Anda di halaman 1dari 26

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Manusia dikenal sebagai makhluk yang memiliki kemampuan
berpikir atau daya nalar yang menyebabkan mampu mengembangkan
pengetahuan berfilsafatnya. Dengan berfilsafat manusia akan mampu
mencintai kebijaksanaan sehingga dengan hal ini menjadikan manusia
sebagai insan yang sempurna, sebab mampu mengoptimalkan akal untuk
berpikir. Ketika manusia mengasah alam pikirannya disertai dengan
pendekatan inderanya dan mendapatkan sebuah hasil maka akan
mendapatkan sebuah ilmu pengetahuan.
Struktur pengetahuan manusia menunjukkan tingkatan-tingkatan
dalam hal menangkap kebenaran. Setiap tingkat pengetahuan dalam
struktur tersebut menunjukkan tingkat kebenaran yang berbeda. Dalam hal
ini filsafat sangat diperlukan dalam setiap tingkat kebenaran tersebut. Pada
sebuah kajian filsafat ilmu memiliki tiga cabang kajian yaitu ontologi,
epistemologi dan aksiologi. Ontologi membahas tentang apa yang bisa
dikategorikan sebagai objek ilmu pengetahuan. Epistemologis membahas
masalah metodologi ilmu pegetahuan. Untuk Aksiologis membahas
mengenai tujuan diciptakannya ilmu pengetahan.

Selain itu, filsafat ilmu juga merupakan kajian filosofis terhadap


hal-hal yang berkaitan dengan ilmu, dengan kata lain filsafat ilmu
merupakan upaya pengkajian dan pendalaman mengenai ilmu, baik dalam
ciri subtansinya, pemerolehannya ataupun manfaat ilmu bagi kehidupan
manusia. Dengan demikian, segala persoalan yang muncul dapat dikaji
lebih mendalam, utuh, sistematis, fleksibel, karena memang pada dasarnya
filsafat ingin menyelesaikan permasalahan secara lebih mendalam, kritis,
rasional, logis, dan tuntas sampai ke akar-akarnya.

Filsafat Ilmu | 1
1.2 Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam makalah ini adalah sebagai berikut.
1. Apakah pengertian dari filsafat?
2. Apa saja ruang lingkup yang terdapat dalam filsafat?
3. Bagaimana sejarah perkembangan filsafat?
4. Apa saja aliran yang terdapat dalam filsafat?
5. Bagaimana konsep dalam filsafat ilmu?

1.3 Tujuan
Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah sebagai berikut.
1. Menjelaskan pengertian konsep filsafat
2. Menguraikan lingkup kajian dalam filsafat
3. Mengetahui sejarah perkembangan dalam filsafat
4. Menjelaskan beberapa aliran yang terdapat dalam filsafat
5. Menjelaskan konsep dari filsafat ilmu
1.4

Filsafat Ilmu | 2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian
Kata filsafat berasal dari kata Yunani filosofia yang berasal dari kata kerja
filosofein yang berarti mencintai kebijaksanaan. Kata tersebut juga berasal dari
kata Yunani philosophis yang berasal dari kata kerja philein yang berarti
mencintai, atau philia yang berarti cinta dan Sophia yang berarti kearifan. Dalam
bahasa Inggris kata filsafat disebut dengan istilah philosophy dan dalam bahasa
Arab disebut dengan istilah falsafah yang biasa diterjemahkan dengan cinta
kearifan. Istilah philosophia memiliki akar kata philein yang berarti mencintai
akan hal-hal yang bersifat bijaksana. Berdasarkan uraian tersebut dapat dipahami
bahwa filsafat berarti cinta kebijaksanaan. Sumber dari filsafat adalah manusia,
dalam hal ini akal dan kalbu manusia yang sehat yang berusaha keras dengan
sungguh-sungguh untuk mencari kebenaran dan akhirnya memperoleh kebenaran.
Proses mencari kebenaran dapat melalui tiga tahap. Tahap pertama
manusia berspekulasi dengan pemikirannya tentang semua hal. Tahap kedua, dari
berbagai spekulasi disaring menjadi beberapa buah pikiran yang dapat diandalkan.
Tahap ketiga, buah pikiran tadi menjadi titik awal dalam mencari kebenaran
(penjelajahan pengetahuan yang didasari kebenaran), kemudian berkembang
sebagai ilmu pengetahuan, seperti matematika, fisika, hukum, politik, dan lain-
lain. Selanjutnya, diantara para filosof dan para ahli juga memberikan beberapa
definisi filsafat yang lain, diantaranya sebagai berikut :
Socrates merupakan seorang filosof dalam bidang moral yang terkemuka
setelah Thales pada zaman Yunani Kuno. Socrates memahami bahwa
filsafat adalah suatu peninjauan diri yang bersifat reflektif atau perenungan
terhadap asas-asas dari kehidupan yang adil dan bahagia.
Imanuel Kant, menurutnya filsafat adalah ilmu yang menjadi pokok
pangkal dari segala pengetahuan yang di dalamnya tercakup masalah
epistemologi, etika, dan masalah ketuhanan.
Al-Kindi merupakan seorang filosof muslim pertama. Menurutnya, filsafat
adalah pengetahuan tentang hakikat segala sesuatu dalam batas-batas
kemampuan manusia, karena tujuan para filosof dalam berteori adalah

Filsafat Ilmu | 3
mencari kebenaran, maka dalam praktiknya pun harus menyesuaikan
dengan kebenaran pula.
John Dewey, menganggap filsafat sebagai suatu sarana untuk melakukan
penyesuaian-penyesuaian antara hal-hal yang lama dengan yang baru
dalam penyesuaian suatu kebudayaan. Filsafat merupakan suatu
pengungkapan diri perjuangan-perjuangan manusia dalam usaha yang
terus-menerus untuk menyesuaikan kumpulan tradisi yang lama dengan
berbagai kecenderungan ilmiah dan cita-cita politik yang baru.
Bertrand Russel menganggap filsafat sebagai kritik terhadap pengetahuan,
karena filsafat memeriksa secara kritis asas-asas yang dipakai dalam ilmu
dan dalam kehidupan sehari-hari dan mencari suatu ketakselarasan yang
dapat terkandung dalam asas-asas itu.
Selain para filosof dan ahli di atas, Harold Titus juga merinci pengertian
filsafat sebagai berikut:
1. Filsafat adalah sekumpulan sifat dan kepercayaan terhadap kehidupan dan
alam yang biasa diterima secara secara kritis.
2. Filsafat adalah suatu proses kritik atau pemikiran terhadap kepercayaan
dan sikap yang sangat kita junjung tinggi.
3. Filsafat adalah usaha untuk mendapatkan gambaran secara keseluruhan.
4. Filsafat adalah analisa logis dari bahasan serta penjelasan tentang arti kata
dan konsep.
5. Filsafat adalah sekumpulan problema-problema yang langsung mendapat
perhatian dari manusia dan yang dicari jawabannya oleh ahli filsafat
Diantara beberapa pengertian tersebut, filsafat mempunyai tempat dan
kedudukan yang khusus. Filsafat tidak hanya terbatas pada salah satu bidang atau
lapisan kenyataan, melainkan meliputi semua dimensi yang diteliti ilmu-ilmu lain.
Filsafat bersifat total. Filsafat dipelajari menurut sebab-sebab yang mendasar (per
ultimas causes), yaitu yang jadi objek formalnya. Hal ini berarti, bahwa semua
yang diteliti menurut dasar-dasar yang sedalam-dalamnya, menurut inti, menurut
konteks yang paling lengkap, dan menurut limit-limitnya yang paling luas.
Merujuk pada kandungan makna katanya, filsafat menyirat terhadap suatu
kegiatan atau aktivitas. Sebagai kegiatan reflektif yang juga kegiatan akal budi,
dalam bentuk perenungan dan satu tahap lebih lanjut dari kegiatan rasional umum.
Adapun yang direfleksikan itu apa saja, dengan tujuannya untuk memperoleh

