PENDAHULUAN
1|Page
3. Apa definisi dinamika kelompok?
4. Apa saja studi yang terjadi dalam dinamika kelompok?
5. Mengapa perlu mempelajari dinamika kelompok?
6. Bagaimana proses dinamika kelompok?
7. Bagaimana standar kedinamisan kelompok?
8. Apa saja pendekatan yang dilakukan dalam dinamika kelompok?
9. Bagaimana permasalahan dalam dinamika kelompok?
1.3 Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui sejarah terbentuknya dinamika kelompok.
2. Untuk mengetahui status dinamika kelompok.
3. Untuk mengetahui definisi dinamika kelompok.
4. Untuk mengetahui studi dinamika kelompok.
5. Untuk memahami manfaat serta alasan pentingnya dinamika kelompok.
6. Untuk mengetahui proses dinamika kelompok.
7. Untuk mengetahui kedinamisan kelompok.
8. Untuk mengetahui pendekatan-pendekatan dalam dinamika kelompok.
9. Untuk mengetahui permasalahan dalam dinamika kelompok.
BAB II
TINJAUAN TEORI
2|Page
Masing-masing struktur masyarakat tersebut merupakan kelompok-kelompok yang
terpisah satu sama lain dan tiap-tiap golongan memiliki norma yang berfungsi sebagai
pemersatu dan pedoman dalam interaksi sosial antar anggota masing-masing golongan.
Ikatan persatuan dan interaksi sosial yang terjalin pada masa ini sangat kuat sehingga
masing-masing golongan dapat mempertahankan kesatuannya dan tidak terpecah-pecah
dalam kelompok/ golongan yang lebih kecil lagi.
2.1.2 Zaman Leberalisme
Pengaruh cara berfikir bebas mengakibatkan individu bebas menentukan segala
sesuatu bagi dirinya dan tiap individu tidak bisa menentukan individu lain dalam
kehidupan. Selanjutnya, kebebasan ini justru akan membawa malapetaka bagi tiap-tiap
individu karena merasa tidak mempunyai pedoman kehidupan sehingga tidak merasa
memiliki kepastian. Keadaan ini membuat individu merasa takut sehingga berbagai cara
akan ditempuh untuk menghilangkan rasa takut sekaligus memperoleh pedoman dalam
menjalani kehidupan. Oleh karena itu, timbul gagasan individu untuk mengadakan
perjanjian sosial antara sesamanya yang dirumuskan dalam Leviathan (negara) yang
diharapkan dapat menjamin kehidupan mereka.
2.1.3 Zaman Ilmu Jiwa Bangsa-Bangsa
Pada masa ini, Moritz Lazarus dan Stanley Hall mengadakan penyelidikan
terhadap bangsa primitif yang memiliki ciri khas di dalam kehidupannya. Moritz Lazarus
dan Stanley Hall mengadakan penyelidikan terhadap adat dan bahasa rakyat dalam
hubungannya dengan tingkah laku masyarakat primitif. Dari hasil penyelidikan,
menunjukan bahwa pengaruh adat dan bahasa rakyat menimbulkan homogenitas pada
masyarakat sehingga setiap sikap dan tingkah laku anggota masyarakat tidak berbeda
satu sama lain. Adat dan bahasa rakyat menimbulkan kesatuan psikologi, dan ini
tercermin dalam sikap dan tingkah laku. Teori ini kemudian berkembang bahwa setiap
masyarakat yang mempunyai kesatuan psikologi menjadi suku bangsa tertentu, lengkap
dengan kepribadian masing-masing.
3|Page
Permulaan abad ke-20, para ahli mengubah arah penyelidikannya dan mereka
lebih tertarik terhadap gejala-gejala psikis dalam situasi tertentu. Oleh karena itu, Edward
A. Ross mengadakan penyelidikan terhadap hubungan psikis antara individu dengan
lingkungannya. Dalam meninjau situasi sosial maka situasi tersebut adalah situasi yang
mengakibatkan berkumpulnya sejumlah individu pada saat tertentu. Hal ini tidak berbeda
dengan anggapan bahwa situasi sosial membawa pula adanya kelompok.
