bangsa kulit putih berkisar antara 3-6% dari
orang dewasanya.di Negara-negara berkembang yang laju pertumbuhan
ekonominya menonjol, seperti Singapura, kekerapan diabetes sangat meningkat
dibandingkan dengan 10 tahun yang lalu. Demikian pula pada beberapa kelompok
etnik di beberapa Negara yang mengalami perubahan gaya hidup yang sangat
berbeda dengan cara hidup sebelumnya karena mereka memang lebih makmur,
kekerapan diabetes bisa mencapai 35% seperti misalnya di beberapa bangsa
Mikronesia dan Polinesia di Pasifik,
Resistensi insulin pada otot dan liver serta kegagalan sel beta pancreas
telah dikenal merupakan patofisiologi kerusakan sentral dari DM tipe-2.
Belakangan diketahui bahwa kegagalan sel beta terjadi lebih dini dan lebih berat
dari pada yang diperkirakan sebelumnya. Selain otot, liver, dan sel beta, organ lain
seperti : jaringan lemak (meningkatnya hipofisis), gastrointestinal (defisiensi
incretin), sel alpha pancreas (hiperglukagonemia), ginjal (peningkatan absorpsi
glukosa), dan otak (resistensi insulin), kesemuanya ikut berperan dala
menimbulkan terjadinya gangguan toleransi glukosa pada DM tipe-2. Delapan
organ penting dalam toleransi glukosa ini (ominous octet) penting untuk
dipahami.
DeFronzo pada tahun 2009 menyampaikan, bahwa tidak hanya otot, liver
dan sel beta pancreas saja yang berperan sentral dalam pathogenesis penderita DM
4
tipe-2 tetapi terdapat organ lain yang berperan yang disebutnya sebagai the
ominous octet (gambar 1).
Gambar 1. The ominous octet, delapan organ yang berperan dalam pathogenesis hiperglikemia
pada DM tipe 2.
Secara garis besar pathogenesis DM tipe 2 disebabkan oleh delapan hal (ominous
octet) berikut :
Pada saat diagnosis DM tipe 2 ditegakkan, fungsi sel beta sudah/ sangat
berkurang. Obat anti diabetic yang bekerja melalui jalur ini adalah
sulfonylurea, meglitinid, GLP-1 dan DPP-4 inhibitor.
2. Liver:
Pada penderita DM tipe 2 terjadi resitensi insulin yang berat dan memicu
gluconeogenesis sehingga produksi glukosa dalam keadaan basal oleh
liver (HGP= Hepatic Glucose Production) meningkat. Obat yang bekerja
melalui jalur ini adalah metformin, yang menekan proses gluconeogenesis.
3. Otot:
5
Pada penderita DM tipe 2 didapatkan gangguan kinerja insulin yang
multiple di intramioselular, akibat gangguan fosforilasi tirosin sehingga
timbul gangguan transport glukosa dalam sel otot, penurunan sintesis
glikogen, dan penurunan oksidasi glukosa. Obat yag bekerja di jalur ini
adalah metformin dan tiazodindion.
4. Sel lemak:
5. Usus:
Glukosa yang ditelan memicu respon insulin jauh lebih besar disbanding
kalau diberikan secara intravena. Efek yang dikenal sebagai efek incretin
ini diperankan oleh 2 hormon GLP-1 (glucagon-like polypeptide-1) dan
GIP (glucose-dependent insulinotrophic polypeptide atau disebut juga
gastric inhibitory polypeptide). Pada penderita DM tipe 2 didapatkan
defisiensi GLP-1 dan resistensi terhadap GIP. Disamping hal tersebut
incretin segera dipecah oleh keberadaan ensim DPP-4, sehingga hanya
bekerja dalam beberapa menit. Obat yang bekerja dalam menghambat
kinerja DPP-4 adalah kelompok DPP-4 inhibitor.
6
Sel- pancreas merupakan organ ke 6 yang berperan dalam hiperglikemia
dan sudah diketahui sejak 1970. Sel berfungsi dalam sintesis glucagon
yang dalam keadaan puasa kadarnya didalam plasma penderita meningkat.
