disusun oleh
Stephanie Pangestian
Pembimbing
dr. Ganis Tjahyono, Sp. P.
TINJAUAN PUSTAKA
Di Amerika, kasus kunjungan pasien PPOK di instalasi gawat darurat mencapai angka
1,5 juta, 726.000 memerlukan perawatan di rumah sakit dan 119.000 meninggal selama tahun
2000. Sebagai penyebab kematian, PPOKmenduduki peringkat ke-4 setelah penyakit jantung,
kanker dan penyakit serebrovascular.Biaya yang dikeluarkan untuk penyakit ini mencapai
$24 milyar per tahunnya. WHO memperkirakan bahwa menjelang tahun 2020 prevalensi
PPOK akan meningkat. Akibat sebagai penyebab penyakit tersering peringkatnya akan
meningkat dari ke duabelas menjadi ke lima dan sebagai penyebab kematian akan meningkat
dari ke enam menjadi ke tiga. Berdasarkan survei kesehatan rumah tangga DepKesRI tahun
1992, PPOK bersama asma bronkial menduduki peringkat ke-6.Merokok merupakan faktor
risiko terpenting penyebab PPOK di samping faktor risiko lainnya seperti polusi udara, faktor
genetik dan lain-lainnya.
2.1.3. Etiologi
Banyak hal yang dapat menjadi penyebab penyakit paru obstruktif kronis, antara lain:
1. Merokok
Penelitian menyebutkan bahwa kebiasaan merokok merupakan penyebab terbanyak
terjadinya PPOK.Kejadian PPOK karena merokok mencapai 90% kasus. Merokok sigaret
mempengaruhi makrofag untuk melepaskan faktor kemotaktik dan elastase, yang akan
menyebabkan kerusakan jaringan. Secara signifikan, PPOK berkembang pada 15%
perokok sigaret, walaupun jumlah ini pasti bukan nilai sebenarnya.Usia memulai merokok,
jumlah bungkus pertahun, dan status merokok saat ini memprediksi mortalitas. 6
Orang yang merokok mengalami penurunan FEV1 secara fisiologis normal.
Penurunan FEV1diperkirakan sekitar 20-30 ml/tahun, tetapi pada pasien PPOK biasanya
menurun 60 ml/tahun atau lebih besar. Sebuah studi menyimpulkan bahwa gangguan
fungsi paru dan perubahan struktural paru sudah muncul pada perokok sebelum tanda
klinis obstruksi muncul.6
2. Faktor Lingkungan
PPOK juga dapat terjadi pada individu yang tidak pernah merokok.Walaupun peran
polusi udara sebagai etiologi PPOK tidak jelas, efeknya lebih kecil bila dibandingkan
dengan merokok. Pada negara berkembang, penggunaan bahan bakar biomass serta
memasak dan memanaskan dalam ruangan kemungkinan juga menjadi penyumbang
terbesar dalam prevalensi PPOK.6
5. Sindroma Imunodefisiensi
Infeksi Human immunodeficiency virus (HIV) merupakan faktor resiko untuk
PPOK, bahkan setelah mengontrol variabel pengganggu seperti merokok, obat IV, ras dan
usia. Pada pasien defisiensi autoimun dan infeksi Pneumocystis carinii terjadi kerusakan
paru yang kortikal dan apikal.6
2.1.4. Patogenesis
PPOK dapat terjadi karena berbagai mekanisme patogenesis. Patogenesis terjadinya
PPOK diantaranya adalah:
1. Hipotesis Proteinase-antiproteinase
Hipotesisproteinase-antiproteinase didasarkan pada asumsi bahwa kerusakan
jaringan dan emfisema terjadi karena ketidakseimbangan proteinase dan inhibitornya.Telah
dinyatakan bahwa ada peningkatan kuantitas enzim pendegradasi elastik dibandingkan
inhibitornya pada emfisema. Konsep ini diusulkan untuk emfisema yang digambarkan
dengan defisienasi AAT.8 Pasien dengan defisiensi AAT mengalami mutasi pada gen AAT.
Mutasi Z adalah mutasi paling umum dan mutasi ini menggangu sekresi protein dari
hepatosit. Hasilnya ditandai dengan penuruan level penghambat serin protease di sirkulasi.
Dilaporkan bahwa PiZ-1 AT cenderung mengalami polimerisasi yang dapat menghambat
sekresi hepatik, menggangu inhibisi elastase netrofil dan menyebabkan
inflamasi.9Matrixmetalloproteinases (MMP) memiliki kemampuan untuk membelah
protein struktural seperti kolagen dan elastin, sehingga berperan dalam patogenesis PPOK.
