Kelompok C-3 :
Istiqomah Taradhita 142210101064
Firdha Aprillia W. 142210101066
Zumatul Amilin 142210101068
Vinsensia Meykarlina 142210101086
Putri Rifanda 142210101088
Desy Wulandari 142210101092
Rizka Okta Ayu N. 142210101094
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS JEMBER
2017
LEMBAR PERNYATAAN
1. Tujuan
Mempelajari pengaruh pH terhadap absorbs obat, yang diabsorbsi melalui
difusi pasif dan percobaan dilakukan secara in situ
2. Teori Dasar
Untuk dapat memberikan efek, suatu obat harus berada di tempat
aksinya dan darah adalah satu-satunya alat transpotasi yang dapat
menghantarkan obat ke tempat aksinya tersebut. Sedangkan untuk mencapai
peredaran darah, suatu obat harus mengalami serangkaian proses absorbsi.
Abrobsi merupakan proses masuknya obat dari tempat pemberian ke dalam
darah. Absorbsi bergantung pada cara pemberiannya. Menurut Ansel (1989)
obat yang diberikan secara oral harus menembus membran lambung usus
(lambung-usus halus dan usus besar). Absorpsi obat melalui saluran cerna
pada umumnya terjadi secara difusi pasif. Absorpsi obat di usus halus selalu
lebih cepat dibandingkan di lambung karena permukaan epitel usus halus jauh
lebih luas dibandingkan epitel lambung.
Studi tentang absorbsi obat sangat penting untuk dapat memprediksi
profil intensitas efeknya. Banyak variasi metode yang digunakan untuk
meneliti absorpsi obat, diantaranya adalah metode in situ. Metode ini adalah
metode yang paling dekat dengan sistem in vivo.
Percobaan absorbsi obat secara in situ melalui usus halus didasarkan
atas penentuan kecepatan hilangnya obat dari lumen usus halus setelah
larutan obat dengan kadar tertentu dilewatkan melalui lumen usus halus
secara perfusi dengan kecepatan tertentu. Cara ini dikenal pula dengan nama
teknik perfusi, karena usus dilubangi untuk masuknya ujung kanul, satu kanul
di bagian ujung atas usus untuk masuknya sampel cairan percobaan dan satu
lagi bagian bawah untuk keluarnya cairan tersebut. Cara ini didasarkan atas
asumsi bahwa obat yang dicobakan stabil, tidak mengalami metabolisme
dalam lumen usus, sehingga hilangnya obat dari lumen usus tersebut adalah
karena proses absorbsi.
Bagi obat-obat yang berupa asam lemah atau basa lemah, pengaruh
pH terhadap kecepatan absorbsi sangat besar, karena pH akan menentukan
besarnya fraksi obat dalam bentuk tak terionkan. Bentuk ini yang dapat
terabsorbsi secara baik melalui mekanisme difusi pasif.
Metode ini dapat digunakan untuk mempelajari berbagai faktor yang
dapat berpengaruh pada permeabilitas dinding usus dari berbagai macam
obat. Pengembangan lebih lanjut dapat digunakan untuk merancang obat
dalam upaya mengoptimalkan kecepatan absorbsinya melalui pembentukan
prodrug, khususnya untuk obat-obat yang sangat sulit atau praktis tidak dapat
terabsorbsi. Melalui metode ini akan dapat diungkapkan pula besarnya
permeabilitas membran usus terhadap obat melalui lipoid pathway, pori, dan
aqueous boundary layer.
