Anda di halaman 1dari 6

INDEKS KEANEKARAGAMAN JENIS POHON DI HUTAN GUNUNG KARANG BANTEN

(Diversity Index of Tree Species in Gunung Karang Forest in Banten)

Oleh By Yayat Hidayat


Laboratorium Silvikultur Fakultas Kehutanan Universitas Winaya Mukti Jatinangor, Sumedang. yahiday@yahoo.com

Abstract

Changes in the status of protected forests into production forests in the area G. Karang Banten, affect the rate of decline
in tree species diversity in the forest area. Decline in species diversity can be detected from the difference in Shannon-
Wiener index Value. This study aims to measure the differences between tree species diversity index of protected forest
and production forest in the forest area G. Karang, based on the Shannon-Wiener index values. Results showed that the
Shannon-Wiener index values in protected forests is 3.42, greater than in forest production, which amounted to 1.79.
Similar to the value of diversity, the evenness (equitability) in the protected forest is greater than production forest, that is
0,93 and 0.51, respectively. This shows that the changes from protected forest into production forests, affected the rate
of decline in tree species diversity.

Keyword: Diversity index, protected forest, production forest.

PENDAHULUAN
Kawasan hutan Gunung Karang memiliki luas total 3.427,68 hektar, terletak di Kabupaten Pandeglang dan
Serang, Provinsi Banten. Berdasarkan fungsi hutannya, kawasan hutan tersebut memiliki tiga fungsi hutan, yaitu hutan
produksi seluas 59,68 ha, hutan lindung seluas 1843.8 ha, dan hutan produksi terbatas seluas 1.524,2 ha. (Gambar 1).
Hutan G. Karang sudah mulai dikelola sejak tahun 1945 oleh Djawatan Kehutanan RI (1945-1957), kemudian dilanjutkan
oleh Dinas Kehutanan Provinsi Jawa Barat (1957-1978), pada tahun 1978-2001 dikelola oleh Perhutani Jabar, dan mulai
tahun 2001 hingga sekarang dikelola oleh Perhutani Jawa Barat Banten, dengan koordinasi Dinas Kehutanan Provinsi
Banten. Berdasarkan klasifikasi Oldeman tipe iklim di daerah G. Karang dan sekitarnya termasuk tipe iklim B2. Curah
hujan rata-rata tahunan di daerah G. Karang dan sekitarnya adalah 1.447,8 mm/tahun. Kawasan hutan G. Karang
memiliki kelerengan bervariasi dari mulai agak curam (kelerengan 16-25 %), curam (kelerengan 25-40%) sampai dengan
sangat curam (kelerengan >40%). Tipe penggunaan lahannya teridiri dari tanah hutan, perkebunan dan pertanian.
Aktifitas pertanian yang dilakukan oleh masyarakat sekitar telah memasuki wilayah kawasan hutan G, Karang di
hampir semua lereng, baik di dalam hutan produksi maupun hutan alam (hutan indung). Di Kawasan hutan Gunung
Akasari (termasuk G Karang) perluasan lahan sedikitnya telah mencapai 1.414,2 Ha. Perubahan fungsi lahan hutan dari
hutan alam primer ke hutan tanaman telah menyebabkan penurunan indeks keragaman jenis tumbuhan, misalnya dari
vegeatsi hutan menjadi agroforest karet (Ningsih, 2009), dari hutan primer menjadi perkebunan pisang (Roth et al.
1994). Kawasan hutan G. Karang pada awal pengelolaan oleh Djawatan Kehutanan berfungsi sebagai hutan lindung,
kemudian sejak dikelola dikelola oleh Perhutani (tahun 1978) beralih fungsi menjadi tiga fungsi yaitu hutan produksi,
hutan produksi terbatas dan hutan lindung. Perubahan fungsi hutan dari hutan lindung ke hutan produksi akan
berdampak kepada penurunan keragaman jenis pohon yang ada di kawasan hutan G. Karang tersebut. Sehubungan
dengan hal itu, penelitian ini dilaksanakan untuk mengukur penurunan indeks keragaman jenis pohon yang terjadi dari
perubahan hutan lindung ke hutan produksi, di kawasan hutan G. Karang. Informasi tersebut sangat bermanfaat untuk
mengambil langkah-langkah yang tepat dalam upaya pelestarian spesies pohon di kawasan hutan G. Karang.

