Anda di halaman 1dari 9

PORTOFOLIO KASUS SINDROM NEFROTIK

No. ID dan Nama Peserta : dr. Jezy Reisya Pranasari


No. ID dan Nama Wahana : RSUD Hj. Padjonga Dg Ngalle, Takalar
Topik : Syndrome Nefrotik
Tanggal (kasus) : 20 Februari 2015
Presenter : dr. Jezy Reisya Pranasari
Tanggal Presentasi : 06 Mei 2015 Pendamping : dr. Vitalis Talik, M.Kes
Tempat Presentasi : RSUD Hj. Padjonga Dg Ngalle, Takalar
Obyektif Presentasi :
Keilmuan Ketrampilan Penyegaran
Tinjauan Pustaka
Diagnostik Manajemen Masalah Istimewa
Neonatus Bayi Anak Remaja Dewasa Lansia Bumil
Deskripsi : Seorang Perempuan, 48 tahun, masuk rumah sakit dengan keluhan utama
bengkak pada wajah dan kedua tungkai bawah yang dialami sejak 2 hari yang lalu, secara
tiba- tiba. Awalnya bengkak pada kedua kelopak mata saat bangun pagi, dialami sejak 1
minggu yang lalu. Batuk (-), sesak (-), R/ sesak saat beraktivitas (-), terbagun tengah malam
karena sesak (-). Nyeri ulu hati (+), mual (+), muntah (-). Demam (-), riwayat demam (-).
Bab : lancar, biasa
Bak : lancar, biasa
Riwayat pernah dirawat di RSUD H.Padjonga 3 bulan yang lalu dengan keluhan yang sama.
Tujuan : mengetahui etiologi, diagnosis dan penatalaksanaan yang mungkin pada pasien
dengan sindrom nefrotik
Bahan Bahasan : Tinjauan Pustaka Riset Kasus Audit
Cara Membahas : Diskusi Presentasi & Diskusi E-mail Pos
Data Pasien : Nama : Ny. Bg No.RM : 175811
Nama Klinik : UGD Telp. : - Terdaftar sejak : 12 November 2014
Data Utama Untuk Bahasan Diskusi :
1. Perempuan, 48 tahun, edema pretibial et dorsum pedis D et S, sejak 2 hari yang lalu,
secara tiba- tiba. Diawali dengan edema palpebra saat bangun pagi. Nyeri ulu hati (+),
mual (+). Pemeriksaan fisis, BB: 70 kg koreksi : 25% x 70kg = 52,5 kg, TB: 160 cm.
TD: 220/150 mmHg, N: 84 x/menit, P: 20 x/menit, S: 36.7 0C. Wajah: puffi face (+),
edema palpebra (+)/(+). Thorax dan jantung dalam batas normal. Abdomen dalam
batas normal, ascites (-). Ekstremitas: pitting edema pretibial et dorsum pedis +/+.
2. Riwayat pengobatan : pernah dirawat 3 bulan yang lalu dengan keluhan yang sama.
3. Riwayat kesehatan/penyakit : riwayat hipertensi sejak 3 bulan yang lalu, DM (-),
Penyakit jantung (-)
4. Riwayat keluarga : tidak ada keluarga yang menderita penyakit yang sama dengan
pasien.
5. Riwayat pekerjaan : Wiraswasta
6. Lain-lain : Laboratorium: Darah rutin: WBC: 4,8x103 / ul, RBC: 4,99 x 106 / ul, Hgb:
12,7 g/dl, HCT: 38%, PLT: 323.000 /ul, SGOT 23 mg/dl, SGPT 12 mg/dl, Ureum 42
mg/dl, Creatinin : 2,25 mg/dl, GDS : 142 mg/dl, Kolestrol total: 826 mg/dl, LDL: 444
mg/dl, HDL: 32 mg/dl Trigliserida: 751 mg/dl, albumin : 1,5 g/dl, globulin : 2,1 g/dl,
protein total : 3,6 g/dl
Urine lengkap: Protein : 2+, Ph: 7,5, Blood: 3+, eritrosit penuh/LBP
Daftar Pustaka :
1. Mansjoer arif, dkk. Kapita Selekta Kedokteran Edis 3. Jakarta: Media Aesclapius
Fakultas Kedokteran UI. 2001.Hlm 527-528
2. Price Sylvia Anderson, RN, PhD. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit
Edisi 6. Mosby: Elsevier Science. 2002.
