Anda di halaman 1dari 17

PEMBUATAN SEDIAAN INJEKSI AMPUL

ASAM FOLAT

1. TUJUAN
Mengetahui cara pembuatan sediaan injeksi ampul asam folat dengan
pencampuran suatu formula yang dibuat isotonis dan mampu menganalisis
evaluasi sediaan steril.

2. PRINSIP
Berdasarkan pembuatan ampul asam folat yang dibuat secara steril dengan
metoda sterilisasi akhir dan dalam keadaan isotonis kemudian dievaluasi uji
kebocoran dan kejernihan.

3. TEORI
Steril adalah keadaan suatu zat yang bebas dari mikroba hidup, baik yang
patogen (menimbulkan penyakit) maupun apotogen atau nonpatogen (tidak
menimbulkan penyakit), baik dalam bentuk vegetatif (siap untuk berkembang
biak) maupun dalam bentuk spora (dalam keadaan statis tidak dapat berkembang
biak, tetapi melindungi diri dengan lapisan pelindung yang kuat).
Tidak semua mikroba dapat merugikan, misalnya mikroba yang terdapat
dalam usus yang dapat membusukkan sisa makanan yang tidak terserap oleh
tubuh.
Mikroba patogen misalnya Salmonella thyposa yang menyebabkan penyakit
tifus dan E. Coli yang menyebabkan sakit perut.
Sterilisasi adalah suatu proses untuk membuat ruang atau benda menadi steril.
Sanitasi adalaha suatu proses untuk membuat lingkungan menjadi sehat.
Sediaan steril adalah bentuk sediaan obat dalam bentuk terbagi-bagi yang
bebas dari mikroorganisme hidup. Pada prinsipnya, yang termasuk sediaan ini
antara lain sediaan parental preparat untuk mata dan preparat irigasi (misalnya
infus). Sediaan parenteral merupakan jenis sediaan yang unik diantara bentuk
sediaan obat terbagi-bagi, karena sediaan ini disuntikkan melalui kulit atau

1
membrane mukosa ke bagian tubuh yang paling efisien, yaitu membrane kulit dan
mukosa, maka sediaan ini harus bebas dari kontaminasi mikroba dan dari bahan-
bahan toksis lainnya, serta harus memiliki tingkat kemurnian yang tinggi. Semua
bahan dan proses yang terlibat dalam pembuatan produk ini harus dipilih dan
dirancang untuk menghilangkan semua jenis kontaminasi, apakah kontaminasi
fisik, kimia, atau mikrobiolog.
Menurut Farmakope Indonesia Edisi III, injeksi adalah sediaan steril berupa
larutan, emulsi, suspensi atau serbuk yang harus dilarutkan atau disuspensikan
terlebih dahulu sebelum digunakan, yang disuntikkan dengan cara merobek
jaringan ke dalam kulit atau melalui kulit atau melalui selaput lender. (Farmakope
Indonesia Edisi III,1979)
Sedangkan menurut Farmakope Indonesia Edisi IV, injeksi adalah injeksi
yang dikemas dalam wadah 100 mL atau kurang. Umumnya hanya larutan obat
dalam air yang bisa diberikan secara intravena. Suspensi tidak bisa diberikan
karena berbahaya yang dapat menyebabkan penyumbatan pada pembuluh darah
kapiler. (Farmakope Indonesia Edisi IV, 1995)
Menurut defenisi dalam Farmakope, sediaan steril untuk kegunaan
parenteral digolongkan menjadi digolongkan menjadi lima jenis yang berbeda
yaitu :
1. Obat larutan, atau emulsi yang digunakan untuk injeksi ditandai dengan
nama injeksi, contohnya adalah injeksi insulin.
2. Sediaan padat kering atau cairan pekat yang tidak mengandung dapar,
pengencer atau bahan tambahan lain dan larutan yang diperoleh setelah
penambahan pelarut yang memenuhi persyaratan injeksi. Sediaan ini dapat
membedakannya dari nama bentuknya yaitu steril, contohnya Ampicilin
Sodium steril.
3. Sediaan seperti tertera pada no b, tetapi mengandung satu atau lebih dapar,
pengencer atau bahan tambahan lain dan dapat dibedakan dari nama
bentuknya.yaitu untuk injeksi, contohnya Methicillin Sodium untuk injeksi.
4. Sediaan berupa susupensi serbuk dalam medium cair yang sesuai dan tidak
disuntikkansacara intravena atau di dalam saluran spinal, dan dapat

