PENDAHULUAN
Indonesia merupakan daerah yang sangat kaya akan sumber daya alam. Banyak
sekali tanaman di Indonesia yang memiliki potensi besar untuk dikembangkan dan
pemanfaatan tanaman sebagai bahan obat telah mendapat perhatian luas dari pakar obat
untuk meneliti potensi dan khasiat dari tanaman yang bermanfaat sebagai obat.
Terdapat banyak jenis tanaman yang secara empiris telah terbukti dapat memberikan
manfaat sebagai obat. Salah satu tanaman yang secara empiris telah terbukti dapat memberi
manfaat sebagai obat adalah tanaman bandotan. Tanaman bandotan adalah tanaman yang
dapat tumbuh di daerah subtropis dan tropis. Ketinggian tanaman bandotan dapat mencapai
1 meter. Daunnya mempunyai bulu berwarna putih halus, mempunyai bunga berukuran
kecil seperti bunga matahari kecil dengan diameter 5-8 mm dan berwarna putih agak
ini banyak dimusnahkan. Akan tetapi tanaman ini juga bisa digunakan sebagai makanan
ternak. Sehingga saat tanaman ini dibuang atau dimusnahkan maka hasil pemusnahan
tanaman bandotan sendiri dapat digunakan sebagai makanan ternak. Kemudian daun
bandotan sendiri sering digunakan untuk penyembuhan luka dan memar dengan cara
1
ditumbuk halus lalu dicampur dengan minyak kelapa kemudian dioleskan pada bagian luka
2
Tanaman bandotan mempunyai banyak khasiat antara lain sebagai obat luka baru,
hemostatik, keseleo dan pegal linu (sumber). Kegunaan dan khasiat dari tanaman ini sangat
banyak, namun sejauh ini masih sedikit penelitian tentang tanaman bandotan. Satu dari
beberapa penelitian tentang tanaman bandotan menunjukkan bahwa ekstrak daun bandotan
memiliki aktivitas antibakteri terhadap Staphylococcus aureus dan Eschercia coli (Astuti,
2015).
Penyakit kulit seperti bisul dan luka borok disebabkan oleh bakteri Staphylococcus
aureus. Bakteri ini tersebar melalui udara dan biasanya menyerang masyarakat yang
bertanggung jawab atas 80% penyakit supuratif, dengan permukaan kulit sebagai habitat
39,5 juta, lebih dari 25% disebabkan oleh penyakit infeksi dan parasite (Dwiprahasto,
2005). Infeksi kulit akibat bakteri ini sangat mudah menyebar ke bagian tubuh lain
sehingga harus segera diobati. Untuk mengatasi infeksi kulit yang disebabkan oleh bakteri
dalam kehidupan nyata masyarakat biasanya menggunakan daun bandotan dengan cara
ditumbuk halus lalu dicampur dengan minyak kelapa kemudian dioleskan pada bagian luka
yang terinfeksi bakteri. Akan tetapi cara penggunaan obat di atas masih bersifat tradisional,
menggunakan cara tradisional, kurang praktis dan efisien maka peneliti ingin membuat
suatu sediaan topikal ekstrak bandotan sebagai alternatif untuk pengobatan pada luka yang
3
seperti steroid, flavonoid, alkaloid, minyak atsiri, kumarin dan tanin yang dipercaya
memiliki banyak manfaat dan salah satunya adalah sebagai antibakteri (Kamboj dan Saluja,
2010). Daun dan bunga bandotan mengandung senyawa flavonoid yang dapat menghambat
pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus (Astuti, 2015). Selain itu alkaloid menunjukan
aktivitas antibakteri, ditandai dengan zona hambat yang terbentuk pada bakteri uji
Staphylococcus aureus (Mallikharjuna & Seetharam, 2009). Sediaan yang akan dibuat
Sediaan salep merupakan sediaan yang paling cocok dan optimal digunakan
sebagai pengobatan infeksi oleh bakteri dengan efek terapi lokal. Penelitian ini
berfokus pada pembuatan sediaan salep dari ekstrak daun dan bunga bandotan
dengan menggunakan basis (dasar) salep yang sama serta pembandingan mutu
fisiknya. Tujuan dari pengujian mutu fisik adalah untuk melihat karakteristik mutu
bahan produk. Selain itu tujuan dari perbandingan ini adalah untuk melihat mutu
fisik sediaan salep yang paling baik dari ekstrak daun dan bunga bandotan dengan
melakukan uji organoleptis, homogenitas, pH, daya sebar, daya lekat, dan
viskositas.
ini:
4
1. Bagaimanakah membuat ekstrak daun dan bunga bandotan?
3. Bagaimanakah perbandingan mutu fisik sediaan salep ekstrak daun dan bunga
bandotan?
3. Membandingkan mutu fisik sediaan salep ekstrak daun dan bunga bandotan
pengumpulan bahan, pembuatan ekstrak dengan metode maserasi dengan pelarut etanol
70%, pembuatan sediaan salep ekstrak daun dan bunga bandotan dengan menggunakan
dasar salep hidrokarbon yaitu vaselin album atau vaselin putih dan dasar salep absorbsi
yaitu adeps lanae, dan evaluasi mutu fisik sediaan salep ekstrak daun dan bunga bandotan.