Filsafat Ilmu | 4
kebenaran yang mendasar, menemukan makna, dan inti dari segala inti. Dengan
demikian filsafat merupakan eksplisitas tentang hakikat realitas yang ada dalam
kehidupan manusia, yakni hakikat manusia itu sendiri, hakikat semesta, bahkan
hakikat Tuhan, baik menurut struktural, maupun menurut segi normatifnya.
Perenungan terhadap hakikat sesuatu terhadap realitas yang ada
menunjukkan kebebasan aktivitas berfilsafat. Hasilnya dari perenungan itu
sendiri akan beragam. Oleh sebab itu wajar bila pengertian filsafat cukup banyak
dan beragam.
Selain itu, filsafat bukan hanya sebuah kajian yang sebatas pada ilmu saja
(science for science), tetapi filsafat dapat dipergunakan untuk memberikan
inspirasi dan aspirasi dalam mencari solusi pemecahan masalah yang dihadapi
manusia. Dengan bantuan ilmu filsafat akan ditemukan cara atau solusi yang
paling elegan guna dapat memecahkan persoalan yang rumit, yang mungkin tidak
bisa diselesaikan dengan bantuan disiplin lain.
Dengan demikian, segala persoalan yang muncul dapat dikaji lebih
mendalam, utuh, sistematis, fleksibel, karena memang pada dasarnya filsafat
ingin menyelesaikan permasalahan secara lebih mendalam, kritis, rasional, logis,
dan tuntas sampai ke akar-akarnya.

2.2 Lingkup Kajian

Menurut Muzayyin Arifin, ruang lingkup kajian filsafat meliputi bidang-


bidang sebagai berikut.

1. Kosmologi, yaitu suatu pemikiran dalam permasalahan yang berhubungan


dengan alam semesta, ruang dan waktu, kenyataan hidup manusia sebagai
ciptaan Tuhan, serta proses kejadian dan perkembangan hidup manusia di
alam nyata dan sebagainya.
2. Ontologi, yaitu suatu pemikiran tentang asal-usul kejadian alam semesta,
dari mana dan ke arah mana proses kejadiannya.
3. Philosophy of mind, yaitu pemikiran filosofis tentang jiwa dan bagaimana
hubungannya dengan jasmani serta bagaimana tentang kebiasaan
berkehendak manusia, dan sebagainya.

Filsafat Ilmu | 5
4. Epistemologi, yaitu pemikiran tentang apa dan bagaimana sumber
pengetahuan manusia diperoleh, apakah dari akal pikiran (aliran
rasionalisme), dari pengalaman panca indera (aliran empirisme), dari ide-
ide (aliran idealism), atau dari Tuhan (aliran teologisme), termasuk juga
pemikiran tentang validitas pengetahuan manusia, artinya sampai di mana
kebenaran pengetahuan kita.
5. Aksiologi, yaitu suatu pemikiran tentang masalah-masalah nilai, termasuk
nilai-nilai tinggi dari Tuhan. Misalnya, nilai moral, nilai agama, dan nilai
keindahan (estetika). Aksiologi ini mengandung pengertian lebih luas
daripada etika atau higher values of life (nilai-nilai kehidupan yang
bertaraf tinggi).

Menurut Jujun S. Suriasumantri (2003:33) dan Ana Pudjiadi (1987:15), secara


garis besar filsafat memiliki tiga bidang kajian utama, yaitu ontologi,
epistemologi, dan aksiologi.

Pertama, ontologi. Ontologi berasal dari bahasa Yunani, ontos yang berarti
yang ada dan logos yang berarti penyelidikan tentang. Jadi, ontologi
membicarakan asas-asas rasional dari yang ada, berusaha untuk mengetahui
(penyelidikan tentang) esensi yang terdalam dari yang ada. Ontologi
seringkali disebut sebagai teori hakikat yang membicarakan pengetahuan itu
sendiri. Dengan ontologi, diharapkan terjawab pertanyaan tentang apa.
Misalnya : objek apa yang ditelaah ilmu? apa wujud yang hakiki dari objek
tersebut? hal-hal apa yang harus diperhatikan agar kita mendapatkan ilmu? dan
lain sebagainya.

Ontologi juga merupakan ilmu yang mengkaji tentang hakikat ilmu. Hakikat
apa yang dikaji. Dikemukakan pula bahwa ontologi ilmu mengkaji apa hakikat
ilmu pengetahuan, apa hakikat kebenaran rasional atau kebenaran deduktif dan
kenyataan empiris yang tidak terlepas dari persepsi tentang apa dan bagaimana
(yang) ada itu. Di sisi lain, ontologi adalah kajian yang memusatkan diri pada
pemecahan esensi sesuatu atau wujud, tentang asas-asasnya dan realitas. Asas-asas
tentang sesuatu wujud yang nyata. Ontologi membahas tentang apa yang ingin

Filsafat Ilmu | 6
kita ketahui, seberapa jauh kita ingin tahu atau dengan perkataan lain suatu
pengkajian mengenai teori tentang ada.

Dikemukakan pula bahwa ontologi menyelidiki hakikat dari segala sesuatu


dari alam nyata yang sangat terbatas bagi panca indera kita. Dengan demikian,
ontologi membatasi diri pada ruang kajian keilmuan yang dapat dipikirkan
manusia secara rasional yang bisa diamati melalui panca indera manusia. Wilayah
ontologi terdapat pada jangkauan pengetahuan ilmiah manusia. Manakala ruang
kajian ontologi tidak semata-mata dihubungkan dengan panca indera manusia,
melainkan juga pikiran (rasio), maka objek telaahnya menjadi tidak terbatas pada
wujud materi semata. Tidak hanya objek yang bersifat fisik materi, tapi juga
mencakup objek yang metafisik (metafisika).

Dalam pengertian yang lebih luas, secara garis besarnya, pengertian


ontologi dapat dirumuskan menjadi : 1) ontologi adalah studi tentang arti ada
dan berada, tentang ciri-ciri esensial dari yang ada dalam arti dirinya sendiri,
menurut bentuknya yang paling abstrak ; 2) ontologi adalah cabang filsafat yang
mempelajari tentang tata dan struktur realitas dalam arti seluas mungkin, dengan
menggunakan kategori-kategori seperti ada atau menjadi, aktualitas atau
potensialitas, nyata atau penampakan, esensi atau eksistensi, kesempurnaan, ruang
dan waktu, perubahan dan sebagainya; 3) ontologi adalah cabang filsafat yang
mencoba melukiskan hakikat yang terakhir yang ada, yaitu Yang Satu, Yang
Absolut, Bentuk Abadi, Sempurna, dan keberadaan segala sesuatuyang mutlak
bergantung kepada-Nya ; 4) ontologi adalah cabang filsafat yang mempelajari
tentang status realitas apakah nyata atau semua, apakah pikiran itu nyata dan
sebagainya.

Pada saat ilmu pengetahuan berkembang, pada tahap ontologis ini manusia
berpendapat bahwa terdapat hukum-hukum tertentu yang terlepas dari kekuasaan
mistis, yang menguasai gejala-gejala empiris. Dalam menghadapi masalah
tertentu manusia mulai menentukan batas-batas eksistensi masalah tersebut.
Membatasi pada masalah yang memungkinkan manusia mengenal wujud masalah
itu, untuk kemudian menelaah dan mencari pemecahan jawabannya. Lebih

Filsafat Ilmu | 7
jelasnya, secara ontologis objek ilmu pengetahuan adalah berupa wujud, fakta,
gejala, ataupun peristiwa yang dapat diindera maupun dipikirkan manusia.

Kedua, epistemologi. Epistemologi berasal dari kata Yunani episteme yang


berarti pengetahuan, pengetahuan yang benar, pengetahuan yang ilmiah dan
logos berarti teori. Epistemologi merupakan cabang filsafat yang menyelidiki asal
mula, susunan, metode-metode, dan status sahnya pengetahuan. Epistemologi
membicarakan sumber-sumber pengetahuan dan bagaimana cara memperoleh
pengetahuan tersebut. Epistemologi juga disebut sebagai teori pengetahuan, itulah
sebabnya kita sering menyebutnya dengan filsafat pengetahuan, karena ia
membicarakan hal-hal yang berkenaan dengan pengetahuan.

