Laporan Kasus TB Paru MDR DG Efusi
Laporan Kasus TB Paru MDR DG Efusi
PENDAHULUAN
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Penyakit Tuberculosis merupakan penyakit infeksi bakteri yang menular
dan disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis yang ditandai dengan
pembentukan granuloma pada jaringan yang terinfeksi. Penyakit
tuberculosis ini biasanya menyerang paru tetapi dapat menyebar ke
hampir seluruh bagian tubuh termasuk meninges, ginjal, tulang, nodus
limfe. Infeksi awal biasanya terjadi 2-10 minggu setelah pemajanan.
Individu kemudian dapat mengalami penyakit aktif karena gangguan atau
ketidakefektifan respon imun. Dalam jaringan tubuh kuman ini dapat
Dormant, tertidur lama selama beberapa tahun.
Mycobacterium tuberculosis merupakan kuman aerob yang dapat hidup
terutama di paru/berbagai organ tubuh lainnya yang bertekanan parsial
tinggi. Kuman Tuberkulosis berbentuk batang, mempunyai sifat khusus
yaitu tahan terhadap asam pada pewarnaan. Oleh karena itu disebut pula
sebagai Basil Tahan Asam (BTA), kuman TB cepat mati dengan sinar
matahari langsung, tetapi dapat bertahan hidup beberapa jam ditempat
yang gelap dan lembab.
2.1 Epidemiologi
Tuberkulosis (TB) merupakan masalah kesehatan dunia yang penting
khususnya di negara berkembang. Pada bulan Maret tahun 1993 World Health
Organization (WHO) telah mendeklarasikan tuberkulosis sebagai Global
Health Emergency. Berdasarkan laporan Penanggulangan TB Global yang
dikeluarkan oleh WHO pada tahun 2007, angka insidensi TB pada tahun 2007
mencapai 555.000 kasus (256 kasus/100.000 penduduk), dan 46% diantaranya
diperkirakan merupakan kasus baru. Asia termasuk kawasan dengan
penyebaran tuberkulosis (TB) tertinggi di dunia sebesar 33%. Setiap 30 detik,
ada satu pasien di Asia meninggal dunia akibat penyakit ini.2,3,4
Indonesia adalah negara dengan prevalensi TB ke-3 tertinggi di dunia
setelah Cina dan India Perkiraan kejadian BTA positif di Indonesia adalah
266.000 kasus tahun 1998. TB menempati peringkat nomor 3 sebagai
penyebab kematian teringgi di Indonesia setelah penyakit jantung dan penyakit
pernafasan akut pada seluruh kalangan usia.2
Kejadian MDR TB tidak merata di seluruh belahan dunia. Dari laporan survei
yang dilakukan WHO tahun 1994 -1999 diperkirakan 70 % kasus baru MDR TB
terjadi hanya pada 10 negara, sehingga kasus MDR TB ini lebih dianggap menjadi
masalah lokal. Sedangkan laporan yang dibuat oleh International Union Against
Tuberculosis and Lung Disease (IUATLD) yang melakukan survei pada tahun 1994
-1997 terhadap 35 negara, dijumpai bahwa resistensi obat anti tuberkulosis terdapat
di seluruh negara yang disurvei. Hal ini mengarahkan bahwa kasus MDR-TB ini
merupakan masalah global.22 Survei yang dilakukan pada 54 negara antara tahun
1996 -1999 didapatkan bahwa angka resistensi tertinggi dijumpai di Estonia (36,9%),
diikuti oleh propinsi Henan di Cina (35%), Ivanovo Oblast di Federasi Rusia (32,4%)
dan Latvia (29,9%).15
Tahun 2000 di negara Jerman dijumpai angka resistensi sebesar
8,7%. Beberapa negara yang menjadi hot spot MDR-TB mempunyai
angka prevalensi MDR-TB yang tinggi dan dapat mengancam
keberhasilan program penanggulangan MDR-TB. Negara yang termasuk
di dalamnya adalah Estonia, Latvia di Eropa; Argentina dan Repoblik
Dominika di Amerika; serta Cote dIvoire di Afrika. Penelitian yang
dilakukan oleh Tsao dkk. di Chang Gung Memorial Hospital Taiwan pada
tahun1992-1996 didapatkan 28%-29% resisten terhadap paling sedikit
dua jenis obat. Penelitian yang dilakukan oleh Alicia dkk. di Pilipina
tahun 1999 didapatkan angka resistensi sebesar 17,6%, termasuk
14,9% terhadap isoniazid, 4,3% terhadap rifampisin, 6,4% terhadap
streptomisin dan 1,1% terhadap etambutol dan pirazinamid, sedangkan
angka MDR-TB didapatkan 4,3%. Penelitian terbaru yang dilakukan di
Gujarat India didapatkan angka MDR TB sebesar 35,2%. 15
2.2 Etiologi
Mikobakterium tipe humanus dan tipe bovinus adalah mikobakterium
yang paling banyak menyebabkan penyakit tuberkulosis. Kuman ini berbentuk
batang, bersifat aerob, dinding sel mengandung; lipid, fosfatida polisakarida,
tuberkulo protein, mudah mati pada air mendidih (5 menit pada suhu 800C,
dan 20 menit pada suhu 600C), dan apabila terkena sinar ultraviolet (matahari).
Basil tuberkulosis tahan hidup berbulan-bulan pada suhu kamar dan ruangan
yang lembab. Ia mempunyai sifat khusus yaitu tahan terhadap asam pada
pewarnaan, oleh karena itu disebut pula sebagai Basil Tahan Asam (BTA).1,4,5
2.3 Cara Penularan
Penularan penyakit ini melalui inhalasi droplet khususnya yang didapat
dari pasien TB paru dengan batuk berdarah atau berdahak yang mengandung
BTA positif. Pada waktu batuk atau bersin, penderita menyebarkan kuman ke
udara dalam bentuk droplet (percikan Dahak). Orang dapat terinfeksi kalau
droplet tersebut terhirup kedalam saluran pernapasan. Dalam 1 tahun, 1
penderita TB BTA positif menularkan 10-15 orang. Selama kuman TB masuk
kedalam tubuh manusia melalui pernapasan, kuman TB tersebut dapat
menyebar dari paru kebagian tubuh lainnya, melalui sistem peredaran darah,
sistem saluran limfe, salura napas,atau penyebaran langsung kebagian-bagian
tubuh lainnya.1,5,6
Risiko mendapat infeksi Mycobacterium tuberculosis ditentukan
terutama oleh faktor-faktor eksogen :3
a. Kontak dengan penderita BTA positif (seberapa dekat dan seberapa lama)
b. Lingkungan tempat kontak (lingkungan yang padat dan ventilasi ruang
yang buruk)
Sedangkan faktor-faktor endogen :3
a. Daya tahan tubuh
b. Usia
c. Penyakit penyerta (infeksi HIV, silikosis, limfoma, leukemia, malnutrisi,
gagal ginjal kronis, diabetes melitus, orang dengan terapi imunosupresif
dan hemophilia)
Gambar 2.1 Faktor risiko kejadian tuberculosis paru 2
2.4 Patogenesis
2.4.1 Tuberkulosis Primer
Infeksi primer terjadi saat seseorang terpapar pertama kali dengan kuman
TB. Droplet yang terhirup sangat kecil ukurannya, sehingga dapat melewati
sistem pertahanan mukosillier bronkus, dan terus berjalan ke alveolus dan
menetap di sana. Bila kuman menetap di jaringan paru, berkembang biak
dalam sitoplasma makrofag. Di sini kuman dapat terbawa masuk ke organ
tubuh lainnya. Kuman yang bersarang di jaringan paru akan berbentuk sarang
tuberkulosis pneumonia kecil dan disebut kompleks primer atau fokus Ghon.
Kompleks primer ini dapat terjadi di setiap bagian jaringan paru. Waktu antara
terjadinya infeksi sampai pembentukan kompleks primer adalah 3-8 minggu.1-4
Adanya infeksi dapat dibuktikan dengan terjadinya perubahan reaksi
tuberkulin dari negatif menjadi positif. Kelanjutan setelah infeksi primer
tergantung kuman yang masuk dan besarnya respon daya tahan tubuh
(imunitas seluler). Pada umumnya reaksi daya tahan tubuh tersebut dapat
menghentikan perkembangan kuman TB. Meskipun demikian, ada beberapa
kuman akan menetap sebagai kuman persisten atau dormant (tidur). Kadang-
kadang daya tahan tubuh tidak mampu menghentikan perkembangan kuman,
akibatnya dalam beberapa bulan, yang bersangkutan akan menjadi penderita
Tuberkulosis.3,4,6
Kompleks primer tersebut selanjutnya dapat menjadi:2
1. Sembuh sama sekali tanpa meninggalkan cacat. Ini yang paling sering
terjadi.
2. Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas berupa garis-garis fibrotik,
kalsifikasi di hilus dan 10% diantaranya dapat terjadi reaktivasi lagi
karena kuman yang dormant.
3. Berkomplikasi dan menyebar secara :
a. Per kontinuitatum, yakni menyebar kesekitarnya
b. Secara bronkogen pada paru yang bersangkutan maupun paru di
sebelahnya. Kuman ini juga tertelan bersama sputum dan ludah
sehingga menyebar ke usus.
c. Secara hematogen, ke organ tubuh lainnya
d. Secara limfogen.
2.4.2 Tuberkulosis Post Primer (Sekunder)
Kuman yang dormant pada tuberkulosis primer akan muncul bertahun-
tahun kemudian sebagai infeksi endogen menjadi tuberkulosis dewasa
(tuberkulosis post primer = TB pasca primer = TB sekunder). Mayoritas
reinfeksi mencapai 90%. Tuberkulosis sekunder terjadi karena imunitas
menurun seperti malnutrisi, alkohol, penyakit maligna, diabetes, AIDS dan
gagal ginjal. Tuberkulosis pasca primer ini dimulai dari sarang dini yang
berlokasi di regio atas paru (bagian apikal-posterior lobus superior atau
inferior). Invasinya adalah ke daerah parenkim paru-paru dan tidak ke nodus
hiler paru. Sarang dini ini mula-mula juga berbentuk sarang pneumonia kecil.
Dalam 3-10 minggu sarang ini menjadi tuberkel yakni suatu granuloma yang
terdiri dari sel-sel histiosit dan sel Datia-Langhans yang dikelilingi oleh sel-sel
limfosit dan berbagai jaringan ikat.1-4
Sarang dini pada tuberkulosis sekunder ini akan mngikuti salah satu jalan
sebagai berikut:2-4
1. Direabsorbsi kembali dan sembuh tanpa meninggalkan cacat.
2. Sarang tersebut akan meluas dan segera terjadi proses penyembuhan
dengan serbukan jaringan fibrosis. Selanjutnya akan terjadi pengapuran
dan akan sembuh dalam bentuk perkapuran. Sarang tersubut dapat
menjadi aktif kembali dengan membentuk jaringan keju dan
menimbulkan kavitas bila jaringan keju dibatukkan keluar.
3. Sarang tersebut meluas, membentuk jaringan keju. Kavitas akan muncul
dengan dibatukkannya jaringan keju keluar. Kavitas awalnya berdinding
tipis, kemudian dindinganya akan menjadi tebal (kavitas sklerotik).
Kavitas tersebut akan menjadi:
a. Meluas kembali dan menimbulkan sarang baru.
b. Memadat dan membungkus diri (enkapsulasi), dan disebut
tuberkuloma. Tuberkuloma dapat mengapur dan sembuh, dan
mungkin aktif kembali, mencair lagi dan terus menjadi kavitas lagi.
c. Bersih dan menyembuh yang disebut open healed cavity, atau kavitas
menyembuh dengan membungkus diri dan akhirnya mengecil.
Kemungkinan berakhir sebagai kavitas yang terbungkus dan menciut
sehingga kelihatan seperti bintang.
2.5
Klasifikasi
TB paru diklasifkasikan atas:2,7
a. Berdasarkan hasil pemeriksaan dahak (BTA)
1. TB paru BTA(+)
2. TB paru BTA (-)
b. Berdasarkan lokasi
1. TB paru
2. TB extra paru
c. Berdasarkan tipe pasien
1. Kasus baru, bila pasien belum pernah mendapat pengobatan dengan OAT
atau sudah pernah menelan obat kurang dari satu bulan.
2. Kasus relaps (kambuh), bila pasien sebelumnya pernah mendapat
pengobatan TB dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap,
kemudian kembali lagi berobat dengan hasil pemeriksaan sputum BTA
(+).
3. Kasus defaulted atau drop out , bila pasien telah menjalani pengobatan
1 bulan dan tidak mengambil obat 2 bulan berturut-turut atau lebih
sebelum masa pengobatan selesai.
4. Kasus gagal, bila pasien BTA positif yang masif tetap positif atau kembali
positif pada akhir bulan ke 5 atau akhir pengobatan.
5. Kasus kronik, bila pasien dengan hasil pemeriksaan BTA masih positif
setelah selesai pengobatan ulang dengan pengobatan kategori 2 dengan
pengawasan yang baik.
