Anda di halaman 1dari 10

Wardana. 2017.

Hewan dan Lingkungan

ikan setiap satu menit sekali selama 5 menit. Percobaan dilakukan den
Hewan dan Lingkungan
masing berisi air panas (30oC dan 40oC), air dingin (10oC dan 20oC),
Aditya Wardana air tawar (konsentrasi garam 0,03%), air payau (konsentrasi garam
1
Kelas A, Pendidikan Biologi, Universitas Sebelas MaretLangkah selanjutnya
Surakarta, mengukur
Jalan Ir. Sutami gerakan
No.36A, operkulum
Surakarta, dan respon tingkah
Indonesia
(a) Rata rata perubahan
*Corresponding author: wardanaaditya49@gmail.com gerakan operculum ikan mas (Cyprinus carpio
40 C selama lima menit secara berturut turut adalah 43 kali, 58 kali,
gerakan operculum ikan mas (Cyprinus carpio) terhadap perlakuan s
Abstract:
Percobaan ini bertujuan untuk (1) Mengetaui perubahan50ppm dan 75
gerakan ppm selama
operculum Ikan lima
mas menit secara
(Cyprinus berturut-turut
carpio) terhadap adalah 99
perubahan gerakan operculum ikan mas (Cyprinus
perubahan suhu air (2) Mengetaui respon tingkah lahu Ikan mas (Cyprinus carpio) akibat perubahan suhu air (3) carpio) terhadap per
Mengetaui perubahan gerakan operculum Ikan mas (Cyprinus carpio) terhadap lingkungan air yang tercemar (4) kali, 100
dan 10% selama lima menit secara berturut turut adalah 137
Mengetaui respon tingkah lahu Ikan mas (Cyprinus carpio) akibat lingkungan air yang tercemar (5) Mengetaui
perubahan gerakan operculum Ikan mas (Cyprinus carpio) Keywords: hewan, lingkungan,
terhadap perubahan salinitas air homeistasis,
(6) MengetauiCyprinus
respon carpio,
detergen
tingkah lahu Ikan mas (Cyprinus carpio) akibat salinitas suhu air cair
konsentrasi detergen cair. Parameter yang diamati adalah
1.

PENDAHULUAN
Ekologi adalah pembelajaran scientifik tentang distribusi dan kelimpahan organisme. (Krebs,
C.K., 1972 dalam Nelly, N. 2013). Ekologi berasal dari dua kata Yunani oikos dan logos, oikos
berarti rumah dan logos berarti ilmu, jadi ekologi adalah ilmu yang mempelajari organisme di
tempat tinggalnya. Kelimpahan organisme ini sangat dipengaruhi perubahan kondisi lingkungan,
dalam keadaan ini setiap organsime harus mampu menyesuaikan diri dengan cara beradaptasi yang
dapat berupa respon morfologis, fisiologis, dan tingkah laku. Lingkungan tidak selalu berada pada
kondisi yang tetap dan kadang-kadang mengalami perubahan yang ekstrim sehingga organisme
akan mengalami stress sampai pada batasan tertentu. Mekanisme dalam mempertahankan diri untuk
menjaga kondisi tubuh agar tetap seimbang, dimana semua sistem tubuh bekerja dan berinteraksi
dalam cara yang tepat untuk memenuhi kebutuhannya secara optimal disebut dengan Homeostasis.
(Rochmawati, D.H., Hamid, A.Y.S., dan Helena, N. 2013, dan Novi, E. 2015)
Batasan tertentu makhluk hidup dalam menghadapi stress lingkungan, berhubungan dengan
faktor genetik dan sejarah hidup yang pernah dialami sebelumnya. Menurut Nelly, (2013) dan Sanz,
C.M., Call, J., dan Boesch, C. (2013) berdasarkan kemampuan adaptasi makhluk hidup, kisaran
perubahan lingkungan dibagi menjadi 2 zona yaitu zona Toleransi yang memungkinkan organsime
masih dapat hidup, dan zona lethal yang sudah tidak memungkinkan organisme dapat hidup. Zona
transisi dari zona Toleransi ke zona Lethal inilah yang mengharuskan organisme untuk melakukan
adaptasi. Mekanisme adaptasi ini terjadi pada tingkat sel dengan pengaturan metabolisme, dan
berhubungan dengan permeabilitas membran sel. (Aliza, D., Winaruddin, dan Sipahutar, L.W. 2013)
Ikan Mas (Cyprinus carpio) merupakan hewan berhabitat air native di Eropa timur dan Asia
tengah dan juga banyak dimanfaatkan untuk ikan hias dan konsumsi. Secara umum ikan mas
mempunyai tubuh Bilateral Simetris dengan bentuk cenderung memanjang dan memipih tegak
Wardana. 2017. Hewan dan Lingkungan

