Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Aluminium (Al) adalah salah satu logam non fero yang memiliki beberapa
keunggulan, di antaranya adalah memiliki berat jenis yang ringan, ketahanan terhadap
korosi, dan mampu bentuk yang baik. Adapun sifat dasar dari aluminium (Al) murni
adalah memiliki sifat mampu cor yang baik dan sifat mekanik yang kurang baik. Oleh
karena itu dipergunakan aluminium paduan sebagai bahan baku pengecoran sebab sifat
mekanisnya akan dapat diperbaiki dengan menambahkan unsur-unsur lain seperti
tembaga (Cu), silikon (Si), mangan (Mn), magnesium (Mg) dan sebagainya.

Dengan keunggulan tersebut, maka pemanfaatan material aluminium pada


beberapa sektor industri menjadi semakin meningkat. Sehingga pemanfaatan kembali
aluminium bekas merupakan salah satu alternatif untuk menanggulangi kelangkaan bahan
baku aluminium (Al), selain itu akan lebih menghemat sumber daya alam yang ada.
Proses pembentukan aluminium dapat dilakukan dengan berbagai cara, salah satunya
menggunakan metode pengecoran dengan menggunakan cetakan. Untuk membuat coran
harus dilakukan proses-proses seperti pencairan logam, pembuatan cetakan, menuang dan
membersihkan coran.

Cetakan dibuat dengan jalan memadatkan pasir, adapun jenis pasir yang sering
digunakan adalah pasir alam atau pasir buatan yang mengandung tanah liat. Cetakan pasir
mudah dibuat dan memiliki nilai ekonomis yang lebih dibandingkan dengan cetakan
logam. Selain menggunakan cetakan pasir juga dipakai cetakan yang dibuat dengan
menggunakan bahan logam. Jenis logam yang digunakan pada cetakan ini, titik leburnya
harus lebih tinggi dari logam yang dicairkan.

Bahan paduan Al-Si-Mg merupakan salah satu paduan aluminium yang cocok
dipakai untuk material piston motor. Paduan ini mempunyai kelebihan seperti
ringan,tahan korosi dan warnanya menarik, tetapi sifat mekaniknya belum memenuhi
standart JIS H 5201 oleh karena itu sifat mekaniknya perlu ditingkatkan. Sifat mekanik
paduan Al-Si-Mg dapat ditingkatkan dengan salah satunya perlakuan panas T6 dengan
waktu tahan 40 jam dengan suhu bervariasi antara 30C, 150C, 180C, 210C, dan
240C. kemudian dilakukan uji kekerasan, kekuatan impak, identifikasi fasa dan

1
pengamatan struktur mikro. Hasil pengujian menunjukkan bahwa sifat mekanik paduan
Al-Si-Mg naik akibat adanya perlakuan panas T6. Sifat mekanik optimum diperoleh pada
suhu 210C. mempunyai nilai kekerasan 93,30 HVN, kekuatan impak 5,13 j/cm2 dan
telah memenuhi standart JIS H 5201.

Penggunaan logam Aluminium sebagai logam setiap tahunnya pada urutan ke dua
setelah besi dan baja, yang tertinggi diantara logamn nonfero. Produksi Aluminium
tahunan di dunia mnencapa15 juta ton pertahun pada tahun 1981. Material ini
dipergunakan di dalam bidang yang luas bukan saja untuk peralatan rumah tangga tapi
juga dipakai untuk keperluan material pesawa terbang,mobil, kapal laut,dan konstruksi.
Sehingga limbah alumunium juga semakin meningkat.

Dari uraian diatas, perlu kiranya untuk mengadakan penelitian terhadap aluminium
hasil dari proses daur ulang dengan menggunakan cetakan logam dan cetakan pasir.
Sehingga hasil dari penelitian tersebut dapat digunakan sebagai pertimbangan dalam
penggunaan cetakan oleh industri pengecoran untuk menghasilkan material atau produk
yang baik dan siap pakai dan sebagai langkah yang tepat untuk mengurangi limbah
Alumunium.

1.2 Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dari penelitian ini adalah:

a. Bagaimanakah pengaruh penambahan Cu (tembaga) terhadap kekerasan Al-Si


Cu ?

b. Bagaimanakah pengaruh penambahan Cu (tembaga) terhadap kekuatan impact


paduan Al-Si Cu ?