2
dibedakan dari nama bentuknya yaitu susupensi steril. Contoh Cortisao
Suspensi steril.
5. Sediaan padat kering dengan bahan pembawa yang sesuai membentuk
larutan yang memenuhi semua persyaratan untuk suspensi steril setelah
penambahan pembawanya yang sesuai. Dan dapat membedakannya dari
nama bentuknya yaitu steril untuk suspensi. Contohnya Ampicilin steril
untuk suspensi.
Obat dibuat steril karena berhubungan langsung dengan darah atau cairan
tubuh dan jaringan tubuh lain yang pertahanannya terhadap zat asing tidak
selengkap pada saluran cerna atau gastrointestinal, misalnya hati yang dapat
berfungsi untuk menetralisir atau menawarkan racun (detoksikasi = detoksifikasi).
Diharapkan dengan kondidi steril dapat dihindari adanya infeksi sekunder. Dalam
hal ini tidak berlaku relatif steril atau setengah steril, hanya ada dua pilihan yaitu
steril dan tidak steril.
Sediaan farmasi yang perlu disterilkan adalah obat suntik inkesi, tablet
implan, tablet hipodermik, dan sediaan untuk mata seperti tetes mata (guttae
ophth), cuci mata (collyrium), dan salep mata (oculenta)

3.1 Rute Pemberian Sediaan Injeksi


A. Intrakutan (i.k/i.c) atau intradermal
Dimasukkan ke dalam kulit yang sebenarnya, digunakan untuk
diagnosis. Volume yang disuntikkan antara 0,1-0,2 ml, berupa
larutan atau suspensi dalam air.
B. Injeksi subkutan (s.k/s.c) atau hipodermik
Disuntukkan ke dalam jaringan di bawah kulit ke dalam alveolus,
volume yang disuntikkan tidak lebih dari 1 ml. Umumnya larutan
bersifat isotonis, pH netral, dan bersifat depo (absorpsinya lambat).
Dapat diberikan dalam jumlah besar (volume 3-4 liter/hari dengan
penambahan enzim hialuronidase), jika pasien tesebut tidak dapat
menerima infus intravena.

C. Intramuskular (i.m)
Disuntikkan ke dalam atau di antara lapisan jaringan atau otot.
Injeksi dalam bentuk larutan, suspensi, atau emulsi dapat diberikan

3
dengan cara ini. Yang berupa larutan dapat diserap cepat, yang
berupa emulsi atau suspensi diserap lambat. Volume penyuntikan
antara 4-20 ml, disuntikkan perlahan-lahan untuk mencegah rasa
sakit.
D. Intravena (i.v)
Disuntikkan langsung ke dalam pembuluh darah vena. Bentuknya
berupa larutan, sedangkan bentuk suspensi atau emulsi tidak boleh
diberikan melalui rute ini, sebab akan menyumbat pembuluh darah
vena yang bersangkutan. Injeksi dibuat isotonis, tetapi ika terpaksa
dapat sedikit hipertonis (disuntikkan secara lambat atau perlahan-
lahan dan tidak memengaruhi sel darah); volume antara 1-10 ml.
Injeksi intravena yang dberikan dalam dosis tunggal dengan volume
lebih dari 10 ml disebut infus intravena/infus/infundabilia. Infus
harus bebas pirogen, tidak boleh mengandung bakterisida, jernih,
dan isotonis.
E. Injeksi i.v dengan volume 15 ml atau lebih tidak boleh mengandung
bakterisida. Injeksi i.v dengan volume 10 ml atau lebih harus bebas
pirogen.
F. Intraarterium (i.a)
Disuntikkan langsung ke dalam pembuluh darah arteri/ perifer/ tepi,
volume antara 1-10 ml, tidak boleh mengandung bakterisida.
G. Intrakordal/intrakardiak (i.kd)
Disuntikkan langsung ke dalam otot jantung atau ventrikel, tidak
boleh mengandung bakterisida, disuntikkan hanya dalam keadaan
gawat.

H. Intratekal (i.t), intraspinal, intrasisternal (i.s), intradural (i.d),


subaraknoid
Disuntikkan langsung ke dalam saluran sumsum tulang belakang
didasar otak (antara 3-4 atau 5-6 lumbar vertebrata) tempat
terdapatnya cairan cerebrospinal. Larutan harus isotonis karena
sirkulasi cairan serebrospinal lambat, meskipun larutan anestetik
untuk sumsum tulang belakang sering hipertonis. Jaringan saraf di
daerah anatomi ini sangat peka.

