Anda di halaman 1dari 25

Akuntansi sebagai Ilmu Sosial kritis

Pendahuluan

Ilmu sosial kritis didasarkan kepada filosofi kritikus, sebuah sekolah dari pemikiran didirikan pada
idealisme dari kant dan hegel. Sebuah percobaan dibuat untuk menggabungkan markisme orthodox
dengan ilmu sosial, sehingga menyediakan jalan alternative untuk pembangunan sosial. Tujuan awal
usaha semacam itu adalah untuk :

Meletakkan sebuah pondasi untuk explorasi, didalam sebuah kontex penelitian interdisiplin, dari
pertanyaan pertanyaan mengenai kondisi konsisi yang mana membuat kemungkinan reproduksi dan
mentransformasi masyarakat, arti dari kebudayaan, dan hubungan diantara individu, masyarakat, dan
alam. Sementara ada perbedaan didalam mereka merumuskan pertanyaan pertanyaan, teoretikus kritis
mempercayai bahwa melalui sebuah pengamatan pada sosial kontemporer dan isu isu politik, mereka
dapat berkontribusi pada sebuah tinjauan ideology dan pada pengembangan dari sebuah politik non
otoriter dan non birokratik.

Sebuah keyakinan bahwa manusia bisa dicerahkan, diberdayakan, dan dimerdekakan melalui teori kritik
yang diterapkan pada keadaan keadaan kritis yang mereka alami. Proses ini mengantarkan kepada
evaluasi rasional dari kehidupan seseorang dan pengaturan sosial yang menghasilkan perubahan praktik
dan kebijakan yang dianggap tidak rasional dan menindas. Pertanyaan yang dibahas disini adalah posisi
dari akuntansi, jika ada, didalam konteks ini.

Penetapan apa makna dari akuntansi tampak nyata memperdayakan, setidaknya untuk orang seperti kita
di bidang itu. Jika seseorang pergi mencari teks akuntansi yang ada, seseorang menemukan definisi
seperti salah satu yang disediakan oleh American Accounting Association (1996, p.1), menggambarkan
akuntansi sebagai proses dari mengidentifikasi, mengukur, dan menkomunikasikan informasi ekonomi
untuk mengijinkan penilaian dan keputusan informasi oleh pengguna informasi. Anthony dan reece
(1983) mengomentari definisi ini focus kepada akuntansi sebagai bantuan keputusan dalam
membandingkan dengan definisi yang lebih teknik lainnya yang focus lebih kepada tekhnologi akuntansi.
Sebagai contoh, laughin (1987, p.479) mendefinisikan akuntansi sebagai sebuah perusahaan yang
didasarkan sistem formal yang mana mengekspresikan peristiwa keuangan masa lalu,sekarang dan masa
depan dengan angka yang fundamental seperti perusahaan. Banyak variasi ditemukan diantara dua
perbedaan. Kemudian definisi tepat akuntansi muncul sebagai problematic. Di setiap definisi,
bagaimanapun, terdapat komponen tekhnologi yang dominan. Tekhnologi adalah suatu sistem aksioma,
hukum, aturan dan atau hubungan, yang diterapkan agar mempengaruhi suatu transformasi menjadi
secara signifikan lebih praktis. Mengidentifikasi, mengukur, dan mengkomunikasikan secara tersirat
sebuah tekhnologi yang ditujukan untuk mengkonversi, atau mentranslasi, aktivitas ekonomi menjadi
representasi yang terukur untuk digunakan sebagai input keputusan.

Akuntansi adalah tekhnologi, tetapi tekhnologi yang tidak steril secara ideology. Aksioma, hokum, dll
tidak didasarkan pada fenomena yang teramati, sebagaimana diakui di dalam kasus ilmu fisik. Tetapi
berasal dari lingkungan sosial. Akuntansi, terlepas dari objektivitas yang tampak jelas, tidak ada
kemutlakan fisik yang mendasari dan memverifikasi tekhnologi. Kerangka kerjanya adalah sebuah
konstruksi sosial. Tekhnologi yang dibentuk oleh ideology. Interpretasi dari kejadian kejadian, dan
bahkan detail yang mendasari sebuah kejadian, adalah fungsi dari pada sudut pandang sosio-politik.
Persepsi kita mengenai realitas adalah seperti menatap ke permukaan cermin. Kita hanya mampu
melihat apa yang dipantulkan kembali kepada kita. Permukaan yang berbeda (kerangka ideology)
mencerminkan sebuah kenyataan yang berbeda. Namun, semakin lama kita menatap cermin semakin
banyak pantulan menjadikan realitas obyektif kita. Output dari tekhnologi akuntansi diproyeksikan
pada permukaan reflektif dan distorsinya di interpretasikan sebagai representasi obyektif dari fenomena
riil. Ini adalah sebuah proses yang berulang ulang. Dimana frame sosial menentukan tekhnologi
akuntansi dan tekhnologi akuntansi pada gilirannya mempengaruhi sosial (masyarakat) yang mana pada
gilirannya mempengaruhi tekhnologi akuntansi dan seterusnya. Jika tidak ada intervensi, jika gambaran
eksistensi tersebut tidak diarahkan kepada cermin ideology alternative dan terdistorsi, namun terdistorsi
secara berbeda, Pertimbangan realitas, lalu akuntansi akan melanjutkan untuk memperkuat sistem sosial
dari yang mana dia dikeluarkan. Ketika Argyris dan Schon (1978) dan yang lain berpendapat, seseorang
harus melangkah keluar sistem agar bisa melakukan evaluasi.Sebuah kritik menunjukkan darimana
akuntansi berasal dan oleh karena itu memberikan kesempatan untuk memecahkan sebuah siklus sistem
sosial yang dominan yang memproduksi akuntansi dan akuntansi pada gilirannya mereproduksi dan
mereifying sistem sosial yang dominan tersebut.

Terdapat level yang berbeda dimana akuntansi dan sistem sosial dapat di lihat. Pada level yang cukup
spesifik, aksi dan interaksi dari pelaku sosial dapat diteliti pada hubungan langsung diantara usulan
tekhnologi akuntansi dan implementasi dan dampak yang ditimbulkan. Contoh memasukkan laporan nilai
tambah (Burchell et al.,1985) dan akuntansi biaya (Loft,1986). Diskusi ini menuju kepada hubungan
sosial-akuntansi dari perspektif yang lebih luas : sebagaimana kritik dari milieu dari mana sistem sosial
berasal, itulah asumsi yang mendasar dan ideology yang mendasari dan untuk motivasi yang lebih besar,
aksi dari pada pelaku sosial. Sebuah kritik pada meta-level ini menyangkut kondisi kondisi yang mana
membuat kemungkian reproduksi dan tranformasi masyarakat. Melalui sebuah pengujian sosial
kontemporer, ekonomi dan isu politik, memaksudkan untuk memproduksi sebuah kritik yang diusulkan
yang secara potensial mampu membantu didalam evaluasi rasional dari kehidupan seseorang dan susunan
sosial dan memotivasi perubahan dalam praktik dan kebijakan yang dianggap tidak rasional dan
menindas.

Jika seseorang menerima dominasi kekuatan kapitalis didalam Negara Negara kapitalis besar, Akuntansi
yang dipraktikkan dinegara ini adalah sebuah tekhnologo kapitalisme, dipandang lebih dari sebuah
tekhnikal, aktivitas free-context, ditentukan oleh kekuatan kapitalis dan di anjurkan oleh ideology
professional (Braverman, 1974;Tricker, W8; Clegg and Dunkerley, 1980;Lehman and Tinker,
1987). Gilling, sebagaimana dilaporkan oleh Rurchell et al. (1985), mendefinisikan "professional
ideology" sebagai berikut:

Semua profesi memiliki ideology yang mendefinisikan, yang mana dalam pengertian umum membangun
sebuah pola pemikiran and cara pandang pada dunia profesi tersebut. Pola pemikiran ini mendefinisikan
aktivitas daripada profesi, permasalahannya dan cara cara pendekatan yang sesuai untuk masalah ini.
Perilaku profesi terhadap lingkungan adalah masalah persepsi dari lingkungan itu. Sekali sebuah citra
llingkungan itu dibangun, perilaku akan ditentukan oleh citra dan kerangka dari lingkungan yang
dibangun itu (p.69).

Sementara gilling focus kepada Isu isu tekhnik (Misal biaya hirtoris, biaya penggantian, biaya saat
ini), maupun prinsip akuntansi dan praktik. Definisi ini juga Menjelaskan dominasi ideology kapitalis
pada profesi akuntansi. Melanjutkan metapora, ini adalah permukaan cermin yang terdistorsi darimana
kita mendapatkan perspektif kita.

Penggambaran akuntansi sebagai sebuah teknologi yang ditentukan secara sosial tidak mengecualikan
atau membuang dimensi sosial dari akuntansi. Sebaliknya, itu mengakui secara eksplisit realitas yang
sering terabaikan bahwa sistem sosial berasal dari sumber Dominasi-kapitalis. Secara teknik, faktanya,
didominasi oleh sosial, kemudian secara subustansi dan secara ideology, memaksa kemungkinan
manifestasi teknologi. Didalam konteks ini, akuntansi secara fundamental ditujukan untuk melindungi
dan menambah control kapitalis pada kekayaan produksi.

Apa yang terjadi adalah sebuah penyimpangan dari daerah yang belum terpetakan untuk mengembangkan
daerah itu untuk yang mana domain akuntansi di peruntukkan, atau dapat menguntungkan, atau dapat
menguntungkan yang mana, sebuah ilmu sosial kritik. Rincian pembahasannya adalah sebagai berikut.
Asumsi filosofis mendasari funsional dan pandangan kritik sosial-science dari akuntansi dipaparkan dan
dibandingkan. Kerangkan kritik sosial-science di paparkan, sepanjang pembatasan yang melekat padanya.
Kemudian, sebuah kritik untuk akuntansi disampaikan dalam pencerahan pandangan kritik sosial-science.
Secara rinci teori kritik sosial-science dikeluarkan untuk mengevaluasi dua teori akuntansi yang ada.
Penyimpangan terletak pada point ringkasan wawasan mengenai keuntungan dan masukan untuk rencana
masa depan.

Akuntansi dan ilmu sosial kritik

Membawa perubahan dalam tatanan sosial

Asumsi filosofi
Pertama, kita butuh untuk mendetailkan perspektif ontology, epistemology, dan metodologi dari ilmu
sosial kritik dan membandingkannya dengan yang mendasari pandangan non-fungsional dari akuntansi.
Burrell and morgan (1979) mempersembahkan kegunaan, meskipun agak simple, perbandingan tipologi
yang menjelaskan dengans singkat dibawahnya. Kuadrant dibentuk oleh dua dimensi subyektif-obyektif
dan perubagan peraturan-radikal,
merepresentasikan empat kelas paradigm : fungsionalisme, interpretivisme, humanisme radikal, dan
strukturalisme radikal.
fungsionalisme : adalah teori filsafat yang menganggap fenomena mental dalam kesatuan dinamis
sebagai suatu sistem dari fungsi untuk pemuasan kebutuhan yang sifatnya biologis. Fungsionalisme
adalah sebuah pemikiran yang tidak menolak substansi imaterial, tetapi menyatakan bahwa pada
akhirnya semua substansi bersifat material.