Pengetahuan manusia terdapat tiga macam, yaitu pengetahuan sains,


pengetahuan filsafat, dan pengetahuan mistik. Pengetahuan ini diperoleh manusia
melalui berbagai cara dan dengan menggunakan berbagai alat. Melalui
epistemologi diharapkan terjawab pertanyaan tentang bagaimana. Misalnya:
bagaimana cara kita memperoleh pengetahuan? bagaimana proses yang
memungkinkan digalinya pengetahuan yang berupa ilmu? bagaimana
prosedurnya? bagaimana cara kita mengetahui bila kita mempunyai pengetahuan?
dan lain sebagainya.

Epistemologi juga membahas secara mendalam segenap proses yang terlihat


dalam usaha kita untuk memperoleh pengetahuan. Selain itu, epistemologi adalah
pengetahuan yang berusaha menjawab pertanyaan-pertanyaan yang mengacu
kepada proses. Dalam pandangan epistemologi, setiap pengetahuan merupakan
hasil dari pemeriksaan dan penyelidikan benda hingga akhirnya diketahui
manusia.

Epistemologi merupakan suatu bidang filsafat nilai yang mempersoalkan


tentang hakikat kebenaran, karena semua pengetahuan mempersoalkan tentang
kebenaran. Sebagai sebuah prosedur, epistemologi memiliki berbagai perangkat
dalam upaya membantu kita memperoleh ilmu pengetahuan yang benar. Metode
ilmiah merupakan prosedur dalam mendapatkan pengetahuan yang disebut ilmu.
Karena ilmu merupakan sebagian dari pengetahuan, yakni pengetahuan yang

Filsafat Ilmu | 8
memiliki sifat-sifat tertentu, maka ilmu dapat juga disebut pengetahuan keilmuan.
Namun, karena pendapat tentang kebenaran itu sendiri berbeda, sesuai dengan
kriterianya masing-masing, maka dalam epistemologi metode yang digunakan
dalam memperoleh ilmu pengetahuan itu juga mengalami perbedaan.

Sehubungan dengan itu, maka proses metodis dalam rangka memperoleh


kebenaran secara epistemologi harus ditopang dengan sistem. Dengan adanya
sistem, akan terbentuk hubungan yang teratur dan konsisten diantara bagian-
bagian, sehingga membentuk suatu keseluruhan.

Ketiga, aksiologi. Merujuk ke asal katanya, aksiologi tersusun dari bahasa


Yunani axios dan logos. Axios berarti nilai dan logos artinya teori. Aksilogi adalah
teori tentang nilai. Nilai merupakan realitas yang abstrak yang berfungsi sebagai
daya pendorong atau prinsip-prinsip yang menjadi pedoman dalam hidup. Nilai
menempati kedudukan penting dalam kehidupan seseorang, sampai pada suatu
tingkat di mana sementara orang lebih siap mengorbankan hidup ketimbang
mengorbankan nilai. Nilai dapat dilacak dari tiga realitas, yakni: pola tingkah
laku, pola berpikir, dan sikap-sikap seorang pribadi atau kelompok.

Aksiologi diartikan sebagai teori nilai yang berkaitan dengan kegunaan dari
pengetahuan yang diperoleh. Aksiologi berhubungan dengan penggunaan ilmu
pengetahuan. Ilmu pengetahuan ditujukan untuk kepentingan hidup manusia. Ilmu
pengetahuan membantu manusia mengatasi permasalahan yang dihadapi dalam
kehidupan sehari-hari. Dengan menguasai ilmu pengetahuan, manusia mampu
mengobservasi, memprediksi, memanipulasi dan menguasai alam.

Selain itu, aksiologi merupakan ilmu pengetahuan yang menyelidiki hakikat


nilai, yang umumnya ditinjau dari sudut pandangan kefilsafatan. Nama lain dari
bidang kajian aksiologi ini adalah teori nilai. Teori nilai ini membahas mengenai
kegunaan atau manfaat pengetahuan. Untuk menggunakan kegunaan filsafat, kita
dapat melihatnya dari tiga hal yaitu filsafat sebagai kumpulan teori, filsafat
sebagai pandangan hidup, dan filsafat sebagai metode pemecahan masalah.

Aksiologi ini dipergunakan untuk memberikan jawaban atas pertanyaan


mengapa. Misalnya: mengapa pengetahuan yang berupa ilmu itu diperlukan?

Filsafat Ilmu | 9
mengapa pemanfaatan ilmu pengetahuan itu perlu memperhatikan kaidah-kaidah
moral? dan sebagainya yang semuanya menunjukkan bahwa aksiologi ini
diperuntukkan dalam kaitannya untuk mengkaji tentang kegunaan, alasan, dan
manfaat ilmu itu sendiri. Dalam sejarah lahirnya aksiologi ini muncul belakangan
dan menjadi perbincangan yang hangat, khususnya setelah terjadinya perang
dunia kedua di mana kemajuan ilmu dan teknologi tampak digunakan secara
kurang terkontrol. Berbeda dengan ontologi dan epistemologi sudah sejak lama
dikenal di dalam kajian filsafat sebagai kajian dasar dari cabang-cabang
tradisional filsafat.

Semua pengetahuan, apakah itu ilmu, seni, atau pengetahuan apa saja pada
dasarnya mempunyai ketiga landasan ini (ontologi, epistemologi dan aksiologi).
Yang berbeda adalah materi perwujudannya serta seberapa jauh landasan-landasan
dari ketiga aspek ini dikembangkan dan dilaksanakan. Terhadap setiap jenis
pengetahuan dapat diajukan pertanyaan tentang: apa yang dikaji oleh pengetahuan
itu (ontologi)? bagaimana caranya mendapatkan pengetahuan tersebut
(epistemologi)? serta untuk apa pengetahuan tersebut dipergunakan (aksiologi)?.
Dengan mengetahui jawaban atas ketiga pertanyaan tersebut maka kita dapat
membedakan berbagai jenis pengetahuan yang terdapat di dalam khazanah
kehidupan manusia, sehingga setiap bentuk buah pemikiran manusia dapat
dikembalikan pada dasar-dasar ontologi, epistemologi, dan aksiologi dari
pemikiran yang bersangkutan.

2.3 Sejarah Perkembangan

Seiring dengan berjalannya waktu Ilmu Filsafat berkembang dan


mengalami penyesuaian-penyesuaian sesuai zamannya. Filsafat berkembang
secara dinamis dan menunjukkan ciri-ciri yang khas pada setiap tahapannya mulai
dari kemunculan filsafat itu sendiri hingga saat ini. Dinamisasi perkembangan
filsafat dalam sejarah dapat disebut sebagai periodisasi. Berikut periodisasi
sejarah perkembangan filsafat:
1. Zaman Pra Yunani Kuno (abad 15 SM 7 SM)
Pada zaman pra yunani kuno mulai lahir filsafat. Saat itu mulai
berkembang suatu pendekatan yang sama sekali berlainan. Sebelumnya pemikiran

Filsafat Ilmu | 10
berpusat pada mitos atau yang disebut dengan istilah mitosentris. Mulai saat itu
orang mencari jawaban rasional tentang problem alam semesta, dengan demikian
filsafat dilahirkan. Pada zaman ini ditandai oleh kemampuan :
a. Know how dalam kehidupan sehari-hari yang didasarkan pada
pengalaman.
b. Pengetahuan yang berdasarkan pengalaman itu diterima sebagai fakta
dengan sikap receptive mind, keterangan masih dihubungkan dengan
kekuatan magis.
c. Kemampuan menemukan abjad dan sistem bilangan alam sudah
menampakkan perkembangan pemikiran manusia ke tingkat abstraksi.
d. Kemampuan menulis, berhitung, menyusun kalender yang
didasarkan atas sintesa terhadap hasil abstraksi yang dilakukan.
e. Kemampuan meramalkan suatu peristiwa atas dasar peristiwa-peristiwa
sebelumnya yang pernah terjadi.