Peningkatan banyak Matrix Metalloprotein dilaporkan pada emfisema karena rokok dan 3
MMP (MMP-2, -9, dan 12) mendegradasi elastin Protease lain yang berperan penting
dalam patogenesis PPOK adalah cathapsins S, L (dalam makrofag), dan G, serta
proteinase-3 (dalamnetrofil).9
2. Mekanisme Imunologis
PPOK berhubungan dengan respon inflamasi paru yang abnormal terhadap partikel
atau gas berbahaya, terutama rokok.1.Pasien dengan PPOK dilaporkan mengalami
peningkatan netrofil di sputum, jaringan paru dan bronchoalveolar lavage (BAL) dan
neutrofil berperan penting dalam patogensis PPOK. Level serum immunoglobulin free
light chains (IgLC) meningkat pada PPOK karena rokok.IgLC mengikat netrofil dan
cross-linking IgLC pada netrofil menghasilkan peningkatan produksi IL8yang merupakan
atraktan selektif untuk netrofil.Sel B juga meningkat pada pasien PPOK dan sel ini
memproduksi IgCL, selain memproduksi IgG dan IgA. Level serum IgE juga meningkat
dan berhubungan dengan merokok.9
3. Keseimbangan Oksidan-antioksidan
Stress oksidatif dapat menggangu vasodilatasi dan pertumbuhan sel endotel. 9 Ketika
oksidan melebihi antioksidan paru; modifikasi protein, lemak, karbohidrat, dan DNA
terjadi dan menghasilkan kerusakan jaringan. Oksidan tersebut dapat memodifikasi elastin,
sehingga lebih rentan terhadap pembelahan proteolitik. Merokok dapat menginaktivasi
histone deacetylase (HDAC2) dan menyebabkan transkripsi kemokin/sitokin netrofil
(TNF- dan IL-8) dan MMP sehingga terjadi degradasi matriks yang mendukung
terbentuknya emfisema.9
4. Inflamasi Sistemik
PPOK juga memiliki manifestasi ekstrapulmomal.Dinyatakan bahwa inflamasi
pulmonal persisten dapat menyebabkan pelepasan kemokin dan sitokin proinflamasi ke
sirkulasi. Mediator ini dapat menstimulasi liver, jaringan adiposa dan sumsum tulang untuk
melepaskan sejumlah leukosit, CRP, interleukin (IL)-6, IL-8, fibrinogen dan TNF- ke
sirkulasi dan menyebabkan inflamasi sistemik .10 Inflamasi sistemik dapat memulai atau
memperburuk penyakit komorbid, seperti penyakit jantung iskemik, osteoporosis, anemia
normositik, kanker paru, depresi, dan lain-lain.9
5. Apoptosis
Studi terbaru menyatakan bahwa apoptosis terlibat dalam perkembangan PPOK dan
telah ditunjukkan adanya peningkatan apoptosis epitel alveolar dan sel endotel di paru
pasien PPOK.Karena tidak diimbangi dengan peningkatan proliferasi protein struktural,
maka hal ini akan berakhir dengan kerusakan jaringan paru dan emfisema.9
3. Hipersekresi Mukus
Hipersekresi mukus adalah abnormalitas fisiologis pertama pada PPOK.awalnya
adalah stimulasi sekresi dari kelenjar mukus yang membesar. Lama-kelaman hipersekresi
mukus terjadi karena metaplasia epitel skuamosa.Hipersekresi mukus ini menghasilkan
batuk produktif yang kronis. Pasien dengan hipersekresi mukus adalah bila terjadi
peningkatan jumlah sel goblet dan pembesaran kelenjar submukosa.11
4. Hipertensi Pulmonal
Terjadi pada kasus PPOK yang sudah lama, biasanya setelah terjadi abnormalitas
pertukaran gas.Faktor yang berkontribusi menyebabkan hipertensi pulmonal pada PPOK
termasuk vasokonstriksi, disfungsi endotel, dan remodelling arteri pulmonal. Kombinasi
ini mungkin suatu saat menyebabkan pembesaran ventrikel jantung kanan.11 Ada respon
inflamasi pada pembuluh darah yang sama dengan yang terjadi pada saluran napas.
Emfisema dan hilangnya capillary bed juga berkontribusi terjadinya peningkatan tekanan
di sirkulasi pulmonal.1
5. Gambaran Sistemik
Keterbatasan aliran udara dan khususnya hiperinflasi mempengaruhi fungsi jantung
dan pertukaran gas (Barr et al., 2010). Mediator inflamasi ke sirkulasi mungkin
berkontribusi pada penurunan massa otot skeletal dan kaheksia, dan mungkin memulai atau
memperburuk penyakit komorbid seperti penyakit jantung iskemik, gagal jantung,
osteoporosis, anemia normositik, diabetes, sindroma metabolik, dan depresi (GOLD, 2013).
Efek sistemik ini berkontribusi pada pembatasan kapasitas aktivitas pada pasien dan
memperburuk prognosis, tidak bergantung pada fungsi paru mereka (Postmadan Boezen,
2006).