Fungsionalisme melihat masyarakat sebagai sebuah sistem dari beberapa bagian yang saling
berhubungan satu dengan lainnya. Satu bagian tidak bisa dipahami terpisah dari
keseluruhan. Dengan demikian, dalam perspektif fungsionalisme ada beberapa persyaratan atau
kebutuhan fungsional yang harus dipenuhi agar sebuah sistem sosial bisa bertahan.

Interpretivisme: intepretasi memaknai suatu fenomena, berbeda beda. Menekankan cara pandang,
pemahaman, dan makna
https://pubon.blogspot.co.id/2013/02/pengertian-interpretive.html
humanisme radikal: berbuatan kasar yang menentang nilai dan norma, berpegang teguh pada
prinsip
http://www.pengertianmenurutparaahli.net/pengertian-radikal-dan-contohnya/

Penganut paradigma strukturalis radikal seperti kaum humanis radikal memperjuangkan perubahan sosial secara
radikal tetapi dari sudut pandang objektivisme. Pendekatan ilmiah yang mereka anut memiliki beberapa persamaan
dengan kaum fungsionalis, tetapi mempunyai tujuan akhir yang saling berlawanan.

Melanjutkan mirrorphorical methapor, paradigma memunculkan perbedaan pencerminan yang


terdistorsi. Permukaan ilmu sosial kritik ditempatkan pada kuadrant humanism radikal dan paradigm
obyektif. Permukaan yang mana akuntansi dipandang secara dominan, ditempatkan di kuadrant
fungsionalis. Humanisme radikal diprediksi pada realisasi subyektif dari dunia kehidupan seseorang dan
kebutuhan untuk mengatasi kondisi dehumanisasi yang mencegah keserakahan diri. Asumsi obyektivisme
yang sebab akibat umum, berdasarkan bebas konteks, perhubungan dapat dirinci melalui observasi
sistematis. Mengembangkan kualitas hidup di wujudkan melalui mengendalikan lingkungan hidup dan
dengan mengidentifikasi dan memanipulasi sebab dan akibat hubungan.

Empat Gambaran prinsip (rekaman masa lalu, realitas ekonomi saat ini, sistem informasi, komoditas
ekonomi) diidentifikasi oleh Davis et al. (1982) sebagai kepemilikan akuntansi keuangan terbentuk
sungguh didasarkan pada fungsionalisme. Review dari Hopper dan Powell (1985) dan Laughin dan Lowe
(1989) mengilustrasikan dominasi dari fungsionalisme dalam akuntansi manajemen. Sementara terdapat
pertumbuhan jumlah orang, terutama peneliti-peneliti, yang mendukung perspektif yang berbeda (see
chua 1986) ), Hopper and Powell (1985) and Hopper, ,Cltorey and Willmont (1987) for reviews), mereka
memiliki dampak sedikit, terbaru, pada wilayah teori akuntansi dan bahkan kurang pada praktik
akuntansi. Alasan dari perbedaan pandangan ilmu sosial kritik dari akuntansi dan pandangan obyektif dari
akuntansi dapat diilustrasikan dengan membandingkan asumsi filosofi dasar meraka yang ditampilkan
pada table I.

Ontologi mengacu pada apa keinginan alam dan realitas. Realisme, fundamental untuk obyektifisme dan
kemudian untuk mengadakan teori akuntansi, mengusulkan fakta eksistensi adanya dunia luar, dan
kebebasan dari kognitif. Nominalisme tidak demikian. Epistemologi mengacu pada cara dan proses
mengetahui. Dari perspektif obyektif, akuntansi sangat berkubu pada positivism dan kemudian melihat
pengetahuan dari fisik dan dunia sosial menambahkan melalui akumulasi aktivitasnya oleh peneliti,
meneliti hubungan konsistenti dan sebab-akibat. Anti positivism, Perspektif epistemology dari ilmu sosial
kritik, melihat dunia sosial secara relativitas dan tidak mengakui hubungan sebab akibat pokok secara
umum; pengetahuan diperoleh dari pengalaman melalui participant aktif di dunia sosial. Terminologi,
sifat dasar manusia, yang digunakan burrel dan morgan, mengacu kepada dampak lungkungan bagi
kehidupan manusia. Pokok voluntarisme yang mana manusia mandiri, dengan kebebasan keinginan untuk
bertindak sesuai dengan yang mereka pilih. Mendalilkan determinisme yang mana tindakan manusia
didikte oleh lingkungan luar. Metodologi, Sebuah cara dimana invetigasi dilakukan, yang bergantung
kepada posisi pengambilan dan tetap mengahormati asumsi filosofis yang lain. Perspektif realis, positivis,
deterministic menggunakan metodologi monothetic yang mengutamakan protokol sistematik dan teknik
dalam memperoleh pengetahuan didunia sosial. Jika posisi alternative dipakai, pendekatan ideograpic
focus pada subyektif, historical, Akun individu dan bahkan penggunaanya. Orientasi sosial mengacu pada
kecenderungan kekuatan dinamis dalam masyarakat. Keadaan normal (status quo) menganggap bahwa
momentum masyarakat mengarah kepada keseimbangan dan keadaan tetap. Konflik dianggap sebagai
kekacauan local sementara. Perubahan radikal, di sisi lain, melihat masyarakat sebagai pergerakan yang
menuju kepada perubahan, menanggulangi status quo, konflik dilihat sebagai cerminan ketidaksamaan
yang melekat dan pertentakan dalam pemberlakuan struktur sosial.

Paradigma fungsionalis adalah perspektif dominan dalam melihat akuntansi, maupun salah satu yang
dominan dalam ilmu sosial. Bahasa yang kita sedang pikirkan, dan komunikasikan, akuntansi adalah
fungsionalisme. Hal ini menciptakan kesulitan dalam membingkai ulang akuntansi dalam postur ilmu
sosial kritik. Bagaimana seseorang mungkin merasa akuntansi atau ilmu lain sebagai anti-positive,
nominalis, voluntaristik atau ideograpik? Tidak hanya akan bertentangan dengan pelatihan kita, itu
menentang perasaan universal kita tentang sesuatu; subyektif tidak saintis. Konsepsi ini juga mengikuti
penerimaan umum yang tak terjawab dari model ilmu fisik ketika lebih tepatnya seseorang mencari uraian
akuntansi, dan ilmu sosial secara umum.

Akuntansi dari perspektif fungsional diprediksi pada ide yang mana keadaan berubah, biasanya dikenal
sebagai kejadian ekonomi, atau transaksi, telah terjadi. Dasar yang mendefinisikan apa yang membuat
atom yang paling fundamental dari akuntansi berhenti didalam, dan didikte oleh, Sistem ekonomi
masyaratkat yang dominan. Proses identifikasi, mengukur, dan mengkomunikasikan (diimplementasikan
secara operasional sebagai praktik dan prosedur akuntansi) diuraikan didalam konteks ini. Kepentingan
control didalam sistem ekonomi dominan, memperoleh kekuatan sebagai hasil daripada sistem,
mengendalikan spesifikasi aktivitas akuntansi. Kemudian, saya menemukan itu sedikit mustahil bahwa,
kecuali dengan cara tidak langsung, akuntansi focus kepada mengekspos kelemahan dari sistem
es3ekonomi seperti didalam cara yang akan menyumbangkan kritik untuk evaluasi rasional susunan
sosial.

Jika akuntansi tidak dilihat secara berlanjut melalui cermin ilmu sosial kritik, mungkin itu dalam
keperluaanya pada perspektif ini. Sesi selanjutnya mempersembahkan sketsa yang diajukan dari ilmu
sosial kritik, dilihat sebagai replica teori kritik, set forth by Fay (1987). Keterbatasaanya juga
didiskusikan. Akuntansi lalu dianalisa didalam kerangaka ilmu sosial kritik ini.

Ilmu Sosial Kritik


Sebelum mempresentasikan kerangka konseptual Fay, Alangkah lebih tepatnya untuk menempatkan
gagasan Ilmu sosial kritik dengan cara multiple non-fungsionalis pada akuntansi. Lagi, berdasarkan
klasifikasi Burrel dan Morgan (1979), literature interpretivis adalah cara non-fungsionalis yang paling
lazim untuk melihat akuntasi. Keutamaan, dan hubungan, paradigm memasukan phenomenology,
hermeneutika, etno-metodologi dan interaksionisme simbolik (Untuk reviews Akuntansi sebagai lihat
Chua (1986) dan Hopper dan Powell (1985). Mengutip Fay (1975), Chua (i.986) Kritis Sosial merangkum
tujuan aliran penelitian ini:

pengetahuan interpretatif mengungkapkan kepada orang-orang apa yang mereka dan orang lain lakukan
ketika mereka bertindak dan berbicara seperti yang mereka lakukan. Ia melakukannya dengan menyoroti
struktur simbolik dan dibawa-untuk-diberikan Tema yang pola dunia dalam cara yang berbeda.
ilmu interpretatif tidak berusaha untuk mengendalikan fenomena empiris, ia tidak memiliki teknis
aplikasi. Sebaliknya, tujuan dari penafsiran ilmuwan adalah untuk memperkaya pemahaman masyarakat
makna dari tindakan mereka, sehingga meningkatkan kemungkinan komunikasi timbal balik dan
mempengaruhi. Dengan menunjukkan apa yang dilakukan orang, itu memungkinkan kita untuk
menangkap bahasa baru dan bentuk kehidupan (p. 615)

Seperti ilmu sosial kritis, tawaran interpretivist dengan subyektif,


dunia sosial dipahami dari konteks aktor sosial. Namun, tidak seperti kritis
ilmu sosial, perspektif ini tidak mempertanyakan dasar-dasar sosial
lingkungan di mana ia dikandung dan dipelihara:

sedikit pertimbangan. . . diberikan kepada bagaimana kolektif sosial dan politik yang lebih luas
bergeseran proses dimana "pemahaman akal sehat" dibagi oleh orang lain (Hopp2r dan Powell, 1985,
hal. 93)

mengabaikan seperti melegitimasi dan menopang arus kapitalis sosial, ekonomi


dan tatanan politik, menghambat perubahan yang berarti (Hopper dan Powell, l985; Baritz,1960; Cooper,
1983; Tinker et al. 1982; Tinker, 1986). Maksud praktis ilmu sosial kritis, yang bertentangan dengan
posisi interpretivist, adalah untuk membawa tentang perubahan dalam tatanan sosial.

Pada tingkat lain, perbandingan antara interpretivisme dan ilmu kritis sosial
dapat diilustrasikan dengan kembali mengacu pada filosofi yang mendasari
asumsi. Voluntarisme adalah fundamental bagi keduanya. Penciptaan dunia sosial seseorang dari dalam
didasarkan pada asumsi ontologis dari nominalisme. ilmuwan sosial kritis itu, dan pada tingkat lebih
rendah interpretivist itu, menganggap :; bahwa individu dapat mengubah keberadaan mereka melalui
pemahaman diri. untuk ilmu sosial kritis , epistemologi dilihat dari dua tingkat. Untuk individu, kesadaran
diri menghasilkan aktivitas membebaskan dan keyakinan. Pada tingkat yang lebih umum, keterasingan
diri dipandang sebagai kondisi manusia yang umum, yang akan diperbaiki oleh kesadaran diri dan,
setidaknya pada tingkat abstrak, hubungan sebab-dan-akibat antara kesadaran diri dan "kebahagiaan"
diduga. Interpretivistr ~ juga membuat asumsi epistemologis anti-positivis tetapi tidak mengakui baik
komponen struktural dalam dunia sosial atau sentralitas emansipasi.
Selanjutnya, dari orientasi sosial, interpretivisme memandang stabilitas sebagai urutan hal, dengan
demikian, setidaknya secara implisit, memperkuat status quo. Pada sisi lain, ilmu sosial kritis berasumsi
bahwa kontradiksi sosial dan ketidaksetaraan memotivasi perubahan radikal sehingga mengatasi status
quo.