Peningkatan ini menyababkan HGP dalam keadaan basal meningkat secara
signifikan dibanding individu yang normal. Obat yang menghambat
sekresi glucagon atau menghambat reseptor glucagon meliputi GLP-1
agonis, DPP-4 inhibitor dan amylin.
7. Ginjal
8. Otak:
Insulin merupakan penekan nafsu makn yang kuat. Pada individu yang
obes baik yang DM maupun non DM, didapatkan hiperinsullinemia yang
merupakan mekanisme kompensasi dari resistensi insulin. Pada golongan
ini asupan makanan justru meningkat mengacu akibat adanya resistensi
insulin yang juga terjadi di otak. Obat yang bekerja di jalur ini adalah
GLP-1 agonis, amylin dan bromokriptin.
Setiap orang yang memiliki satu atau lebih faktor risiko diabetes
selayaknya waspada akan kemungkinan dirinya mengidap diabetes. Para petugas
kesehatan, dokter, apoteker dan petugas kesehatan lainnya pun sepatutnya
7
memberi perhatian kepada orang-orang seperti ini, dan menyarankan untuk
melakukan beberapa pemeriksaan untuk mengetahui kadar glukosa darahnya agar
tidak terlambat memberikan bantuan penanganan. Karena makin cepat kondisi
diabetes melitus diketahui dan ditangani, makin mudah untuk mengendalikan
kadar glukosa darah dan mencegah komplikasi-komplikasi yang mungkin terjadi.
Beberapa faktor risiko untuk diabetes melitus, terutama untuk DM Tipe 2, dapat
dilihat pada tabel berikut ini.
2.6 Diagnosis
8
pengobatan dapat dilakukan dengan menggunakan pemeriksaan glukosa darah
kapiler dengan glucometer. Diagnosis tidak dapat ditegakkan atas dasar adanya
glukosuria.
Keluhan lain : lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur, dan disfungsi
ereksi pada pria, serta pruritus vulva pada wanita
Kriteria diagnosis DM :
2.6 Penatalaksanaan
9
2. Jangka panjang: tercegahnya dan terhambatnya progesivitas penyulit
mikroangiopati, makroangiopati dan neuropati.
a. Riwayat Penyakit:
b. Pemeriksaan Fisik
d. Penapisan Komplikasi
1. Edukasi
Diabetes tipe 2 umumnya terjadi pada saat pola gaya hidup dan prilaku
telah terbentuk secara mapan. Keberhasilan pengelolaan diabetes mandiri
membutuhkan partisipasi aktif pasien, keluarga dan masyarakat. Tim
kesehatan mendampingi pasien dalam menuju perubahan perilaku. Untuk
mencapai perubahan perilaku dibutuhkan edukasi yang komprehensif dan
upaya peningkatan motivasi. Diantaranya pemahaman tentang perjalanan
penyakit DM, makna dan perlunya pengendalian dan pemantauan DM,
penyulit DM dan resikonya, intervensi farmakologis dan non-
farmakologis, serta pentingnya latihan jasmani yang teratur.
10
Terapi gizi medis merupakan bagian dari penatalaksanaan diabetes secara
total. Kunci keberhasilan TGM adalah keterlibatan secara menyeluruh
dari anggota tim (dokter, ahli gizi, petugas kesehatan yang lain dan
pasien itu sendiri). Setiap diabetisi sebaiknya mendapatkan TGM sesuai
dengan kebutuhannya guna mencapai target terapi. Pada diabetisi perlu
ditekankan pentingnya keteraturan makan dalam hal jadwal makan, jenis
dan jumlah makanan, terutama mereka yang menggunakan obat penurun
glukosa darah atau insulin. Pada konsensus PERKENI, telah ditetapkan
bahwa standar yang dianjurkan adalah santapan dengan komposisi yang
seimbang berupa karbohidrat (45-65%), lemak (20-25%), protein (10-
20%), diet cukup serat, serta pembatasan garam. Faktor-faktor yang
menentukan kebutuhan kalori antara lain jenis kelamin, usia, aktifitas
fisik/ pekerjaan, dan berat badan.