2.1.6 Zaman Dinamika Kelompok
Erich Fromm mengawali kegiatan penyelidikannya untuk menunjukkan bahwa
individu perlu bekerja sama dengan individu lain, hingga timbul solidaritas di dalam
kehidupannya. Hal ini disebabkan karena terdorong oleh adanya keinginan individu untuk
memperoleh kepastian dalam kehidupan ketika hasrat kepastian ini hanya diperoleh
apabila masing-masing individu memiliki rasa solidaritas. Moreno mengemukakan bahwa
diperlukannya kelompok-kelompok kecil seperti keluarga, klik, regu belajar, ketika di
dalam kelompok itu terdapat suasana saling menolong, hingga kohesi menjadi kuat, dan
kelompok yang makin kuat kohesinya, makin besar moralnya. Sehingga kelompok
mempunyai pengaruh terhadap kehidupan individu. Kurt Lewin adalah seorang tokoh
penting dalam dasar dinamika kelompok, sebuah penelitiannya mengungguli ilmuwan
lain, dengan menunjukan hubungan antara pengetahuan tentang dinamika kelompok
dengan keterampilan kelompok kecil dalam dunia nyata (Johnson, 2012). Forced-Field
Theory dari Kurt Lewin menjelaskan sebuah kelompok sesuai satu kesatuan yang utuh,
bukan sebagai kumpulan individu-individu yang terlepas satu sama lain.
4|Page
persoalan inter relasi atau hubungan yang terjadi antar anggota suatu kelompok
(Santosa, 2009)
2.2.3 Cabang psikologi sosial
Para ahli psikologi sosial seperti Otto Klineberg berpendapat bahwa, dinamika
kelompok lebih ditekankan kepada peninjauan psikologi sosial karena masalah yang
terpenting adalah sampai sejauh mana pengaruh interaksi sosial individu sebagai anggota
kelompok. Sehingga dinamika kelompok ingin mempelajari hubungan timbal balik atau
saling pengaruh antar anggota di dalam kehidupan berkelompok.
2.2.4 Bidang eksperimen
Cartwright dan Zander menyatakan bahwa dinamika kelompok sebenarnya adalah
bidang eksperimen, walaupun sifatnya cenderung mengarah pada persoalan psikologi.
Zander juga menyatakan perkembangan alam demokrasi akan lebih menjamin
kepentingan hak individu. Sehingga semakin besar perkembangan demokrasi, maka
semakin pesat perkembangan individu. Pendapat ini berdasar pada suatu anggapan
bahwa kehidupan kelompok kecil (seperti keluarga, kelas, regu kerja) dan kelompok
besar (seperti masyarakat, negara, perusahaan) akan lebih baik apabila mengikuti alam
demokrasi (Santosa, 2009)
5|Page
kelompok, faktor dari perubahan sosial ekonomi, dan faktor dari perubahan situasi. Beal
(1987) dalam Zulkarnain (2013) menyebutkan beberapa komponen yang perlu
diperhatikan dalam rangka mempelajari dinamika kelompok yaitu : individual, wants,
desires, group, group formation, group action, group goals, group methods, group
behavior, group process (the group, the goals, the techniques). Lebih lanjut kerangka
kerja dalam mempelajari dinamika kelompok adalah sebagai berikut.
6|Page
2.5 Manfaat Dinamika Kelompok
Menurut Santosa (2009), beberapa pihak telah menyadari betapa pentingnya
mempelajari dinamika kelompok karenan beberapa alasan, yaitu individu tidak mungkin
hidup sendiri di dalam masyarakat, individu tidak dapat bekerja sendiri dalam memenuhi
kehidupannya, dan perlu adanya pembagian kerja dalam masyarakat yang besar agar
pekerjaan dapat terlaksana dengan baik.
Fungsi dinamika kelompok menurut Sunarto (1992) dalam Zulkarnain (2013) adalah
sebagai berikut:
1. Individu satu dengan lainnya akan bekerja sama dan saling membutuhkan
2. Melalui dinamika kelompok, segala pekerjaan yang membutuhkan pemecahan
masalah dapat teratasi, mengurangi beban pekerjaan yang besar, sehingga
waktu untuk menyelesaikan pekerjaan dapat diatur secara tepat, efektif dan
efisien. Sebab dalam dinamika kelompok, pekerjaan besar akan dibagi-bagi
sesuai dnegan bagian kelompoknya masing-masing
3. Meningkatkan masyarakat yang demokratis, sebab individu satu dengan yang
lain akan dapat memberikan masukan atau berinteraksi dengan lainnya dan
memiliki peran yang sama dalam masyrakat.
