Anda di halaman 1dari 54

1

PERBANDINGAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIK


PESERTA DIDIK ANTARA YANG MENGGUNAKAN MODEL
PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TEAM ACCELERATED
INSTRUCTION DENGAN THINK PAIR SHARE

A. Latar Belakang Masalah


Pendidikan merupakan aspek penting dalam kehidupan yang berfungsi

sebagai salah satu alat untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia di

Indonesia. Menurut UU. No 20 Tahun 2003 (Sanjaya,Wina, 2010:2) tentang

Sistem Pendidikan Nasional menyatakan bahwa pendidikan merupakan usaha

sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses

pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya.

Undang-undang tersebut merupakan kebijakan pemerintah dalam bidang

pendidikan, yang menyiratkan makna dan tujuan untuk meningkatkan kualitas

pendidikan di Indonesia.
Kualitas pendidikan masih menjadi suatu permasalahan yang mendasar

di negara ini. Permasalahan tersebut bersumber dari berbagai macam hal,

salah satunya yaitu permasalahan yang mengarah kepada cara/metode

pengajaran yang diberikan kepada peserta didik masih kurang tepat.

Pemerintah telah berupaya untuk mengatasi permasalahan yang bersumber

dari kurang tepatnya metode pengajaran dengan cara merancang suatu

kurikulum yang mampu mengakomodasi karakteristik pembelajaran di setiap

sekolah yang tentunya berbeda antara satu sekolah dengan sekolah yang

lainnya.

Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) merupakan serentetan

rangkaian penyempurnaan dari Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK).


2

Kurikulum ini dilaksanakan berdasarkan prinsip bahwa potensi,

perkembangan, dan kondisi peserta didik diarahkan untuk menguasai

kompetensi yang berguna bagi dirinya. Dalam hal ini peserta didik harus

mendapatkan pelayanan pendidikan yang bermutu, serta memperoleh

kesempatan untuk mengekspresikan dirinya secara bebas, dinamis dan

menyenangkan.

Pembelajaran matematik harus mampu mengembangkan daya

matematik siswa untuk membentuk cara berpikir matematik. Menurut

Sumarmo, Utari (2014:26) Karakteristik matematika sebagai bahasa dan

simbol yang efisien, penuh makna serta memiliki kemampuan analisis

kuantitatif, menghasilkan pemodelan matematika yang diperlukan dalam

pemecahan masalah matematika, ilmu pengetahuan lainnya serta kehidupan

sehari-hari. Berdasarkan pendapat tersebut, pembelajaran matematika

mengacu pada pembelajaran siswa aktif. Menurut Sumarmo, Utari (2014:4)

Kemampuan dasar matematika diklasifikasikan dalam lima jenis yaitu

kemampuan mengenal, memahami dan menerapkan konsep, prosedur, prinsip

dasar matematika; menyelesaikan masalah matematik (mathematical problem

solving); bernalar matematik (mathematical reasoning); melakukan koneksi

matematik (mathematical conection) dan komunikasi matematik

(mathematical communication).

Matematika merupakan hal yang harus dilakukan pada setiap jenjang

pendidikan. Menurut Iriantara, Yosal (2014:17) menyatakan Tujuan

pembelajaran tidak akan berlangsung tanpa adanya suatu proses komunikasi.


3

Hal ini sejalan dengan salah satu tujuan pembelajaran matematika yaitu untuk

mengembangkan kemampuan siswa dalam menyampaikan informasi atau

mengkomunikasikan gagasan antara lain melalui lisan, tulisan, grafik, dan

diagram. D, Jarnawi Afgani (2011:4.15) mengemukakan Komunikasi

matematika (mathematical communication) diartikan sebagai kemampuan

dalam menulis, membaca, menyimak, menelaah, menginterpretasikan dan

mengevaluasi ide, simbol serta istilah matematika.


Tuntutan pembelajaran matematika sekarang lebih menekankan pada

aktivitas siswa, maka siswa diharapkan untuk dapat mengkomunikasikan

pemikirannya baik itu secara lisan maupun tulisan. Hal ini dikarenakan

komunikasi sangatlah penting dalam belajar matematika dan dalam

menyelesaikan suatu permasalah matematika, seperti penyelesaian soal cerita,

cara menerapkan rumus yang tepat, memahami soal serta memberikan alasan

terhadap jawaban. Pada umumnya, pembelajaran matematika yang dilakukan

guru kepada peserta didik bertujuan agar peserta didik dapat mengerti dan

menjawab soal yang diberikan oleh guru, tetapi peserta didik jarang atau sama

sekali tidak pernah dimintai penjelasan mengenai asal muasal cara

mendapatkan jawaban tersebut. Akibatnya peserta didik jarang sekali

berkomunikasi dalam matematika.


Fakta dilapangan menunjukan bahwa guru yang lebih aktif daripada

siswa. Sehingga pembelajaran matematika dirasakan masih kurang memberi

kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan kemampuan komunikasi

matematik. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Herlina, Melly (2012)

di SMP Negeri 2 Cikoneng Kab. Ciamis menunjukan bahwa kemampuan


4

komunikasi matematik dengan menggunakan model pembelajaran langsung

masih rendah. Dari hasil penelitian diperoleh bahwa kelas eksperimen

memiliki nilai postest yang lebih baik dibandingkan kelas kontrol dengan rata-

rata skor postes untuk kelas eksperimen adalah 15,24, sedangkan rata-rata skor

postest kelas kontrol adalah 13,12. Nilai post tes kelas eksperimen

menunjukkan keterampilan Kriteria Ketuntasan Minimum (KKM) sebesar 75

(setara dengan 15 pada tes kemampuan komunikasi matematik) tercapai

sebesar 66,67%, yaitu sebanyak 22 orang peserta didik mencapai KKM dan 11

orang peserta didik sebesar 33,33% masih dibawah KKM. Sedangkan untuk

kelas kontrol, sebesar 26,47% peserta didik dapat mencapai KKM yaitu

sebanyak 9 orang peserta didik dan sebesar 75,53% peserta didik belum

mencapai KKM.
Kemampuan komunikasi matematik peserta didik tidak akan tercapai

secara optimal tanpa diiringi dengan adanya suatu interaksi pembelajaran.

Menurut A.M., Sardiman (2012:18) Interaksi edukatif adalah proses interaksi

yang disengaja, sadar tujuan, yakni untuk mengantarkan anak didik ke tingkat

kedewasaannya. Jadi interaksi edukatif merupakan salah satu proses

komunikasi yang terjadi antara guru dengan peserta didik dimana guru dan

peserta didik tersebut harus bersifat aktif.


Salah satu upaya yang dilakukan untuk meningkatkan kemampuan

komunikasi dan interaksi pembelajaran matematik peserta didik yaitu melalui

penggunaan model pembelajaran kooperatif, karena model pembelajaran

kooperatif dapat melibatkan peserta didik secara aktif dalam proses belajar

mengajar karena terjadi kerja sama antara peserta didik dalam kelompok. Hal
5

ini dikemukakan oleh Isjoni (2014:12) yang menyatakan Dalam

menyelesaikan tugas kelompoknya, setiap anggota kelompok harus saling

bekerja sama dan saling membantu untuk memahami materi pelajaran.

Berdasarkan hal tesebut, model pembelajaran kooperatif dijadikan sebagai

salah satu alternatif agar peserta didik dapat berkomunikasi melalui berbagai

persoalan matematik yang dikerjakan bersamasama dalam kelompok.


Penulis memilih model pembelajaran kooperatif tipe Team Accelerated

Instruction karena model ini memberikan kesempatan kepada siswa untuk

berkembang pada taraf pengajaran yang sesuai dengan individual atau

kelompok kecil. Sedangkan model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair

Share model pembelajaran ini memberi kesempatan pada peserta didik untuk

berpikir, menjawab, dan saling membantu satu sama lain sehingga

memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk membangun pengetahuan

dan menemukan konsep dankerja sama peserta didik.


Mengingat kemampuan dan keterbatasan penulis dalam melakukan

penelitian dan untuk menghindari terlampau luasnya penelitian yang akan

dilakukan, maka permasalahan pada penelitian ini dibatasi sebagai berikut :

Materi yang diberikan yaitu program linear dengan Kompetensi Dasar 5.1

membuat grafik himpunan penyelesaian pertidaksamaan linear 5.2 menentuan

model maematika dari soal cerita. Berdasarkan uraian tersebut, penulis tertarik

untuk melakukan penelitian dengan judul Perbandingan Kemampuan

Komunikasi Matematik Peserta Didik Antara yang Menggunakan Model

Pembelajaran Kooperatif tipe Team Accelerated Instruction dengan Think

Pair.
B. Rumusan Masalah
6

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, rumusan masalah dalam

penelitian ini adalah:

1. Manakah kemampuan komunikasi yang lebih baik antara yang

menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Team Accelerated

Instruction (TAI) dengan Think Pair Share (TPS)?

2. Bagaimanakah kualitas interaksi pembelajaran peserta didik melalui

penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Team Accelerated

Instruction (TAI)?

3. Bagaimanakah kualitas interaksi pembelajaran peserta didik melalui

penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share (TPS)?

C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang dikemukakan di atas, tujuan yang

ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui:

1. Kemampuan komunikasi matematik peserta didik yang lebih baik antara

yang menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Team Accelerated

Instruction dengan model Think Pair Share.

2. Kualitas interaksi pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran

kooperatif tipe Team Accelerated Instruction

3. Kualitas interaksi pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran

kooperatif tipe Think Pair Share.


7

D. Manfaat Penelitian
Sesuai dengan tujuan penelitian yang telah diuraikan di atas, maka hasil

penelitian ini diharapkan dapat:

1. Memberikan gambaran mengenai kemampuan komunikasi matematik

peserta didik pada materi pokok lingkaran dengan menggunakan model

pembelajaran kooperatif tipe Team Accelerated Instruction dan Think Pair

Share.

2. Bagi guru, memberikan masukan dalam proses pengembangan

pembelajaran matematika untuk meningkatkan kualitas pembelajaran

matematika dengan menerapkan kedua model pembelajaran ini.

3. Bagi sekolah, hasil penelitian ini dapat digunakan untuk referensi

perbandingan kemampuan komunikasi matematik peserta didik.

4. Memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk lebih aktif dan kreatif

dalam proses pembelajaran.

