Anda di halaman 1dari 13

1.

TUJUAN
Setelah selesai praktikum mahasiswa mampu:
a. Melakukan penuangan logam campur dengan benar
b. Menganalisa hasil tuangan berdasarkan pengamatan

2. BAHAN DAN ALAT


2.1 BAHAN
a. Logam campur Cu alloy
2.2 ALAT
a. Glass slab
b. Kompor
c. Preheating furnace (oven)
d. Alat sentrifugal dan crucible casting
e. Blow torch
f. Penjepit bumbung tuang
g. Pinset kecil
h. Pisau model
i. Pisau malam
j. Kaliper/jagka sorong
k. Master die

3. CARA KERJA
3.1 Persiapan Alat
a. Kompor untuk burn out siap dinyalakan
b. Glass lab dalam keadaan bersih
c. Pinset besar dan kecil disediakan
d. Preheating furnace (oven) sudah dinyalakan
e. Alat casting sentrifugal sudah dalam keadaan siap dengan cara memutar
lengan pemutar sebanyak 3 kali
f. Crucible casting dimasukkan ke dalam furnace

1
3.2 Burn out dan Preheating
a. Crucible former dilepaskan dari bumbung tuang yang berisi bahan tanam.
Lalu, bersihkan sisa bahan tanam gipsum yang melekat di sisi luar bumbung
tuang.
b. Burn out malam dengan cara bumbung tuang diletakkan diatas kompor
dengan posisi bagian datar dari bumbung tuang berada di atas, sedangkan
crucible former menghadap ke bawah (api) dengan sudut 45.

Gambar 3.2.1 Posisi Bumbung Tuang saat Burn Out

c. Api kompor dinyalakan, bahan tanam tuang pada bumbung tuangdibakar


sampai malam habis.
d. Setelah malam terbakar habis, bumbung tuang diambil dan diletakkan dengan
posisi bagian crucible berada di atas. Pastikan malam terbakar habis.
Pengecekan dilakukan dengan segera menutupkan glass lab atau kaca pada
bagian crucible bumbung tuang. Jika kaca tidak buram, berarti malam telah
terbakar habis dan uap air telah hilang. Jika kaca buram karena ada uap air
yang menempel pada kaca, maka pembakaran diulangi sampai malam benar-
benar habis dan tidak ada uap air.

Gambar 3.2.2 Pengecekan Sisa Malam

e. Oven dinyalakan. Kemudian, bumbung tuang dimasukkan dalam oven. Pintu


2
oven diutup dan ditunggu sampai mencapai suhu 750C.
Gambar 3.2.3 Bumbung Tuang dalam Preheating Furnace

3.3 Pengecoran atau Casting


a. Alat tuang sentrifugal disiapkan dengan cara memutar lengan pemutar
sebanyak 3 kali. Lalu, lengan pemutar ditahan dengan menaikkan batang
penahan.
b. Cawan tuang (crucible casting) dipanaskan hingga membara dan diletakkan
pada alat tuang sentrifugal. Kemudian, logam yang akan dituang diletakkan
pada cawan tuang.

Gambar 3.3.1 Pemanasan Cawan Tuang

c. Bumbung tuang dikeluarkan dari oven dan diletakkan pada alat sentrifugal.
d. Logam dipanasi dengan api torch sampai cair, kemudian lengan pemutar
ditarik sedikit, batang penahan akan turun dan lengan pemutar dilepas hingga
berputar.

Gambar 3.3.2 Pemanasan Logam


e. Gaya sentrifugal akan mendorong logam masuk ke dalam mould bumbung
tuang. Putaran diperlambat dengan cara menekan porosnya sampai lengan
pemutar berhenti berputar.
f. Bumbung tuang diambil, diletakkan dan didiamkan sebentar hingga bumbung
tuang tidak terlihat membara. Lalu, masukkan bumbung tuang ke dalam air
(quenching).
g. Setelah hasil tuangan dingin, keluarkan dari dalam bumbung tuang dan
bersihkan dari bahan tanam dibawah air mengalir.
h. Hasil tuangan diambil dan diberi tanda sesuaikan dengan tanda waktu
penanaman .Hasil tuangan dipasang pada master die dan dilihat marginal fit
nya.
i. Dikelompokkan berdasarkan rasio bubuk dan air bahan tanam dan dipisahkan
bila ada hasil tuangan yang mengalami kegagalan.