1.3 Batasan Masalah

Adapun batasan masalah dari penelitian ini adalah:

a. Pengujian mekanik yang dilakukan adalah kekerasan dan impact.

b. Perbandingan campuran yang di gunakan yaitu Cu : 4%, 6%, 8% sedangkan Al-


Si: 96%, 94%,92%.

c. Jenis pengecoran yang digunakan adalah sand casting.

2
1.4 Tujuan Penelitian

Adapun Tujuan dari penelitian ini adalah:

a. Untuk mengetahui pengaruh penambahan Cu (tembaga) terhadap nilai


kekerasan paduan Al-Si Cu.

b. Untuk mengetahui pengaruh penambahan Cu (tembaga) terhadap kekuatan


impact paduan Al-Si-Cu.

1.5 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah:

a. Dapat mengetahui pengaruh penambahan unsur tembaga (Cu) terhadap nilai


kekerasan paduan almunium silikon (Al-Si).

b. Dapat mengetahui pengaruh penambahan unsur tembaga (Cu) terhadap kekuatan


impact paduan almunium silikon (Al-Si).

c. Memberikan informasi yang jelas kepada juru casting pengaruh penambahan


unsur tembaga (Cu) pada proses pengecoran alumunium silikon (Al Si).

d. Memperkaya khasana ilmu pengetahuan dalam pengembangan teknologi


konstruksi dan material khususnya bidang pengecoran (casting).

e. Hasil penelitaian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi pada dunia


pengecoran (casting) serta kemajuan industri.

3
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pustaka Terdahulu

Supriyanto melakukan peneletian tentang analisa hasil pengecoran almunium


dengan variasi media pendingin yaitu udara suhu kamar, air sumur, dan oli SAE 40. Dan
hasil pengujian ketangguhan, dapatlah di ketahui bahwa benda uji dengan media
pendingin udara suhu kamar mempunyai nilai ketangguhan yang lebih baik di
bandingkan media pendingin air sumur dan oli SAE 40. Pada pengujian kekerasan benda
uji dengan media pendingin air sumur mempunyai nilai kekerasan lebih baik di banding
media pendigin udara suhu kamar dan oli SAE 40.

Suherman dan Syahputra (2014) melakukan penelitian terdahulu dengan judul


Pengaruh Penambahan Cu Dan Solution Treatment Terhadap Sifat Mekanis Dan Struktur
Mikro Pada Aluminium Paduan A356. Aluminium paduan A356 sebelum dan sesudah
penambahan Cu dilebur menggunakan dapur krusibel dan selanjutnya dituangkan
kedalam pola styrofoam. Proses perlakuan panas solution treatment T-6 diterapkan
dengan memanaskan hasil coran prototipe head cylinder pada temperatur 540 C dengan
waktu tahan selama 4 jam dan selanjutnya dilakukan quenching kedalam media
pendingin air hangat pada temperatur 70 C. Proses Age Hardening dilakukan dengan
memanaskan kembali coran pada temperatur 170 C selama 2 jam. Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa penambahan Cu sebesar 3% pada paduan A356 meningkatkan nilai
kekerasan benda cor baik pada bagian sirip maupun pada bagian alas dari hasil coran
head cylinder.

Suherman (2014) melakukan penelitian dengan judul Pengaruh Penambahan Cu


Pada Paduan Al-7Si Terhadap Sifat Mekanis Dan Struktur Mikro Hasil Coran Kepala
Silinder Motor 2 Tak Dengan Metode Pengecoran Lost Foam Casting. Aluminium
paduan Al-7Si sebelum dan sesudah penambahan Cu dilebur menggunakan dapur
krusibel pada temperatur 750C dan selanjutnya dituangkan kedalam pola styrofoam yang
sudah dipersiapkan sebelumnya. Untuk mengamati sifat fisis dan mekanis hasil
penambahan Cu pada aluminium Al-7Si, hasil coran dipotong pada beberapa bagian
seperti pada bagian sirip dan alas/bawah kepala silinder. Benda cor sebelum dan sesudah
penambahan Cu diuji nilai kekerasannya menggunakan mesin uji kekerasan metode
Rockwell, sedangkan struktur mikro diamati menggunakan mikroskop optik. Hasil

4
penelitian ini menunjukkan bahwa penambahan Cu sebesar 3% pada paduan Al-7Si
menurunkan nilai kekerasan benda cor baik pada bagian sirip maupun pada bagian alas
dari hasil coran head cylinder.