5. Bagi peneliti, merupakan pengalaman baru yang dapat dijadikan bahan

acuan mengajar dimasa yang akan datang.

E. Definisi Operasional
Guna menghindari salah penafsiran dalam penelitian ini, penulis

menjelaskan istilah-istilah yang digunakan dalam penelitian sebagai berikut.

1. Kemampuan Komunikasi Matematik

Kemampuan komunikasi matematik adalah kemampuan peserta

didik dalam menyampaikan peristiwa yang terjadi di kelasnya baik secara

lisan maupun tulisan. Kemampuan ini meliputi beberapa aspek yaitu: a)

Menghubungkan gambar ke dalam idea matematika b) Menjelaskan idea


8

dan relasi matematik secara tulisan, c) Menyatakan peristiwa sehari-hari

dalam bahasa atau simbol matematika, d) Membuat konjektur dan

menyusun argumen.

2. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Team Accelerated Instruction

Model pembelajaran kooperatif tipe Team Accelerated Instruction

(TAI) merupakan model pembelajaran yang membentuk kelompok kecil

yang terdiri dari 4-5 anggota yang telah ditentukan oleh guru secara

heterogen. Setelah pembentukan teams/kelompok peserta didik

melaksanakan tes penempatan dengan tujuan untuk mengetahui

kemampuan awal. Selanjutnya peserta didik mengerjakan tes unit 1 secara

individu, kemudian hasilnya diperiksa oleh teman satu tim nya. Setelah

peserta didik berhasil menyelesaikan tes unit 1 guru memberikan tes

formatif dan tes unit 2. Pada tahap belajar kelompok peserta didik

diberikan bahan ajar untuk didiskusikan dengan kelompoknya jika

diperlukan peserta didik dapat meminta bantuan guru. Penghargaan

(reaword) diberikan kepada kelompok yang lebih banyak menjawab soal-

soal dengan benar.

3. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Pair Share (TPS)

Model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share (TPS)

merupakan model pembelajaran berkelompok yang dibentuk oleh 4-6

orang siswa secara heterogen. Guru memberikan tugas kepada setiap

kelompok. Setiap peserta didik mengerjakan tugas tersebut secara sendiri-

sendiri terlebih dahulu. Kemudian kelompok membuat anggota-


9

anggotanya secara berpasangan. Setiap pasangan mendiskusikan hasil

pengerjaan individunya. Setelah itu guru meminta setiap pasangan utuk

menshare, menjelaskan atau menjabarkan hasil diskusinya.

4. Kualitas Interaksi Pembelajaran

Interaksi pembelajaran adalah suatu hubungan timbal balik antara

peserta didik dan guru yang berlangsung dalam suatu ikatan untuk tujuan

pendidikan dan pengajaran. Dengan adanya interaksi dalam pembelajaran

diharapkan peserta didik dapat berdiri sendiri dan menemukan jati dirinya

secara utuh. Indikator interaksi pembelajaran yang akan diteliti adalah

interaksi pada fase pendahuluan, inti dan penutup. Aspek yang diamati

dilihat dari aksi guru dalam menyampaikan pesan dan reaksi peserta didik.

Fase pendahuluan meliputi aksi guru dan reaksi peserta didik pada tahap

apersepsi dan motivasi. Fase kegiatan inti meliputi aksi reaksi pada tahap

eksplorasi, elaborasi dan konfirmasi. Fase penutup meliputi aksi dan reaksi

pada tahap refleksi, kesimpulan dan penugasan.

F. Kajian Pustaka

1. Kemampuan Komunikasi Matematik

Kemampuan komunikasi matematik dapat diartikan sebagai

suatu kemampuan peserta didik dalam menyampaikan sesuatu yang

diketahuinya melalui peristiwa dialog atau saling hubungan yang terjadi

di lingkungan kelas dimana terjadi pengalihan pesan. Pesan yang

dialihkan berisi tentang materi matematik yang dipelajari seperti

konsep, rumus, atau strategi penyusunan suatu pemecahan masalah


10

yang melambangkan makna dari serangkaian pernyataan yang akan

disampaikan serta memuat kesempatan peserta didik untuk

berkomunikasi dalam bentuk benda nyata, gambar, diagram atau ide-

ide matematik.

Menurut Ernest (D, Jarnawi Afgani, 2011:4.16) menyatakan:

Komunikasi dalam matematika dibedakan dalam dua jenis,


yakni komunikasi matematika non verbal dan komunikasi
matematika verbal. Komunikasi matematika non verbal
menekankan pada interaksi siswa dengan dunia kecil dan
penafsiran secara serentak terhadap interaksi lainnya, sedangkan
komunikasi matematika verbal menekankan interaksi lisan
antara satu sama lain atau interaksi dengan guru ketika
membangun tujuan pembelajaran.

Kedua jenis kemampuan komunikasi matematik di atas dapat

memberikan pengaruh terhadap keberhasilan proses kegiatan belajar

mengajar (KBM). Dengan adanya komunikasi matematik baik verbal

maupun non verbal peserta didik dapat mengungkapkan berbagai jenis

ide secara tulisan ataupun lisan, sehingga peserta didik mampu

mencapai tujuan pembelajaran.

Menurut Sumarmo, Utari (2014:199) Komunikasi matematik

merupakan komponen penting dalam belajar matematika, alat untuk

bertukar idea, dan mengklarifikasi pemahaman matematik. Dalam

komunikasi matematik siswa melaksanakan refleksi, diskusi, dan revisi

pemahaman matematikanya. Kemampuan komunikasi sangat

diperlukan ketika peserta didik berdiskusi, dimana dalam kegiatan

berdiskusi peserta didik diharapkan mampu menyatakan, menjelaskan,

menggambarkan, menanyakan dan bekerja sama sehingga dapat


11

membawa peserta didik pada pemahaman yang mendalam tentang

matematika.

Menurut Eliot dan Kenney, Eds, 1996, NCTM, 1989 (Sumarmo,

Utari, 2014:35) kemampuan komunikasi antara lain meliputi proses-

proses matematik berikut :

1) Menyatakan suatu situasi atau masalah matematik atau


kehidupan sehari-hari ke dalam bentuk gambar, diagram,
bahasa atau simbol matematik, atau model matematik.
2) Menjelaskan suatu idea matematik dengan gambar, ekspresi,
atau bahasa sendiri secara lisan atau tulisan.
3) Membuat suatu ceritera berdasarkan gambar, diagram, atau
model matematik yang diberikan.
4) Menyusun pertanyaan tentang konten matematik yang
diberikan.

Berdasarkan pendapat di atas, standar kemampuan komunikasi

matematik peserta didik menitik beratkan pada pentingnya dapat

berbicara, menulis, menggambarkan, dan menjelaskan konsep-konsep

matematika.

Kemampuan komunikasi matematik yang akan dikaji dalam

penelitian ini adalah kemampuan komunikasi matematik peserta didik

dalam bentuk tulisan dengan indikator: Menghubungkan gambar ke

dalam idea matematika; Menjelaskan relasi matematik secara tulisan;

Menyatakan peristiwa sehari-hari ke dalam simbol matematika;

Membuat konjektur. Sedangkan kemampuan komunikasi lisan hanya

disajikan sebagai informasi tambahan. Hal ini dikarenakan proses

komunikasi lisan dapat dilihat ketika berdiskusi.

2. Model Pembelajaran Kooperatif


12

Model pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran

yang melibatkan peserta didik untuk belajar dan bekerja dalam

kelompok-kelompok kecil secara kolaboratif untuk saling bekerja sama

dalam mempelajari materi pelajaran. Hal ini sejalan dengan pendapat

Jhonson & Jhonson (Isjoni, 2014:17) yang menyatakan Kooperatif

learning adalah mengelompokkan siswa di dalam kelas ke dalam

kelompok kecil agar siswa dapat bekerja sama dengan kemampuan

maksimal yang mereka miliki dan mempelajari satu sama lain dalam

kelompok tersebut. Slavin, Robert E.(Isjoni,2014:15) berpendapat

Pembelajaran kooperatif adalah suatu model pembelajaran dimana

sistem belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil yang

berjumlah 4-6 orang secara kolaboratif sehingga dapat merangsang

peserta didik lebih bergairah dalam belajar. Majid, Abdul (2014:174)

berpendapat pembelajaran kooperatif (cooperative learning)

merupakan bentuk pembelajaran dengan cara siswa belajar dan bekerja

dalam kelompok kecil yang bersifat heterogen.

Pembelajaran kooperatif menurut Ibrahim, Muslim,et.al.

(Suprijono, Agus 2014:65) memiliki langkah-langkah sebagai berikut:

Tabel 1
Sintak Model Pembelajaran Kooperatif

FASE-FASE PERILAKU GURU


Fase 1: Guru menyampaikan semua tujuan
Menyampaikan tujuan dan pembelajaran yang ingin dicapai pada
mempersiapkan peserta didik pelajaran tersebut dan memotivasi.
Fase 2: Guru menyampaikan informasi kepada
Menyajikan informasi peserta didik dengan jalan demonstrasi
atau lewat bacaan.
Fase 3: Guru menjelaskan kepada peserta didik
13

FASE-FASE PERILAKU GURU


Mengorganisasikan peserta didik bagaimana caranya membentuk
kedalam kelompok-kelompok kelompok belajar dan membantu setiap
belajar kelompok agar melakukan transisi
secara efisien.

Fase 4: Guru membimbing kelompok-


Membimbing kelompok belajar dan kelompok belajar pada saat mereka
bekerja mengerjakan tugas-tugas mereka

Fase 5: Guru mengevaluasi hasil belajar


Evaluasi tentang yang telah dipelajari atau
masing-masing kelompok
mempresentasikan hasil kerjanya
Fase 6 : Guru mencari cara-cara untuk
Memberikan penghargaan menghargai baik upaya maupun hasil
belajar individu dan kelompok
Sumber: Suprijono, Agus (2014:65)

3. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Team Accelerated Instruction

Kurniasih, Imas dan Berlin Sani (2014:97) menyatakan Model

pembelajaran kooperatif tipe Team Accelerated Instruction (TAI)

merupakan kombinasi antara pembelajaran kooperatif dengan

pembelajaran individual. Hal ini sejalan dengan Stove Parsons (Slavin,

Robert E, 2005:191) menyatakan Matematika (TAI) memberikan

kesempatan kepada para siswa untuk berkembang pada taraf pengajaran

yang sesuai dengan individual atau kelompok kecil.