5
1.4.2 Keterbatasan Penelitian
Adapun keterbatasan dalam penelitian ini yaitu tidak dilakukannya uji efektivitas dari
1.5.1 Bandotan adalah sejenis tanaman pengganggu yang tumbuh tegak di tanah dan
banyak ditemukan di pinggir jalan, hutan, ladang, dan tanah terbuka. Ketinggian
putih halus, mempunyai bunga berukuran kecil seperti bunga matahari kecil dengan
1.5.2 Flavonoid adalah senyawa metabolit sekunder dari alam yang memiliki ciri khas
terdiri atas dua cincin benzena yang mengapit tiga atom karbon berantai alifatik.
1.5.3 Alkaloid adalah senyawa metabolit sekunder terbesar di alam yang memiliki ciri khas
mengandung paling sedikit satu gugus fungsi amina primer, amina sekunder, maupun
amina tersier.
1.5.4 Tanin adalah senyawa metabolit sekunder yang mengandung fenol dan berperan
6
1.5.5 Terpenoid adalah senyawa metabolit sekunder yang ditemukan berlimpah pada
tanaman tingkat tinggi dan strukturnya terdiri dari unit-unit isoprena (C5H8).
1.5.6 Steroid adalah kelompok senyawa bahan alam yang kebanyakan strukturnya terdiri
siklopentenohidrofenantren.
1.5.7 Ekstraksi adalah proses pemisahan bahan aktif dalam suatu tanaman dari
1.5.8 Ekstrak adalah hasil yang diperoleh dari ekstraksi tanaman obat dengan ukuran
1.5.9 Mutu fisik adalah karakteristik mutu bahan produk yang dapat dinilai melalui
beberapa pengujian seperti uji organoleptis, homogenitas, pH, daya sebar, daya lekat,
dan viskositas.
1.5.10 Komparasi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah perbandingan (suatu hal
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
ditemukan di pinggir jalan, hutan, ladang, dan tanah terbuka. Tanaman bandotan
merupakan family Asteraceae. Tanaman ini berasal dari Asia Tenggara, Amerika
Tengah, Karibia, Florida, China Selatan, Australia, dan Amerika Selatan. Tanaman
ini dikenal sebagai tanaman hias dari Amerika, banyak ditemukan di pasifik selatan,
tumbuhan liar dan lebih dikenal sebagai tumbuhan pengganggu (gulma) di kebun
dan di ladang. Tumbuhan ini ditemukan juga di pekarangan rumah, tepi jalan,
tanggul, di sekitar saluran air, dan di ketinggian 1-2.100 meter di atas permukaan
8
demam, pneumonia, flu, rematik, sakit kepala, dan pengobatan luka, selain itu juga
Kingdom : Plantae
Subkingdom : Tracheobionta
Superdivisi : Spermatophyta
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Subkelas : Astericae
Ordo : Asterales
Family : Asteraceae
Genus : Ageratum
Spesies : Ageratum conyzoides L
nama babadotan leutik, jukut bau, dan ki bau. Wedusan dan tempuyak adalah nama
9
lain di daerah Jawa, sedangkan dus bedusan adalah nama di daerah Madura, empedu
2.1.3 Penyebaran
Menurut Cronquist (1981), family Asteraceae terdiri dari 1.100 genus dan
lebih dari 20.000 spesies, tersebar terutama di wilayah subtropika yang beriklim
sedang. Genus yang utama antara lain Senecio terdiri dari hanya 30 spesies,
semuanya ditemukan di wilayah Amerika Latin dan Karibia, kecuali dua spesies,
batang bandotan ditutupi oleh bulu halus yang berwarna putih. Daun bandotan dapat
mencapai panjang 7,5 cm.. Bunga bandotan berukuran kecil seperti bunga matahari
dengan diameter 5-8 mm dan berwarna putih keunguan. Buahnya mudah tersebar,
10
Gambar 2.1 Tanaman Bandotan (Baskoro, 2010).
penyembuh luka. Hal ini disebabkan karena peran daun bandotan sebagai
secara umum mempunyai efek antimikroba yang dapat mensterilkan luka dan
penyembuhan luka dari ekstrak methanol daun bandotan pada tikus Wistar. Luka
dibuat eksisi pada kulit kemudian dibalut dengan ekstrak daun bandotan dan
menunjukkan jumlah sel inflamasi lebih sedikit dan jumlah sel fibrosis lebih banyak
11
Tanaman bandotan merupakan tanaman herbal yang tumbuh di daerah tropis
dan subtropis. Tanaman bandotan digunakan sebagai obat tradisional untuk luka
sayat, luka bakar, dan pengobatan luka yang terinfeksi oleh bakteri. Telah diketahui
aureus dan Eschercia coli dengan nilai KHM berturut-turut adalah 12,5 mg/mL dan
sejumlah penelitian yang menyatakan efeknya terhadap luka sayat dan luka bakar,
hal ini karena salah satu peran daun bandotan sebagai hemostatik (Bamidele, 2010).