1
Indeks Keanekaragaman Jenis Pohon Di Hutan Gunung Karang Banten
Yayat Hidayat, S.Hut, MSi Staf Pengajar Fakultas Kehutanan Unwim-Jatinangor-Jawa Barat
Gambar 1. Pembagian kawasan hutan G. Karang berdasarkan fungsi hutannya

BAHAN DAN METODE

Pengamatan jumlah dan jenis vegetasi pohon dilakukan dengan metode jalur sepanjang 1 km. Penempatan jalur
dilakukan di dua lokasi yaitu di kawasan hutan produksi dan kawasan hutan lindung. Petak contoh yang digunakan untuk
tingkat pohon berukuran 20x20 m, tingkat tiang 10x10 m, pancang 5x5 m dan tingkat semai 2 x 2 m. Sedangkan untuk
inventarisasi jenis tumbuhan herba dibuat petak berukuran 1x1 m. Parameter-parameter pengukuran meliputi : nama
jenis pohon, jumlah jenis dan kerapatan pohon.
Indeks diversitas (keanekaragaman) adalah nilai yang menunjukkan keanekaragaman jenis tumbuhan di suatu
komunitas. Keragaman jenis diukur dari nilai indeks keragaman Shannon-Wiener , dan indeks kemerataan (evenness)
(Maguran, 1988, Krebs, 1998, Stilling, 1996), dengan rumus :

; Eh = H/ln. S
Dimana
H = indeks diversitas Shanon
s = jumlah jenis
pi = proporsi jumlah individu ke-i (ni/N)
ln = log natural

Analisis data dilakukan dengam menggunakan software SDR versi 4.0. Indeks keanekaan jenis Shannon-Wiener (H)
berkisar antara 0-3,5. Keanekaan jenis semakin tinggi jika nilai yang diperoleh semakin mendekati 3,5; sedangkan nilai
Evenness berkisar dari 0-1.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Keanekaragaman jenis pohon di hutan lindung

Hasil observasi lapangan menumukan sebanyak 40 jenis pohon berada di kawasan hutan lindung (Tabel 1).
Kerapatan jenis pohon di hutan lindung lebih rendah dibandingkan dengan hutan produksi. Kerapatan jenis di hutan
lindung beranekaragam mulai dari 1 batang. ha-1 hingga 25 batang. ha-1. Kibangbara (W. glabrata) menempati urutan
2
Volume 11 No. 1. Oktober 2010; 1- 6
kerapatan tertinggi di hutan lindung G. Karang. Hampir semua jenis yang ditemukan di hutan lindung adalah jenis kayu-
kayuan, didominasi oleh famili Lauraceae (20%). Beberapa jenis yang termasuk mulai langka antara lain: tongtolok,
kimanggu, baros, kacapi, teureup, mara dan sintok. Secara umum jenis vegetasi pada hutan lindung didominasi oleh
kelompok tanaman kayu-kayuan, bertolak belakang dengan di hutan produksi yang didominasi oleh kelomok tanaman
MPTS.
Tabel 1. Kerapatan Jenis Tegakan Pohon di Hutan Lindung Gunung Karang

Nama Jenis Nama lokal Keluarga Kerapatan


(btg.ha-1)
Wendlandia glabrata Kibangbara Verbenaceae 25
Ficus glandulifera Leles Moraceae 21
Drypetes longifolia Kidamar Euphorbiaceae 20
Litsea fulva Tengek caah Lauraceae 18
Acer nivem Calik angin Aceraceae 8
Glochidion glaucum Kipare Euphorbiaceae 18
Maglieta glauca Manglid Magnoliaceae 5
Ficus ampelas Hampelas Moraceae 5
Cryptocarya tomentosa Huru koneng Lauraceae 8
Schima walichii Puspa Theaceae 8
Antidesma montanum Kihuut Euphorbiaceae 3
Viburnum coriaceum Kikembang Caprifoliaceae 3
Ficus glandulifera Leles Moraceae 8
Acer nivem Calik angin Aceraceae 3
Pterocymbium javanicum Tongtolok Sterculiaceae 1
Saurania cauliflora Kileho ernstroemiaceae 3
Tarena latifolia Kibungbulang Rubiaceae 3
Pangium edule Picung Flacourtiaceae 3
Castanea argentea Saninten Fagaceae 5
Platea latifolia Kikadanca Olacaceae 3
Cedrela febrifuga Kibeureum Meliaceae 3
Dehaasia caesia Kikacang Lauraceae 3
Litsea sp. Huru Lauraceae 5
Ardisia laevigata Kimanggu Myrsinaceae 1
Litsea resinosa Huru minyak Lauraceae 3
Villebrunea rubescens Nangsi Urticaceae 8
Ficus fistulosa Beunying Moraceae 6
Omalanthus populucus Kareumbi Euphorbiaceae 5
Ficus ribes Walen Moraceae 10
Symplocos fasciculata Jirak Styracaceae 3
Trema orientalis Kurai Urticaceae 3
Bischofia javanica Gintung / baros Euphorbiaceae 1
Ficus elastica Teureup Moraceae 1
Sandoricum kutjape Kacapi Meliaceae 1
Litsea polyantha Huru dapung Lauraceae 3
Litsea tomentosa Huru meuhmeul Lauraceae 3