3. Prodjosudjadi Wiguno, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam edisi 4. Jakarta: Pusat
Penerbitan Departmen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran UI. 2006.
Hasil Pembelajaran :
1. Etiologi yang mungkin pada pasien dengan sindrom nefrotik
2. Diagnosis Sindrom nefrotik
3. Membedakan sindrom nefrotik dengan penyakit lainnya.
4. Pemeriksaan penunjang yang diperlukan untuk kasus sindrom nefrotik
5. Konsultasi yang diperlukan untuk kasus sindrom nefrotik

Rangkuman Hasil Pembelajaran Portofolio


1. Subyektif
Pasien MRS dengan keluhan bengkak pada wajah dan tungkai bawah. Awalnya 1 minggu
yang lalu hanya pada kelopak mata jika bangun tidur. Keluhan ini sudah pernah dialami 3
bulan yang lalu dan di rawat di RSUD H. Padjonga dg Ngalle. Keluhan bengkak tidak
disertai dengan sesak nafas bila beraktivitas. Penderita juga masih dapat tidur dengan satu
bantal. Pasien juga mengeluh nyeri ulu hati dan mual.
2. Obyektif
Keadaan umum: Sakit sedang, gizi cukup, composmentis
BB: 70 kg, BB koreksi: 52,5 kg, TB : 160 cm.
Tanda-tanda vital: Tekanan Darah: 220/150 mmHg, Nadi: 90 x/menit, Pernapasan: 20
x/menit, Suhu: 36.9 0C
Pemeriksaan fisis: Wajah: puffi face (+), edema palpebra (+)/(+). Thorax dan jantung
dalam batas normal. Abdomen dalam batas normal, ascites (-). Ekstremitas: pitting edema
pretibial et dorsum pedis +/+.
Laboratorium :
Darah rutin: WBC: 4,8x103 / ul, RBC: 4,99 x 106 / ul, Hgb: 12,7 g/dl, HCT: 38%, PLT:
323.000 /ul, SGOT 23 mg/dl, SGPT 12 mg/dl, Ureum 42 mg/dl, Creatinin : 2,25 mg/dl,
GDS : 142 mg/dl, Kolestrol total: 826 mg/dl, LDL: 444 mg/dl, HDL: 32 mg/dl
Trigliserida: 751 mg/dl, albumin : 1,5 g/dl, globulin : 2,1 g/dl, protein total : 3,6 g/dl
Urine lengkap: Protein : 2+, Ph: 7,5, Blood: 3+, eritrosit penuh/LPB
3. Assessment (penalaran klinis)
Pasien masuk rumah sakit dengan keluhan utama bengkak pada wajah dan tungkai
bawah. Edema merupakan keluhan penderita Sindrom nefrotik datang ke rumah sakit.
Edema timbul terutama pagi hari dan hilang pada siang hari, karena pada malam hari
sewaktu tidur akan terjadi dilatasi pembuluh darah perifer disertai dengan curah jantung
yang meningkat. Hal ini akan menyebabkan ekstravasasi cairan interstisial meningkat.
Setelah beberapa minggu atau bulan, edema akan menetap. Lokasi edema biasanya
mengenai kelopak mata karena merupakan jaringan yang longgar, kemudian menyebar ke
tungkai perut dan generalisata.
Pada pemeriksaan fisis di dapatkan tekanan darah meningkat melebihi batas normal,
puffy face, edema palpebra +/+, edema pretibial +/+. Pada pemeriksaan laboratorium
didapatkan proteinuri, hipoalbuminemi, dan hiperkolesterolemia, hematuria dan penurunan
fungsi ginjal.
