Anda di halaman 1dari 7

2.

2 Perawatan Pada Lanjut Usia


I. Pengkajian
Pengkajian merupakan pengumpulan data terhadap perubahan fungsi organ
tubuh,ADL, status nutrisi, dan keadaan psikososial. Terdapat lima pengkajian
keperawatan untuk memastikan usia (Potter Perry, 2009)
a. Hubungan timbal balik fisik dan psikososial penuaan
b. Efek penyakit dan ketidakmampuan kerja fungsional
c. Penurunan tingkat efisiensi mekanisme homeostatis
d. Kurangnya standar kesehatan dan norma penyakit
e. Perubahan presentasi dan respon terhadap penyakit spesifik
Lansia pada umumnya mengalami perubahan pada dirinya diantaranya
terdapat :
1. Perubahan Fisiologis
Terdapat banyak perubahan fisiologis yang normal pada lansia. Perubahan ini
tidak bersifat patologis, tetapi dapat membuat lansia lebih renan terhadap
beberapa penyakit.
a. Survei Umum: inspeksi awal pada dewasa tua mungkin berupa kontak mata
dan ekspresi wajah yang sesuai dengan situasi, kerutan wajah, rambut uban,
hilangnya jaringan ekstrimitas, dan peningkatan jaringan serta lemak pada
tubuh.
b. Sistem Integumen: kulit akan kehilangan kelenturannya dan kelembabannya.
Lapisan epitel menipis, serat kolagen elastis juga mengecil menjadi kaku. Noda
dan lesi mungkin juga muncul pada kulit.
c. Kepala dan Leher: raut wajah nampak asimetris karena hilangnya atau
pemasangan gigi palsu yang tidak benar. Perubahan pada nada suara (biasanya
keras) terjadi karena adanya penurunan kekuatan dan tingkat nada. Ketajaman
penglihatan lansia menurun. Sering terjadi presbiopia, suatu penurunan pada
kemampuan mata untuk berakomodasi pada benda dekat, dan presbikus, suatu
perubahan terkait usia pada ketajaman pendengaran. Atrofi saraf pengecap pun
kerap muncul serta hilangnya efisiensi. Lansia tidak mampu merasakan asin,
manis, asam, dan pahit dengan cepat.
d. Toraks dan Paru: terdapat peningkatan diameter anteroposterior. Kifosis
yang sering terjadi pada lansia merupakan perubahan tajam dan progresif
pada struktur vertebrata yang permanen bila disertai osteoporosis.
e. Jantung dan Vaskular: penurunan kekuatan kontraktil miokardium
menyebabkan penurunan darah jantung. Penurunan ini signifikan jika lansia
mengalami stres karena ansietas, kegembiraan, penyakit, atau aktivitas yang
berat.
f. Payudara: penurunan massa, tonus, dan elastisitas otot yang menyebabkan
payudara menjadi lebih kecil.
g. Gastrointestinal dan Abdomen: peningkatan jumlah jaringan lemak pada
tubuh dan abdomen. Sering juga munculnya intoleransi pada makanan
tertentu secara tiba-tiba.
h. Sistem Reproduksi: menopause pada wanita berkaitan dengan penurunan
respons ovarium terhadap hipofisis dan mengakibatkan penurunan kadar
estrogen dan progesteron.
i. Sistem Perkemihan: hipertrofi kelenjar prostat dapat terjadi pada pria lansia.
Wanita lansia dapat mengalami inkontinensia stres, yaitu terjadi pelepasan
urin involunter saat batuk, bersin, atau mengangkat suatu benda.
j. Sistem Muskoskeletal: dewasa lansia yang berolahraga secara teratur tidak
akan mengalami kehilangan massa atau tonus otot dan tulang sebanyak
dewasa lansia lain yang tidak aktif. Pada dewasa lansia yang tidak aktif,
serat otot akan berkurang ukurannya dan kekuatan otot berkurang sebanding
penurunan massa otot.
k. Sistem Neurologis: secara khas, lansia tidak tidur sepanjang malam.
Penyebab disrupsi ini adalah (1) siklus tidur memendek, (2) akibat
pengosongan kandung kemih yang sering, nyeri, atau gangguan psikologis,
dan (3) medikasi yang memengaruhi siklus bangun-tidur.