2. Zaman Yunani Kuno (abad 7 SM 2 SM)


Dalam masa ini, terjadi perubahan pola pikir mitosentris yaitu pola pikir
yang sangat mengandalkan mitos untuk menjelaskan fenomena alam. Hal tersebut
tecermin dalam pemikiran filsuf-filsuf pada saat itu. Filsuf pertama yaitu Thales
(624-546 SM) yang muncul dengan pemikirannya tentang asal-usul alam. Thales
mengemukakan pemikirannya tentang air. Ia mengatakan bahwa alam berasal dari
air, karena air merupakan unsur terpenting bagi setiap makhluk hidup. Air dapat
berubah menjadi gas seperti uap dan benda padat seperti es, dan bumi ini juga
berada di atas air. Filsuf kedua Heraclitos yang berpendapat bahwa segala yang
ada selalu berubah dan sedang menjadi. Ia mempercayai bahwa arche (asas yang
pertama dari alam semesta) adalah api. Api sebagai lambang perubahan dan
kesatuan. Api bersifat memusnahkan segala yang ada dan mengubah sesuatu
tersebut menjadi abu atau asap. Api adalah unsur yang paling asasi dalam alam
sehingga api pantas dianggap sebagai simbol perubahan itu sendiri. Sehingga
Heracllitos menyimpulkan bahwa yang mendasar dalam alam semesta ini adalah
bukan bahannya, melainkan aktor dan penyebabnya, yaitu api. Selain Heraclitos,
ada pula Parmenides. Ia merupakan ahli filsuf yang pertama kali memikirkan
hakikat tentang ada. Menurut pendapat Parmenides apa yang disebut sebagai
realitas adalah bukan gerak dan perubahan. Yang ada itu ada, yang ada dapat

Filsafat Ilmu | 11
hilang menjadi ada, yang tidak ada adalah tidak ada sehingga tidak dapat
dipikirkan. Yang dapat dipikirkan hanyalah yang ada saja, yang tidak ada tidak
dapat dipikirkan. Dengan demikian, yang ada itu satu, umum, tetap, dan tidak
dapat di bagi-bagi karena membagi yang ada akan menimbulkan atau melahirkan
banyak yang ada, dan itu tidak mungkin.
Zaman keemasan atau puncak dari filsafat Yunani Kuno atau Klasik,
dicapai pada masa Socrates ( 470 400 SM), Plato (428-348 SM) dan
Aristoteles (384-322 SM). Socrates muncul dengan pemikiran filsafatnya untuk
menyelidiki manusia secara keseluruhan yaitu dengan menghargai nilai-nilai
jasmaniah dan rohaniah. Ia berpendapat bahwa keduanya tidak dapat dipisahkan
karena dengan keterkaitan kedua hal tersebut banyak nilai yang dihasilkan. Lain
halnya dengan muridnya, Plato yang berpendapat bahwa manusia berada dalam
dua dunia yaitu dunia pengalaman yang bersifat tidak tetap dan dunia ide yang
bersifat tetap. Dunia yang sesungguhnya atau dunia realitas adalah dunia ide.
Filsafat Plato dikenal sebagai idealisme dalam hal ajarannya bahwa kenyataan itu
tidak lain adalah proyeksi dari suatu dunia ide. Karya-Karya lainnya dari Plato
sangat dalam dan luas meliputi logika, epistemologi, antropologi (metafisika),
teologi, etika, estetika, politik, ontologi, dan filsafat alam.
Lain halnya dengan Aristoteles sebagai murid Plato, dalam banyak hal
berlawanan pemikirannya. Bagi Aristoteles ide bukanlah terletak dalam dunia
abadi sebagaimana yang dikemukakan oleh Plato, tetapi justru terletak pada
kenyataan atau benda-benda itu sendiri. Setiap benda mempunyai dua unsur yang
tidak dapat dipisahkan, yaitu materi (hyl) dan bentuk (morf). Lebih jauh
bahkan dikatakan bahwa ide tidak dapat dilepaskan atau dikatakan tanpa materi,
sedangkan presentasi materi mestilah dengan bentuk. Dengan demikian maka
bentuk-bentuk bertindak di dalam materi, artinya bentuk memberikan kenyataan
kepada materi dan sekaligus adalah tujuan (finalis) dari materi. Karya-karya
Aristoteles meliputi logika, etika, politik, metafisika, psikologi, ilmu alam,
retorika dan poetika, politik dan ekonomi. Pemikiran-pemikirannya yang
sistematis tersebut banyak menyumbang kepada perkembangan ilmu pengetahuan.

3. Zaman Pertengahan (abad 2 SM - 14 SM)

Filsafat Ilmu | 12
Zaman pertengahan ditandai dengan munculnya para theolog di bidang
ilmu pengetahuan. Kegiatan ilmiah diarahkan untuk mendukung kebenaran
agama. Semboyan yang muncul pada masa ini adalah Anchila Theologia (abdi
agama). Filsafat pada jaman pertengahan dikuasai oleh pemikiran keagamaan
Kristiani. Puncak dari filsafat Kristiani adalah Patristik (Lt. Patres/Bapa-bapa
Gereja) dan Skolastik Patristik.
Periode patriktis mengalami 2 tahap yakni:
Permulaan agama kristen
Filsafat agustinus; yang terkenal pada masa patristik
Periode skolastik mengalami 3 tahap yakni:
Periode awal, ditandai dengan pembentukan metode yang lahir
karena hubungan yang rapat antara agama dan filsafat
Periode puncak, ditandai oleh keadaan yang dipengaruhi oleh
aristoteles akibat kedatangan ahli filsafat arab dan yahudi
Periode akhir, ditandai dengan pemikiran kefilsafatan yang
berkembang kearah nominalisme.
Skolastik Patristik dibagi menjadi dua yaitu Patristik Yunani (Patristik
Timur) dan Patristik Latin (Patristik Barat). Tokoh-tokoh Patristik Yunani
antara lain Clemens dari Alexandria (150-215), Origenes (185-254).
Gregorius dari Naziane (330-390), Basilius (330-379). Tokoh-tokoh dari
Patristik Latin antara lain Hilarius (315-367), Ambrosius (339-397),
Hieronymus (347-420) dan Augustinus (354-430).

4. Zaman Renaissance (Abad 14 M 17 M)


Zaman Renaissance ditandai dengan munculnya pemikiran yang bebas dari
dogma-dogma agama. Renaissanse adalah zaman peralihan atau zaman yang
menjembatani antara zaman pertengahan ke zaman modern.
Beberapa filsuf yang muncul pada saat itu antara lain Roger Bacon yang
berpendapat bahwa pengalaman empirik menjadi landasan utama bagi awal dan
ujian akhir bagi semua ilmu pengetahuan. Matematik merupakan syarat mutlak
untuk mengolah semua pengetahuan. Menurut Bacon, filsafat harus dipisahkan
dari theologi.

Filsafat Ilmu | 13
Copernicus muncul dengan pemikirannya yang kemudian terkenal dengan
sebutan Heliosentrisnya di mana ia mengemukakan bahwa matahari berada di
pusat jagat raya, dan bumi memiliki dua macam gerak, yaitu perputaran sehari-
hari pada porosnya dan gerakan tahunan mengelilingi matahari. Saat itu,
pendapatnya memiliki tolak belakang dengan anggapan kaum gereja bahwa
alamlah mengelilingi bumi yang terkenal dengan istilah Geosentrisme.
Tokoh-tokoh lain yang muncul pada zaman Renaissance antara lain Tycho
Brahe, yohanes Keppler, Galilio Galilei. Secara garis besar, pembaharuan yang
sangat bermakna pada zaman ini adalah antroposentrismenya. Artinya pusat
perhatian pemikiran tidak lagi kosmos seperti pada jaman Yunani Kuno, atau
Tuhan sebagaimana dalam Abad Pertengahan.