6. Kasus bekas TB, bila hasil pemeriksaan BTA negatif dan gambaran
radiologi paru menunjukkan lesi TB yang tidak aktif.
imunitas selular.1,3
Pada saat terbentuknya kompleks primer, TB primer dinyatakan telah terjadi.
Setelah terjadi kompleks primer, imunitas selular tubuh terhadap TB terbentuk,
yang dapat diketahui dengan adanya hipersensitivitas terhadap tuberkuloprotein,
yaitu uji tuberkulin positif. Selama masa inkubasi, uji tuberkulin masih negatif.
Pada sebagian besar individu dengan sistem imun yang berfungsi baik, pada saat
sistem imun selular berkembang, proliferasi kuman TB terhenti. Akan tetapi,
sejumlah kecil kuman TB dapat tetap hidup dalam granuloma. Bila imunitas
selular telah terbentuk, kuman TB baru yang masuk ke dalam alveoli akan segera
dimusnahkan oleh imunitas selular spesifik (cellular mediated immunity, CMI).
1,3
1. Batuk
a Batuk baru timbul apabila proses penyakit telah melibatkan bronkus.
Batuk 2 minggu dan mula-mula terjadi oleh karena iritasi bronkus,
selanjutnya akibat adanya peradangan pada bronkus batuk akan menjadi
produktif. Batuk produktif ini berguna untuk membuang produk-produk
ekskresi peradangan. Dahak dapat bersifat mukoid atau purulent. Batuk
bersifat non-remitting (tidak pernah reda atau intensitas semakin lama
semakin parah) dan sebab lain batuk telah dapat disingkirkan.
2. Batuk darah
Batuk darah terjadi akibat pecahnya pembuluh darah. Berat dan
ringannya batuk darah yang timbul tergantung dari besar kecilnya
pembuluh darah yang pecah. Batuk darah tidak selalu timbul akibat
pecahnya aneurisma pada dinding kavitas, juga dapat terjadi karena
ulserasi pada mukosa bronkus. Batuk darah inilah yang paling sering
membawa penderita berobat ke dokter.
3. Nyeri dada
Gejala ini jarang ditemukan. Nyeri dada timbul bila infiltrasi radang
sudah sampai ke pleura sehingga menimbulkan pleuritis. Terjadi
gesekan kedua pleura sewaktu pasien menarik/melepaskan nafasnya.
4. Wheezing
Terjadi karena penyempitan lumen endobronkus yang disebabkan
oleh sekret, peradangan, jaringan granulasi dan ulserasi.
5. Dispneu
Gejala ini ditemukan pada penyakit yang lanjut dengan kerusakan
paru yang cukup luas. Pada awal penyakit gejala ini tidak pernah
didapatkan.
b. Gejala sistemik-4,8,9
1. Demam
Demam merupakan gejala pertama dari TB paru, demam lama (2
minggu) dan/atau berulang tanpa sebab yang jelas (bukan demam tifoid, infeksi
saluran kemih, malaria, dan lain-lain), biasanya subfebril, mirip demam
influenza yang segera mereda. Tergantung dari daya tahan tubuh dan
virulensi kuman, serangan demam yang berikut dapat terjadi setelah 3
bulan, 6 bulan, 9 bulan (multiplikasi 3 bulan). Demam dapat mencapai
suhu tinggi yaitu 40-41C.
2. Keringat malam
Keringat malam bukanlah gejala yang patognomonis untuk penyakit
tuberkulosis paru. Keringat malam umumnya baru timbul bila proses telah
lanjut, kecuali pada orang-orang dengan vasomotor labil, keringat malam
dapat timbul lebih dini.
3. Malaise dan nafsu makan berkurang
Tuberkulosis bersifat radang menahun sehingga dapat terjadi rasa
tidak enak badan, pegal-pegal, nafsu makan berkurang, badan makin
kurus, sakit kepala dan mudah lelah.
4. Gangguan Menstruasi
Terjadi pada proses tuberkulosis paru sudah menjadi lanjut.
4. Penurunan berat badan
Berat badan turun tanpa sebab yang jelas atau berat badan tidak naik dengan
adekuat atau tidak naik dalam 1 bulan setelah diberikan upaya perbaikan gizi
yang baik.
Gejala klinis pada organ yang terkena TB, tergantung jenis organ yang
terkena, misalnya kelenjar limfe, susunan saraf pusat (SSP), tulang, dan kulit,
adalah sebagai berikut:
a Tuberkulosis kelenjar (terbanyak di daerah leher atau regio colli):
b Pembesaran KGB multipel (>1 KGB), diameter 1 cm, konsistensi
kenyal, tidak nyeri, dan kadang saling melekat atau konfluens.
c Tuberkulosis otak dan selaput otak:
1 Meningitis TB: Gejala-gejala meningitis dengan seringkali disertai
gejala akibat keterlibatan saraf-saraf otak yang terkena.
2 Tuberkuloma otak: Gejala-gejala adanya lesi desak ruang.
d Tuberkulosis sistem skeletal:
1). Tulang belakang (spondilitis): Penonjolan tulang belakang (gibbus).
2). Tulang panggul (koksitis): Pincang, gangguan berjalan, atau tanda
peradangan di daerah panggul.
3). Tulang lutut (gonitis): Pincang dan/atau bengkak pada lutut tanpa
sebab yang jelas.
4). Tulang kaki dan tangan (spina ventosa/daktilitis).
e Skrofuloderma:
Ditandai adanya ulkus disertai dengan jembatan kulit antar tepi ulkus
(skin bridge).
f Tuberkulosis mata:
1). Konjungtivitis fliktenularis (conjunctivitis phlyctenularis).
2). Tuberkel koroid (hanya terlihat dengan funduskopi).
Tuberkulosis organ-organ lainnya, misalnya peritonitis TB, TB ginjal dicurigai
bila ditemukan gejala gangguan pada organ-organ tersebut tanpa sebab yang jelas dan
disertai kecurigaan adanya infeksi TB
a. Anamnesa
Dari anamnesa didapatkan keluhan pasien berupa keluhan
respiratorik dan keluhan sistemik.
b. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan pertama terhadap keadaan umum pasien
mungkin ditemukan konjungtiva dan kulit yang pucat karena
anemia, suhu demam subfebris, badan kurus atau berat badan
menurun.
c. Pemeriksaan laboratorium
Sputum
Sputum dijadikan tanda yang patognomonis, dengan
ditemukannya kuman BTA, diagnosis tuberkulosis sudah dapat
dipastikan. Di samping itu pemeriksaan sputum juga dapat
memberikan evaluasi terhadap pengobatan yang sudah
diberikan. BTA dari sputum bisa juga didapat dengan cara
bilasan bronkus, jaringan paru, pleura, cairan pleura, cairan
lambung, jaringan kelenjar, cairan serebrospinal, urin dan tinja.
Hal ini sering dikerjakan pada anak-anak karena mereka sulit
mengeluarkan dahaknya. Bila sputum sudah didapat, kuman
BTA pun kadang-kadang sulit ditemukan. Kuman baru dapat
ditemukan bila bronkus yang terlibat proses penyakit ini terbuka
ke luar. Cara pengambilan sputum yaitu 3 kali (sewaktu-pagi-
sewaktu). Pembacaan hasil pemeriksaan sediaaan sputum
dilakukan dengan menggunakan skala International Union
Against Tuberkulosis and Lung Disease (IUATLD), sebagai
berikut:
Darah
Pemeriksaan darah tidak dapat digunakan sebagai pegangan
untuk menyokong diagnosis TB paru, karena hasil pemeriksaan
darah tidak menunjukkan gambaran yang khas. Tapi gambaran
darah kadang-kadang dapat membantu menentukan aktivitas
penyakit.
- Leukosit
Jumlah leukosit dapat normal atau sedikit meningkat
pada proses yang aktif.
- Hemoglobin
Pada penyakit tuberkulosis berat sering disertai
dengan anemi derajat sedang. Bersifat normositik dan sering
disebabkan defisiensi besi.
Tes tuberkulin
Tes tuberkulin hanya menyatakan apakah seseorang individu
sedang atau pernah mengalami infeksi M. Tuberculosa, M.
Bovis, vaksinasi BCG dan Mycobacteria patogen lainnya.
d. Pemeriksaan Radiologis
Pemeriksaan standar ialah foto thoraks PA. Pada
pemeriksaan foto toraks, tuberkulosis dapat memberi gambaran
bermacam-macam bentuk (multiform).
Gambaran foto toraks pada TB tidak khas karena juga dapat dijumpai pada
penyakit lain. Dengan demikian pemeriksaan foto toraks saja tidak dapat digunakan
untuk mendiagnosis TB, kecuali gambaran TB milier.
- Fibrotik
- Kalsifikasi
Tuberkulosis paru dengan resistensi dicurigai kuat jika kultur basil tahan
asam (BTA) tetap positif setelah terapi 3 bulan atau kultur kembali positif setelah
terjadi konversi negatif. Beberapa gambaran demografik dan riwayat penyakit dahulu
dapat memberikan kecurigaan TB paru resisten obat, yaitu 1) TB aktif yang
sebelumnya mendapat terapi, terutama jika terapi yang diberikan tidak sesuai standar
terapi; 2) Kontak dengan kasus TB resistensi ganda; 3) Gagal terapi atau kambuh; 4)
Infeksi human immnodeficiency virus (HIV); 5) Riwayat rawat inap dengan wabah
MDR TB.16
Diagnosis TB resistensi tergantung pada pengumpulan dan proses kultur
spesimen yang adekuat dan harus dilakukan sebelum terapi diberikan. Jika pasien
tidak dapat mengeluarkan sputum dilakukan induksi sputum dan jika tetap tidak bisa,
dilakukan bronkoskopi. Tes sensitivitas terhadap obat lini pertama dan kedua harus
dilakukan pada laboratorium rujukan yang memadai.16
Beberapa metode telah digunakan untuk deteksi resistensi obat pada TB.
Deteksi resistensi obat di masa lalu yang disebut dengan metode konvensional
berdasarkan deteksi pertumbuhan M.tuberculosis. Akibat sulitnya beberapa metode
ini dan membutuhkan waktu yang lama untuk mendapatkan hasilnya, maka
belakangan ini diusulkanlah teknologi baru. Yang termasuk metode terbaru ini adalah
metode fenotipik dan genotipik. Pada banyak kasus, metode genotipik khususnya
telah mendeteksi resistensi rifampisin, sejak saat itu metode ini dipertimbangkan
sebagai petanda TB resisten khususnya pada suasana dengan prevalensi TB resisten
tinggi. Sementara metode fenotipik, di lain sisi, merupakan metode yang lebih
sederhana dan lebih mudah diimplementasikan pada laboratorium mikrobakteriologi
klinik secara rutin.8
1.5. Penalaksanaan MDR TB
Dasar pengobatan terutama untuk keperluan membuat regimen obat-obat anti
TB, WHO guidelines membagi obat MDR-TB menjadi 5 group berdasarkan potensi
dan efikasinya, sebagai berikut (World Health Organization, 2008):17
1. Grup pertama, pirazinamid dan ethambutol, karena paling efektif dan dapat
ditoleransi dengan baik. Obat lini pertama yang terbukti sebaiknya digunakan
dan digunakan dalam dosis maksimal.
2. Grup kedua, obat injeksi bersifat bakterisidal, kanamisin (amikasin), jika alergi
digunakan kapreomisin, viomisin. Semua pasien diberikan injeksi sampai
jumlah kuman dibuktikan rendah melalui hasil kultur negative
3. Grup ketiga, fluorokuinolon, obat bekterisidal tinggi, misal levofloksasin.
Semua pasien yang sensitif terhadap grup ini harus mendapat kuinolon dalam
regimennya
4. Grup empat, obat bakteriostatik lini kedua, PAS (paraaminocallicilic acid),
ethionamid, dan sikloserin. Golongan obat ini mempunyai toleransi tidak
sebaik obat-obat oral lini pertama dan kuinolon.
5. Grup kelima, obat yang belum jelas efikasinya, amoksisilin, asam klavulanat,
dan makrolid baru (klaritromisin). Secara in vitro menunjukkan efikasinya,
akan tetapi data melalui uji klinis pada pasien MDR TB masih minimal.