Status quo : mempertahankan Negara , tanpa merubah, dan tetap pada keadaan sebelumn ya
http://www.definisimenurutparaahli.com/pengertian-status-quo/

Karya Hopper et al. (1987) memberikan contoh dari persepsi direproduksi oleh permukaan reflektif
alternatif. Mereka menggunakan teori kerja-proses
sebagai dasar untuk kritik mereka. Pendekatan kerja-proses mengasumsikan bahwa realitas organisasi
berasal dari perjuangan kelas, yang bertentangan dengan pandangan rasional fungsionalis dan perilaku
kooperatif. Realitas Organisasi adalah salah satu konflik yang timbul dari "antagonisme yang mendasar
antara modal dan tenaga kerja.

Interpretivist mengakui subjektivitas dan ketidakpastian yang dihadapi oleh pelaku namun tidak
mengakui dari mana ini termotivasi. Dengan demikian, fokus analisis bergeser dari tingkat yang relatif
"mikro" (individu, subunit dan sistem) untuk fungsionalis, untuk "tanda kurung" interaksi sosial untuk
interpretivist itu, untuk asal-usul konstruksi sosial bagi mereka dengan radikal (tenaga kerja-proses)
perspektif.

Meskipun ada kesepakatan dasar untuk kebutuhan praksis sosial, ada keragaman besar dalam apa
yang sering disebut dengan teori radikal yang membawa lebih alami ke dalam penelitian akuntansi kritis.
Dapat dikatakan bahwa sebagian besar "penelitian akuntansi penting" saat ini telah mengadopsi,
setidaknya untuk beberapa sejauh, posisi strukturalis radikal. Sementara belum tentu didasarkan pada
materialisme, pekerjaan ini cenderung untuk peduli dengan efek kekuasaan dan keistimewaan karena
mereka berasal dari eksploitatif sosial, politik dan ekonomi struktur dan dengan demikian memiliki
perspektif jelas lebih deterministik. [Lihat Hopper dan Powell (1985), Chua (1986) dan Hopper et al.
(1987) untuk diskusi dan ulasan dari literatur akuntansi.

Ilmu sosial kritis berakar pada teori kritis, sehingga fokus pada subjektif, tindakan pemberdayaan
sukarela individu anggota masyarakat di membawa tentang individu, dan dengan demikian sosial,
emansipasi. Ilmu sosial kritis didasarkan pada "humanistik diri keterasingan" dan dirancang "untuk
menjelaskan social kehidupan pada umumnya atau contoh tertentu dengan cara yang ilmiah, kritis, praktis
dan non-idealis ". Istilah ilmiah mengacu, untuk" komprehensif penjelasan dalam hal beberapa prinsip
dasar yang tunduk kepada publik bukti "; berarti kritis" persembahan evaluasi negatif berkelanjutan
tatanan sosial berdasarkan kriteria yang jelas dan rasional didukung ", dan praktis mengacu pada "situasi
beberapa anggota masyarakat yang diidentifikasi oleh teori untuk mengubah eksistensi sosial mereka
dengan cara yang ditentukan melalui pengembangan di dalamnya diri pengetahuan baru untuk melayani
sebagai dasar untuk transformasi tersebut ". ilmu sosial kritis adalah non-idealis dalam arti bahwa ia
"tidak berkomitmen dengan klaim baik bahwa ide-ide adalah satu satunya penentu 0: 'perilaku. . . atau itu
emansipasi hanya melibatkan semacam tertentu pencerahan atau bahwa orang mampu dan bersedia untuk
mengubah diri mereka pemahaman hanya atas dasar
kesepakatan yang rasional. .. "(Fay, 1987, hal. 26).

Meskipun ada perbedaan dalam fokus dan aplikasi (Held, 1980), perkembangan dalam teori kritis
dipandang sebagai pelengkap, yang berasal dari asal yang sama dan memiliki tujuan akhir yang sama
mencapai pencerahan manusia, pemberdayaan dan emansipasi melalui wahyu ant1 berubah dalam, dan
dibawa oleh, aktor sosial individu. Laughlin (1987, 1988a, b) telah diterapkan kerangka kritis berasal dari
karya Habermas (1984, 1988) dalam mempelajari evolusi dan perubahan sistem akuntansi. Habermas ',
dan karena itu Laughlin ini, fokus sentralitas bahasa dan perannya dalam masyarakat, sedangkan ilmu
sosial kritis, seperti diuraikan di bawah, mengambil perspektif kritis yang lebih tratlitional
revolutionaryfocused. ilmu sosial kritis seperti yang dijelaskan oleh Fay (1987, hlm. 3,1-7) adalah teori
tunggal terdiri dari empat bagian yang saling terkait, atau teori, terdiri dari sepuluh sub-teori berfokus
pada pemahaman interaksi antara praktek sosial dan lembaga-lembaga

HALAMAN 8
di satu sisi dan persepsi diri palsu di sisi lain, A garis besar umum disajikan pada Tabel I1 dan
dibahas di bawah.

I. Teori Kesadaran Palsu


A. kritik ideologis
B. Bagaimana diri kesalahpahaman diakuisisi dan dipelihara
C. Mengungkapkan alternatif yang unggul
II. Teori Krisis
A. Tentukan apa yang merupakan krisis sosial
B. Bagaimana krisis diwujudkan dan unremediable
C. Tentukan sejarah perkembangan krisis
III. Teori Pendidikan
A. Kondisi yang diperlukan dan cukup untuk pencerahan
B. Kondisi yang diperlukan untuk pencerahan yang akan diperoleh
IV. Teori Aksi Transformatif
A. Tentukan aspek sosial yang harus diubah
B. Rencana Detil tindakan
Tabel 11.
Garis Besar Kritis
Ilmu kemasyarakatan

Kategori pertama adalah teori kesadaran palsu dan mengikuti langsung dari diri kerenggangan
teori. Diri - teori keterasingan (p. 16) menyatakan bahwa sebagian besar orang tidak menyadari bahwa
eksistensi manusia dibagi menjadi dua bidang, yang manifest / biasa dan tersembunyi / luar biasa, dan
memahami diri sendiri dalam terang mantan. Karena hidup mereka terstruktur dengan cara ini, itu
adalah sia-sia frustasi dan unsatisfymg. Dinamika dasar kehidupan manusia dapat dipahami melalui
lingkup hiddent / extraordinary yang dapat dibuat jelas melalui shedding ilusi. Sebagai sphere ini
menjadi dasar keyakinan dan aktivitas, manusia hidup menjadi memuaskan seperti itu bisa. Sebuah
teori diri keterasingan seperti itu berkaitan dengan kritis alamat ilmu sosial cara pemahaman diri adalah
palsudan / atau tidak koheren dengan menjelaskan asal-usul kesadaran palsu serta keadaan yang
memungkinkan pengabadian nya. Ini tentu sejarah narasi kemudian menyebabkan perumusan alternatif
yang disukai dan menggambarkan keunggulannya dengan membandingkan alternatif dengan keadaan
sekarang. Untuk contoh, dalam teori Marx tentang masyarakat kapitalis, pemahaman diri orang ini yang
ditampilkan merupakan hasil dari hubungan sosial abstrak. Tatanan sosial kapitalis ditunjukkan
menyebabkan tatanan sosial palsu, dan ilusi yang dihasilkan terbukti berperan penting dalam menjaga
ketertiban itu. Tatanan sosial ini kontras dengan apa yang disajikan sebagai alternatif komunis superior.

Kategori kedua ilmu sosial kritis adalah teori krisis. Melengkapi kesadaran dari kesadaran palsu
individual, teori krisis menjelaskan sifat dan menyebabkan krisis yang melekat dalam sosial sistem. Hal
ini diasumsikan bahwa yang dominan, mengasingkan persepsi telah diabadikan oleh struktur sosial
yang berlaku. Sebuah teori krisis termasuk interpretasi sejarah tentang bagaimana interaksi antara
struktur sosial

HALAMAN 9
dan kesadaran palsu individu mengarah ke krisis. Dari perspektif struktural, apa yang dimaksud
dengan krisis sosial dispesifikasikan menyoroti kontradiksi mungkin. teori hasil untuk menjelaskan
kesadaran palsu bagaimana individu, dalam hubungannya dengan organisasi dasar masyarakat,
menyebabkan keterasingan dan ketidakstabilan sosial dan mengapa ini tidak dapat diatasi di bawah
tatanan sosial saat ini. Teori Marx kontradiksi sosial, berdasarkan kekuatan-kekuatan produksi,
menyediakan akun krisis. Menerapkan ini ke masyarakat kapitalis, ia menyarankan bahwa interaktif Efek
dari keuntungan jatuh dan polarisasi kelas akan menyebabkan meningkatnya kemiskinan para pekerja dan
monopolisasi modal. Sebuah sejarah render polarisasi kelas dan akumulasi modal, akhirnya menyebabkan
krisis, dilakukan dengan menelusuri evolusi produksi komoditas, kelebihan nilai-nilai dan antagonisme
kelas.

Kategori ketiga adalah teori pendidikan. Sebuah teori pendidikan membangun pada pemahaman
individu dan struktur sosial yang diperoleh melalui teori kesadaran palsu dan teori krisis. Sebuah
pemahaman diperoleh seperti apa orang percaya dan bagaimana keyakinan bersama perlu diubah. Sebuah
teori pendidikan mencoba untuk menentukan baik kondisi yang diperlukan untuk pencerahan
emansipatoris ini untuk direalisasikan dan mekanisme yang berguna dalam membawa sekitar. Ini
membutuhkan spesifikasi perlu dan cukup kondisi, mengingat anggota masyarakat kapasitas untuk
refleksi rasional. Sebuah teori pendidikan juga harus menentukan kondisi di yang orang akan paling
mungkin responsif terhadap analisis kritis, dan memberikan kriteria untuk menentukan jika dan ketika
kondisi ini hadir. teori Marx kesadaran kelas menggambarkan peran pendidikan dalam proses dimana
seseorang mengidentifikasi dirinya sendiri dengan kelas tertentu dan menjadi sadar dari ketegangan
terpecahkan timbul dari melekat, konflik kepentingan. Itu Peran partai komunis dalam mencerahkan dan
menyatukan kelas pekerja di oposisi untuk tatanan sosial saat ini ditetapkan. teori Marx tentang
menspesifikasikan sosialisasi perubahan kondisi dalam tatanan sosial saat ini, misalnya, serikat pekerja,
mekanisasi produksi, dan pekerja koperasi, semua yang membuat mungkin kesadaran kelas.

Kategori keempat adalah teori tindakan transformatif. Tiga pertama "Teori" diarahkan
menginformasikan dan memotivasi tindakan transformatif dengan mengungkapkan aspek-aspek
kehidupan yang harus diubah untuk mengatasi keterasingan. Orang disadarkan bahwa mereka harus
membawa ckanges ini di "modus hidup "jika mereka bergerak ke arah emansipasi. Sebuah teori
transformatif tindakan menetapkan rencana aksi yang menunjukkan bagaimana, dan oleh yang tindakan,
perubahan adalah untuk direalisasikan. Kondisi untuk perubahan yang diperlukan dalam persepsi diri dan
organisasi sosial, jika krisis sosial harus tepat diselesaikan, yang ditentukan, serta rencana rinci tindakan
yang menunjukkan siapa yang melakukan apa dan dengan cara apa rencana harus dilakukan. Marx
menyajikan teori praksis revolusioner yang mengharuskan lembaga-lembaga kapitalis seperti pribadi
properti, pasar dan negara digantikan oleh koperasi, tenaga kerja diarahkan mekanisme. Dia menjelaskan
strategi umum dimana mereka yang sudah tercerahkan (anggota partai) dapat membawa tentang
pendidikan dari target audiens (Pekerja) sehingga lembaga-lembaga yang menindas berubah sehingga
sosial Transformasi dapat dibawa [ll].