Manfaat Team Accelerated Instruction (TAI) yang memenuhi

pembelajaran efektif menurut Huda, Miftahul (2014:200) adalah

sebagai berikut:

a. Meminimalisasi keterlibatan guru dalam pemeriksaan dan


pengelolaan rutin.
b. Melibatkan guru untuk mengajar kelompok-kelompok kecil
yang heterogen.
c. Memudahkan peserta didik untuk melaksanakannya karena
teknik operasional yang cukup sederhana.
14

d. Memotivasi peserta didik untuk mempelajari materi-materi yang


diberikan dengan cepat dan akurat, tanpa jalan pintas.
e. Memungkinkan peserta didik untuk bekerja dengan peserta
didik lain yang berbeda sehingga tercipta sikap positif diantara
mereka.
Dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Team

Accelerated Instruction (TAI) dalam pelajaran matematika peserta didik

yang bersangkutan dapat bekerja pada tingkat kemampuan mereka

sendiri dan meraih sukses.

Kurniasih, Imas dan Berlin Sani (2014:97) menyatakan:

Secara bertahap, peserta didik sebagai anggota kelompok diberi


soal-soal yang harus dikerjakan sendiri terlebih dahulu. Setelah
itu dilaksanakan penilaian bersama-sama dalam kelompok. Jika
soal tahap pertama telah diselesaikan dengan benar, setiap
peserta didik mengerjakan soal-soal berikutnya. Namun jika
seorang peserta didik belum dapat menyelesaikan soal tahap
pertama dengan benar, ia harus menyelesaikan soal lain pada
tahap yang sama. Setiap tahapan soal disusun berdasarkan
tingkat kesukaran soal.

Unsur-unsur program dalam pelaksanaan pembelajaran

kooperatif tipe Team Accelerated Instruction (TAI) menurut Slavin,

Robert E. (2005:195) adalah sebagai berikut:

1) Teams
Peserta didik dalam TAI dibagi ke dalam tim-tim yang
beranggotakan 4-5 orang.
2) Tes Penempatan
Peserta didik diberikan tes pra program dalam bidang operasi
matematika pada permulaan pelaksanaan program.
3) Materi-materi kurikulum
Perangkat pembelajaran yang terdiri dari bahan ajar
(panduan) dan soal-soal tes unit 1, tes formatif dan tes unit 2.
4) Belajar kelompok
a) Peserta didik membaca bahan ajar dan meminta teman
satu tim atau guru untuk membantu bila diperlukan.
b) Peserta didik mengerjakan tes unit 1 dengan
keterampilannya sendiri dan selanjutnya jawabannya
dicek oleh teman satu timnya. Jika ada jawaban yang
15

salah mereka harus mencoba mengerjakan kembali


sampai dapat menyelesaikannya dengan benar. Peserta
didik yang mengalami masalah seperti ini didorong
untuk meminta bantuan dari tim nya sebelum
meminta bantuan dari guru.
c) Peserta didik mengikuti tes formatif yang dikerjakan
secara individual. Apabila peserta didik telah berhasil
mengerjakan tes formatif, peserta didik tersebut
melanjutkan ke tes unit 2
d) Peserta didik menyelesaikan tes unit 2 yang
merupakan tes akhir untuk menentukan kriteria
penghargaan kelompok.
5) Kelompok pengajaran
6) Tes fakta
7) Skor tim dan rekognisi tim
8) Penghargaan kelompok dan refleksi

Dalam model pembelajaran kooperatif tipe Team Accelerated

Instruction (TAI) peserta didik mengumpulkan poin kemajuan

(perkembangan) untuk tim mereka. Skor tim ini dilihat berdasarkan

jumlah rata-rata unit yang diperoleh tiap anggota tim dan jumlah tes-tes

unit yang berhasil diselesaikan dengan akurat. Kriteria dibangun dari

kinerja tim. Kriteria yang tinggi ditetapkan bagi sebuah tim untuk

menjadi tim super, kriteria sedang untuk menjadi tim sangat baik, dan

kriteria minimum untuk menjadi tim baik.

4. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Pair Share

Think Pair Share (TPS) merupakan strategi pembelajaran yang

dikembangkan pertama kali oleh Profesor Frank Lyman di Universitas

of Maryland pada 1981. Model pembelajaran ini merupakan salah satu

model pembelajaran kooperatif sederhana. Teknik ini memberi

kesempatan pada peserta didik untuk bekerja sendiri serta bekerja sama

dengan orang lain.


16

Kurniasih, Imas dan Berlin Sani (2014:99) mengatakan:

Tipe model pembelajaran Think Pair Share memungkinkan


setiap anggota pasangan siswa untuk berkontemplasi terhadap
sebuah pertanyaan yang diajukan. Setelah diberikan waktu yang
cukup mereka selanjutnya diminta untuk mendiskusikan apa
yang telah mereka pikirkan tadi (hasil kontemplasi) dengan
pasangannya masing-masing. Setelah diskusi dengan pasangan
selesai, guru kemudian mengumpulkan tanggapan atau jawaban
atas pertanyaan yang telah diajukan.

Keunggulan model Think Pair Share yaitu dapat

mengoptimalisasi partisipasi peserta didik dan memberi kesempatan

pada peserta didik untuk dikenali dan menunjukan partisipasi mereka

kepada orang lain. Trianto (2012:81) menyatakan Semua diskusi

membutuhkan pengaturan untuk mengendalikan kelas secara

keseluruhan, dan prosedur yang digunakan dalam Think Pair Share

dapat memberi siswa lebih banyak waktu berpikir, untuk merespon dan

saling membantu.

Langkah-langkah Think Pair Share menurut Huda, Miftahul

(2014:207) adalah sebagai berikut:

a. Peserta didik ditempatkan dalam kelompok-kelompok. Setiap


kelompok terdiri dari 4 anggota.
b. Guru memberikan tugas pada setiap kelompok.
c. Masing-masing anggota memikirkan dan mengerjakan tugas
tersebut sendiri-sendiri terlebih dahulu.
d. Kelompok membentuk anggota-anggotanya secara
berpasangan. Setiap pasangan mendiskusikan hasil
pengerjaan individunya.
e. Kedua pasangan lalu bertemu kembali dalam kelompoknya
masing-masing untuk menshare hasil diskusinya.

Langkah langkah (fase) menurut Trianto (2012:81) adalah

sebagai berikut:
17

a. Berpikir (Thinking)
Guru mengajukan suatu pertanyaan atau masalah yang
dikaitkan dengan pelajaran, dan meminta peserta didik
menggunakan waktu beberapa menit untuk berpikir sendiri
jawaban atau masalah. Siswa membutuhkan penjelasan bahwa
berbicara atau mengerjakan bukan bagian berpikir.
b. Berpasangan (Pairing)
Selanjutnya guru meminta peserta didik untuk berpasangan
dan mendiskusikan apa yang telah mereka peroleh. Interaksi
selama waktu yang disediakan dapat menyatukan jawaban
jika suatu pertanyaan yang diajukan atau menyatukan gagasan
apabila suatu masalah khusus yang diidentifikasi. Secara
normal guru memberi waktu tidak lebih dari 4 atau 5 menit
untuk berpasangan.
c. Berbagi (Sharing)
Pada langkah akhir guru meminta pasangan-pasangan untuk
berbagi dengan keseluruhan kelas yang telah mereka
bicarakan. Hal ini efektif untuk berkeliling ruangan dari
pasangan ke pasangan dan melanjutkan sampai sekitar
sebagian mendapat kesempatan untuk melaporkan.

Secara garis besar tahap-tahap pelaksanaan pembelajaran

kooperatif Think Pair Share (TPS) pada penelitian ini adalah :

a. Guru menyampaikan inti materi dan kompetensi yang akan

dicapai; materi yang disampaikan guru melalui bahan ajar.

b. Siswa diminta berfikir tentang materi/permasalahan yang

disampaikan guru (problem); Guru memberikan LKPD.

c. Siswa diminta berpasangan dengan teman sebelahnya dan

mengutarakan hasil pemikirannya masing-masing (Think

Pair); Guru mengelompokan siswa secara berpasangan

heterogen berdasarkan kemampuan akademik untuk

membahas persoalan.
18

d. Presentasikan hasil kelompok (Share); Tiap kelompok

mengemukakan hasil diskusinya dan kelompok lainnya

menanggapi.

e. Guru menyampikan pokok permasalan yang telah dibahas

melalui bahan ajar dan LKPD agar tidak terjadi salah

pemahaman konsep.

f. Guru memberi kesimpulan; Guru membimbing siswa untuk

mengambil kesimpulan bersama.

g. Penutup; Guru memberikan tes individu kemudian membuat

skor perkembangan poin kemajuan dan memberikan

penghargaan kelompok.

5. Teori Belajar yang Mendukung Model Pembelajaran Kooperatif

Tipe Team Accelerated Instruction (TAI) dan Think Pair Share

(TPS)

a. Teori belajar Piaget


Teori belajar Piaget terkenal dengan teori perkembangan

mental manusia, yang dimaksud mental pada teorinya adalah

intelektual atau kognitifnya. Teorinya disebut teori belajar sebab

berkenaan dengan kesiapan anak untuk mampu belajar. Trianto

(2012:29) mengatakan:

Teori perkembangan Piaget mewakili kontruktivisme, yang


memandang perkembangan kognitif sebagai suatu proses di
mana anak secara aktif membangun sistem makna dan
pemahaman realitas melalui pengalaman-pengalaman dan
interaksi-interaksi mereka.
19

Menurut Piaget (Kurniasih, Imas dan Berlin Sani, 2014:31)

menyatakan Belajar berkaitan dengan pembentukan dan

perkembangan skema.
Piaget (Isjoni, 2014:37) menyatakan Kegiatan

pembelajaran harus melibatkan partisipasi peserta didik, sehingga

pengetahuan tidak hanya sekedar dipindahkan secara verbal tetapi

harus dikonstruksi dan direkonstruksi peserta didik.