4
I. Intraartikular
Disuntikkan ke dalam cairan sendi di dalam rongga sendi.
Bentuknya suspensi atau larutan dalam air.
J. Subkonjungtiva
Disuntikkan ke dalam selaput lendir di bawah mata. Berupa suspensi
atau larutan, tidak lebih dari 1 ml.
K. Intrabursa
Disuntikkan ke dalam bursa subcromillis atau bursa olecranon dalam
bentuk larutan suspensi dalam air.
L. Intraperitoneal (i.p)
Disuntikkan langsung ke dalam rongga perut. Penyerapan
berlangsung cepat, namun bahaya infeksi besar.
M. Peridural (p.d), ekstradural, epidural
Disuntikkan ke dalam ruang epidural, terletak di atas durameter,
lapisan penutup terluar dari otak dan sumsum tulang belakang.
(Syamsuni, 2007: 196-198)
3.2 Keuntungan dan Kerugian Sediaan Injeksi
3.2.1. Keuntungan :
1. Bekerja cepat, misalnya injeksi adrenalin pada syok anafilaktik
2. Dapat digunakan untuk obat yang rusak jika terkena cairan
lambung, merangsang jika masuk ke cairan lambung atau tidak
diabsorpsi baik oleh cairan lambung.
3. Kemurnian dan takaran zat khasiat lebih terjamin.
4. Daat digunakan sebagai depo terapi.
3.2.2. Kerugian :
1. Karena bekerja cepat, jika teadi kekeliruan sukar dilakukan
pencegahan.
2. Cara pemberian lebih sukar, harus memakai tenaga khusus.
3. Kemungkinan terjadinya infeksi pada bekas suntikan.
4. Secara ekonomis lebih mahal dibandingkan dengan sediaan
yang digunakan per oral.
3.3 Bentuk sediaan parenteral
Bentuk sediaan injeksi yang beredar dipasaran saat ini berupa :
A. Sediaan parenteral volume kecil (Svp)
Termasuk kedalam kategori ini adalah ampul 1mL, 2 mL, 3 mL,
5mL dan 20 mL serta vial 2 mL, 5 mL, 10 mL, 15 mL, 20 mL dan 30
mL. sediaan ini digunakan untuk penyuntikan secara intramuskular,

5
intravena, intradermal, subkutan, intraspinla dan intrasisternal atau
intratekal.
B. Sediaan parenteral volume besar ( Lvp)
Kontener (kemasan) yang berisi larutan injeksi dengan volume 100
mL atau lebih dinamakan sebagai volume besar dan biasanya
digunakn melalui intravena. Larutan yang saat ini dipasarkan
termasuk dalam dua kategori, yaitu elektrolit dan non elektrolit.
Contoh larutan elektrolit adalah natrium klorida dan kalium klorida,
sedangkan larutan dekstrosa dan manitol adalah contoh larutan non
elektrolit.
Larutan intravena untuk penggunaan khusus yang biasa digunakan,
diantaranya larutan dialysis peritoneal, larutan antikoagulan sitrat-
dekstrosa, cairan irigasi glisin dan metronidazol dalam injeksi
dekstrosa dan lain-lain. Larutan parenteral volume besar, biasanya
tersedia dalam kontener dengan volume 500 mL atau 1000 mL.

C. Sediaan parenteral berbentuk serbuk untuk direkonstitusi


Sediaan ini dapat didefinisikan sebagai produk kering, melarut atau
tidak melarut (bentuk suspensi) untuk dikombinasikan dengan suatu
pelarut atau pembawa sebelum digunakan. Biasanya tersedia
didalam vial, contohnya injeksi penisilin, ampisilin, amoksisilin,
streptomisin dan lain sebagainya. (Goeswin Agoes, 2013:13)

4. ALAT DAN BAHAN


4.1 Alat
Alat yang digunakan adalah ampul , beaker gelas, gelas ukur, spatel
neraca, syiringe, membran filter 0.45 m dan otoklaf.
4.2 Bahan
Bahan yang digunakan adalah asam folat, aqua pro injeksi dan
dinatrium edta dan natrium klorida