HALAMAN 10
Keterbatasan Ilmu Sosial Kritis Idealnya, ilmuwan sosial kritis memiliki tanggung jawab
mengungkapkan benar sifat keberadaan dan memotivasi sosial mengubah tindakan yang mengarah ke
emansipasi. Kekuatan akal manusia untuk memulai perubahan adalah dasar dengan gagasan ilmu sosial
kritis. Kejelasan visi mengarah ke emansipasi. Peri (1987) melakukan kritik terhadap ilmu sosial kritis
dalam upaya untuk membuat itu lebih praktis dan realistis dengan membawa ke pertanyaan yang
"komitmen ontologis dengan konsepsi aktivis manusia ". Gagasan nominalis bahwa ide-ide faktor-faktor
penentu perilaku satunya dipandang sebagai tidak lengkap, bahkan naif dalam beberapa keadaan ekstrim,
dan h i t s efek emansipatoris pencerahan "kritis". Dari perspektif epistemologis, akal manusia tidak
memiliki kemampuan untuk menyediakan diri kejelasan karena apa Fay sebut sebagai "opacity" dari
makhluk; yaitu, ketidakpastian yang melekat negara keberadaan serta historisitas manusia. Ini tidak
terlepas dari posisi anti-positivis tapi menunjukkan bahwa diperlukan "analisis rasional" yang dibutuhkan
oleh sosial kritis ilmu akhirnya didapat. Jika hal ini terjadi, tujuan emansipasi melalui pencerahan rasional
undefinable. Fay melanjutkan dengan mengatakan bahwa bahkan jika ini tidak terjadi, ilmu sosial kritis
cenderung tidak tepat menyamakan kebebasan dan kebahagiaan. Kebebasan tidak selalu menyebabkan
kolektif otonomi dan dengan demikian konsensus pendapat dan tindakan. Dia melihat ini sebagai besar
kekurangan dalam dasar-dasar epistemologis ilmu sosial kritis.

Keterbatasan fisik tidak diperhitungkan mungkin hambatan untuk emansipasi. Manusia terbatas
dalam kemampuan mereka untuk mencapai pemahaman keberadaan memuaskan mereka saat ini baik oleh
mereka sejarah dan / atau tradisional keadaan dan tubuh mereka, atau somatik, alam. Fay berpendapat
bahwa manusia selalu bagian dari bermain dari keberadaan. Sebagai peserta aktif, satu tidak bisa
melangkah keluar situasi saat ini; ini mengarah ke posisi bahwa sejarah dan tradisi tidak dapat diatasi.
Dengan "melangkah di luar" satu tidak sebenarnya dihapus tetapi tetap seorang aktor dalam. keterbatasan
ini membawa ke pertanyaan penting voluntaris asumsi manusia-alam. Dengan demikian, ilmu sosial kritis
ini sarana utama untuk mengatasi keterasingan dan penindasan melalui reflektif observasi dan evaluasi
sejarah dan tradisi, pada kenyataannya, bisa dioperasi. Selanjutnya, manusia menyerap sifat-sifat tertentu,
tidak melalui mental, tetapi langsung melalui fisik - melalui tubuh mereka. refleksi Mental bisa tidak
mengidentifikasi atau mengatasi disposisi tersebut. kekuatan eksternal juga sangat nyata halangan untuk
emansipasi. Kematian adalah obviation akhir yang lebih memuaskan kehidupan. Fay berpendapat bahwa
pengenaan mutlak tersebut bertentangan dengan, setidaknya secara implisit, Sifat diad penindasan.

Fay adalah alasan bahwa ontologis, epistemologis dan manusia-alam asumsi yang mendasari ilmu
sosial kritis harus diakui olly sebagai perkiraan realitas dan dengan demikian ada keterbatasan utama.
manusia tunduk kekuatan deterministik di alam, dalam sejarah dan dalam mental mereka sendiri dan
makhluk fisik yang membatasi kemungkinan utopis ilmu sosial kritis. Namun, ini tidak benar-benar
meniadakan nilai tapi menunjukkan bahwa keterbatasan harus diakui dalam upaya menuju pencerahan
manusia, pemberdayaan dan emansipasi.

HALAMAN 11

Ilmu sosial kritis, seperti yang disajikan di atas, termasuk anggapan dari kemungkinan meta-teori.
interpretivist mungkin menantang anggapan ini (Burrell dan Morgan, 1979). Interpretivisme terutama
berkaitan dengan memahami "kehidupan sehari-hari" dengan berfokus pada pembuatan rasa individu, dan
bertindak dalam nya keadaan ini. Setidaknya, di beberapa perantara tingkat, setiap situasi dipandang
sebagai produk dari penggabungan masa lalu dan sekarang untuk menghasilkan momen yang unik [l2].
Dengan demikian, upaya untuk mengembangkan generalisasi di bentuk meta-teori menghambat bidang
visi. ilmu sosial kritis juga berfokus pada individu, tetapi memandang meta-teori meningkatkan
pemahaman, dan sebagai bagian integral dalam menempatkan individu dalam nya sosial, historis dan
konteks politik. Sebagai konteks ini dianggap, asal-usul kesadaran palsu yang terungkap. Sebagai asal ini
menjadi jelas bagi individu, proses emansipasi dimulai [l3]. ilmu sosial kritis terbatas, dari interpretivist
perspektif, oleh sejauh mana seperti meta-teori yang kemungkinan.

Kritik Akuntansi

banding ilmu sosial kritis saat ini adalah dalam kritik ini memberikan alasan untuk mempertanyakan
pandangan fungsionalis dominan penyelidikan, memahami dan nilai. Misalnya, kritik semacam itu
mungkin mengungkapkan bahwa pengamatan yang berapi-api adalah, pada kenyataannya, tidak mungkin
(Habermas, 1984, 1988;. dan Harre et al, 1985), sehingga menunjukkan kekeliruan besar dalam dasar-
dasar epistemologis akuntansi. Sebuah kritik akuntansi dapat membawa perbedaan tersebut terhadap
cahaya. Sayangnya, ilmu sosial kritis tidak memberikan obat mujarab. Memang, bagaimanapun,
mengekspos asumsi yang mendasari atas mana akuntansi dibangun.

Aplikasi untuk Teori Akuntansi yang masih ada Dua teori akuntansi yang masih ada dilihat
melalui permukaan reflektif dari ilmu sosial kritis. Pertama, diusulkan oleh Mattessich (1964), adalah
turunan filsafat fungsionalis dalam sistem ekonomi kapitalis. Dengan demikian, teori tidak peduli dengan
mengatasi alienationbut hanya dengan proses teknis penilaian, di mana penilaian didefinisikan sebagai
nilai obyektif berdasarkan marginalist konsep ekonomi. Berikut perspektif akuntansi tradisional, ada tidak
ada kesadaran kesadaran palsu, krisis, pendidikan atau tindakan transformatif. Tidak ada pengakuan baik
sosial kecuali dalam terdistorsi, keyakinan miring bahwa semua yang terbaik dilayani oleh mengabadikan
sistem kapitalis. Mattessich panggilan untuk akuntansi untuk diintegrasikan ke dalam bidang manajemen
ilmu, yang meliputi ekonomi dan metode analisis administrasi badan dan manajemen. Awalnya,
Mattessich membuat laporan yang agak menggembirakan yaitu Laporan dari perspektif sosial-ilmu kritis.
Sebagai contoh,

Masalah ekonomi kepala paruh kedua abad kedua puluh mungkin akan ditandai sebagai pencarian
surveyability, untuk klarifikasi tujuan, untuk membuat lebih mudah dikelola aparat ekonomi raksasa yang
mengancam untuk menundukkan manusia dan memutarbalikkan pikiran (p. 13).

Bahkan terdengar Marcusean. Mattessich melanjutkan dengan meratapi sulit tanggung jawab eksekutif
bisnis ulserasi, tapi wujud tidak ada perhatian untuk

HALAMAN 12
konstituen lainnya. Namun, mengingat penerimaan dipertanyakan Akuntansi manajemen sebagai ilmu
sebagai dasar yang sesuai untuk mengembangkan teori akuntansi, tidak mengherankan bahwa teori ini
sangat terperosok dalam konteks akuntansi teknologi standar fungsionalisme dan mencerminkan terkait
yang mendasari asumsi-asumsi filosofis. Seperti berpendapat sebelumnya, asumsi ini tidak memupuk
kritik sosial-ekonomi.

Mattessich mengusulkan "umum" seperangkat asumsi dasar yang melahirkan aksioma di mana
akuntansi sebagai "disiplin berkaitan dengan quantilative yang deskripsi dan proyeksi sirkulasi
pendapatan dan kekayaan agregat "(p. 19) dapat dibangun. Akuntansi kemudian menyusun kembali dalam
logika teori set (Lihat Mattessich ini Lampiran A). Apa yang diusulkan adalah teknologi "lebih baik"
didasarkan pada seperangkat fundamental asumsi dasar yang memungkinkan untuk alternatif representasi
konsisten dengan fartors lingkungan ekonomi yang berlaku. Apakah ini teknologi "lebih baik" membantu
dalam evaluasi rasional angkat seseorang: dan tatanan sosial, memotivasi perubahan dalam praktek dan
kebijakan yang dianggap irasional dan menindas? Mengingat basis fungsionalis nya, kemungkinan kecil.
representasi Mattessich tampaknya mempertahankan kesadaran palsu oleh objectifying hierarki
konstruksi sosial dan dengan demikian menetapkan mereka sebagai sesuatu yang terpisah dan berbeda
dari pencipta dan perpetuators mereka.

