Anda di halaman 1dari 5

Prinsip Penatalaksanaan

Infeksi Odontogen
Ditulis pada April 15, 2011http://dentosca.wordpress.com/tag/abses/
Pendahuluan
Dalam praktik sehari-hari dapat kita temukan infeksi yang dapat bersifat akut
maupun kronis. Infeksi akut biasanya ditandai dengan pembengkakn dan rasa
sakit yang hebat dengan manifestasi berupa malaise dan demam
berkepanjangan. Infeksi kronis dapat berkembang dari penyembuhan sebagian
keadaan akut, serangan yang lemah atau pertahanan yang kuat infeksi kronis
ditandai dengan ketidaknyamanan dalam berbagai tingkatan dan bukan berupa
rasa sakit yang hebat (Roeslan, 1994). Infeksi odontogen adalah infeksi yang
awalnya bersumber dari kerusakan jariangan keras gigi atau jaringan
penyangga gigi yang disebabkan oleh bakteri yang merupakan flora normal
rongga mulut yang berubah menjadi patogen (Soemartono, 2000).

Penyebaran infeksi odontogen ke dalam


jaringan lunak dapat berupa abses. Secara
harfiah, abses merupakan suatu lubang berisi
kumpulan pus terlokalisir akibat proses
supurasi pada suatu jaringan yang disebabkan
oleh bakteri piogenik. Abses yang sering terjadi
pada jaringan mulut adalah abses yang berasal
dari regio periapikal. Daerah supurasi terutama
tersusun dari suatu area sentral berupa
polimorfonuklear leukosit yang hancur
dikelilingi oleh leukosist hidup dan kadang-
kadang terdapat limfosit. Abses juga
merupakan tahap akhir dari suatu infeksi
jaringan yang dimulai dari suatu proses yang disebut inflamasi (Aryati, 2006).

Abses merupakan suatu lesi yang bagi tubuh sulit ditangani, karena
kecenderungannya untuk meluas ke banyak jaringan dan sulitnya agen-agen
terapeutik masuk ke dalam abses melalui pembuluh darah (Sabiston, 1994).
Infeksi odontogen dapat menyebar ke jaringan-jaringan lain mengikuti pola
patofisiologi yang beragam dan dipengaruhi oleh jumlah dan virulensi
mikroorganisme, resistensi dari host dan struktur anatomi dari daerah yang
terlibat (Soemartono, 2000).

Prinsip dasar perawatan kasus infeksi odontogen antara lain; (1)


mempertahankan dan meningkatkan faktor pertahanan tubuh penderita, (2)
pemberian antibiotik yang tepat dengan dosis yang memadai, (3) tindakan
drainase secara bedah dari infeksi yang ada, (4) menghilangkan secepat
mungkin sumber infeksi dan (5) evaluasi terhadap efek perawatan yang
diberikan. Pada kasus-kasus infeksi fascial space, pada prinsipnya sama dengan
perawatan infeksi odontogen lainnya, tetapi tindakan yang dilakukan harus lebih
luas dan agresif (Soemartono, 2000; Mahmood&Mahmood, 2005).

1
Mempertahankan dan meningkatkan faktor pertahanan tubuh penderita meliputi
: (a) meningkatkan kualitas nutrisi, termasuk pemberian vitamin tambahan, diet
tinggi kalori dan protein, (b) mempertahankan keseimbangan cairan tubuh dan
(c) pemberian analgesik. Pencabutan gigi atau menghilangkan faktor penyebab
lain yang menjadi sumber infeksi harus segera dilakukan setelah gejala infeksi
akut mereda. Hal ini untuk mencegah timbulnya kekambuhan dari infeksi
(Soemartono, 2000; Mahmood&Mahmood, 2005).

Insisi dan Drainase


Perawatan pada abses pada prinsipnya adalah insisi dan drainase. Insisi adalah
pembuatan jalan keluar nanah secara bedah (dengan scapel). Drainase adalah
tindakan eksplorasi pada fascial space yang terlibat untuk mengeluarkan nanah
dari dalam jaringan, biasanya dengan menggunakan hemostat. untuk
mempertahankan drainase dari pus perlu dilakukan pemasangan drain,
misalnya dengan rubber drain atau penrose drain, untuk mencegah
menutupnya luka insisi sebelum drainase pus tuntas (Karasutisna, 2001; Lopez-
Piriz et al., 2007).