4. HASIL PRAKTIKUM
Tabel 1. Pengamatan hasil praktikum casting dengan variasi konsistensi bahan tanam
gypsum bonded.
Bagian
Marginal Binti Mahkota
No. Porositas Sayap Distorsi marginal
space l tidak lengkap
membulat
I 3,00 mm - - + + - -
II 1,80 mm - + + - - -
IIIa 2,90 mm - - + - - -
III
0,65 mm - - - - - -
b

5. ANALISA HASIL PRAKTIKUM

4
Gambar 5.1 Hasil praktikum casting dengan variasi konsistensi bahan tanam
gypsum bonded

Telah dilakukan percobaan menggunakan mould yang terbuat dari


investment material gypsum bonded dengan W/P ratio yang beragam. Pada
percobaan dengan W/P ratio normal (percobaan I) ditemukan bentukan-bentukan
bintil kecil, dan terjadi sedikit distorsi pada hasil casting. Hasil juga menunjukkan
marginal fit yang kurang baik dengan ukuran marginal space sebesar 3,00 mm.
Pada percobaan dengan W/P ratio tinggi (percobaan II) didapatkan beberapa bintil
kecil pada permukaan luar mahkota serta bentukan sayap, hasil yang diperoleh
juga memiliki marginal fit yang kurang baik dengan ukuran marginal space 1,80
mm. Sedangkan pada percobaan dengan W/P ratio rendah (percobaan III)
didapatkan beberapa bintil kecil di bagian mahkota dan memiliki marginal fit
yang kurang baik.

6. PEMBAHASAN
6.1 Tinjauan Pustaka
6.1.1 Komposisi
5

Gypsum bonded terdiri dari beberapa komposisi, yaitu :


a. Refractory material : Biasanya berasal dari silicon dioxide, seperti
quartz, tridymite, atau cristobalite, atau campuran dari semuanya.
Refractory material mengandung semua investment kedoktern gigi.
Termasuk untuk casting gold atau high-melting-point-alloy.
b. Binder : Karena refractory material sendiri tidak dapat membentuk
massa koheren yang solid maka material binder diperlukan. Binder
yang biasa digunakan untuk dental casting gold alloy adalah -calcium
sulphate hemyhidrate. Posphat, etil silikat, dan material serupa juga
sebagai binder untuk high temperature casting investment.
c. Modifier : NaCl, boric acid, K2SO4, graphite, copper powder atau
magnesium oxide sebagai bahan modify (Craig 2012, p.310).

6.1.2 Reaksi
Campuran silika dengan bubuk kalsium sulfat hemihidrat
menghasilkan setting expansion yang besar daripada ptoduk gipsum yang
digunakan tanpa campuran apapun. Partikel silika akan mengganggu
dengan interlocking dan intermeshing dari kristal yang dihasilkan. Jadi,
desakan dari kristal akan terjadi selama pertumbuhan, dan ini akan
menyebabkan eksapnsi. Pada gipsum dapat terjadi porositas. Porositas
yang terjadi dapat dikarenakan rendahnya kandungan dari kalsium sulfat
hemihidrat dan lebih banyak air yang digunakan. Ketika kandungan kristal
gipsum cukup banyak, maka porositas akan sedikit. Ukuran partikel juga
menjadi pengaruh. Semakin seragam ukuran partikel, maka kemungkinan
terjadi porositas akan meningkat. Partikel yang mengandung partikel halus
dan kasar akan menghasilkan porositas yang lebih rendah dibanding
dengan partikel yang memiliki ukuran seragam (Journal of Engineering
Science and Technology July 2015, Vol. 10(7).

