Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

ETIKA BISNIS ISLAM


ETIKA ISLAM DALAM BIDANG KONSUMSI

OLEH KELOMPOK II

KELAS IV/C

BUDIANTO : 152.14.5.122

ASNAWATI : 152.14.5.111

TITIK SULAINI ASTUTI : 152.14.5.103

IRMA DAMAYANTI : 152.14.5.102

JURUSAN EKONOMI SYARIAH

FAKULTAS SYARIAH DAN EKONOMI ISLAM

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) MATARAM

T.A 2015/2016
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL

DAFTAR ISI

A. LATAR BELAKANG

B. PENGERTIAN KONSUMSI

C. KONSUMSI DALAM ISAM

D. PRINSIP-PRINSIP DALAM KONSUMSI

E. ETIKA KONSUMSI ISLAMI

F. SASARAN ISLAM DALAM PEMBATASAN KONSUMSI

G. SIMPULAN

DAFTAR PUSTAKA
ETIKA BISNIS DALAM BIDANG KONSUMSI
A. Latar belakang
Konsumsi merupakan pemakaian atau penggunaan manfaat dari
barang dan jasa. Sehingga konsumsi merupakan tujuan yang penting dari
produksi tetapi tujuan yang utama adalah untuk memenuhi kebutuhan
hidup seseorang. Islam adalah agama komprehensif dan mencakup
seluruh aspek kehidupan, yang mengatur segala tingkah laku manusia,
bahkan tidak ada satu sietem kemasyarakatan, baik modern atau lama,
yang menetapkan etika untuk manusia dan megatur segala aspek
kehidupan manusia sampai pada persoalan yang detail selain Islam,
termasuk dalam hal ini konsumsi.
Selain itu, perbuatan untuk memanfaatkan atau mengkonsumsi
barang-barang yang baik itu sendiri dianggap sebagai kebaikan dalam
Islam, karena kenikmatan yang dicipta Allah untuk manusia adalah
ketaatan kepada-Nya Yang berfirman kepada nenek moyang manusia,
yaitu Adam dan Hawa, sebagaimana tercantum dalam Al-Qur'an: " ...dan
makanlah barang-barang yang penuh nikmat di dalamnya (surga) sesuai
dengan kehendakmu ...," dan yang menyuruh semua umat manusia:
"Wahai umat manusia, makanlah apa yang ada di bumi, dengan cara
yang sah dan baik."
Islam adalah agama yang ajarannya mengatur segenap prilaku
manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Demikian pula dalam
masalah konsumsi, Islam mengatur bagaimana manusia dapat melakukan
kegiatan-kegiatan konsumsi yang membawa manusia berguna bagi
kemashlahatan hidupnya. Seluruh aturan Islam mengenai aktivitas
konsumsi terdapat dalam al-Quran dan as-Sunnah. Prilaku konsumsi yang
sesuai dengan ketentuan al-Quran dan as-Sunnah ini akan membawa
pelakunya mencapai keberkahan dan kesejahteraan hidupnya.
B. Pengertian Konsumsi
Dalam Al-Quran ajaran tentang konsumsi dapat diambil dari kata kulu
dan isyrabu terdapat sebanyak 21 kali. sedangkan makan dan minumlah
(kulu wasyrabu) sebanyak enam kali. Jumlah ayat mengenai ajaran
konsumsi, belum termasuk derivasi dari akar kata akala dan syaraba
selain fiil amar diatas sejumlah 27 kali.1
Secara bahasa, konsumsi berasal dari bahasa belanda Consumtipe
yang berarti suatu kegiatan yang bertujuan mengurangi atau
menghabiskan daya guna suatu benda, barang maupun jasa dalam
rangka memenuhi kebutuhan. Konsumen adalah individu aatau pengguna
barang dan jasa. jika pembelian ditujukan untuk dijual, maka ia disebut
distributor.
Dalam tulisan Arif Pujoyono dalam jurnal Dinamika Pembangunan vol.
3 No 2/Desember 2006 dijelaskan juga tentang pengertian umum
penggunaan barang dan jasa untuk memenuhi kebutuhan manusia.
Dalam tulisan itu dijelaskan bahwa konsumsi merupakan bagian aktivitas
ekonomi selain produksi dan distribusi. Konsumsi akan terjadi jika
manusia memiliki uang (harta). Manusia diperintahkan untuk
mengkonsumsi pada tingkat yang layak bagi dirinya, keluarganya dan
orang yang paling dekat disekitarnya. Walaupun demikian, konsumsi
islami tidak mengharuskan seseorang melampaui batas untuk
kepentingan konsumsi dasarnya, seperti mencuri atau merampok.
Konsumsi seorang muslim hanya sebagai sarana menolong untuk
beribadah kepada Allah.2
C. Konsumsi dalam islam
Konsumsi pada hakikatnya adalah mengeluarkan sesuatu dalam
rangka memenuhi kebutuhan. Konsumsi meliputi keperluan, kesenanga,
dan kemewahan. Kesenangan atau keindahan diperbolehkan asal tidak
berlebihan, yaitu tidak melampaui batas yang dibutuhkan oleh tubuh dan