2.1.7. Diagnosis
Dalam mendiagnosis PPOK sama seperti mendiagnosis penyakit lain, yaitu
anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Diagnosis klinis PPOK harus
dipertimbangkan pada pasien yang mengalami dispneu, batuk kronis atau produksi sputum
berlebihan, dan riwayat terpajan faktor resiko penyakit.Nilai spirometri dibutuhkan untuk
membuat diagnosis dalam konteks klinis. Adanya nilai FEV1/FVC postbronkodilator <0.70
memastikan adanya pembatasan aliran udara yang persisten dan merupakan PPOK.1
1.Anamnesis
Pada anamnesis ditanyakan beberapa hal untuk melihat adanya riwayat medis pasien yang
berhubungan dengan PPOK, yaitu:
a. Pajanan terhadap faktor resiko, seperti asap rokok, pajanan di pekerjaan atau
lingkungan.
b. Riwayat medis terdahulu, termasuk asma, alergi, sinusitis, atau polip nasal; infeksi
respirasi saat anak-anak dan penyakit pernapasan lainnya.
c. Riwayat PPOK pada keluarga atau penyakit pernapasan kronis lainnya.
d. Pola perkembangan gejala: PPOK biasanya berkembang pada usia dewasa dan
kebanyakan pasien sadar akan peningkatan kesulitan bernapas dan beberapa
keterbatasan sosial beberapa tahun sebelum mencari bantuan pengobatan medis.
e. Riwayat eksaserbasi atau rawat inap karena penyakit pernapasan terdahulu.
f. Adanya penyakit komorbid: gangguan jantung, osteoporosis, gangguan
muskuloskeletal, dan keganasan yang juga berperan dalam pembatasan aktivitas.
g. Dampak penyakit dalam kehidupan pasien, kehilangan pekerjaan dan dampak ekonomi,
efek dalam rutinitas keluarga, merasa cemas dan depresi, serta gangguan aktivitas
seksual.
h. Kemungkinan menurunkan faktor resiko, misalnya berhenti merokok.
Dalam anamnesis juga akan didapatkan gejala dan keluhan-keluhan yang disampaikan
pasien tentang penyakitnya. Gejala-gejala pada PPOK diantaranya adalah:
a. Batuk
Batuk bisa saja hanya sebentar (pagi awal) awalnya, secara progresif ada terus
sepanjang hari, tetapi jarang nokturnal.Batuk kronis biasanya produktif dan sering
diabaikan dengan anggapan sebagai konsekuensi dari merokok. Sinkop batuk atau
fraktur kosta karena batuk mungkin terjadi.11
b. Produksi Sputum
Sputum mulai terjadi pada pagi hari tetapi lama-kelamaan akan muncul terus
sepanjang hari. Sputum bersifat mukoid dan berjumlah sedikit.Produksi sputum 3
bulan dalam 2 tahun adalah definisi epidemiologi dari bronkitis kronis.Perubahan
warna sputum (purulen) atau volume memberi kesan terjadi eksaserbasi infeksius.11
Produksi sputum sering sulit dievaluasi karena pasien mungkin lebih memilih
menelannya dibandingkan membuangnya. Pasien yang memproduksi sputum
dengan jumlah besar mungkin memiliki penyakit bronkiektasis.1
c. Dispneu
Biasanya progresif dan seiring berjalan waktu menjadi persisten.Saat onset, gejala ini
terjadi saat aktivitas (naik tangga, mendaki bukit, dll) dan dapat dihindari dengan
perubahan perilaku yang tepat (mis. menggunakan elevator). Bagaimanapun, selama
penyakit berkembang, dispnea bahkan akan muncul dalam aktivitas ringan atau
istirahat.11 Dispneu menjadi penyebab utama ketidakmampuan dan kecemasan yang
dialami pasien berhubungan dengan penyakitnya.
d. Mengi dan Dada Sesak
Mengi dan dada sesak merupakan gejala tidak spesifik dan mungkin bervariasi setiap
hari.Mengi yang dapat terdengar mungkin berasal dari laring. Dada sesak sering
diikuti usaha dalam bernapas, berasal dari kontraksi isometrik otot-otot interkostal.1
e. Gambaran pada Penyakit Berat
Lelah, penurunan berat badan dan anoreksia adalah masalah utama pasien dengan
PPOK gejala berat dan sangat berat.Sinkop batuk terjadi karena peningkatan cepat dari
tekanan intratorakal selama serangan jangka panjang batuk.Batuk yang parah ini juga
bisa menyebabkan fraktur kosta yang biasanya asimptomatis.Tanda-tanda kor-
pulmonale juga menunjukkan keadaan penyakit yang buruk. Selain itu, mungkin pasien
akan mengalami gejala depresi atau gangguan kecemasan.1
2. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik pasien PPOK yang masih dini biasanya tidak menunjukkan
kelainan.2 Seiring dengan perjalanan penyakit, muncullah beberapa tanda dan gejala
yang makin lama akan makin khas menjadi gejala PPOK. PPOK memberikan tanda
berupa gangguan baik pada sistem pernapasan maupun sistemik.
a. Tanda Pernapasan
Inspeksi: barrel chest, pursed-lips breathing, gerakan tidak normal dari
dada/abdomen dan penggunaan otot-otot pernapasan. Semua ini merupakan tanda
pembatasan aliran udara, hiperinflasi dan gangguan mekanis dari bernapas.11
Palpasi: ditemukan fremitus melemah pada emfisema.2
Perkusi: penurunan letak diafragma, suara timpani karena hiperinflasi, hati dapat
teraba.11
Auskultasi: suara napas vesikuler normal, atau melemah, terdapat ronki dan atau
mengi pada waktu bernapas biasa atau pada ekspirasi paksa, ekspirasi memanjang,
bunyi jantung terdengar jauh.2
b. Tanda Sistemik
Distensi vena leher, pembesaran hati dan edema perifer dapat terjadi karena cor
pulmonale atau selama inflasi yang parah.