(comprossed). Mulut ikan mas terletak pada bagian tengah ujung kepala terminal atau di ujung
hidung dan pada Anteriornya terdapat dua pasang sungut. Ikan tersebut memiliki Gigi
kerongkongan yang terdiri atas tiga baris gigi geraham. Sisik ikan mas bertipe sikloid atau lingkaran
dan cenderung berukuran besar. Bentuk ekor ikan Mas berpinggiran lekuk tunggal (emarginate).
Sirip punggung ikan mas memanjang dengan bagian belakangnya memiliki jari kera dan di bagian
akhir bergerigi (sirip ketiga dan keempat).
Salah satu faktor lingkungan fisik yang berpengaruh terhadap ikan mas adalah suhu. Suhu
tersebut berpengaruh terhadap aktivitas biologis khususnya respirasi. Eksistensi organisme pada
kisaran toleransinya dikenal dengan Hukum Toleransi Shelford (Odum, 1971 dalam Rochmawati,
D.H., Hamid, A.Y.S., dan Helena, N. 2013). Distribusi ikan ini sangat tergantung pada kedalaman
air, temperatur, oksigen terlarut, dan lain-lain. Eksistensi komunitas ikan mas di ekosistem perairan
lentik tidak sama dengan komunitas di perairan lotik (mengalir). Hal yang membedakan keduanya
adalah faktor pembatas. Komunitas di perairan tergenang (danau, telaga) sangat ditentukan oleh
kandungan oksigen terlarut, sedangkan organisme di perairan mengalir, arus air sebagai faktor
pembatas. (Hadisusanto, S. 2015)
Ikan mas memiliki habitat di perairan tawar dengan ketinggian tempat 150--600 meter di atas
permukaan air laut, terkadang ikan mas hidup diperairan bersalinitas 25-30%. Ikan ini memiliki
suhu ektoterm / polikiloterm yang suhu tubuhnya hampir sama dengan suhu lingkungan (Jones,
M.J., Stuart, I.G. 2007 dan Tunas. 2005). Meskipun demikian, ikan mas masih memiliki suhu
toleransi yaitu suhu 25-30C. Ikan yang mengalami stress suhu relatif tinggi, akan mengalami
peningkatan kecepatan respirasi yang ditandai dengan gerakan operkulum ikan dan gangguan
fisiologi tubuh. (Kanisius. 1992 dalam Novi, E. 2015) pada suhu yang terus mengalami penurunan
dapat menyebabkan ikan mengalami kematian.
Permasalahan yang akan dikaji pada praktikum ini antara lain: (1) Bagaimakah perubahan
gerakan operculum Ikan mas (Cyprinus carpio) terhadap perubahan suhu air? (2) Bagimanakah
respon tingkah lahu Ikan mas (Cyprinus carpio) akibat perubahan suhu air? (3) Bagaimanakah
perubahan gerakan operculum Ikan mas (Cyprinus carpio) terhadap lingkungan air yang tercemar?
(4) Bagaimanakah respon tingkah lahu Ikan mas (Cyprinus carpio) akibat lingkungan air yang
tercemar? (5) Bagaimakah perubahan gerakan operculum Ikan mas (Cyprinus carpio) terhadap
perubahan salinitas air? (6) Bagimanakah respon tingkah lahu Ikan mas (Cyprinus carpio) akibat
salinitas suhu air?
Berdasarkan uraian latar belakang di atas maka dapat diajukan hipotesis praktikum ini yaitu:
(1) Terjadi perubahan gerakan operculum Ikan mas (Cyprinus carpio) terhadap perubahan suhu air,
lingkungan air yang tercemar dan perubahan salinitas air. (2) Terjadi perubahan respon tingkah lahu