5. Zaman Modern (Abad 17-19 M)


Zaman ini ditandai dengan berbagai penemuan dalam bidang ilmiah, serta
filsafat dari berbagai aliran muncul. Pahampaham yang muncul dalam garis
besarnya adalah Rasionalisme, Idealisme, dan Empirisme.
Paham Rasionalisme diikuti oleh tiga tokoh yaitu Descartes, Spinoza, dan
Leibniz, mereka mendukung pemikiran bahwa akal itulah alat terpenting dalam
memperoleh dan menguji pengetahuan. Sedangkan aliran Idealisme mengajarkan
hakekat fisik adalah jiwa. Para pengikut paham ini pada umumnya mengikuti
filsafat kritisisismenya Immanuel Kant. Fitche (1762-1814) yang dijuluki sebagai
penganut Idealisme subyektif merupakan murid Kant. Sedangkan Scelling,
filsafatnya dikenal dengan filsafat Idealisme Objektif. Kedua Idealisme ini
kemudian disintesakan dalam Filsafat Idealisme Mutlak Hegel.
Pada Paham Empirisme dipelopori oleh Thomas Hobes John Locke dan
David Hume. Dalam pahamnya, mereka mengajarkan bahwa pengalaman
mendahului pikiran, atau dengan kata lain tidak ada sesuatu dalam pikiran selain
didahului pengalaman. Ini bertolak belakang dengan paham rasionalisme.

6. Zaman Kontemporer (Dimulai pada abad ke 20)


Yang dimaksud dengan zaman kontemporer dalam konteks ini adalah era
tahun-tahun terakhir yang kita jalani hingga saat sekarang. Masa kontemporer

Filsafat Ilmu | 14
memfokuskan sorotannya pada berbagai perkembangan yang terjadi hingga saat
ini. Dengan berkembang pesatnya ilmu pengetahuan dalam berbagai bidang,
kritisnya umat manusia, dan adanya alat-alat yang canggih merupakan ciri
berkembangnya filsafat di zaman kontemporer. Semua keberhasilan ini kiranya
semakin memperkokoh keyakinan manusia terhadap kebesaran ilmu dan
teknologi.
Dibalik keberhasilan itu, ternyata telah memunculkan polemik baru.
Timbulnya kekacauan pada kehidupan manusia karena berbagai persoalan, baik
itu masalah sosial budaya atau pun masalah yang ditimbulkan karena eksploitasi
yang dilakukan oleh umat manusia. Kesuksesan manusia dalam menciptakan
teknologi-teknologi mutakhir seakan-akan berbalik untuk menghantam
penciptanya sendiri.
Zaman kontemporer ini juga telah melahirkan pemikiran baru yang
dinamai aliran post-positivisme. Paham ini didukung oleh Rich, yang tidak
menerima adanya satu kebenaran mutlak sebagaimana dikemukakan dalam
pernyataan There is no the truth nor a truth. Truth is not one thing, or even a
system. It is an increasing completely. Paham ini meyakini bahwa pengalaman
manusia begitu kompleks sehingga tidak mungkin untuk diikat oleh hanya sebuah
teori. Freire (1973) mengemukakan bahwa tidak ada pendidikan netral, maka
tidak ada pula penelitian yang netral.
Hesse (1980) mengemukakan bahwa kenetralan dalam penelitian sosial
selalu merupakan problema dan hanya merupakan suatu ilusi. Dalam penelitian
sosial tidak ada apa yang disebut obyektivitas di mana Knowledge is asocially
contitued, historically embeded, and valuationally.
Namun ini tidak berarti bahwa hasil penelitian bersifat subyektif semata-
mata, karena penelitian harus selalu dapat dipertanggungjawabkan secara empirik,
sehingga dapat dipercaya dan diandalkan. Macam-macam cara yang dapat
dilakukan untuk mencapai tingkat kepercayaan hasil penelitian. Jelasnya, apabila
kita mengacu kepada pemikiran Thomas Kuhn bahwa perkembangan filsafat ilmu,
terutama sejak tahun 1960 hingga sekarang ini sedang dan telah mengalami
pergeseran dari paradigma positivisme-empirik, yang dianggap telah mengalami

Filsafat Ilmu | 15
titik jenuh dan banyak mengandung kelemahan, menuju paradigma baru ke arah
post-positivisme yang lebih etik.
Terjadinya perubahan paradigma ini dijelaskan oleh John M.W. Venhaar
(1999) bahwa perubahan kultural yang sedang terwujud akhir-akhir ini, perubahan
yang sering disebut purna-modern, meliputi persoalan-persoalan : (1)
antihumanisme, (2) dekonstruksi dan (3) fragmentasi identitas. Ketiga unsur ini
memuat tentang berbagai problem yang berhubungan dengan fungsi sosial
ilmuwan dan pentingnya paradigma kultural, terutama dalam karya intelektual
untuk memahami identitas manusia.

2.4 Aliran Filsafat

1. Aliran-aliran dalam Persoalan Keberadaan


Persoalan dalam keberadaan menimbulkan tiga segi pandangan, yaitu:
Pertama, keberadaan dipandang dari segi jumlah, banyak (kuantitas), artinya
berapa banyak kenyataan yang paling dalam itu. Segi masalah kuantitas ini
melahirkan beberapa aliran filsafat sebagai jawabannya.
(1) Monisme, aliran yang menyatakan bahwa hanya ada satu kenyataan
fundamental. Kenyataan tersebut dapat berupa jiwa, materi, Tuhan atau
substansi lainnya yang tidak dapat diketahui. Tokoh-tokohnya antara lain:
Thales (625-545 SM), Anaximander (610-547 SM), Anaximanes (585-528
SM), dan Baruch Spinoza.
(2) Dualisme (serba dua), aliran yang menganggap adanya dua substansi yang
masing-masing berdiri sendiri. Tokoh-tokohnya antara lain: Plato (428-348
SM), Descartes (1596-1650), Leibniz (1646-1716), dan Immanuel Kant
(1724-1804).
(3) Pluralisme (serba banyak), aliran yang tidak mengakui adanya satu substansi
atau dua substansi melainkan banyak substansi. Para filsuf yang termasuk
pluralisme di antaranya: Empedokles (490-430 SM), Anaxagores (500-428
SM), Leibniz (1646-1716), Mitchel Foucault, J.J. Derrida dan J.F. Lyotard.
Kedua, keberadaan dipandang dari segi sifat (kualitas) menimbulkan
beberapa aliran sebagai berikut.
(1) Spiritualisme yang mengandung beberapa arti.
(a) Spiritualisme adalah ajaran yang menyatakan bahwa kenyataan yang terdalam
adalah roh (Pheuma, Nous, Reason, Logos) yaitu roh yang mengisi dan

Filsafat Ilmu | 16
mendasari seluruh alam. Spiritualisme dalam arti ini dilawankan dengan
materialisme.
(b) Spiritualisme kadang-kadang dikenakan pada pandangan idealistik yang
menyatakan adanya roh mutlak. Dunia indra dalam pengertian ini dipandang
sebagai dunia idea.
(c) Spiritualisme dipakai dalam istilah keagamaan untuk menekankan pengaruh
langsung dari roh suci dalam bidang agama.
(d) Spiritualisme berarti kepercayaan bahwa roh-roh orang mati berkomunikasi
dengan orang yang masih hidup melalui orang-orang tertentu yang menjadi
perantara dan lewat bentuk wujud yang lain. Istilah spiritualisme lebih tepat
dikenakan bagi kepercayaan semacam ini.
Aliran spiritualisme juga disebut idealisme (serba cita). Tokoh-tokoh aliran
ini di antaranya adalah Plato (430-348 SM) tentang ajarannya tentang idea (cita)
dan jiwa dan Leibniz (1646-1718) dengan teorinya tentang monade.
(2) Materialisme adalah pandangan yang menyatakan bahwa tidak ada hal yang nyata
kecuali materi. Pikiran dan kesadaran hanyalah penjelmaan dari materi dan dapat
dikembalikan pada unsur-unsur fisik. Materi adalah sesuatu hal yang terlihat,
dapat diraba, berbentuk, menempati ruang. Tokoh-tokohnya antara lain:
Demokritos (460-370 SM) dan Thomas Hobbes (1588-1679).
Ketiga, keberadaan dipandang dari segi proses, kejadian atau perubahan,.
Aliran yang berusaha menjawab persoalan ini di antaranya adalah sebagai berikut.
(1) Mekanisme (serba-menis) menyatakan bahwa semua gejala (peristiwa) dapat
dijelaskan berdasarkan asas-asas mekanik (mesin). Semua peristiwa adalah hasil
dari materi yang bergerak dan dapat dijelaskan menurut kaidah-kaidahnya. Aliran
ini juga menerangkan semua peristiwa berdasar pada sebab kerja (efficient cause)
yang dilawankan dengan sebab tujuan (final cause). Alam dianggap seperti sebuah
mesin yang keseluruhan fungsinya ditentukan secara otomatis oleh bagian-
bagiannya. Pandangan yang bercorak mekanistik dalam kosmologi pertama kali
diajukan oleh Leucippus dan Democritus yang berpendirian bahwa alam dapat
diterangkan berdasar pada atom-atom yang bergerak dalam ruang kosong.
Pandangan ini dianut oleh Galileo Galilei (1564-1641) dan filsuf lainnya pada
abad 17 sebagai filsafat mekanik.
Descartes menganggap bahwa hakikat materi adalah keluasan (extension),
dan semua gejala fisik dapat diterangkan dengan kaidah-kaidah mekanik. Sedang