3
Indeks Keanekaragaman Jenis Pohon Di Hutan Gunung Karang Banten
Yayat Hidayat, S.Hut, MSi Staf Pengajar Fakultas Kehutanan Unwim-Jatinangor-Jawa Barat
Nama Jenis Nama lokal Keluarga Kerapatan
(btg.ha-1)
Macrophanax dispernum Cerem Urticaceae 5
Machilus rimosa Huru pedes Lauraceae 3
Macaranga tanarius Mara Euphorbiaceae 1
Cinnamoman Sintok Sintok Lauraceae 1
Caryota mytis Saray Arecaceae 3
Pterocymbium javanicum Tongtolok Sterculiaceae 3
Querqus rhumpii Pasang Fagaceae 6
JUMLAH 248

Keanekaragaman jenis pohon di hutan produksi


Hasil observasi lapangan menumukan sebanyak 34 jenis pohon berada di kawasan hutan produksi (Tabel 2).
Jenis pohon di kawasan hutan produksi, adalah dari jenis kayu-kayuan seperti : sobsi (Meisopsis eminii), sengon
(Paraserianthes falcataria), sonokeling (Dalbergia latifolia), cayur (Ptero spermum javanicum), manglid (Maglieta glauca
), lame (Alstonia scholaris), dan surian (Tonna sinensis). Jenis MPTS yang ditanam antara lain: tangkil (Gnetum
gnemon), nangka (Artocarpus heterophyllus), durian (Durio Zibethinus), jengkol (Zingium jiringa), alpokat (Persca
americana), dukuh (Lansium domesticum), pisitan (Lansium domesticum), dan petai (Parkia speciosa). Sedangkan jenis
tanaman industri seperti cengkeh (Eugenia aromatica), kopi (Coffea arabica) dan coklat (Theobroma cacao). Kerapatan
jenis pohon beranekara ragam mulai dari 1 batang per ha hingga 55 batang per ha. Kerapatan kopi (C. Robusta)
menempati perigkat tertinggi (55 batang/ha) sedangkan tanaman kayu jatuh pada sengon (10 btang per ha). Kerapatan
jenis ini berkaitan erat dengan tingkat kesukaan masyarakat terhadap jenis tersebut, karena kerapaan di hutan produksi
adalah kerapatan pada hutan tanaman.
Tanaman MPTS lebih dominan daripada tanaman kayu-kayuan. Dominansi jenis MPTS terjadi pada tanaman
kopi (. C. robusta) dengan kerapatan mencapai 55 batang per ha., dan tangkil (G. gnemon) dengan kerapatan 15 batang
per ha. Pada tanaman kayu-kayuan, yang mendpminasi adalah dadap (E. lithosperma) dengan kerapatan mencapai 15
batang per ha, diikuti oleh pohon sengon (P. falcataria) sebesar 10 batang per ha. Dominansi jenis pada hutan
tanaman berkaitan denan tingkat kesukaan penanamnya. Tanaman kopi banyak disukai oleh masyarakat dan pasarnya
lebih prospektif, maka dengan sendirinya tanaman tersebut banyak ditanam di kawasan hutan. Program penghijauan
yang dijalankan pemerintah juga turut mempengaruhi nilai dominansi jenis pada hutan tanaman, misalnya gerakan
sengonisasi pada program penghijauan.