2.2. Teori Dasar

2.2.1.Pengecoran Logam

Proses pengecoran merupakan proses pencairan logam yang selanjutnya


dituangkan kedalam rongga cetakan dan dibiarkan membeku, sehingga akan terbentuk
suatu model yang sesuai dengan bentuk dan pola cetakan. Proses pengecoran ini adalah
proses yang memberikan fleksibilitas dan kemampuan yang tinggi sehingga merupakan
proses dasar yang penting dalam pengembangan industri (Martha Goodway).

Pengecoran logam adalah proses pembuatan benda dengan mencairkan logam dan
menuangkan ke dalam rongga cetakan. Proses ini dapat digunakan untuk membuat benda-
benda dengan bentuk rumit. Benda berlubang yang sangat besar yang sangat sulit atau
sangat mahal jika dibuat dengan metode lain, dapat diproduksi masal secara ekonomis
menggunakan teknik pengecoran yang tepat.

Pengecoran logam dapat dilakukan untuk bermacam-macam logam seperti, besi,


baja, paduan tembaga (perunggu, kuningan, perunggu aluminium dan lain sebagainya),
paduan logam ringan (paduan aluminium, paduan magnesium, dan sebagainya), serta
paduan lain, semisal paduan seng, monel (paduan nikel dengan sedikit tembaga), hasteloy
(paduan yang mengandung molibdenum, krom, dan silikon).

Keuntungan proses pembentukan dengan pengecoran:

1) Dapat mencetak bentuk kompleks, baik bentuk bagian luar maupun bentuk
bagian dalam.

2) Beberapa proses dapat membuat bagian (part) dalam bentuk jaringan.

3) Dapat mencetak produk yang sangat besar, lebih berat dari 100 ton.

4) Dapat digunakan untuk berbagai macam logam.

5) Beberapa metode pencetakan sangat sesuai untuk keperluan produksi.

6) massal.

5
Setiap metode pengecoran memiliki kelemahan, tetapi secara umum kerugian
proses pembentukan dengan pengecoran dapat disebutkan sebagai berikut:

1) Keterbatasan sifat mekanik.

2) Sering terjadi porositas.

3) Dimensi benda cetak kurang akurat.

4) Permukaan benda cetak kurang halus.

5) Bahaya pada saat penuangan logam panas.

6) Masalah lingkungan.

Beberapa contoh produk cor :

1) Perhiasan.

2) Penggorengan.

3) Patung.

4) Pipa.

5) blok mesin.

6) roda kereta.

7) rangka mesin.

8) pompa, dan lain-lainnya.


Menurut jenis cetakan yang digunakan proses pengecoran dapat diklasifikan
menjadi dua katagori :

1) Pengecoran dengan cetakan sekali pakai.

2) Pengecoran dengan cetakan permanen.

Pada proses pengecoran dengan cetakan sekali pakai, untuk mengeluarkan produk
corannya cetakan harus dihancurkan. Jadi selalu dibutuhkan cetakan yang baru untuk
setiap pengecoran baru, sehingga laju proses pengecoran akan memakan waktu yang
relatif lama. Tetapi untuk beberapa bentuk geometri benda cor tersebut, cetakan pasir

6
dapat menghasilkan coran dengan laju 400 suku cadang perjam atau lebih. Pada proses
cetakan permanen, cetakan biasanya di buat dari bahan logam, sehingga dapat digunakan
berulang-ulang. Dengan demikian laju proses pengecoran lebih cepat dibanding dengan
menggunakan cetakan sekali pakai, tetapi logam coran yang digunakan harus mempunyai
titik lebur yang lebih rendah dari pada titik lebur logam cetakan.

Cetakan Pasir: cetakan pasir merupakan cetakan yang paling banyak digunakan,
karena memiliki keunggulan:

1) Dapat mencetak logam dengan titik lebur yang tinggi, seperti baja, nikel dan
titanium.

2) Dapat mencetak benda cor dari ukuran kecil sampai dengan ukuran besar.

3) Jumlah produksi dari satu sampai jutaan.

Pola dan Inti:

Pola merupakan model benda cor dengan ukuran penuh dengan memperhatikan
penyusutan dan kelonggaran untuk pemesinan pada akhir pengecoran.

Jenis-jenis pola: (Gambar 2.1)

1) Pola padat (solid pattern).

2) pola belah (split pattern).