Filsafat Ilmu | 17
bagi Imanuel Kant, kepastian dari suatu kejadian sesuai dengan kaidah sebab-
akibat (causality) sebagai suatu kaidah alam.
Pandangan yang bercorak mekanistik dalam biologi menyatakan bahwa
organisme secara keseluruhan dapat diterangkan berdasar pada asas-asas mekanik.
Pandangan semacam ini dilawankan dengan vitalisme. Teori mekanik ini
diterapkan juga dalam bidang psikologi assosiasional dan dalam psikoanalisa
diterapkan pada sasaran bawah sadar dari suatu proses mental.
(2) Teleologi (serba-tujuan) berpendirian bahwa yang berlaku dalam kejadian alam
bukanlah kaidah sebab akibat, akan tetapi sejak semua memang ada sesuatu
kemauan atau kekuatan yang mengarahkan alam ke suatu tujuan.
Plato membedakan antara idea dengan materi. Tujuan berlaku di alam idea,
sedangkan kaidah sebab-akibat berlaku dalam materil.
Menurut Aristoteles, untuk memahami kenyataan yang sesungguhnya kita
harus memahami adanya empat macam sebab, yaitu sebab bahan (material
cause), sebab bentuk (formal cause), sebab kerja (efficient cause), sebab tujuan
(final cause). Sebab bahan adalah bahan yang menjadikan sesuatu itu ada; sebab
bentuk adalah yang menjadikan sesuatu itu berbentuk; sebab kerja adalah yang
menyebabkan bentuk itu bekerja atas bahan; sebab tujuan adalah yang
menyebabkan tujuan semata-mata karena perubahan tempat atau gerak. Di bidang
ini semata-mata berkuasa kaidah sebab akibat yang pasti. Sebaliknya segala
kejadian tujuannya adalah menimbulkan sesuatu bentuk atau sesuatu tenaga.
Namun dikatakan juga bahwa kegiatan alam mengandung suatu tujuan.
Sehubungan dengan masalah ini kaidah sebab akibat hanyalah sebagai alat bagi
alam untuk mencapai tujuannya.
(3) Vitalisme memandang bahwa kehidupan tidak dapat sepenuhnya dijelaskan secara
fisika-kimiawi, karena hakikatnya berbeda dengan yang tidak hidup. Filsuf
vitalisme Hans Adolf Eduard Driesch (1867-1940) menjelaskan bahwa setiap
organisme memiliki entelechy. Dalam hidup bekerja suatu asas khusus yang
disebut asas hidup yang dinamakan entelechy. Henry Bergson (1859-1941)
menyebutnya elan vital. Dikatakannya bahwa elan vital merupakan sumber dari
sebab kerja dan perkembangan dalam alam. Asas hidup ini memimpin dan
mengatur gejala hidup dan menyesuaikannya dengan tujuan hidup. Oleh karena
itu vitalisme sering juga dinamakan finalisme.

Filsafat Ilmu | 18
(4) Organisisme, aliran ini biasanya dilawankan dengan mekanisme dan vitalisme.
Menurut oganisisme, hidup adalah suatu struktur yang dinamik, suatu kebulatan
yang memiliki bagian-bagian yang heterogen, akan tetapi yang utama adalah
adanya sistem yang teratur. Semua bagian bekerja di bawah kebulatannya.

2. Aliran-aliran dalam Persoalan Pengetahuan


Persoalan pengetahuan yang bertalian dengan sumber-sumber pengetahuan,
dijawab oleh aliran-aliran berikut.
(1) Rasionalisme, berpandangan bahwa semua pengetahuan bersumber pada akal.
Akal memperoleh bahan lewat indra untuk kemudian diolah oleh akal sehingga
menjadi pengetahuan. Rasionalisme mendasarkan pada metode deduksi, yaitu cara
memperoleh kepastian melalui langkah-langkah metodis yang bertitik tolak dari
hal-hal yang bersifat umum untuk mendapat kesimpulan yang bersifat khusus.
Rene Descrates membedakan tiga idea yang ada dalam diri manusia, yaitu
innate ideas adalah ide bawaan yang dibawa manusia sejak lahir; adventitious
ideas adalah ide-ide yang berasal dari luar diri manusia; facitious ideas adalah
ide-ide yang dihasilkan dari pikiran itu sendiri. Tokoh-tokohnya adalah Spinoz
dan Leibniz.
(2) Empirisme berpendirian bahwa semua pengetahuan diperoleh lewat indra. Indra
memeroleh kesan-kesan dari alam nyata, untuk kemudian kesan-kesan tersebut
berkumpul dalam diri manusia sehingga menjadi pengalaman. Pengetahuan yang
berupa pengalaman terdiri dari penyusunan dan pengaturan kesan-kesan yang
bermacam-macam.
Aliran-aliran yang timbul dan sebagai pendukung tradisi empirisme adalah
Posivisme Perancis, Posivisme Logis dari Lingkaran Wina, Analisa Filsafati
Inggris dan berbagai aliran psikologi behavioristik.
(3) Realisme adalah aliran yang menyatakan bahwa objek-objek yang diketahui
adalah nyata dalam dirinya sendiri. Objek-objek tersebut tidak bergantung adanya
pada yang mengetahui, yang mencerap atau tidak bergantung pada pikiran.
Pikiran dan dunia luar saling berinteraksi, akan tetapi interaksi ini tidak
memengaruhi sifat dasar dunia. Dunia tetap ada sebelum pikiran menyadarinya
dan akan tetap ada setelah pikiran berhenti menyadarinya.
(4) Kritisisme adalah aliran yang berusaha menjawab persoalan pengetahuan dengan
tokohnya Immanuel Kant. Titik tolak Kant adalah waktu dan ruang sebagai dua
bentuk pengamatan. Akal menerima bahan-bahan pengetahuan dari empiri (dari

Filsafat Ilmu | 19
indra sebagai empiri extern dan dari pengalaman sebagai empiri intern). Bahan-
bahan yang berupa empiri tersebut masih kacau. Kemudian akal mengatur dan
menertibkan dalam bentuk pengamatan yakni ruang dan waktu. Bahan-bahan
empiri tersebut ditempatkan yang satu sesudah yang lain. Pengamatan merupakan
permulaan pengetahuan, sedangkan pengolahan oleh akal merupakan
pembentuknya.
Persoalan pengetahuan yang menekankan pada hakikat pengetahuan,
dijawab oleh aliran-aliran berikut ini.
(1) Idealisme berpendirian bahwa pengetahuan adalah proses-proses mental atau pun
proses-proses psikologis yang sifatnya subjektif. Pengetahuan merupakan
gambaran subjektif tentang kenyataan. Pengetahuan tidak menggambarkan
kebenaran yang sesungguhnya atau pengetahuan tidak memberikan gambaran
yang tepat tentang hakikat sesuatu yang berada di luar pikiran.
(2) Empirisme berpendirian bahwa hakikat pengetahuan adalah berupa pengalaman.
David Hume termasuk dalam empirisme radikal menyatakan bahwa idea-idea
dapat dikembangkan pada sensasi-sensasi (rangsang indra). Pengalaman
merupakan pernyataan tentang fakta adalah hubungan di antara benda-benda,
sama banyaknya dengan pengalaman khusus yang diperoleh secara langsung
dengan indra.
(3) Positivisme berpendirian bahwa kepercayaan-kepercayaan yang dogmatis harus
digantikan dengan pengetahuan faktawi. Apa pun yang berada di luar dunia
pengalaman tidak perlu diperhatikan. Manusia harus menaruh perhatian pada
dunia ini. Sikap negatif positivisme terhadap kenyataan yang di luar pengalaman
telah memengaruhi berbagai bentuk pemikiran modern: pragmatisme,
instrumentalisme, naturalisme ilmiah dan behaviorisme. Penganut analis filsafati
dewasa ini pada umumnya adalah penganut empirisme. Beberapa tokoh di
antaranya mengatakan bahwa pernyataan yang mengandung arti adalah
pernyataan yang dapat diverifikasi secara empiris. Pernyataan yang tidak berdasar
pengalaman atau tidak dapat diverifikasi dianggap tidak bermakna atau bukan
merupakan pengetahuan.
(4) Pragmatisme tidak mempersoalkan apa hakikat pengetahuan melainkan melainkan
menanyakan apa guna pengetahuan tersebut. Daya pengetahuan hendaklah
dipandang sebagai sarana bagi perbuatan.