3. Latihan Jasmani
Kegiatan jasmani sehari-hari dan latihan jasmani secara teratur 3-5 kali
seminggu selama kurang lebih 30-45 menit merupakan salah satu pilar
dalam pengelolaan DM tipe 2. Latihan jasmani selain menjaga kebugaran
juga dapat menurunkan berat badan dan memperbaiki sensitifitas insulin,
sehingga akan memperbaiki kendali glukosa darah. Latihan jasmani yang
dianjurkan berupa latihan jasmani yang bersifat aerobik seperti berjalan
santai, jogging, bersepeda dan berenang.
4. Intervensi Farmakologis
11
Sulfonilurea
Glinid
Metformin
12
Tiazolidindion (TZD)
13
Obat golongan penghambat SGLT-2 merupakan obat antidiabetes oral
jenis baru yang menghambat penyerapan kembali glukosa di tubuli
distal ginjal dengan cara menghambat kinerja transporter glukosa
SGLT-2. Obat yang termasuk golongan ini antara lain : Canagliflozin,
Empagliflozin, Dapagliflozin, Ipragliflozin. Dapagliflozin baru saja
mendapat approvable letter dari Badan POM RI pada bulan Mei
2015.
a. Insulin
14
Insulin campuran tetap, kerja pendek dengan menengah dan
kerja cepat dengan menengah (Premixed insulin)
C. Terapi Kombinasi
15
hiperglikemia oral baik secara terpisah ataupun fixed dose combination,
harus menggunakan dua macam obat dengan mekanisme kerja yang
berbeda. Pada keaadaan tertentu apabila sasaran kadar glukosa darah yang
belum dicapai dengan kombinasi dua macam obat, dapat diberikan
kombinasi dua obat antihipereglikemia dengan insulin. Pada pasien yang
disertai dengan alasan klinis dimana insulin tidak dapat dipakai, terapi
dengan kombinasi tiga obat antihiperglikemia oral.
16
Gambar 2. Kriteria pengendalian DM7
Dalam perjalanan penyakit DM, dapat terjadi penyulit akut dan menahun.
a. Penyulit akut
1. Ketoasidosis diabetik
Pada KAD selain defisiensi insulin absolut atau relatif juga terdapat
peningkatan hormon kontraregulator (glukagon, kortisol,
katekolamin, dan hormon pertumbuhan) yang menyebabkan
17
peningkatan produksi glukosa hati sehingga pasien jatuh dalam
keadaan hiperglikemia. Walaupun kadar glukosa dalam darah tinggi,
namun glukosa tersebut tidak dapat digunakan oleh sel untuk proses
oksidasi sehingga terjadi peningkatan lipolisis. Produk akhir dari
lipolisis adalah benda keton seperti asam asetoasetat, aseton, -
hydroxybutirate. Benda keton inilah yang bertanggung jawab
terhadap timbulnya ketosis. 4,5
Gejala klinis pasien KAD seperti pernafasan yang cepat dan dalam
(Kussmaul), dehidrasi dan kadang-kadang disertai syok. Pasien KAD
biasanya juga datang ke rumah sakit dengan keluhan muntah, nyeri
perut akibat gastroparesis atau dilatasi lambung. Diagnosi KAD
ditegakkan berdasarkan temuan adanya kadar glukosa darah > 250
gr/dL, pH darah < 7.35, ion bikarbonat (HCO3-) rendah, anion gap
yang tinggi, dan didapatkan keton serum maupun keton dalam urine
positif. 4,5
18
mencegah lipolisis namun tidak adekuat untuk menghambat
hiperglikemi. Pada pasien tersebut dehidrasi akan terjadi bila cairan
masuk tidak bisa mengimbangi banyaknya cairan yang keluar. Pada
dehidrasi yang berat, aliran perfusi darah ke ginjal akan berkurang
yang kemudian menyebabkan bertambah beratnya kerusakan ginjal
yang sebelumnya terjadi. Akibatnya ekskresi glukosa melalui urin
menurun, sehingga kadar glukosa dalam darah akan meningkat. Hal
ini menyebabkan osmolaritas kapiler juga meningkat. Bila nilai
osmolaritas melebihi 330 mOsm/kg, air akan ditarik keluar dari
jaringan otak sehingga dapat memicu terjadinya koma. Gejala
poliuri, polidipsi, dan badan lemah dapat terjadi beberapa hari
sebelum keadaan hiperglikemik, hiperosmolar non ketotik. Dari
pemeriksaan fisik didapatkan tanda-tanda dehidrasi (tekanan darah
turun, nadi meningkat, turgor kulit berkurang, mukosa kering,dll).