Menurut Piaget (Trianto,2012:30) menyatakan

Perkembangan kognitif sebagian besar bergantung kepada

seberapa jauh anak aktif memanipulasi dan aktif berinteraksi

dengan lingkungannya. Pembelajaran kooperatif adalah sebuah

model pembelajaran aktif dan kreatif.


b. Teori Vygotsky

Pengertian pembelajaran menurut Vygotsky (Isjoni,

2012:39) mengatakan :

Pembelajaran merupakan suatu perkembangan pengertian.Ia


membedakan adanya dua pengertian yang spontan dan yang
ilmiah. Pengertian spontan adalah pengertian yang
didapatkan dan pengalaman anak sehari-hari.Pengertian
ilmiah adalah pengertian yang di dapat dari ruang kelas, atau
yang diperoleh dari pelajaran di sekolah.
Selanjutnya Vygotsky mengemukakan bahwa fungsi mental

yang lebih tinggi akan muncul dalam percakapan atau kerjasama

antara individu sebelum fungsi mental yang lebih tinggi itu terserap

oleh individu tersebut.


Teori Vygotsky (Isjoni, 2014:40) berpendapat ide penting

lain dari Vygotsky adalah scaffolding, yang berarti pemberian

sejumlah besar bantuan kepada peserta didik selama tahap-tahap


20

awal pembelajaran, kemudian memberi kesempatan peserta didik

untuk mengambil alih tanggung jawab sendiri, bantuan berupa

pentunjuk, peringatan, dorongan, menguraikan masalah serta

memberikan contoh ataupun hal-hal lain yang memungkinkan

peserta didik tumbuh mandiri..


Berdasarkan teori Vygotsky di atas, maka teori tersebut

mendukung pembelajaran kooperatif tipe Team Accelerated

Instruction dan Think Pair Share karena kedua model pembelajaran

ini lebih menekankan pada perlunya interaksi sosial dan kerjasama

dalam membagi ide atau gagasan.


c. Teori Ausubel
Teori ini terkenal dengan belajar bermaknanya dan

pentingnya pengulangan sebelum belajar dimulai. Isjoni (2014:35)

berpendapat Pembelajaran bermakna merupakan suatu proses

mengaitkan informasi baru pada konsep-konsep relevan yang

terdapat dalam struktur kognitif seseorang. Sedangkan menurut

Suparno (Isjoni,2014:35) pembelajaran bermakna adalah suatu

proses pembelajaran dimana informasi baru dihubungkan dengan

struktur pengertian yang sudah dipunyai seseorang yang sedang

dalam proses pembelajaran.


Ausubel (Trianto, 2012: 38) menyatakan Dalam membantu

peserta didik menanamkan pengetahuan baru dari suatu materi,

sangat diperlukan konsep-konsep awal yang sudah dimiliki siswa

yang berkaitan dengan konsep yang akan dipelajari.


Berdasarkan pendapat di atas, mengaitkan pengetahuan baru

dipelajari dengan pengetahuan yang telah dimiliki peserta didik


21

sebelumnya sangat mendukung terhadap pembelajaran kooperatif,

karena peserta didik dituntut untuk bersikap mandiri dalam

menggali pengetahuannya sendiri.

6. Kualitas Interaksi Pembelajaran

Pada hakikatnya, manusia adalah makhluk sosial dan individu.

Sebagai makhluk sosial, manusia senantiasa berinteraksi dan

berkomunikasi dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Djamarah,

Syaiful Bahri (2010:10) menyatakan Kecenderungan manusia untuk

berhubungan melahirkan komunikasi dua arah melalui bahasa yang

mengandung tindakan dan perbuatan.


Ada berbagai macam bentuk interaksi. Djamarah, Saiful Bahri

(2010:11) menyatakan:
Interaksi yang berlangsung di sekitar kehidupan manusia dapat
diubah menjadi interaksi yanng bernilai edukatif, yakni interaksi
yang dengan sadar meletakkan tujuan untuk mengubah tingkah
laku dan perbuatan seseorang. Interaksi yang bernilai
pendidikan ini dalam dunia pendidikan disebut sebagai interaksi
edukatif.

Pendapat tersebut didukung oleh A.M., Sardiman (2012:1) yang

menyatakan Dalam arti yang lebih spesifik, pada bidang pengajaran,

dikenal adanya istilah interaksi belajar mengajar, dengan kata lain apa

yang dinamakan interaksi edukatif secara khusus adalah sebagai

interaksi belajar mengajar. Masih dari sumber yang sama A.M.,

Sardiman (2012:207) berpendapat Sudah sewajarnya bahwa dalam

pergaulan antar individu di dalam kelas akan tercipta bentuk saling aksi

dan mereaksi yang disebut interaksi edukatif.


22

Berdasarkan beberapa pendapat diatas maka interaksi

pembelajaran diartikan sebagai aksi reaksi antara guru dan peserta didik

di dalam kegiatan belajar mengajar sebagai upaya mencapai tujuan

pembelajaran yang diharapkan. Djamarah, Syaiful Bahri (2010:16)

menjelaskan bahwa sebagai suatu sistem interaksi edukatif mengandung

sejumlah komponen yang meliputi tujuan, bahan pelajaran, kegiatan

belajar mengajar, metode, alat, sumber, dan evaluasi.


Interaksi pembelajaran tidak lepas dengan berlangsungnya

proses pembelajaran. A.M., Sardiman (2012:4) mengemukakan

Interaksi dalam proses belajar-mengajar adalah sebagai suatu proses

hubungan timbal-balik yang memiliki tujuan tertentu, yakni untuk

mendewasakan peserta didik agar nantinya dapat berdiri sendiri, dapat

menemukan jati dirinya secara utuh. Didukung oleh Djamarah, Syaiful

Bahri (2010:63) yang menyatakan Interaksi edukatif adalah sebuah

interaksi belajar mengajar yaitu suatu proses interaksi yang

menghimpun sejumlah nilai (norma) yang merupakan substansi, sebagai

medium antara guru dengan anak didik dalam rangka mencapai tujuan.
Memang bukan hal yang mudah untuk menciptakan interaksi

edukatif. Guru hanya mampu membangkitkan motivasi peserta didik

untuk belajar agar tercipta interaksi. Adapun ciri-ciri interaksi edukatif

menurut A.M., Sardiman (2012:13) yaitu sebagai berikut.


a Ada tujuan yang ingin dicapai,
b Ada bahan/pesan yang menjadi isi interaksi
c Ada pelajar yang aktif mengalami
d Ada guru yanng melaksanakan
e Ada metode untuk mencapai tujuan
f Ada situasi yang memungkinkan proses belajar mengajar
belajar dengan baik
23

g Ada penilaian terhadap hasil interaksi

Berdasarkan pendapat tersebut, Djamarah, Syaiful Bahri

(2010:62) menjelaskan bahwa dalam interaksi edukatif ada dua

kegiatan yaitu kegiatan guru dan kegiatan anak didik. Tugas guru tidak

hanya mengajar tetapi belajar memahami suasana psikologis anak didik

dan kondisi kelas.


Berdasarkan sistem analisis interaksi kategori Flanders,

Ruseffendi, E.T., (2006:595) berpendapat Sistemnya itu adalah suatu

cara mencatat dan menganalisis pertanyaan-pertanyaan guru dan

murid. Kategori dari Flanders (Ruseffendi,E.T., 2006:560) adalah

sebagai berikut.
1 Guru Berbicara
a Menjawab (respon)
1 Bersimpati
Guru bersimpati atau menunjukkan rasa simpati
terhadap sikap siswa; di sini termasuk pula
mengungkapkan atau memperkirakan sikap siswa.
Sikap siswa dapat positif dan negatif.
2 Memuji atau mendorong
Guru memuji atau mendorong siswa untuk berbuat;
guru mengangguk, menyilahkan, senda gurau (tanpa
merugikan siswa lain).
3 Menerima dan menggunakan pendapat siswa
Guru memperjelas dan mengembangkan ide yang
timbul dari siswa.
4 Mengajukan pertanyaan
Guru bertanya berdasarkan kepada apa yang telah guru
sampaikan dengan harapan siswa akan menjawabnya.
b Berinisiatif
5 Ceramah
Guru menyampaikan pendapatnya, menyampaikan
pengetahuan, menjelaskan atau menyebutkan pendapat
ahli/orang lain (selain siswa).
6 Pengarahan
Guru mengarahkan, menyuruh dan semacamnya
dengan harapan siswa akan mengiakannya.
24

7Mengeritik, membenarkan pendapat ahli, atau


menunjukkan adanya kekuasaan
Guru berusaha untuk meyakinkan siswa yang tidak
menerima suatu cara menjadi menerimanya,
meyakinkan mengapa ia (guru) berbuat demikian, atau
menegur siswa dengan keras.
2 Murid berbicara
a Menjawab(respons)
8 Menjawab
Murid berbicara sebagai jawaban terhadap guru;
mengemukankan pendapat sendiri masih dibatasi.
b Berinisiatif
9 Berinisiatif
Murid berbicara atas keinginan sendiri. Ia
mengemukakan ide atau pendapatnya, mengetengahkan
topik baru, menanyakan sesuatu yang masih
menganggu benaknya, atau menjelajahi perluasan topik
yang sedang dibahas.
3 Hening
10 Diam atau membingungkan
Keadaan diam atau keadaan yang membingungkan
pengamat.

Suardi, Edi (A.M., Sardiman, 2012:15) mengatakan ciri-ciri

interaksi belajar mengajar sebagai berikut:


1 Interaksi belajar mengajar memiliki tujuan, yakni untuk
membantu anak dalam suatu perkembangan tertentu
2 Ada suatu prosedur yang direncana, didesain untuk mencapai
tujuan
3 Interaksi belajar mengajar ditandai dengan suatu penggarapan
materi yang khusus
4 Ditandai dengan adanya aktifitas siswa
5 Dalam interaksi belajar mengajar, guru berperan sebagai
pembimbing
6 Di dalam interaksi belajar mengajar dibutuhkan disiplin
7 Ada batas waktu

Interaksi pembelajaran dimulai pada saat guru memasuki

ruangan kelas yaitu ketika guru mengucapkan salam. Interaksi tersebut

akan terus terjadi hingga pembelajaran selesai, karena guru tidak hanya

sebagai pembicara sehingga guru menjadi dominan dalam proses


25

pembelajaran. Tetapi guru sebagai fasilitator dan motivator mengajak

peserta didik untuk ikut berpartisipasi aktif dalam pembelajaran.