Filsafat Ilmu | 20
C.S. Pierce menyatakan bahwa yang penting adalah pengaruh apa yang
dapat dilakukan sebuah ide atau suatu pengetahuan dalam suatu rencana.
Pengetahuan kita tidak lain merupakan gambaran yang kita peroleh tentang akibat
yang dapat kita saksikan. Nilai dari suatu pengertian atau pengetahuan bergantung
pada penerapannya yang nyata dalam masyarakat. Pengetahuan yang dimiliki
manusia dikatakan benar tidak karena pengetahuan itu mencerminkan kenyataan,
melainkan dikatakan benar kalau dapat membuktikan manfaatnya bagi umum.
William James menyatakan bahwa ukuran kebenaran sesuatu hal itu ditentukan
oleh akibat praktisnya. Sesuatu pengertian tidak pernah benar, tetapi pengertian
hanya dapat menjadi benar, ukuran kebenaran hendaknya dicari dalam tingkatan
seberapa jauh manusia sebagai pribadi dan secara psikis merasa puas.
John Dewey menyatakan bahwa tidak perlu mempersoalkan kebenaran
suatu pengetahuan, melainkan sejauh mana kita dapat memecahkan persoalan
yang timbul dalam masyarakat. Bagi John Dewey, kegunaan atau kemanfaatan
untuk umum hendaknya menjadi ukuran, sedangkan daya untuk mengetahui dan
daya untuk berpikir merupakan sarana. Bukan pengetahuan itu sendiri yang benar
tetapi pengertian itu baru menjadi benar daalam rangka proses penerapannya.
Dengan demikian pengetahuan bersifat dinamis, karena harus sesuai dengan
peristiwa-peristiwa yang silih berganti dan yang mencerminkan hakikat alam
semesta ini.

3. Aliran-aliran dalam Persoalan Nilai-Nilai (Etika)


(1) Idealisme Etis adalah aliran yang meyakini hal-hal yang berikut ini.
(a) Adanya suatu skala nilai-nilai, asas-asas moral, atau aturan-aturan untuk
bertindak.
(b) Lebih mengutamakan hal-hal yang bersifat spiritual (kerohanian) atau pun
mental daripada yang bersifat indrawi atau kebendaan.
(c) Lebih mengutamakan kebebasan moral daripada ketentuan kejiwaan atau
alami.
(d) Lebih mengutamakan hal yang umum dari pada hal yang khusus.
(2) Deontologisme Etis berpendirian bahwa sesuatu tindakan dianggap baik
tanpa disangkutkan dengan nilai kebaikan sesuatu hal. Yang menjadi dasar
moralitas adalah kewajiban. Sesuatu perbuatan dikatakan wajib secara
moral tanpa memperhitungkan akibat-akibatnya. Deontologisme etis
dilawankan dengan etika aksiologis (etika yang mendasarkan pada teori
nilai). Deontologisme etis juga disebut formalisme dan juga intuisionisme.

Filsafat Ilmu | 21
(3) Etika Teleologis merupakan bagian dari etika aksiologis (etika berdasar
nilai) yang membuat ketentuan bahwa kebaikan atau kebenaran suatu
tindakan sepenuhnya bergantung pada sesuatu tujuan atau sesuatu hasil.
(4) Hedonisme menganjurkan manusia untuk mencapai kebahagiaan yang
didasarkan pada kenikmatan, kesenangan (pleasure). Penganjur aliran ini
adalah Cyreaics (400SM) menyatakan bahwa hidup yang baik adalah
memperbanyak kenikmatan melalui kenikmatan indra yang intelek.

Sebaliknya Epikurus (341-270 SM) menyatakan bahwa kesenangan dan


kebahagiaan adalah tujuan hidup manusia. Epikurus tidak menganjurkan manusia
untuk mengejar semua kenikmatan yang sesuai dengan intelegensi dan tengah-
tengah. Kegembiraan pikiran adalah lebih tinggi dari kenikmatan jasmani.

(5) Utilitarisme adalah pandangan yang menyatakan bahwa tindakan yang


baik adalah tindakkan yang menimbulkan kenikmatan atau kebahagiaan
yang sebesar-besarnya bagi manusia yang sebanyak-banyaknya.

2.5 Filsafat Ilmu

Filsafat ilmu merupakan bagian dari epistemologi (filsafat pengetahuan)


yang secara spesifik mengkaji hakikat ilmu (pengetahuan ilmiah). Ilmu
merupakan cabang ilmiah yang memiliki ciri-ciri tertentu. Meskipun secara
metodologis ilmu tidak membedakan antara ilmu-ilmu alam dengan ilmu-ilmu
sosial, namun karena permasalahan-permasalahan teknis yang bersifat khas, maka
filsafat ilmu ini sering dibagi menjadi filsafat ilmu-ilmu alam dan filsafat ilmu-
ilmu sosial. Dikatakan filsafat sebagai ilmu karena di dalam pengertian filsafat
mengandung empat pertanyaan ilmiah, yaitu bagaimanakah, mengapakah, ke
manakah dan apakah.

Pertanyaan bagaimana menanyakan sifat-sifat yang dapat ditangkap atau


yang tampak oleh indera. Jawaban atau pengetahuan yang diperolehnya bersifat
deskriptif (penggambaran). Pertanyaan mengapa menanyakan tentang sebab (asal
mula) suatu objek. Jawaban atau pengetahuan yang diperolehnya bersifat
kausalitas. Pertanyaan ke mana menanyakan apa yang terjadi di masa lampau,

Filsafat Ilmu | 22
masa sekarang, dan masa yang akan datang. Sedangkan pertanyaan apakah
menanyakan apa yang terjadi pada saat itu.

Selain itu, definisi filsafat ilmu tidak terlepas dari kata filsafat dan ilmu.
Filsafat adalah berpikir secara mendalam tentang sesuatu tanpa melihat dogma
dan agama dalam mencari kebenaran sedang ilmu adalah pengetahuan tentang
suatu bidang (pengetahuan) yang disusun secara bersistem menurut metode-
metode tertentu, yang dapat digunakan untuk menerangkan gejala-gejala tertentu
di bidang itu. Sebagaimana yang dirumuskan para ahli yang dikutip Susanto
sebagai berikut:
1. Menurut Berry filsafat Ilmu adalah penelaahan tentang logika intern dan
teori-teori ilmiah dan hubungan-hubungan antara percobaan dan teori, yakni
tentang metode ilmiah. Bagi Berry, filsafat ilmu adalah ilmu yang dipakai
untuk menelaah tentang logika, teori-teori ilmiah serta upaya pelaksanaannya
untuk menghasilkan suatu metode atau teori ilmiah.
2. Menurut Lewis White filsafat ilmu atau philosophy of science adalah ilmu
yang mengkaji dan mengevaluasi metode-metode pemikiran ilmiah serta
mencoba menemukan dan pentingnya upaya ilmiah sebagai suatu keseluruhan.
Lebih jauh Lewis menjelaskan filsafat ilmu adalah ilmu yang mempertanyakan
dan menilai metode-metode pemikiran ilmiah serta mencoba menetapkan nilai
dan pentingnya usaha ilmiah sebagai suatu keseluruhan. Melalui filsafat ilmu
ini kita akan mampu memahami dan menetapkan akan arti pentingnya usaha
ilmiah, sebagai suatu keseluruhan.
3. A. Cornelius Benyamin, mengemukakan bahwa filsafat ilmu adalah studi
sistematis mengenai sifat dan hakikat ilmu, khususnya yang berkenaan dengan
metodenya, konsepnya, kedudukannya di dalam skema umum disiplin intelektual.
Benyamin lebih melihat sifat dan hakikat ilmu ditinjau dari aspek metode,
konsep, dan kedudukannya dalam disiplin keilmuan.
4. Robert Ackermann, filsafat ilmu adalah sebuah tinjauan kritis tentang
pendapat-pendapat ilmiah dewasa ini dengan perbandingan terhadap pendapat-
pendapat lampau yang telah dibuktikan atau dalam rangka ukuran-ukuran
yang dikembangkan dari pendapat-pendapat demikian itu, tetapi filsafat ilmu
demikian jelas bukan suatu cabang ilmu yang bebas dari praktik ilmiah
senyatanya.