Kehilangan massa otot dan kelemahan otot perifer yang konsisten dengan malnutrisi
dan/atau disfungsi otot skelet.
3. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dipakai dalam mendiagnosis PPOK adalah:
a. Pemeriksaan darah rutin
Untuk melihat nilai Hb, Ht, leukosit, dll. Peningkatan sel darah merah (eritrositosis),
terjadi ketika level oksigen di darah rendah (hipoksemia) dalam waktu yang lama.
Sel darah merah membawa oksigen di darah.Karena kerusakan paru, pasien PPOK
tidak dapat memperoleh cukup udara. Sehingga reaksi tubuh adalah meningkatkan
produksi sel darah merah untuk meningkatkan jumlah oksigen di darah.1
b. Pemeriksaan faal paru dengan spirometri
Pemeriksaan faal paru merupakan hal yang esensial untuk diagnosis dan penilaian
keparahan penyakit, dan juga membantu memantau progresnya. Nilai yang didapat
dari pemeriksaan dengan spirometri adalah FVC, FEV 1dan FEV1 /FVC.Penurunan
nilai dari ketiga parameter diatas menunjukkan adanya gangguan dalam faal
paru.Nilai FEV1 yang didapatkan dari hasil spirometri adalah indeks yang paling
sering digunakan untuk menilai obstruki aliran udara, menilai beratnya PPOK dan
juga untuk memantau perjalanan penyakit.
c. Pemeriksaan Radiologi
Harus dilakukan pada semua pasien.Pemeriksaan radiologi memang tidak sensitif
untuk diagnosis, tetapi membantu dalam menyingkirkan penyakit lain (pneumonia,
kanker, efusi pleura, dan pneumotoraks). Umum walaupun tidak spesifik, tanda
emfisema adalah diafragma yang mendatar, radiolusensi paru yang ireguler.11
Bronkitis kronis berhubungan dengan peningkatan tanda bronkovaskular dan
kardiomegali.6 Dengan komplikasi hipertensi pulmonal, bayangan vaskular hilus
menjadi sering, dengan kemungkinan adanya pembersaran ventrikular kanan.
d. Analisa Gas Darah Arteri (AGDA)
Analisa gas darah arteri memberikan petunjuk tentang keakutan dan keparahan
eksaserbasi dari penyakit.Pasien PPOK mengalami hipoksemia ringan sedang tanpa
hiperkapnia.Seiring perjalanan penyakit, hipoksemia memburuk dan hiperkapnia
mulai berkembang.Mekanisme paru dan pertukaran gas memburuk selama
eksaserbasi akut.Umumnya ada mekanisme kompensasi ginjal yang terjadi bahkan
saat CO2 yang kronisbertahan dalam tubuh (bronkitis); sehingga pH biasanya
mendekati normal. Biasanya, bila didapati pH dibawah 7,3 dapat menjadi tanda
gangguan akut dari sistem pernapasan.6
e. Evaluasi Sputum
Pada bronkitis kronis stabil, sputumnya mukoid dan makrofag sangat
banyak.Dengan eksaserbasi, sputum menjad purulen karena adanya
neutrofil.Peningkatan jumlah sputum merupakan tanda eksaserbasi akut (Mosenifar,
2013). Beberapa organisme yang sering ditemukan dari kultur adalah Streptococcus
pneumoniae dan Haemophilus influenzae. Moraxella catarrhalis juga sering, dan
Pseudomonas aeruginosa dapat ditemukan pada pasien dengan obstruksi berat.
f. Pemeriksaan Alfa-1 Antitripsin
Pasien dengan tingkat AAT rendah, diagnosis definitifnya membutuhkan penentuan tipe
Pi. Hal ini dilakukan dengan fokus isoelektris pada serum yang mewakili lokus Pi
untuk alel umum dan alel Pi lain yang jarang. Molecular genotyping DNA dapat
dilakukan untuk alel Pi yang umum. 7 Tingkat 1-antitripsinharus diperkirakan pada
pasien PPOK muda (dekade 4 atau 5) dan memiliki riwayat keluarga yang kuat. Nilai
serum 1-antitripsin <1520% dari batas normal merupakan tanda dari defisiensi 1-
antitripsin.11
2.1.8. Derajat PPOK
Berdasarkan kesepakatan para pakar (PDPI/ Perkumpulan Dokter Paru Indonesia) maka
PPOK dikelompokkan ke dalam: 13
a. PPOK ringan adalah pasien dengan atau tanpa batuk. Dengan atau tanpa produksi
sputum dan dengan sesak napas derajat nol sampai satu. Sedangkan pemeriksaan
spirometrinya menunjukkan VEP1 80% prediksi (normal) dan VEP1/KVP < 70 %.