2010).
12
Berdasarkan studi fitokimia, tanaman bandotan mengandung senyawa
steroid, terpenoid, flavonoid, saponin, asam lemak, dan alkaloid (Kamboj dan
Saluja, 2010). Studi fitokimia yang lain menunjukkan bahwa ekstrak daun bandotan
fenolik, karbohidrat, dan protein (Dash dan Murthy, 2011). Bunga bandotan juga
atsiri (Astuti, 2015). Namun perlu diketahui juga bahwa tanaman bandotan
2.1.6.1 Flavonoid
alam. Senyawa flavonoid ini bukan disebabkan karena banyaknya variasi struktur,
alkoksilasi, atau glikosilasi pada struktur tersebut. Flavonoid di alam juga sering
Senyawa-senyawa ini merupakan zat warna merah, ungu, dan biru, dan
sebagian zat warna kuning yang ditemukan dalam tanaman. Sebagai pigmen bunga,
13
penyerbukan. Beberapa kemungkinan fungsi flavonoid yang lain bagi tumbuhan
adalah sebagai zat pengatur tumbuh, pengatur proses fotosintesis, sebagai zat
oleh jaringan tumbuhan sebagai respon terhadap infeksi atau luka yang kemudian
efek fisiologis tertentu. Oleh karena itu, tumbuhan yang mengandung flavonoid
karbon. Dua cincin benzena (C6) terikat pada suatu rantai propana (C3) sehingga
membentuk suatu susunan C6-C3-C6. Susunan ini dapat menghasilkan tiga jenis
2.1.6.2 Alkaloid
di alam. Hampir seluruh alkaloid berasal dari tumbuh-tumbuhan dan tersebar luas
dalam berbagai jenis tumbuhan. Ciri khas alkaloid adalah semua alkaloid
mengandung paling sedikit satu atom N yang bersifat basa dan pada umumnya
14
Senyawa alkaloid diklasifikasikan menurut jenis cincin heterosiklik
nitrogen yang merupakan bagian dari struktur molekul. Menurut klasifikasi ini
alkaloid dapat dibedakan atas beberapa jenis, seperti, alkaloid piridin, pirolidin,
2.1.6.3 Tanin
pengikatan protein, pembentuk pigmen, sebagai ion metal, dan mempunyai susunan
molekul yang besar, serta sebagai aktivitas antioksidan. Tanin memiliki rumus
molekul C7H5 O46, ada yang tidak berwarna tetapi ada juga yang berwarna kuning
atau cokelat (Okuda dan Ito, 2011). Dua kelas besar tanin dikenal berdasarkan
reaksi hidrolitik dan asal fenoliknya. Kelas pertama disebut sebagai tanin yang
dapat dihidrolisis dan yang lain disebut tanin terkondensasi. Disebut sebagai tanin
yang dapat dihidrolisis karena mudah larut dalam asam mineral atau enzim seperti
tanin terkondensasi tidak dapat larut dalam asam mineral dan enzim sehingga
disebut juga tanin yang tidak dapat dihidrolisis, salah satu contohnya adalah katekin
(Rangari, 2007).
2.1.6.4 Terpenoid
15
ditemukan berlimpah dalam tanaman tingkat tinggi, meskipun demikian, dari
penelitian diketahui bahwa jamur, organisme laut, dan serangga juga menghasilkan
terpenoid. Selain dalam bentuk bebasnya, terpenoid di alam juga dijumpai dalam
bentuk glikosida, glikosil ester dan iridoid. Terpenoid juga merupakan komponen
lain, monoterpen C10, seskuiterpen C15, diterpen C20 , triterpen C30, tetraterpen C40,
dibangun oleh dua atau lebih unit C5 seperti isopren (Kristanti dan Alfinda, 2008).
