Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
DASAR TEORI
Sedimen adalah pecahan, mineral, atau material organik yang ditransportasikan dari
berbagai sumber dan diendapkan oleh media udara, angin, es, atau air dan juga termasuk
di dalamnya material yang diendapkan dari material yang melayang dalam air atau dalam
bentuk larutan kimia (Pipkin, 1977). Sedimen umumnya mengendap dibagian bawah kaki
bukit, di daerah genangan banjir, di saluran air, sungai, dan waduk. Pada daerah
pengaliran, sedimen merupakan material hasil erosi yang dibawa oleh aliran air sungai dari
daerah hulu dan kemudian mengendap di daerah hilir. Proses erosi di hulu meninggalkan
dampak hilangnya kesuburan tanah sedangkan pengendapan sedimen di hilir sering kali
menimbulkan persoalan seperti pendangkalan sungai dan waduk di daerah hilir. Oleh
karena itu, besarnya aliran sedimen atau hasil sedimen digunakan sebagai indikator
kondisi DAS.
Sedimen yang terbawa hanyut oleh aliran air dapat dibedakan sebagai endapan dasar (bed
load -muatan dasar) dan muatan melayang (suspended load). Muatan dasar bergerak dalam
aliran air sungai dengan cara bergulir, meluncur dan meloncat-loncat di atas permukaan
dasar sungai. Sedangkan, muatan melayang terdiri dari butiran halus yang ukurannya lebih
kecil dari 0,1 mm dan senantiasa melayang di dalam aliran air. Bila butiran-butirannya
sangat halus, walaupun air tidak lagi mengalir, tetapi butiran tersebut tetap tidak
mengendap serta airnya tetap saja keruh dan sedimen semacam ini disebut muatan kikisan
(wash load).
Sementara, jenis sedimen juga dapat dilihat berdasarkan ukuran diameter butiran.
Wentworth membagi jenis-jenis sedimen pada tabel berikut :
2. Biogenous
Sedimen ini berasal dari organisme laut yang telah mati dan terdiri dari remah-remah
tulang, gigi-geligi, dan cangkang-cangkang tanaman maupun hewan mikro.
Komponen kimia yang sering ditemukan dalam sediment ini adalah CaCO3 dan SiO2.
Sedangkan partikel-partikel yang sering ditemukan dalam sedimen Calcareous terdiri
dari cangkang-cangkang Foraminifera, Cocolithophore, yang disebut Globerigina
Ooze serta Pteropoda Ooze. Selain itu, jenis lainnya termasuk dalam tipe Siliceous
yang disebut sebagai Diatom Ooze.
3. Hydrogenous
Sedimen ini berasal dari komponen kimia yang larut dalam air laut dengan
konsentrasi yang kelewat jenuh sehingga terjadi pengendapan (deposisi) di dasar laut.
Contohnya endapan Mangan (Mn) yang berbentuk nodul, dan endapan glauconite
(hydro silikat yang berwarna kehijauan dengan komposisi yang terdiri dari ion-ion K,
Mg, Fe, dan Si).
4. Cosmogenous
Sedimen ini bersal dari luar angkasa di mana partikel dari benda-benda angkasa
ditemukan di dasar laut dan mengandung banyak unsur besi sehingga mempunyai
respon magnetik dan berukuran antara 10 640 m
Sedimentasi sendiri merupakan suatu proses pengendapan material yang ditranspor oleh
media air, angin, es, atau gletser di suatu cekungan. Delta yang terdapat di mulut-mulut
sungai adalah hasil dan proses pengendapan material-material yang diangkut oleh air
sungai, sedangkan bukit pasir (sand dunes) yang terdapat di gurun dan di tepi pantai
adalah pengendapan dari material-material yang diangkut oleh angin. Proses tersebut
terjadi terus menerus, seperti batuan hasil pelapukan secara berangsur diangkut ke tempat
lain oleh tenaga air, angin, dan gletser (Soemarto,1995).
b. Transportasi
Media transportasi dapat berupa air, angin maupun es, namun yang memiliki peranan
yang paling besar dalam sedimentasi adalah media air. Selama transportasi
berlangsung, terjadi perubahan terutama sifat fisik material-material sedimen seperti
ukuran bentuk dan roundness. Dengan adanya pemilahan dan pengikisan terhadap
butir-butir sedimen akan memberi berbagai macam bentuk dan sifat terhadap batuan
sedimen. Air mengalir di permukaan tanah atau sungai membawa batuan halus baik
terapung, melayang atau digeser di dasar sungai menuju tempat yang lebih rendah.
Hembusan angin juga bisa mengangkat debu, pasir, bahkan bahan material yang lebih
besar. Makin kuat hembusan itu, makin besar pula daya angkut sedimennya.
c. Deposisi
Pengumpulan endapan terjadi bilamana arus atau gaya dari media pengangkut sudah
mulai menurun hingga berada di bawah titik daya angkutnya yang biasa terjadi pada
cekungan-cekungan, laut, muara sungai, dan lain-lain.
d. Lithifikasi
Jika pengendapan sudah semakin banyak, maka sedimen tersebut akan terkena gaya
berat atau gravitasi dari material-material sedimen sendiri, sehingga volume menjadi
berkurang dan cairan yang mengisi pori-pori akan bermigrasi ke atas yang disebut
kompaksi. Bila kompaksi meningkat terus menerus akan terjadi pengerasan terhadap
material-material sedimen. Sehingga meningkat ke proses pembatuan atau lithifikasi
yang disertai dengan sementasi dimana material-material semen terikat oleh unsur-
unsur atau mineral yang mengisi pori-pori antara butir sedimen.
Sedimen yang sering dijumpai di dalam sungai, baik terlarut atau tidak terlarut, adalah
merupakan produk dari pelapukan batuan induk yang dipengaruhi oleh faktor lingkungan,
terutama perubahan iklim. Hasil pelapukan batuan induk tersebut kita kenal sebagai
partikel-partkel tanah. Pengaruh tenaga kinetis air hujan dan aliran air permukaan (untuk
kasus di daerah tropis), partikel-partikel tanah tersebut dapat terkelupas dan terangkut ke
tempat yang lebih rendah untuk kemudian masuk ke dalam sungai dan dikenal sebagai
sedimen. Adanya transpor sedimen dari tempat yang lebih tinggi ke daerah hilir dapat
menyebabkan pendangkalan waduk, sungai, saluran irigasi, dan terbentuknya tanah-tanah
baru di pinggir-pinggir sungai (Asdak, 2007).
Usaha usaha yang dilakukan untuk memperlambat proses sedimentasi ini antara lain
dengan mengadakan pekerjaan teknik sipil untuk mengendalikan gerakannya menuju
bagian sungai di sebelah hilirnya. Bangunan pengendali sedimen merupakan konstruksi
yang dibuat, dioperasikan untuk mengendalikan muatan sedimen yang terdapat pada alur
sungai dan memiliki fungsi lain untuk memperbaiki dasar saluran suatu sungai dimana
dengan sedimen yang ditangkap dan mengendap di hulu bangunan dapat menstabilkan
atau mengatur kemiringan dasar saluran yang tidak beraturan.
Sumber :
Soewarno. 1991. Pengukuran dan Pengolahan Data Aliran Sungai. Penerbit NOVA.
Bandung
Asdak, C. 2007. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Gadjah Mada University.
Yogyakarta
http://mochamadhw.blogspot.co.id/2013/05/artifisial-check-dam.html