Sindrom nefrotik (SN) merupakan salah satu manifestasi klinik glomerulonefritis
yang ditandai dengan proteinuria masif ( 3 3,5 g/hari atau rasio protein kreatinin pada
urin sewaktu > 300-350 mg/mmol), hipoalbuminemia (<25 g /l), hiperkolesterolemia(total
kolesterol > 10 mmol/L), dan manifestasi klinis edema periferal. Pada proses awal atau SN
ringan untuk menegakkan diagnosis tidak semua gejala tersebut harus ditemukan.
SN dapat terjadi pada semua usia, dengan perbandingan pria dan wanita 1:1 pada
orang dewasa. SN terbagi menjadi SN primer yang tidak diketahui kausanya dan SN
sekunder yang dapat disebabkan oleh infeksi, penyakit sistemik, metabolik, obat-obatan,
dan lain-lain.
Sindrom nefrotik dapat disebabkan oleh glomerulonefritis primer dan sekunder
akibat infeksi, keganasan, penyakit jaringan penghubung (connective tissue disease), obat
atau toksin, dan akibat penyakit sistemik.
Klasifikasi dan penyebab sindrom nefrotik didasarkan pada penyebab primer
(gangguan glomerular karena umur), dan sekunder (penyebab sindrome nefrotik).
Protenuria masif merupakan kelainan utama pada sindrom nefrotik. Apabila ekskresi
protein 40 mg/jam/m2 luas permukaan badan disebut dengan protenuria berat. Hal ini
digunakan untuk membedakan dengan protenuria pada pasien bukan sindrom nefrotik.
Pada syndrom nefrotik terjadi peningkatan permeabilitas kapiler-kapiler glomeluri, disertai
dengan peningkatan filtrasi protein plasma dan akhirnya terjadi proteinuri.
Abnormalitas sistemik yang paling berkaitan langsung dengan proteinuria adalah
hipoalbuminemia. Salah satu manifestasi pada pasien sindrom nefrotik terjadi
hipoalbuminemia apabila kadar albumin kurang dari 2,5 g/dL. Pada keadaan normal,
produksi albumin di hati adalah 12-14 g/hari (130-200 mg/kg) dan jumlah yang diproduksi
sama dengan jumlah yang dikatabolisme. Katabolisme secara dominan terjadi pada
ekstrarenal, sedangkan 10% di katabolisme pada tubulus proksimal ginjal setelah resorpsi
albumin yang telah difiltrasi. Pada pasien sindrom nefrotik, hipoalbuminemia merupakan
manifestasi dari hilangnya protein dalam urin yang berlebihan dan peningkatan
katabolisme albumin. Hilangnya albumin melalui urin merupakan konstributor yang
penting pada kejadian hipoalbuminemia.
Edema pada sindrom nefrotik disebabkan oleh menurunnya tekanan onkotik
intravaskuler dan menyebabkan cairan merembes ke ruang interstisial. Adanya
peningkatan permeabilitas kapiler glomerulus menyebabkan albumin keluar sehingga
terjadi albuminuria dan hipoalbuminemia. Sebagaimana diketahui bahwa salah satu fungsi
vital dari albumin adalah sebagai penentu tekanan onkotik. Maka kondisi hipoalbuminemia
ini menyebabkan tekanan onkotik koloid plasma intravaskular menurun. Sebagai
akibatnya, cairan transudat melewati dinding kapiler dari ruang intravaskular ke ruang
interstisial kemudian timbul edema.
Hampir semua kadar lemak (kolesterol, trigliserid) dan lipoprotein serum meningkat
pada sindrom nefrosis. Hal ini dapat dijelaskan dengan penjelasan antara lain yaitu adanya
kondisi hipoproteinemia yang merangsang sintesis protein menyeluruh dalam hati,
termasuk lipoprotein. Selain itu katabolisme lemak menurun karena terdapat penurunan
kadar lipoprotein lipase plasma, sistem enzim utama yang mengambil lemak dari plasma.