1 Abdul Aziz, M.Ag, Etika Bisnis Perspektif Islam;(Bandung: ALFABETA CV,


2013). hlm. 158-159.

2 Ibid.,hlm. 159
tidak pula melampaui batas-batas makanan yang dihalalkan. Konsumen
muslim tidak akan melakukan permintaan terhadap barang sama banyak
dengn pendapatan, sehingga pendapatan habis. Karena mereka
mempunyai ebutuhan jangka pendek (dunia) dan kebutuhan jangka
panjang ( akhirat).3
Al-Quranul karim memberikan kepada kita petunjuk-petunjuk yang
sangat jelas dalam hal konsumsi. Ia mendorong penggunaan barang-
barang yang baik dan bermanfaat serta melarang adanya pemborosan
dan pengeluaran terhadap ha-hal yang tidak penting, juga melarang
orang muslim untuk makan dan berpakaian kecuali hanya yang baik 4,
berdasarkan ayat yang berbunyi:

(4:)



Artinya:

Mereka menanyakan kepadamu : apakah yang dihalalkan bagi


mereka?. Katakanlah dihalalkan bagimu yang baik-baik. (QS.
Al-Maidah:4)
Nabi Muhammmad SAW bersabda : Makan dan minumlah,
bersedekahlah serta berpakaianlah dengan tidak berlebihan. Yang
artinya bahwa permintaan harus dihentikan setelah kebutuhan dunia
terpenuhi, karena ada kebutuhan akhirat yang harus dipenuhi, yaitu
zakat.
Ajaran islam sebenarnya bertujuan untuk mengingatkan umat manusia
agar membelanjakan harta sesuai kemampuannya. Pengeluaran tidak
seharusnya melebihi pendapatan dan juga tidak mengeluarkan
pengeluaran terlalu rendah sehingga mengarah kepada kebakhilan.

3 Ilfi Nur Diana, Hadits-hadist Ekonomi, UIN Malang Press, Malang, 2008, hlm. 57.

4 Afzalur Rahman, Doktrin Ekonomi Islam.(Yogyakarta: PT. Daana Bhakti Wakaf,


1995).,hlm.18.
Dalam konsumsi, seorang muslim harus memperhatikan kebaikan
(kehalalan) sesuatu yang akan dikonsumsinya. Para fuqoha menjadikan
konsumsi hal-hal ang baik ke dalam empat tingkatan.
1. Wajib mengkonsumsi sesuatu yang dapat menghindarkan diri dari
kebinasaan dan tidak mengkonsumsi kadar ini padaha mampu yang
berdampak pada dosa.
2. Sunnah, yaitu mengkonsumsi lebih dari kadar yang menghindarkan diri
dari kebinasaan dan menjadikan seseorang muslim mampu shalat
dengan berdiri dan mudah berpuasa.
3. Mubah, yaitu mengkonsumsi sesuatu yang lebih dari yang sunnah
sampai batas kenyang.
4. Konsumsi yang melebihi batas kenyang, yang dalam hal ini terdapat
dua pendapat ada yang mengatakan makruh yang satunya
mengatakan haram.
konsumsi islam akan menjauhkan seseorang dari sifat egois
(ananiyah), sehingga seorang muslim akan menafkahkan hartanya untuk
kerabat terdekat (sebaik-baiknya infak), fakir miskin, dan orang-orang
yang membutuhkan dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah.
D. Prinsip prinsip dalam konsumsi
Menurut Islam, anugerah-anugerah Allah adalah milik semua manusia. Suasana yang
menyebabkan sebagian diantara anugerah-anugerah itu berada ditangan orang-orang tertentu
tidak berarti bahwa mereka dapat memanfaatkan anugerah-anugerah itu untuk mereka
sendiri. Orang lain masih berhak atas anugerah-anugerah tersebut walaupun mereka tidak
memperolehnya. Dalam Al-Quran Allah SWT mengutuk dan membatalkan argumen yang
dikemukakan oleh orang kaya yang kikir karena ketidaksediaan mereka memberikan bagian
atau miliknya ini.
Dalam ekonomi Islam konsumsi dikendalikan oleh lima prinsip dasar5:
1. Prinsip Keadilan
Syarat ini mengandung arti ganda yang penting mengenai mencari rezeki secara halal dan
tidak dilarang hukum. Dalam soal makanan dan minuman, yang terlarang adalah darh,