3) Pola dengan papan penyambung (match plate pattern).

4) Pola cope dan drag (cope and drag pattern).

1) Pola padat (disebut juga pola tunggal):

Pola padat dibuat sama dengan geometri benda cor dengan mempertimbangkan
penyusutan dan kelonggaran untuk pemesinan. Biasanya digunakan untuk jumlah
produksi yang sangat kecil. Walaupun pembuatan pola ini mudah, tetapi untuk membuat
cetakannya lebih sulit, seperti membuat garis pemisah antara bagian atas cetakan (cope)
dengan bagian bawah cetakan (drug). Demikian pula untuk membuat sistem saluran
masuk dan riser diperlukan tenaga kerja yang terlatih

7
Gambar 2.1. Beberapa jenis pola (ASM Metal handbook vol I, 2005)

2) Pola belah:

Terdiri dari dua bagian yang disesuaikan dengan garis pemisah (belahan)
cetakannya. Biasanya digunakan untuk benda coran yang memiliki geometri yang lebih
rumit dengan jumlah produksi menengah. Proses pembuatan cetakannya lebih mudah
dibandingkan dengan memakai pola padat.

3) Pola dengan papan penyambung:

Digunakan untuk jumlah produksi yang lebih banyak. Pada pola ini, dua bagian
pola belah masing-masing diletakan pada sisi yang berlawanan dari sebuah papan kayu
atau pelat besi.

4) Pola cope dan drug:

Pola ini hampir sama dengan pola dengan papan penyambung, tetapi pada pola ini
dua bagian dari pola belah masing-masing ditempelkan pada papan yang terpisah. Pola
ini biasanya juga dilengkapi dengan sistem saluran masuk dan riser. Inti : Pola
menentukan bentuk luar dari benda cor, sedangkan inti digunakan bila benda cor tersebut
memiliki permukaan dalam. Inti merupakan model dengan skala penuh dari permukaan,
dalam benda cor, yang diletakan dalam rongga cetak sebelum permukaan logam cair

8
dilakukan, sehingga logam cair akan mengalir membeku diantara rongga cetak dan inti,
untuk membentuk permukaan bagian luar dan dalam dari benda cor.Inti biasanya dibuat
dari pasir yang dipadatkan sesuai dengan bentuk yang diinginkan. Seperti pada pola,
ukuran inti harus mempertimbangkan penyusutan dan pemesinan.Pemasangan inti
didalam rongga cetak kadang-kadang memerlukan pendukung (support) agar posisinya
tidak berubah. Pendukung tersebut disebut chaplet, yang dibuat dari logam yang memiliki
titik lebur yang lebih tinggi dari pada titik lebur benda cor. Sebagai contoh, chaplet baja
digunakan pada penuangan besi tuang, setelah penuangan dan pembekuan chaplet akan
melekat ke dalam benda cor (lihat gambar 3.3). bagian chaplet yang menonjol ke luar dari
benda cor selajutnya dipotong.

Gambar 2.2: (a) Inti disangga dengan chaplet, (b) chaplet, (c) hasil coran dengan lubang
pada bagian dalamnya (ASM Handbook vol 2, 2007).

2.2.2. Aluminium

a. Sejarah Aluminium

(Stevenson) TuscaloosaAluminium diambil dari bahasa Latin: alumen, alum. Orang-


orang Yunani dan Romawi kuno menggunakan alum sebagai cairan penutup pori-pori dan
bahan penajam proses pewarnaan. Pada tahun 1787, Lavoisier menebak bahwa unsur ini
adalah Oksida logam yang belum ditemukan. Pada tahun 1761, de Morveau mengajukan
nama alumine untuk basa alum. Pada tahun 1827, Wohler disebut sebagai ilmuwan yang
berhasil mengisolasi logam ini. Pada tahun 1807, Davy memberikan proposal untuk
menamakan logam ini Aluminum, walau pada akhirnya setuju untuk menggantinya

9
dengan Aluminium. Nama yang terakhir ini sama dengan nama banyak unsur lainnya
yang berakhir dengan ium.

C.M. Hall seorang berkebangsaan Amerika dan Paul Heroult berkebangsaan Prancis, pada
tahun1886 mengolah Aluminium dari Alumina dengan cara elektrolisa dari garam yang
terfusi. Selain itu Karl Josep Bayer seorang ahli kimia berkebangsaan Jerman
mengembangkan proses yang dikenal dengan nama proses Bayer untuk mendapat
Aluminium murni.