Gambar . Atas (A). pembuatan insisi


pada daerah abses (Abses sublingual).
(B) Hemostat diinsersika ke dalam
kavitas ruang abses. Bawah (A/B).
Pemasangan rubber drain pada daerah
abses.
Apabila belum terjadi drainase spontan,
maka perawatan abses vestibular adalah
insisi dan drainase pada puncak fluktuasi
dan drainase dipertahankan dengan pemasangan drain (drain karet atau kasa),
pemberian antibiotik untuk mencegah penyebaran infeksi dan analgesik sebagai
penghilang sakit. Pencabutan dilakukan setelah gejala akutnya mereda. Apabila
sudah terjadi drainase spontan (sudah ada fistula) maka dapat langsung
dilakukan pencabutan gigi penyebab. Pencabutan gigi yang terlibat (menjadi
penyebab abses) biasanya dilakukan sesudah pembengkakan sembuh dan
keadaan umum penderita membaik. Dalam keadaan abses yang akut tidak
boleh dilakukan pencabutan gigi karena manipulasi ekstraksi yang dilakukan
dapat menyebarkan radang sehingga mungkin terjadi osteomyelitis
(Karasutisna, 2001; Lopez-Piriz et al., 2007).

Ada beberapa tujuan dari tindakan insisi dan drainase, yaitu mencegah
terjadinya perluasan abses/infeksi ke jaringan lain, mengurangi rasa sakit,
menurunkan jumlah populasi mikroba beserta toksinnya, memperbaiki
vaskularisasi jaringan (karena pada daerah abses vakularisasi jaringan biasanya
jelek) sehingga tubuh lebih mampu menanggulangi infeksi yang ada dan
pemberian antibiotok lebih efektif, dan mencegah terjadinya jaringan parut
akibat drainase spontan dari abses. Selain itu, drainase dapat juga dilakukan

2
dengan melakukan open bur dan ekstirpasi jarngan pulpa nekrotik, atau dengan
pencabutan gigi penyebab (Karasutisna, 2001).

Terapi Medikasi
Pemakaian antibiotik dalam perawatan medikasi lebih diutamakan dengan
tujuan untuk mencegah penyebaran infeksi. Pemilihan antibiotik dilakukan
berdasarkan bakteri penyebab infeksi. Terdapat dua faktor mikrobiologi yang
harus ada di dalam benak dokter gigi pada saat memilih antibiotik. Pertama,
antibiotik harus efektif melawan organisme Streptococcus selama bakteri ini
paling banyak ditemukan. Kedua, antibiotik harus efektif melawan bakteri
anaerobik sprektrum luas (Mahmood & Mahmood, 2005).
Penisilin masih menjadi drug of choice yang sensitif terhadap
organisme Streptococcus (aerobik dan anaerobik), namun sayangnya antibiotik
jenis ini mengalami resistensi (Mahmood & Mahmood, 2005). Penisilin dibagi
menjadi penisilin alam dan semisintetik. Penisilin alam memiliki beberapa
kelemahan antara lain tidak tahan asam lambung, inaktivasi oleh penisilinase,
spektrum sempit dan sering menimbulkan sensitivitasi pada penderita yang
tidak tahan terhadap penisilin. Untuk mengatasi hal tersebut, dapat digunakan
penisilin semisintetik antara lain amfisilin (sprektrum luas, tidak dirusak asam
lambung, tetapi dirusak oleh penisilinase) dan kloksisilin (efektif terhadap abses,
osteomielitis, tidak dirusak oleh asam lambung dan tahan terhadap penisilinase)
(Soetiarto, 1997).