Diagnose SN dibuat berdasarkan gambaran klinis dan pemeriksaan laboratorium
berupa proteinuria massif >3,5 g/1,73 m2 luas permukaan tubuh/hari), hipoalbuminemia
<3 g/dl, edema, dan hiperkolesterolemia.
Diagnosis sindrom nefrotik dapat ditegakkan melalui beberapa pemeriksaan penunjang
berikut:
- Urinalisis
Urinalisis adalah tes awal diagnosis sindromk nefrotik.Proteinuria berkisar 3+ atau 4+ pada
pembacaan dipstik, atau melalui tes semikuantitatif dengan asam sulfosalisilat.3+ menandakan
kandungan protein urin sebesar 300 mg/dL atau lebih, yang artinya 3g/dL atau lebih yang masuk
dalam nephrotic range.
Pemeriksaan sedimen urin
Pemeriksaan sedimen akan memberikan gambaran oval fat bodies: epitel sel yang
mengandung butir-butir lemak, kadang-kadang dijumpai eritrosit, leukosit, torak hialin dan torak
eritrosit.
Pengukuran protein urin
Pengukuran protein urin dilakukan melalui timed collection atau single spot collection.
Timed collection dilakukan melalui pengumpulan urin 24 jam, mulai dari jam 7 pagi hingga waktu
yang sama keesokan harinya. Pada individu sehat, total protein urin 150 mg. Adanya proteinuria
masif merupakan kriteria diagnosis.
Single spot collection lebih mudah dilakukan. Saat rasio protein urin dan kreatinin > 2g/g,
ini mengarahkan pada kadar protein urin per hari sebanyak 3g.
Albumin serum
- kualitatif : ++ sampai ++++
- kuantitatif :> 50 mg/kgBB/hari (diperiksa dengan memakai reagen ESBACH)
Pemeriksaan serologis untuk infeksi dan kelainan imunologis
USG renal
Terdapat tanda-tanda glomerulonefritis kronik.
Biopsi ginjal
Biopsi ginjal diindikasikan pada anak dengan SN congenital, onset usia> 8 tahun, resisten
steroid, dependen steroid atau frequent relaps, serta terdapat manifestasi nefritik signifikan.Pada
SN dewasa yang tidak diketahui asalnya, biopsy mungkin diperlukan untuk diagnosis.Penegakan
diagnosis patologi penting dilakukan karena masing-masing tipe memiliki pengobatan dan
prognosis yang berbeda. Penting untuk membedakan minimal-change disease pada dewasa dengan
glomerulosklerosisfokal, karena minimal-change disease memiliki respon yang lebih baik terhadap
steroid.
Darah:
Pada pemeriksaan kimia darah dijumpai:
- Protein total menurun (N: 6,2-8,1 gm/100ml)
- Albumin menurun (N:4-5,8 gm/100ml)
- 1 globulin normal (N: 0,1-0,3 gm/100ml)
- 2 globulin meninggi (N: 0,4-1 gm/100ml)
- globulin normal (N: 0,5-0,9 gm/100ml)
- globulin normal (N: 0,3-1 gm/100ml)
- rasio albumin/globulin <1 (N:3/2)
- komplemen C3 normal/rendah (N: 80-120 mg/100ml)
- ureum, kreatinin dan klirens kreatinin normal.
Tata laksana sindrom nefrotik dibedakan atas pengobatan dengan imunosupresif
dan atau imunomodulator, dan pengobatan suportif atau simtomatik. Penatalaksanaan ini
meliputi terapi spesifik untuk kelainan dasar ginjal atau penyakit penyebab (pada SN
sekunder), mengurangi atau menghilangkan proteinuria, memperbaiki hipoalbuminemia,
serta mencegah dan mengatasi penyulit.