CaSO4 + SiO2 CaSiO3 + SO3

6
Bahan tanam gypsum bonded akan terdekomposisi di atas suhu
1200C karena interaksi dengan silika dengan kalsium sulfat untuk
membebaskan gas sulfur trioksida:

CaSO4 + 4C CaS + 4CO

Reaksi lainnya yang terjadi pada pemanasan bahan tanam gypsum


bonded yaitu antara kalsium sulfat dan karbon :

3CaSO4 + CaS 4CaO + 4So2

Karbon bisa berasal dari residu atau sisa yang tertinggal setelah
pembakaran model malam atau kemungkinan berasal dari keberadaan
grafit dalam investment. Reaksi lebih lanjutnya bisa terjadi pembebasan
sulfur dioksida yang terjadi pada suhu diatas 700 dan menyebabkan
gipsum cenderung rapuh, menyusut, dan terkontaminasi dengan sulfida
dari elemen non-noble alloy (McCabe, 2008, p. 50).

6.1.3 Kegunaan
Casting dirancang untuk membuat duplikat/tiruan logam dari
struktur gigi yang sudah hilang secara akurat. Casting digunakan untuk
membuat restorasi kecil, seperti inlay, onlay, crowns, dan endodontic
pots (Anusavice, 2013, p. 210).

6.1.4 Manipulasi
Tahap awal yang dilakukan adalah pembuangan malam. Pada
tahap ini, bumbung tuang harus benar-benar dipastikan bersih dari
malam. Lalu, memanaskan bumbung tuang (mould). Pemanasan mould
investment7 harus dilakukan pada tingkat yang memungkinkan uap dan
gas-gas lain dibebaskan tanpa meretakkan cetakan. Juga penting bahwa
suhu cetakan yang dipanaskan cukup untuk memungkinkan
terjadinyaekspansi termal serta suhu ini tidak dibiarkan turun secara
signifikn sebelum pengecoran dimulai. Untuk alloy emas dibakar pada
suhu 450C atau bisa lebih sampai 700C sering digunakan pada gypsum
bonded. Untuk alloy Ni/Cr temperature yang digunakan sekitar 700-
900C. Untuk alloy Co/Cr biasanya dibakar pada suhu 1000C. Casting
yang dilakuan pada cetakan harus pada suhu diatas 650C jika
ekspansinya memadai karena didapatkan ekspansi termal yang pas maka
hasil yng diinginkan dapat dicapai. Hal ini mengharuskan cetakan
dipanaskan sampai sektar 750C untuk menghindari pendinginan yang
mungkin terjadi sebelum pengecoran dimulai.
Keseimbangan antara cair suhu dan cetakan suhu penting dalam
hal memproduksi casting lengkap dan akurat dengan struktur butir halus.
Alloy harus panas untuk memastikan bahwa alloy sudah sepenuhnya cair
dan tetap seperti itu sampai casting dilakukan pada cetakan. Tetapi tidak
harus terlalu panas karena dapat mulai mengoksidasi dan terjadi
kristalisasi yang tertunda saat mencapai bagian rongga cetakan atau
menyebabkan rusak interaksi dengan dinding cetakan. Suhu pada cetakan
harus cukup bagus untuk memastikan ekspansi yang tepat pada cetakan
dan untuk mengurangi kristalisasi mengakibatkan pengisian alloy pada
cetakan yang tidak komplit, tetapi tidak cukp bagus untuk kristalisasi
shingga diperlambat beberapa lama yang akan memperkasar bentuk
strukturnya (McCabe, 2008, hal 80).

6.1.5 Sifat
Sifat fisik bahan tanam tuang:
a. Thermal stability: bahan tanam tuang harus memiliki retensi yang baik
terhadap suhu saat casting memiliki kekuatan yang cukup untuk
menahan stress saat setting ketika alloy cair memasuki mould bahan
tanam tuang.
b. Porositas: gipsum bonded dan fosfat bonded merupakan material yang
8
cukup porus, sehingga dapat melepaskan air dan gas lainnya dari
dalam mould selama proses casting.
c. Kompensasi ekspansi: keakuratan agar bahan tanam tuang fit dengan
casting bergantung pada kemampuan bahan tanam tuang untuk
mengkompensasi penyusutan dari alloy selama proses setting.
Besarnya penyusutan bervariasi, pada gold alloy sebesar 1.4%, pada
Ni/Cr alloy 2%, dan pada Co/Cr sebesar 2.3% (McCabe and Walls
2008, p.49-51).