2.1.6.5 Steroid
didasarkan pada efek fisiologis yang dapat ditimbulkan. Ditinjau dari segi struktur,
perbedaan antara berbagai kelompok ini ditentukan oleh jenis substituen R 1, R2, dan
R3 yang terikat pada kerangka dasar sedangkan perbedaan antara senyawa yang satu
dengan senyawa yang lain dari suatu kelompok ditentukan oleh panjangnya rantai
16
karbon substituen, gugus fungsi yang terdapat pada substituen, jumlah dan posisi
gugus fungsi oksigen dan ikatan rangkap pada kerangka dasar serta konfigurasi
pusat asimetris pada kerangka dasar. Kelompok tersebut adalah sterol, sterol dipakai
khusus untuk steroid yang memiliki gugus hidroksi, tetapi karena praktis semua
steroid tumbuhan berupa alkohol dengan gugus hidroksi pada posisi C-3, maka
disebut sterol. Selain dalam bentuk bebasnya, sterol juga sering dijumpai sebagai
glikosida atau sebagai ester dengan asam lemak. Glikosida sterol sering disebut
Steroid yang terdapat dalam jaringan hewan berasal dari lanosterol, sedangkan yang
terdapat dalam jaringan tumbuhan dari sikloartenol, setelah kedua triterpen ini
2.2 Ekstraksi
2.2.1 Definisi
17
Ekstraksi merupakan salah satu metode pemisahan kimia berdasarkan atas
kelarutan komponen dengan pelarut yang digunakan. Ekstrak adalah hasil yang
diperoleh dari ekstraksi atau sediaan yang diperoleh dengan cara ekstraksi tanaman
obat dengan ukuran partikel tertentu (Kristanti dan Alfinda, 2008). Berdasarkan
bentuk campuran yang diekstraksi dapat dibedakan dua macam ekstraksi yaitu
sebagai berikut:
1. Ekstraksi padat-cair, jika substansi yang diekstraksi terdapat di dalam campurannya yang
berbentuk padat. Proses ini paling banyak ditemui di dalam usaha untuk mengisolasi suatu
subtansi yang terkandung di dalam suatu bahan alam. Dalam proses ekstraksi padat-cair
diperlukan kontak yang sangat lama antara pelarut dan padatan. Sifat-sifat bahan alam dan
bahan yang akan diekstraksi berperan penting dalam menentukan kecepatan dan ketepatan
18
1. Maserasi
2. Perkolasi
Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru sampai sempurna
perkolasi terdiri dari tahapan pengembangan bahan, tahap maserasi antara, tahap
menerus sampai diperoleh ekstrak (perkolat) yang jumlahnya 1-5 kali bahan
19
2.2.2.2 Ekstrak dengan Menggunakan Pelarut dengan Cara Panas
1. Refluks
didihnya, selama waktu tertentu dan dengan jumlah pelarut terbatas yang relatif
pada residu pertama sampai 3-5 kali sehingga dapat termasuk proses ekstraksi
2. Soxhlet
Soxhlet adalah metode ekstraksi menggunakan pelarut yang selalu baru yang
umumnya dilakukan dengan alat khusus sehingga terjadi ekstraksi kontinyu dengan
jumlah pelarut relatif konstan dengan adanya pendingin balik (Depkes RI, 2000).
3. Digesti
Digesti adalah maserasi kinetik (dengan pengadukan kontinu) pada temperatur yang
lebih tinggi dari temperature ruangan (kamar), biasanya digesti dilakukan pada suhu 40-50
0
C (Depkes RI, 2000).
Destilasi uap adalah ekstraksi senyawa yang mudah menguap (minyak atsiri)
dari bahan (segar atau simplisia) berdasarkan tekanan parsial senyawa yang mudah
menguap dengan menggunakan uap air dari ketel secara kontinyu sampai sempurna
dan diakhiri dengan kondensasi fase uap campuran (senyawa yang mudah menguap
20
ikut terdestilasi) menjadi destilat air bersama senyawa kandungan yang memisah
sempurna atau memisah sebagian. Pada destilasi uap, bahan (simplisia) benar-benar
tidak tercelupkan ke air yang mendidih, namun dilewati uap air sehingga senyawa
perlindungan terhadap kondisi luar lingkungan baik dari pengaruh fisik maupun
pengaruh kimia, serta mencegah kelebihan kehilangan air dari tubuh dan berperan
sebagai termoregulasi. Kulit bersifat lentur dan elastis yang menutupi seluruh
permukaan tubuh dan merupakan 15% dari total berat badan orang dewasa (Paul,
2011). Fungsi proteksi kulit adalah melindungi tubuh dari kehilangan cairan
elektrolit, trauma mekanik dan radiasi ultraviolet, sebagai barier dari invasi
karena terdapat banyak ujung saraf, tempat penyimpanan nutrisi dan air yang dapat
21
2.4 Tinjauan tentang Sediaan Salep
Salep (unguenta menurut FI ed. III) adalah sediaan setengah padat yang
mudah dioleskan dan digunakan sebagai obat luar. Bahan obat harus larut atau
terdispersi homogen ke dalam dasar salep yang cocok. Salep dapat ditujukan untuk
pengobatan lokal atau sistemik. Dasar salep yang cocok disesuaikan dengan bahan
aktif atau sifat obat yang akan digunakan. Salep dipilih karena memiliki daya
absorpsi yang baik, serta dapat bekerja secara lokal langsung pada daerah yang
dituju serta kemudahan dalam pemakaiannya selain itu juga mudah dibawa kemana-
mana.
Fungsi salep antara lain sebagai bahan pembawa subtansi obat untuk
pengobatan kulit, sebagai bahan pelumas pada kulit, sebagai bahan pelindung kulit
(Syamsuni, 2006).
1. Salep Epidermis : digunakan untuk melidungi kulit dan menghasilkan efek lokal,
2. Salep Endodermis : salep yang bahan obatnya menembus ke dalam kulit, terabsorbsi
22
3. Salep Diadermis : salep yang bahan obatnya menemus ke dalam tubuh melalui kulit
pemanasan.