Ada tiga cara pendekatan pembuatan regimen didasarkan atas riwayat obat TB
yang pernah dikonsumsi penderita, data drug resistance surveillance (DRS) di suatu
area, dan hasil DST dari penderita itu sendiri. Berdasarkan data di atas mana yang
dipakai, maka dikenal pengobatan dengan regimen standar, pengobatan dengan
regimen standar yang diikuti dengan regimen yang sesuai dari hasil DST individu
penderita tersebut, dan pengobatan secara empiris yang diikuti dengan regimen yang
sesuai dari hasil DST individu penderita tersebut.17
Pengobatan dengan regimen standar : pembuatan regimen didasarkan atas hasil
DRS yang bersifat representative pada populasi dimana regimen tersebut akan
diterapkan. Semua pasien MDR TB akan mendapat regimen sama. 17
Pengobatan dengan regimen standar yang diikuti dengan regimen yang sesuai
dari hasil DST individu penderita : awalnya semua pasien akan mendapat regimen
yang sama selanjutnya regimen disesuaikan berdasarkan hasil uji sensitivitas yang
telah tersedia dari pasien yang bersangkutan. 17
Pengobatan secara empirik yang diikuti dengan regimen yang sesuai dari hasil
DST individu pasien : tiap regimen bersifat individualis, dibuat berdasarkan riwayat
pengobatan TB sebelumnya, selanjutnya disesuaikan setelah hasil uji sensitivitas obat
dari pasien yang bersangkutan tersedia. 17
Menurut WHO guidelines 2008 membuat pentahapan tersebut sebagai berikut
(World Health Organization, 2008): 17
Tahap 1 : gunakan obat dari lini pertama yang manapun yang masih
menunjukkan efikasi
Tahap 2 : tambahan obat di atas dengan salah satu golongan obat injeksi
berdasarkan hasil uji sensitivitas dan riwayat pengobatan
Tahap 3 : tambahan obat-obat di atas dengan salah satu obat golongan
fluorokuinolon
Tahap 4 : tambahkan obat-obat tersebut di atas dengan satu atau lebih dari obat
golongan 4 sampai sekurang-kurangnya sudah tersedia 4 obat yang mungkin
efektif
Tahap 5 : pertimbangkan menambahkan sekurang-kurangnya 2 obat dari
golongan 5 (melalui proses konsultasi dengan pakar TB MDR) apabila dirasakan
belum ada 4 obat yang efektif dari golongan 1 sampai 4.
Selain itu, ada beberapa butir dalam pengobatan MDR TB yang dianjurkan
oleh WHO (2008) sebagai prinsip dasar, antara lain (World Health Organization,
2008) : (1) Regimen harus didasarkan atas riwayat obat yang pernah diminum
penderita. (2) Dalam pemilihan obat pertimbangkan prevalensi resistensi obat lini
pertama dan obat lini kedua yang berada di area / negara tersebut. (3) Regimen
minimal terdiri 4 obat yang jelas diketahui efektifitasnya. (4) Dosis obat diberikan
berdasarkan berat badan. (5) Obat diberikan sekurnag-kurangnya 6 hari dalam
seminggu, apabila mungkin etambutol,pirazinamid, dan fluoro kuinolon diberikan
setiap hari oleh karena konsentrasi dalam serum yang tinggi memberikan efikasi. (6)
Lama pengobatan minimal 18 bulan setelah terjadi konversi. (7) Apabila terdapat
DST, maka harus digunakan sebagai pedoman terapi. DST tidak memprediksi
efektivitas atau inefektivitas obat secara penuh. (8) Pirazinamid dapat digunakan
dalam keseluruhan pengobatan apabila dipertimbangkan efektif. Sebagian besar
penderita MDR TB memiliki keradangan kronik di parunya, dimana secara teoritis
menghasilkan suasana asam dan pirazinamid bekerja aktif. (9) Deteksi awal adalah
faktor penting untuk mencapai keberhasilan. 17
Pengobatan pasien MDR TB terdiri atas dua tahap, tahap awal dan tahap
lanjutan. Pengobatan MDR TB memerlukan waktu lebih lama daripada pengobatan
TB bukan MDR, yaitu sekitar 18-24 bulan. Pada tahap awal pasien akan mendapat
Obat anti tuberkulosis lini kedua minimal 4 jenis OAT yang masih sensitif, dimana
salah satunya adalah obat injeksi. Pada tahap lanjutan semua OAT lini kedua yang
dipakai pada tahap awal. 17
KOMPLIKASI
Dalam konteks ini perlu di ingat bahwa pada orang normal rongga
pleura ini juga selalu ada cairannya yang berfungsi untuk mencegah
melekatnya pleura viseralis dengan pleura parietalis, sehingga dengan
demikian gerakan paru (mengembang dan mengecil) dapat berjalan
dengan mulus. Dalam keadaan normal, jumlah cairan dalam rongga
pleura sekitar 10-20 ml. Cairan pleura komposisinya sama dengan
cairan plasma, kecuali pada cairan pleura mempunyai kadar protein lebih
1,2
rendah yaitu < 1,5 gr/dl.
a. Hidrotoraks
Pada keadaan hipoalbuminemia berat, bisa timbul transudat. Dalam
hal ini penyakitnya disebut hidrotorak dan biasanya ditemukan bilateral.
Sebab-sebab lain yang mungkin adalah kegagalan jantung kanan, sirosis hati
dengan asites, serta sebgai salah satu tias dari syndroma meig (fibroma ovarii,
asites dan hidrotorak).
b. Hemotoraks
Hemotorak adalah adanya darah di dalam rongga pleura. Biasanya
terjadi karena trauma toraks. Trauma ini bisa karna ledakan dasyat di dekat
penderita, atau trauma tajam maupu trauma tumpul. Kadar Hb pada
hemothoraks selalu lebih besar 25% kadar Hb dalam darah. Darah
hemothorak yang baru diaspirasi tidak membeku beberapa menit. Hal ini
mungkin karena faktor koagulasi sudah terpakai sedangkan fibrinnya diambil
oleh permukaan pleura. Bila darah aspirasi segera membeku, maka biasanya
darah tersebut berasal dari trauma dinding dada. Penyebab lainnya
hemotoraks adalah:
Pecahnya sebuah pembuluh darah yang kemudian mengalirkan
darahnya ke dalam rongga pleura.
Kebocoran aneurisma aorta (daerah yang menonjol di dalam aorta)
yang kemudian mengalirkan darahnya ke dalam rongga pleura.
Gangguan pembekuan darah, akibatnya darah di dalam rongga pleura
tidak membeku secara sempurna, sehingga biasanya mudah
dikeluarkan melelui sebuah jarum atau selang.
c. Empiema
Bila karena suatu infeksi primer maupun sekunder cairan pleura
patologis iniakan berubah menjadi pus, maka keadaan ini disebut piotoraks
atau empiema. Pada setiap kasus pneumonia perlu diingat kemungkinan
terjadinya empiema sebagai salah satu komplikasinya. Empiema bisa
merupakan komplikasi dari:
Pneumonia
Infeksi pada cedera di dada
Pembedahan dada
d. Chylotoraks
1. Pleura Visceralis
Permukaan luarnya terdiri dari selapis sel mesothelial yang tipis < 30mm.
Diantara celah-celah sel ini terdapat sel limfosit. Di bawah sel-sel mesothelial
ini terdapat endopleura yang berisi fibrosit dan histiosit, di bawahnya terdapat
lapisan tengah berupa jaringan kolagen dan serat-serat elastik. Lapisan
terbawah terdapat jaringan interstitial subpleura yang banyak mengandung
pembuluh darah kapiler dari a. Pulmonalis dan a. Brakhialis serta pembuluh
limfe Menempel kuat pada jaringan paru Fungsinya. untuk mengabsorbsi
cairan pleura.
2. Pleura parietalis
Jaringan lebih tebal terdiri dari sel-sel mesothelial dan jaringan ikat (kolagen
dan elastis). Dalam jaringan ikat tersebut banyak mengandung kapiler dari a.
Intercostalis dan a. Mamaria interna, pembuluh limfe, dan banyak reseptor
saraf sensoris yang peka terhadap rasa sakit dan perbedaan temperatur.
Keseluruhan berasal n. Intercostalis dinding dada dan alirannya sesuai dengan
dermatom dada. Mudah menempel dan lepas dari dinding dada di atasnya
Fungsinya untuk memproduksi cairan pleura
Gambar 1. Tampilan depan paru dan pleuranya
FISIOLOGI
2.3 Epidemiologi
2.4 Etiologi
Ruang pleura normal mengandung sekitar 1 mL cairan, hal ini
memperlihatkan adanya keseimbangan antara tekanan hidrostatik dan
tekanan onkotik dalam pembuluh darah pleura viseral dan parietal dan
drainase limfatik luas. Efusi pleura merupakan hasil dari
2
ketidakseimbangan tekanan hidrostatik dan tekanan onkotik.
Efusi pleura merupakan indikator dari suatu penyakit paru atau non
pulmonary, dapat bersifat akut atau kronis. Meskipun spektrum etiologi
efusi pleura sangat luas, efusi pleura sebagian disebabkan oleh gagal
jantung kongestif,. pneumonia, keganasan, atau emboli paru. Mekanisme
sebagai berikut memainkan peran dalam pembentukan efusi pleura:
trauma
2.5 Klasifikasi
Efusi pleura umumnya diklasifikasikan berdasarkan mekanisme
pembentukan cairan dan kimiawi cairan menjadi 2 yaitu atas transudat
atau eksudat. Transudat hasil dari ketidakseimbangan antara tekanan
onkotik dengan tekanan hidrostatik, sedangkan eksudat adalah hasil dari
peradangan pleura atau drainase limfatik yang menurun. Dalam
beberapa kasus mungkin terjadi kombinasi antara karakteristk cairan
1,2,3
transudat dan eksudat.
b. Exusadat
2.6 Patofisiologi
a. Sesak nafas bila lokasi efusi luas. Sesak napas terjadi pada saat permulaan
pleuritis disebabkan karena nyeri dadanya dan apabila jumlah cairan
efusinya meningkat, terutama kalau cairannya penuh
b. Rasa berat pada dada
c. Batuk pada umumnya non produktif dan ringan, terutama apabila disertai
dengan proses tuberkulosis di parunya, Batuk berdarah pada karsinoma
bronchus atau metastasis
d. Demam subfebris pada TBC, dernarn menggigil pada empiema
Dari pemeriksaan fisik didapatkan (pada sisi yang sakit)
1. Torakosentesis
Penyebab dan jenis dari efusi pleura biasanya dapat
diketahui dengan melakukan pemeriksaan terhadap contoh cairan
yang diperoleh melalui torakosentesis.
2. Biopsi Pleura
Jika dengan torakosentesis tidak dapat ditentukan
penyebabnya maka dilakukan biopsi dimana contoh lapisan
pleura sebelah luar untuk dianalisa. Pemeriksaan histologi satu
atau beberapa contoh jaringan pleura dapat menunjukkan 50
-75% diagnosis kasus-kasus pleuritis tuberkulosa dan tumor
pleura. Bila ternaya hasil biopsi pertama tidak memuaskan, dapat
dilakukan beberapa biopsi ulangan. Pada sekitar 20% penderita,
meskipun telah dilakukan pemeriksaan menyeluruh, penyebab
dari efusi pleura tetap tidak dapat ditentukan. Komplikasi biopsi
antara lain pneumotoraks, hemotoraks, penyebaran infeksi atau
tumor pada dinding dada.
a. Warna Cairan
Biasanya cairan pleura berwama agak kekuning-kuningan
(serous-xantho-ctrorne. Bila agak kemerah-merahan, ini dapat
terjadi pada trauma, infark paru, keganasan. adanya
kebocoran aneurisma aorta. Bila kuning kehijauan dan agak
purulen, ini menunjukkan adanya empiema. Bila merah
tengguli, ini menunjukkan adanya abses karena ameba
b. Biokimia
Secara biokimia efusi pleura terbagi atas transudat dan
eksudat yang perbedaannya dapat dilihat pada tabel di bawah
ini.
c. Bakteriologi
Biasanya cairan pleura steril, tapi kadang-kadang dapat
mengandung mikroorganisme, apalagi bila cairannya
purulen, (menunjukkan empiema). Efusi yang purulen dapat
mengandung kuman-kuman yang aerob ataupun anaerob.
Jenis kuman yang sering ditemukan dalam cairan pleura
adalah : Pneumokok, E. coli, Kleibsiella, Pseudomonas, Entero-
bacter.
Pewarnaan Gram
dan tahan asam
Biakan
Biakan kuman aerob dan anerob, biakan
jamur dan mikobakteria harus ditanam
pada lempeng
Glukosa
Glukosa yang rendah (< 20 mg/dL) bila
gula darah normal menunjukkan infeksi
atau penyakit reumatoid
2.10 Penatalaksanaan
b. Kilotoraks
Pengobatan untuk kilotoraks dilakukan untuk
memperbaiki kerusakan saluran getah bening. Bisa
dilakukan pembedahan atau pemberian obat antikanker
untuk tumor yang menyumbat aliran getah bening.
c. Empiema
Pada empiema diberikan antibiotik dan dilakukan
pengeluaran nanah. Jika nanahnya sangat kental atau telah
terkumpul di dalam bagian fibrosa, maka pengaliran nanah
lebih sulit dilakukan dan sebagian dari tulang rusuk harus
diangkat sehingga bisa dipasang selang yang lebih besar.
Kadang perlu dilakukan pembedahan untuk memotong
lapisan terluar dari pleura (dekortikasi).
d. Pleuritis TB.