Asumsi dasar Mattessich dievaluasi dari perspektif kritis menunjukkan bahwa teori terutama
menghasut dan melanggengkan dominasi. Asumsi pertama, nilai moneter, adalah reduksionis, seperti
sebagian besar yang lain, menetapkan bahasa yang diijinkan untuk artikulasi nilai. dengan membatasi
bahasa diskusi, hubungan sosial yang abstrak dan objektifikasi dan dengan demikian menjadi dilihat
sebagai suatu lingkungan obyektif dan tidak dapat diubah, di mana semua Aksi berlangsung. Hal ini
mencerminkan pengurangan tenaga kerja manusia ke manusiawi nilai komoditas. interval waktu
memungkinkan untuk terus-menerus untuk dilihat discretely, tetapi dengan tidak ada perhatian untuk efek
distorsi tersebut. waktu berarti segmen ditugaskan makna oleh kebutuhan untuk "akuntansi" dari surplus
diekstrak dari alat-alat produksi. Struktur mewujudkan set kelas hierarki mencerminkan "signifikan"
kategori entitas. Tidak ada pertimbangan pengaruh struktur pada diri bagaimana manusia dianggap, atau
melihat sendiri, dalam konteks ini. klasifikasi sosial dibangun secara diobjektifikasi dan dilegitimasi oleh
hirarki struktural formal. Duality membatasi relevan informasi yang terkait dengan transaksi untuk
klasifikasi dalam prespecified Struktur (account) dan spesifikasi waktu (tanggal). Tidak ada atribut lain
atau interpretasi diizinkan. Agregasi mengurangi komponen sistem, lanjut memisahkan alat-alat produksi
dari orang-orang yang mengendalikan mereka. Ekonomis benda nyata (barang dan jasa) atau keuangan
(klaim) objek dengan nilai dan / atau sifat fisik berubah. asumsi dasar ini membatasi perspektif untuk
komoditas, jasa dan klaim keuangan. Ini melembagakan pemisahan tenaga kerja dari modal dan sarana
produksi. Dengan berfokus pada "objek", "tanah" menjadi kabur. 'Demikian, tidak ada "individu", dan
jauh lebih sedikit "diri", dalam membangun ini. Perubahan dianggap hanya dalam lingkup objek ekonomi.
Perubahan sosial akan dianggap hanya secara tidak langsung, dan tercermin, dalam objek ekonomi

dan penilaiannya. Ketidakadilan dalam hal moneter adalah pernyataan teknologi berkaitan dengan
masalah penilaian yang terkait dengan langkah-langkah yang tidak stabil, tetapi merupakanPernyataan
yang secara implisit berasal dari kebutuhan informasi kapitalis.agen ekonomi membatasi tindakan yang
dianggap manusia untuk ekonomikegiatan dan klasifikasi kelompok untuk mereka yang memiliki makna
terutama dalamkonteks ekonomi marginalist (pemilik, manajer, karyawan). Entitasdiakui sebagai lembaga
sosial tetapi atribut ekonomi hanya diakui. transaksi ekonomi merupakan fenomena empiris dalamarti
positif dan mereka mewakili komponen fundamental akuntansi.Satu-satunya karakteristik yang
berhubungan dengan perubahan dalam objek ekonomi.
Sisanya "asumsi dasar" yang ditetapkan sebagai hipotesis memilikikemungkinan mengambil
banyak nilai, yang mana tergantung pada situasi tertentuuntuk dipertimbangkan. Yang mana "asumsi"
teknis "aturan" untuk menerapkansistem diberikan sepuluh asumsi dasar pertama. Penilaian menyangkut
nilai-nilaiditugaskan untuk transaksi akuntansi. Realisasi ini menunjukkan kapan nilaiditugaskan.
Klasifikasi berkaitan dengan mana transaksi akuntansi berada dalam sistem. Data masukan berkaitan
dengan bentuk di mana data sistem yang masuk berdurasi panjang "periode akuntansi". Hal ini
mengacukemampuan untuk mengkonsolidasikan sistem. kekhawatiran materialitas "jika dan ketika"
atransaksi yang akan dimasukkan. Alokasi berkaitan dengan entitas dekomposisi kesubentities.
kerangka yang diusulkan Mattessich berfokus pada penilaian dan tidak mengandung dasaruntuk
kritik dari pengaturan ekonomi, sosial atau politik. Ekonomi sistem dipandang sebagai yang berdaulatdan
peran akuntansiuntuk memahami danmengakomodasi sistem ini. Ini secara implisit mengasumsikan
bahwa teknologi adalah konteks yang bebas sehubungan dengan masalah moral atau etika yang terkait;
Teknologi mencerminkanrealitas terlepas dari pengaruh politik dan budaya. Mattessich
menunjukkanapresiasi masalah ini. Dalam pembahasan Sprouse dan Moonitz ini (1962)
pengertiannetralitas, Mattessich menyatakan bahwa:
tidak pernah bisa menjadi apa pun tetapi "netralitas" dipengaruhi oleh sudut pandang tertentu
dan biasanya lebih atau kurang terhadap satu atau tujuan lainnya, terbaik "netralitas" yang
beratnya (menurut untuk pertimbangan nilai tertentu) dengan pentingnya fungsi yang mendukung
atauyang tidak mendukung(p. 176).

Selanjutnya, dalam membahas penilaian dari perspektif ilmu manajemen,Mattessich menyatakan bahwa:
wawasan penilaian membutuhkan spesifikasi konteks serta dari tujuan,mendapatkan bukti bahwa
laporan keuangan yang dibuat akuntan memang sebagai alat dogmatis. Situasi ini dapat
diperbaiki hanya jika ada kemungkinan untuk memperbarui laporan keuangandenganpernyataan
skala nilai yang mencakup suatu rentang tujuan dan konteks yang umumuntuk semua situasi
bisnis (p. 215).

Sayangnya, Mattessich memiliki pandangan yang agak sempit dan sangat tidakkreatif dalam menentukan
nilai skala. solusi yang disarankan nya hanya menumpuk padalebih teknologi dengan asumsi-asumsi
filosofis yang sama-sama mendasari.Ontologis dan epistemologis sempitnya tidak meringankan.

Teori Mattessich ini mencerminkan sistem sosial-ekonomi yang berlaku dan dengan sarana untuk
mengabadikan kesadaran dalam mengenali adanya perspektif lain Kritis Sosialdari yang kapitalis yang
didominasi saat ini. Krisis, pendidikan dan Ilmu transformatifbukan bagian dari perspektif fungsionalis
dan pada kenyataannya disampingkan oleh iniTeori aksiomatik akuntansi. Dengan mengenali
foundatiolist fungsionalis danasumsi filosofis yang menyertainya, teori dapat diposisikan sehubungan
dengan potensi emansipatoris atau kekurangan teori itu.
Teori kedua diusulkan oleh Tinker (1985) dan menyarankana " Masalah baru akuntansi " yang
tampaknya bergerak ke arah akuntansiberdasarkan asumsi filosofis alternatif. bermasalah ini berada
diTeori Nilai kerja Marx dan, dengan demikian, dapat diklasifikasikan sebagai radikalstrukturalis. Dalam
hal ini, perbedaan utama antara fungsionalis yangperspektif adalah orientasi sosial. Proposal Tinker ini
didasarkan padakonflik struktural dan kontradiksi yang pada akhirnya menyebabkan mengatasi statusquo.
Perhatian diarahkan kontradiksi struktural dan terkaitteori akuntansi. Seperti yang ditunjukkan oleh
Laughlin dan Puxty (1986), Tinker bertujuanakuntansi yang secara sosial dan membangun sosial. Sosial
dibangun dalam teori nilai, dalam hal ini kasus ekonomi marginalist, memilikipengaruh dominan terhadap
teori akuntansi. Hal ini secara sosial membangun transaksi pertukaran ekonomi dipahami dalam teori
akuntansi. Pengaruh kapitalisme, diartikulasikan melalui ekonomi marginalist, terbukti mendominasi
interpretasi yang berlaku dari ekonomitransaksi valuta. Akibatnya, sebuah "pertukaran yang sama ''
didefinisikan secara sosialkarena status istimewa dari dimensi pertukaran ekonomi yang dipilih,
ataukelompok yang baik.
Logika di mana proposal Tinker didasarkan mencerminkan kritikmasih ada akuntansi berbasis
marginalist dan menyarankan mengadopsi "teori alienasinilai "sebagai dasar untuk mengembangkan
teknologi akuntansi. Yang digambarkan dari Marxis pemikiran ekonomi politik, Tinker mengusulkan
bahwa akuntansi, dan masyarakat untukhal ini, harus dilihat dari perspektif keterasingan antara kelompok
masyarakat. Akuntansi dipandang sebagai salah satu dari banyak lembaga kepercayaan pembentuk
yangtegas terletak dalam konteks sosial dan historis. Dalam hal ini sistem teknologi yang dihasilkan dan
mengabadikan keadaan palsukesadaran. Akuntansi adalah teknologi atau "logika untuk mengambil alih
bahanproduksi melalui pertukaran ekonomi ", karena itu mencerminkan berlakuideologi. Akuntansi
"berarti ideologis karena memfasilitasinilai tambah, sebuah proses yang tidak memiliki landasan yang
logis[l4]. "Tanpa landasan tersebut, akuntansi diungkapkan sebagai sebuah ideologi,cara rasionalisasi atau
menjelaskan ketepatan produksidari satu kelas sosial oleh anggota lain ". Jadi, itu adalah" seorang
intelektual danalat pragmatis dalam dominasi sosial "(hal. 100).
Dalam mengusulkan sebuah sistem akuntansi berbasis pada teori keterasingan nilai,Tinker
berpendapat bahwa ukuran sistem akuntansi kontemporer, dan mengungkapkan,indeks akumulasi
kekayaan tetapi tidak peduli dengan masalah distribusi.Selanjutnya, "semua masalah akuntansi benar-
benar masalah apropriasi labadan keterasingan "(hlm. 170). Keterasingan didefinisikan sebagai" ketepatan
manusia

esensi "atau" hambatan untuk pertumbuhan manusia dan developmert 'yang "seringtercermin dalam
pertukaran yang tidak seimbang "(hlm. 172). Tinker mengklaim bahwa saat initidak ada cara untuk
mendeteksi "ketidakadilan dan perampasan dalam pertukaran." Ini memerlukan menentukan apakah
transaksi merupakan pertukaran yang sama atau satu eksploitatif. Dia membayangkan praktik akuntansi
menyediakan sarana untuk menyelesaikan konflik sosial, menilai hal pertukaran antara sosialkonstituen,
dan arbitrase, mengevaluasi, dan mengadili pilihan sosial. Untuk mencapai hal ini, definisi transaksi
ekonomi diperluasdengan "pengalihan kapasitas untuk mempengaruhi baik manusia". Setelah ini,Tinker
bertujuan untuk '' berevolusi struktur teoretis baru untuk akuntansi mampumengadili nilai sosial transaksi
"(hlm. 136).
"Masalahketerasingan hirarki " disajikan dan cocok dengan hirarkisistem akuntansi. Pada tingkat
terendah adalah kekayaan mis-spesifikasi keterasingandan digabungkan dengan akuntansi marginalist-
entitas. Berikutnya adalah keterasingan fidusia, dicocokkan dengan akuntansi konvensional. Intra-kelas
dan keterasingan mengakibatkan meningkatnyaditentukan dan berkaitan dengan akuntansi sosial-
konstituen. keterasingan di bawahkapitalisme adalah tingkat atas dari hirarki masalah. Dengan
menggunakan teori tenaga kerjanilai, akuntansi emansipatoris adalah satu-satunya alternatif yang dapat
mengungkapkanketidakadilan yang melekat dalam kapitalisme, karena melampaui marginalist
yangkendala yang melekat dalam sistem akuntansi lainnya.
Sejak Tinker mendasarkan sistem akuntansi emansipatoris pada teori Marxnilai, satu mungkin
berharap ada menjadi banyak korespondensi antaradan ilmu sosial kritis. teori Marx tentang kesadaran
palsu menyatakan bahwadalam masyarakat kapitalis pemahaman diri adalah hasil dari hubunganabstrak
sosial.Orde kapitalis dan menghasilkan ilusi yang terbukti berperan dalammenjaga ketertiban sosial.
Tinker khusus melakukan kritik ideologidan, dalam melakukannya, mengidentifikasi menyesal
kapitalistik marginalisme sebagailandasan teori yang mendasari akuntansi konvensional. Self-
kesalahpahamandiperoleh dan dipelihara sebagai salah satu memandang diri sendiri sebagai marginalist a.
(Hasilindoktrinasi sosial.) Cara berpikir menjadi diwujudkan dalam kriteriadigunakan untuk
mengevaluasi sistem kepercayaan yang berkaitan dengan kekayaan dan distribusi pendapatan.Orang
mungkin berpendapat bahwa ini merupakan salah satu komponen atau dimensi, mengabadikankesadaran
palsu. Tidak menyelidiki ke kedalaman psikologis konsepseperti yang dibahas sebelumnya, tapi
setidaknya komponen permukaan yang berkaitan dengandomain ekonomi dari keberadaan seseorang.
(mungkin juga ditafsirkan sebagaipendidikan.) Tinker menunjukkan cara di mana pemahaman palsu
dankoheren, mengutip baru-baru ini '' akuntansi '' skandal sebagai bukti. Representasitransaksi pertukaran
ekonomi disajikan sebagai hasil dari nilai yang mendasariasumsi yang terkait dengan akuntansi
kontemporer. 'The ciri kapitaliskepemilikan properti dan kekuasaan yang berlaku struktur yang diusulkan
sebagai pencetusnyadan perpetuators dan dengan demikian dasar bagi teori Cosis dan
transformatiftindakan diletakkan. Sebuah alternatif yang unggul diusulkan dalam bentuk
emansipatorisakuntansi berdasarkan teori nilai Marx sebagai lawan akuntansi biaraberdasarkan teori
marginalist-nilai.
Sehubungan dengan teori krisis, Tinker mengasumsikan bahwa, seperti yang diusulkan oleh
Marx, kontradiksi sosial berdasarkan kekuatan-kekuatan produksi memberikanrekening yang krisis.