2. Peraturan Salep Kedua
Bahan-bahan yang larut dalam air, jika tidak ada peraturan lain, harus dilarutkan
lebih dahulu dalam air, asalkan jumlah air yang dipergunakan dapat diserap seluruhnya oleh
basis salep dan jumlah air yang dipakai dikurangi dari basis salepnya.
3. Peraturan Salep Ketiga
Bahan-bahan yang sukar atau hanya sebagian dapat larut dalam lemak dan air
harus diserbukkan lebih dahulu, kemudian diayak dengan pengayak No. 60.
4. Peraturan Salep Keempat
Salep-salep yang dibuat dengan cara mencairkan, campurannya harus digerus
sampai dingin. Untuk bahan-bahan yang dilebur penimbangannya harus dilebihkan 10-
2. Kadar : kecuali dinyatakan lain dan untuk salep yang mangandung obat keras atau
3. Dasar salep : kecuali dinyatakan lain, sebagai bahan dasar salep (basis salep)
digunakan vaselin putih (vaselin album). Tergantung dari sifat bahan obat dan tujuan
23
pemakaian salep, dapat dipilih beberapa bahan dasar salep. Dasar salep yang digunakan
a. Dasar salep hidrokarbon : Vaselin putih, vaselin kuning (vaselin flavum), malam
putih (cera album), malam kuning (cera flavum), atau campurannya. Dasar salep
ini dikenal sebagai dasar salep berlemak. Hanya sejumlah kecil komponen
memperpanjang kontak bahan obat dengan kulit dan bertindak sebagai pembalut
sukar dicuci. Tidak mengering dan tidak tampak berubah dalam waktu lama.
b. Dasar salep serap : Dasar salep serap ini dapat dibagi dalam 2 kelompok.
Kelompok pertama terdiri atas dasar salep yang dapat bercampur dengan air
membentuk emulsi air dalam minyak (Parafin hidrofilik dan Lanolin anhidrat),
dan kelompok kedua terdiri atas emulsi air dalam minyak yang dapat bercampur
dengan sejumlah larutan air tambahan (Lanolin). Dasar salep serap juga
c. Dasar salep yang dapat dicuci dengan air : dasar salep ini adalah emulsi minyak
dalam air antara lain salep hidrofilik dan lebih disebut krim. Dasar salep ini
dinyatakan juga sebagai dapat dicuci dengan air karena mudah dicuci dari
kulit atau dilap basah, sehingga lebih dapat diterima untuk dasar kosmetik.
Beberapa bahan obat dapat menjadi lebih efektif menggunakan dasar salep ini
dari pada dasar salep hidrokarbon. Keuntungan dari dasar salep ini adalah dapat
24
diencerkan dengan air dan mudah menyerap cairan yang terjadi pada kelainan
dermatologik.
d. Dasar salep larut dalam air : misalnya PEG atau campurannya. Kelompok ini
juga disebut juga dasar salep tak berlemak dan terdiri dari konstituen larut air.
Dasar salep jenis ini memberikan banyak keuntungan seperti dasar salep yang
dapat dicuci dengan air dan tidak mengandung bahan yang tak larut dalam air
4. Homogenitas : jika dioleskan pada sekeping kaca atau bahan transparan lain yang
1. Stabil, tidak terpengaruh oleh suhu dan kelembapan dan selama dipakai harus bebas dari
inkompatibilitas.
2. Lunak, yaitu semua zat dalam keadaan halus dan seluruh produk menjadi lunak dan
homogen, karena salep digunakan untuk kulit yang teriritasi, inflamasi, ekskloriasi.
3. Mudah dipakai, umumnya salep tipe emulsi adalah yang paling mudah dipakai dan
25
4. Dasar salep yang cocok yaitu dasar salep yang harus kompatibel secara fisika dan kimia
dengan obat yang dikandungnya. Dasar salep tidak boleh merusak atau menghambat aksi
terapi dari obat yang mampu melepas obatnya pada daerah yang diobati.
5. Terdistribusi merata, obat harus terdistribusi merata melalui dasar salep padat atau cair pada
pengobatan.
Vaselin Album atau Vaselin Putih adalah campuran yang dimurnikan dari
hidrokarbon setengah padat, diperoleh dari minyak bumi dan keseluruhan atau
lapisan tipis setelah didinginkan pada suhu 00. Kelarutan tidak larut dalam air, sukar
larut dalam etanol dingin, panas atau dalam etanol mutlak dingin, mudah larut
dalam benzena, karbon disulfide, kloroform, larut dalam heksana, dalam sebagian
besar minyak lemak, dan minyak atsiri. Jarak lebur antara 380 dan 600. Kegunaan
sebagai zat tambahan dan dasar salep. Wadah dan penyimpanan dalam wadah
tertutup rapat.
26
Adeps Lanae atau Lemak Bulu Domba adalah zat serupa lemak yang
dimurnikan, diperoleh dari bulu domba yang dibersihkan dan dihilangkan warna
dan baunya. Mengandung air tidak lebih dari 0,25%. Boleh mengandung
antioksidan yang sesuai tidak lebih dari 0,02% (FI edisi IV).