Sedangkan tujuan dinamika kelompok antara lain sebagai berikut:
1. Membangkitkan kepekaan diri seseorang anggota kelompok terhadap
anggota kelompok lain, sehingga dapat menimbulkan rasa saling
menghargai
2. Menimbulkan rasa solidaritas anggota sehingga dapat saling menghormati
dan saling menghargai pendapat orang lain
3. Menciptakan komunikasi yang terbuka terhadap sesama anggota
kelompok
4. Menimbulkan adanya itikad yang baik di antara sesama anggota kelompok
7|Page
Dapat belajar tentang kerjasama dalam kelompok dan antar kelompok,
serta kesatuan bahasa dan komunikasi dalam memecahkan masalah antar
kelompok
4. Manfaat Bagi Pemimpinan
Dapat menyerasikan antara kepentingan lembaga dan kepentingan anggota
organisasi.
Menurut para ahli lain seperti Cook & Hunsakr (2001), Greenberg & Baron
(2003), Kreitner & Kinicki (2004) dalam Zulkarnain (2013) membagi tahap
pertumbuhan dan perkembangan kelompok menjadi 5 tahap yaitu:
1. Tahap Pembentukan (forming)
Fokus utama tahap ini adalah pada proses bergabungnya orang (anggota)
ke dalam sebuah kelompok. Terdapat banyak ketidakjelasan mengenai struktur
dan kepemimpinan dalam kelompok. Sehingga para anggota peduli pada soal
saling mengenal sifat dan potensi masing-masing dalam melaksanakan tugas-
tugas kelompok. Mereka belum memiliki strategi pelaksanaan tugas yang harus
8|Page
diemban dan sikap yang dituntut dalam organisasi juga belum mereka terapkan.
Ciri-ciri kelompok dalam tahap pembentukan adalah sebagai berikut:
a. Hubungan antar anggota masih berjarak, kecuali yang sudah dikenal.
b. Pemahaman peran masih belum jelas dan tingkat kepercayaan masih rendah.
c. Setiap orang (anggota) berfokus pada tujuan dan masalahnya sendiri.
d. Pengetahuan masih disimpan dan hanya dikeluarkan jika menguntungkan
e. Produk bersifat individual dan kinerja berfokus pada upaya perseorangan
f. Setiap anggota berusaha tidak mengungkapkan kritik secara terbuka
g. Kepemimpinan masih selalu diamati dan dinilai oleh para anggota
h. Pengambilan keputusan dilakukan secara terfragmentasi atau tidak utuh.
Sehingga pada tahap awal perkembangan, kelompok sukar mengharapkan
munculnya masukan ke dalam proses yang menghasilkan kinerja unggul secara
kelompok. Sebagian anggota kelompok akan bersikap menunggu dimulainya
interaksi dengan basa-basi seperlunya. Sebagian yang lain terlihat tampak aktif
sekalipun cenderung masih hati-hati membicarakan hal-hal yang perlu dilakukan.
Bahkan mungkin ada sebagian anggota yang sama sekali tidak menunjukan
reaksi apapun dan cenderung berdiam diri. Orang yang paling tampak sibuk ialah
anggota yang sudah ditetapkan sebagai ketua (pemimpin). Tugas yang diemban
pemimpin berat karena harus memadukan berbagai karakter dan kompetensi
individual para anggota agar bersinergi menghasilkan kinerja unggul.
2. Tahap Pancaroba (stroming)
Tahap pancaroba (storming) disebut juga tahap keributan, dimana mulai
timbul konflik internal mengenai klarifikasi peran dan sikap dari para anggota.
Ketidakcocokan pendapat merupakan hal yang biasa terjadi saat penetapan
prosedur kerja, peran, cara-cara berelasi dan alokasi usaha dari setiap anggota.