Tabel 2. Kerapatan Jenis Tegakan Pohon di Hutan Produksi G. Karang


No. Nama Jenis Nama lokal Keluarga Kerapatan
(btg.ha-1)
1 Jingium jiringa Jengkol Mimosaceae 5
2 Lansium domesticum Dukuh Meliaceae 2
3 Coffea robusta Kopi Rubiaceae 55
4 Parkia speciosa Petai Mimosaceae 3
5 Dalbergia latifolia Sonokeling Caesalpiniaceae 2
6 Gnetum gnemon Tangkil Gnetaceae 15
7 Artocarpus heterophylla Nangka Moraceae 5
8 Eugenia aromatica Cengkeh Myrtaceae 5
9 Ceiba pentandra Kapok Bombacaceae 2
10 Erythrina lithosperma Dadap Papilionaceae 15
11 Persea americana Alpukat Lauraceae 5
12 Macrophanax disfermas Cerem Urticaceae 2
13 Paraserianthes falcataria sengon Mimosaceae 10
4
Volume 11 No. 1. Oktober 2010; 1- 6
No. Nama Jenis Nama lokal Keluarga Kerapatan
(btg.ha-1)
14 Syzygium polyantum Kupa Myrtaceae 1
15 Alstonia scholaris Lame Apocynaceae 1
16 Pterospermum javanicum Caruy Sterculiaceae 5
17 Melia azedarah Mindi Meliaceae 2
18 Psidium guajava Jambu batu Myrtaceae 1
19 Lansium domesticum Pisitan Meliaceae 2
20 Durio zibethinus Durian Bombacaceae 6
21 Aleurites moluccana Muncang Euphorbiaceae 1
22 Arenga pinnata Aren Arecaceae 1
23 Bacaurca racemusa Menteng Euphorbiaceae 2
24 Villebrunca rubescens Nangsi Urticaceae 2
25 Maglieta glauca Manglid Magnoliaceae 1
26 Claoxylon polot Talingkup Euphorbiaceae 1
27 Saurania cauliflora Kileho Ernstroemiaceae 1
28 Macaranga tanarius Mara Euphorbiaceae 1
29 Toona sinensis Surian Meliaceae 2
30 Spondias dulcis Kedondong Anacardiaceae 1
31 Vernonea arborea Hamirung Asteraceae 1
32 Cocos nucifera Kalapa Palmae 2
33 Pangium edule Picung Flacourtiaceae 1
34 Nephellium lappacum Rambutan Sapindaceae 2
JUMLAH 298 pohon