Dalam konteks akuntansi, krisis sosial didasari dari segi Akuntansi sebagai keterasingan dan
diwujudkan dengan cara transaksi pertukaran ekonomi yang Kritis Sosial dipahami, sebagaimana
tercermin dalam teori akuntansi yang pada gilirannya dipengaruhi oleh Ilmu teori yang berlaku nilai.
Setidaknya secara implisit, situasi tidak bisa diatasi tanpa perubahan dalam teori yang berlaku nilai.
Alokasi proporsional dan distribusi kekayaan yang dihasilkan dari polarisasi kelas dan monopolisasi
modal akan terus berlanjut, mengingat spesifikasi saat transaksi pertukaran ekonomi. Dengan menelusuri
perkembangan teori nilai ekonomi dan mengikat ke dalam pemikiran akuntansi dan praktik, rekening
sejarah keterasingan ditentukan.
Seperti teori kesadaran palsu, teori Tinker ini krisis konsisten dengan persyaratan dari ilmu sosial
kritis. Dua kategori terakhir, pendidikan dan tindakan transformatif, tidak secara eksplisit ditangani oleh
Tinker. Orang mungkin berpendapat bahwa buku itu sendiri merupakan upaya pendidikan; Namun, itu
tidak mengatasi kondisi yang diperlukan dan cukup untuk teori dibayangkan pencerahan juga tidak
membahas apakah kondisi perubahan yang diperlukan hadir. Tidak ada bimbingan, atau rencana aksi,
disediakan untuk bagaimana sistem akuntansi emansipatoris adalah untuk menggantikan akuntansi
konvensional dan bagaimana hal itu akan dilaksanakan.
Usulan Tinker adalah lebih selaras dengan perspectiw sosial-ilmu kritis daripada Mattessich ini.
Kedua penulis melihat nilai sebagai pusat dan kedua berpendapat bahwa ada masalah besar dengan
marginalisme sebagai dasar untuk teori akuntansi nilai. Mereka berbeda dalam bahwa Tinker
menunjukkan teori radikal yang berbeda dari nilai dan berpendapat bahwa marginalisme secara sosial bias
serta secara teoritis kekurangan. Mattessich, di sisi lain, kemajuan satisficing yang hanya "vulgar"
margilialism dan merupakan penyesuaian inkremental dengan relaksasi asumsi optimasi. Hal ini
memungkinkan Mattessich untuk merespon lebih baik untuk kritik akuntansi konvensional (mis Edwards
dan Bell, 1962; Churchman, 1961).
Kedua proposal mempromosikan teori umum nilai tetapi basis yang berbeda. Tinker mengusulkan
nilai kerja dan nilai surplus sebagai dasar sementara Mattessich melihat keuntungan, modal, sewa dan
upah sebagai komponen fundamental. Kedua penulis akan di arah yang berlawanan dengan rekomendasi
mereka. Mattessich memuji kebajikan ilmu manajemen dan ilmu ekonomi dan mengusulkan kerangka
kerja yang mewujudkan kuantifikasi reduksionis dari semua faktor produksi. Kerangka kerja ini tidak
membahas implikasi moral atau etika distribusi kekayaan, hanya kekayaan representasi dalam fokus
relatif sempit. Tinker berfokus pada kebutuhan untuk memberikan informasi tentang distribusi kekayaan
dan mengakui masalah keterasingan yang mendasari. Mattessich mengusulkan multi-presentasi
pernyataan nilai yang mewakili asumsi valuasi yang mendasari yang berbeda (yaitu biaya historis,
perubahan harga-tingkat, biaya penggantian). Tinker mendefinisikan nilai dari perspektif sosial dan
meminta bahwa itu menjadi representasi dari hubungan mengasingkan (yaitu rasisme, seksisme,
classism). Dua sistem yang diusulkan dapat dilihat sebagai orthogonal sehubungan dengan representasi.
Mattessich memiliki "vertikal" lihat, dengan fokus pada kelompok-kelompok fungsional seperti subunit,
entitas, daerah, dll Sedangkan Tinker membutuhkan "horisontal" lihat, dengan fokus pada kelompok-
kelompok sosial seperti pekerja, perempuan, kapitalis, dll.

Ringkasan dan Suspens


Akuntansi, seperti yang kita tahu, adalah hasil dari ekonomi kapitalisme monopoli. Hal ini didasarkan,
dan dibangun, atas fondasi ini dan semata-mata diarahkan menuju tujuan ini. Begitu dalam yang itu
tertanam dalam sistem yang berlaku yang potensi untuk perubahan sangat dibatasi selain sebagai didikte,
atau diizinkan, oleh sistem. Sebuah perubahan mendasar dalam struktur ekonomi yang mendasari harus
terjadi sebelum perubahan dapat terjadi pada teknologi akuntansi. Ini juga menunjukkan bahwa akuntan,
setidaknya secara profesional, didominasi dan didasari oleh sistem dominan. Mengingat konteks ini, saya
percaya untuk menjadi pragmatis mustahil untuk sah melihat akuntansi, yaitu disiplin dan praktek
daripadanya, sebagai apa pun selain artefak teknis dari sistem yang dominan. Dengan demikian, itu akan
muncul sulit untuk akuntansi, seperti yang diamati dalam functionist / reflektor kapitalis, menjadi kritis
itu sendiri atau sistem yang dominan, dan jauh lebih sulit untuk itu untuk mengambil peran proaktif dalam
transformasi sistematis.
Akuntansi, dilihat dari perspektif fungsionalis, tidak dapat mempertahankan pandangan reflektif
di luar sistem saat ini. Akuntan permukaan yang mencerminkan saat menyaring ketegangan yang timbul
dari konflik sistemik dan mengabaikan atau mendistorsi krisis lokal dengan cara diarahkan
mempertahankan dan memperkuat status quo. Dengan demikian, tidak ada teori yang sah dari krisis
kesadaran palsu, pendidikan atau tindakan transformatif.
Akuntansi, dilihat dari perspektif sosial-ilmu kritis memberikan gambaran yang lebih kaya.
Menyelidiki hubungan antara akuntansi dan sistem sosial memberikan kesempatan untuk ilmuwan sosial
kritis dalam akuntansi untuk terlibat dalam evaluasi kritis. Misalnya, jika kriteria Fay diterapkan, query
berikut, yang mendasari evaluasi dilakukan pada bagian sebelumnya, mewakili kemungkinan perjalanan
untuk kritik akuntansi. Seperti kritik akan menimbulkan pertanyaan dalam hal kesadaran palsu seperti:
Aspek apa dari akuntansi berhubungan dengan mengabadikan kesadaran palsu? Bagaimana para ilmuwan
sosial kritis dapat menggunakan informasi akuntansi untuk membuat situasi ini transparan? Bagaimana
akuntansi digunakan untuk memfasilitasi kritik ideologi? Bisa akuntansi berguna dalam menjelaskan
bagaimana kesalahpahaman timbul dan bagaimana mereka; kemarahan dipertahankan? Bagaimana
mungkin akuntansi berguna dalam membangun alternatif pemahaman diri?
Pendekatan seperti itu juga membahas berbagai pertanyaan yang terkait dengan aspek tentang
krisis. Apa peran akuntansi dalam krisis? Apakah ia memiliki kemampuan deskriptif yang berarti dalam
mendefinisikan krisis? Apa keterbatasan dalam sistem akuntansi yang menghambat untuk mengatasi
situasi yang tidak stabil saat ini? Bisa akuntansi membantu menjelaskan mengapa tatanan sosial saat ini
tidak dapat mengatasi ketidakstabilan? Dapat informasi akuntansi berguna dalam mengartikulasikan
rekening sejarah krisis dalam hal kesadaran palsu dan kontradiksi?
Pendekatan ini juga menyoroti isu-isu tentang pendidikan. Bagaimana akuntansi digunakan untuk
memudahkan pemahaman kritik diumumkan? Bagaimana akuntansi digunakan untuk mengartikulasikan
dan / atau mengidentifikasi kondisi perlu dan cukup untuk teori untuk mendapatkan? Apakah ada
kontradiksi internal dalam sistem akuntansi yang mencerminkan kontradiksi dalam sistem sosial-ekonomi
ini?
Akhirnya, pendekatan menimbulkan masalah tentang tindakan transformatif. Apa tempat
akuntansi dalam melakukan tindakan transformatif? Hal itu dapat digunakan untuk memotivasi
perubahan? Hal itu dapat digunakan untuk menunjukkan bahwa perubahan telah terjadi?
Pengakuan bahwa akuntansi ditentukan oleh sistem di mana itu tertanam menunjukkan
keterbatasan akuntansi, sebagai teknologi kapitalisme, dalam memberikan kritik yang sah dari struktur
dominan. Sistem akuntansi merupakan salah satu komponen yang dibangun oleh sistem untuk
mengabadikan dirinya sendiri. Jadi, bagi mereka yang tang dari perdagangan ini, pertanyaan utama tetap:
Apa tindakan yang harus kami lakukan? Haruskah kita menghasut perubahan dalam sistem akuntansi
seperti yang diusulkan oleh Tinker dengan pandangan menuju menginduksi perubahan sistem yang
dominan? Haruskah kita terus mengarahkan upaya kami menuju akuntansi penyulingan sebagai sarana
untuk memberikan informasi keuangan yang relevan dan tepat waktu seperti yang diusulkan oleh
Mattessich?
Mudah-mudahan, isu-isu seperti telah dikemukakan dalam makalah ini akan dibahas dalam
konteks wacana tercerahkan, dengan kerangka yang digariskan memberikan arahan untuk dialog tersebut,
meskipun keterbatasan yang melekat harus diingat.Jika kita menghargai kekuatan pengetahuan akuntansi
untuk mempengaruhi alokasi sumber daya dan mempertahankan kontrol dari kelompok kekuatan
dominan (Knights dan Collinson, 1987) dalam lingkungan sosial-ekonomi saat ini, kita tidak bisa lagi
saya: menanduk konsekuensi moral, etika dan politik kami perdagangan. Jika kita melakukannya, saya
akan terus sebagai aksesoris, meskipun tanpa disadari / tidak mau, dalam memfasilitasi dan
mengabadikan pemindahtanganan sejumlah besar manusia. Kita tidak bisa puas dengan hanya
menafsirkan dunia; kita harus menjadi katalis aktif untuk perubahan.