b. PPOK sedang adalah pasien dengan gejala klinis dengan atau batuk. Dengan atau
produksi sputum dan sesak napas dengan derajad dua. Sedangkan pemeriksaan spirometrinya
menunjukkan VEP1 70% dan VEP1/KVP < 80% prediksi.
c. PPOK berat adalah pasien dengan gejala klinis sesak napas derajat tiga atau empat
dengan gagal napas kronik. Eksaserbasi lebih sering terjadi. Disertai komplikasi kor
pulmonum atau gagal jantung kanan. Adapun hasil spirometri menunjukkan VEP1/KVP < 70
%, VEP1< 30 % prediksi atau VEP1> 30 % dengan gagal napas kronik. Hal ini ditunjukkan
dengan hasil pemeriksaan analisa gas darah dengan kriteria hipoksemia dengan normokapnia
atau hipoksemia dengan hiperkapnia.
I. Mild COPD atau PPOK ringan, dengan atau tanpa gejala klinis (batuk produksi
sputum).pada tahap ini pasien mungkin belum menyadari bahwa fungsi parunya tidak
normal.
II. Moderate COPD atau PPOK sedang,ditandai dengan semakin memburuknya hambatan
aliran udara disertai gejala yang biasanya berkembang pada tahap ini, yaitu napas yang
memendek saat melakukan aktivitas.Dalam tingkat ini pasien biasanya mulai mencari
pengobatan oleh karena sesak nafas yang dialaminya.
III. Severe COPD atau PPOK berat, ditandai dengan keterbatasan/hambatan aliran udara
yang semakin memburuk, yaitu pemendekan nafas semakin burukdan sering membatasi
aktivitas harian pasien.Terjadi sesak nafas yang semakin memberat, penurunan kapasitas
latihan.Eksaserbasi biasanya mulai dapat terlihat pada tahap ini.
IV. Very severe COPD atau PPOK sangat berat, ditandai dengan keterbatasan/hambatan
aliran udara yang berat.Pada tahap ini kualitas hidup sudah sangat terganggu dan
eksaserbasi pada pasien bisa mengancam jiwaditambah dengan adanya gagal nafas kronik
dan gagal jantung kanan.1
2.1.9. Penatalaksanaan
Adapun tujuan dari penatalaksanaan PPOK ini adalah:
- Mencegah progresifitas penyakit
- Mengurangi gejala
- Meningkatkan tolenransi latihan
- Mencegah dan mengobati komplikasi
- Mencegah dan mengobati eksaserbasi berulang
- Mencegah dan meminimalkan efek samping obat
- Memperbaiki dan mencegah penurunan faal paru
- Meningkatkan kualitas hidup penderita
- Menurunkan angka kematian
Program berhenti merokok sebaiknya dimasukkan sebagai salah satu tujuan selama
tata laksana PPOK.2
a) Terapi Farmakologis
Bronkodilator
Diberikan secara tunggal atau kombinasi dari ketiga jenis bronkodilator dan disesuaikan
dengan klasifikasi derajat berat penyakit. Pemilihan bentuk obat diutamakan inhalasi,
nebuliser tidak dianjurkan pada penggunaan jangka panjang. Pada derajat berat diutamakan
pemberian obat lepas lambat (slow release) atau obat berefek panjang (long acting).2
Macam-macam bronkodilator:
- Golongan antikolinergik
Digunakan pada derajat ringan sampai berat, disamping sebagai bronkodilator juga
mengurangi sekresi lendir (maksimal 4 kali perhari).
b) Terapi non-farmakologis
Terapi oksigen
Pada PPOK terjadi hipoksemia progresif dan berkepanjangan yang menyebabkan kerusakan
sel dan jaringan. Pemberian terapi oksigen merupakan hal yang sangat penting untuk
mempertahankan oksigenasi seluler dan mencegah kerusakan sel baik di otot maupun organ-
organ lainnya. Manfaat oksigen:
- Mengurangi sesak
- Memperbaiki aktiviti
- Mengurangi hipertensi pulmonal
- Mengurangi vasokonstriksi
- Mengurangi hematokrit
- Memperbaiki fungsi neuropsikiatri
- Meningkatkan kualitas hidup
Indikasi:
PO2< 60 mmHg atau Sat O2< 90%
PO2 diantara 55-59 mmHg atau Sat O2> 89% disertai Kor Pulmonal, perubahan Pulmonal, Ht
> 55% dan tanda-tanda gagal jantung kanan, sleep apnea, penyakit paru lain.2
Ventilasi mekanik
Ventilasi mekanik pada PPOK digunakan pada eksaserbasi dengan gagal napas akut, gagal
napas akut pada gagal napas kronik atau pada pasien PPOK derajat berat dengan napas
kronik. Ventilasi mekanik dapat digunakan di rumah sakit di ruang ICU atau di rumah. 2
Ventilasi mekanik dapat digunakan dengan cara:
- Ventilasi mekanik dengan intubasi
Digunakan pada PPOK dengan gagal napas kronik dan dapat digunakan selama di rumah.