Filsafat Ilmu | 23
5. Menurut Beerling, filsafat ilmu adalah penyelidikan tentang ciri-ciri
mengenai pengetahuan ilmiah dan cara-cara untuk memeroleh pengetahuan
tersebut. Filsafat ilmu erat kaitannya dengan filsafat pengetahuan atau
epistemologi yang secara umum menyelidiki syarat-syarat serta bentuk-bentuk
pengalaman manusia juga mengenai logika dan metodologi.
6. Jujun S. Suriasumantri menjelaskan bahwa filsafat ilmu merupakan suatu
pengetahuan atau epistemologi yang mencoba menjelaskan rahasia alam agar
gejala alamiah tak lagi merupakan misteri. Secara garis besar, Jujun
menggolongkan pengetahuan menjadi tiga kategori umum, yakni 1)
pengetahuan tentang yang baik dan yang buruk yang disebut juga dengan
etika; 2) pengetahuan tentang indah dan jelek, yang disebut dengan estetika
atau seni; 3) pengetahuan tentang yang benar dan salah, yang disebut dengan
logika.
Berdasarkan beberapa pendapat para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa
filsafat ilmu merupakan telaah kefilsafatan yang ingin menjawab pertanyaan
mengenai hakikat ilmu yang mengkaji dan mengevaluasi metode-metode
pemikiran ilmiah, mencoba menemukan dan pentingnya upaya ilmiah, serta
suatu pengetahuan atau epistemologi yang mencoba menjelaskan rahasia alam
agar gejala alamiah tak lagi merupakan misteri
Menurut Tim Dosen Filsafat Ilmu UGM, bidang garapan filsafat ilmu
terutama diarahkan pada komponen-komponen yang menjadi tiang penyangga
bagi eksistensi ilmu, yaitu ontologi, epistimologi, dan aksiologi. Dalam
perkembangannya filsafat ilmu juga mengarahkan pandangannya pada strategi
pengembangan ilmu, yang menyangkut etik dan heuristik. Bahkan sampai pada
dimensi kebudayaan untuk menangkap tidak saja kegunaan atau kemanfaatan
ilmu, tetapi juga arti maknanya bagi kehidupan umat manusia.
Berbicara tentang strategi pengembangan ilmu, dewasa ini terdapat tiga
macam pendapat. Pertama, pendapat bahwa ilmu berkembang dalam otonomi dan
tertutup, dalam arti pengaruh konteks dibatasi atau bahkan disingkirkan, science
for the sake of science only merupakan semboyan yang didengungkan. Kedua,
pendapat yang menyatakan bahwa ilmu lebur dalam konteks, tidak hanya
memberikan refleksi, bahkan juga memberikan justifikasi. Dengan ini, ilmu
cenderung memasuki kawasan untuk menjadikan dirinya sebagai ideologi. Ketiga,
pendapat yang menyatakan bahwa ilmu dan konteks saling meresapi dan saling

Filsafat Ilmu | 24
memberi pengaruh untuk menjaga agar dirinya beserta temuan-temuannya tidak
terjebak dalam kemiskinan relevansi dan aktualitasnya. Science for the sake
human progress adalah pendirinya.
Sebagai produk politik yang dijabarkan secara konstitusional dalam GBHN,
ditentukan bahwa Iptek selain merupakan asas, faktor dominan, juga dinyatakan
sebagai sasaran pembangunan. Dengan demikian bagi kita strategi pembangunan
ilmu pengetahuan (dan teknologi) tidak dapat dilepaskan dari garis politik
pembangunan nasional kita yang aktualitasnya seperti berikut ini.
1. Visi dan orientasi filsafatinya haruslah diletakan pada nilai-nilai Pancasila
sebagai cermin budaya bangsa.
2. Visi dan orientasi praksisnya haruslah diletakkan pada sifat-sifat teleologis,
etis, dan integratif.
Teleologis dalam arti bahwa ilmu pengetahuan sebagai asas pembangunan
diarahkan untuk mencapai suatu tujuan (teleos) yaitu ideal sebagaimana
digariskan di dalam Pembukaan UUD 1945. Etis dalam arti bahwa ilmu
pengetahuan diterapkan untuk meningkatkan harkat dan martabat manusia. Bukan
manusia yang direkayasa ilmu, tetapi sebaliknya. Sifat etis ini menuntut
penerapan ilmu pengetahuan secara bertanggung jawab. Integratif dalam arti
bahwa penerapan ilmu pengetahuan selain untuk meningkatkan harkat dan
martabat manusia atau kualitas SDM, juga dimaksudkan untuk meningkatkan
struktur dan kultur masyarakat. Manusia tidak pernah terisolasi, manusia selalu
berada dalam relasi dengan sesama dan lingkungan masyarakatnya. Peningkatan
kualitas SDM hanya akan mempunyai arti dan makna apabila terintegrasikan ke
dalam masyarakat yang juga ditingkatkan struktur dan kulturnya.
Dalam hal itu, sebagaimana dampak pengaruh globalisasi baik positif
maupun negatif yang tidak dapat dielakkan, maka tidak dapat dielakkan pula
adanya urgensi untuk mengembangkan ilmu, tidak hanya atas dasar metodologi
yang dibatasi oleh context of justification, melainkan juga atas dasar heuristik
yang bergerak dalam context of discovery.

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Berdasarkan pemaparan pada bab sebelumnya, maka dapat
disimpulkan bahwa terdapat banyak rumusan mengenai filafat itu

Filsafat Ilmu | 25
sendiri, namun pada hakikatnya rasa ingin tahu akan mendorong
seseorang untuk berfilsafat melalui proses ontologi, epistemolog, dan
aksiologi. Maka dengan demikian, filsafat dapat membantu
memecahkan persoalan yang muncul secara lebih mendalam, utuh,
sistematis, fleksibel, karena memang pada dasarnya filsafat ingin
menyelesaikan permasalahan secara lebih mendalam, kritis, rasional,
logis, dalam rangka mencari kebenaran. Adapun kebenaran itu sendiri
tidaklah bersifat mutlak tergantung dari sudut pandang apa yang
digunakan. Begitu pun dalam sejarah perkembangannya, filsafat
mengalami pasang surut hingga akhirnya melahirkan paradigma-
paradigma baru hingga masa kontemporer muncul polemik yang
dilandasi oleh degradasi kehidupan manusia dan pemikiran yang lahir
mengalami pembaharuan dari periode-periode sebelumnya. Hal itu
menjadi landasan munculnya beragam aliran dalam filsafat dan
dinamisasi itu sendiri telah mengantarkan pengetahuan sampai pada
filsafat ilmu.

3.2 Saran
Dengan mengetahui konsep dasar dan sejarah mengenai filsafat
dan filsafat ilmu, diharapkan dapat membantu pembaca dalam
menyikapi perkembangan ilmu pengetahuan. Sebagai penyusun, kami
menyadari banyak hal yang masih kurang. Apabila dalam penulisan
makalah ini terdapat banyak kesalahan atau kekeliruan, mohon kritik
dan saran yang membangun sangat kami harapkan.

Filsafat Ilmu | 26

Anda mungkin juga menyukai