Dan juga tampak tanda-tanda kelainan neurologis seperti gelisah,
kejang, sampai koma. 4
3. Hipoglikemia
- Post partum
- Gangguan menstruasi
19
d. Pemakaian obat yang meningkatkan kerja obat hipoglikemik
oral atau insulin (salisilat, sulfonamide meningkatkan kerja
sulfonilurea).
b. Penyulit menahun
1. Makroangiopati :
2. Mikroangiopati:
a. Retinopati diabetic
20
dioptimalkan. Pasien dengan diabetes tipe II haruslah mendapatkan
pemeriksaan mata segera setelah diagnosis diabetes ditegakkan.
Adanya retinopati bukanlah kontraindikasi untuk memberikan
aspirin sebagai terapi kardioprotektif, karena pemberiannya tidak
meningkatkan risiko perdarahan retina. Terapi aspirin tidak
mencegah timbulnya retinopati.5 Pembedahan fotokoagulasi
dengan laser memiliki keuntungan dengan menurunkan risiko
kehilangan penglihatan, tetapi tidak memberikan keuntungan
dalam hal mengembalikan tajam penglihatan.4
d. Nefropati diabetik
e. Neuropati
21
Pada neuropati perifer terjadi hilangnya sensasi distal dan
merupakan faktor resiko terjadinya ulkus kaki. Gejala yang sering
dirasakan ialah kaki terasa terbakar dan bergetar sendiri, tersa lebih
sakit pada malam hari.4
2.9 Pencegahan
Mengingat jumlah pasien yang akan membengkak dan besarnya biaya perawatan
pasien diaabetes yang terutama disebabkan oleh karena komplikasinya, maka
upaya yang paling baik dilakukan adalah pencegahan. Menurut WHO tahun 1994,
upaya pencegahan ada 3 jenis yaitu6:
BAB III
LAPORAN KASUS
22
3.1 Identitas pasien
Nama : IKS
Umur : 64 tahun
Jenis kelamin : Laki - laki
Suku : Bali
Bangsa : Indonesia
Agama : Hindu
Pendidikan : Tamat SMP
Status perkawinan : Sudah menikah
Pekerjaan : Tidak bekerja
Alamat : Jl.Pulau Batanta gg I no 3A, Denpasar Bali
3.2 Anamnesis
Keluhan Utama
Kontrol obat habis
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien saat ini tidak memiliki keluhan yang mengganggu aktivitasnya.
Pasien rutih mengonsumsi obat dan memeriksakan gula darahnya. Pasien
kadang mengeluhkan nyeri pada tengkuknya tetapi hilang dengan
beristirahat. Keluahan lemas dan kesemutan disangkal oleh pasien. Pasien
juga tidak pernah mengalami luka yang lama sembuh.
Riwayat Penyakit Dahulu
Penderita sudah didiagnosis menderita diabetes mellitus sejak tahun 2011.
Saat itu pasien kehilangan kesadaran saat ada acara di Karangasem
dikatakan saat itu pasien langsung dilarikan ke RS Prima Medika dan
diketahui GDS pasien 500 dengan tekanan darah saat itu 190/110 MmHg.
Pasien sempat di rawat inap di RS Prima Medika selama 7 hari. Pasien
pertama kali mendapat insulin saat rawat inap tersebut dan diteruskan
sampai sekarang.
Pasien sempat dirawat inap pada tahun 2014 di RSUP Sanglah dengan
diagnosis CAP pada tahun 2014. Saat itu pasien masih rutin mendapat
23
pengobatan Diabetes Melitusnya yaitu dengan Levemir 1x12 unit dan
Novorapid 3x12 unit.