Ciri-ciri kelompok dalam tahap pancaroba adalah sebagai berikut:
a. Produk yang akan dihasilkan masih dipertikaikan
b. Setiap orang mulai memperhatikan tujuan dan masalah orang lain.
c. Tingkat kepercayaan masih berfokus pada pemimpin.
d. Masing-masing anggota mulai mengungkapkan kritik secara terbuka
e. Pengambilan keputusan dilakukan sangat evaluatif, muncul dorongan untuk
terlihat baik dengan sangat kritis terhadap gagasan orang lain.
f. Pemahaman peran masih ambigu, tetapi titik terang sudah mulai muncul.
Contohnya kebingungan dalam upaya memainkan peran kepemimpinan yaitu
orang yang dipandang tepat untuk mengendalikan kinerja kelompok.
g. Hubungan antar anggota diwarnai oleh konflik horizontal dan vertikal yang
berakibat pada munculnya penolakan atau merasa ditolak. Sehingga dapat
saja sering terjadi perubahan komposisi keanggotaan kelompok. Anggota yang
merasa tidak mungkin dapat menyatu dengan kelompok akan mengundurkan
diri dan digantikan dengan orang lain.
Hal terpenting yang patut dikelola dengan baik untuk menemukan solusi
dari konflik adalah power dan structure, serta usaha untuk menggantikan sikap
9|Page
permusuhan dengan sikap saling menerima dan memiliki. Dua hal tersebut sangat
penting karena diperlukan oleh sebuah kelompok untuk dapat melangkah ke tahap
pertumbuhan atau perkembangan selanjutnya.
3. Tahap Pembentukan Norma (norming)
Kerjasama adalah tema utama dari tahap ini yang mencakup komunikasi
terbuka menyangkut sasaran yang hendak dicapai, dan memperbesar rasa
persatuan saat para anggota menetapkan pola tingkah laku yang diharapkan
bersama. Selain itu, cakupan tugas tanggung jawab kelompok mulai jelas dan
telah disepakati oleh anggota setelah mereka berargumentasi secara sengit pada
tahap sebelumnya. Ciri kelompok dalam tahap pembentukan norma adalah
sebagai berikut.
a. Hubungan antar anggota diwarnai oleh dorongan untuk saling memahami
posisi masing-masing, serta terdapat toleransi untuk memahami kebutuhan,
kekuatan dan kelemahan orang lain.
b. Anggota mulai fokus untuk menaruh kepercayaan pada proses pelaksanaan
tugas.
c. Anggota mengungkapkan pengetahuan dan kritik secara kontruktif realistis.
d. Pemahaman peran telah jelas, sehingga setiap orang memikirkan produk yang
harus dihasilkan dan mulai berusaha keras untuk berkinerja maksimal.
e. Pengambilan keputusan mulai dilakukan berdasarkan proses yang logis,
fleksibel, tidak formal dan partisipasi anggota dihargai.
Namun perlu diperhatikan saat setiap anggota memberi persetujuan pada
struktur pembagian kerja, kepemimpinan dan alokasi peran-peran. Karena jika
para aggota terlalu kaku dengan pendirian masing-masing, maka perkembangan
kelompok bisa terhenti di tahap ini. Sehingga anggota harus saling mendukung
dan berusaha keras untuk mencapai tahap ini agar kelompok tidak akan terpecah.
4. Tahap Perkembangan (performing)
Tahap ini disebut juga tahap penyelenggaraan tugas atau tahap produktif,
dimana kelompok telah memantapkan norma interaksi. Secara perlahan kelompok
bertransformasi menjadi sebuah tim dengan tingkat toleransi, kepercayaan, dan
kerjasama yang lebih kuat. Energi kelompok bergeser dan menakar interaksi dan
pengaruh serta mencoba memahami satu sama lain. Menuju kearah pelaksanaan
tugas kelompok secara produktif. Ciri-ciri kelompok dalam tahap ini adalah:
a. Setiap orang berfokus pada kinerja kelompok sehingga hubungan antar
anggota diwarnai oleh dorongan untuk bersinergi dengan tingkat loyalitas
tinggi.
b. Pemahaman peran sudah jelas dan telah terinternalisasi dengan baik.
c. Setiap orang memikirkan produk yang harus dihasilkan secara sistemik.
d. Anggota leluasa mengungkapkan kritik dalam suasana yang kondusif.
e. Pengetahuan disampaikan sesuai kebutuhan dan alur komunikasi segala arah.