Pengobatan dengan obat-obat antituberkulosis
(Rimfapisin, INH, Pirazinamid/Etambutol/Streptomisin)
memakan waktu 6-12 bulan. Dosis dan cara pemberian obat
seperti pada pengobatan tuberkulosis paru. Pengobatan ini
menyebabkan cairan efusi dapat diserap kembalai, tapi
untuk menghilangkan eksudat ini dengan cepat dapat
dilakukan torakosentesis. Umumnya cairan diresolusi dengan
sempurna, tapi kadang-kdang dapat diberikan kortikosteroid
secara sistematik (Prednison 1 mg/kgBB selama 2 minggu,
kemudian dosis diturunkan). (2)
2. Torakosentesis
keluarkan cairan seperlunya hingga sesak - berkurang (lega); jangan
lebih 1-1,5 liter pada setiap kali aspirasi. Zangelbaum dan Pare menganjurkan
jangan lebih 1.500 ml dengan waktu antara 20-30 menit. Torakosentesis ulang
dapat dilakukan pada hari berikutnya. Torakosentesis untuk tujuan diagnosis
setiap waktu dapat dikerjakan, sedangkan untuk tujuan terapeutik pada efusi
pleura tuberkulosis dilakukan atas beberapa indikasi.
a. Adanya keluhan subjektif yang berat misalnya nyeri dada, perasaan
tertekan pada dada.
b. Cairan sudah mencapai sela iga ke-2 atau lebih, sehingga akan
mendorong dan menekan jantung dan alat mediastinum lainnya, yang
dapat menyebabkan kematian secara tiba-tiba.
c. Suhu badan dan keluhan subjektif masih ada, walaupun sudah
melewati masa 3 minggu. Dalam hal seperti ini biasanya cairan sudah
berubah menjadi pyotoraks.
d. Penyerapan cairan yang terlambat dan waktu sudah mendekati 6
minggu, namun cairan masih tetap banyak.
3. Chest tube
jika efusi yang akan dikeluarkan jumlahnya banyak, lebih baik
dipasang selang dada (chest tube), sehingga cairan dapat dialirkan dengan
lambat tapi sempurna. Tidaklah bijaksana mengeluarkan lebih dari 500 ml
cairan sekaligus. Selang dapat diklem selama beberapa jam sebelum 500 ml
lainnya dikeluarkan. Drainase yang terlalu cepat akan menyebabkan distres
pada pasien dan di samping itu dapat timbul edema paru. 2
4. Pleurodesis
Pleurodesis dimaksudkan untuk menutup rongga pleura sehingga akan
mencegah penumpukan cairan pluera kembali. Hal ini dipertimbangkan untuk
efusi pleura yang rekuren seperti pada efusi karena keganasan Sebelum
dilakukan pleurodeSis cairan dikeluarkan terlebih dahulu melalui selang dada
dan paru dalam keadaan mengembang
EFUSI PLEURA
A. Definisi
pleura mempunyai kadar protein lebih rendah yaitu < 1,5 gr/dl.
B. Etiologi
A. Berdasarkan Jenis Cairan
Efusi pleura transudatif terjadi kalau faktor sistemik yang
mengalami perubahan.
Efusi pleura eksudatif terjadi jika faktor lokal yang
mengalami perubahan.
Efusi pleura tipe transudatif dibedakan dengan eksudatif melalui
cairan, pleura.
pleura.
3. Pleuritis karena fungi penyebabnya: Aktinomikosis,
pleuritik.
5. Efusi pleura karena neoplasma misalnya pada tumor primer
sirkulasi.
Obstruksi bronkus, menyebabkan peningkatan tekanan-
kavum pleura
Mikroorganisme terlihat dengan pewarnaan gram pada
cairan pleura
Kadar glukosa cairan pleura kurang dari 50 mg/dl
Nilai pH cairan pleura dibawah 7,00 dan 0,15 unit lebih
Rheumatoid, Skleroderma.
8. Penyakit AIDS, pada sarkoma kapoksi yang diikuti oleh efusi
parapneumonik.
b) Transudat, disebabkan oleh :
1. Gangguan kardiovaskular
amat sesak.
2. Hipoalbuminemia
3. Hidrothoraks hepatik
Mekanisme yang utama adalah gerakan langsung
4. Meigs Syndrom
5. Dialisis Peritoneal
c) Darah
C. Patofisiologis
Dalam keadaan normal hanya terdapat 10-20 ml cairan dalam rongga
normal juga selalu terjadi filtrasi cairan ke dalam rongga pleura melalui
kapiler pleura parietalis dan diabsorpsi oleh kapiler dan saluran limfe
pembentukannya.
Gangguan yang menyangkut proses penyerapan dan bertambahnya
sirkulasi kapiler
2). Penurunan tekanan kavum pleura
3). Kenaikan permeabilitas kapiler dan penurunan aliran limfe dari
rongga pleura.
Gambar 1. Patofisiologi efusi pleura
Proses ini sering disebabkan oleh trauma dada atau alveoli pada
D. Diagnosis
Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis baik dan pemeriksaan
E. Manifestasi Klinis
a. Gejala Utama.
b. Pemeriksaan Fisik.
Inspeksi. Pengembangan paru menurun, tampak sakit, tampak
lebih cembung
Palpasi. Penurunan fremitus vocal atau taktil
Perkusi. Pekak pada perkusi,
Auskultasi. Penurunan bunyi napas
Jika terjadi inflamasi, maka dapat terjadi friction rub. Apabila
Ellis Damoiseu).
krepitasi pleura.
c. Pemeriksaan Penunjang.
Foto thoraks
Torakosentesis.
a. Warna cairan.
Cairan pleura bewarna agak kekuning-kuningan (serous-santrokom).
b. Biokimia.
Terbagi atas efusi pleura transudat dan eksudat. Perbedaannya dapat
limfoma maligna).
Sel mesotel: bila meningkat pada infark paru
Sel mesotel maligna: pada mesotelioma
Sel giant: pada arthritis rheumatoid
Sel L.E: pada lupus eritematous sistemik
Sel maligna: pada paru/metastase.
d. Bakteriologi.
Cairan pleura umumnya steril, bila cairan purulen dapat
penyebaran infeksi atau tumor pada dinding dada (Halim et al., 2006).
F. Penatalaksanaan
Torakosentesis.
atau di daerah sedikit medial dari ujung scapula, atau pada linea
medioklavikuralis.
2 Setelah dibersihkan dan dianastesi, dilakukan sayatan transversal
sekitar 2 cm, agar udara dari luar tidak dapat masuk ke dalam
rongga pleura.
Gambar 3. Pemasangan jarum WSD
8 WSD perlu diawasi tiap hari dan jika sudah tidak terlihat undulasi
ekspirasi maksimum.
Pleurodesis.
Bertujuan melekatkan pleura viseralis dengan pleura parietalis,
diberikan selang waktu 710 hari; pemberian obat tidak perlu pemasangan
WSD. Setelah 13 hari, jika berhasil, akan terjadi pleuritis obliteratif yang
selang toraks, ditambah dengan larutan garam faal 1030 ml larutan garam
rasa nyeri yang ditimbulkan obat ini. Analgetik narkotik diberikan 11,5
tersebut. Selang toraks diklem selama 6 jam dan posisi penderita diubah-
Apabila dalam waktu 24 jam -48 jam cairan tidak keluar, selang toreaks
dapat dicabut.
G. Diagnosa Banding
o Konsolidasi paru akibat pneumoni
o Keganasan paru dengan disertai kolaps paru
o Pneumotoraks
o Fibrosis paru
H. Prognosa
Tergantung penyakit yang mendasari, pada kasus tertentu, dapat sembuh
Sistem pernapasan dapat disebut juga dengan sistem respirasi yang berarti
bernapas kembali. Sistem ini berperan menyediakan oksigen (O2) yang diambil dari
atmosfir dan mengeluarkan karbon dioksida (CO2) dari sel-sel (tubuh) menuju ke
udara bebas (Muttaqin, A. 2008: 24). Proses bernapas berlangsung dalam beberapa
langkah dan berlangsung dengan dukungan sistem saraf pusat dan sistem
kardiovaskuler. Pada dasarnya sistem pernapasan terdiri atas rangkaian saluran udara
yang menghantarkan udara luar agar dapat bersentuhan dengan membran kapiler
Fungsi utama paru adalah sebagai tempat pertukaran gas, dalam konteks ini maka
fisiologi sistem pernapasan dapat dibagi menjadi tiga bagian yaitu fungsi ventilasi,
1. Ventilasi Paru
Yaitu udara bergerak masuk dan keluar dari paru-paru dikarenakan adanya
selisih tekanan udara di atmosfir dan alveolus dan di dukung oleh kerja mekanik otot-
otot (Soemantri I. 2008: 12). Dalam hal ini dinding thorax berfungsi sebagai
hembusan. Selama inspirasi volume thorax bertambah besar karena diafragma turun
dan iga terangkat akibat kontraksi beberapa otot, seperti otot sternokleidomastoideus
yang mengangkat sternum ke atas serta otot serratus, otot scalenus dan otot
udara bergerak dari luar ke dalam trachea, bronchus, bronchiulus dan alveoli. Selama
ekspirasi, gas gas yang terdapat dalam alveolus prosesnya berjalan seperti inspirasi
dengan alur terbalik. Faktor fisik yang mempengaruhi keluar masuknya udara dari
dan ke paru-paru merupakan gabungan dari ventilasi mekanik yang terdiri atas :
bawah tekanan atmosfir. Hal ini menyebabkan udara tertarik melalui trachea dan
Peningkatan tekanan dari cabang bronchus dan adanya benda asing dalam
c. Komplian Paru-paru
2. Perfusi Paru
kembali ke atrium kanan. Sirkulasi paru-paru unuk dan berbeda dari organ khusus
Pada sirkulasi pulmonal systole/diastole = 25/8 m mmHg atau kurang lebih enam kali
lebih kecil daripada sirkulasi sistemik. Karena tekanan yang rendah ini maka efek
hidrostatiknya menjadi penting. Selain itu ada perbedaan yang nyata antara apek dan
Pertukaran gas paru selain dipengaruhi oleh ventelasi juga dipengaruhi oleh
perfusi paru itu sendiri. Ketidakseimbangan antara ventelasi dan perfusi akan
3. Pertukaran Gas/Difusi
Pertukaran gas atau yang sering disebut difusi. Pada tahap ini proses respirasi
yakni kurang dari 0,5 mm. Kekuatan pendorong untuk pemindahan ini adalah selisih
tekanan parsial antara gas dan fase gas. Tekanan O2 dalam atmosfer sama dengan
tekanan laut yakni kurang lebih 149 mmHg atau dari 760 mmHg (Somantri, I. 2008:
13).
Menurut Hudak & Gallo (1997: 467) pertukaran gas yang paling penting
a. Makin besar perbedaan tekanan pada membrane, makin cepat kecepatan difusi
b. Makin besar area membrane paru-paru makin besar kualitas gas yang dapat
berdifusi
melewati membrane dalam waktu tertentu.
c. Makin tipis membrane, makin cepat difusi gas melalui membrane tersebut ke
molekul. Namun demikian molekul kecil yang berdifusi tinggi lebih cepat
Koefisien difusi :
1). Oksigen : 1
sekitar 149 mmHg (21 % dari 760 mmHg). Pada waktu oksigen di inspirasi dan
sampai alveolus maka tekanan parsial ini mengalami penurunan sampai sekitar 103
mmHg. Penurunan ini disebabkan tercampurnya udara dalam ruang rugi anatomis
saluran napas. Ruang rugi ini volumenya sekitar 1 ml udara per pound atau sekitar
150 ml untuk dewasa normal. Tekanan parsial oksigen dalam kapiler paru-paru
sebesar 40 mmHg. Karena perbedaan tekanan parsial ini maka oksigen dengan
mudah berdifusi dalam aliran darah. Demikian sebaliknya dengan keluarnya CO2.
Selisih tekanan CO2 antara darah dan alveolus yang jauh lebih rendah (6 mmHg)
Bagian tersebut adalah laring, trachea, dan bronchus sangat peka terhadap
perabaan (light touch), sedangkan bronchus terminalis dan alveoli peka terhadap
rangsang kimiawi.
bagian yang peka pada saluran pernapasan. Rangsang ditangkap oleh sensor taktil
dan kemoreseptor aferen melalui nervous vagus menuju pusat pernapasan (medulla
oblongata), misal rangsang yang berupa benda asing yang memasuki saluran
melakukan refleks batuk agar benda asing tersebut dapat dikeluarkan. Tubuh
merespons dengan menginspirasi udara ke paru-paru, menutup glotis oleh epiglotis,
menutup pita suara agar udara inspirasi tertahan di dalam paru-paru. Udara yang
ekspirasi. Ekspirasi yang kuat mendadak membuat epiglottis dan pita suara terbuka
yang menyebabkan udara dengan cepat melewati bronkus besar dan trakhea sehingga
Berbeda dengan refleks batuk, rangsang yang ada ditangkap oleh reseptor
udara ekspirasi menjadi kuat dan dapat melalui rongga mulut dan rongga hidung.