Pembantu
Beberapa Pengantar: Paradigma-paradigma Sosiologi

Untuk lebih mempertajam pemahaman dan seluk-beluk peta paradigma yang dapat digunakan untuk memahami

teori-teori perubahan sosial, maka perIu juga kita memetakan secara lebih luas paradigma dalam ilmu sosiologi.

Untuk itu dalam bagian ini dikemukakan dan disajikan peta paradigma sosiologi yang dikembangkan oleh Burnell dan

Morgan (1979). Burnell dan Morgan membuat suatu pemetaan paradigma sosiologi yang dapat membantu kita untuk

memahami cara pandang berbagai aliran dan teori ilmu-ilmu sosial. Secara sederhana mereka mengelompokkan

teori sosial ke dalam empat kunci paradigma. Empat paradigma itu ialah: Humanis Radikal, srukturalis radikal,

interpretatif dan Fungsionalis. Keempat paradigma itu satu dengan yang lain memiliki pendirian masing-masing,

karena memang memiliki dasar pemikiran yang secara mendasar berbeda.

Paradigma Fungsionalis

Paradigma fungsionalisme sesungguhnya merupakan aliran pemikiran yang paling banyak dianut di dunia. Pan-

dangan fungsionalisme berakar kuat pada tradisi sosiologi keteraturan. Pendekatannya terhadap permasalahan

berakar pada pemikiran kaum obyektivis. Pemikiran fungsionalisme sebenarnya merupakan sosiologi kemapanan,

ketertiban sosial, stabilitas sosial, kesepakatan, keterpaduan sosial, kesetiakawanan, pemuasan kebutuhan, dan hal-

hal yang nyata (empirik). Oleh karenanya, kaum fungsionalis cenderung realis dalam pendekatannya, positivis,

deterministis dan nomotetis. Rasionalitas lebih diutamakan dalam menjelaskan peristiwa atau realitas sosial.

Paradigma ini juga lebih berorientasi pragmatis, artinya berusaha melahirkan pengetahuan yang dapat diterapkan,

berorientasi pada pemecahan masalah yang berupa langkah-langkah praktis untuk pemecahan masalah praktis juga.

Mereka lebih mendasarkan pada filsafat rekayasa sosial (social engineering) sebagai dasar bagi usaha perubahan

sosial, serta menekankan pentingnya cara-cara memelihara, mengendalikan atau mengontrol keteraturan, harmoni,

serta stabilitas sosial.

Pada tahun 1940-an pemikiran sosiologi perubahan radikal mulai menyusupi kubu kaum fungsionalis untuk

meradikalisasi teori-teori fungsionalis. Sungguhpun telah terjadi persentuhan dengan paradigma lain, paradigma

fungsonalis tetap saja secara mendasar menekankan pemikiran objektivisme dan realitas sosial untuk menjelaskan

keteraturan sosial. Karena persentuhan dengan paradigma lain itu sebenarnya telah lahir beragam pemikiran yang

berbeda atau campuran dalam paham fungsionalis.

Paradigma Interpretatif (Fenomenologi)

Paradigma interpretatif sesungguhnya menganut pendirian sosiologi keteraturan seperti halnya fungsionalisme,

tetapi mereka menggunakan pendekatan objektivisme dalam analisis sosialnya sehingga hubungan mereka dengan

sosiologi keteraturan bersifat tersirat. Mereka ingin memahami kenyataan sosial menurut apa adanya, yakni mencari

sifat yang paling dasar dari kenyataan sosial menurut pandangan subjektif dan kesadaran seseorang yang langsung

terlibat dalam peristiwa sosial bukan menurut orang lain yang mengamati.
Pendekatannya cenderung nominalis, antipositivis dan ideografis. Kenyataan sosial muncul karena dibentuk oleh

kesadaran dan tindakan seseorang. Karenanya, mereka berusaha menyelami jauh ke dalam kesadaran dan

subjektivitas pribadi manusia untuk menemukan pengertian apa yang ada di balik kehidupan sosial. Sungguhpun

demikian, anggapan-anggapan dasar mereka masih tetap didasarkan pada pandangan bahwa manusia hidup serba

tertib, terpadu dan rapat, kemapanan, kesepakatan, kesetiakawan. Pertentangan, penguasan, benturan sama sekali

tidak menjadi agenda kerja mereka. Mereka terpengaruh lansung oleh pemikiran sosial kaum idealis Jerman yang

berasal dari pemikiran Kant yang lebih menekankan sifat hakikat rohaniah daripada kenyataan sosial. Perumus teori

ini yakni mereka yang penganut filsafat fenomenologi antara lain Dilttey, Weber, Husserl, dan Schutz.

Paradigma Humanis Radikal

Para penganut humanis radikal pada dasamya berminat mengembangkan sosiologi perubahan radikal dari

pandangan subjektivis yakni berpijak pada kesadaran manusia. Pendekatan terhadap ilmu sosial sama dengan kaum

interpretatif yaitu nominalis, antipositivis, volunteris dan ideografis. Kaum humanis radikal cenderung menekankan

perlunya menghilangkan atau mengatasi berbagai pembatasan tatanan sosial yang ada. Namun demikian,

pandangan dasar yang penting bagi humanis radikal adalah bahwa kesadaran manusia telah dikuasai atau

dibelenggu oleh supra struktur idiologis di luar dirinya yang menciptakan pemisah antara dirinya dengan

kesadarannya yang murni (alienasi), atau membuatnya dalam kesadaran palsu (false consciousness) yang

menghalanginya mencapai pemenuhan dirinya sebagai manusia sejati. Karena itu, agenda utamanya adalah

memahami kesulitan manusia dalam membebaskan dirinya dari semua bentuk tatanan sosial yang menghambat

perkembangan dirinya sebagai manusia. Penganutnya mengecam kemapanan habis-habisan. Proses-proses sosial

dilibat sebagai tidak manusiawi. Untuk itu mereka ingin memecahkan masalah bagaimana manusia bisa

memutuskan belenggu-belenggu yang mengikat mereka dalam pola-pola sosial yang mapan untuk mencapai harkat

kemanusiaannya. Meskipun demikian, masalah-masalah pertentangan struktural belum menjadi perhatian mereka

Paulo Freire misalnya dengan analisisnya mengenai tingkatan kesadaran manusia dan usaha untuk melakukan

konsientisasi, yang pada dasarnya membangkitkan kesadaran manusia akan sistem dan struktur penindasan,

dapat dikategorikan dalam paradigma humanis radikal.

Paradigma Strukturalis Radikal

Penganut paradigma strukturalis radikal seperti kaum humanis radikal memperjuangkan perubahan sosial secara

radikal tetapi dari sudut pandang objektivisme. Pendekatan ilmiah yang mereka anut memiliki beberapa persamaan

dengan kaum fungsionalis, tetapi mempunyai tujuan akhir yang saling berlawanan. Analisisnya lebih menekankan

pada konflik struktural, bentuk-bentuk penguasaan dan pemerosotan harkat kemanusiaan. Karenanya,

pendekatannya cenderung realis, positivis, determinis, dan nomotetis.


Kesadaran manusia yang bagi kaum humanis radikal penting, justru oleh mereka dianggap tidak penting. Bagi kaum

strukturalis radikal yang lebih penting justru hubungan-hubungan struktural yang terdapat dalam kenyataan sosial

yang nyata. Mereka menekuni dasar-dasar hubungan sosial dalam rangka menciptakan tatanan sosial baru secara

menyeluruh. Penganut paradigma strukturalis radikal terpecah dalam dua perhatian, pertama lebih tertarik pada

menjelaskan bahwa kekuatan sosial merupakan kunci untuk menjelaskan perubahan sosial. Sebagian mereka lebih

tertarik pada keadaan penuh pertentangan dalam suatu masyarakat.

Langkah Praxis Analisis Sosial

Apakah Analisa Sosial Itu? Suatu proses analisa sosial adalah usaha untuk mendapatkan gambaran yang lebih

lengkap tentang situasi sosial, hubungan-hubungan struktural, kultural dan historis. Sehingga memungkinkan

menangkap dan memahami realitas yang sedang dihadapi. Suatu analisis pada dasarnya mirip dengan sebuah

penelitian akademis yang berusaha menyingkap suatu hal atau aspek tertentu. Dalam proses ini yang dilakukan

bukan sekedar mengumpulkan data, berita atau angka, melainkan berusaha membongkar apa yang terjadi se-

sungguhnya, bahkan menjawab mengapa demikian, dan menemukan pula faktor-faktor apa yang memberikan

pengaruh kepada kejadian tersebut. Lebih dari itu, analisis sosial, seyogyanya mampu memberikan prediksi ke

depan: kemungkinan apa yang tetjadi.

Analisa sosial merupakan upaya untuk mengurai logika, nalar, struktur, atau kepentingan dibalik sebuah fenomena

sosial. Analisa sosial bukan semata deskripsi sosiologis dari sebuah fenomena sosial. Analisa sosial hendak

menangkap logika struktural atau nalar dibalik sebuah gejala sosial. Analisa sosial dengan demikian material,

empiris, dan bukan sebaliknya, mistis, atau spiritualistik. Analisa sosial menafsirkan gejala sosial sebagai gejala

material. Kekuatan dan gagasan ideologis dibalik gejala sosial harus dianalisa.

Wilayah Analisa Sosial

1. Sistem-sistem yang beroperasi dalam suatu masyarakat.

2. Dimensi-dimensi obyektif masyarakat (organisasi sosial, lembaga-lembaga sosial, pola perilaku, kekuatan-
kekuatan sosial masyarakat)

3. Dimensi-dimensi subyektif masyarakat (ideologi, nalar, kesadaran, logika berpikir, nilai, norma, yang hidup di
masyarakat).

Pendekatan dalam Analisa Sosial

1. Historis: dengan mempertimbangkan konteks struktur yang saling berlainan dari periode-periode berbeda,
dan tugas strategis yang berbeda dalam tiap periode.

2. Struktural: dengan menekankan pentingnya pengertian tentang bagaimana masyarakat dihasilkan dan
dioperasikan, serta bagaimana pola lembaga-lembaga sosial saling berkaitan dalam ruang sosial yang ada.
Siapa Pelaku Analisa Sosial?

Semua pihak atau pelaku sosial yang menghendaki untuk mendekati dan terlibat langsung dengan realitas sosial.

Bicara tentang analisis sosial, pada umumnya selalu dikaitkan dengan dunia akademik, kaum cendikiawan, ilmuwan

atau kalangan terpelajar lainnya. Ada kesan yang sangat kuat bahwa anaIisis sosial hanya milik mereka.

Masyarakat awam tidak punya hak untuk melakukannya. Bahkan kalau melakukan, maka disediakan mekanisme

sedemikian rupa, sehingga hasil analisis awam itu dimentahkan.

Pemahaman yang demikian, bukan saja keliru, melainkan mengandung maksud-maksud tertentu yang tidak sehat

dan penuh dengan kepentingan. Pengembangan analisis sosial di sini, justru ingin membuka sekat atau dinding

pemisah itu, dan memberikatmya kesempatan kepada siapapun untuk melakukannya. Malahan mereka yang paling

dekat dengan suatu kejadian, tentu akan merupakan pihak yang paling kaya dengan data dan informasi. Justru

analisis yang dilakukan oleh mereka yang dekat dan terlibat tersebut akan lebih berpeluang mendekati kebenaran.