2. Perubahan Fungsional

Fungsi pada lansia meliputi bidang fisik, psikososial, kognitif, dan social.
Penurunan fungsi yang terjadi pada lansia biasanya berhubungan dengan penyakit
dan tingkat keparahannya.

a. Demensia: kerusakan umum fungsi intelektual yang mengganggu fungsi sosial dan
okupasi. Demensia sinilis tipe Alzheimer, atau biasa disebut penyakit Alzheimer,
dicirikan oleh adanya atrofi otak dan timbulnya plak senil serta lilitan neurofibril
dalam hemisfer serebral. Progresi penyakit Alzheimer telah dibagi dalam tiga
tahap dalam buku Potter Perry (2005) Fundamental Keperawatan Buku 1
(Brady, 1993). Pada tahap awal, gejala utama adalah hilangnya memori. Tahap
pertengahan meliputi kerusakan keterampilan bahasa, aktivitas motorik, dan
pengenalan benda. Inkontinensia urin dan fekal, ketidakmampuan ambulansi, dan
hilangnya keterampilan bahasa secara lengkap merupakan cirri klasik tahap akhir
atau terminal dari penyakit Alzheimer.

b. Delirium (tingkat konfusi akut): sindrom otak menyerupai demensia ireversibel,


tetapi secara klinis dibedakan oleh adanya tingkat kesadaran tidak jelas atau, lebih
tepatnya, perubahan perhatian dan kesadaran. Ciri lain meliputi kurang perhatian,
ilusi, halusinasi, kadang bicara inkoheren, gangguan siklus bangun-tidur, dan
disorientasi.

c. Penyalahgunaan Zat dan Kerusakan Kognitif: penyalahgunaan alkohol dan obat


lain terjadi pada populasi lansia. Banyak penelitian menunjukkan bahwa hal
tersebut adalah masalah serius karena mencakup stres dan kehilangan terkait
penuaan seperti pension, kehilangan pasangan, dan kesepian.

3. Perubahan Psikososial

Perubahan psikososial selama proses penuaan akan melibatkan proses transisi


kehidupan dan kehilangan.

a. Pensiun: tahap kehidupan yang dicirikan oleh adanya transisi dan perubahan peran
yang dapat menyebabkan stres psikososial. Stres ini meliputi perubahan peran pada
pasangan atau keluarga dan masalah isolasi sosial.

b. Isolasi sosial: Ada empat tipe isolasi sosial dalam buku Potter Perry (2005)
Fundamental Keperawatan Buku 1.
1. Sikap: terjadi karena nilai pribadi atau budaya. Lansiaisme adalah sikap yang
berlaku yang menstigmatisasi lansia, suatu bias yang menolak lansia. Seiring
lansia semakin ditolak, harga diru lansia pun berkurang, sehingga usaha
bersosialisasi berkurang.
2. Penampilan: seseorang diisolasi karena penolakan oleh orang lain atau karena
sedikit interaksi yang dapat dilakukan akibat kesadaran diri.
3. Perilaku: perilaku yang biasanya dikaitkan dengan pengisolasian meliputi
konfusi, demensia, alkoholisme, eksentrisitas, dan inkontinensia.
4. Geografis: jauh dari keluarga, kejahatan di kota, dan barier institusi
menyebabkan lansia mengalami isolasi sosial. Dalam masyarakat kini yang
suka berpindah, umumnya anak hidup jauh dari orangtua sehingga
kesempatan untuk mengunjungi anak-anak semakin berkurang. Hal ini
menyebabkan isolasi lebih lanjut pada lansia yang mempunyai keterbatasan
fisik atau mengalami kematian pasangannya.
c. Seksualitas: meliputi cinta, kehangatan, saling membagi dan sentuhan, bukan
hanya melakukan hubungan seksual.
d. Tempat Tinggal dan Lingkungan: perubahan pada peran sosial, tanggung jawab
keluarga, dan status kesehatan memengaruhi rencana kehidupan lansia.
e. Kematian: kesalahan konsep yang biasa terjadi adalah kematian seorang lansia
sebagai berkah dan kulminasi (titik tertinggi) seluruh kehidupan.

II. Diagnosa Keperawatan


Identifikasi faktor yang berhubungan atau penyebab yang mungkin
untuk setiap diagnosa memberi arahan dalam mengembangkan intervensi
keperawatan. Analisis data memerlukan pertimbangan terhadap kekuatan dan
keterbatasan individu dan juga persepsi klien lansia tentang status
kesehatannya. Validasi data dari keluarga, kolega, perawat, profesi kesehatan
lain, dan catatan (rekam medis) mungkin diperlukan. Fokus terhadap respon
pasien terhadap perubahan fungsi organ tubuh Dari hasil pengkajian dapat
diidentifikasi kekuatan dan kelemahan pasien

III. Perencanaan
Rencana tindakan keperawatan harus bersifat intervensi yang
membangun dan mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan pasien yang sudah
ada. Rencana tindakan keperawatan terdiri dari monitor/kaji,tindakan mandiri
dan kolaborasi Rencana keperawatan lansia difokuskan pada kegiatan
mencegah, meningkatkan, mengurangi, atau menghilangkan masalah.
Prioritas perawatan ditetapkan, tujuan klien dan hasil yang diharapkan serta
intervensi yang cocok dipilih.