Refleks besin bermanfaat untuk mengluarkan benda asing yang masuk rongga hidung
WSD
Definisi
WSD merupakan tindakan invasive yang dilakukan untuk mengeluarkan
udara, cairan (darah, pus) dari rongga pleura dengan menggunakan pipa penghubung
untuk
pleura memiliki tekanan negatif dan hanya terisi sedikit cairan pleura / lubrican.(1)
Tujuan (5,6,7)
untuk mempertahankan
b. tekanan negatif rongga tersebut.
c. Mengembangkan kembali paru yang kolaps
d. Memasukkan obat ke dalam rongga pleura.
a. Pneumothoraks :
b. Hemothoraks :
- Robekan pleura
- Kelebihan antikoagulan
- Pasca bedah thoraks
c. Hemopneumothorak
d. Thorakotomy :
Lobektomy
Pneumoktomy
Jenis-jenis WSD(5,6,7)
A. WSD dengan sistem satu botol
Sistem yang paling sederhana dan sering digunakan pada pasien simple
pneumothoraks
Terdiri dari botol dengan penutup segel yang mempunyai 2 lubang selang
yaitu 1 untuk ventilasi dan 1 lagi masuk ke dalam botol. Jenis ini
kolaps paru
botol 2 yang berisi water seal. Dapat dihubungkan dengan suction control
Cairan drainase dari rongga pleura masuk ke botol 1 dan udara dari
dari rongga pleura ke botol WSD dan udara dipompakan keluar melalui
efusi peural
Keuntungannya adalah water seal tetappada satu level
mengontrol tekanan
Paling aman untuk mengatur jumlah hisapan
Yang terpenting adalah kedalaman selang di bawah air pada botol ke-3.
ke atmosfer
a. Pengkajian
Memeriksa kembali instruksi dokter
Mencek inform consent
Mengkaji tanda-tanda vital dan status pernapasan pasien.
b. Persiapan Pasien
Siapkan pasien
Memberi penjelasan kepada pasien meliputi :
a) Tujuan tindakan
b) Posisi tubuh saat tindakan dan selama terpasang WSD, posisi klien
dan distraksi
1) Trokar atau kateter toraks dengan nomor yang disesuaikan dengan bahan
yang
akan dialirkan, untuk udara nomor 18-20 dan untuk pus nomor 22-24.
2) Kasa steril
3) Plester
7) Botol WSD
9) Duk steril
Prosedur Tindakan
a. Posisi pasien dengan sisi yang sakit menghadap ke arah dokter dengan
disandarkan pada kemiringan 30o-60o, tangan sisi paru yang sakit diangkat ke
atas kepala
b. Lakukan tindakan antiseptic menggunakan bethadin 10% dilanjutkan dengan
menggunakan alkohol 70% dengan gerakan berputar ke arah luar, pasang duk
mengeluarkan obat pada setiap lapisan. Anestesi dilakukan pada daerah yang
akan di pasang WSD atau pada intercostalis 4-5 anterior dari mid axillary line
d. Langsung lakukan punksi percobaan menggunakan spuit anestesi tersebut
e. Lakukan sayatan pada kulit memanjang sejajar intercostalis lebih kurang 1 cm
dalam rongga pleura, stilet dicabut dan lubang trokar di tutup dengan ibu jari.
Kateter yang sudah diklem pada ujung distalnya di insersi secara cepat melelui
pada dinding dada. Kateter bagian distal dilepas dan trokar dikeluarkan
h. Setelah trokar ditarik, hubungkan kateter dengan selang dan masukkan ujung
selang ke dalam botol WSD yang telah diberi larutan bethadin yang telah
diencerkan dengan NaCl 0,9% dan pastikan ujung selang terendam sepanjang
dua cm
i. Perhatikan adanya undulasi pada selang penghubung dan terdapat cairan, darah dan
beri bethadin dan fiksasi ke dinding dada dengan plester.(Standar Diagnosis &
PEDOMAN PENCABUTAN
a. Kriteria pencabutan :
1. Pada trauma
Hemato/pneumothorak yang sudah memenuhi kedua kriteria, langsung
tight).
c. Alternatif
lakukan pencabutan.
3. Bila tidak berhasil, tunggu sampai dua minggu, lakukan dekortikasi
4. Sekret lebih dari 200cc/24jam : curiga adanya Chylo toraks (pastikan
PERAWATAN WSD(6)
Mendeteksi di bagian dimana masuknya slang, dan pengganti verband 2 hari sekali,
dan perlu diperhatikan agar kain kassa yang menutup bagian masuknya slang dan
2. Mengurangi rasa sakit dibagian masuknya slang. Untuk rasa sakit yang hebat
Penetapan slang.
Slang diatur se-nyaman mungkin, sehingga slang yang dimasukkan
3. Latihan batuk yang efisien : batuk dengan posisi duduk, jangan batuk
Perdarahan dalam 24 jam setelah operasi umumnya 500 - 800 cc. Jika
keadaan pernapasan.
Perlu sering dicek, apakah tekanan negative tetap sesuai petunjuk jika
gangguan darah, slang bengkok atau alat rusak, atau lubang slang
kocher.
misal : selang terlepas, botol terjatuh karena kesalahan dll WSD (Water Seal
Drainage)
DAFTAR PUSTAKA
(1) Smeltzer, S.C. & Bare. B.G., 2002. Brunner & Suddarths Textbook of Medical
(3) Carpenito, Lynda Juall. 2001. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Jakarta:
DAFTAR PUSTAKA
http://repository.ui.ac.id/contents/koleksi/11/pleura.pdf pada
http://repository.ui.ac.id/contents/koleksi/11/efusipleura.pdf
Pengertian :
Merupakan tindakan invasif yang dialakukan untuk mengeluarkan udara,
cairan (darah, pus) dari rongga pleura, rongga thoraks, dan mediastinum
dengan menggunakan pipa penghubung.
Jenis WSD
1. Satu botol
Sistem ini terdiri dari satu botol dengan penutup segel. Penutup
mempunyai dua lobang, satu untuk ventilasi udara dan lainnya
memungkinkan selang masuk hampir ke dasar botol. Keuntungannya
adalah :
- Penyusunannya sederhana
- Mudah untuk pasien yang berjalan
Kerugiannya adalah :
- Saat drainase dada mengisi botol lebih banyak kekuatan yang
diperlukan
- Untuk terjadinya aliran tekanan pleura harus lebih tinggi dari
tekanan botol
- Campuran darah dan drainase menimbulkan busa dalam botol
yang membatasi garis pengukuran drainase
2. Dua botol
Pada sistem dua botol, botol pertama adalah sebagai botol
penampung dan yang kedua bekerja sebagai water seal. Pada sistem
dua botol, penghisapan dapat dilakukan pada segel botol dalam air
dengan menghubungkannya ke ventilasi udara.
Keuntungan :
- Mempertahankan water seal pada tingkat konstan
- Memungkinkan observasi dan pengukuran drainage
yang lebih baik
Kerugian :
- Menambah areal mati pada sistem drainage yang potensial untuk
masuk ke dalam area pleura.
- Untuk terjadinya aliran, tekanan pleura harus lebih tinggi dari
tekanan botol.
- Mempunyai batas kelebihan kapasitas aliran udara pada kebocoran
udara.
3. Tiga botol
Pada sistem tiga botol, botol kontrol penghisap ditambahkan ke sistem
dua botol. Botol ketiga disusun mirip dengan botol segel dalam air.
Pada sistem ini yang terpenting adalah kedalaman selang di bawah air
pada botol ketiga dan bukan jumlah penghisap di dinding yang
menentukan jumlah penghisapan yang diberikan pada selang dada.
Jumlah penghisap di dinding yang diberikan pada botol ketiga harus
cukup unutk menciptakan putaran-putaran lembut gelembung dalam
botol. Gelembung kasar menyebabkan kehilangan air, mengubah
tekanan penghisap dan meningkatkan tingkat kebisingan dalam unit
pasien. Untuk memeriksa patensi selang dada dan fluktuasi siklus
pernafasan, penghisap harus dilepaskan saat itu juga.
Keuntungan :
- sistem paling aman untuk mengatur pengisapan.
Kerugian :
- Lebih kompleks, lebih banyak kesempatan untuk terjadinya
kesalahan dalam perakitan dan pemeliharaan.
- Sulit dan kaku untuk bergerak / ambulansi
Persiapan alat
1. Sistem drainase tertutup
2. Motor suction
3. Selang penghubung steril
4. Cairan steril : NaCl, Aquades
5. Botol berwarna bening dengan kapasitas 2 liter
6. Kassa steril
7. Pisau jaringan
8. Trocart
9. Benang catgut dan jarumnya
10.Sarung tangan
11.Duk bolong
12.Spuit 10 cc dan 50 cc
13.Obat anestesi : lidocain, xylocain
14.Masker
Bila undulasi tidak ada, ini mempunyai makna yang sangat penting
karena beberapa kondisi dapat terjadi antara lain :
1. Motor suction tidak jalan
2. Selang tersumbat atau terlipat
3. Paru-paru telah mengembang
Oleh karena itu harus yakin apa yang menjadi penyebab, segera
periksa kondisi sistem drainase, amati tanda-tanda kesulitan bernafas.
1. Pengkajian
a. Sirkulasi
- Taki kardi, irama jantung tidak teratur ( disaritmia )
- Suara jantung III, IV, galop / gagal jantung sekunder
- Hipertensi / hipotensi
b. Nyeri
Subyektif :
- Nyeri dada sebelah
- Serangan sering tiba-tiba
- Nyeri bertambah saat bernafas dalam
- Nyeri menyebar ke dada, badan dan perut
Obyektif
- Wajah meringis
- Perubahan tingkah laku
c. Respirasi
Subyektif :
- Riwayat sehabis pembedahan dada, trauma
- Riwayat penyakit paru kronik, peradangan, infeksi paru,
tumor, biopsi paru.
- Kesulitan bernafas
- Batuk
Obyektif :
- Takipnoe
- Peningkatan kerja nafas, penggunaan otot bantu dada, retraksi
interkostal.
- Fremitus fokal
- Perkusi dada : hipersonor
- Pada inspeksi dan palpasi dada tidak simetris
- Pada kulit terdapat sianosis, pucat, krepitasi subkutan
d. Rasa aman
- Riwayat fraktur / trauma dada
- Kanker paru, riwayat radiasi / khemotherapi
e. Pengetahuan
- Riwayat keluarga yang mempunyai resiko tinggi seperti TB,
Ca.
- Pengetahuan tentang penyakit, pengobatan, perawatan.
Kolaborasi
Lakukan fototoraks ulang
Untuk memonitor terjadinya hemo/pneumotoraks dan pengembangan
paru.
Periksa ulang analisa gas darah, tekana O2 dan tidal volume.
Mengetahui pertukaran gas dan ventilasi untuk menentukan therapi
selanjutnya.
Perhatikan apabila membutuhkan penambahan O2
Merupakan alat bantu pernafasan, mencegah terjadinya respiratory
distress syndrom dan sianosis akibat hipoksemia.
I. PENGERTIAN WSD
Water Seal Drainage ( WSD ) merupakan suatu intervensi yang penting untuk
memperbaiki pertukaran gas dan pernapasan pada periode pasca operatif yang dilakukan pada
WSD adalah suatu tindakan invansif yang dilakukan dengan memasukan suatu kateter/ selang
Bedanya tindakan WSD dengan tindakan punksi atau thorakosintesis adalah pemasangan
kateter / selang pada WSD berlangsung lebih lama dan dihubungkan dengan suatu botol
penampung.
Macam-Macam metode dari WSD :
Sistem ini terdiri dari satu botol dengan penutup segel. Penutup mempunyai dua lubang, satu
untuk ventilasi udara dan lubang yang lain memungkinkan selang masuk kedalam botol.
Keuntungan :
Penyusunan sederhana
Kerugian :
Saat melakukan drainage, perlu kekuatan yang lebih besar dari ekspansi dada untuk
Untuk terjadinya aliran kebotol, tekanan pleura harus lebih tinggi dari tekanan dalam
botol
Pada sistem dua botol, botol pertama adalah sebagai botol penampung dan yang kedua
bekerja sebagai water seal. Pada sistem dua botol, penghisapan dapat dilakukan pada segel
botol dalam air dengan menghubungkannya ke ventilasi udara.
Keuntungan :
baik
Kerugian :
Untuk terjadinya aliran, tekanan pleura harus lebih tinggi dari tekanan botol
Mempunyai batas kelebihan kapasitas aliran udara sehingga dapat terjadi kebocoran
udara.
Pada sistem tiga botol, sistem dua botol ditambah dengan satu botol lagi yang berfungsi
untuk mengatur / mengontrol jumlah drainage dan dihubungkan dengan suction. Pada sistem
ini yang terpenting adalah kedalaman selang dibawah air pada botol ketiga. Jumlah penghisap
didinding yang diberikan botol ketiga harus cukup untuk menciptakan putaran-putaran
lembut gelembung dalam botol. Gelembung yang kasar menyebabkan kehilangan air,
Keuntungan :
Kerugian :
Perakitan lebih kompleks sehingga lebih mudah terjadi kesalahan pada pada perakitan
dan pemeliharaan
botol.