Aluminium murni adalah logam yang lunak, tahan lama, ringan, dan dapat ditempa
dengan penampilan luar bervariasi antara keperakan hingga abu-abu,tergantung kekasaran
permukaannya. Kekuatan tensil aluminium murni adalah 90MPa, sedangkan aluminium
paduan memiliki kekuatan tensil berkisar 200-600 MPa. Aluminium memiliki berat
sekitar satu pertiga baja, mudah ditekuk,diperlakukan dengan mesin, dicor, ditarik
(drawing), dan diekstrusi.Resistansi terhadap korosi terjadi akibat fenomena pasivasi,
yaitu terbentuknya lapisan aluminium oksida ketika aluminium terpapar dengan udara
bebas. Lapisan aluminium oksida ini mencegah terjadinya oksidasi lebih jauh.Aluminium
paduan dengan tembaga kurang tahan terhadap korosi akibat reaksi galvanik dengan
paduan tembaga. Aluminium juga merupakan konduktor panasdan elektrik yang baik.
Jika dibandingkan dengan massanya, aluminium memiliki keunggulan dibandingkan
dengan tembaga, yang saat ini merupakan logam konduktor panas dan listrik yang cukup
baik, namun cukup berat.

Adapun karateristik aluminium dapat di tunjukan pada table 2.1

Table 2.1 karakteristik aluminium

Sifat-sifat Aluminium murni tinggi

Struktur Kristal FCC


Densitas pada 20C (sat.10kg/m) 2.698

Titik cair (C) 660.1


Koefisien mulur panas kawat 20- 23.9
6
100C (10 10 /k/)

Konduktifitas panas 20-400C (W/ 238


(m.K)

10
Tahanan listrik 20C ( 10
8
2.69

K.m)
Modulus elasitisitas (GPa) 70.5

(ASM Handbook vol 3, 2010)

Aluminium murni 100% tidak memiliki kandungan unsur apapun selain aluminium itu
sendiri, namun aluminium murni yang dijual di pasaran tidak pernah mengandung 100%
aluminium, melainkan selalu ada pengotor yang terkandung di dalamnya. Pengotor yang
mungkin berada di dalam aluminium murni biasanya adalah gelembung gas di dalam
yang masuk akibat proses peleburan dan pendinginan/pengecoran yang tidak sempurna,
material cetakan akibat kualitas cetakan yang tidak baik, atau pengotor lainnya akibat
kualitas bahan baku yang tidak baik (misalnya pada proses daur ulang aluminium).

Umumnya, aluminium murni yang dijual di pasaran adalah aluminium murni99%,


misalnya aluminium foil.Pada aluminium paduan, kandungan unsur yang berada di
dalamnya dapat bervariasi tergantung jenis paduannya. Pada paduan 7075, yang
merupakan bahan baku pembuatan pesawat terbang, memiliki kandungan sebesar 5,5%
Zn,2,5% Mg, 1,5% Cu, dan 0,3% Cr. Aluminium 2014, yang umum digunakan dalam
penempaan, memiliki kandungan 4,5% Cu, 0,8% Si, 0,8% Mn, dan 1,5%Mg. Aluminium
5086 yang umum digunakan sebagai bahan pembuat badan kapal pesiar, memiliki
kandungan 4,5% Mg, 0,7% Mn, 0,4% Si, 0,25% Cr,0,25% Zn, dan 0,1% C

11
Adapun beberapa klasifikasi aluminium dapat dilihat pada tabel 2.2

Tabel 2.2 Klasifikasi alumunium(ASM Handbook vol 3, 2010)

Jenis Perlakuan Seri

Al murni (seri 1000)

Paduan Al-Mn (seri


Paduan jenis tdak 3000)
dapat di perlakukan
panas (n0n-heat- Paduan Al-Si (seri
4000)
treatable)
Paduan Al-Mg (seri
Al paduan untuk
5000)
dimesin
Paduan Al-Cu (seri
2000)
Paduan jenis dapat
Paduan Al-Mg-Si (seri
perlakuan panas (heat-
6000)
treatable)
Paduan Al-Zn (seri
7000)
Al paduan untuk Paduan Al-Si (silumin)
Non-heat-treatable
coran
Paduan Al-Mg
alloy
(hydronarium)
Heat-treatable alloy Paduan Al-Cu (lautal)