Metode Trough and Trough merupakan salah satu cara pengobatan in
situ. Cara ini dilakukan dengan menentukan fraksi obat yang terabsorbsi,
setelah larutan obat dialirkan melalui lumen intestine yang panjangnya
tertentu dan kecepatan alirnya tertentu pula. Dalam keadaan tunak proses
absorbsi dapat dinyatakan dengan persamaan :
C(1) Q
Papp = In C (0)
x 2 rl
Dimana,
C(0) = kadar larutan obat mula-mula
C(1) = kadar larutan obat setelah dialirkan melalui intestine sepanjang 1 cm
r = jari-jari usus
l = panjang usus dalam cm
Q = kecepatan alir larutan obat dalam mL/menit
Papp = tetapan permeabilitas semu
3. Metode
Melakukan percobaan absorbsi in situ parasetamol per oral. Percobaan
dilakukan dalam dua kondisi uji yaitu pada kondisi asam menggunakan CLB
tanpa enzim dengan pH 1,2 dan kondisi normal-basa menggunakan CUB tanpa
enzim pH 7,4. Kadar parasetamol diukur dengan metode spektrofotometri UV.
1) Membuat larutan CLB tanpa enzim dan CUB tanpa enzim masing-masing
sebanyak 1 liter (Farmakope Indonesia Edisi IV)
a. Pembuatan Cairan Lambung Buatan (CLB)
Melarutkan 2,0 gram NaCl p dalam 7,0 mL asam klorida p dan air
secukupnya hingga 1000 mL
2) Membuat kurva baku parasetamol dalam CLB dan CUB tanpa enzim dengan
kadar 0,2 mg/mL; 0,4 mg/mL; 0,6 mg/mL; 0,8 mg/mL; dan 1 mg/mL
(sebelumnya dilakukan pencarian panjang gelombang maksimum
parasetamol dalam CLB dan CUB tanpa enzim)
3) Melarutkan 500 mg parasetamol masing-masing dalam larutan CLB dan CUB
tanpa enzim 500 mL
4) Menetapkan kadar parasetamol dalam CLB dan CUB sebagai konsentrasi
awal (C0)
7) Perhitungan Papp
Perhitungan dosis:
100 mg/kgBB x 143,3 gram = 14,33 mg
1000 gram
14,33 mg = 0,28 mL
50 mg/mL
a. CUB
Keliling usus = 2r
1,8 cm = 2.3,14.r
r = 0,29 cm
Diameter usus = 0,58 cm
Panjang usus = 22 cm
Absorbansi C0 = 0,358 (hasil pengenceran 200 kali)
Absorbansi C1 = 0,231 (hasil pengenceran 200 kali)
y = 0,067x 0,012
C0 y = 0,067x 0,012
0,358 = 0,067x -0,012
0,370 = 0,067x
x = 5,52 ppm (pengenceran 200 kali)
x = 5,52 ppm x 200
x = 1104 ppm
C1 y = 0,067x 0,012
0,231 = 0,067x 0,012
0,243 = 0,067x
x = 3,627 ppm (pengenceran 200 kali)
x = 3,627 ppm x 200
x = 725,4 ppm
C1 2 r l
ln = x Papp
Co Q
725.4 ppm 2 x 0.29 x 22 cm
ln = x Papp
1104 ppm 1.667 ml/menit
-0.420 = -7.654 Papp
Papp = 0.0549 cm/menit
b. CLB
r = 1 cm
Diameter usus = 2 cm
Panjang usus = 22 cm
Absorbansi C0 = 0,309 (hasil pengenceran 200 kali)
Absorbansi C1 = 0,415 (hasil pengenceran 200 kali)
C0 y = 0,0613x 0,0665
0,309 = 0,0613x -0,0665
0,2425 = 0,0613x
x = 3,956 ppm (pengenceran 200 kali)
x = 3,956 ppm x 200
x = 791,2 ppm
C1 y = 0,0613x 0,0665
0,415 = 0,0613x 0,0665
0,3485 = 0,0613x
x = 5,685 ppm (pengenceran 200 kali)
x = 5,685 ppm x 200
x = 1137 ppm
C1 2 r l
ln = x Papp
Co Q
791.2 ppm 2 x 1 x 22 cm
ln = x Papp
1137 ppm 1.33 ml /menit
0.362 = -33.083 Papp
Papp = 0.0109 cm/menit
5. Pembahasan
5.1 Absorbsi Obat secara In Situ
Pada praktikum kali ini, dilakukan percobaan absorbsi paracetamol
peroral. Percobaan dilakukan dalam dua kondisi uji yaitu pada kondisi asam
menggunakan cairan lambung buatan (CLB) tanpa enzim pH 1,2 dan pada kondisi
basa menggunakan cairan usus buatan (CUB) tanpa enzim pH 7,4. Kadar
paracetamol diukur menggunakan metode spektrofotometri.