A.M., Sardiman (2012:207) berpendapat Besar kecilnya

variabel interaksi tergantung pada metode guru mengajar. Vrekuensi

interaksi merupakan vrekuensi pergantian aksi antara guru dan peserta

didik maupun antara peserta didik dengan peserta didik. Maka

keterampilan guru pada saat proses pembelajaran sangat berpengaruh

terhadap variasi interaksi yang terjadi. Djamarah, Syaiful Bahri

(2010:88) berpendapat Keterampilan proses adalah suatu pendekatan

dalam proses interaksi edukatif. Langkah-langkah pelaksanaan

keterampilan proses dalam interaksi edukatif menurut Djamarah,

Syaiful Bahri (2010:88) adalah sebagai berikut.


1 Pendahuluan
Menyiapkan fisik dan mental anak didik untuk menerima
bahan pelajaran baru dengan cara:
a Mengulang bahan pelajaran yang lalu yang mempunyai
hubungan dengan bahan yang akan diajarkan.
b Mengajukan pertanyaan yang umum yang sehubungan
bahan pelajaran baru untuk membangkitkan minat.
2 Pelaksanaan
Langkah ini merupakan inti dari tiga langkah pelaksanaan
proses interaksi edukatif dengan pendekatan keterampilan
proses. Kegiatan-kegiatan yang tergolong langkah ini
meliputi hal-hal berikut:
a Menjelaskan bahan pelajaran baru dibantu dengan
peragaan, unjuk laku (demonstrasi), gambar, model,
bagan, yang sesuai dengan keperluan. Tujuan kegiatan
ini adalah untuk mengembangkan kemampuan
mengamati dengan cepat, cermat, dan tepat.
b Merumuskan hasil pengamatan dengan merinci,
mengelompokan, atau mengklarisifikasikan materi
pelajaran yang diserap dari kegiatan pengamatan
terhadap bahan pelajaran tersebut.
c Mengelompokkan hasil pengelompokan itu dengan
menunjukkan sifat, hal, peristiwa, atau gejala yang
terkandung pada tiap-tiap kelompok.
26

d Meramalkan sebab akibat kejadian perihal atau


peristiwa lain yang mungkin terjadi diwaktu lain atau
mendapat suatu perlakuan yang berbeda.
e Menerapkan pengetahuan keterampilan, sikap yang
ditemukan atau diperoleh dari kegiatan sebelumnya
pada keadaan atau peristiwa yang baru atau berbeda.
f Merencanakan penelitian umpamanya mengadakan
percobaan sehubungan dengan masalah yang belum
terselesaikan.
g Mengkomunikasikanhasil kegiatan kepada orang lain
dengan diskusi, ceramah, mengarang,dsb.
3 Penutup
a Mengkaji ulang kegiatan yang telah dilaksanakan dan
merumuskan hasil yang diperoleh melalui kegiatan
tersebut.
b Mengadakan tes akhir
c Memberikan tugas-tugas lain.

Didasari oleh pendapat tersebut, maka interaksi pembelajaran pada

model kooperatif tipe Team Accelerated Instruction (TAI) dan Think

Pair Share (TPS) yang diteliti dilihat dari aksi guru menyampaikan

pesan dan reaksi peserta didik. Indikator interaksi yang akan diteliti

dalam pelaksanaan pembelajaran adalah interaksi pada fase

pendahuluan, inti dan penutup.

7. Perbandingan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Team


Accelerated Instruction (TAI) dengan Think Pair Share (TPS)
27

Perbandingan model pembelajaran kooperatif tipe Team

Accelerated Instruction (TAI) dengan Tipe Think Pair Share (TPS)

adalah sebagai berikut.


Tabel 2
Deskripsi Perbandingan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe
Team Accelerated Instruction dengan Think Pair Share

Aspek Team Accelerated Think Pair Share


Instruction (TAI) (TPS)
Struktur kelompok Terdiri dari 4-5 orang Terdiri dari 4 orang
yang bersifat heterogen yang bersifat heterogen
Tujuan Sosial Kerja kelompok dan Kerja kelompok
pengajaran individu
Peserta didik Peserta didik mampu
menyelesaikan tugas serta menjawab,
Tugas utama tes yang diberikan secara mendiskusikan dan
individu dan kelompok. menshare jawaban dari
pertanyaan yang
diajukan guru
Selain guru, anggota Penilaian jawaban
dalam kelompok TAI ikut lembar kerja peserta
Penilaian serta dalam memeriksa didik hanya dilakukan
jawaban pada latihan tes oleh guru.
unit 1
Dalam kelompok Peserta didik
heterogen, peserta didik mengerjakan soal
dituntut untuk secara individu
Perlakuan dalam mengerjakan soal secara kemudian
proses pembelajaran berurutan dan dikerjakan mendiskusikan dengan
secara individu pasngannya dan
menshare hasil diskusi
kepada kelompoknya.
Sumber: Huda, Miftahul (2014: 202 dan 207)

Dari perbedaan tersebut, dapat disimpulkan bahwa model

pembelajaran kooperatif tipe Team Accelerated Instruction (TAI) dan

Think Pair Share (TPS) memiliki kelebihan dan kekurangan

sebagaimana disajikan dalam Tabel 3


Tabel 3
Kelebihan Dan Kekurangan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe
Team Accelerated Instructions (TAI) dan Think Pair Share (TPS)

Aspek Team Accelerated Think Pair Share (TPS)


Instructions (TAI)
Kelebihan Peserta didik akan
termotivasi belajar
Memungkinkan
karena hasil belajar peserta didik untuk
28

Aspek Team Accelerated Think Pair Share (TPS)


Instructions (TAI)
dinilai secara teliti bekerja sendiri dan
dan tepat bekerja sama dengan
Peserta didik orang lain.
terbina kemampuan Mengoptimalkan
komunikasinya partisipasi siswa
Perilaku yang Memberi kesempatan
mengganggu dan peserta didik untuk
konflik antar menunjukan
pribadi akan partisipasi mereka
terkurangi melalui kepada orang lain
penanaman prinsip Meningkatkan
kerja kooperatif kemampuan
Program ini sangat menyimpan jangka
membantu siswa panjang dari isi
yang lemah dan materi pelajaran .
sekaligus
meningkatkan
prestasi belajar
siswa secara aktif
Diperlukan media Lebih sedikit ide
pembelajaran yang yang muncul
lengkap dan Banyak peserta didik
memadai yang tidak senang
apabila disuruh
bekerja sama dengan
Waktu yang lama yang lain.
untuk pembuatan
Kekurangan dan pengembangan
perangkat
pembelajaran
Diperlukan kinerja
kritis evaluatif dari
guru selama
Peserta didik
bekerja dalam
kelompok.
Sumber: : Huda, Miftahul (2014: 201-203 dan 206-208)

G. Penelitian yang Relevan

Penlitian tentang pembelajaran yang menggunakan model

pembelajaran kooperatif tipe Team Accelerated Instruction (TAI) dengan judul

Pengaruh Penggunaan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Team


29

Accelerated Instructions (TAI) Terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah

Matematik Peserta Didik dilaporkan oleh Novitawati, Riestha (2013),

penelitiannya dilakukan terhadap siswa kelas VIII SMP Negeri 6 Tasikmalaya

Tahun Ajaran 2012/ 2013. Dari hasil penelitian tersebut diperoleh kesimpulan

bahwa ada pengaruh positif penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe

Team Accelerated Instruction (TAI) Terhadap Kemampuan Pemecahan

Masalah Matematik Peserta Didik.

Penelitian yang dilakukan Subagiyana (2011) dengan judul

Peningkatan Kemampuan Pemahaman dan Komunikasi Matematis Siswa

Menggunakan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Team Assisted

Individualization (TAI) dengan Pendekatan Konstektual (study eksperimen

pada salah satu SMP di Kabupaten Kendal) diperoleh kesimpulan bahwa

peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa yang memperoleh

pembelajaran menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Team

Assisted Individualization (TAI) dengan pendekatan konstektual lebih baik

daripada peningkatan kemampuan komunikasi matematik peserta didik yang

memperoleh pembelajaran konvensional.

Penelitian yang dilakukan Pujiono dengan judul Pengaruh Penerapan

Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Pair Share (TPS) Terhadap

Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa (Kuasi Eksperimen di SMPN 3

Tangerang Selatan). Dari hasil penelitian tersebut diperoleh rata-rata

kemampuan komunikasi matematis siswa yang diajarkan dengan model

pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share lebih tinggi daripada rata-rata
30

kemampuan komunikasi matematis siswa yang diajarkan dengan pembelajaran

konvensional. Dengan demikian, terdapat pengaruh yang signifikan penerapan

model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share (TPS) terhadap

kemampuan komunikasi matematis siswa.

H. Kerangka Berpikir
Kualitas pendidikan masih menjadi suatu permasalahan yang mendasar di

negara ini. Permasalahan tersebut bersumber dari berbagai macam hal, salah

satunya yaitu permasalahan yang mengarah kepada cara/metode pengajaran

yang diberikan kepada peserta didik masih kurang tepat. Pembelajaran

matematika harus mampu mengembangkan daya matematik siswa untuk

membentuk cara berpikir matematik. Hal ini dikarenakan komunikasi

sangatlah penting dalam belajar matematika dan dalam menyelesaikan suatu

permasalah matematika, seperti penyelesaian soal cerita, cara menerapkan

rumus yang tepat, memahami soal serta memberikan alasan terhadap jawaban.

Salah satu upaya yang dilakukan untuk meningkatkan kemampuan

komunikasi dan interaksi pembelajaran matematik peserta didik yaitu melalui

penggunaan model pembelajaran kooperatif, karena pada model pembelajaran

kooperatif terjadi kerja sama antara peserta didik dalam kelompok.

KONDISI AWAL Kondisi Observasi Awal


1. Metode atau cara pengajaran
yang diberikan kepada guru
masih kurang tepat.
2. Kurangya keaktifan siswa dalam
pembelajaran.
3. Guru berperan lebih aktif
daripada siswa.

TINDAKAN Menggunakan model pembelajaran


Implementasi model kooperatif tipe TAI dn TPS pada
pembelajaran kelas eksperimen 1 dan kelas
kooperatif tipe TAI eeksperimen 2
dan TPS
31

1. Siswa dapat berkembang pada


taraf pengajaran yang sesuai
dengan individual atau kelompok
KUALITAS kecil
INTTERAKSI 2. Siswa dapat bekerja pada tingkat
PEMBELAJARAN kemampuan mereka sendiri dan
meraih sukses
3. Siswa mampu mengoptimalisasi
partisipasi peserta didik dan
memberi kesempatan pada
peserta didik untuk dikenali dan
menunjukan partisipasi mereka
kepada orang lain.