10 | P a g e
f. Pengambilan keputusan dilakukan berdasarkan proses yang alamiah tanpa
sekat formalitas dan kecanggungan berperan serta kreativitas semakin terlihat.
g. Produktivitas adalah puncak dari tahap performing, dan tahap ini merupakan
fase terakhir yang harus terus dipertahankan oleh kelompok formal permanen.
5. Tahap Pembubaran (adjourning)
Tahap ini dapat terjadi dalam semua jenis kelompok. Kelompok formal
dapat bubar karena terjadinya perampingan organisasi, suatu bagian, divisi, atau
suatu bidang dapat dibubarkan dengan menggabungkan ke bagian/divisi lain.
Kelompok formal temporer (tidak permanen) yang dibentuk untuk melaksanakan
tugas tertentu, dapat juga bubar atau dibubarkan setelah pelaksanaan tugasnya
selesai. Pemimpin dapat membubarkan tim dengan memberikan imbalan kepada
para anggotanya. Jadi, tidak ada kelompok yang murni permanen.
Tantangan dan peluang baru dari lingkungan eksternal yang terus berubah
mendorong organisasi menyesuaikan lingkungan internalnya dengan perubahan
tersebut. Organisasi perlu penyesuaian visi, misi, dan strategi organisasi yang
berdampak pada cara pengelolaan organisasi, serta termasuk juga perombakan
susunan kelompok-kelompok kerja didalamnya.
Tahap pembubaran menjadi sangat penting bagi kelompok temporer
(seperti satuan tugas, panitia, komite). Para anggota kelompok temporer harus
mampu mengadakan pertemuan dengan cepat, menyelesaikan tugas dalam
jadwal yang sedemikian ketat, lalu kemudian bubar atau seringkali bekerja
bersama lagi di masa depan. Jadi, tolak ukur keberhasilan kelompok juga dapat
dilihat dari kemauan anggota untuk bekerja sama kembali dalam tanggung jawab
yang lain di masa depan, baik dalam kelompok yang sama ataupun tidak.
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa kelompok merupakan
tujuan yang diharapkan dalam proses dinamika kelompok. Karena jika kelompok
sudah terbentuk, maka salah satu tujuan proses transformasi kelompok dalam
proses dinamika kelompok juga dapat berjalan dengan baik.
2.7 Kedinamisan Kelompok
Suatu kelompok dibicarakan atau tidak dibicarakan akan tetap dinamis.
Sehingga, menurut Sudjarwo (2011) kelompok yang tidak ada kegiatannya pun
dapat dikatakan dinamis.Sebab bergerak atau tidak bergerak ialah ritme.Dimana
ritme itu sendiri berarti kedinamisan.Atau dalam bahasa sederhana.Kedinamisan
dapat diartikan srbagai gerak dan dapat pula diartikan sebagai diam.
Lebih jauh Cartwright & Zander (1986) dalam Zulkarnain (2013) melihat
kedinamisan kelompok bergantung pada faktor penyebabnya(puse factor), yang
mendorong terjadinya gelombang kedinamisan kelompok yang dapat menggoyang
kelompok. Faktor tersebut meliputi : tujuan, struktur, fungsi kerja, pembangun dan
pemeliharaan, suasana, serta desakan kelompok. Keenam faktor tersebut dapat
11 | P a g e
dikatakan sebagai kata kunci untuk mengkaji kelompok, dimana kata kunci dari
dinamika kelompok itu sendiri terdapat pada kekompakan atau satuan kelompok
(unity)
1. Group Goals. Tujuan kelompok ialah segala sesuatu yang akan dicapai oleh
kelompok dan harus relevan dengan tujuan anggota serta diketahui oleh semua
anggota. Posisi penting tujuan digambarkan sebagai berikut :
B TujuanC Kelompok
Gambar 2.5 Pola
Individu A, B, C bergabung karena mempunyai tujuan bersama yang dalam
gambar diperlihatkan pada warna hitam. Sedangkan A dan B dapat bersatu
karena terdapat medan overlapping yang menyatukan sebagai tujuan, demikian
juga dengan B dan C, serta C dan A. semakin lebar warna hitam sebagai
daerah pertemuan, maka tujuan kelompok semakin mencerminkan tujuan
seluruh anggota.