Percobaan ini dilakukan untuk mengamati pengaruh pH terhadap absorbsi
parasetamol melalui difusi pasif dan percobaan dilakukan secara in situ. Metode
in situ merupakan suatu metode uji yang dilakukan dalam organ target tertentu
yang masih berada dalam sistem organisme hidup. Bedanya dengan uji in vivo,
ialah karena pada uji in situ organ target diusahakan tidak dipengaruhi oleh organ
lain sehingga profil obat yang diamati hanya berdasarkan pada proses yang terjadi
pada organ tersebut tanpa dipengaruhi oleh proses yang terjadi pada organ lain.
Sedangkan bedanya dengan uji in vitro ialah organ pada uji in situ masih menyatu
dengan sistem organisme hidup, masih mendapat suplai darah dan suplai oksigen.
Metode in-situ memiliki kelebihan dibandingkan metode in-vitro.
Walaupun hewan percobaan sudah dianastesi dan dimanipulasi dengan
pembedahan, suplai darah mesentris, neural, endokrin, dan limpatik masih utuh
sehingga mekanisme transpor seperti yang terdapat pada mahluk hidup masih
fungsional. Sebagai hasilnya, laju dari metode ini lebih realistik dibandingkan
dengan hasil yang diperoleh dengan metode in-vitro).
Metode absorbsi in situ sering disebut teknik perfusi karena usus dilubangi
satu untuk memasukkan sampel dan dilubangi satu lagi untuk keluarnya sampel.
Cara ini didasarkan asumsi bahwa hilangnya obat dari lumen usus dikarenakan
proses absorbsi, obat dianggap stabil dan tidak mengalami metabolisme di usus.
Metode in situ digunakan untuk mempelajari faktor yang mempengaruhi
permeabilitas usus, untuk mengoptimalkan kecepatan absorbsi pada sediaan
prodrug dan pada obat yang sangat sulit atau praktis tidak dapat terabsorbsi. Pada
percobaan kali ini absorbsi obat melalui difusi pasif, artinya absorbsi tidak
menggunakan energi, terjadi dari konsentrasi tinggi ke konsentrasi rendah dan
tidak melawan gradien konsentrasi.
dimana :
C(0) = Kadar larutan obat mula-mula
C(1) = Kadar larutan obat setelah dialirkan melalui intestine sepanjang l cm
r = jari-jari usus
l = panjang usus dalam cm
Q = Kecepatan alir larutan obat dalam mL menit-1
Dari persamaan tersebut terlihat bahwa semakin besar nilai jari-jari dan
panjang usus maka nilai Papp yang diperoleh kecil (berbanding terbalik). Semakin
rendah nilai Papp maka permeabilitasnya rendah maka obat akan cepat keluar dan
efek yang diinginkan tidak dicapai sebaliknya jika nilai Papp semakin tinggi maka
waktu obat didalam membran untuk diabsorbsi semakin lama sehingga efek yang
diinginkan dicapai.
Berdasarkan hasil percobaan didapat nilai Papp untuk CUB sebesar 0,0549
cm/menit sedangkan untuk CLB sebesar 0,0109 cm/menit. Dari hasil tersebut
ketika usus tikus dialiri dengan CUB memiliki permeabilitas lebih tinggi
dibanding dengan CLB, hal tersebut menunjukkan bahwa absorbsi terbesar tejadi
pada usus yang dialiri oleh CUB. Usus yang memiliki pH basa lemah yang di aliri
dengan CUB yang bersifat basa pula menyebabkan obat masih dalam bentuk
molekul sehingga mudah untuk diabsorbsi, sedangan ketika usus yang memiliki
pH basa yang dialiri CLB yang cenderung asam obat kan mengalami ionisasi
sehingga tidak dapat di absorbsi oleh usus.