Gambar 1
Kerangka Berpikir

I. Hipotesis
Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini yaitu: Kemampuan

komunikasi matematik peserta didik yang menggunakan model pembelajaran

kooperatif tipe Team Accelerated Instruction lebih baik dari pada yang

menggunakan model Think Pair Share


J. Metode Penelitian dan Desain Penelitian
1 Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah

quasi eksperimen.

Penulis akan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe

Team Accelerated Instruction (TAI) sebagai perlakuan eksperimen 1 dan


32

model pembelajaran Think Pair Share (TPS) sebagai perlakuan

eksperimen 2.

2 Desain Penelitian
Desain penelitian merupakan rencana atau rancangan kegiatan

yang dibuat oleh penulis. Hal ini sejalan dengan pendapat Sukmadinata,

Nana Syaodih (2013:287), Desain penelitian adalah rancangan

bagaimana penelitian tersebut dilaksanakan. Sesuai dengan masalah

yang diteliti, maka untuk memudahkan dalam penelitian ini diperlukan

dua kelompok subjek penelitian yaitu kelompok yang menggunakan

model pembelajaran kooperatif tipe Team Accelerated Instruction (TAI),

dan kelompok yang menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe

Think Pair Share (TPS). Setelah selesai kegiatan belajar mengajar dalam

satu kompetensi dasar, kedua kelompok tersebut diberikan tes dengan

soal yang sama. Untuk lebih jelasnya, desain penelitian yang digunakan

menurut Ruseffendi, E.T. (2010:51) adalah sebagai berikut:

A X1 O
A X2 O
Keterangan :

A : Pemilihan sampel secara acak

X1 : Perlakuan dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif

tipe Team Accelerated Instruction (TAI)

X2 : Perlakuan dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif

tipe Think Pair Share (TPS)

O : Tes kemampuan komunikasi matematik

K. Instrumen Penelitian
33

Instrumen penelitian merupakan salah satu faktor yang menentukan

bermutu atau tidaknya penulisan yang dilakukan, karena instrumen

merupakan alat ukur yang digunakan penulis dalam melakukan penelitian.

Arikunto, Suharsimi (2013:203) berpendapat Instrumen penelitian adalah

alat atau fasilitas yang digunakan oleh peneliti dalam mengumpulkan data

agar pekerjaannya lebih mudah dan hasilnya lebih baik, dalam arti lebih

cermat, lengkap, dan sistematis sehingga lebih mudah diolah. Menurut

Sukmadinata, Nana Syaodih (2013:228) menyatakan Dalam penelitian

diperlukan instrumen-instrumen penelitian yang telah memenuhi

persyaratan tertentu.

1 Soal Tes Kemampuan Komunikasi Matematik

Instrumen yang akan digunakan adalah tes berupa soal tes

kemampuan komunikasi matematik berbentuk uraian sebanyak 4 soal

dengan skor maksimal 16. Instrumen ini disusun berdasarkan rumusan,

tujuan pembelajaran dan indikator kemampuan komunikasi matematik

berupa tes tertulis (postes). Berikut adalah kisi-kisi tes kemampuan

komunikasi matematik:

Tabel 4
Kisi-kisi Tes Kemampuan Komunikasi Matematik
Aspek yang diukur Nomor Soal Skor Soal
Peserta didik mampu menyatakan 1 4
situasi dan gambar ke dalam simbol
atau model matematika.

Peserta didik mampu menjelaskan 3 4


idea, situasi dan relasi pada
lingkaran secara tulisan.
34

Aspek yang diukur Nomor Soal Skor Soal


Peserta didik mampu menyatakan 2 4
peristiwa sehari-hari dalam bahasa
atau simbol matematika.

Peserta didik mampu membuat 4 4


konjektur dan menyusun argumen.

Sumber: diadaptasi dan disesuaikan dari Sumarmo, Utari (2014:5)

2 Lembar observasi

Sukmadinata, Nana Syaodih (2013:220) mengatakan Observasi

(observation) atau pengamatan merupakan suatu teknik atau cara

mengumpulkan data dengan jalan mengadakan pengamatan terhadap

kegiatan yang sedang berlangsung. Lembar observasi interaksi yang

akan dilaksanakan terdiri dari 14 item pernyataan.

Observasi dilakukan dengan mengamati interaksi proses

pembelajaran yang berlangsung. Indikator interaksi yang diamati

meliputi kegiatan pendahuluan, inti dan kegiatan penutup. Fase

pendahuluan meliputi aksi guru dan reaksi peserta didik pada tahap

apersepsi dan motivasi. Fase kegiatan inti meliputi aksi reaksi pada

tahap eksplorasi, elaborasi dan konfirmasi. Fase penutup meliputi aksi

dan reaksi pada tahap refleksi, kesimpulan dan penugasan. Jumlah item

interaksi pada kegiatan pendahuluan terdiri dari 3 item pernyataan,

interaksi kegiatan inti terdiri atas 8 item pernyataan dan interaksi

kegiatan penutup 3 item pernyataan.

Cara pengisian hasil observasi yang dibuat sebenarnya bisa diisi

secara bebas dalam bentuk uraian mengenai gejala yang tampak dari
35

perilaku yang diobservasi atau bisa juga dengan memberi tanda ceklis

( ) pada kolom jawaban hasil observasi jika pedoman observasiya

yang dibuat telah disajikan jawabannya. Berikut kisi-kisi lembar

observasi interaksi peserta didik pada model pembelajaran kooperatif

tipe Team Accelerated Instruction (TAI) dan model pembelajaran

kooperatif tipe Think Pair Share (TPS).

Tabel 5
Kisi-Kisi Lembar Observasi Interaksi Belajar Peserta Didik

Kategori Flanders No
Indikator
Guru Peserta Didik soal
Menjawab, diam atau 1
Pengarahan membingungkan

Pendahuluan Mengajukan Menjawab, berinisiatif, 2,3


pertanyaan diam atau
membingungkan

Inti Berinisiatif, diam atau 4


Pengarahan membingungkan

Mengajukan Menjawab, berinisiatif, 5


pertanyaan, diam atau
bersimpati, memuji membingungkan
atau mendorong,
menerima dan
menggunakan
pendapat siswa,
mengajukan
36

Kategori Flanders No
Indikator
Guru Peserta Didik soal
pertanyaan

Pengarahan, memuji Berinisiatif, diam atau


6
atau mendorong membingungkan
Pengarahan, Menjawab,diam atau 7,8
mengeritik, memuji membingungkan
atau mendorong,
menerima dan
menggunakan
pendapat siswa,
mengajukan
pertanyaan
Pengarahan, Berinisiatif, diam atau
bersimpati, memuji membingungkan
atau mendorong,
9,10
menerima dan
menggunakan
pendapat siswa
Pengarahan,
Berinisiatif, diam atau
mengeritik 11
membingungkan
Membenarkan Berinisiatif, diam atau
pendapat ahli, membingungkan
menerima dan
12
menggunakan
pendapat siswa
Penutup
Mengajukan Menjawab, berinisiatif,
pertanyaan diam atau 13
membingungkan
Pengarahan, Menjawab, berinisiatif,
mengajukan diam atau 14
pertanyaan membingungkan
Sumber: diadaptasi dan disesuaikan dari Ruseffendi,E.T., (2014:129)

Menurut Arikunto, Suharsimi (2013:211) Instrumen yang baik

harus memenuhi dua persyaratan penting yaitu valid dan reliabel.

Untuk mengetahui validitas dan reliabilitas instrumen maka perlu

diujicobakan terlebih dahulu. Kemudian hasilnya dianalisis untuk dapat


37

mengetahui validitas dan reliabilitas soal tersebut, pengujian yang

dilakukan adalah sebagai berikut:


a) Uji Validitas Butir Soal

Ar, Erman S., (2003:103) menyatakan Suatu alat evaluasi

disebut valid jika ia dapat mengevaluasi dengan tepat sesuatu yang

dievaluasi itu. Untuk mengetahui validitas tiap butir soal akan

digunakan korelasi produk momen memakai angka kasar (raw

score) yang dikemukakan oleh Ar, Erman S., (2003:120) yaitu:

x


y


2}
{N x 2

N xy ( x )( y)
r xy =

Keterangan:

rxy : Koefisien korelasi antara variabel X dengan variabel Y

X : Jumlah skor butir

Y : Jumlah skor total

N : Banyak subjek (test)/responden

Interpretasi mengenai nilai rxy dibagi kedalam beberapa

kriteria menurut Guilford (Ar, Erman S., 2003:113) adalah

sebagai berikut :

0, 90 r xy 1,00 korelasi sangat tinggi


0,70 r xy < 0,90 korelasi tinggi
0,40 r xy < 0,70 korelasi sedang
0,20 r xy < 0,40 korelasi rendah
38

r xy < 0,20 tidak valid

Setelah harga koefisien korelasi diperoleh, maka perlu

dilakukan uji signifikan untuk mengukur keberartian koefisien

korelasi. Uji keberartian digunakan dengan menggunakan statistik

uji t. Statistik uji t menggunakan rumus (Sudjana,2005:380)

sebagai berikut.

r n2
thitung = 1r 2

keterangan :

r = koefisien reliabilitas butir soal

n = banyaknya peserta tes (responden)

Hasil perolehan thitung kemudian dibandingkan dengan tdaftar

dengan taraf nyata = , dan dk = n-2. Kaidah keputusan : jika t hitung

> tdaftar berarti valid, sebaliknya jika thitung < tdaftar berarti tidak valid

atau tidak dapat digunakan. Untuk butir soal yang tidak valid, maka

butir soal diperbaiki atau dihilangkan.

Untuk menentukan derajat validitas alat evaluasi dapat

digunakan kriterium korelasi. Dalam hal ini nilai r xy diartikan

sebagai koefisien validitas, menurut Guilford (Ar, Erman S., 2003:

113) Sebagai berikut:

0, 90 r xy 1,00 validitas sangat tinggi (sangat baik)


0,70 r xy < 0,90 validitas tinggi (baik)
0,40 r xy < 0,70 validitas sedang (cukup)
0,20 r xy < 0,40 validitas rendah (kurang)
0,00 r xy < 0,20 validitas sangat rendah
r xy < 0,00 tidak valid
39

b) Uji Reliabilitas Soal

Ar, Erman S., (2003:131) menyatakan ... reliabilias suatu

alat ukur atau alat evaluasi dimaksudkan sebagai suatu alat yang

memberikan hasil yang tetap sama (konsisten, ajeg). Untuk

mengukur reliabilitas tes bentuk uraian digunakan rumus alpha.