Pasien mempunyai riwayat hipertensi sejak tahun 2011, bersamaan dengan
Diabetes Melitusnya. Sebelumnya pasien jarang memeriksakan dirinya ke
dokter, karena tidak pernah ada keluhan pada mengganggu aktivitas pasien.
Pasien juga mengonsumsi obat untuk penyakit hipertensinya yaitu
Irbesartan 1x300mg. Riwayat penyakit jantung dan penyakit ginjal
disangkal oleh pasien.
Riwayat Keluarga
Di keluarga pasien dikatakan terdapat terdapat keluarga pasien yang
menderita penyakit kencing manis yaitu ayah dan kakak kandung pasien
meninggal karena penyakit kencing manis. Riwayat tekanan darah tinggi
dikatakan ada di keluarga pasien yaitu ibu pasien. Riwayat penyakit jantung
dikatakan tidak ada.
Riwayat sosial
Pasien saat ini pasien tidak bekerja, pasien dulu bekerja sebagai sopir dan
sekuriti dari klub malam. Keseharian pasien menghabiskan waktunya di
rumah, mengurus cucu sesekali pulang kampung ke Karangasem. Pasien
memiliki riwayat merokok sejak berusia 20 tahun namun sudah berhenti
semenjak terdiagnosis DM. Pasien juga sudah berhenti minum kopi sejak
tahun 2011. Pasien cukup aktif bersosialisasi dengan tetangga disekitar
rumah pasien.
24
Suhu aksila : 36,8 C
Tinggi badan : 172 cm
Berat badan : 81 kg
BMI : 28 kg/m2
Status General
Mata : Anemis -/-, ikterus -/-, oedema palpebra -/-, refleks pupil (+/+) isokor
THT : Telinga : bentuk normal, tidak ada tanda-tanda radang, ataupun
bekas luka
Hidung : bentuk normal, sekret (-)
Tenggorokan : Tonsil T1/T1 hiperemis (-), faring hiperemis (-)
Abdomen :
Inspeksi : Distensi (-)
Auskultasi : BU (+) N
25
Perkusi : Timpani (+), Shifting dullnes (-)
Palpasi : Nyeri tekan regio flank (-/-), balotement (-/-), hepar tidak
teraba, lien tidak
teraba.
Ekstremitas : Akral hangat +/+, edema -/-
+/+ -/-
Lipid Profile
Parameter Nilai Satuan Nilai Normal Remarks
Cholesterol 279 mg/dl < 200 Tinggi
HDL Direk 36,00 mg/dl 40,00 65,00 rendah
LDL kolesterol 130,00 mg/dl < 100 Tinggi
direk
Triglyserida 153,00 mg/dl < 150 Tinggi
3.5 Diagnosis
Diabetes Melitus Tipe 2
Hipertensi grade II
3.6 Penatalaksanaan
- Diet DM 2300 kkal
- Levemir 0-0-0-16 iu
- Novorapid 3 x 16 iu
- Simvastatin1x20mg
- Ibesartan 1x300mg
26
- KIE mengenai gaya hidup, pola makan, latihan jasmani
M/x :
- Gula Darah Sewaktu dan 2 jam PP
- Lipid Profile
27
BAB IV
PENGALAMAN BELAJAR LAPANGAN
28
nasi disediakan oleh istri, pasien sangat jarang makan di luar rumah. Saat
ini pasien sudah berhenti mengonsumsi kopi. Jika pasien mengonsumsi teh
atau kopi biasanya menggunakan gula Tropicana Slim. Pasien juga rutin
berolahraga ringan di halaman rumah pasien. Kebiasaan tidur pasien juga
teratur tidak pernah diatas jam 22.00. Pasien dapat tidur dengan nyenyak
pada malam harinya.
Pasien mengaku selalu memakai sandal saat berjalan keluar rumah. Pasien
mengaku tidak pernah luka yang memerlukan waktu lama sembuh.
1. Pasien belum dapat mengontrol pola makannya dengan baik, pasien sudah
membatasi konsumsi gula dengan menggunakan Gula Tropicana Slim
tetapi masih tidak dapat mengontrol diri untuk makan cemilan seperti
pisang goreng keju dan makanan manis lainya.