Paduan Al-Si-Mg

12
(silumin,lo-ex)

(ASM Handbook vol 3, 2010)

2.2.3. Tembaga dan Paduannya

Tembaga merupakan logam setelah baja yang banyak digunakan sejak dahulu kala karena
memiliki kemampuan dimesin/dikerjakan yang baik, daya tahan korosi, konduktor listrik
dan panas yang tinggi. Tembaga banyak digunakan sebagai material penghantar
listrik/kawat listrik. Tembaga memilik daya tahan korosi yang baik di dalam air, dalam
tanah maupun dalam air laut, hal ini disebabkan adanya lapisan oksida yang melapisi
permukaannya Tembaga memiliki kekuatan tarik menengah dan dapat ditingkatkan
dengan memadu seng atau timah menjadi brass(kuningan) dan bronze (perunggu).
(Subardi dan kawan-kawan. Pengaruh Penambahan Unsur Tembaga (Cu) Pada
Aluminium (Al) Terhadap Kekuatan Tarik dan Struktur Mikro.

Tabel 2.3 Karakterisitik Tembaga

Sifat-sifat Tembaga murni


Struktur kreistal FCC
Densitas pada 20C (sat. 10kg/m) 8.93
Titik cair (C) 1083
Koefisien mulur panas kawat 20- 17.1
6
400C ( 10 /K)

Konduktifitas panas 20-400C (W/ 393


(m.K)
Tahanan listrik 20C (10-8 K.m) 1.673
Modulus elastisitas (GPa) 128
Modulus kekakuan (GPa) 46.8
(ASM Handbook vol 3, 2010)

13
Macam-macam Tembaga dan paduannya serta kode penamaan

Tembaga dapat dibagi menjadi beberapa macam:

a. Tembaga murni (Unalloyed copper)

1) Tembaga murni atau tembaga tak berpaduan merupakan suatu material teknik
yang penting karena memiliki konduktifitas listrik yang tinggi, sehingga
banyak digunakan di industri listrik.

2) Tembaga Electrolytic tough-pitch (ETP) adalah tembaga yang tidak terlalu


mahal dan digunakan untuk memproduksi kawat, batang, plat dan plat tipis.
Tembaga ETP adalah tembaga yang telah di murnikan kandungan besi
sulfidanya dalam dapur pemurnian.

3) Tembaga ETP mengandung oksigen sekitar 0.04% dalam bentuk Cu2O saat
dicor. Oksigen merupakan ketidak murnian yang penting namun bila
dipanaskan di atas 400C dalam atmosfir hydrogen maka hydrogen akan
menyusup ke tembaga bereaksi membentuk tembaga dan uap air.Cu2O + H2
(larut dalam Cu) 2Cu + H2O (uap)Uap air ini terjebak dan membentuk
lubang-lubang dalam terutama dalam batas butir yang mana membuat tembaga
getas. Fenomena penggetasan yang disebabkan oleh hydrogen ini yang disebut
Hydrogen Embrittlement. Untuk menghindari hydrogen embrittlement yang
disebabkan Cu2O, oksigen dapat direaksikan dengan fospor untuk membentuk
phosphor pentoksida (P2O5) yang tidak membuat tembaga getas.

b. Brass (Tembaga paduan seng) kuningan

1) Brass mengandung tembaga yang dipadu dengan seng antara 5 - 40%.

2) Penambagan timbal (Pb) antara 0.5 - 3% dapat memperbaiki kemampuan


dimesin.

3) Kekuatan tarik tembaga yang telah dianil antara 234 - 374 MPa dan dapat
ditingkatkan kekuatannya dengan cara pengerjaan dingin semacam pengerolan
dingin.

14
c. Adapun jenis-jenis brass adalah :

1) Paduan Cu - (5-20%) Zn, untuk material arsitektur, aksesoris baju, peralatan


rumah tangga

2) Paduan Cu - (25-35%) Zn, disebut juga kuningan 7/3 dengan sifat mudah dimesin
dengankekuatan yang memadai sehingga tepat digunakan untuk komponen-
komponen yang rumit.

3) Paduan Cu (35-45%) Zn, disebut juga kuningan 6/4. Berharga lebih murah dan
banyak di kerjakan panas, dengan kekuatan yang tinggi. Banyak digunakan untuk
pengerjaan plat dan untuk peralatan mesin.