C1 2 r l
ln = x Papp
Co Q
725.4 ppm 2 x 0.29 x 22 cm
ln = x
1104 ppm 1.667 ml/menit
Papp
-0.420 = -7.654 Papp
Papp = 0.0549 cm/menit
Pada perhitungan Papp dalam CLB menggunakan rumus :
C1 2 r l
ln = x Papp
Co Q
Dimana :
- C1 merupakan konsentrasi paracetamol dalam CLB yang telah dialirkan
melalui usus hewan coba
- Co merupakan konsentrasi paracetamol dalam CLB sebelum dialirkan
melalui usus hewan coba
- l merupakan panjang usus hewan coba yang dialiri oleh CLB yang
mengandung paracetamol. Pengukuran l dilakukan dengan memotong
usus hewan coba pada kedua ujung kanul yang digunakan untuk
mengaliri, sehingga hanya bagian yang teraliri yang diukur panjangnya.
Pengukuran panjang dilakukan dengan bantuan benang, benang
digunakan karena usus hewan coba tidak lurus, sehingga sulit
menggunakan penggaris untuk pengukuran panjang usus. Setelah
panjang usus diukur dengan benang dengan panjang yang sesuai, panjang
benang diukur dengan penggaris untuk mendapatkan hasil pengukuran
yang akurat.
- r merupakan jari-jari usus, dimana pengukuran nilai r dilakukan dengan
mengikat ujung usus menggunakan benang, kemudian ujung lainnya diisi
dengan aquadest hingga penuh dan menggembung, lalu benang
dilingkarkan pada usus yang menggembung, selanjutnya panjang benang
diukur dengan penggaris untuk mendapat hasil perhitungan yang akurat.
Nilai panjang benang yang terukur adalah nilai keliling usus yang
merupakan keliling lingkaran. Dari perhitungan rumus keliling lingkaran
dapat didapatkan nilai jari-jari usus, dimana perhitungan telah
dicantumkan sebelumnya.
C1 2 r l
ln = x Papp
Co Q
791.2 ppm 2 x 1 x 22 c m
ln = x Papp
1137 ppm 1.33 ml/menit
0.362 = -33.083 Papp
Papp = 0.0109 cm/menit
5.6 Perbandingan Hasil PaPP Teoritis dan Percobaan
Bila dilihat dari hasil percobaan yang dilakukan, kadar awal obat pada
media CLB dan CUB berturut-turut ialah 791,2 ppm dengan absorbansi 0,309 dan
1104 ppm dengan absorbansi 0,358. Hasil tersebut diperoleh dengan mengkalikan
200 karena faktor pengenceran yaitu 200x. Absorbansi yang baik berada pada
rentang 0,2-0,8. Untuk hasil yang diperoleh setelah dilakukan penampungan
cairan selama 30 menit ialah 1137 ppm untuk CLB dan 725,4 ppm untuk CUB.
Yang dimaksud Papp adalah tetapan permeabilitas semu. Nilai papp yang
diperoleh menunjukkan suatu kemampuan obat untuk berada pada membran,
semakin tinggi nilai Papp yang diperoleh maka semakin baik obat untuk
terabsorbsi pada membran. Sedangkan bila nilai Papp yang diperoleh rendah
maka obat akan cepat terekskresikeluar sehingga jumlah obat yang terabsorbsi
rendah. Bila obat yang terabsorbsi melalui membran tersebut rendah maka
efektivitas obat tersebut juga rendah. Dilihat dari nilai Papp pada CLB
menunjukkan nilai -0,0109 cm/menit, sedangkanCUB 0,0549cm/menit. Perbedaan
nilai + dan tersebut dipengaruhi oleh perbedaan rumus perhitungan Papp yang
digunakan. Hasil Papp CLB dan CUB tersebut sesuai dengan teoritis karena
paracetamol dalam CUB berbentuk tak terion sehingga kemampuan obat untuk
bertahan pada permukaan membran untuk diabsorbsi juga besar dibandingkan
dalam CLB.