3. Pasien kadang kadang masih sering mengingat kejadian tahun 2011 saat
pasien pertama kali mengalami penurunan kesadaran. Sekitar satu tahun
lamanya pasien sempat mengalami trauma dan masalah psikologis. Saat
itu pasien hampir setiap hari mengunjungi orang pintar atau balian. Hal itu
malah membuat pasien kelelahan dan kondisinya semakin menurun. Biaya
yg dikeluarkan saat itu juga sangat banyak. Pasien juga sempat mengalami
trauma tidak berani berada di rumah sendiri. Saat ini pasien hanya rutin
melakukan persembahyangan ke pura pura besar saja saat ada odalan.
29
1. Kebutuhan fisik-biomedis
a. Kecukupan Gizi
Makanan untuk pasien dan keluarga disiapkan oleh istri pasien,
keluarga pasien sangat mendukung untuk menjaga komposisi makanan
pasien. Makanan yang disiapkan oleh istri pasien adalah nasi satu piring
tiga kali sehari dengan lauk-pauk seperti tempe, tahu, ikan laut, daging
ayam, sapi, telor, dan sayuran. Pasien selalu makan makanan yang
disediakan istri,dan hanya makan diluar saat ada acara atau odalan di
kampungnya. Biasanya pasien makan 2-3 kali sehari. Jadi nutrisi harian
pasien sudah mencukupi kebutuhan nutrisi yang seharusnya, dan pasien
memerlukan pengaturan diet dengan tetap mengurangi asupan makanan
yang banyak mengandung kolesterold dan lemak jenuh.
Distribusi makanan :
Karbohidrat 60% = 60% x 2300 kalori = 1380 kalori dari
karbohidrat setara dengan 345 gram karbohidrat (1380 kalori : 4
kalori/gram karbohidrat).
Protein 20% = 20% x 2300 kalori = 460 kalori dari protein setara
dengan 115 gram protein (460 kalori : 4 kalori/gram protein).
Lemak 20% = 20% x 2300 kalori = 460 kalori dari lemak setara
dengan 51,1 gram lemak (460 kalori : 9 kalori/gram lemak).
30
Contoh Makanan Sesuai Kebutuhan
Waktu Jumlah Jenis Jenis
Makan Pagi 20% dari total Karbohidrat: 252 kal - Nasi putih (1 gelas)
asupan harian Lemak: 84 kal - Susu sapi (1 gelas)
(460 kalori) Protein: 84 kal - Telor ayam negri (3/4 butir)
Selingan Pagi 10% dari total - Pepaya 2 potong sedang
asupan harian - Kopi+2 sendok gula
(230 kalori) - Roti tawar 1 iris
Makan Siang 30% dari total Karbohidrat: 378 kal - Nasi putih (2 gelas)
asupan harian Lemak: 126 kal - Pepes ayam (1 potong)
(690 kalori) Protein: 126 kal - Telur ayam negri (1 butir)
- Sup/ sayur (1 mangkuk)
Selingan Siang 15% dari total - - Singkong 1 potong sedang
asupan harian - Bubur kacang ijo 2 sdm
(345 kalori)
Makan malam 25% dari total Karbohidrat: 315 kal - Nasi putih (1 gelas)
asupan harian Lemak: 105 kal - Daging ayam (1 potong sedang)
(575 kalori) Protein: 105 kal - Tahu (1/2 potong sedang)
- Cah kangkung/ sayur (1 mangkuk)
c. Lingkungan
Pasien tinggal bersama istri, anak laki laki, menantu dan kedua cucu
laki lakinya. Pasien tinggal di rumah yang tergolong sederhana dengan 6
kamar tidur, dinding dan lantai dibuat dari bahan permanen. Tempat
tinggalnya terdiri dari 1 lantai. Pada lingkungan rumah pasien terdapat 2
bangunan rumah. Di dalam rumah bangunan 1 terdapat 2 ruang tidur, ruang
keluarga, dapur, kamar mandi dengan WC duduk, dan gudang. Di bangunan
2 terdapat 4 kamar tidur, 1 buah kamar mandi dengan WC jongkok dan
ruang keluarga. Di luar rumah terdapat halaman yang ditumbuhi dengan
berbagai macam tanaman dan garasi untuk 1 buah mobil. Rumah pasien
31
tergolong berdebu dan berantakan, semua barang-barang seperti jarang
dipindahkan. Ventilasi secara umum tergolong baik dimana rumah pasien
memiliki jendela serta pintu pada ruang tamu dan kamar sehingga
pertukaran udara dan sinar matahari dapat berlangsung dengan baik.