4) Paduan CuZnSn (Naval Brass, kuningan perkapalan) yang mana kuningan 6/4
ditambahkan timah 0.5 - 1.5%. Namun bila kuningan 7/3 ditambah timah sekitar
1% disebut Admiral Brass, kuningan laksamana. Memiliki ketahanan korosi air
laut yang tinggi. Banyak digunakan untuk kondenser air, komponen kapal laut.

5) Kuningan kekuatan tinggi (Cu-Zn-Mn), merupakan kuningan 6/4 yang dipadu


dengan mangan 0.3 - 3% dan Al, Fe, Ni dan Sn di bawah 1% untuk meningkatkan
kekuatan dan memperbaiki daya tahan korosi. Mn dan Fe melembutkan butiran
logam sehingga kekuatan meningkat. Al dan Sn meningkatkan daya tahan korosi
dan daya tahan aus. Nikel juga menaikkan kekuatan dan daya tahan aus.

d. Bronze (Tembaga paduan timah) perunggu

Bronze perunggu merupakan paduan tembaga yang kuat, keras dan memilik daya
tahankorosi yang tinggi.

1) Merupakan paduan antara tembaga dan timah sekitar 1-10%.

2) Memiliki kekuatan lebih tinggi dari pada brass terutama pada kondisi setelah
dikerjakan dingin dan sifat tahan korosi.

3) Membutuhkan biaya proses yang lebih mahal dari pada brass

4) Penambahan timah hingga 16% ada paduan coran untuk bantalan kekuatan tinggi
dan roda gigi.

5) Penambahan timbal (5 - 10%) untuk meningkatkan daya tahan aus pada


permukaan bantalan.

15
e. Paduan Tembaga Berilium

1) Mengandung berilium (Be) antara 0.6 - 2% dengan penambahan kobalt 0.2


hingga 2.5%.

2) Memiliki kemampuan diperlakukan panas, dikerjakan dingin hingga memiliki


kekuatan tarik sekitar 1463 MPa (tertinggi untuk jenis paduan tembaga)

3) Banyak digunakan untuk peralatan yang membutuhkan kekerasan yang tinggi dan
tidak menimbulkan bunga api untuk industri kimia.

4) Memiliki daya tahan korosi, sifat tahan lelah dan kekuatan yang sangat baik
sehingga digunakan untuk pegas, roda gigi, diafragma, katup.

5) Kelemahannya pada harga yang mahal.

Klasifikasi tembaga paduan

Pengklasifikasian di US berdasarkan sistem klasifikasi oleh Copper Development


Association (CDA). C10100 hingga C79900 untuk tembaga paduan tempa sedangkan
C80000 hingga C99900 untuk tembaga paduan cor. Untuk klasifikasi berdasarkan JIS
hanya menggunakan 4 angka dibelakang C dengan definisi yang hampir sama seperti
contoh C1100 sama dengan C11000.

2.2.4. Pengujian Kekerasan

Pada umumnya, kekerasan menyatakan ketahanan terhadap deformasi dan merupakan


ukuran ketahanan logam terhadap deformasi plastik atau deformasi permanen (Dieter,
1987). Untuk para insinyur perancang, kekerasan sering diartikan sebagai ukuran
kemudahan dan kuantitas khusus yang menunjukkan sesuatu mengenai kekuatan dan
perlakuan panas dari suatu logam.Terdapat tiga jenis ukuran kekerasan, tergantung pada
cara melakukan pengujian, yaitu: (1)Kekerasan goresan (scratch hardness); (2)
Kekerasan lekukan (indentation hardness); (3)Kekerasanpantulan (rebound). Untuk
logam, hanya kekerasan lekukan yang banyak menarik perhatian dalam kaitannya dengan
bidang rekayasa. Terdapat berbagai macam uji kekerasan lekukan, antara lain: Uji
kekerasan Brinell, Vickers, Rockwell, Knoop, dan sebagainya

1 . Uji Kekerasan Vickers

16
(Callister.2001) Uji kekerasan vickers menggunakan indentor piramida intan yang pada
dasarnya berbentuk bujur sangkar. Besar sudut antar permukaan-permukaan piramida
yang saling berhadapan adalah 1360.Nilai ini dipilih karena mendekati sebagian besar
nilai perbandingan yang diinginkan antara diameter lekukan dan diameter bola penumbuk
pada uji kekerasan brinell (Dieter, 1987).Angka kekerasan vickers didefinisikan sebagai
beban dibagi luas permukaan lekukan. Pada prakteknya, luas ini dihitung dari pengukuran
mikroskopik panjang diagonal jejak. VHN dapat ditentukan dari persamaan 2.1