2
Wardana. 2017. Hewan dan Lingkungan

Ikan mas (Cyprinus carpio) akibat perubahan suhu air, lingkungan air yang tercemar dan perubahan
salinitas air.
Praktikum ini bertujuan untuk: (1) Mengetaui perubahan gerakan operculum Ikan mas
(Cyprinus carpio) terhadap perubahan suhu air (2) Mengetaui respon tingkah lahu Ikan mas
(Cyprinus carpio) akibat perubahan suhu air (3) Mengetaui perubahan gerakan operculum Ikan mas
(Cyprinus carpio) terhadap lingkungan air yang tercemar (4) Mengetaui respon tingkah lahu Ikan
mas (Cyprinus carpio) akibat lingkungan air yang tercemar (5) Mengetaui perubahan gerakan
operculum Ikan mas (Cyprinus carpio) terhadap perubahan salinitas air (6) Mengetaui respon
tingkah lahu Ikan mas (Cyprinus carpio) akibat salinitas suhu air.

ALAT DAN METODE


Percobaan dilakukan pada tanggal 18 April 2017 di Laboratorium Fisiologi Tumbuhan, Gedung
D FKIP, UNS Kentingan, Surakarta.
Alat yang digunakan adalah Toples untuk tempat mengamati ikan, dan stopwatch untuk
menghitung waktu pengamatan. Bahan yang digunakan adalah Cyprinus carpio, air dengan
perbedaan suhu, garam dapur, dan detergen cair.
Percobaan dengan perlakuan suhu diawali dengan menyiapkan ikan mas (Cyprinus corpio)
sebanyak 4 ekor. Menyiapkan air biasa, air bersuhu 30C, 40C, 10C dan 20C. Memasukkan ikan
dalam toples yang berisi air biasa (tanpa perlakuan), air hangat dengan suhu 30C dan 40C dan air
dingin bersuhu 10C dan 20C. Mengamati tingkah laku ikan dan menghitung gerakan membuka dan
menutup operkulum ikan setiap satu menit sekali selama 5 menit.
Percobaan dengan perlakuan detergen cair diawali dengan menyiapkan ikan mas (Cyprinus
corpio) sebanyak 4 ekor. Membuat larutan deterjen dengan konsentrasi 1 ppm, 25 ppm, 50 ppm dan
75 ppm. Memasukkan larutan deterjen yang sudah dibuat ke dalam masing-masing toples.
Masukkan ikan ke dalam masing-masing toples yang berisi larutan deterjen dengan konsentrasi
tertentu. Mengamati tingkah laku ikan dan menghitung gerakan membuka dan menutup operkulum
ikan setiap satu menit sekali selama 5 menit.
Percobaan dengan perlakuan salinitas diawali dengan Menyiapkan air tawar (konsentrasi garam
0,03%), air payau (konsentrasi 3%), air saline (konsentrasi garam 5%), dan air garam
(konsentrasigaram 10%). Memasukkan masing-masinglartan garam yang sudah dibuat ke dalam
masing-masing toples. Masukkan ikan ke dalam masing-masing toples yang berisi larutan garam
dengan konsentrasi tertentu. Mengamati tingkah laku ikan dan menghitung gerakan membuka dan
menutup operkulum ikan setiap satu menit sekali selama 5 menit.
Wardana. 2017. Hewan dan Lingkungan

HASIL DAN PEMBAHASAN


Pada Percobaan ini parameter yang diamati adalah tingkah laku ikan, dan gerakan membuka
menutup operkulum ikan setiap satu menit sekali selama 5 menit.
Hasil pengamatan dan perhitungan didapat data dalam tabel dibawah ini:

Perlakuan Tingkah Laku Gerakan Operkulum


1 2 3 4 5 1 2 3 4 5
Suhu 10C aktif aktif aktif pasif pasif 40 48 47 41 40
20C aktif aktif aktif aktif kurang 62 51 53 68 56
aktif
30C aktif aktif, aktif tidak sangat 110 124 140 152 51
miring seimbang aktif
40C sangat miring kejang- sangat lemas mati 109 87 108 110 69
aktif kejang lambat
Detergen 1ppm aktif aktif oleng oleng Oleng 92 100 112 98 93
25ppm aktif aktif oleng oleng Oleng 80 60 40 42 26
50ppm sangat aktif lemah oleng Oleng 123 78 66 61 58
aktif
75ppm sangat aktif lemah oleng Oleng 164 75 73 60 56
aktif
Garam 0.03% mulut, mulut aktif, naik turun, aktif 150 150 128 140 20
buka lebih buka, sirip lincah, mulut buka lincah
cepat melambat mulut aktif
buka
3.00% mulut mulut lambat menempel lamba di 20 110 108 90 80
lembut, gerakan mulut di permukaan
lemah, melambat, buka, permukaan
tidak gerakan di pucat
seimbang permukaan
5.00% melayang bergerak melayang mati mati 106 67 29 - -
tidak semakin
seimbang lambat dan
melayang
10.00% gelisah, bergerak mati mati mati 111 69 - - -
dan maju