Penggunaan penisilin di dalam klinik


antara lain adalah ampisilin dan
amoksisilin. Absorbsi ampisilin oral
seringkali tidak cukup memuaskan
sehingga perlu peningkatan dosis.
Absorbsi amoksisilin di saluran cerna
jauh lebih baik daripada ampisilin.
Dengan dosis oral yang sama,
amoksisilin mencapai kadar dalam
darah yang tingginya kira-kira 2 kali lebih tinggi daripada ampisilin, sedangkan
masa paruh eleminasi kedua obat ini hampir sama. Penyerapan ampisilin
terhambat oleh adanya makanan di lambung, sedangkan amoksisilin tidak
(Ganiswara, 1995). Namun, akhir-akhir ini penggunaan metronidazole sangat
populer dalam perawatan infeksi odontogen. Metronidazole tidak memiliki
aktivitas dalam melawan bakteri aerob, tetapi efektif terhadap bakteri anaerob
(Mahmood & Mahmood, 2005).
Abses gigi sering kali dapat menimbulkan rasa nyeri. Nyeri gigi yang muncul
akibat keradangan salah satunya disebakan oleh adanya infeksi dentoalveolar
yaitu masuknya mikroorganisme patogen ke dalam tubuh melalui jaringan
dentoalveolar (Sukandar & Elisabeth, 1995). Untuk mengatasi hal tersebut
biasanya melalui pendekatan farmakologis dengan pemberian obat analgesik
untuk meredakan rasa nyeri dengan efek analgesiknya kuat dan cepat dengan
dosis optimal. Pasien dengan nyeri akut memerlukan obat yang dapat

3
menghilangkan nyeri dengan cepat, efek samping dari obat lebih dapat ditolerir
daripada nyerinya (Rahayu, 2007).

Gambar . Mekanisme aksi NSAIDs (non streroidal antiinflammatory drugs)


Obat anti inflamasi non steroid (non streroidal antiinflammatory drugs/ NSAIDs)
adalah golongan obat yang terutama bekerja perifer dan memiliki aktivitas
penghambat radang dengan mekanisme kerja menghambat biosintesis
prostaglandin melalui penghambatan aktivitas enzim siklooksigenase
(Ganiswara, 1995; Kartasasmita, 2002). Efek analgesik yang ditimbulkan ini
menghambat sintesis prostaglandin sehingga dapat menyebabkan sensitisasi
reseptor nyeri terhadap stimulasi mekanik dan kimiawi. Prostaglandin dapat
menimbulkan keadaan hiperalgesia kemudian mediator kimiawi seperti bradikini
dan histamin merangsangnya dan menimbulkan nyeri yang nyata (Ganiswara,
1995).
Efek analgesik NSAIDs telah kelihatan dalam waktu satu jam setelah pemberian
per-oral. Sementara efek antiinflamasi telah tampak dalam waktu satu-dua
minggu pemberian, sedangkan efek maksimalnya timbul bervariasi dari 1-4
minggu. Setelah pemberiannya peroral, kadar puncaknya di dalam darah
dicapai dalam waktu 1-3 jam setelah pemberian, penyerapannya umumnya
tidak dipengaruhi oleh adanya makanan (Arbie, 2003).

Asam mefenamat digunakan sebagai analgesik; sebagai antiinflamasi, asam


mefenamat kurang efektif dibandingkan dengan aspirin. Asam mefenamat
terikat sangat kuat pada protein plasma. Oleh karena itu, interaksi terhadap
obat antikoagulan harus diperhatikan. Efek samping pada saluran cerna sering
timbul misalnya dispepsia dan gejala iritasi lain terhadap mukosa lambung.
Dosis asam mefenamat adalah 2-3 kali 250-500 mg sehari (Ganiswara, 1995).

Infeksi Odontogen yang Agresif

Apabila riwayat kasus menunjukkan adanya infeksi yang agresif dan terjadi
secara mendadak (misalnya seperti pada plegmon/ angina ludwig), maka perlu
dilakukan pengontrolan terhadap pasien yakni 24 jam setelah perawatan. Pasien
harus mendapatkan perawatan rawat inap untuk memperoleh antibiotik dosis
tinggi intravena, rehidrasi (untuk keseimbangan cairan), prosedur bedah yang
ekstensif untuk drainase dan pemantau secara teratur (Pedersen, 1996; Uluibau
et al., 2005). Pasien yang menunjukkan gejala penjalaran infeksi odontogenik ke
leher bagian daam perlu dilakukan hospitalisasi, sehingga tata laksana utama

4
adalah life saving jika dijumpai obstruksi jalan nafas dengan
menjaga airway tetap paten, jika diperlukan dapat dilakukan
intubasi fiberoptic, blind nasal, surgical airway dengan merujuk pasien ke bagian
yang terkait, pemberian antibiotik secara parenteral, intake nutrisi memadai
serta oksigenase adequat (Poedjiastoeti & Santoso, 2005).
Copyright 2011, Ali Taqwim [dentistalit@yahoo.co.id]
Ditulis pada Oral Surgery | Di-tag Abses, Infeksi, medikasi, Odontogen | Tinggalkan sebuah
balasan

Anda mungkin juga menyukai