2. Group Structure. Struktur kelompok menggambarkan jaring-jaring otoritas atau
wewenang pengambil keputusan.Serta berperan juga sebagai jaring komunikasi
untuk menyampaikan instruksi atau informasi dari atas ke bawah dan jaring
penyampai aspirasi dari bawah ke atas. Keruwetan dari jaringan ini
menunjukkan juga keruwetan(crowded) sistem komunikasi dalam kelompok.
3. Group Task Function. Fungsi kerja kelompok menyangkut segala sesuatu yang
harus dikerjakan oleh kelompok. Antara lain kekompakan kepuasan anggota,
penyebarluasan informasi, koordinasi, klarifikasi aturan jelas dan komunikasi
yang jelasserta lengkap dengan salurannya.
4. Group Building and Maintenance.Pemeliharaan dan bangun kelompok ialah
sejumlah hal yang harus tetap ada dan terpelihara dalam kelompok yaitu :
a. Pembagian tugas mereka sesuai fungsi dan kemampuan dari anggota
b. Kegiatan sesuai rencana dan aturan yang telah ditetapkan bersama.
c. Norma kelompok tumbuh dan berkembang dalam pencapaian tujuan
d. Proses sosialisasi kelompok berjalan lancar sesuai norma.
e. Penambahan anggota baru dan mempertahankan anggota lama
f. Terdapat fasilitas penunjang kegiatan kelompok yang memadai.
5. Group Atmosphere. Suasana kelompok menentukan seseorang tetap betah
ataupun tidak betah menjadi anggota. Semakin betah anggota maka semakin
tinggi kegairahan mereka untuk melakukan kegiatan kelompok. Suasana
kelompok juga mendorong seseorang untuk melakukan kerjasama dengan
sesama anggota dalam kelompok atau anggota dari kelompok lain. namun,
bobot suasana secara psikologis untuk setiap orang sangat berbeda dan sangat
12 | P a g e
individual. Sehingga, dalam melihat suasana kelompok , haruslah jelas batas-
batas yang akan diamati, diukur atau dievaluasi.
6. Group Pressure. Desakan atau tekanan kelompok bertujuan untuk menjaga
ketaatan anggota terhadap norma, meningkatkan motivasi dan kedisiplinan
anggota, serta membangun kesatuan kelompok, sebagaimanaterdapat pada
gambar 2.6. Desakan tersebut berupa ganjaran(reward)pada anggota yang
berprestasi, dan sangsi pada anggota yang melanggar norma kelompok.
7. Group pressure berbeda dengan pressure group.Pressure group mengacu
kepada adanya kelompok tandingan misalnya berupa desakan desakan
kelompok lain terhadap suatu kelompok. Sedangkan pada group pressure,
desakan atau tekanan itu berasal dari dalam kelompok itu sendiri.
13 | P a g e
3 Adanya perkembangan pada sistem intern kelompok yang diakibatkan
adanya pengaruh faktor-faktor dari luar kelompok.
14 | P a g e
pembentukan socio group disesuatikan dengan psikhe group, dengan
memperlihatkan faktor- faktor efisiensi kerja dan kepemimpinan dalam kelompok
(Zulkarnain, 2013).
BAB III
PEMBAHASAN
1. Task group. Terdiri dari health care planning committees, nursing service
committees, nursing team meeting, hospital staff meeting.
2. Teaching groups. Yaitu kelompok yang bertujuan untuk memberikan informasi
pada partisipan, misalnya tehnik memandikan bayi, latihan untuk usia pertengahan
dan dewasa tua, instruksi pada anggota keluarga tentang perawatan pada pasien
yang diperbolehkan pulang.