Sumber air untuk minum, keperluan memasak, mandi dan mencuci baju
berasal dari air PAM. Pada rumah pasien juga terdapat sumur namun sudah
lama tidak digunakan.
Rumah pasien berdampingan dengan tetangganya berdempetan.
Pasien merupakan orang yang sering bersosialisasi dengan tetangga dan
masyarakat sekitar. Pasien setiap pagi berjalan santai di sekitar lingkungan
rumah pasien sekitar 10-15 menit.
d. Kebutuhan Bio-psikososial
Lingkungan biologis
Melalui wawancara dengan pasien, diketahui ada keluarga pasien
yang memiliki riwayat Diabetes Mellitus yaitu ayah dan kakak pasien.
Terdapat riwayat hipertensi pada orangtua pasien. Berdasarkan keluhan
pasien yang mengarah pada penyakit Diabetes Melitus, maka sangat
diperlukan kontrol terhadap gula darah pasien agar tidak terjadi
komplikasi yang lebih berat.
Faktor psikologi
Dalam keadaan sakit ini pasien sangat membutuhkan pengertian dan
dukungan dari keluarga dalam menjalani aktivitas sehari-hari dan
menjalani pengobatannya termasuk untuk minum obat setiap harinya dan
pengaturan dietnya. Pasien saat ini tinggal bersama keluarga yang sangat
memperhatikan kondisi kesehatannya. Istri dan anak pasien sangat
mendukung pasien dalam melakukan kegiatan sehari-hari sehingga pasien
tidak terbebani dengan keluhannya. Cucu cucu pasien juga sering
menyemangati pasien dan menghibur pasien sehari harinya. Pasien juga
mengisi hari harinya dengan mengurus cucu. Saat pertama kali terdiagnosa
Diabetes Mellitus pasien sempat terguncang dan kehilangan kepercayaan
untuk sembuh seperti sediakala. Pasien sempat mencari pengobatan ke
32
orang pintar setiap malam selama satu tahun. Hal ini malah membuat
pasien menjadi kelelahan dan pengobatan yang dijalani pasien menjadi
kurang optimal. Tetapi saat ini berkat dorongan keluarga dan kerabat
pasien,keadaan psikologi pasien sudah kembali pasien sudah bersemangat
menjalani hidup dan berobat.
Faktor Spiritual
Keluarga pasien sebaiknya mengajak pasien untuk terus mendekatkan
diri dengan Tuhan yang Maha Esa, karena dengan begitu dapat
menjauhkan pasien dari pikiran-pikiran negatif tetang penyakitnya.