Nutrisi
Malnutrisi sering terjadi pada PPOK, kemungkinan karena bertambahnya kebutuhan
energi akibat kerja muskulus respirasi yang meningkat karena hipoksemia kronik dan
hiperkapni menyebabkan terjadinya hipermetabolisme. Kondisi malnutrisi akan
menambah mortaliti PPOK karena berkolerasi dengan derajat penurunan fungsi paru dan
perubahan analisis gas darah.2
Malnutrisi dapat dievaluasi dengan:
- Penurunan berat badan
- Kadar albumin darah
- Antropometri
- Pengukuran kekuatan otot (MVV, tekanan diafragma, kekuatan otot pipi)
- Hasil metabolisme (hiperkapni dan hipoksia)
Rehabilitasi
Tujuan program rehabilitasi untuk meningkatkan toleransi latihan dan memperbaiki
kualitas hidup pendita PPOK. Program rehabilitasi terdiri dari 3 komponen yaitu:
- Latihan fisik
- Latihan pernapasan dan latihan endurance
- Rehabilitasi psikososial
2.1.10. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada PPOK adalah:
1. Gagal napas
a) Gagal napas kronik
Hasil analisis gas darah PO2< 60 mmHg dan PCO2> 60 mmHg, dan pH
normal.Penatalaksanaan:
- Jaga keseimbangan PO2 dan PCO2
- Bronkodilator adekuat
- Terapi oksigen yang adekuat terutama waktu latihan atau waktu tidur
- Antioksidan
- Latihan pernapasan dengan pursed lips breathing
2. Infeksi berulang
Pada pasien PPOK produksi sputum yang berlebihan menyebabkan terbentuk koloni kuman,
hal ini memudahkan terjadi infeksi berulang. Pada kondisi kronik ini imunitas menjadi lebih
rendah, ditandai dengan menurunnya kadar limposit darah.2
3. Kor pulmonal
Ditandai oleh P pulmonal pada EKG, hematokrit > 50 %, dapat disertai gagal jantung kanan.2
BAB III
LAPORAN KASUS
3.2 Anamnesis
Keluhan Utama:sesak napas
Riwayat Penyakit Sekarang:
Laki-laki, 51 tahun datang ke IGD RSML dengan keluhan sesak napas yang
memberat sejak 20 jam SMRS. Sesak yang dirasakan tidak berhubungan dengan cuaca, suhu,
waktu, dan perubahan posisi. Sesak dirasakan sampai sulit tidur dan hanya terasa nyaman
saat posisi duduk. Pasien biasanya tidur dengan 2 bantal. Terbangun tengah malam karena
sesakdisangkal. Pasien mengakuadanya sesak ketika beraktifitas namun hal ini hanya sesekali
dialami pasien.Nyeri dada disangkal.Sesak jika berjalan jauh dan dada berdebar disangkal.
Riwayat bengkak pada ekstremitas disangkal. Demam, pusing, mual dan muntah disangkal.
Batuk berdahak lebih dari 1 bulan, penurunan berat badan, dan keringat malam
disangkal.Sekarang pasien sudah tidak batuk. Sesak sudah dirasa sejak 8 bulan SMRS dan
berkurang hanya setelah minum obat. BAB dan BAK dalam batas normal.
Riwayat Penyakit Dahulu:
Pasien mengatakan sudah pernah mengalami keluhan yang sama seperti yang
dirasakan sekarang. Keluhan nyeri menelan, sakit tenggorokan, pilek, dan batuk berdahak
warna putih (1 sendok makan setiap batuk) pernah dialami pasien walaupun keluhan
tersebut sering hilang timbul dalam 1 tahun terakhir. Pasien sering mengeluh sesak yang
hilang timbul seperti ini sejak 9 bulan terakhir. Sesak pertama kali dirasakan saat Desember
2015 disertai batuk darah dan belum pengobatan 6 bulan. Keluhan sesak serupa dirasakan
terakhir kali 2 bulan yang lalu dan pasien saat itu dirawat inap karena keluhan ini. Pasien
mengatakan telah didiagnosisPPOK dan rutin kontrol ke poli paru RSML sejak saat itu.
Riwayat penyakit lain seperti asma, flek paru, kencing manis, hipertensi, kanker,
sakit kuning, penyakit ginjal, atau penyakit jantung disangkal oleh pasien. Riwayat alergi
makanan maupun obat-obatan disangkal oleh pasien. Riwayat transfusi darah juga disangkal.
Riwayat Pengobatan:
Pasien mengatakan belum berobat untuk keluhan sekarang.Pasien mengaku sering
mendapat uap dan pengobatan untuk keluhan sesak ini sebelumnya dari dokter di poli RSML.
Riwayat pengobatan 6 bulan disangkal.
Riwayat Keluarga:
Keluarga pasien mengatakan tidak ada anggota keluarga yang mengalami keluhan
yang sama seperti pasien. Pada keluarga pasien juga tidak ditemukan adanya riwayat
penyakitlain seperti asma, flek paru, kencing manis, hipertensi,kanker, penyakit hati, ginjal,
dan jantung.Riwayat alergi makanan maupun obat-obatan disangkal oleh keluarga pasien.