4
Wardana. 2017. Hewan dan Lingkungan

melayang mundur
tanda akan
mati

Analisis Kuantitatif
Berdasar perhitungan rata-rata perbukaan operkulum pada perlakuan suhu, detergen cair, dan
salinitas didapat hasil sebagai berikut:
Wardana. 2017. Hewan dan Lingkungan

Analisis Kualitatif
Berdasarkan hasil perhitungan rata-rata pembukaan operkulum perlakuan perbedaan suhu
dengan suhu 10oC menit pertama sampai ketiga ikan bergerak aktif, tetapi menit keempat dan
kelima ikan bergerak pasif. Jika dilihat dari kecepatan gerakan operkulum ikan pada suhu tersebut
rata-rata permenit 43 kali. Suhu 20oC menit pertama sampai menit ke empat ikan masih bergerak
aktif, tetapi pada menit ke lima ikan bergerak kurang aktif dan rata-rata kecepatan gerakan permenti
58 kali. Suhu 30 oC menit pertama sampai menit ke tiga ikan masih bergerak aktif, tetapi pada menit
ke empat sampai ke lima ikan sudah tidak bergerak aktif dan jika dilihat dari kecepatan gerakan
operkulum ikan pada suhu tersebut rata-rata permenit 128 kali. Suhu 40 oC menit pertama ikan
masih bergerak aktif, tetapi pada menit ke dua sampai ke empat ikan sudah tidak bergerak aktif dan
pada menit ke lima ikan sudah mati lemas jika dilihat dari kecepatan gerakan operkulum ikan pada
suhu tersebut rata-rata permenit 97 kali.

6
Wardana. 2017. Hewan dan Lingkungan

Menurut Kanisius (1992) dalam Novi, E. (2015), kecepatan pernapasan ikan mas normal
sekitar 121/per menit dan jika berada pada stress suhu tinggi kecepatan pernapasan ikan akan
meningkat pesat dan dapat mengganggu fisiologis tubuh. Secara anatomi, ikan memiliki pendeteksi
perubahan kecepatan arus air dan suhu air pada bagian linea lateralis yang berada pada sisi lateral
tubuh. Linea lateralis ini memliki sisik yang berbeda dari sisik tubuh ikan lainnya. Hal ini
disebabkan pada suhu tinggi fisiologi tubuh ikan terganggu, jumlah oksigen terlarut dalam air
menurun, kecepatan reaksi kimia mengikat, dan diameter pembuluh darah membesar. Sedangkan
pada suhu rendah pembuluh darah tubuh ikan diameternya mengecil dan menghambat peredaran
darah. (Hadisubroto.T. 1989 dalam Hadisusanto, S. 2015)
Berdasar Hukum Toleransi Shelford yang berisi Setiap organisme mempunyai suatu minimum
dan maksimum ekologis, yang merupakan batas bawah dan batas atas dari kisaran toleransi
organisme itu terhadap kondisi factor lingkungannya. Jika suhu air melampaui batas toleransi
maka ikan akan mengalami stress dan sistem fisiologisnya terancam. (Harimukti, 2015)
Berdasarkan hasil perhitungan rata-rata pembukaan operkulum perlakuan perbedaan
konsentrasi detergen cair dengan 1ppm pada menit pertama sampai menit ke dua ikan masih aktif
bergerak, tetapi pada menit berikutnya ikan mulai kehilangan keseimbangan. Jika dilihat dari
kecepatan gerakan operkulum ikan pada konsentrasi detergen tersebut rata-ratanya permenit 99 kali.
Konsentrasi detergen cair 25ppm menit pertama sampai menit ke kedua ikan masih bergerak aktif,
tetapi pada pada menit berikutnya ikan mulai kehilangan keseimbangan. Jika dilihat dari kecepatan
gerakan operkulum ikan pada konsentrasi detergen tersebut rata-ratanya permenit 50 kali.
Konsentrasi detergen cair 75ppm menit pertama sampai menit ke kedua ikan masih bergerak aktif,
tetapi pada pada menit berikutnya ikan mulai kehilangan keseimbangan. Jika dilihat dari kecepatan
gerakan operkulum ikan pada konsentrasi detergen tersebut rata-ratanya permenit 86 kali.
Air yang tercemar detergen dapat mengakhibatkan oksigen yang terlarut menurun dan busa
detergen dapat mengurangi terjadinya difusi oksigen karena udara terjebak dalam gelembung.
Pencemaran ini juga mengakhibatkan keenceran air menurun sehingga ikan akan sulit bergerak.
Selain itu pH air meningkat dan menyebabkan kondisi basa pada air, padahal pH toleransi ikan 7-8.
Jika konsentrasi pH tidak sesuai pH toleransi ikan maka ikan akan mati. (Harimukti, 2015)
Berdasarkan hasil perhitungan rata-rata pembukaan operkulum perlakuan perbedaan salinitas
air dengan 0.03% pada menit pertama sampai menit ke terakhir ikan masih aktif bergerak. Jika
dilihat dari kecepatan gerakan operkulum ikan pada konsentrasi detergen tersebut rata-ratanya
permenit 138 kali. Salinitas air 3% menit pertama pergerakan ikan melambat, tubuh ikan tidak
seimbang, dan gerakan operkulum ikan melambat, pada menit kedua ikan mulai terapung dengan
mulut ikan berada dipermukaan air, menit ketiga tubuh ikan mulai pucat, menit ke empat tubuh ikan
mulai berada dipermukaan air, dan pada menit terakhir pergerakan ikan lambat. Jika dilihat dari
Wardana. 2017. Hewan dan Lingkungan