Pemerian massa seperti lemak, lengket, warna kuning, bau khas. Kelarutan
tidak larut dalam air, dapat bercampur dengan air lebih kurang 2 kali beratnya, agak
sukar larut dalam etanol dingin, lebih larut dalam etanol panas, mudak larut dalam
eter, dan dalam kloroform. Jarak lebur 38 0 dan 440. Kegunaan sebagai zat tambahan,
2.5.3 Nipagin
Nipagin atau metilparaben mengandung tidak kurang dari 99,0% dan tidak
lebih dari 100,5% C8 H8 O3, dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan.
Pemerian serbuk hablur kecil, tidak berwarna, putih, tidak berbau, atau
berbau khas lemah dan mempunyai rasa sedikit terbakar. Kelarutan sukar larut
dalam air, benzena, dan dalam karbon tetraklorida, mudah larut dalam etanol dan
eter. Jarak lebur antara 1250 dan 1280. Kegunaan sebagai pengawet. Wadah dan
2.5.4 Nipasol
27
Nipasol atau propilparaben mengandung tidak kurang dari 99,0% dan tidak
lebih dari 100,5% C10 H12 O3, dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan.
Pemerian serbuk putih, hablur kecil, dan tidak berwarna. Kelarutan sangat
sukar larut dalam air, mudah larut dalam etanol, dan eter, sukar larut dalam dalam
air mendidih. Jarak lebur 950 dan 980. Kegunaan sebagai pengawet. Wadah dan
dibuat. Pengujian organoleptis meliputi warna, bau, rasa, dan tekstur sediaan yang
telah dibuat setiap minggu selama empat minggu pada suhu kamar.
2.6.2 Uji pH
dengan cara menyediakan salep sebanyak 0,5 gram kemudian dilarutkan dalam 30
28
minggu pada suhu kamar untuk melihat kestabilan dari sediaan salep
Uji homogenitas dilakukan untuk melihat apakah sediaan salep yang dibuat
menunjukkan susunan yang homogen dengan dioleskan pada sekeping kaca atau
menempel atau melekat pada kulit. Ditimbang 500 mg salep di letakkan di atas
objek gelas, kemudian objek gelas yang lain diletakkan di atasnya dan ditekan
dengan beban seberat 100 g selama 5 menit, objek gelas dipasang pada alat uji.
Beban seberat 80 g dilepaskan dan dicatat waktunya pada saat kedua objek gelas
tersebut terlepas. Adapun syarat waktu daya lekat yang baik adalah tidak kurang
Uji daya sebar dilakukan untuk mengetahui luas daerah penyebaran salep.
Uji daya sebar ditentukan dengan cara menimbang 500 mg salep dan diletakkan di
tengah kaca. Sebelumnya ditimbang dahulu kaca yang lain dan diletakkan kaca
tersebut di atas salep kemudian diberi beban 200 g dan dibiarkan selama 1 menit.
29
diameter dari beberapa sisi dan dicatat diameter salep yang menyebar. Suatu sediaan
salep dikatakan baik apabila daya sebarnya besar (diameter besar) (Astuti et al.,
2010).
viskotester. Viskotester di pasang pada klemnya dengan arah horizontal atau tegak
lurus dengan arah klem. Rotor kemudian dipasang pada viskotester kemudian
dikunci berlawanan arah dengan jarum jam. Mangkuk diisi sampel salep yang akan
diuji, rotor ditempatkan tepat berada ditengah-tengah yang berisi salep, kemudian
alat dihidupkan dan ketika rotor mulai berputar jarum penunjuk viskositas secara
otomatis akan bergerak menuju ke kanan, kemudian setelah stabil, viskositas dibaca
pada skala rotor yang digunakan. Cara di atas diulangi 3 kali tiap formula.
30
2.7 Kerangka Teori
Dibuat simplisia
Kandungan metabolit
sekunder bandotan yang
menghambat pertumbuhan
Staphylococcus aureus
di pinggir jalan, hutan, ladang, dan tanah terbuka. Senyawa yang terkandung dalam
daun dan bunga bandotan sebagai antibakteri adalah flavonoid. Selain flavonoid
senyawa metabolit sekunder lain juga berkhasiat sebagai antibakteri antara lain
alkaloid, tanin, terpenoid dan steroid. Penyakit infeksi pada kulit seperti bisul dan
luka borok disebabkan oleh bakteri Staphylococcus aureus, apabila infeksi ini tidak
tersebut dapat diatasi dengan membuat sediaan salep ekstrak daun dan bunga
bandotan sebagai antibakteri. Sediaan salep ini dapat digunakan dengan nyaman,
praktis dan efisien pada pengobatan infeksi kulit, dan tidak lagi menggunakan
Flavonoid merupakan senyawa yang mudah larut dalam senyawa polar dan
tidak tahan dalam pemanasan atau rusak karena pemanasan. Untuk mendapatkan
ekstrak daun dan bunga bandotan yang akan digunakan sebagai sediaan salep
500 mL terhadap 50 gram daun dan bunga bandotan.. Metode pembuatan ekstrak
daun dan bunga bandotan adalah metode maserasi. Metode maserasi dipilih karena
dianggap lebih aman karena tidak menggunakan pemanasan sehingga tidak merusak
zat aktif flavonoid dalam daun dan bunga bandotan. Skrining fitokimia dilakukan
untuk mengetahui senyawa flavonoid pada ekstrak daun dan bunga bandotan
32
sebagai antibakteri. Selain itu dilakukan juga skrining fitokimia pada senyawa
metabolit sekunder lain seperti alkaloid, tanin, terpenoid, dan steroid yang juga
Bahan aktif yang digunakan dalam formula salep ini adalah ekstrak daun
dan bunga bandotan, dengan menggunakan kombinasi dasar salep yaitu dasar
hidrokarbon dan dasar absorbsi. Kedua dasar salep ini mempunyai efek terapi yang
baik, stabil, tidak mudah rusak, dan mampu bertahan lama di kulit. Penggunaan
dasar salep absorbsi untuk menyerap kandungan air yang terdapat pada formula.