5. PROSEDUR

6
Alat dan bahan disiapkan, asam folat dilarutkan dalam sebagian larutan
natrium hidroksida 2 N sebanyak 1 mL kemudian dicek pH. Setelah mereaksikan
asam folat dengan natrium hidroksida kemudian larutan ditambahkan larutan
NaCL dan Natrium edta 5% sebanyak 0,2 mL. Larutan ditambahkan aqua pro
injeksi hingga volume 20 mL. Larutan disaring dengan membran filter 0,45 m.
Larutan dimasukkan kedalam 3 ampul, masing-masing volume yang dimasukkan
sebanyak 1 mL. kemudian ampul yang telah berisi larutan ditutup dengan cara
dilas bagian atas ampul. Ampul diuji kebocoran dengan menyimpan ampul dalam
keadaan terbalik. Sediaan disterilisasi dalam otoklaf pada suhu 121 0C selama 15
menit.

6. HASIL
6.1 Bahan Aktif
Asam Folat

1. Rumus Struktur/BM : C19H19N7O6/441,40


2. Pemerian : Serbuk hablur, kuning atau jingga kekuningan
tidak berbau
3. Kelarutan : Sangat sukar larut dalam air, praktis tidak larut
dalam etanol (95%)P, dalam kloroform P, dalam eter P, dalam aseton
P, dalam Benzen P, mudah larut dalam asam klorida encer P panas dan

7
dalam asam sulfat encer P panas, larut dalam asam klorida P dan
dalam asam sulfat P, larutan berwarna kuning sangat pucat, mudah
larut dalam larutan alkali, hidroksida encer dan dalam larutan alkali
karbonat encer
4. Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik, telindungi dari
cahaya
5. Khasiat dan penggunaan: Hematopetikum
6.2 Zat Tambahan
A. Natrium Klorida
a. Rumus molekul : NaCl
b. Bobot Molekul : 58,44
c. Natrii chlorida mengandung tidak kurang dari 99,0% dan tidak
lebih dari 101,0% NaCl dihitung terhadap zat yang telah
dikeringkan. Tidak mengandung zat tambahan.
d. Pemerian: Hablur bentuk kubus, tidak berwarna atau serbuk hablur
putih; rasa asin.
e. Kelarutan:
Mudah larut dalam air; sedikit lebih mudah larut dalam air
mendidih; larut dalam gliserin; sukar larut dalam etanol.

f. Titik lebur : 801 C

(FI Edisi IV hal 584)

B. Dinatrium EDTA

a. Rumus molekul : C10H14N2Na2O8,2H2O

b. Dinatrium edetate mengandung tidak kurang dari 98,5% dan tidak


lebih dari 101,0% C10H14N2Na2O8, 2H2O.

8
c. Bobot molekul : 372,2
d. Pemerian: Bubuk kristal putih, tidak berbau
e. Kelarutan : Larut dalam air, sedikit larut dalam etanol, praktis tidak
larut dalam eter.
f. pH : 4,0 5,5
g. Penyimpanan : dinatrium EDTA harus disimpan dalam wadah
tertutup baik.
(British Pharmacopoeia, hal 1462)
C. Aqua pro injeksi
a. Fungsi : sebagai bahan pembawa sediaan i.v
b. Warna : jernih atau tidak berwarna
c. Bau : Tidak berbau
d. Pemerian : Cairan jernih atau tidak berwarna, tidak berbau.
e. Kelarutan : Dapat bercampur dengan pelarut polar dan elektrolit
f. OTT : Dalam sediaan farmasi, air dapat bereaksi dengan obat dan
zat tambahan lainnya yangmudah terhidrolisis (mudah terurai
dengan adanya air atau kelembaban).
g. Stabilitas : air stabil dalam setiap keadaan (es, cairan, uap panas)
(FI IV, hal 112)
6.3 TONISITAS
A. Kelengkapan
Zat Tb C
Natrium Folat 0,069 0,526
Dinatrii Edetas 0,132 0,05

B. Perhitungan
C natrium folat diperoleh dari perhitungan :
BM Na . Folat
C = BM As . Folat x C asam folat

464,4
= 441,4 x 0,5 = 0,526 %

Perhitungan Tonisitas

9
0,52 Tb . C
W= 0,576

0,52(0,526 x 0,069+0,132 x 0,05)


= 0,576

= 0,8283 % (hipotonis)
Untuk membuat supaya larutan tersebut isotonis ditambahkan NaCl
0,8283 % (g/100 mL)