kecepatan gerakan operkulum ikan pada konsentrasi detergen tersebut rata-ratanya permenit 100
kali. Salinitas air 5% menit pertama tubuh ikan melayang tidak seimbang, pada menit kedua
pergerakan ikan semakin melambat, menit ketiga tubuh ikan mengapung dipermukaan, menit
selanjutnya ikan mati. Jika dilihat dari kecepatan gerakan operkulum ikan pada konsentrasi detergen
tersebut rata-ratanya permenit 41 kali. Salinitas air 10% menit pertama pergerakan ikan gelisah,
pada menit kedua pergerakan ikan maju mundur, menit selanjutnya ikan mati. Jika dilihat dari
kecepatan gerakan operkulum ikan pada konsentrasi detergen tersebut rata-ratanya permenit 36 kali.
Tubuh ikan bersifat stenohaline yang berarti toleransi terhadap kadar garam sempit dan hal ini
terlihat dari konsentrasi garam 3% fisiologi tubuh ikan terganggu, ikan sudah mengalami ketidak
seimbangan saat berenang dan pergerakannya tidak tetap. Tubuh ikan pada keadaan ini mengalami
perubahan fisiologis, hal ini terlihat dari kulit ikan yang mengalami pengelupasan dan pemutihan.
Hal ini disebabkan pada lapisan kulit ikan mengalami osmosis dan sel tubuh ikan kehilangan
banyak air dan mangalami pengelelupasan. (Southwood. 1971 dalam Novi, E. 2015) Menurut
Fujaya, (2004) pada rentang waktu yang lama ikan dapat melakukan adaptasi fisiologis terhadap
lingkungan yang salinitasnya berbeda dengan cara perubahan perilaku saat meminum dan
membuang air dalam bentuk urin, hal ini dapat terjadi dengan syarat perubahan salinitas air tidak
terlalu besar dan waktu dalam beradaptasi ikan lama. Jika syarat tersebut tidak terpenuhi maka
ginjal ikan akan rusak dan ikan akan mati.
Berdasar Hukum Toleransi Shelford yang berisi Setiap organisme mempunyai suatu minimum
dan maksimum ekologis, yang merupakan batas bawah dan batas atas dari kisaran toleransi
organisme itu terhadap kondisi factor lingkungannya (Dharmawan 2005 dalam Harimurti, K.
2015). Kondisi diatas ataupun dibawah batas kisaran toleransi itu, mahluk hidup akan mengalami
stress dan mati.