3. Self-awareness groups. Yaitu kelompok yang bertujuan untuk mengembangkan
kekuatan interpersonal, ditujukan untuk orang-orang yang telah menjalani
perawatan lama dan akan kembali bekerja, ataupun kembali ke masyarakat,
misalnya bagaimana sesorang berkomunikasi dengan orang lain.
4. Therapy groups.
15 | P a g e
5. Work-related social groups. Yaitu kelompok yang bertujuan untuk mengatasi
kejenuhan/stress yang menimpa perawat karena aktivitas sehari-harinya dan
biasanya untuk perawat ruang intensif (ICU, ICCU, PICU, NICU), emergensi room.
Dengan adanya kelompok ini diharapkan dapat memberikan support dan
mengurangi stress.
6. Professional nursing organizations. Yaitu kelompok yang bertujuan untuk
meningkatkan kualitas pelayanan dan memberikan support pada kebutuhan
perawat.
Permasalahan lain pada dinamika kelompok yang dijelaskan pada bab II dapat
diperjelas dengan jurnal yang berjudul Surgeons managing conflict in the operating room:
defining the educational need and identifying effective behaviors. Permasalahan
dinamika kelompok yang dihadapi adalah terkait kurangnya pendidikan managemen
konflik dan perilaku yang efektif untuk mengatasi konflik. Pada penelitian terjadi suatu
16 | P a g e
ketengangan komunikasi pada saat diruang bedah. Hal ini dapat menyebabkan kesalahan
tindakan yang akan merugikan pasien. Pada penelitian ini menyatakan bahwa tindakan
seperti mengontrol emosi, aksi strategi yang tepat, fokus pada penyelesaian masalah,
komunikasi yang intens, negosiasi dan pemikiran dari kelompok yang benar dapat
mengatasi konflik pada suatu kelompok (Nursalam, 2016).
Fase-fase perkembangan kelompok pada jurnal ini yang sesuai dengan teori pada
bab II adalah sebagai berikut:
17 | P a g e
Tahap ini secara perlahan kelompok bertransformasi menjadi sebuah tim dengan
tingkat toleransi, kepercayaan, dan kerjasama yang lebih kuat. Produktivitas
adalah puncak dari tahap ini.
Dalam kasus ini dijelaskan bahwa, apabila terjadi konflik saat berlangsungnya
operasi, mereka mampu mempertahankan pengendalian emosi dan perilaku tetap
tenang yang sebagai indikasi kompetensi dalam surgery, dan harus tetap lebih
fokus terhadap pasien. Ahli bedah dan perawat tetap bisa bertindak dan berpikir
secara rasional, mengesampingkan konflik, dan tetap memprioritaskan
keselamatan pasien.
c. Tahap pembubaran (Adjourning)
Tahap ini adalah tahap pembubaran pada kelompok. Akan tetapi dalam kasus
pada jurnal tidak dijelaskan mengenai pembubaran tim, tetapi lebih fokus pada
manajemen konflik oleh ahli bedah serta perawat dalam ruang operasi.
d. Tahap Pembentukan (Forming)
Forming merupakan proses bergabungnya anggota dalam suatu kelompok.
Dalam jurnal ini menjelaskan tentang edukasi yang dibutuhkan dan perilaku yang
efektif dalam mengatasi konflik di ruang operasi, sehingga proses bergabungnya
anggota dalam tim kerja di ruang operasi tidak dijelaskan karena tim kerja sudah
terbentuk dari awal sebelum penelitian ini dimulai.
e. Tahap Pancaroba (Storming)
Tahap ini merupakan tahap munculnya konflik. Konflik yang terjadi dalam ruang
operasi biasanya diawali dengan ketegangan dalam komunikasi antar anggota tim
yang terjadi selama prosedur. Kemudian hal itu akan berkembang menjadi konflik.
18 | P a g e
BAB IV
4.1 Smpulan
19 | P a g e
mengatasinya yaitu dengan mengontrol emosi, aksi strategi yang tepat, fokus pada
penyelesaian masalah, komunikasi yang intens, negosiasi dan pemikiran dari kelompok.
4.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA
Johnson, David W & Frank P. Johnson. 2012. Dinamika Kelompok: Teori dan
th
Keterampilan. 9 ed. Jakarta: PT Indeks
20 | P a g e