Berdasarkan hasil perhitungan indeks keragaman (Shannon-Wiener), keragaman jenis pohon di hutan lindung lebih
besar dibandingkan dengan hutan produksi. Indeks keragaman jenis pohon di hutan lindung sebesar 3,42 , sedangkan
indeks keragaman jenis di hutan produksi sebesar 1,79. Kemerataan jenis (evenness) di hutan lindung juga lebih besar
daripada di hutan produksi. Kelimpahan jenis di hutan alam tercatat sebesar 0.93, sedangkan kelimpahan jenis di hutan
produksi sebesar 0,51. Dengan demikian adanya perubahan manajemen dari hutan lindung ke hutan produksi telah
berdampak negatif terhadap pengurangan keragaman dan kemerataan jenis. Menurut Odum (1993), keanekaragaman
jenis yang tinggi di hutan diperoleh dari kelimpahan yang merata di setiap jenis dan penyebaran yang merata karena
keseimbangan yang terjadi di hutan. Roth, et al. (1994) melaporkan telah terjadi penurunan indeks keragaman
(Shannon-Wiener) dari hutan primer menjadi perkebunan kakao dan perkebunan pisang, serta terjadi perubahan indeks
kemerataanya.
Penurunan keragaman jenis pohon dari hutan lindung ke hutan produksi berkaitan dengan adanya gangguan
stabilitas pertumbuhan pohon. Menurut Begon, et all (1996) perbedaan tingkat gangguan memberikan pengaruh yang
berbeda terhadap keragamannya. Informasi keragaman penting untuk menentukan strategi manajemen pengelolaan
kawasan. Penurunan akibat gangguan terhadap stabilitas kawasan tidak hanya terhadap keragaman jenis tumbuhan
saja, tetapi juga berpengaruh terhadap keragaman fauna. Siemann, et al.(1997) melaporkan bahwa terjadinya
kebakaran di hutan savana telah menurunkan keragaman jenis athropoda di kawasan tersebut. Winarni et al (2005)
melaporkan hasil penelitianya bahwa adanya kegiatan pembalakan hutan dan illegal loging telah berdampak kepada
penurunan keragaman jenis burung di Taman Nasional Lampung.
Hasil pengamatan lapangan menunjukkan bahwa pada kawasan hutan lindung yang terbuka sering ditumbuhi
oleh jenis-jenis pioner tanaman semak belukar seperti jarung (Stachytarpeta jamaisensis), harendong (Clidemia hirta),
5
Indeks Keanekaragaman Jenis Pohon Di Hutan Gunung Karang Banten
Yayat Hidayat, S.Hut, MSi Staf Pengajar Fakultas Kehutanan Unwim-Jatinangor-Jawa Barat
harendong lalakina (Melastoma malabathricum), saliara (Lantana camara), kirinyuh (Eupatorium inulifolium), sadagori
(Sida rhombifolia), babadotan (Ageratum houstonianum), pungpulutan (Urena lobata), dan putri malu (Mimosa pudica).
Tanaman semusim dijumpai pada lahan-lahan pertanian yang berada di hampir sekeliling lereng G. Karang. Jenis
tanaman yang dibudidayakan pada lahan tersebut adalah berbagai jenis tanaman sayuran seperti : bawang daun (Allium
fistulosum), seladah bokor (Lactuca sativa), tomat (Solanum lycopersicum), wortel (Daucus carota), kacang merah
(Phaseolus vulgaris), seledri (Apium graveolen), cabe (Capsicum anuum), lombok (Capsicum prutescens), jagung (Zea
mays), sawi (Brassica juncea) dan kemangi (Oeimum bacilicum, pisang (Musa paradisiaca), cengkih (Eugenia
aromatica) dan kopi (Coffea arabica), Jenis tanaman kopi rupanya sudah sejak lama ditanam di kawasan hutan produksi
dan kini meluas ke kawasan hutan alam.

SIMPULAN

Nilai indeks Shannon-Wiener di hutan lindung adalah 3,42, lebih besar daripada di hutan produksi, yaitu sebesar 1,79.
Hal serupa terjadi pada nilai pemerataan (eveness), bahwa niai evennes di hutan lindung sebesar 0,93 lebih besar
daripada hutan produksi, yaitu sebesar 0,51. Hal tersebut menunjukkan bahwa perubahan status fungsi hutan dari
hutan lindung ke hutan produksi berdampak kepada penurunan tingkat keragaman jenis pohon.

DAFTAR PUSTAKA

Begon, M., J. L. Harper, and C. R. Townsend. 1996. Ecology: Individuals, Populations, and Communities, 3rd edition.
Blackwell Science Ltd., Cambridge, MA

Krebs, C.J. 1989. Ecologycal Methodology. Harper & Row Publisher, New York. Pp 654

Magurran, A. E. 1988. Ecological Diversity and its Measurement. Princeton University Press, Princeton, NJ

Ningsih, H. 2009. Struktur Komunitas Pohon Pada Tipe Lahan Yang Dominan Di Desa Lubuk Beringin, Kabupaten
Bungo, Jambi. Sekolah lmu dan Teknologi Hayati Institut Teknologi Bandung.

Odum, E.P. 1993. Dasar-Dasar Ekologi. Edisi ketiga. Gajah Mada University Press. Yogyakarta

Roth, D. S., I. Perfecto, and B. Rathcke. 1994. The effects of management systems on ground-foraging ant diversity in
Costa Rica. Ecological Applications 4(3):423-436.

Siemann, E., J. Haarstad, and D. Tilman. 1997. Short-term and long-term effects of burning on oak savanna arthropods.
American Midland Naturalist 137:349-361

Stilling, P.D. 1996. Ecology: Theories and Applications. Prentice Hall International, Inc. New Jersey

Winarni, N.L., Nurcahyo, A., Hadiprakarsa, Y. & Iqbal, M. 2005. Effects of forest patch size on Galliformes in southern
Sumatra, Indonesia. Pp. 57-68 in: Fuller, R.A. & Browne, S.J. (eds) 2005. Galliformes 2004. Proceedings of the
3rd International Galliformes Symposium. World Pheasant Association, Fordingbridge, UK.

6
Volume 11 No. 1. Oktober 2010; 1- 6

Anda mungkin juga menyukai