Pengawet yang digunakan adalah nipagin dan nipasol dimana nipagin digunakan
sebagai pengawet untuk fase air dan nipasol digunakan sebagai pengawet untuk fase
minyak. Bahan tersebut dikombinasikan dengan ekstrak daun dan bunga bandotan
Sedian salep yang telah dibuat dilakukan perbandingan mutu fisik antara
sediaan salep ekstrak daun dan ekstrak bunga bandotan. Tujuan dari perbandingan
ini adalah untuk melihat sediaan salep yang memiliki mutu fisik yang baik dan
sesuai standar. Mutu fisik yang dibandingkan antara lain organoleptis, pH,
homogenitas, daya sebar, daya lekat dan viskositas. Uji organoleptis digunakan
untuk mengetahui bentuk sediaan yang dibuat. Uji pH digunakan untuk mengetahui
sediaan salep ekstrak daun dan bunga bandotan tidak mengiritasi kulit. Uji
viskositas digunakan untuk mengetahui seberapa besar tahanan sediaan salep untuk
mengalir agar dapat menghasilkan efek yang baik. Uji daya lekat digunakan untuk
33
mengetahui apakah sediaan salep tersebut mampu menempel atau melekat pada
kulit. Sedangkan uji daya sebar digunakan untuk mengetahui luas daerah
penyerapan salep.
2.8 Hipotesis
Hipotesis dalam penelitian ini adalah mutu fisik sediaan salep ekstrak daun
dan bunga bandotan berdasarkan evaluasi mutu fisik organoleptis yakni warna, bau,
dan rasa dengan menggunakan dasar salep yang sama. Hipotesis dalam penelitian
ini dibatasi hanya evaluasi mutu fisik organoleptis sediaan salep ekstrak daun dan
bunga bandotan, dimana dapat dilihat secara organoleptis yakni warna, bau, dan
rasa dari kedua sediaan salep yang memiliki peluang dapat digunakan sebagai
34
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
menggambarkan dan mendeskripsikan mutu fisik sediaan salep ekstrak daun dan
bunga bandotan. Adapun penelitian ini meliputi tiga tahap yaitu tahap persiapan,
sediaan salep.
mengetahui klasifikasi dan bentuk fisik dari tanaman mimba, selanjutnya untuk
35
pembuatan simplisia bahan baku diambil di daerah Tuban. Pembuatan simplisia
ekstrak daun dan bunga bandotan dengan metode maserasi setelah mendapatkan
ekstrak kemudian melakukan proses pembuatan sediaan salep dari ekstrak daun dan
bunga bandotan. Salep ekstrak daun dan bunga bandotan yang telah jadi dilakukan
3.2.1 Populasi
karakteristik tertentu yang ditetapakan oleh penelitian. Populasi dalam penelitian ini
3.2.2 Sampel
Sampel adalah sebagian atau wakil dari populasi yang akan diteliti. Sampel
dalam penelitian ini adalah sebagain salep yang mengandung ekstrak daun dan
bunga bandotan.
36
3.3.1 Lokasi Penelitian
sampai tahap analisa hasil akan dilakukan pada bulan Maret April 2016.
Dalam penelitian ini terdapat variabel bebas dan variabel terikat. Variabel
bebas dalam penelitian ini adalah sediaan salep ekstrak daun dan bunga bandotan
sedangkan variabel terikatnya adalah mutu fisik sediaan salep ekstrak daun dan
bunga bandotan. Definisi operasional variabel dalam penelitian ini dapat dilihat
37
fisik menunjukkan fisik berubah warna,
atau kebasaan
sediaan salep
Homogenitas Parameter yang Objek glass Homogen Ordinal
Tidak homogen
ditunjukkan dengan
tidak tercampurnya
digunakan dalam
formulasi sediaan
38
menunjukkan yang baik 5-7 detik
sediaan salep
mampu melekat
pada kulit
Daya Sebar Parameter yang Penggaris Daya sebar salep Nominal
penyebaran salep
pada kulit
Viskositas Menunjukkan Viskometer 2000-50000 cps Nominal
salep
Instrumen dalam penelitian ini yaitu meliputi alat dan bahan. Alat- alat yang
digunakan yaitu anak timbangan dan timbangan, mortar dan stamper, gelas arloji,
kaca preparat, beaker glass, pipet tetes, penggaris, stopwatch, corong butcher,
Brookfield, waterbath. Bahan- bahan yang dibutuhkan yaitu ekstrak daun dan bunga
bandotan, vaselin album, lanolin (adeps lanae), nipagin (metil paraben), dan nipasol
(propil paraben).