6.4 FORMULA LENGKAP


R/
Natrium Folat 5 mg
Natrii Chloridum 8,283 mg
Dinatrii Edetas 0,5 mg
Aqua pro Injection
(Handbook on Injectable Drugs, 2003)
Volume yang dibuat = (n + 1) c + 2
= (3 + 2) 1,1 + 2
= 7,5 mL = 8 mL

6.5 EVALUASI SEDIAAN


Jenis Evaluasi Penilaian
Kejernihan Jernih
Penampilan Fisik Wadah Baik
Kebocoran Ampul 1 Bocor
Jumlah Sediaan 2
Kesegaraman Volume Seragam

7. PEMBAHASAN
Sediaan steril merupakan bentuk sediaan yang bebas dari
mikroorganisme mulai dari proses pengolahan, proses
pengemasan, penyimpanan yang selalu bersifat steril sampai
sediaan ini digunakan oleh pasien atau pemakainya. Suatu

10
sediaan harus bersifat steril karena akan bekerja langsung pada
mukosa.
Sediaan parenteral merupakan salah satu bentuk sediaan
steril yang merupakan sediaan yang disuntikkan melalui kulit
atau membran mukosa kebagian dalam tubuh. Karena sediaan
mengelakkan garis pertahanan pertama dari tubuh yang paling
efisien, yakni membran kulit dan mukosa, maka sediaan tersebut
harus bebas dari kontaminasi mikroba dan komponen toksik
serta harus mempunyai tingkat kemurniaan tinggi. Semua
komponen dan proses yang terlibat dalam penyediaan sediaan
steril ini harus dipilih dan dirancang untuk menghilangkan semua
jenis kontaminasi secara fisik, kimia atau mikrobiologi.
Pada praktikum ini dilakukan pembuatan injeksi Acidum
Folicum atau Asam Folat. Asam Folat memiliki sifat yang tidak
larut dalam air. Sediaan yang akan kami buat adalah berupa
sediaan steril yang bentuknya harus larutan bening karena
sediaan injeksi ini akan langsung terdistribusi dalam pembuluh
darah sehingga jika larutannya berupa suspensi maka tidak
dapat terdistribusi ke dalam seluruh darah karena ditakutkan
larutan akan menyumbat pembuluh darah, maka larutan injeksi
haruslah bening. Asam folat bersifat tidak larut air sehingga
asam folat harus direaksi dengan basa alkali sehingga
membentuk garam natrium folat. Tujuan dari pembentukkan
garam natrium folat ini untuk memperbesar kelarutan asam folat
dalam air. Natrium folat merupakan garam dari asam folat yang
berfungsi sebagai zat aktif dalam formula sediaan injeksi ini.
Sedangkan NaCl berfungsi sebagai zat pengisotonis dan dinatrii
edetas berfungsi sebagai zat pengawet serta aqua pro injeksi
sebagai pelarut dalam formula sediaan injeksi ini.
pH sediaan asam folat pada pengujiaan yaitu 11. Asam folat
stabil pada pH 8 -11. Sediaan injeksi yang dibuat harus isotonis

11
dengan cairan tubuh ataupun hipertonis dalam keadaan tertentu.
Perlunya sediaan injeksi ini dibuat isotonis ataupun hipertonis
agar pada saat penyuntikan tidak menimbulkan rasa nyeri.
Secara teoritis, sediaan injeksi yang dibuat bersifat hipotonis
karena dari hasil perhitungan tonisitas menghasilkan kadar
tonisitasnya 0.8283% yang bersifat hipotonis. Maka perlunya
penambahan NaCl sehingga bersifat isotonis. Untuk membuat
injeksi yang isotonis dapat dibuat dengan menambahkan NaCl
dalam jumlah tertentu yang telah dihitung dari perhitungan
tonisitas sediaan, dan dalam praktikum pun NaCl ditambahkan
sebanyak 0,066 mg.
Selanjutnya, kami melarutkan natrium folat kedalam aqua
pro injeksi dan melarutkan NaCl juga kedalam aqua pro injeksi
yang kemudian kedua larutan tersebut dihomogenkan jadi satu.
Setelah itu kami pun menambahkan dinatrii edetas sebagai zat
pengawet sediaan kedalam formula tersebut. Setelah seluruh
formula sudah dicampurkan kemudian larutan ditambahkan aqua
pro injeksi ad 20 mL Kemudian, sebelum larutan dimasukkan
kedalam ampul, larutan disaring dan filtrat pertama dibuang. Hal
ini dilakukan untuk membilas bakteri filter karena jika tidak
dibuang akan timbul partikel zat hara yang berada dalam bakteri
filter yang jika ini terjadi akan menyebabkan kesalahan yang
berulang untuk pekerjaan selanjutnya. Metode yang digunakan
adalah metode steriliasai akhir, karena zat aktif ini stabil pada
suhu panas sehingga dilakukan metode sterilisasi akhir. Ampul
yang telah siap kemudian disterilisasi dengan menggunakan
otoklaf pada suhu 212 0C selama 15 menit. Ini dilakukan karena
untuk mensterilkan sediaan kembali. Pada proses sterilisasi ini,
ampul yang bocor akan terlihat dari kekurangan volume dalam
ampul tersebut. Dari ketiga ampul yang diberikan, 2 ampul yang
sudah lolos uji keseragaman volume. Ada beberapa jenis