Riwayat Sosial:
Pasien saat ini sudah menikah dan bekerja sebagai seorang Wiraswasta. Pasien tinggal
bersama istri dan anaknya.Riwayat merokok (+) sejak usia 20 tahun dan baru berhenti sejak 2
bulan yang lalu, pasien menghabiskan rokok biasanya sebanyak 1 bungkus dalam sehari.
Pasien tidak mengkonsumsi minuman beralkohol. Pasien tidak menggunakan narkotika baik
obat minum maupun suntik.
Paru
Inspeksi : bentuk dada normal, pergerakan dada simetris kanan dan kiri,
retraksi dada +/+, barrel chest (-), sela iga melebar (+)
Abdomen
Inspeksi : datar
Palpasi : supel, nyeri tekan (-), hepar dan limpa tidak teraba membesar
Ekstremitas : akral hangat kering merah, pitting edema -/-, sianosis -/-, CRT >2 detik
Hematologi Umum
Hb : 7,4g/dL Eosinophil : 2,9%
Leukosit : 11.100 MCH : 14,2 pg
Hematokrit : 23,2% MCHC : 25,30 g/dL
Trombosit : 386.000 MCV : 56fl
LED 1 : 6 Monosit : 6,8 %
LED 2 : 12 MPV : 3 fl
Eritrosit : 5,21 Neutrophil : 74,2%
Limposit : 14,4% RDW : 18%
Basophil : 1.7%
Serum Elektrolit
Chlorida Serum : 100
Kalium Serum : 3.9
Natrium Serum : 134
Faal Ginjal
Ureum : 28
Kreatinin : 0.5
Faal Hati
SGOT : 35
SGPT :43
Gula Darah
Glukosa sewaktu : 117
Interpretasi :
Rontgen Thorax PA yang dibawa pasien saat dirawat inap pertama kali tanggal 18 Juli 2016.
c) EKG
3.5 Diagnosa:
- PPOK
- Gagal napas tipe 2
3.6 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan di IGD:
o Rawat Inap
o O2 NRM 10 lpm
o Nebul velutin 4cc + bisolvon 10 tetes wh +/+ minimal, keluhan sesak berkurang,
RR 22-24x, SaO2 100%.
o IVFD Asering 1000cc/24 jam
o Pump aminofilin amp bolus lanjut pump 2 amp/24jam
o Inj. Acran (Ranitidin)2x50mg
o Inj. Triject (Ceftriaxon) 2x1 gr
o Inj. Hexilon (Metil prednisolon) 2x125 mg lanjut 3 x 62,5 mg
o Transfusi PRC1 kolf dengan premed inj. Lasix 1 amp iv.
Keluhan
3.8 KIE
Pendidikan
Pasien diedukasi mengenai penyesuaian keterbatasan aktivitas dan mencegah kecepatan
perburukan fungsi paru.
Edukasi pasien tentang bahaya rokok dan dampaknya bagi kesehatan.
Penggunaan obat-obatan, macam obat dan jenisnya, cara penggunaannya yang benar,
waktu penggunaan yang tepat, dan dosis obat yang tepat dan efek sampingnya.
Kontrol
O/ KU: sedang, GCS 456, TD 123/85 mmHg, RR 24 x/menit, nadi: 78 x/menit, SaO2 99%
Pulmo : retraksi dada +/+, penggunaan otot bantu nafas (-), SN vesikuler +/+, wh -/-, rh -/-
Basophil :0,5%
P/ - O2NRM 8 lpm
- Mobilisasi miring kiri miring kanan
- IVFD Asering 1000cc/24 jam
- Nebulizer ventolin : pulmicort per 8 jam
- Pump aminofilin 2 amp/24jam
- Inj. Acran 2x50mg
- Inj. Triject 2x1 gr
- Inj. Hexilon 3 x 62,5mg
- advis dr. Ganis Sp.P : konsul bagian cardio
O/ KU: sedang, GCS 456, TD 127/84 mmHg, RR 22 x/menit, nadi: 88 x/menit, SaO2 99%
Pulmo: retraksi dada +/+, penggunaan otot bantu nafas (-), SD vesikuler +/+, wh +/-, rh -/-
P/ - O2NK 4 lpm
- Mobilisasi miring kiri miring kanan
- IVFD Asering 1000cc/24 jam
- Nebulizer ventolin : pulmicort per 8 jam
- Pump aminofilin 2 amp/24jam
- Inj. Acran 2x50mg
- Inj. Triject 2x1 gr
- Inj. Hexilon 3 x 62,5mg
- Hasil konsul cardio: Cor pulmonale
EKG: sinus ritme 100 x/menit, axis normal
Echo: EF 82%, normokinetik, RA/RV dilatasi, est. RAP 10 mmHg
Saran: Inj. Furosemid 10mg 0 0
PO: Spirola tab 1 x 50mg, Canderin 8mg 1 x tab
O/ KU: sedang, GCS 456, TD113/70 mmHg, RR : 20x/menit, nadi: 82 x/menit, SaO2 99%
Pulmo :retraksi dada +/+, penggunaan otot bantu nafas (-), SD vesikuler +/+,wh +/-, rh -/-
P/ - O2NK 2 lpm
- Mobilisasi miring kiri miring kanan
- IVFD Asering 1000cc/24 jam
- Nebulizer ventolin : pulmicort per 8 jam