39
3.6.1 Determinasi Tanaman Bandotan
untuk mengetahui klasifikasi dan bentuk fisik secara langsung tanaman yang
mendapatkan ekstrak daun dan bunga yang berkualitas yaitu dengan dipilih daun
Pembuatan serbuk dipilih daun dan bunga bandotan yang segar, kemudian
daun dan bunga dicuci, diangin-anginkan dan dikeringkan langsung di bawah sinar
dan bunga bandotan, kemudian simplisia daun dan bunga bandotan dihaluskan
dengan menggunakan blender, setelah itu simplisia daun dan bunga bandotan yang
40
Serbuk daun dan bunga bandotan sebanyak 50 g dimaserasi dengan 500 mL
(residu) dimaserasi kembali dengan pelarut etanol sampai jernih. Maserat yang
diperoleh diuapkan dengan alat rotary evaporator pada temperatur tidak lebih dari
a. Perhitungan Rendeman
b
% Kadar ekstrak daun dan bunga bandotan = 100
a
b. Standardisasi Ekstrak
2 mL etanol 70% dan diaduk. Ditambahkan serbuk magnesium 0,5 g dan 3 tetes
HCl pekat, terbentuknya warna jingga sampai merah menunjukkan adanya flavon,
41
merah sampai merah padam menunjukkan flavonol, merah padam sampai keunguan
klorida 2 N dan 9 mL. Dipanaskan di atas penangas air selama 2 menit, dinginkan
dan disaring. Dipindahkan 3 tetes filtrat pada kaca arloji, ditambahkan 2 tetes
Bouchardat LP. Jika pada kedua percobaan tidak terjadi endapan, maka serbuk tidak
berwarna putih atau kuning yang larut dalam metanol pekat dan dengan Bouchardat
etanol 70% dan diaduk. Kemudian ditambahkan FeCl3 sebanyak 3 tetes, jika
menghasilkan biru karakteristik, biru-hitam, hijau atau biru-hijau dan endapan maka
42
dinding tabung. Adanya senyawa golongan terpenoid ditandai dengan timbulnya
H2SO4 pekat dengan cara diteteskan pelan-pelan dari sisi dinding tabung reaksi.
Pembentukan cincin warna merah menunjukan adanya steroid (Mandal dan Ghasal,
2012).
Dalam penelitian ini, formula salep ekstrak daun dan bunga bandotan dibuat
Rancangan formula sediaan salep ekstrak daun dan bunga bandotan dapat
Bahan Formula
Ekstrak daun bandotan 5%
Adeps lanae 6%
Nipagin 0,15%
Nipasol 0,3%
Vaselin album Ad 20 gram
Keterangan : Dibuat Triplo
43
Tabel 3.3 Rancangan Formulasi Sediaan Salep Ekstrak Bunga Bandotan
Bahan Formula
Ekstrak daun bandotan 5%
Adeps lanae 6%
Nipagin 0,15%
Nipasol 0,3%
Vaselin album Ad 20 gram
Keterangan:DibuatTriplo
5
Ekstrak daun bandotan =5% = 100 20 g = 1 g = 1000 mg
6
Adeps lanae = 20 g + 10 % = 1,3 g = 1300 mg
100
0.15
Nipagin = 20 g + 10 % = 0,13 g = 130 mg
100
0.3
Nipasol = 20 g + 10 % = 0,16 g = 160 mg
100
= 17,51 g
44
5
Ekstrak daun bandotan =5% = 100 20 g = 1 g = 1000 mg
6
Adeps lanae = 20 g + 10 % = 1,3 g = 1300 mg
100
0.02
Nipagin = 20 g + 10 % = 0,13 g = 130 mg
100
0.3
Nipasol = 20 g + 10 % = 0,16 g = 160 mg
100
= 17,536 g
kedalam cawan dan dilebur d iatas waterbath lalu diaduk hingga homogen
5. Basis salep dicampur dengan ekstrak daun dan bunga bandotan dalam
45
3.6.6.4.1 Uji Organoleptis
3.6.6.4.3 Uji pH
46
Prosedur pengujian daya lekat sebagai berikut:
berikut:
berhenti bergerak
3. Dicatat hasil pengukuran
hasil penetapan syarat mutu fisik sediaan dengan perlakuan 3 replikasi meliputi uji
memenuhi uji mutu fisik sesuai standar, maka dapat dilihat dari tabel sebagai berikut:
47
N Pengamatan Literatur
o
7. Uji Anova
48