12
evaluasi, yang pertama adalah penampilan fisik wadah.
Penampilan fisik ini maksudnya adalah keadaan fisik dari ampul,
masih bocor atau tidak. Hanya 2 ampul saja yang lolos uji
kebocoran sedangkan 1 ampul mengalami kebocoran sehingga
tidak lulus Jenis evaluasi yang ketiga adalah kejernihan sediaan,
sediaan injeksi kami jernih. Jenis evaluasi selanjutnya adalah
keseragaman volume, jadi volume dari masing-masing ampul
harus tetap sama karena jika ada kebocoran ampul maka akan
mengakibatkan ketidakseragaman volume sediaan.

8. KESIMPULAN
Sediaan injeksi aneurin hidroklorida yang didapat sebanyak 2 Ampul
dengan keadaan jernih, penampilan fisik wadah baik, dan volume seragam.
Sedangkan 1 ampul lainnya ,emgalami kebocoran saat dilakukan sterilisasi.

13
DAFTAR PUSTAKA

Agoes, Goeswin. 2013. Sediaan Farmasi Steril. Bandung : ITB

Depkes RI. Farmakope Indonesia Ed III.1979.Jakarta.Wade, Ainley


and Paul J Weller.

Depkes RI. Farmakope Indonesia Ed IV.1979.Jakarta.Wade, Ainley


and Paul J Weller.

Department of Pharmaceutical Sciences. 1982. Martindale The Extra


Pharmacopeia, twenty-eight edition. London : The Pharmaceutical Press.

Maryadele J oneil dkk. 2001. The merck index ed.13 volume 1. Merck &co inc
whitehouse station, NJ.

Trissel, C.A. 2003. Handbook on Injectable Drugs, 12th edition book 2. USA:
American Society of Health- System Pharmacist Inc.

Wade, A. dan Waller, P. J., 1994, Handbook of Pharmaceutical Excipients, Second


Edition, 231, 310-313, The Pharmaceutical Press, London.

14
LAMPIRAN

KEMASAN

15
Folatcid
Komposisi :
Tiap 1 ml mengandung :
Asam Folat. 5 mg

Farmakologi :
Folat esogen dibutuhkan untuk sintesis
nucleoprotein dan pemeliharaan eritrapoiesis
normal. Asam folat menstimulasi produksi sel
darah merah, sel darah putih dan platelet
pada anemia megaloblastik.

Indikasi :
Anemia megaloblastik

Kontraindikasi :
Penobatan anemia pernisiosa dan anemia
megaloblastik lainnya dimana vitamin B12
tidak cukup (tidak efektif)

Cara Suntik :
Intramuskular.

Dosis
Dewasa : 5 mg per hari

Efek samping :
Perubahan pola tidur, sulit berkonsentrasi,
iritabilita, aktivitas berlbih, depresi mental,
anoreksia, mual, distensi abdominal dan
flatulensi.

Kemasan :
2. BROSUR 1 box, 3 Ampul @ 1 mL

Cara penyimpanan :
Simpan ditempat sejuk dan terlindung dari
cahaya matahari.

No. Reg : DKL 1013316543A1


No Batch : 121220105 16
Mfg Date : April 2017
Exp Date : April 2018
PT. Djaya Farma
Bandung Indonesia
3. Label

17

Anda mungkin juga menyukai