4.4 Resume
Pasien berinisial IKS, berumur 67 tahun, jenis kelamin laki-laki, suku Bali,
agama Hindu, pendidikan tamat SMP, sudah menikah, tidak bekerja, alamat Jalan
Pulau Batanta gg I no 3A. Penderita datang ke Diabetic Centre RSUP Sanglah
untuk kontrol obat habis. Pasien saat ini tidak memiliki keluhan yang
mengganggu aktivitasnya. Pasien rutih mengonsumsi obat dan memeriksakan gula
darahnya. Pasien kadang mengeluhkan nyeri pada tengkuknya tetapi hilang
dengan beristirahat. Keluahan lemas dan kesemutan disangkal oleh pasien. Pasien
juga tidak pernah mengalami luka yang lama sembuh.Penderita sudah didiagnosis
menderita diabetes mellitus sejak tahun 2011. Pasien pertama kali mendapat
insulin saat rawat inap tersebut dan diteruskan sampai sekarang. Pasien sempat
33
dirawat inap pada tahun 2014 di RSUP Sanglah dengan diagnosis CAP pada tahun
2014. Saat itu pasien masih rutin mendapat pengobatan Diabetes Melitusnya yaitu
dengan Levemir 1x12 unit dan Novorapid 3x12 unit. Pasien mempunyai riwayat
hipertensi sejak tahun 2011, bersamaan dengan Diabetes Melitusnya. Sebelumnya
pasien jarang memeriksakan dirinya ke dokter, karena tidak pernah ada keluhan
pada mengganggu aktivitas pasien. Pasien juga mengonsumsi obat untuk penyakit
hipertensinya yaitu Irbesartan 1x300mg. Riwayat penyakit jantung dan penyakit
ginjal disangkal oleh pasien. Di keluarga pasien dikatakan terdapat anggota
keluarga pasien yang menderita penyakit kencing manis yaitu ayah dan kakak
pasien. Riwayat tekanan darah tinggi dikatakan ada di keluarga pasien yaitu ibu
pasien. Riwayat penyakit jantung dikatakan tidak ada. Pasien saat ini pasien tidak
bekerja, pasien dulunya bekerja sebagai sopir dan sekuriti. Keseharian pasien
menghabiskan waktunya di rumah, mengurus cucu sesekali pulang kampung ke
Karangasem. Pasien memiliki riwayat merokok sejak usia 20 tahun dan sudah
berhenti sejak terdiagnosis DM dan sudah berhenti minum kopi sejak tahun 2011.
Pasien cukup aktif bersosialisasi dengan tetangga disekitar rumah pasien. Pada
pemeriksaan fisik didapatkan kesadaran compos mentis, keadaan umum baik,
tekanan darah berbaring 160/100 mmHg, nadi 72x/menit, respirasi 18 x/menitt,
temperatur axilla 36,8 0C. Pada pemeriksaan kimia klinik, glukosa darah sewaktu
125mg/dLdan gula darah 2 jam PP 145mg/dL. Saat ini pasien dengan terapi
insulin Levemir 1x16 sc dan Novorapid 3x16 sc.
34
KIE agar pasien menyadari penyakitnya dan dapat melakukan aktivitas
yang digemarinya dengan tetap mengingat segala keterbatasannya saat ini.
KIE tentang rekreasi sehingga pasien dapat mengarahkan pikiran dan rasa
penat kepada hal yang positif dan meningkatkan ikatan bersama keluarga.
KIE agar pasien sentiasa memelihara kaki agar tidak terkena diabetic foot.
Dimana, pasien haruslah mengelak terjadinya luka pada kaki, dan
menjauhi bahaya-bahaya.
KIE pasien supaya rajin mendekatkan diri dengan Tuhan agar memiliki
kehidupan yang lebih tenang.
KIE kepada anak pasien untuk mulai mengatur gaya hidup dan pola makan
karena keturunan merupakan faktor risiko diabetes mellitus.
35
DAFTAR PUSTAKA
36
1. Soegondo S,dkk. 2004.. Penatalaksanaan Diabetes Terpadu. Jakarta: Balai
Penerbit FKUI UI.
2. Soegondo S,dkk. 2006. Konsensus Pengelolaan Dan Pencegahan Diabetes
Mellitus Tipe 2 Di Indonesia 2006. Jakarta: Perkumpulan Endokrinologi
Indonesia.
3. Kuswardhani, RA.Tuty. 2008. Buku panduan Geriatri Medik, Pedoman
Diagnostik Dan Terapi. Denpasar:Divisi Geriatri Bagian Penyakit Dalam
FK UNUD/RSUP Sanglah.
4. Sudoyo W.Aru, dkk. 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta:Pusat
Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI.
5. Anonim. 2011. Diabetes Melitus. WHO. Last update: 28 Maret 2011.
Diakses tanggal : 24 Mei 2015
http://www.who.int/topics/diabetes_mellitus/en/
6. Rani A.A, dkk. 2009. Panduan Pelayanan Medik. Jakarta: Pusat Penerbitan
Ilmu Penyakit Dalam
7. PERKENI. 2015. Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes
Melitus Tipe 2 di Indonesia. Jakarta
37