1. Terapi Kortikosteroid
Regimen penggunaan kortikosteroid pada SN bermacam-macam, di antaranya pada
orang dewasa adalah prednison/prednisolon 1-1,5 mg/kg berat badan/hari selama 4- 8
minggu diikuti 1 mg/kg berat badan selang 1 hari selama 4-12 minggu, tapering di 4
bulan berikutnya.Sampai 90% pasien akan remisi bila terapi diteruskan sampai 20-24
minggunamun 50% pasien akan mengalami kekambuhan setelah kortikosteroid
dihentikan.
Respon klinis terhadap kortikosteroid dapat dibagi menjadi remisi lengkap, remisi
parsial dan resisten.Dikatakan remisi lengkap jika proteinuria minimal (< 200 mg/24
jam), albumin serum >3 g/dl, kolesterol serum < 300 mg/dl, diuresis lancar dan edema
hilang. Remisi parsial jika proteinuria<3,5 g/hari, albumin serum >2,5 g/dl, kolesterol
serum <350 mg/dl, diuresis kurang lancar dan masih edema. Dikatakan resisten jika
klinis dan laboratoris tidak memperlihatkan perubahan atau perbaikan setelah
pengobatan 4 bulan dengan kortikosteroid.
Kelompok SNSS dalam perjalanan penyakit dapat dibagi menjadi 4 kelompok, yaitu
SN non-relaps (30%), SN relaps jarang (10-20%), SN relaps sering dan SN dependen
steroid (40-50%).
Sindrom nefrotik non relaps ialah penderita yang tidak pernah mengalami relaps
setelah mengalami episode pertama penyakit ini. Sindrom nefrotik relaps jarang ialah
anak yang mengalami relaps kurang dari 2 kali dalam periode 6 bulan atau kurang
dari 4 kali dalam periode 12 bulan setelah pengobatan inisial. Sindrom nefrotik relaps
sering ialah penderita yang mengalami relaps >2 kali dalam periode 6 bulan pertama
setelah respons awal atau > 4 kali dalam periode 12 bulan. Sindrom nefrotik dependen
steroid bila dua relaps terjadi berturut-turut pada saat dosis steroid diturunkan atau
dalam waktu 14 hari setelah pengobatan dihentikan.
Pengobatan SN relaps sering atau dependen steroid dapat diberikan dengan steroid
jangka panjang, yaitu setelah remisi dengan prednison dosis penuh dilanjutkan dengan
steroid alternating dengan dosis yang diturunkan bertahap sampai dosis terkecil yang
tidak menimbulkan relaps yaitu antara 0,1-0,5 mg/kg secara alternating. Dosis ini
disebut sebagai dosis treshold, diberikan minimal selama 3-6 bulan, kemudian dicoba
untuk dihentikan.
Pengobatan lain adalah menggunakan terapi nonsteroid yaitu:Siklofosfamid,
Klorambusil, Siklosporin A, Levamisol, obat imunosupresif lain, dan ACE
inhibitor.Obat-obat ini utamanya digunakan untuk pasien-pasien yang non-responsif
terhadap steroid
2. Terapi Supportif
- Dietetik
Jenis diet yang direkomendasikan ialah diet seimbang dengan protein dan kalori yang
adekuat. Kebutuhan protein anak ialah 1,5-2 g/kg, namun anak-anak dengan
proteinuria persisten yang seringkali mudah mengalami malnutrisi diberikan protein
2-2,25 g/kg per hari. Maksimum 30% kalori berasal dari lemak.Karbohidrat diberikan
dalam bentuk kompleks seperti zat tepung dan maltodekstrin.Restriksi garam tidak
perlu dilakukan pada SNSS, namun perlu dilakukan pada SN dengan edema yang
nyata.
- Proteinuria
ACE inhibitor diindikasikan untuk menurunkan tekanan darah sistemik dan
glomerular serta proteinuria. Obat ini mungkin memicu hiperkalemia pada pasien
dengan insufisiensi ginjal moderat sampai berat.Restriksi protein tidak lagi
direkomendasikan karena tidak memberikan progres yang baik.