Titik kritis dalam percobaan absorbsi obat per oral secara in situ sehingga
mempengaruhi perhitungan Papp CLB dan Papp CUB adalah :
- Tepat atau tidaknya pembuatan larutan paracetamol
Pada pembuatan kurva baku paracetamol diperlukan penimbangan yang
tepat untuk masing-masing konsentrasinya sehingga didapatkan kurva kalibrasi
yang baik dan dapat digunakan dalam penetapan kadar paracetamol dalam CLB
dan CUB sebagai konsentrasi awal (C0) dan penetapan kadar paracetamol dalam
CLB dan CUB yang tertampung sebagai konetrasi akhir (C1). Apabila terjadi
kesalahan dalam penimbangan, pengenceran atau penentuan rentang konsentrasi
uji maka hasil yang didapatkan tidak valid.
- Ketepatan pengukuran komponen-komponen seperti (berat tikus, panjang
usus, diameter usus)
- Percobaan absorbansi pada tikus teranestesi
Dalam percobaan absorbansi pada tikus teranestesi perlu diperhatikan
beberapa langkah percobaan seperti :
a. Penentuan dosis anestesi tikus
b. Pembedahan tikus
Dalam pembedahan diperlukan keterampilan agar tidak ada usus yang
terpotong
c. Pemasangan infus dan penentuan laju infuse
Dalam pemasangan infus, kateter yang dipasang harus pas dan tidak
boleh bocor. Sedangkan penentuan laju infus akan menentukan jumlah
obat yang terabsorbsi.
- Ketepatan dalam perhitungan
- Kesesuaian dengan prosedur
6. Kesimpulan
Kesimpulan yang didapat dari praktikum kali ini adalah sebagai berikut :
- Metode in-situ memiliki kelebihan dibandingkan metode in-vitro yaitu
laju dari metode ini lebih realistik dibandingkan dengan hasil yang
diperoleh dengan metode in-vitro.
- Pada praktikum kali ini, dilakukan percobaan dalam dua kondisi uji yaitu
pada kondisi asam menggunakan cairan lambung buatan (CLB) tanpa
enzim pH 1,2 dan pada kondisi basa menggunakan cairan usus buatan
(CUB) tanpa enzim pH 7,4 untuk mengamati pengaruh pH terhadap
absorbsi parasetamol melalui difusi pasif
- Secara teoritis parasetamol memiliki pH antara 5,5 6,5 yang berarti
bahwa parasetamol bersifat asam lemah dan hampir mendekati netral/
basa sehingga absorbsi parasetamol lebih cepat dalam pH basa usus
dibandingkan dengan pH asam pada lambung.
- Papp (app = apparent) merupakan tetapan permeabilitas yang nilainya
menunjukkan suatu kemampuan obat untuk berada pada membran,
semakin tinggi nilai Papp yang diperoleh maka semakin baik obat untuk
terabsorbsi pada membran. Nilai Papp bervariasi terhadap pH
- Pada praktikum kali ini didapatkan nilai Papp pada CLB adalah -0,0109
cm/menit, sedangkan CUB adalah 0,0549cm/menit. Perbedaan nilai +
dan tersebut dipengaruhi oleh perbedaan rumus perhitungan Papp yang
digunakan
- Hasil Papp CLB dan CUB tersebut sesuai dengan teoritis karena
paracetamol dalam CUB berbentuk tak terion sehingga kemampuan obat
untuk bertahan pada permukaan membran untuk diabsorbsi juga besar
dibandingkan dalam CLB.
DAFTAR PUSTAKA