IV. Implementasi

Implementasi keperawatan disesuaikan dengan kebutuhan pasien dan


merupakan tindakan oprasional dari rencana keperawatan yang dibuat.
Intervensi keperawatan pada lansia dapat mencakup peningkatan dan
pemeliharaan kesehatan, dukungan psikososial, keamanan rumah, pengobatan
mandiri, penyesuaian, dan penghematan. Dalam intervensi, dukungan
psikososial meliputi:
a. Komunikasi Terapeutik: merasakan dan menghargai keunikan klien.
b. Sentuhan: membuat nyaman lansia dengan menunjukkan rasa kasih
sayang.
c. Orientasi Realitas: teknik komunikasi yang digunakan untuk
membuat klien menyadari waktu, tempat, dan orang. Tujuan
orientasi realitas meliputi mengembalikan perasaan terhadap
realitas, meningkatkan tingkat kesadaran, meningkatkan sosialisasi,
meningkatkan fungsi kebebasan, dan meminimalkan konfusi,
disorientasi, serta regresi fisik.
d. Resosialisasi: membantu lansia memperluas jaringan sosial mereka.
e. Terapi Validasi: teknik pada lansia yang mengalami konfusi berat
dan disorientasi. Tujuannya adalah mengembalikan martabat dan
harga diri serta memvalidasi perasaan klien.
f. Pengenangan: mengingat kembali masa lalu untuk menetapkan arti
baru terhadap pengalaman terdahulu.
g. Intervensi Citra Tubuh: pentingnya lansia menampilkan citra yang
diterima sosial. Memang butuh sedikit usaha untuk membantu klien
menyisir rambut, membersihkan gigi, bercukur, atau mengganti
pakaian.
V. Evaluasi
Setiap tindakan yang diberikan pada pasien harus dilakukan evaluasi
apakah tindakan keperawatan yang kita berikan pada pasien tersebut berhasil
atau tidak. Evaluasi dapat diberikan langsung pada saat setelah melakukan
tindakan ( evaluasi formatif ) atau evaluasi sumatif yaitu setelah kita
melakukan beberapa tindakan keperawatan sesuai dengan tujuan di
perencanaan keperawatan. Perubahan sering kali lambat dan tidak terlihat
sehingga evaluasi mungkin jarang dilakukan. Tipe masalah, pembentukan
tujuan, dan pengunaan intervensi menentukan frekuensi evaluasi.

Kasus 5

Seorang klien perempuan berusia 75 tahun dirawat diruangan tempat anda bekerja.
Klien mengalami kelemahan sehingga hampir seluruh aktivitas harian seperti
mandi,buang air kecil, dan buang air besar dilakukan atas tempat tidur. Seluruh
aktivitas pasien membutuhkan bantuan dari keluarga atau perawat. Suatu hari anda
merencanakan untuk membantu pasien membersihkan rongga mulut dan gigi nya
(oral hygiene) dengan menggunakan kassa dan listerine yang dicampur dengan air.
Pada saat anda dating kepada pasie, pasien menolak untuk dilakukan oral hygiene dan
meminta perawat serta keluarga menyiapkan sirih da membantu pasien untuk
nyirih. Keluarga mengatakan bahwa pasien memang meiliki kebiasaan nyirih
dari sejak muda dan tidak pernah menggunakan sikat dan pasta gigi.

Diagnosa keperawatan
Perawat mendiagnosa pada kasus tersebut klien mengalami kelemahan fisik
sehingga hampir seluruh aktivitasnya dilakukan diatas tempat tidur. Klien tersebut
mengalami penurunan pada sitem muskoskeletal dimana serat otot akan berkurang
ukurannya dan kekuatan otot berkurang sebanding penurunan massa otot sehingga
segala aktivitasnya menjadi terganggu. Selain itu klien mengalami gangguan atau
perubahan fungsi pada pergerakannya.

Perencanaan

Perawat mendiskusikan kembali dengan pasien mengenai perawatan yang


sesuai dalam menangani kebiasaan menyirih pada pasien. Dalam menghargai budaya
pasien, perawat dapat mengadakan pendekatan atau konsep caring untuk
membimbing, mendukung dan mengarahkan pasien. Selain itu, pasien serta keluarga
diberi pemahaman mengenai oral hygiene bahwa oral hygiene sangat penting dan
merupakan salah satu cara memelihara kebersihan diri terutama pada rongga mulut
dan giginya.

Daftar pustaka

Potter, P.A. dan Perry, A.G. 2009. Fundamental of Nursing: Concepts, Process, and
Practice. 7th Edition. St. Louis: Elsevier

Anda mungkin juga menyukai