6.2 Pembahasan Permasalahan


Sebelum melakukan proses casting, bumbung tuang dimasukkan ke dalam
oven untuk menjalani suatu proses yang dinamakan preheating hingga mencapai
suhu 750oC (sesuai dengan titik lebur logam yang dipakai, yaitu cu alloy). Proses
ini harus terkontrol, sebab apabila terjadi over heating pada preheating furnace,
akan menyebabkan permukaan mould menjadi kasar dan material tanam tuang
bisa pecah (crack) atau hancur karena adanya material sulfur yang menguap
bersama oksigen (Anusavice 2013, p. 218).
Material logam untuk casting perlu dicairkan terlebih dahulu
menggunakan blow torch. Bahan bakar yang dipakai adalah bahan bakar gas.
Zona blow torch yang digunakan untuk mencairkan logam adalah zona reduksi
yang memiliki nyala api berwarna biru, yang merupakan api dengan suhu
terpanas. Tanda-tanda logam mulai mencair adalah merah membara, mengkilap,
sudut-sudutnya tumpul, dan apabila digetarkan logam ikut bergetar. Proses
casting boleh dilakukan setelah menjumpai tanda-tanda tersebut. Perlu
diperhatikan bahwa apabila terjadi over heating saat mencairkan logam, akan
menghasilkan porus yang dapat mempengaruhi hasil casting. Hal ini disebabkan
oleh alloy jenis tembaga, emas, perak, dan platina dapat melepaskan oksigen
dalam kondisi leleh. Udara yang dihasilkan dapat terjebak apabila alloy
didinginkan, menciptakan ruang-ruang udara yang kosong yang disebut sebagai
porus (McCabe 2008, p. 91).
Setelah proses casting berakhir, bumbung yang masih dalam kondisi panas
dilepaskan dari alat sentrifugal menggunakan penjepit. Setelahnya, dilakukan
9
proses pendinginan, yaitu memasukkan bumbung ke dalam bak berisi air. Proses
ini dinamakan quenching. Ketika air berkontak langsung dengan bahan tanam
yang masih panas, dapat terjadi thermal shock karena perbedaan suhu, sehingga
molekul lgam akan Tarik menarik dan memendek. Tarikan ini menyebabkan
logam padat dan membuat permukaan logam menjadi halus. Selain itu, bahan
tanam juga akan melunak karena ikatan bahan akan putus karena adanya thermal
shock dan terjadinya degranulasi sehingga mudah dilepaskan dari bumbung tuang,
dan logam hasil casting juga lebih mudah dilepaskan dan dibersihkan (Anusavice
2013, p. 222).
Terkadang hasil casting yang baru dilepaskan dari bumbung tuang
mengalami perubahan warna menjadi lebih gelap karena mengalami oksidasi.
Maka dari itu perlu dilakukan suatu proses yang dinamakan pickling. Pickling
merupakan cara membersihkan hasil casting dengan memanaskan hasil casting
yang kemudian dimasukkan ke dalam asam. Asam yang dipakai adalah HCl 50%.
Pengasaman ini hanya untuk menghilangkan oksida pada permukaan logam.
Kelemahan cara ini adalah karena asam bersifat korosif, sehingga dapat
mempengaruhi permukaan logam. Defleksi dapat disebabkan karena pengambilan
model malam yang salah seperti terlalu menekan atau ditusuk, maupun juga
karena adanya thermal shock (Anusavice 2013, p. 222).
Porus dapat terlihat sebagai suatu rongga kecil pada permukaan casting.
Bagian yang patah dari investment atau partikel kotoran yang jatuh dan tertanam
pada casting akan menghasilkan porositas pada permukaan.Porus terdapat 2 yakni
total porosity yang disebabkan karena pemanasan logam yang berlebihan dan
contraction porosity yang disebabkan karena pemberhentian alat yang terlalu
cepat. Total porosity pada casting dihasilkan karena adanya gas yang larut dalam
alloy cair karena logam yang mendidih. Pada saat pendinginan, alloy
membebaskan gas yang terserap namun sebagian akan terperangkap ketika alloy
menjadi rigid. Porositas dengan tipe ini akan berdampak pada semua bagian dari
casting. Efek dapat dikurangi dengan menghindari overheating dari alloy atau