Keuntungan :
Kerugian :
Mahal
Kehilangan water seal dan keakuratan pengukuran drainage bila unit terbalik.
Fluther valve
Keuntungan :
Ideal untuk transport karena segel air dipertahankan bila unit terbalik
Kerugian :
Mahal
Katup berkipas tidak memberikan informasi visual pada tekanan intra pleural karena
tidak adanya fluktuasi air pada ruang water seal.
Keuntungan :
Kerugian
Mahal
a. Indikasi
1. Pneumothoraks yang disebabkan oleh :
- robekan pleura
- kelebihan antikoagulan
- Kondisi inflamasi
- Pneumektomi.
b. Tujuan
1. Memungkinkan cairan ( darah, pus, efusi pleura ) keluar dari rongga pleura
3. Mencegah udara masuk kembali ke rongga pleura ( reflux drainage) yang dapat
menyebabkan pneumotoraks
c. Lokasi
1) Apikal
2) Basal
Paru-paru disokong dalam rongga dada oleh tekanan negative. Tekanan negative ini
dibuat oleh dua kekuatan yang berlawanan. Pertama kecenderungan dinding dada untuk
mengembang kedepan dan belakang. Kedua adalah kecenderungan jaringan alveolar elastis
untuk berkontraksi.
Analogi adalah dua lapisan mikroskopik yang saling mengikat tetesan air yang terletak
diantaranya.
Kedua lapisan tersebut adalah lapisan visceral dan lapisan pleural parietal. Tetesan air adalah
cairan pleura.
Sesuai analogi lapisan tersebut, upaya kekuatan yang berlawanan untuk menarik pleura pada
arah yang berbeda. Terjadinya tekanan paru negative yang mengikat paru dengan kencang
pada dinding dada akan mencegah paru menjadi kolaps.Selama inspirasi, tekanan intrapleura
akan menjadi lebih negative. Pada ekspirasi, tekanan menjadi kurang negatif.
4. PENGKAJIAN
a. Sirkulasi
- Hipertensi / hipotensi
b. Nyeri
Subyektif :
Obyektif
- Wajah meringis
- Perubahan tingkah laku ( pergerakan hati-hati pada daerah yang sakit, prilaku
distraksi )
c. Respirasi
Subyektif :
- Riwayat penyakit paru kronik, peradangan, infeksi paru, tumor, biopsi paru.
- Kesulitan bernafas
- Batuk
Obyektif :
- Takipnoe
- Pada kulit terdapat sianosis, pucat, krepitasi subkutan daerah dada, berkeringat,
d. Rasa aman
e. Integritas ego
f. Pengetahuan
DS :
DO :
- wajah tampak meringis
- perubahan prilaku (pergerakan hati-hati pada daerah yang sakit, prilaku distraksi )
2. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan penurunan ekspansi paru akibat
DS :
- batuk-batuk.
DO :
- Takipnea
- Pada kulit terjadi sianosis, pucat, berkeringat dan terjadi krepitasi subcutan daerah
dada.
3. Sindrome kurang perawatan diri berhubungan dengan nyeri dan pola napas tidak efektif
DS :
- Klien mengungkapkan nyeri pada saat melakukan mobilisasi
- Klien mengungkapkan tidak dapat memenuhi ADL nya karena nyeri dan sesak
DO :
- Klien tampak membatasi pergerakanya dan tidak mampu memenuhi ADL nya
dengan
DS :
- Klien mengatakan cemas dan takut dengan keadaanya yang terpasang selang
- Klien mengatakan tidak mengerti tentang fungsi,cara perawatan dan semua yang berkaitan
dengan tindakan WSD
DO :
5. Resiko infeksi berhubungan dengan tindakan insisi / invansif akibat pemasangan selang
DS : -
DO :
a. Kasa steril
c. Motor suction
d. Duk steril
e. Sumber cahaya
k. Botol penampung berisis cairan antiseptic ( jumlah botol tergantung dengan sistem WSD
o. Trocart
v. Plester / hipavik
w. Benang jahitan
1.6. Prognosis
Ada beberapa hal yang dapat menjadi petanda untuk mengetahui prognosis pada
penderita TB resistensi ganda. Dari beberapa studi yang ada menyebutkan bahwa adanya
keterlibatan ekstrapulmoner, usia tua, malnutrisi, infeksi HIV, riwayat menggunakan OAT
dengan jumlah yang cukup banyak sebelumnnya, terapi yang tidak adekuat (< 2 macam obat
yang aktif) dapat menjadi petanda prognosis buruk pada penderita tersebut.18
Dengan mengetahui beberapa petanda di atas dapat membantu klinisi untuk mengamati
penderita lebih seksama dan dapat memperbaiki hal yang menjadi penyebab seperti
malnutrisi.18
Pneumotoraks adalah adanya udara di dalam rongga pleura (yaitu ruang antara dinding
dada dan paru-paru)1 . Pneumothoraks spontan terbagi atas pneumothoraks primer dan sekunder.
Pneumothoraks spontan primer dapat muncul pada individu sehat sedangkan pneumothoraks
spontan sekunder muncul sebagai akibat komplikasi dari penyakit dasar.1,2 Pada penelitian
terkini dari 505 pasien di Israel dengan pneumothoraks spontan sekunder didapatkan penyebab
terbanyak adalah PPOK 348, tumor 93, sarkoidosis 26, tuberkulosis 9, penyakit infeksi paru lainya
16, dan lain-lain 13 orang.1 Data di RSU dr.Soetomo tahun 2000-2004 menyebutkan terdapat 392
orang pasien pneumotoraks spontan sekunder yang dirawat di bangsal paru, dan pasien dengan
penyakit dasar Tuberkulosis paru sebanyak 304 orang (76%)3. Fistel bronkopleura adalah keadaan
dimana terjadi hubungan antara rongga pleura dan bronkus, hal ini merupakan hal yang relatif
jarang terjadi tetapi membawa dampak terhadap tingginya morbiditas dan mortalitas serta
berhubungan dengan lamanya perawatan di rumah sakit.4 Berikut ini akan dilaporkan kasus
seorang pasien dengan pneumotoraks spontan sekunder kiri dengan kelainan dasar penyakit TB
paru dan adanya single fistel pada paru kiri serta diabetes mellitus.
Pneumotoraks adalah keadaan terdapatnya udara pada rongga pleura (berasal dari
perlukaan paru atau traktus trakheobronkhial, atau berasal dari perlukaan dinding dada),
yang mengakibatkan hilang atau meningkatnya tekanan negatif dalam rongga
pleura.1Pneumotoraks dapat dibagi spontan atau traumatik. Pneumitoraks spontan
dibagi menjadi primer dan sekunder, primer jika sebabnya tidak diketahui sedangkan
sekunder jika terdapt latar belakang penyakit paru. Pneumotoraks traumatik dibagi
menjadi pneumotoraks traumatik iatrogenik dan bukan iatrogenik.2
Gambar 1
Insiden pneumotoraks sulit diketahui karena episodenya banyak yang tidak diketahui,
pria lebih banyak dari wanita dengan perbandingan 5:1. pneumotoraks spontan
primer(PSP) sering dijumpai pada pria dengan usia antara dekade 3 dan 4, salah satu
penelitian menyebutkan sekitar 81% kasus PSP berusia kurang dari 45 tahun. Seaton
dkk, melaporkan bahwa pasien tuberkulosis aktif mengalami koplikasi pneumotoraks
sekitar 1,4% dan jika terdapat kavitas paru komplikasi pneumotoraks meningkat lebih
dari 90%.2
Di Olmested County, Minnesota Amerika, melton et al melakukan penelitian selama 25
tahun(tahun 1950-1974) pada pasien terdiagnosis sebagai pneumotoraks atau
pneumomediastinum didapatkan 75 pasien karena trauma, 102 pasien karena iatrogenik
dan sisanya 141 pasien karena pneumotoraks spontan. Dari 141 pasien pneumotoraks
tersebut 77 pasien PSP dan 64 pasien PSS. Pada pasien pasien pneumotoraks spontan
didapatkan insidensi sebagai berikut: PSP terjadi pada 7,4-8,6/100.000 pertahun untuk
pria dan 1,2/100.000 pertahun untuk wanita, sedangkan insidensi PSS 6,3/100.000
pertahun untuk pria dan 2,0/100.000 pertahun untuk wanita (loddenkemper,2003).
Pneumotoraks lebih sering ditemukan pada hemitoraks kanan daripada hemitoraks kiri.
Pneumotoraks bilateral kira-kira 2% dari seluruh pneumotoraks spontan. Kekerapan
pneumotoraks ventil 3-5% dari pneumotoraks spontan. Kemungkinan berulangnya
pneumotoraks menurut James dan Studdy 20% untuk kedua kali,dan 50% untuk yang
ketiga kali.3
PEMBAHASAN
Ada 3 faktor yang mempertahankan tekanan negatif yang normal ini. Pertama,
jaringan elastik paru memberikan kekuatan kontinu yang cenderung menarik paru
menjauh dari rangka toraks ttetapi permukaan pleura viseralis dan pleura parietalis yang
saling menempel itu tidak dapat dipisahkan, sehingga tetap ada kekuatan kontinue ysng
cenderung memisahkannya, kekuatan ini dikenal sebai tekanan negatif diruang pleura.
Tekanan intrpleura secara terus-menerus bervariasi sepanjang siklus pernafasan tapi
selalu negatif.
Faktor utama kedua dalam mempertahankan tekanan negatif intrapleura adalah
kekuatan osmotik yang terdapat diseluruh membran pleura. Selisih perbedaan absorbsi
cairan pleura melalui pleura viseralis lebih besar daripada selisih perbedaan
pembentukan cairan oleh pleura prietalis dan permukaan pleura viseralis lebih besar
daripada pleura paritealis sehingga ruang pleura dalam keadaan normal hanya terdapat
beberapa milimeter caian.
Faktor ketiga yang mendukung tekanan negatif intrapleura adalah kekuatan pompa
limfatik. Sejumlah kecil protein secara normal memasuki ruang pleura tetapi akan
dikeluarkan oleh sistem limfatik dalm pleura parietalis. Terkumpulnya protein dalam
ruang intrapleura akan mengacaukan keseimbangan osmotik normal tanpa pengeluaran
limfatik.
Ketiga faktor ini kemudian mengatur dan mempertahankan tekanan negatif intrapleura
normal. Diafragma merupakan otot berbentuk kubah yang membentuk dasar rongga
toraks dan memisahkan rongga tersebut dari rongga abdomen.
Suplai darah paru bersifat unik dalam beberapa hal. Pertama, paru mempunyai 2 sumber
suplai darah dari A. Bronkialis dan A. pulmonalis. A. Bronkialis menyediakan darah
teroksigenasi dari sirkulasi sistemik dan berfungsi memenuhi kebutuhan metabolisme
jaringan paru. Sirkulasi bronkial tidak berperanan pada pembentukan gas, sehingga
darah tidak teroksigenasi yang mengalami pirau sekita 2-3% curah jantung.
A. pulmonalis yang berasal dar ventrikel kanan mengalirkan darah vena campuran ke
paru yaitu darah yang mengambil bagian pertukaran gas. Jaringan kapiler paru yang
halus mengitari dam menutupi alveolus, merupakan kontak erat yang diperlukan untuk
proses pertukaran gas antara alveolus dan darah. Darah teroksienasi kemudian
dikembalikan melalui vena pulmonalis ke ventrikel kiri yang selanjutnya membagikannya
kepada sel-sel melaui sirkulasi sistemik.
Proses fisiologis pernafasan yaitu proses O2 dipindahkan dari udara ke dalm jaringan-
jaringan dan CO2 dikeluarkan ke udara ekspirasi dan dibagi menjadi 3 stadium. Pertama,
ventilasi dinama udara bergerak masuk dan keluar paru karana ada selisih tekanan yang
terdapat anatra atmosfer dan alveolus akibat kerja mekanik otot-otot. Selama inspirasi
volume toraks bertambah besar karena diafragma turun dan iga terangkat akibat
kontraksi beberapa otot. Otot sternuleidomastoideus mengangkat sternum keats dan
otot seratus, skalenus dan interkostalis eksternus mengangkat iga-iga. Toraks membesar
kearah anteroposterior, lateral dan vertikal. Peningkatan volume ini menyebabkan
penurunan tekanan intrpleura dari sekitar -4 mmHg menjadi sekitar -8 mmHg bila paru
mengembang pada waktu inspirasi. Pada saat yang sama tekanan intrapulmonar atau
tekanan jalan nafas menurun sampai sekitar -2 mmHg(relatif terhadap atmosfer) dari
0mmHg pada waktu mulai inspirasi. Selisih tekanan antara jalan nafas dan atmosfer
menyebabkan udara mengalir kedalam paru sampai tekanan jalan nafas pada akhir
inspirasi sama dengan tekanan atmosfer.