- Edema
Diuretik hanya diberikan pada edema yang nyata, dan tidak dapat diberikan SN yang
disertai dengan diare, muntah atau hipovolemia, karena pemberian diuretik dapat
memperburuk gejala tersebut.Pada edema sedang atau edema persisten, dapat
diberikan furosemid dengan dosis 1-3 mg/kg per hari.Pemberian spironolakton dapat
ditambahkan bila pemberian furosemid telah lebih dari 1 minggu lamanya, dengan
dosis 1-2 mg/kg per hari.Bila edema menetap dengan pemberian diuretik, dapat
diberikan kombinasi diuretik dengan infus albumin.Pemberian infus albumin diikuti
dengan pemberian furosemid 1-2 mg/kg intravena.Albumin biasanya diberikan selang
sehari untuk menjamin pergeseran cairan ke dalam vaskuler dan untuk mencegah
kelebihan cairan (overload).Penderita yang mendapat infus albumin harus dimonitor
terhadap gangguan napas dan gagal jantung.
- Hipertensi
Hipertensi pada SN dapat ditemukan sejak awal pada 10-15% kasus, atau terjadi
sebagai akibat efek samping steroid.Pengobatan hipertensi pada SN dengan golongan
inhibitor enzim angiotensin konvertase, calcium channel blockers, atau beta
adrenergic blockers.
- Hipovolemia
Komplikasi hipovolemia dapat terjadi sebagai akibat pemakaian diuretik yang tidak
terkontrol, terutama pada kasus yang disertai dengan sepsis, diare, dan muntah. Gejala
dan tanda hipovolemia ialah hipotensi, takikardia, akral dingin dan perfusi buruk,
peningkatan kadar urea dan asam urat dalam plasma. Pada beberapa anak memberi
keluhan nyeri abdomen.Hipovalemia diterapi dengan pemberian cairan fisiologis dan
plasma sebanyak 15-20 ml/kg dengan cepat, atau albumin 1 g/kg berat badan.
- Tromboemboli
Risiko untuk mengalami tromboemboli disebabkan oleh karena keadaan
hiperkoagulabilitas. Selain disebabkan oleh penurunan volume intravaskular, keadaan
hiperkoagulabilitas ini dikarenakan juga oleh peningkatan faktor pembekuan darah
antara lain faktor V, VII, VIII, X serta fibrinogen, dan dikarenakan oleh penurunan
konsentrasi antitrombin III yang keluar melalui urin. Risiko terjadinya tromboemboli
akan meningkat pada kadar albumin plasma < 2 g/dL, kadar fibrinogen > 6 g/dL, atau
kadar antitrombin III < 70%. Pada SN dengan risiko tinggi, pencegahan komplikasi
tromboemboli dapat dilakukan dengan pemberian asetosal dosis rendah dan
dipiridamol. Heparin hanya diberikan bila telah terhadi tromboemboli, dengan dosis
50 U/kg intravena dan dilanjutkan dengan 100 U/kg tiap 4 jam secara intravena.

- Hiperlipidemia
Hiperlipidemia pada SN meliputi peningkatan kolesterol, trigliserida, fosfolipid dan
asam lemak. Kolesterol hampir selalu ditemukan meningkat, namun kadar trigliserida,
fosfolipid tidak selalu meningkat. Peningkatan kadar kolesterol berbanding terbalik
dengan kadar albumin serum dan derajat proteinuria. Keadaan hiperlipidemia ini
disebabkan oleh karena penurunan tekanan onkotik plasma sebagai akibat dari
proteinuria merangsang hepar untuk melakukan sintesis lipid dan lipoprotein, di
samping itu katabolisme lipid pada SN juga menurun. Hiperlipidemia pada SNSS
biasanya bersifat sementara, kadar lipid kembali normal pada keadaan remisi,
sehingga pada keadaan ini cukup dengan pengurangan diit lemak. Pengaruh
hiperlipidemia terhadap morbiditas dan mortalitas akibat kelainan kardiovaskuler
pada anak penderita SN masih belum jelas.Manfaat pemberian obat-obat penurun
lipid seperti kolesteramin, derivat asam fibrat atau inhibitor HMG-CoA reduktase
(statin) masih diperdebatkan.