KESIMPULAN

Berdasarkan pengukuran yang telah dilakukan dapat ditarik kesimpulan bahwa (a) Rata rata
perubahan gerakan operculum ikan mas (Cyprinus carpio) terhadap perlakuan suhu 10 C, 20 C, 30
C dan 40 C selama lima menit secara berturut turut adalah 43 kali, 58 kali, 135 kali dan 96 kali.
(b) Rata rata perubahan gerakan operculum ikan mas (Cyprinus carpio) terhadap perlakuan suhu
pemberian larutan deterjen 1ppm, 25ppm, 50ppm dan 75 ppm selama lima menit secara berturut-
turut adalah 99 kali, 49 kali, 77 kali dan 85 kali. (c) Rata rata perubahan gerakan operculum ikan
mas (Cyprinus carpio) terhadap perlakuan pemberian larutan garam 0,03%; 3&; 5% dan 10%
selama lima menit secara berturut turut adalah 137 kali, 100 kali, 40 kali dan 56 kali.

8
Wardana. 2017. Hewan dan Lingkungan
Wardana. 2017. Hewan dan Lingkungan

DAFTAR PUSTAKA
Aliza, D., Winaruddin, dan Sipahutar, L.W. 2013. Efek Peningkatan Suhu Air Terhadap Perubahan
Perilaku, Patologi Anatomi, Dan Histopatologi Insang Ikan Nila (Oreochromis Niloticus). Jurnal
Medika Veterinaria Vol. 7 No. 2, Agustus 2013.
Dharmawan A. (2005). Ekologi Hewan. Malang: UM Press
Hadisusanto, S. 2015. Kontribusi Biologi Dalam Pengelolaan Dan Pengembangan Danau Di
Indonesia. 2015 - repository.ugm.ac.id
Hadisubroto.T. 1989. Dasar dan Teknik Pengambilan Sampel dalam Penyelidikan. Yogyakarta:
UGM Press.
Harimurti, K. (2015). Pemanfaatan Limbah Air Ikan Nila (Oreochromis Niloticus) Sebagai Sumber
Hara Untuk Budidaya Kailan (Brassica Oleraceae Var. Alboglabra) Organik Secara Hidroponik.
Jones, M.J., Stuart, I.G. 2007. Movements and habitat use of common carp (Cyprinus carpio) and
Murray cod (Maccullochella peelii peelii) juveniles in a large lowland Australian river. Ecology
of Freshwater Fish 2007: 16: 210220
Kanisius. 1992. Polusi Air dan Udara. Yogjakarta. Penerbis Kanisius.
Krebs, C.K. 1972. Ecology The Experimental Analysis of Distribution and Abundance. Singapore:
Harper & Row Publishers, Inc
Nelly, N. (2013). Kelimpahan Populasi, Preferensi dan Karakter Kebugaran Menochilus
Sexmaculatus (Coleoptera: Coccinellidae) Predator Kutudaun Pada Pertanaman Cabai. Jurnal
Hama dan Penyakit Tumbuhan Tropika, 12(1).
Novi, E. 2015. Pengaruh Ekstrak daun sirsak (Annona muricata L) terhadap SOD dan Histologi
Hepar Tikus (Rattus norvegicus) yang diinduksi aloksan. NE Rarangsari 2015
Odum, E.P. 1971. Fundamental of Ecology. London: W.B. Saunders Company.
Rochmawati, D.H., Hamid, A.Y.S., dan Helena, N. 2013. Makna Kehidupan Klien Dengan Diabetes
Melitus Kronis Di Kelurahan Bandarharjo Semarang Sebuah Studi Fenomenologi. Jurnal
Keperawatan Jiwa . Volume 1, No. 1, Mei 2013; 25-33
Sanz, C.M., Call, J., dan Boesch, C. 2013. Tool Use in Animal Cognition and Ecology. Copperline
Book Services, Inc
Southwood. 1971. Ecology Methods with Particular reference to Study of Insect Population.
Chapman and Hall
Tunas, Arthama Wayan. 2005. Patologi Ikan Toloestei. Yogjakarta. Penerbit Universitas Gadjah
Mada
.

LAMPIRAN

1 lembar laporan praktikum sementara


4 lembar dokumentasi praktikum

Surakarta, 25 April 2016


Asisten, Praktikan,

Aditya Wardana
NIM. NIM. K4314001

10

Anda mungkin juga menyukai