Selama pernafasan tenang, ekspirasi merupakan gerakan pasif akibat elastisitas dinding
dada dan paru. Pada waktu otot interkostalis eksternus relaksasi, rangka iga turun dan
lengkung diafragma naik keatas ke dalam rongga toraks menyebabkan volume torkas
berkurang. Penurunan volume toraks ini meningkatkan tekanan intrapleura maupun
tekanan intrapulmonal. Tekanan intra pulmonal sekarang meningkat mencapai 1-2mmHg
diatas tekanan atmosfer. Selisih tekanan antara jalan nafas dan atmosfer menjadi
terbalik, sehingga mengalir keluar dari apru sampai tekanan jalan nafas dan atmosfer
sama kembali pada akhir ekspirasi.
Stadium kedua adalah transportasi yang terdapat beberapa aspek didalamnya (1) difusi
gas-gas antara alveolus dan kapiler paru (respirasi eksterna) dan antara darah sistemih
dan sel-sel jaringan, (2) distribusi darah dalam sirkulasi pulmonar dan penyesuainnya
dengan distribusi udara dalam alveolus-alveolus, (3) reaksi kimia dan fisik dari O2 dan
CO2 dengan darah.
Stadium ketiga (akhir ekspirasi) adalah respirasi sel atau respirasi interna, yaitu saat zat-
zat diksidasi untuk mendapatkan energi dan CO2 terbentuk sebagai sisa proses
metabolisme sel dan dikeluarkan oleh paru.7
Gambar 5. sucking-chest-wound
3. Tension pneumotoraks: terjadi karena mekanisme check valve yaitu pada saat inspirasi
udara masuk ke dalam rongga pleura tetapi pada saat ekspirasi udara dalam rongga
pleura tidak dapat keluar. Semakin lama tekanan udara didalam rongga pleura akan
meningkat dan melebihi tekanan atmosfir. Udara yng terkumpul dalam rongga pleura ini
dapat menekan paru sehingga sering menimbulkan gagal nafas. Pneumotoraks jenis ini
juga sering disebut pneumotoraks ventil.
Gambar 6
Tension pneumothorax kanan
dengan pergeseran mediastinum kearah kontralateral
Patofisiologi
Pneumotoraks spontan terjadi oleh karena pecahnya bleb atau kista kecil yang
diameternya tidak lebih dari 1-2 cm yang berada di bawah permukaan pleura viseralis,
dan sering ditemukan di daerah apeks lobus superior dan inferior. Terbentuknya bleb ini
oleh karena adanya perembesan udara dari alveoli yang dindingnya ruptur melalui
jaringan intersisial ke lapisan jaringan ikat yang berada di bawah pleura viseralis.3
Sebab pecahnya dinding alveolus ini belum diketahui dengan pasti, tetapi diduga ada
dua faktor sebagai penyebabnya:
1. Faktor infeksi atau radang paru.
Infeksi atau radang paru walaupun minimal akan membentuk jaringan parut pada
dinding alveoli yang akan menjadi titik lemah.
2. Tekanan intra alveolar yang tinggi akibat batuk atau mengejan.
Mekanisme ini tidak dapat menerangkan kenapa pneumotoraks spontan sering terjadi
pada waktu penderita sedang istirahat. Dengan pecahnya bleb yang terdapat di bawah
pleura viseralis, maka udara akan masuk ke dalam rongga pleura dan terbentuklah
fistula bronkopleura. Fistula ini dapat terbuka terus, dapat tertutup, dan dapat berfungsi
sebagai ventil.3
Open pneumotoraks terjadi akibat ada hubungan langsung antara kavum toraks (cavum
pleura) dengan dunia luar akibat berlubangnya dinding dada. Keadaan ini dapat terjadi
akibat adanya tusukan, luka tembak dll. Pada keadaan open pneumotorax, udara dapat
keluar masuk kavum pleura sehingga tekanannya tidak lagi negatif dan paru dapat
kolaps. Jika lubang yang terjadi lebih besar dari 2/3 diameter trakea maka udara
cenderung lebih melewati lubang tersebut dibandingkan melewati traktus respiratorius
yang seharusnya. Masuknya udara ini terutama saat inspirasi.
Pada saat inspirasi, tekanan dalam rongga dada menurun (semakin negatif), sehingga
udara dari luar masuk kedalam kavum pleura lewat lubang tadi. Saat ekspirasi, takanan
rongga dada meningkat, akibatnya udara keluar melalui lubang tersebut. Keluarnya
udara ini akan menimbulkan bunyi seprti peluit/siulan, inilah yang disebut sucking chest
wound.
Pada kondisi tertentu dimana dinding paru (pleura viseralis juga ikut berlubang) maka
penutupan ini dapat membahayakan. Pada keadaan seperti ini, pada saat inspirasi, udara
dari dalam paru akan bocor kerongga pleura. Pada saat ekspirasi udara dari kavum
pleura memang dapat masuk lagi keparu retapi tidak sempurna, apalagi jika lubangnya
bersifat katup (ventile). Akibatnya setiap kali menarik nafas, udara dalam kavum pleura
semakin bertambah banyak sehingga tekanan semakin meningkat, sementara ketika
ekspirasi adara dalam kavum pleura tidak dapat keluar. Inilah yang disebut dengan
tension pneomothorax. Pengumpulan udara tersebut akan terus sampai sisi yang sakit
akan kolaps secara total. Pada tahap ini, tekanan belum tinggi. Bila paru telah kolaps
sedangkan udara masih terus masuk ke cavum pleura, lama-kelamaan tekanan disitu
akan meningkat. Peningkatan tekanan ini akan mengeser mediastinum kekontralateral.
Pergeseran ini dapat mengancam jiwa karena:
1. Di mediastinum banyak terdapat organ penting seperti jantung dan pericardium,
aorta, syaraf, vena cava soperior dan inferior. Di antara organ tersebut, yang paling
terganggu fumgsinya bila mediastinum bila mediastinum bergeser adalah vena cava
karena dindingnya tipis, sehingga medah tertekan bahkan dapat mengempes. Akibatnya
aliran darah balik kejantung terganggu, jumlah darah yang kembali ke jantung berkurang
dan berlanjut dengan penurunan cardiac output. Cardiac output yang turun dapat
menyebabkan syok non hemoragik, yang sering mematikan.
2. mediastinum yang terdesak kearah paru yang sehat mengakibatkan vantilasi pada
paru yang sehat terganggu dan ini akan memperburuk hipoksia pasien. Pada pasien
tampak mekanisme kompensasi berupa peningkatan frekuensi nafas (hiperventilasi).6
Gambar 7
1)Pneumotoraks dengan pergeseran trakea dan mediastinum kearah kiri.
2) pneumotoraks kanan dengan paergeseran medistinum yng menekan p. darah, paru
kontalaterall, jantung.
Diagnosis
Anamnesis
Biasanya ditemukan anamnesis yang khas, yaitu rasa nyeri pada dada seperti ditusuk,
disertai sesak nafas dan kadang-kadang disertai dengan batuk-batuk. Rasa nyeri dan
sesak nafas ini makin lama dapat berkurang atau bertambah hebat. Berat ringannya
perasaan sesak nafas ini tergantung dari derajat penguncupan paru, dan apakah paru
dalam keadaan sakit atau tidak. Pada penderita dengan COPD, pneumotoraks yang
minimal sekali pun akan menimbulkan sesak nafas yang hebat. Sakit dada biasanya
datang tiba-tiba seperti ditusuk-tusuk setempat pada sisi paru yang terkena, kadang-
kadang menyebar ke arah bahu, hipokondrium dan skapula. Rasa sakit bertambah waktu
bernafas dan batuk. Sakit dada biasanya akan berangsur-angsur hilang dalam waktu satu
sampai empat hari. Batuk-batuk biasanya merupakan keluhan yang jarang bila tidak
disertai penyakit paru lain; biasanya tidak berlangsung lama dan tidak produktif.
Keluhan-keluhan tersebut di atas dapat terjadi bersama-sama atau sendiri-sendiri,
bahkan ada penderita pneumotoraks yang tidak mempunyai keluhan sama sekali.
Pada penderita pneumotoraks ventil, rasa nyeri dan sesak nafas ini makin lama makin
hebat, penderita gelisah, sianosis, akhirnya dapat mengalami syok karena gangguan
aliran darah akibat penekanan udara pada pembuluh darah dimediastinum.3
Pemeriksaan Fisik:
Umum : pasien terlihat takipneu, hipotensif, diaforesis, retraksi otot pernapasan. Pada
keadaan pneumotoraks tension dapat terlihat peningkatan tekanan vena sentral
(peningkatan tekanan vena jugular), penurunan pucat, distres pernapasan, dan
penurunan kesadaran.
Inspeksi : Asimetris hemitoraks dengan sisi yang terkena terlihat lebih besar, gerakan
pernapasan yang terlambat.
Palpasi : suara napas menghilang, krepitasi.
Perkusi dada : hipersonor.
Auskultasi : bunyi napas melemah sampai hilang.1
Pemeriksaan penunjang
Analisa gas darah arteri
Memberi gambaran hipoksemia meskipun pada kebanyakan pasien sering tidak
diperlukan. Pada sebuah penelitian didapatkan 17% dengan PO2<55mmHg, 16% dengan
PCO2>50mmHg dan 4% dengan PCO2 >60 mmHg. Pda pasien PPOK lebih mudah terjadi
pneumotoraks spontan. Dalam sebuah penelitian 51 dari 171 pasien PPOK(30%) dengan
FEV1<1,0 liter dan 33% dengan FEV1/FVC<40% prediksi. Penelitian lain menyebutkan
bahwa gagal nafas yang berat (PO2<50mmHg dan PCO2>50% mmHg atau disertai
dengan syok ) terdapt pada 16% pasien dan secara signifikan meningkatkan mortalitas
sebasar 10%.2
Foto toraks
Proyeksi PA tegak, didapatkan:
Garis pleura viseralis tampak putih, lurus atau cembung terhadap dinding dada dan
terpisah dari garis pleura parietalis.
Celah antara kedua garis pleura tampak lusens karena terisi kumpulan udara dan tidak
didapatkan corakan vaskuler pada daerah tersebut.1
Gambar 8
Pneumotoraks kiri
CT Scan
CT lebih sensitif dalam mendeteksi pneumotoraks dibandingkan foto toraks,dimana
sekitar 10-50% pneumotoraks tidak ditemukan dengan foto toraks AP ataupun secara
klinis tetapi dapat terlihat dengan menggunakan CT, pneumotoraks seperti ini disebut
pneumotoraks tersembunyi (occult pneumothorax).4
Pemeriksaan ini lebih spesifik untuk membedakan antara emfisema bullosa dengan
pneumotoraks , batas antara udara dengan cairan intra dan ekstrapilmoner serta untuk
membedakan antara pneumotoraks spontan primer atau sekunder. Sensitivitas
pemeriksaan CT untuk mendiagnosis pneumotoraks spontan primer antara 80-90%.2
Cara menentukan ukuran(presentase) pneumotoraks
Volume paru dan hemitoraks dihitung sebagai diameter kubus. Jumlah (isi) paru yang
kolaps ditentukan dengan rata-rata diameter kubus paru dan toraks sebagai nilai
perbandingan(ratio). Misalnya: diameter kubus rata0rata hemitoraks 10 cm dan diameter
kubus rata-rata paru yang kolaps 8 cm maka ratio diameter kubus adalah 83/103=
512/1000, sehingga diperkirakan ukuran pneumotoraksnya 50%.
Cara lain untuk menentukan luas atau peresentase pneumotoraks adalah dengan
menjumlahkan jarak terjauh antara celah pleura pada garis vertikal ditambah dengan
jarak terjauh celah pleura pada garis horizontal ditambah dengan jarak terdekat celah
pleura pada garis horizontal, kemudian dibagi 3 dan dikalikan 10.2
Diagnosis differensial:
pneumotoraks dapat memberi gejala seperti infark myocard, emboli paru dan
pneumonia. Pada pasien muda, tinggi, pria, dan perokok jika setelah difoto diketahui ada
pneumotoraks, umumnya diagnosis kita menjurus ke pneumotoraks spontan primer.
Komplikasi
tension pneumotoraks (terjadi pada 3-5% pasien pneumotoraks) dapat pula
mengakibatkan kegagalan respirasi akut, pio-pneumotoraks, hidropneumotoraks atau
hemopneumotoraks.