4. Plan :
Diagnosis:
Pasien ini didiagnosis dengan Sindrom Nefrotik. Dari anamnesa didapatkan pasien masuk
dengan keluhan bengkak pada wajah dan tungkai bawah. Tidak disertai sesak pada saat
beraktivitas, penderita dapat tidur satu bantal dan tidak sering terbangun tiba-tiba saat
tidur karena sesak.
Pemeriksaan fisis : TD : 220/150 mmHg, puffi face (+), edema preorbital +/+, edema
pretibial +/+
Pemeriksaan lab: albumin : Protein urin : 2+, albumin 1,5 g/dl Kolestrol total: 826
mg/dl
Sindrom nefrotik adalah Penyakit tersebut ditandai dengan sindrom klinik yang terdiri
dari beberapa gejala yaitu
1. proteinuria masif (>40 mg/m2 LPB/jam atau rasio protein/kreatinin pada urin sewaktu
>2 mg/mg atau dipstick 2+)
2. hipoalbuminemia 2,5 g/dL
3. edema
4. hiperkolesterolemia.
Dengan ini mengarah pada sindrom nefrotik.
Pengobatan:
Penanganan Awal pada pasien ini:
- Diet Rendah Garam Rendah Protein
- IVFD NaCL 0,9% 16 tetes/menit.
- Injeksi Ranitidin 1 Amp/12jam/iv
- Furosemide tablet 1-0-0
- Carpiaton 25 mg 2-2-2
- Metiprednisolon 8 mg 3x1 tablet
- Pemeriksaan Lab : Darah Rutin, SGOT, SGPT, Ureum, Creatinin, Kolesterol total,
HDL, LDL, TG, albumin, globulin, protein total, GDS, Urin Lengkap.
Penatalaksanaan
- Diet rendah garam, untuk mencegah terjadinya retensi natrium dan cairan yang
berlebih sehingga mengurangi terjadinya edema atau penimbunan cairan lainnya
dalam ruang intestinal
- Pembatasan protein 0,8-1,0 g/kgbb/hari, dimaksudkan untuk mengurangi proteinuri
- IVFD NaCl 0,9% dengan kecepatan 20 ml/jam untuk mencegah kekurangan elektrolit.
- Pada pasien ini diberikan Ranitidine 1 amp/12jam/iv untuk mengatasi keluhan pasien
yaitu nyeri ulu hati dan mual.
- Pemberian furosemide untuk mengurangi edema.
- Pemberian carpiaton untuk menurunkan edema pada sindrom nefrotik sekaligus
menurunkan tekanan darah.
- Diberikan metilprednisolon dengan dosis 1 mg/kgbb/hari merupakan terapi khusus
untuk sindrom nefrotik.
- Ambil sampel untuk pemeriksaan darah: pemeriksaan darah perifer lengkap dan
trombosit, kimia darah (glukosa, SGOT, SGPT, protein total, albumin, globulin, asam
urat, profil lipid).
- Tegakkan diagnosis berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisis.
Pendidikan:
Kita menjelaskan prognosis dari pasien, serta komplikasi yang mungkin terjadi.
Konsultasi:
konsultasi dengan spesialis penyakit dalam untuk penanganan lebih lanjut.
Rujukan:
Diperlukan jika terjadi komplikasi serius yang harusnya ditangani di rumah sakit dengan
sarana dan prasarana yang lebih memadai.

Kegiatan Periode Hasil yang di Harapkan


Penanganan Saat masuk Tekanan Darah turun, Edema
berkurang.
Nasihat Selama perawatan Pasien mendapatkan edukasi
tentang kolesistitis akut dan
penanganannya

Takalar, 06 Mei 2015

Peserta, Pembimbing,
(dr. Jezy Reisya Pranasari ) (dr. Vitalis Talik, M.Kes)

Anda mungkin juga menyukai