/2
() (1,854 ) P
2 P sin = (2.1)
d d
VHN =

dengan: P = beban yang digunakan (kg)

d = panjang diagonal rata-rata (mm)

= sudut antara permukaan intan yang berhadapan = 136

Karena jejak yang dibuat dengan penekan piramida serupa secara geometris dan tidak
terdapat persoalan mengenai ukurannya, maka VHN tidak tergantung kepada beban. Pada
umumnya hal ini dipenuhi, kecuali pada beban yang sangat ringan. Beban yang biasanya
digunakan pada uji Vickers berkisar antara 1 hingga 120 kg. tergantung pada kekerasan
logam yang akan diuji. Hal-hal yang menghalangi keuntungan pemakaian metode vickers
adalah: (1) Uji ini tidak dapat digunakan untuk pengujian rutin karena pengujian ini
sangat lamban, (2) Memerlukan persiapan permukaan benda uji yang hati-hati, dan (3)
Terdapat pengaruh kesalahan manusia yang besar pada penentuan panjang diagonal.

17
Gambar 2.3. Tipe-tipe lekukan piramid intan: (a) lekukan yang sempurna, (b) lekukan
bantal jarum, (c) lekukan berbetuk tong (Callister .2001)

Lekukan yang benar yang dibuat oleh penekan piramida intan harus berbentuk bujur
sangkar (gambar 2.3.a). Lekukan bantal jarum (gambar 2.3.b) adalah akibat terjadinya
penurunan logam di sekitar permukaan piramida yang datar. Keadaan demikian terjadi
pada logam-logam yang dilunakkan dan mengakibatkan pengukuran panjang diagonal
yang berlebihan. Lekukan berbentuk tong (gambar 2.3.c) akibat penimbunan ke atas
logam-logam di sekitar permukaan penekan tedapat pada logam-logam yang mengalami
proses pengerjaan dingin.

Gambar 2.4. Pengujian Vickers dan Bentuk indentor Vickers.(Callister.2001)

2. Pengujian Impact

(Thomas S. Piwonka) Uji impect Bertujuan untuk mengetahui ketangguhan logam akibat
pembebanan kejut pada beberapa macam kondisi suhu. Ketangguhan adalah suatu ukuran
energi yang diperlukan untuk mematahkan bahan. Suatu bahan ulet dengan kekuatan
yang sama dengan bahan rapuh akan memerlukan energy perpatahan yang lebih besar dan
mempunyai sifat tangguh yang lebih baik. Penurunan ketangguhan dapat berakibat fatal,
oleh karena itu ketangguhan perlu diukur atau dikuantifitasikan secara konvensional yang
mana hal tersebut dilakukan dengan uji impact/benturan. Test dalam pengujian impect ada
dua, yaitu:

18
1. Drop Weight Test

Dikembangkan oleh laboratorium riset Naval, standarisasinya berdasarkan ASTM adalah


ASTM E 208-69. Test Naval (dikenal juga dengan Nil-Ductility-Transition Temperature
Test) dimaksud untuk keperluan luas, yakni untukmengetahui patah getas ( brittle
fracture) dari bahan baja.

Gambar 2.5. alat uji impect Drop Weight Test

2. Metode Charpy

Menggunakan batang impat yang ditumpu pada ujung-ujungnya. Benda uji Charpy
mempunyai luas penampang lintang bujur sangkar dan mengandung takik V- , dengan
jari-jari dasar 0,25 mm dan kedalaman 2mm. Benda uji diletakkan pada tumpuan dalam
posisi mendatar dan bagian yang tidak bertakik diberi beban impact dengan ayunan
bandul. Benda uji akan melengkung dan patah pada laju regangan yang tinggi.

19
Gambar 2.6 Alat Uji Impect Metode Charpy

Untuk mengetahui kekuatan impact /impact strength (Is) di dapatkan persamaan 2.2 :

Is = E/A


= W ( cos - cos ) = A ..(2.2)

Dimana;

= panjang lengan bandul (m)

= sudut awal (o)

= sudut akhir (o)

W = Berat bandul (N)

= energi yang terbaca (j)

A = luas sampel setelah patah (mm)

20
21

Anda mungkin juga menyukai