Penatalaksanaan
Tindakan pneumotoraks tergantung dari luasnya pneumotoraks. Tujuan dari
penatalaksanaan tersebut untuk mengeluarkan udara dari rongga leura dan menurunkan
kecenderungan untuk kambuh lagi. British horacic Society dan American Collage of Chest
Physician telah memberikan rekomendasi untuk penanganan pneumotoraks. Prinsip-
prinsip penanganan pneumotoraks adalah:
Observasi dan pemberian tambahan oksigen
Aspirasi sedarhana dengan menggunakan jarum dan pamasangan tube torakostomi
dengan atau tanpa pleurodesis
Torakoskopi dengan pleurodesis dan penanganan terhadap adanya bleb atau bulla
Torakotomi
Observasi dan pemberian tambahan oksigen
Tindakan ini dilakukan apabila luas pneumotoraks <15% dari hemitoraks. Apabila fistula
dari alveoli ke rongga pleura telah menutup, udara dalam pleura perlahan-lahan akan
diresopsi. Laju resopsinya diperkirakan 1,25 dari sisi pneumotoraks perhari. Laju resopsi
tersebut diperkirakan akan meningkat jika diberikan tambahan oksigen. Pemberian 100%
oksigen pada kelinci percibaan yang mengalami pneumotoraks ternyata meningkat laju
resopsinya enam kali lipat. Observasi dilakukan dalam beberapa hari (minggu) dengan
foto toraks serial tiap 12-24 jam selama 2 hari bisa dilakukan dengan atau tanpa harus
dirawat dirumah sakit.
Aspirasi dengan jarum dan tube torakostomi
Tindakan ini dilakukan seawal mungkain pada pasien pneumotoraks yang luasnya >15%.
Tindakan ini bertujuan mengeluarkan udara dari rongga pleura (dekompresi). Tindakan
dekompresi dapat dilakukan dengan cara:
1. menusukkan jarum melalui dinding dada sampai masuk rongga pleura, sehingga
tekanan udara positif akan keluar melalui jarum tersebut.
2. membuat hubungan dengan udara luar melalui saluran kontra ventil, yaitu dengan
Water Sealed Drainage (WSD): pipa khusus (kateter urine) yang steril dimasukkan
kerongga pleura dengan perantaraan trokar atau klem penjepit. Sebelum trokar
dimasukkan kerongga pleura, terlebih dahulu dilakukan insisi kulit pada ruang antar iga
ke enam pada linea aksilaris media. Insisi juga dapat dilakukan pada ruang antar iga
kedua pada linea mid klavikula. Sebelum melakukan insisi kulit daerah tersebut harus
dibersihkan dengan cairan desinfektan dan dilakukan injeksi anestesi lokal dengan
lidokain 2%.Setelah trokar masuk kedalam rongga pleura, pipa khusus segera
dimasukkan ke rongga pleura dan kemudian trokar dicabut sehingga hanya kateter
trsebut yang masih tertinggal dlm rongga pleura. Kedian dihubungkan dengan pipa yang
lebih panjang dan terakhir dengan pipa kaca yang dimasukkan kedalam air di dalam
botol. Masuknya pipa kaca kedalam air sebaiknya 2 cm dari permukaan air, supaya
gelembung udara mudah keluar. Apabila paru sudah mengembang penuh dan tekanan
dalam rongga pleura sudah negatif, maka sebelum dicabut dilakukan uji coba dengan
menjepit pipa tersebut selama 24 jam. Tindakan selanjutnya melakukan evaluasi foto
toraks, apakah paru mengembang dan tidak mengempis lagi atau tekanan rongga pleura
positif lagi. Apabila tekanan alam rongga pleura positif lagi maka pipa tersebut belum
dapat dicabut.
Di RS Persahabatan, setelah WSD diklem selam 1-3 hari dibuat foto toraks. Bila paru
sudah mengembang maka WSD da[pat dicabut. Pencabutan WSD dilakukan pada saat
pasien dalam keadaan ekspirasi maksimal.
Gambar 11.
Pemasangan Chest Tube sebagai dekompresi pada pneumotoraks kiri
Torakoskopi
Adalah suatu tindakan untuk melihat langsung kedalam rongga toraks dengan alat bantu
torakoskop. Torakoskopi yang dipandu oleh video (Video Assisted Thoracoscopy surgery
atau VATS) memberikan kenyamanan dan keamanan pada operator maupaun pasien.
Tindakan ini sangat efektif dalam penanganan PSP dan mencegah berulnagnya kembali.
Dengan prosedur ini dapat dilakukan reseksi bulla atau bleb dan bisa juga dilakukan
pleuredesis. Tindakan ini dilakukan apabila:
tindakan aspirasi maupun WSD gagal dilakukan
paru tidak mengembang setelah 3 hari pemasangan tube torakostomi
terjadinya fistula bronkopleura
timbulnya kembali pneumotoraks setelah dilakukan pleuredesis
pada pasien ynag berkaitan dengan pekerjaannya agar tidak mudah kambuh kembali
seperti pilot dan penyelam.
Torakotomi
Tindakan pembedahan ini indiksinya hampir sama dengan torakoskopi. Tindakan ini
dilakukan jiak dengan torakoskopi gagal atau jika bulla terdapat di apex paru.
Prognosis
Pasien dengan pneumotoraks spontan hampir separuhnya akan mengalami kekambuhan,
setelah sembuh dari observasi maupun setelah pemasangan tube thoracostomy.
Kekambuhan jarang terjadi pada pasien-pasien pneumotoraks yang dilakukan torakotoni
terbuka. Pasien-pasien yang penatalaksanaannya cukup baik, umumnya tidak dijumpai
komplikasi. Pasien pneumotoraks spontan sekunder tergantung penyakit paru yang
mendasarinya, misalkan pada pasien PSS dengan PPOK harus lebih berhati-hati karena
sangat berbahaya.2
PENUTUP
Pneumotoraks adalah keadaan terdapatnya udara pada rongga pleura (berasal dari
perlukaan paru atau traktus trakheobronkhial, atau berasal dari perlukaan dinding dada),
yang mengakibatkan hilang atau meningkatnya tekanan negatif dalam rongga
pleura.1Pneumotoraks dapat dibagi spontan atau traumatik. Pneumitoraks spontan
dibagi menjadi primer dan sekunder, primer jika sebabnya tidak diketahui sedangkan
sekunder jika terdapt latar belakang penyakit paru. Pneumotoraks traumatik dibagi
menjadi pneumotoraks traumatik iatrogenik dan bukan iatrogenik.2 Berdasarkan jenis
fistulanya pneumotoraks dapat dibagi menjadi pneumotoraks tertutup (simple
pneumothorax), pneumotoraks terbuka (open pneumothorax), tension pneumotoraks.
PRESENTASI KASUS
1. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. AA
Umur : 34 tahun
Pekerjaan : Swasta
Alamat : Kabila
Jenis Kelamin : Laki-laki
Suku Bangsa : Gorontalo
Pendidikan : SMA
Status : Belum Menikah
Tanggal Masuk : 17 Desember 2016
2. ANAMNESIS
Diambil dari : G4 MDR PRIA RSAS
Keluhan Utama : Batuk berdahak, sesak , mudah lelah dan berat menurun.
Nyeri dada kanan menjalar sampai ke punggung belakang
Keluhan Tambahan :
Pasien datang dengan keluhan nyeri dada yang menjalar sampai dengan ke punggung
belakang pasien sejak 1 minggu SMRS. Keluhan ini sudah dirasakan kurang lebih satu bulan
yang lalu, namun sekarang keluhan terasa lebih berat dan sangat mengganggu aktivitas
pasien. Selain itu, pasien mengeluh batuk berdahak sejak 2 bulan yang lalu SMRS. Dahaknya
berwarna putih, kental dan jumlahnya sekarang lebih berkurang dibandingkan 2 bulan yang
lalu. Sesak napas juga dirasakan oleh pasien, sesak tersebut dirasakan bertambah berat apabila
pasien melakukan aktivitas fisik yang ringan. Pasien mengakui bahwa nafsu makan pasien
berkurang dan berat badan pasien menurun dari berat bedan awal 58 kg dan kini turun
menjadi 47 kg, selama kurang lebih 5 bulan terakhir ini.
7. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum
- Keadaan Umum : Sedang
- Kesadaran : Compos Mentis
- Berat Badan : 47 kg
- Tinggi Badan : 168 cm
- Tanda Vital :
o Tekanan Darah : 80/60 mmHg
o Nadi : 82x/ menit
o Pernapasan : 20x/ menit
o Suhu : 37,1 C
Kepala
Inspeksi Umum
Telinga
Letak simetris, bentuk normal, ukuran normal, tidak ada tanda radang, tidak ada discharge,
sedikit serumen, pendengaran baik, tidak terdapat benjolan dan tidak ada nyeri tekan.
Hidung
Tidak ada tanda-tanda peradangan, tidak ada discharge, sekret, epitaksis, tidak ada deformitas
dan tidak nampak napas cuping hidung.
Mulut
Bibir tidak kering, tidak terdapat sianosis, lidah tidak kotor, tepi tidak hiperemis, tidak
terdapat tremor dan mukosa mulut basah, serta mulut tidak berbau amoniak.
Leher
Aksila
Thoraks
Inspeksi Umum
- Tampak lubang sikatris pada ics ke di dada kiri, terdapat angin yang keluar dari
lubang tersebut setiap kali bernapas
- Hiperpigmentasi tidak ada
- Spider naevi tidak ada
Paru
Inspeksi : Bentuk dada normal, simetris, pergerakan nafas dada kanan tampak sedikit
tertinggal, tidak terlihat jejas atau venektasi, tidak terlihat adanya massa.
Palpasi : Tidak teraba deviasi trakea, tidak teraba adanya massa pada dinding dada
kanan dan kiri atau depan dan belakang. Vokal fremitus kanan melemah
sedangkan kiri normal. Terdapat nyeri tekan pada dada kanan.
Perkusi : Suara hipersonor pada lapang paru kiri, sonor pada lapang paru kanan
hanya sampai dengan SIC IV lalu beralih ke redup pada bagian basal. Batas
paru hepar pada intercostal space V LMCD
Auskultasi : Suara dasar paru vesikuler, terdapat ronkhi basah kasar pada seluruh lapang
paru kanan maupun kiri. Tidak terdapat wheezing pada lapang paru kanan
maupun kiri.
Jantung
Palpasi : Teraba Iktus kordis di SIC V 2 cm medial linea mid klavikula sinistra, tidak
kuat angkat
Perkusi :
Abdomen
Palpasi : Hepar tidak teraba, Lien tidak teraba, Nyeri tekan (-) undulasi (-)
Kulit
Kulit seluruh tubuh tidak nampak pucat, tidak kekuningan, tidak ada pengelupasan kulit,
turgor kulit pasien kembali dalam waktu kurang dari 1 detik.
Pada ektremitas superior dextra dan sinistra tidak terdapat tremor. Tidak ditemukan
penurunan tonus otot, eutrofi untuk ekstremitas superior inferior bagian dextra dan sinistra.
Ekstremitas
Superior : - dextra : tidak oedem, sianosis (-), clubbing (-), flapping tremor (-) baal (-)
- Sinistra : Tidak oedem, sianosis (-),clubbing (-), flepping tremor (-) baal
(-)
8. PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Pemeriksaan Laboratorium : Tanggal 14 11- 2012
Pemeriksaan darah lengkap
Hemoglobin ( Hb ) : 11,3 g/dl Normal : 13-16 g/dl
Leukosit : 9740/uL Normal : 5000-10000/ul
Hematokrit : 35 % Normal : P 40-48 ; W 37-43 %
Eritrosit : 4,8 jt/uL Normal : P 4,5-5,5 ; W 4-5 jt/uL
Trombosit : 379,000/uL Normal : 15000-400000/ul
MCV : 72,7 fl Normal : 80-97 fl
MCH : 23,4 pgr Normal : 26 32 pgr
MCHC : 32,7 % Normal : 31-36 %
RDW : 14,6 %
MPV : 9,3 fL
Hitung jenis
o Basofil : 0,2 Normal : 0-1 %
o Eosinofil : 6,8 Normal : 1-4%
o Batang : 0,00 Normal : 2-5%
o Segmen : 57,7 Normal : 40-70%
o Limfosit : 18,2 Normal : 19 48%
o Monosit : 17,1 Normal : 3-9 %
SGOT : 21 U/L
SGPT : 21 U/L
Klorida : 96 mmol/L
Pemeriksaan Sputum
Foto thoraks :
9. KESIMPULAN PEMERIKSAAN
1. Anamnesis :
- Nyeri dada kanan menjalar hingga ke punggung pasien sejak 1 minggu SMRS
- Batuk berdahak muncul 2 bulan SMRS dengan dahak berwarna putih dan kental
- Sesak nafas yang timbul seiring dengan batuk, dan sekarang bertambah berat sejak
timbul nyeri dada
- Pada saat nyeri dan sesak terjadi mengakibatkan aktivitas sehari-hari pasien
terganggu
- Nafsu makan berkurang dan berat badan pasien menurun dalam waktu 5 bulan
terakhir
2. Pemeriksaan fisik :
- Konjuctiva anemis
- Pada pemeriksaan paru kanan di temukan gerak napas tertinggal, vokal fremitus
menurun, dan adanya peralihan suara perkusi paru dari sonor ke redup pada sela
iga ke 4-5.
- Pada pemeriksaan kedua lapang paru ditemukan suara dasar vesikular disertai
dengan adanya ronkhi basah kasar
3. Pemeriksaan Penunjang :
a. Lab
- Hb :
-
b. Foto thoraks
- (+) gambaran TB paru lama aktif
- Efusi pleura dekstra
c. Pemeriksaan sputum