casting (McCabe 2008, p.82).
Bintil dapat berupa benjolan dari material berlebih yang melekat pada
permukaan dari casting. Ini menunjukkan adanya porositas pada permukaan
10
mould. Hasil yang bersayap dapat muncul ketika investment overheating pada
furnace. Hal ini akan menyebabkan pecahnya investment karena material
investment ini tidak hanya terdiri dari 1 bahan, dan masing-masing bahan
memiliki daya tahan terhadap stress yang berbeda-beda. Perbedaan daya tahan
terhadap tensile stress dari material ini akan menyebabkan pemutusan ikatan dari
material dan menyebabkan terbentuknya crack. Alloy cair akan mengalir kesela-
sela retakan dan menyebabkan sayap tipis pada region retakan yang terjadi. Sayap
dan bintil akan meningkatkan kebutuhan waktu untuk menyelesaikan casting dan
apabila ini muncul pada area rawa seperti daerah dekat crown shoulder, maka
perlu dilakukan casting ulang (McCabe 2008, p.81).
Hasil akhir fit dari casting tergantung dari keseimbangan antara ekspansi
dan kontraksi yang ada selama proses. Hal yang paling sering menyebabkan
perubahan dimensi ialah adanya casting shrinkage dari alloy yang seharusnya
dikompensasi dengan setting expansion dan thermal expansion. Kesalahan teknik,
sebagi contoh tidak memanaskan cetakan investment dengan temperatur yang
cukup tinggi, akan menghasilkan kompensasi yang tidak sesuai untuk casting
shrinkage (McCabe 2008, p.83).
Ada banyak kemungkinan yang menyebabkan casting yang tidak lengkap.
Pada beberapa casting semakin besar nomer dan ketebalan dari sprue, maka akan
semakin cepat metal mengisi cetakan Juga, berat yang cukup besar dari alloy yang
dibutuhkan untuk casting dan ini akan menyusahkan proses pelelehan. Ini akan
terlihat bahwa titik dari perlekatan sprue merupakan bagian yang paling sering
terkena dampak. Apabila alloy tidak mencair sempurna, atau apabila temperatur
cetakan terlalu rendah, saolidifikasi akan muncul sebelum cetakan dapat terisi
sempurna. Keseimbangan antara terperatur alloy yang meleleh dengan cetakan
memegang peranan penting untuk mendapatkan hasil yang lengkap dari cetakan
(McCabe 2008, p.82).
Efek tekanan balik dapat disebabkan karena ketidakmampuan dari udara
atau gas lain untuk keluar melalui pori-pori. Untuk membantuk keluarnya gas,
material investment antara casting dengan ujung ring harus sesuai. Juga, akhir dari
casting ring seharusnya tidak benar-benar tertutup oleh bagian dari apparatus
casting. Permeabilitas dari investment bervarasi tergantung dari distribusi ukuran
11
partikel, namun secara umum dari tinggi ke rendah ialah gypsum, fosfat, silica.
Permeablitas ini berguna sebagai jalan keluar gas. Sebuah casting yang terkena
dampak back pressure akan Nampak membulat pada bagian tepid an kekurangan
detail. Kecacatan juga mungkin dapat disebabkan oleh cooling shrinkage. Pada
solidifikasi, alloy akan kontraksi namun bagian luar dari casting akan tinggal
untuk berkontak dengan bagian dalam dinding dari cetakan (McCabe 2008, p.82).

7. KESIMPULAN
W/P ratio pada investment material berpengaruh pada hasil casting. W/P
ratio yang terlalu tinggi dapat menyebabkan timbulnya bintil, sayap, serta
marginal fit yang kurang baik pada hasil casting.

12
Daftar Pustaka
Anusavice KJ, Shen C, Rawls RH 2013. Phillips Science of Dental Materials.
12nd Edition. USA: Saunder Elesevier. p. 210; 218; 222.
Journal of Engineering Science and Technology July 2015, Vol. 10(7).
McCabe JF dan Walls A. 2008. Applied Dental Materials. 9th ed. United
Kingdom: Blackwell Publishing Ltd. p. 49-51; 80-83.
Sakaguci, RL dan Powers, JM. 2012. Craig's Restorative Dental Materials 13th
edition. Philadelphia : Mosby Elsevier. p. 310.

13

Anda mungkin juga menyukai