5 Eko Suprayitno, Ekonomi Islam, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2005).,hlm. 92-95.


daging binatang yang telah mati sendiri, daging babi, daging binatang yang ketika disembelih
diserukan nama selain Allah.
2. Prinsip Kebersihan
Syariat yang kedua ini tercantum dalam kitab suci Al-Quran maupun Sunnah tentang
makanan. Harus baik atau cocok untuk dimakan, tidak kotor ataupun menjijikkan sehingga
merusak selera. Karena itu, tidak semua yang diperkenankan boleh dimakan dan diminum
dalam semua keadaan. Dari semua yang diperbolehkan makan dan minumlah yang bersih
dan bermanfaat.
3. Prinsip Kesederhanaan
Prinsip ini mengatur prilaku manusia mengenai makanan dan minuman adalah sikap
tidak berlebih-lebihan, yang berarti janganlah makan secara berlebih.
4. Prinsip Kemurahan Hati
Dengan mentaati perintah Islam tidak ada bahaya maupun dosa ketika kita memakan dan
meminum makanan halal yang disediakan Tuhan karena kemurahan hati-Nya. Selama
maksudnya adalah untuk kelangsungan hidup dan kesehatan yang lebih baik dengan tujuan
menunaikan perintah Tuhan dengan keimanan yang kuat dalam tuntutan-Nya, dan perbuatan
adil sesuai dengan itu, yang menjamin persesuaian bagi semua perintah-Nya.
5. Prinsip Moralitas.
Bukan hanya mengenai makanan dan minuman langsung tetapi dengan tujuan
terakhirnya, yakni untuk peningkatan atau kemajuan nilai-nilai moral dan spiritual.
Seseorang muslim diajarkan untuk menyebut nama Allah sebelum makan dan menyatakan
terima kasih kepada-Nya setelah makan. Dengan demikian ia akan merasakan kehadiran Ilahi
pada waktu memenuhi keinginan-keinginan fisiknya. Hal ini penting artinya karena Islam
menghendaki perpaduan nilai-nilai hidup material dan spiritual yang berbahagia.
Ada juga tiga prinsip dasar konsumsi yang digariskan oleh islam, yakni:
a. Halal, sabda Rasulullah SAW.







Artinya:
halal itu jelas dan haram juga jelas, di antara keduanya adalah
syubhat.
b. Baik, sehat,dan bergizi.
Allah SWT. Berfirman:
...






Artinya:
Hai orang-orang yang beriman, makanlah diantara rezeki yang
baik-baik yang kami berikan kepadamu dan bersukurlah kepada
Allah, jika benar-benar kepada-Nya kamu menembah. (Qs. Al-
Baqarah:2:172).
c. Makan minum secukupnya. Rasulullah SAW. Bersabda:


