Menurut Ar, Erman S., (2003:154) sebagai berikut.

[ ][
r 11 =
n
n1
s 2i
1 2
st ]
Keterangan:

r 11 = Reliabilitas instrumen

n = Banyaknya butir soal

s 2i = Jumlah varian butir

2
st = Varians skor total

Klasifikasi interpretasi derajat reliabilitas menurut Guilford,

J.P (Ar, Erman S., 2003: 139) adalah sebagai berikut :

r 11
< 0,20 derajat reliabilitas sangat rendah
r 11
0,20 < 0,40 derajat reliabilitas rendah
r 11
0,40 < 0,70 derajat reliabilitas sedang
r 11
0,70 < 0,90 derajat reliabilitas tinggi
r 11
0,90 1,00 derajat reliabilitas sangat tinggi
40

Kemudian hasil r11 dibandingkan dengan nilai rtabel dengan

taraf nyata = , dan dk = n-1. Menurut Riduwan (2013:118) kaidah

keputusan dengan membandingkan r11 dengan nilai rtabel adalah

sebagai berikut:

Kaidah keputusan : Jika r11 > rtabel adalah reliabel dan

r11 < rtabel adalah tidak reliabel

L. Prosedur Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan melalui tiga tahap kegiatan yaitu tahap

persiapan, tahap pelaksanaan dan tahap pengolahan data.

1 Tahap Persiapan

a Melakukan survei ke sekolah yang akan dijadikan tempat penelitian

b Konsultasi dengan kepala sekolah SMK Bhakti Kencana Ciamis

mengenai penelitian yang akan dilaksanakan.

c Konsultasi dengan guru pelajaran matematika tentang sampel

penelitian yaitu kelas yang akan digunakan penelitian.

2. Tahap Pelaksanaan

a Mengadakan uji instrumen di luar kelas populasi untuk mengetahui

validitas reliabilitas soal tes kemampuan komunikasi matematik.


b Mengelompokan peserta didik secara heterogen berdasarkan

kemampuan akademik peserta didik.


c Melaksanakan proses pembelajaran pada materi lingkaran dengan

menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Team

Accelerated Instriction (TAI) Pada kelas eksperimen 1 dan model

pembelajaran Think Pair Share (TPS) pada kelas eksperimen 2


d Melaksanakan tes (postes) pada kelas sampel.
41

e Mengumpulkan data hasil penelitian.


3 Tahap Pengolahan dan Analisis Data
a Pengolahan data dari hasil tes.
b Analisis statistik terhadap data hasil penelitian yang digunakan

untuk menguji hipotesis penelitian.


c Membuat kesimpulan akhir dari data yang diperoleh.
d Menyusun laporan hasil penelitian.
M. Teknik Pengumpulan dan Analisis Data

1 Teknik Pengumpuan Data

Teknik pengumpulan data sangat diperlukan dalam melaksanakan

penelitian dan pengumpulan data agar data yang diperoleh relevan dengan

tujuan dan pokok masalah. Untuk mengetahui kualitas interaksi

pembelajaran matematika peneliti melakukan observasi yang dibantu oleh

seorang observer. Dalam penelitian ini penulis menggunakan teknik

pengumpulan data sebagai berikut:

a Melaksanakan Tes Kemampuan Komunikasi Matematik

Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah dengan

mengadakan tes komunikasi matematik. Tes kemampuan komunikasi

matematik dalam penelitian ini merupakan tes tertulis yang

dilaksanakan satu kali setelah seluruh proses pembelajaran selesai. Tes

kemampuan komunikasi matematik ini bertujuan untuk memperoleh

gambaran mengenai kemampuan komunikasi matematik peserta didik

pada materi program linier.s

b Lembar Observasi

Peneliti menggunakan lembar observasi untuk mendapatkan

data tentang kualitas interaksi pembelajaran matematika yang


42

menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Team Accelerated

Instruction (TAI) dan Think Pair Share (TPS). Lembar observasi diisi

oleh observer yang mengamati interaksi selama proses pembelajaran

berlangsung. Dalam hal ini yang bertindak sebagai observer adalah

guru mata pelajaran matematika dari sekolah yang diteliti.

2 Tekhnik Analisis Data

a. Tes kemampuan Komunikasi Matematik

1 Statistik Deskriptif

Tujuan digunakan statistika deskriptif adalah untuk memberikan

gambaran yang jelas tentang data-data yang sudah terkumpul bagi

peneliti maupun orang lain yang ingin mengetahui. Langkah-langkah

yang dilakukan adalah:

a Mengumpulkan data skor tes kemampuan komunikasi matematik

peserta didik.
b Mengklasifikasikan data skor tes kemampuan komunikasi

matematik peserta didik kedalam interval penilaian skala 5 dengan

tabel konversi menurut Purwanto, M. Ngalim (2013:103) sebagai

berikut.
Tabel 6
Interval Penilaian Skala 5

Tingkat Nilai Huruf Bobot Predikat


Penguasaan
86% 100% A 4 Sangat Baik
76% 85% B 3 Baik
60% 75% C 2 Cukup
55% 59% D 1 Kurang
54% TL 0 Kurang sekali
Sumber: Purwanto, M. Ngalim (2013:103)
43

c Menentukan kriteria Ketuntasan Minimum (KKM) dari

presentase yang telah diklasifikasikan, yaitu 75%.

b. Uji Prasyarat Analisis

1) Menguji normalitas dari masing-masing kelompok dengan chi

kuadrat

Pasangan hipotesis :

H0 = sampel berasal dari populasi berdistribusi normal

H1 = sampel berasal dari populasi berdistribusi tidak normal

Rumus yang digunakan adalah :


k
( OiEi )2
x = 2 Ei
i=1

Keterangan :

Oi = Frekuensi pengamatan

Ei = Frekuensi yang diharapkan


2
Kriteria pengujian adalah tolak H0 jiak x hitung <

x(12 )(dk ) dengan taraf nyata pengujian dan dk = k-3 dalam hal

lainnya H0 diterima.

a Menguji Homogenitas varians dengan mencari nilai F.


Uji homogenitas menurut Sudjana (2005:261) adalah sebagai

berikut:
2 2
Pasangan hipotesis homogenitas : H0 : 1 = 2
44

2 2
H1 : 1 2

Keterangan:

H0 = Kedua kelompok data variansinya homogen

H1 = Kedua kelompok data variansinya tidak homogen

21 = parameter variansi kelompok pertama

2
2 = parameter variansi kelompok kedua

Statistik yang digunakan adalah:

Vb
F
Vk

Keterangan:

Vb = varians besar

Vk = varians kecil

Kriteria pengujian adalah: tolak H0 jika Fhitung >

F (n 1,n
vb vk 1)
dengan taraf nyata pengujian, artinya

variansi kedua populasi tidak homogen. Dalam hal lainnya

H0 diterima.

a Jika distribusi normal, dilanjut dengan menghitung

kesamaan dua rata-rata kedua kelompok dengan

menggunakan uji t.
b Jika distribusinya tidak normal maka pengujian

hipotesisnya menggunakan Man Whitney.


45

c Jika kedua kelompok sampel berdistribusi normal tetapi

varians bi tidak homogen, maka pengujian hipotesis

menggunakan uji t.
c. Uji Hipotesis Menggunakn Uji Perbedaan Dua Rata-Rata
Menurut Somantri, Ating dan Sambas Ali Muhidin (2006:172)

rumus pengujian dua sampel bebas dan kedua variansi populasinya

tidak diketahui tetapi diasumsikan sama adalah sebagai berikut:


x y
0:
Pasangan hipotesis: H
x y
H1:

Keterangan:

x = Parameter rerata kelompok eksperimen 1

y = Parameter rerata kelompok eksperimen 2

Hipotesis yang diajukan:

H0 = Kemampuan komunikasi matematik peserta didik yang

menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Team

Accelerated Instruction tidak lebih baik atau sama dengan

yang menggunakan model Think Pair Share

H1 = Kemampuan komunikasi matematik peserta didik yang

menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Team

Accelerated Instruction lebih baik daripada yang

menggunakan model Think Pair Share.

Rumus yang digunakan untuk uji statistiknya adalah:


46

x y
t=

s2x y
( 1 1
+
nx n y )
2
Untuk mencari nilai s x y dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

2 ( xx )2 + ( y y )2
s x y =
n x + n y 2

Dengan : ( xx )2=s x 2( n x1)


2 2
( y y ) =s y (n y 1)

Keterangan:

x = rerata sampel kelas eksperimen1

y = rerata sampel kelas eksperimen 2

n x = ukuran sampel kelas eksperimen1

ny = ukuran sampel kelas eksperimen 2

sx = deviasi baku sampel kelas eksperimen1

sy = deviasi baku sampel kelas eksperimen 2

t ( 1 )(db)
Kriteria pengujian adalah: tolak H0 jika thitung dengan

=1% taraf nyata pengujian dalam hal lainnya H1 di terima artinya

kemampuan komunikasi matematik peserta didik yang menggunakan


47

model pembelajaran kooperatif tipe Team Accelerated Instruction lebih

baik daripada yang menggunakan model Think Pair Share.

1 Analisis Kualitas Interaksi


Analisis lembar observasi kualitas interaksi pembelajaran

diperoleh dari skor total atau skor akhir hasil observasi. Selanjutnya

skor total tersebut disesuaikan dengan kriteria kualitas interaksi.

Cara menghitung skor akhir menurut Djamarah, Syaiful Bahri

(2010:426) adalah sebagai berikut:


X
SA = N x 100%

Keterangan :
SA = Skor Akhir
X = Jumlah keseluruhan skor yang diperoleh
N = Jumlah skor keseluruhan maksimal
Hasil perhitungan skor akhir kualitas interaksi pembelajaran

kemudian diinterpretasikan dengan menggunakan kriteria sebagai

berikut.
Tabel 7
Kriteria Kualitas Interaksi

Skor Akhir Kriteria


x < 20% Sangat tidak baik
20% x < 40% Kurang baik
40% x < 60% Cukup
60% x < 80% Baik
x 80% Sangat Baik
Sumber: Riduwan (2013:95)

Selain menentukan kategori interval interaksi, keberhasilan

proses lnteraksi menurut Djamarah, Syaiful Bahri (2010:97) dibagi

atas beberapa tingkatan, yaitu:


a Istimewa/maksimal : Apabila seluruh bahan pelajaran
dapat dikuasai oleh anak didik.
48

b Baik sekali/optimal : Apabila sebagian besar (76%


sampai dengan 99%) bahan pelajaran dapat dikuasai oleh
anak didik.
c Baik/minimal : Apabila bahan pelajaran dikuasai anak
didik hannya 66% sampai dengan 75% saja.
d Kurang : Apabila bahan pelajaran dikuasai anak didik
kurang dari 60%.