- Pump aminofilin 2 amp/24jam
- Inj. Acran 2x50mg
- Inj. Triject 2x1 gr
- Inj. Hexilon 3 x 62,5mg
- Inj. Furosemid 10mg 0 0
- PO : Spirola tab 1 x 50mg, Canderin 8mg 1 x tab
Follow up, Tanggal 10-9-2016, Hari Rawatan IV
O/ KU: sedang, GCS 456, TD110/71 mmHg, RR : 20x/menit, nadi: 86 x/menit, SaO2 100%
Pulmo :retraksi dada -/-, penggunaan otot bantu nafas (-), SD vesikuler +/+,wh +/-, rh -/-
P/ - O2room air
- Mobilisasi miring kiri miring kanan
- IVFD Asering 1000cc/24 jam
- Nebulizer ventolin : pulmicort per 8 jam
- Pump aminofilin 2 amp/24jam
- Inj. Acran 2x50mg
- Inj. Triject 2x1 gr
- Inj. Hexilon 3 x 62,5mg
- Inj. Furosemid 10mg 0 0
- PO : Spirola tab 1 x 50mg, Canderin 8mg 1 x tab
O/ KU: sedang, GCS 456, TD124/69 mmHg, RR : 20x/menit, nadi: 80 x/menit, SaO2 100%
Pulmo :retraksi dada -/-, penggunaan otot bantu nafas (-), SD vesikuler +/+,wh +/-, rh -/-
Basophil :0,9%
P/ - O2room air
- Mobilisasi miring kiri miring kanan
- IVFD Asering 1000cc/24 jam
- Nebulizer ventolin : pulmicort per 8 jam
- Pump aminofilin 3 amp/24jam
- Inj. Acran 2x50mg
- Inj. Triject 2x1 gr
- Inj. Hexilon 3 x 62,5mg
- Inj. Furosemid 10mg 0 0
- PO : Spirola tab 1 x 50mg, Canderin 8mg 1 x tab
O/ KU: sedang, GCS 456, TD118/78 mmHg, RR : 20x/menit, nadi: 84 x/menit, SaO2 100%
Pulmo :retraksi dada -/-, penggunaan otot bantu nafas (-), SD vesikuler +/+,wh +/-, rh -/-
P/ - acc KRS
- PO : Aminofilin tab 2 x 200 mg a.c
- Cefixime tab 2 x 100 mg
- Metil prednisolon tab 2 x 8 mg
- Spirola tab 1 x 50mg
- Canderin 8mg 1 x tab
- Neurodex 1 x 1 tab
- Kontrol poli paru 1 minggu kemudian.
BAB IV
PEMBAHASAN
1. GOLD, 2013. Global Strategy for the Diagnosis, Management, and Prevention of
Chronic Obstructive Pulmonary Disease Updated 2013. Global Initiative for Chronic
Obstructive Lung Disease, p.10-17.
2. PDPI, 2003. Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) Pedoman Diagnosis dan
Penatalaksanaan di Indonesia. Persatuan Dokter Paru Indonesia, hal. 1-32.
3. World Health Organization. 2012. Chronic obstructive pulmonary disease fact sheet.
WHO Media Center. Available from: http://www.who.int/mediacentre.Diunduh 10
September 2016.
4. Agusti AGN, Noguera A, Sauleda J, Sala E, Pons J, Busquet X, 2003. Systemic Effect
of COPD, Eur Respir J; 21; p.347-360.
5. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) diagnosis
dan penatalaksanaan. Edisi ke-1. Jakarta: 2011.
6. Mosenifar, Zab., 2013. Chronic Obstructive Pulmonary Disease. Available from
http://emedicine.medscape.com/article/297664-overview. Diunduh 10 September 2016.
7. Reilly, J.J., Silverman, E.K., Shapiro, S.D., 2010. Chronic Obstructive Pulmonary
Disease. In: Loscalzo, J., ed. Harrison Pulmonary and Critical Care 17th edition. New
York, USA: Mc-Graw Hill, p.178-189.
8. Vijayan, V.K., 2013. Chronic Obstructive Pulmonary Disease. Indian J Med Res, 137:
p.251-269.
9. Shapiro, S.D., Ingenito, E.P., 2005. The Pathogenesis of Chronic Obstructive
Pulmonary Disease: Advances in the Past 100 Years. Am J Respir Cell Mol Biol, 32:
p.367-372.
10. Tkac, J., Man, S.F., Sin, D.D., 2007. Systemic Consequences of COPD. Ther Adv
Respir Dis, 1: p.47-59.
11. ATS-ERS, 2004. Standards of Diagnosis and Management of Patients of COPD.
American Thoracic Society and European Respiratory Society, p.14-43.
12. Putra, G.N.W, Artika, I.D.M, 2013.Diagnosis dan Tata Laksana Penyakit Paru
Obstruktif Kronis. E-Jurnal Medika Udayana, 2(1).
13. Omeati, R. 2013Kajian Epidemiologis Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK).Media
Litbangkes 23(2): hal. 82-8.