Artinya:
anak adam tidak mengisi penuh suatu wadah yang lebih jelek dari
perut, cukuplah bagi mereka itu beberapa suap makan yang dapat
menegakkan punggungnya, apabila kuat keinginannya maka
jadikanlah sepertiga untuk makan, sepertiga untuk minum, dan
sepertiga untuk dirinya atau udara.
d. Tidak mengandung riba, tidak kotor/nakjiz/menjijikkan.
e. Bukan hasil suap atau curian.
Menurut Arif Pujiyono dalam tulisan yang berjudul Teori Konsumsi
Islam, prinsip dasar konsumsi islami harus berdasarkan pada prinsip-
prinsip6 sebagai berikut:
1) Prinsip syariah, yaitu menyangkut dasar syariat yang harus terpenuhi
dalam melakukan konsumsi dimana terdiri dari:
a) Prinsip akidah, yaitu hakikat konsumsi adalah sebagai sarana untuk
ketaatan atau beribadah sebagai perwujudan keyakinan manusia
sebagai mahluk yang mendapatkan beban khalifah dan amanah
dibumi yang nantina diminta pertanggung jawaban oleh pencipta-
Nya.
b) Prinsip ilmu, yaitu seorang ketika akan mengkonsumsi harus tahu
ilmu tentang barang yang akan dikonsumsi dan hukum-hukum yang

6 Ibid., hlm. 161.


berkaitan dengannya apakah merupakan sesuatu yang halal atau
haram baik ditinjau dari zat, proses, maupun tujuannya.
c) Prinsip amaliah, sebagai konsekuensi akidah dan ilmu yang telah
diketahui tentang konsumsi islami tersebut.
2) Prinsip Kuantitas, yaitu sesuatu dengan batas-batas kuantitas yang
telah dijelaskan dalam syariat islam, diantaranya:
a) Sederhana, yaitu mengkonsumsi yang sifatnya tengah-tengah
antara menghamburkan harta dengan baik, tidak bermewah-
mewah, tidak mubazir, dan hemat.
b) Sesuai antara pemasukan dan pengeluaran, artinya dalam
mengkonsumsi harus disesuaikan dengan kemampuan yang
dimilikinya, bukan besar pasak dari pada tiang.
c) Menabung dan investasi, artinya tidak semua kekayaan digunakan
untuk konsumsi tapi juga disimpan untuk kepentingan
pengembangan kekayaan itu sendiri.
3) Prinsip prioritas, dimana memperhatikan urutan kepentingan yang
harus diprioritaskan agar tidak terjadi kemudharatan, yaitu:
a) Primer, yaitu mengkonsumsi dasar yang harus terpenuhi agar
manusia dapat hidup dan menegakkan kemaslahatan dirinya
didunia dan agamanya serta orang terdekatnya, seperti makanan
pokok.
b) Sekunder, yaitu mengkonsumsi untuk menambah atau
meningkatkan tingkat kualitas hidup yang lebih baik, misalnya
mengkonsumsi madu, susu, dan sebagainya.
c) Tertsier, yaitu untuk memenuhi konsumsi manusia yang jauh lebih
membutuhkan.
4) Prinsip sosial, yaitu memperhatikan lingkungan sosial disekitarnya
sehingga tercipta keharmonisan hidup dalam masyarakat, diantaranya
adalah:
a) Kepentingan umat, yaitu saling menanggung dan tolong menolong
sebagaimana bersatunya suatu badan yang apabila sakit pada
salah satu anggotanya, maka anggota yang lain juga
merasakannya.
b) Keteladanan, yaitu memberikan contoh yang baik dalam
berkonsumsi apalagi jika dia adalah seorang tokoh atau pejabat
yang banyak mendapat sorotan dimasyarakat.
c) Tidak membahayakan orang lain, yaitu dalam mengkonsumsi justru
tidak merugikan dan memberikan mudharat ke orang lain seperti
merokok dan sejenisnya.
5) Prinsip lingkungan, yaitu dalam mengkonsumsi harus sesuai dengan
kondisi potensi daya dukung sumber daya alam dan keberlanjutannya
atau tidak merusak lingkungan (eksploitasi).
6) Tidak meniru atau mengikuti perbuatan konsumsi yang tidak
mencerminkan etika konsumsi islami seperti suka menjamu dengan
tujuan bersenang-senang atau memamerkan kemewahan dan
menghambur-hamburkan harta.
E. Etika Konsumsi Islami
Di bidang konsumsi, etika islam berarti seseorang ketika
mengkonsumsi barang-barang atau rezeki harus dengan cara yang halal
dan baik. Artinya, per-buatan yang baik dalam mencari barang-barang
atau rezeki baik untuk dikonsumsi maupun diproduksi adalah bentuk
ketaatan terhadap Allah SWT., sebagaimana disebutkan dalam Al-Quran:










Artinya:
Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang
terdapat dibumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah
syaitan; karena sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang
nyata bagimu. (Qs. Al-Baqarah:2:168).
Konsumsi berlebih-lebihan, yang merupakan ciri khas masyarakat yang
tidak mengenal tuhan, dikutuk dalam islam dan disebut dengan istilah
ishraf (pemborosan) atau tabzir (menghambur-hamburkan harta tanpa
guna).
Salah satu ciri dalam etika islam adalah bahwa ia tidak hanya
mengubah nilai-nilai dan kebiasaan-kebiasaan masyarakat tetapi juga
menyajikan kerangka legislatif yang perlu untuk mendukung dan
memperkuat tujuan-tujuan ini dan menghindari penyalahgunaannya.
Menurut Arif Pujiyono, Etika Konsumsi Islami dapat diklasifikasikan
menjadi beberapa aspek7 berikut ini:
1. Jenis barang yang dikonsumsi adalah barang yang baik dan halal
(halalan Thayiban), yaitu:
a. Zat, artinya secara materi materi tersebut telah disebutkan dalam
hokum syariah:
1) Halal, dimana asal hukum makanan adalah boleh kecuali yang di-
larang.
2) Haram, dimana hanya beberapa jenis makanan yang dilarang.
b. Proses, artinya dalam prosesnya telah memenuhi kaidah syariah,
misalnya:
1) Sebelum makan membaca basmalah selesai membaca
hamdalah, menggunakan tangan kanan, bersih.
2) Cara mendapatkannya tidak dilarang, Seperti riba, merampas,
judi, menipu, tidak menyebut Allah ketika menyembelih.
2. Kemanfaatan atau kegunaan barang yang dikonsumsi, artinya lebih
memberikan manfaatdan jauh dari merugikan baik dirinya maupun
orang lain.
3. Kuantitas barang yang dikonsumsi tidak berlebihan dan tidak terlalu
sedikit atau kikir/bakhil, tapi pertengahan.
Etika islam tentang konsumsi ini lebih diarahkan kepada pihak
konsumen dan bukan pada pihak produsen. Konsumen hendaknya
membelanjakan harta sesuai kebutuhannya tanpa berlebih-lebihan dan
menghindari pembelanjaan yang dapat mengakibatkan tabzir
(pemborosan). Selain itu, islam juga menganjurkan hidup sederhana dan