N. Jadwal Penelitian

Tabel 13
Perencanaan Penelitian

Jan Feb Mar Apr


No Jenis kegiatan
17 17 17 17
1 Mengajukan
masalah dan
judul
2 Menyusun
proposal
3 Seminar
proposal
4 Persiapan
Penelitian
5 Pelaksanaan
Penelitian
6 Pengumpulan
data
7 Pengolahan data
8 Penyusunan
Skripsi

DAFTAR PUSTAKA

Ar, Erman S. (2003). Evaluasi Pembelajaran Matematika. Bandung : Universitas


Pendidikan Indonesia.
49

Arikunto, Suharsimi. (2013). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik.


Jakarta : Rineka Cipta.

Azizah, Siti Maryam Noer. (2011). Pengaruh Penerapan Model Pembelajaran


Kooperatif Tipe Think Pair Share (TPS) Terhadap Kemampuan
Komunikasi Matematis Siswa (Kuasi Eksperimen di SMPN 3 Tangerang
Selatan. http://repository.uinjkt.ac.id/dspace/handle/123456789/3952.
Diakses: 2 Januari 2017.

A.M, Sardiman. (2012). Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar.Jakarta :PT.


Raja Grafindo Parsada.

D, Jarnawi Afgani. (2011). Analisis Kurikulum Matematika. Jakarta: Universitas


Terbuka.PT Rineka Cipta.

Djamarah, Syaiful Bahri. (2010). Guru dan Anak Didik Dalam Interaksi Edukatif.
Jakarta : PT Rineka Cipta.

Huda, Miftahul (2014). Model-Model Pengajaran dan Pembelajaran.


Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

Herlina, Melly. (2012). Peningkatan Kemampuan Komunikasi Matematik Peserta


Didik Sekolah Menengah Pertama Melalui Model Pembelajaran
Kontruktivisme.(Penelitian Terhadap Peserta Didik Kelas VIII SMP Negeri
3 Ciamis Tahun Pelajaran 2011/2012). Skripsi FKIP Universitas Siliwangi.
Tasikmalaya. Tidak diterbitkan.

Iriantara, Yosal. (2014). Komunikasi Pembelajaran Interaksi Komunikatif dan


Edukatif di Dalam Kelas.Bandung: Simbiosa Rekatama Media.

Isjoni. (2014). Cooperatif Learning. Bandung : Alfabeta


Kurniasih, Imas dan Berlin Sani. (2014). Sukses Mengimplementasikan
Kurikulum 2013. Memahami Berbagai Aspek dalam Kurukulum 2013.
Kata Pena.

Lestari, Eva Wangi. (2010). Perbandingan Kemampuan Komunikasi Matematik


Siswa Antara yang Menggunakan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe
Numbered Head Together dengan Think Pair Share. (Penelitian Terhadap
Peserta Didik Kelas VII MTs Negeri Cilendek tahun ajaran 2009/2010).
Skripsi FKIP Universitas Siliwangi. Tasikmalaya. Tidak diterbitkan.

Riduwan. (2013). Belajar Mudah Penelitian. Bandung: Alfabeta.

Ruseffendi, E.T. (2010). Dasar-dasar Penelitian Pendidikan dan Bidang Non


Eksakta Lainnya. Bandung : Tarsito.
50

Ruseffendi, E.T. (2006). Pengantar Kepada Membantu Guru Mengembangkan


Kompetensi dalam Pengajaran Matematika untuk Meningkatkan CBSA.
Bandung : Tarsito.

Sanjaya, Wina. (2010). Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses


Pendidikan. Jakarta:Kencana.

Slavin, Robert E. Terjemahan Narulita Yusran (2005). Cooperative Learning.


Bandung : Nusa Media.

Sukmadinata, Nana Syaodih. (2013) Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: PT


Remaja Rosdakarya.

Suprijono Agus. (2014). Cooperative Learning. Yogyakarta: Pustaka Pelajar


Somantri, Ating dan Sambas. A. Muhidin. (2006). Aplikasi Statistika dalam
Penelitian. Bandung: Pustaka Setia Bandung.

Sumarmo, Utari.(2014). Berpikir dan Disposisi matematik serta


pembelajarannya. Bandung: FPMIPA UPI.

Trianto. (2012).Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif. Jakarta: PT


Fajar Interpratama Mandiri

LEMBAR OBSERVASI KUALITAS INTERAKSI DALAM PROSES


BELAJAR MENGAJAR MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN
KOOPERATIF TIPE TEAM ACCELERATED INSTRUCTION

Pertemuan ke :
51

Kelas/Sekolah :
Jumlah Siswa :
Sub Pokok Bahasan : ........................................................
Observer :
Petunjuk:
Berilah skor pada butir-butir aspek interaksi proses belajar mengajar dengan cara
menceklis pada kolom interval skor (1,2,3,4,5) sesuai dengan kriteria sebagai
berikut:
1 = Sangat Tidak Baik (STB)
2 = Kurang Baik (KB)
3 = Cukup Baik (CB)
4 = Baik (B), dan
5 = Sangat Baik (SB)

Aspek Interaksi Proses Belajar Interval Skor Catatan


No
Mengajar 1 2 3 4 5
Pendahuluan
1. Peserta didik merespon apersepsi
guru untuk mengingat kembali
materi sebelumnya
2. peserta didik menyimak motivasi
yang dismapaikan guru
3 Peserta didik menyimak pengarahan
guru mengenai langkah-langkah
pembelajaran yang akan digunakan
Kegiatan Inti
4. Peserta didik mengutarakan
pengetahuan yang dimilikinya
mengenai materi yang akan dipelajari
dibantu dengan bimbingan guru
5 Peserta didik mengerjakan tes
penempatan secara individu dan
saling menukar jawaban untuk
diperiksa
6 Peserta didik dikelompokan secara
heterogen
7. Peserta didik dengan seksama
mendiskusikan bahan ajar
8. Perwakilan kelompok
mempresentasikan hasil diskusi
bahan ajar, peserta didik yang
52

Aspek Interaksi Proses Belajar Interval Skor Catatan


No
Mengajar 1 2 3 4 5
lainnya memperhatikan dan
menanggapi
9 Peserta didik mengerjakan tes unit
dan saling menukar jawaban untuk
diperiksa
Peserta didik mengerjakan tes
10 formatif secara individu terlebih
dahulu
11 peserta didik bertanya kepada guru
mengenai konsep yang belim
difahami, kemudian guru
menjelaskannya
12 Peserta didik mengerjakan tes fakta
secara individu
Penutup
13 Peserta didik melakukan refleksi
untuk pembelajaran matematika pada
hari ini
14 Peserta didik dengan bimbingan guru
membuat kesimpulan pembelajaran
15 Peserta didik antusias ketika guru
memberikan tugas individu yang
berkaitan dengan materi yang telah
dipelajari dan tugas baca mengenai
materi yang akan dipelajari pada
pertemuan selanjutnya

LEMBAR OBSERVASI INTERAKSI DALAM PROSES BELAJAR


MENGAJAR MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN
KOOPERATIF TIPE THINK PAIR SHARE

Pertemuan ke :
Kelas/Sekolah :
Jumlah Siswa :
Sub Pokok Bahasan : .........................................................
Observer :
Petunjuk:
53

Berilah skor pada butir-butir aspek interaksi proses belajar mengajar dengan cara
menceklis pada kolom interval skor (1,2,3,4,5) sesuai dengan kriteria sebagai
berikut:
1 = Sangat Tidak Baik (STB)
2 = Kurang Baik (KB)
3 = Cukup Baik (CB)
4 = Baik (B), dan
5 = Sangat Baik (SB)

Aspek Interaksi Proses Belajar Interval Skor Catatan


No
Mengajar 1 2 3 4 5
Pendahuluan
1. Peserta didik merespon apersepsi
guru untuk mengingat kembali
materi sebelumnya
2. Peserta didik menyimak motivasi
yang dismapaikan guru
3 Peserta didik menyimak pengarahan
guru mengenai langkah-langkah
pembelajaran yang akan digunakan

Kegiatan Inti
4. Peserta didik mengutarakan
pengetahuan yang dimilikinya
mengenai materi yang akan
dipelajari dibantu dengan
bimbingan guru
5. Peserta didik dikelompokan secara
heterogen
6. Peserta didik dengan seksama
mendiskusikan bahan ajar yang
diberikan guru
7. Perwakilan kelompok
mempresentasikan hasil diskusi
bahan ajar, peserta didik yang
lainnya memperhatikan dan
menanggapi
8. Peserta didik mendiskusikan
jawaban LKPD yang diberikan guru
dengan pasangannya.
9. Peserta didik menyampaikan
jawaban LKPD yang telah
didiskusikan dengan pasangannya
54

Aspek Interaksi Proses Belajar Interval Skor Catatan


No
Mengajar 1 2 3 4 5
kepada anggota kelompok yang lain
dalam kelompoknya
10 Perwakilan kelompok
mempresentasikan LKPD yang
telah didiskusikan dengan
kelompoknya, guru dan peserta
didik yang lainnya menyimak dan
menanggapi
11 Peserta didik mengajukan
pertanyaan kepada kelompok yang
mempresentasikan hasil diskusinya
jika ada hal yang tidak dimengerti
12 Peserta didik dengan seksama
mengerjakan tes individu dan guru
mengawasi peserta didi untuk tidak
bekerjasama

Penutup
13 Guru dan peserta didik melakukan
refleksi untuk pembelajaran
matematika pada hari ini
14 Peserta didik dengan bimbingan
guru membuat kesimpulan
pembelajaran
15 Peserta didik antusias ketika guru
memberikan tugas individu yang
berkaitan dengan materi yang telah
dipelajari dan tugas baca mengenai
materi yang akan dipelajari pada
pertemuan selanjutnya

Anda mungkin juga menyukai