7 Abdul Aziz, M.Ag, Etika Bisnis Perspektif Islam;(Bandung: ALFABETA CV,


2013). Hlm.166.
menjauhi gaya hidup yang mewah, sebagaimana dalam prinsip dasar
etika konsumsi islami di atas.
Menurut Yusuf Qardhawi ada beberapa norma dasar yang menjadi landasan dalam
berperilaku konsumsi seorang muslim, antara lain:
1. Pembelanjaan pada hal-hal yang baik dan memerangi kebakhilan serta kekikiran
a. Menggunakan Harta Secukupnya
Memproduksi barang-barang yang baik dan memiliki harta adalah hak sah menurut
Islam. Namun, pemilikan harta itu bukanlah tujuan tetapi sarana untuk menikmati karunia
Allah dan wasilah untuk mewujudkan kemaslahatan umum, yang memang tidak sempurna
kecuali dengan harta yang dijadikan Allah bagi manusia sebagai batu pijakan.
Belanja dan konsumsi adalah tindakan yang mendorong masyarakat berproduksi hingga
terpenuhi segala kebutuhan hidupnya. Jika tidak ada manusia yang bersedia menjadi
konsumen , dan jika daya beli masyarakat berkurang karena sifat kikir melampaui batas,
maka cepat atau lambat, roda produksi niscaya akan terhenti, selanjutnya perkembangan
bangsapun terhambat.
b. Wajib Membelanjakan Harta
Perintah diwajibkan untuk membelanjakan harta tercantum setelah anjuran beriman
kepada Allah dan nabi-Nya. Ini merupakan pertanda jelasnya perintah membelanjakan uang,
bukan sekedar anjuran yang boleh dikerjakan atau ditinggalkan. Kombinasi antara iman dan
infak banyak terdapat di dalam ayat al-Quran, dari salah satu ayat tersebut kita dapat
menemukan bahwa Al-Quran menetapkan infak berupa sebagian dari rizki Allah. Artinya
yang dinafkahkan itu hanya sebagian, sedangkan sebagian lagi disimpan. Barang siapa
membelanjakan sebagian dari yang diperolehnya, maka ia jarang mengemis kepada orang
lain.
c. Dua Sasaran Membelanjakan Harta
Ada dua sasaran untuk membelanjakan harta :
1) Fi sabilillah
Bentuk membelanjakan harta atau menafkahkan harta fi sabilillah (di jalan Allah)
terdapat bermacam-macam bentuk variasi:
a) Dalam bentuk perintah dan peringatan.
b) Dalam bentuk ingkar dan anjuran
c) Dalam bentuk ganjaran mulia
d) Dalam bentuk ancaman yang keras
2) Diri sendiri dan keluarga
Bentuk nafkah yang kedua adalah nafkah untuk diri sendiri dan keluarga yang
ditanggungnya. Seorang muslim tidak diperbolehkan mengharamkan harta halal dan harta
yang baik untuk dikonsumsi bagi dan keluarganya, padahal sudah jelas mampu
mendapatkannya apakah terdorong sikap zuhud dan hidup serba kekurangan atau karena pelit
dan bakhil. Perintah diwajibkannya manusia untuk menikmati kenikmatan yang halal, seperti
makanan, minuman dan perhiasan, dalam al-Quran surah al-A`raaf 31-32.
a. Memerangi kemegahan, kemewahan dan kemubadziran
Jika Islam telah mewajibkan kepada pemilik harta untuk menafkahkan sebagiannya untuk
diri, keluarga dan dijalan Allah, serta mengharamkan baginya sikap pelit, dan kikir, maka
disisi lain Allah telah mengharamkan pemborosan dan penghamburan harta. Karena itu Allah
meletakkan batasan dan ketentuan dalam konsumsi dan pembelanjaan.
b. Arahan Islam tentang konsumsi
Sesungguhnya pengarahan pembelanjaan dan konsumsi adalah jalan hidup Islam yang
terpuji, baik dalam makanan, pakaian, tempat tinggal, dan lain-lain.
c. Memperingatkan dari berutang
Seorang muslim harus menyeimbangkan antara pemasukan dan pengeluarannya, atau
antara penghasilan dan pembelanjaannya supaya tidak terpaksa untuk berutang dan
mendapatkan kehinaan dari orang lain karena berutang.
d. Menjaga barang-barang inventaris
Menjaga dan memelihara barang-barang yang kita namakan dengan inventaris tetap yang
terdiri dari tanah, bangunan, pabrik, dan sebagainya. Untuk itu,tidak sepatutnya menyia-
nyiakannya tanpa kepentingan yang mendesak.
e. Kecaman Al-Quran terhadap orang yang hidup mewah
Kemewahan yang dimaksudkan adalah tenggelam dalam kenikmatan dan hidup berlebih-
lebihan dengan berbagai sarana yang seba menyenangkan.8
F. Sasaran Islam Dalam Pembatasan Konsumsi
Sasaran Islam dalam pembatasan konsumsi adalah sebagai berikut9:

8 Ibid , hlm. 211.


1. Pendidikan moral
Yaitu semacam pendidikan moral psikologis karena skap berlebih-lebihan dalam makan
dan minum bukan moral seorang mu`min . disamping aka menjerumuskan mereka kedalam
api neraka jahannam bersama orang-orang kafir yang bersenang-senang dengan makan-
makan bagaikan binatang ternak. Oleh karena itu, seorang mu`min hendaklah berhemat
dalam menikmati kesenangan dunia.
Oleh sebab itu mu`adz bin jabal meriwayatkan bahwa RasulullahSAW ketika
mengutusnya ke Yaman beliau bersabda padanya : Jauhilah olehmu berfoya-foya karena
hamba-hamba Allah (yang taat) itu bukanlah orang-orang yang berfoya-foya.
Maksud foya-foya pada uraian diatas adalah berlebih-lebihan dalam sarana kesenangan
yang menjerumuskan kepada kemewahan dan gaya hidup orang-orang yang bermewah-
mewah yang telah disnyalir oleh hadist yang lain dari Fatimah Az-Zahra ra. Dari Rasulullah
SAW: Orang-orang yang paling buruk dari umatku adalah orang-orang yang dijejali
kenikmatan, mereka yang makan dengan bermacam-macam makanan, berpakaian dengan
bermacam-macam busana dan banyak bicara omong kosong.
2. Pendidikan sosial
Yang dimaksud dengan pendidikan sosial disini adalah upaya untuk menghilangkan
kesenjangan sosial. Antara orang berpunya dengan orang tidak mampu, karena faktor yang
menambah kesengsaraan orang-orang melarat adalah sikap orang-orang kaya yang secara
tidak disadari telah melipat gandakan kepedihan kaum tidak mampu dimasyarakat dengan
berbuat berlebih-lebihan dalam menkmati kesenangan hidup.
3. Pendidikan ekonomi
Yang dimaksud dengan pendidikan ekonomi disini adalah pendidikan ekonomi bagi
setiap individu muslim dan umat Islam karena sikap berlebih-lebihan dalam konsumsi
adalah menyia-nyiakan semua usaha untuk penambahan produksi. Disamping itu siakap
demikian juga akan menghambur-hamburkan harta
4. Pendidikan kesehatan dan jasmani
Dimaksudkan dengan pendidikan kesehatan jasmani disini adalah sikap berlebih-lebihan
dalam makanan dan minuman yang berakibat pada sakit perut karena kekenyangan dan
kegemukan.
5. Pendidikan kemiliteran dan politik

9 Muhammad sharif chaudry, sistem ekonomi islam, Kencana, jakarta, 2012, hlm.138
Dimaksudkan dengan pendidikan kemiliteran dan politik bagi umat Islam adalah
pendidikan yang mempersiapkan umat untuk menghadapi musuh-musuh mereka karena
musuh-musuh umat Islam memiliki kekuatan dan ketangguhan sehingga untuk melatih umat
ini agar memiliki kekuatan fisik dan akal mau tidak mau harus melalui pendidikan militer.
Umat yang berlebih-lebihan dan bersenang-senang cenderung kepada hidup santai dan
mewah.

G. SIMPULAN
Pemanfaatan atau konsumsi merupakan bagian akhir dan sangat
penting dalam pengolahan kekayaan, dengan kata lain, pemanfaatan
adalah akhir dari keseluruhan proses produksi. konsumsi (pemanfaatn)
berperan sebagai bagian yang sangat penting bagi kehidupan ekonomi
seseorang maupun Negara. Dan yang terpenting dalam hal ini adalah
cara penggunaan ang harus diarahkan pada pilihan-pilihan yang baik dan
tepat agar kekayaan tersebut dimanfaatkan pada jalan sebaik mungkin.
Prinsip-prinsip yang harus diperhatikan dalam konsumsi adalah:
1. Prinsip kehalalan
2. Baik, sehat, dan bergizi,
3. Prinsip Keadilan
4. Prinsip kebersihan
5. Prinsip Kesederhanaan
6. Prinsip kemurahan hati
7. Prinsip moralitas.
Di bidang konsumsi, etika islam berarti seseorang ketika
mengkonsumsi barang-barang atau rezeki harus dengan cara yang halal
dan baik. Artinya, per-buatan yang baik dalam mencari barang-barang
atau rezeki baik untuk dikonsumsi maupun diproduksi adalah bentuk
ketaatan terhadap Allah SWT
DAFTAR PUSTAKA
Ilfi Nur Diana, Hadits-hadist Ekonomi., Malang, UIN Malang Press, 2008.

Eko Suprayitno, Ekonomi Islam., Yogyakarta, Graha Ilmu, 2005.

Muhammad sharif chaudry, sistem ekonomi islam., jakarta, Kencana, 2012.

Yusuf Qardhawi, Nilai dan Moral dalam Perekonomian Islam., Jakarta, Robbani press, 1997.

Afzalur Rahman, Doktrin Ekonomi Islam., (Yogyakarta: PT. Daana Bhakti Wakaf, 1995).

Anda mungkin juga menyukai