Dengan demikian, tanpa memberikan kemampuan yang cukup kepada masyarakat luas untuk melakukan analisis

terhadap apa yang terjadi di lingkungan mereka, atau apa yang mereka alami, maka mereka menjadi sangat mudah

dimanipulasi, dibuat bergantung dan pada gilirannya tidak bisa mengambil sikap yang tepat.

Mengapa Gerakan Sosial Membutuhkan Analisa Sosial ?

Kalau kita pahami secara lebih mendalam, aktivitas sosial adalah sebuah proses penyadaran masyarakat dari suatu

kondisi tertentu kepada kondisi yang lain yang lebih baik (baca: kesadaran kritis) Kalau kita menggunakan isti1ah

yang lebih populer, aktivitas semacam itu bisa juga disebut sebagai aktivitas pemberdayaan (Empowerment) untuk

suatu entitas atau komunitas masyarakat tertentu. Dari statemen tersebut, maka akan termuat suatu makna bahwa

sebenarnya kesadaran kritis atas realitas sosial ini pada dasarnya ada pada setiap diri manusia. Hanya saja tingkat

kesadaran kritis pada masing-masing orang itu kadarnya berbeda-beda. Dan aktivitas sosial adalah alat untuk

menyadarkan atau memotivasi bagi munculnya kesadaran tersebut. Meskipun, sebagaimana kita ketahui, bahwa

membangun kesadaran kritis atas realitas sosial itu tidaklah semudah membalik tangan, karena kesadaran itu

dilingkupi oleh persoalan-persoalan (sosial dan sebagainya), yang senantiasa membelenggunya.

Tahap-Tahap Analisa Sosial

1. Tahap menetapkan posisi, orientasi: pada intinya dalam tahap ini, pelaku analisa perIu mempertegas dan
menyingkap motif serta argumen (ideologis) dari tindakan analisa sosial.

2. Tahap pengumpulan dan penyusunan data: tujuan dan maksud dari tahap ini, agar analisa memiliki dasar
rasionalitas yang dapat diterima akal sehat. Ujung dari pengumpulan data ini adalah suatu upaya untuk
merangkai data, dan menyusunnya menjadi diskripsi tentang suatu persoalan.

3. Tahap analisa: pada tahap ini, data yang telah terkumpul diupayakan untuk dicari atau ditemukan hubungan
diantaranya.
Model Telaah dalam Analisa Sosial

1. Telaah Historis, dimaksudkan untuk melihat ke belakang. Asumsi dasar dari telaah ini bahwa suatu
peristiwa tidak dengan begitu saja hadir, melainkan melalui sebuah proses sejarah. Dengan ini, maka
kejadian, atau peristiwa dapat diletakkan dalam kerangka masa lalu, masa kini dan masa depan.

2. Telaah Struktur. Biasanya orang enggan dan cemas melakukan telaah ini, terutama oleh stigmatisasi
tertentu. Analisa ini sangat tajam dalam melihat apa yang ada, dan mempersoalkan apa yang mungkin tidak
berarti digugat. Struktur yang akan dilihat adalah: ekonomi (distribusi sumberdaya); politik (bagaimana
kekuasaan dijalankan); sosial (bagaimana masyarakat mengatur hubungan di luar politik dan ekonomi); dan
budaya (bagaimana masyarakat mengatur nilai).

3. Telaah Nilai. Penting pula untuk diketahui tentang apa nilai-nilai yang dominan dalam masyarakat.
Mengapa demikian. Dan siapa yang berkepetingan dengan pengembangan nilai-nilai tersebut.

4. Telaah Reaksi. Melihat reaksi yang berkembang berarti mempersoalkan mengenai siapa yang lebih
merupakan atau pihak mana yang sudah bereaksi, mengapa reaksi muncul dan bagaimana bentuknya.
Telaah ini penting untuk menuntun kepada pemahaman mengenai peta kekuatan yang bekerja.

5. Telaah Masa Depan. Tahap ini lebih merupakan usaha untuk memperkirakan atau meramalkan, apa yang
terjadi selanjutnya. Kemampuan untuk memberikan prediksi (ramalan) akan dapat menjadi indikasi
mengenai kualitas tahap-tahap sebelumnya.

Tahap Penarikan Kesimpulan Analisa Sosial

Pada tahap ini, setelah berbagai aspek tersebut ditemukan, maka pada akhirnya suatu kesimpulan akan diambil;

kesimpulan merupakan gambaran utuh dari suatu situasi, yang didasarkan kepada hasil analisa. Dengan demikian

kualitas kesimpulan sangat bergantung dari proses tahap-tahap analisa, juga tergantung pada kompleksitas isu,

kekayaan data dan akurasi data yang tersedia, ketepatan pertanyaan atau rumusan terhadap masalah, dan kriteria

yang mempengaruhi penilaian-penilaian alas unsur-unsur akar masalah.


Subjektif adalah lebih kepada keadaan dimana seseorang berpikiran relatif, hasil dari menduga duga, berdasarkan
perasaan atau selera orang.

Sedangkan objektif sikap yang lebih pasti, bisa diyakini keabsahannya, tapi bisa juga melibatkan perkiraan dan
asumsi. Dengan didukung dengan fakta/data.

Sikap objektif adalah sikap yang harus dijunjung tinggi bagi seseorang untuk berpandangan terhadap suatu masalah.
Tidak ada suatu batasan yang jelas antara penilaian dengan secara subjektif dengan objektif. Cara yang bisa
digunakan untuk menilai keobjektifan adalah dengan mencoba membandingkan buah penilaian beberapa orang. Jika
hasilnya sama persis atau cenderung sama, maka bisa disebut penilaiannya bersifat objektif.

Contoh sederhananya : 1.Penilaian tentang kemampuan seseorang itu sesuatu yang subjektif karena tidak ada
parameternya yang cukup, dalam kasus ini bisa melalui dugaan semata atau malah pengalaman dari hasil
pengamatannya saja. Setiap orang memilikiselera masing-masing. Satu orang bisa dibilang cantik, akan tetapi bisa
jadi 7 orang lainnya bilang biasa aja dan 2 orang malah bilang jelek.

3. Sedangkan contoh yang objektif ialah seperti penilaian tinggi badan kepada seseorang karena bisa diukur
dengan akurat, dan didukung dengan patokan/tolok ukur/ parameternya yaitu satuan panjang (cm, inch,
feet, dll). Pernah anda lihat penilaian loncat indah, renang, lari atau yang lain? Nah, penilaian didalam
olahraga harus diusahakan seobjektif mungkin. Orang yg ahli/berpengalaman pasti dipilih jadi jurinya.
Terkadang para jurinya banyak sekali, katakanlah sampai 8 orang. Untuk mengurangi argument penilaian
kesubjektifan, biasanya 1 nilai terendah dan 1 nilai tertinggi dibuang atau tidak dianggap (hanya 8 nilai yang
dirata-ratakan). Karena bentuk penilaian objektif itu adalah relatif konstan, tidak berubah berubah dan
berbeda jauh. Penilaian memang tergantung jurinya, akan tetapi tidak mungkin banget, sewaktu Olimpiade
ada juri yang memberikan nilai 9.8 dan ada juga yang memberikannilai 6.0 untuk atlet yang sama. Karena
toleransinya berapa itu sudah ada aturannya yang jelas. Begitu juga di forum kompasiana ini. Kadang-
kadang terdapat diskusi yang menguras olah kajian supaya tersimpulkan gagasan atau alasan mana yang
paling benar dan paling fakta melalui metode argumen yang Objektif.

Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/suportertimnas/apa-subjektif-dan-
objektif_5519e0b8a33311c71cb6591c
1. Positivisme
Aliran filsafat yang ditokohi oleh August Comte (1798-1857) ini merupakan aliran sebagai pusat ilmu pengetahuan
jika dilihat dari sisi pendidikan atau manajemen pendidikan. Positivisme adalah aliran filsafat yang berpangkal dari
fakta yang positif sesuatu diluar fakta atau kegiatan di kesampingkan dalam pembicaraan filsafat dan ilmu
pengetahuan. Positivisme dalam ruang lingkup manajemen secara pandangan luar terletak pada unsure-unsur
manajemen yaitu control atau pengawasan. Unsure-unsur manajemen ini merupakan hal yang harus dipersiapkan.
Pengawasan, Stoner dari Mockler mendefinisikan pengawasan atau pengendalian sebagai upaya untuk menetapkan
standart prestasi kerja dengan tujuan perencanaan untuk mendesain sistem umpan balik informasi untuk
membandingkan prestasi sesungguhnya dengan standart yang telah ditetapkan. Dengan adanya pengawasan, maka
yang akan terjadi adalah keefektifan dan efisien kerja dalam memanajemen. Disisi yang lain Positivisme mempunyai
cara pandang yang baru Bahwa segala sesuatu harus berdasar fakta-fakta yang dapat diteropong oleh panca indra.
Tiap sesuatunya harus nyata. Namun demikian, manajemen pendidikan tidak bebas nilai sebagaimana ajaran
positivistik. Karena itulah manajemen pendidikan menempati posisi yang cukup strategis dalam merespons
perkembangan ilmu-ilmu sosial. Begitu pula dalam pendidikan, pengawasan terhadap pendidikan sangat dibutuhkan.
Hal ini dilakukan untuk tetap menstabilkan hasil kerja/belajar. Karena dengan pengawasan out put atau hasil
pendidikan akan sesuai dengan tujuan.

2. Interpretivisme
Paradigma Interpretivisme menekankan cara pandang, pemahaman dan makna. Dalam manajemen pendidikan,
interpretivisme berada pada bagaimana pendidikan diolah dan dimanej sedemikian rupa agar mencapai tujuannya.
Contoh: fenomena UAN Nasional yang meresahkan hamper semua civitas akademik mulai dari siswa, orang tua,
sampai pada perangkat sekolah, yang menuntut para guru untuk selalu bekerja keras agar murid-muridnya lulus
dengan nilai yang memuaskan. Dengan cara memanej pendidikan maka penekanan terhadap siswa untuk lulus
akan semakin besar dengan tidak menggunakan rekayasa-rekayasa dalam pendidikan.

3. Teori Kritis
Dalam manajemen pendidikan tentunya ada rencana-rencana yagn ada dalam benak seorang menejer. Hal ini tidak
cukup jika sebuah lembaga pendidikan hanya mengandalkan seorang manajer (kepala sekolah) untuk mengelola
sebuah lembaga pendidikan. Tentunya selain dari ide dari benak kepala sekolah, ada gagasan atau ide-ide yang
muncul dari bawahan untuk turut serta memajukan lembaga pendidikan. Kumpulan-kumpulan dari berbagai ide ini
sangat bermanfaat sebagai awal perenanaan dimana nantinya akan digunakan untuk bahan baku alat, modal, dan
tenaga untuk dijadikan bahan pertimbangan bersama.

4. Post Modernisme
Perkembangan kemajuan jaman semakin membuat persaingan semakin banyak, bahkan dalam dunia pendidikan
sekalipun. Jika tidak ada manajemen yang baru dan bersaing dengan yang lain dapat dipastikan sebuah lembaga
pendidikan tidak akan maju dan akan berjalan ditempat. Maka dari itulah dibutuhkan semacam konsep dasar yang
baru dari konsep-konsep yang telah lama digunakan atau banyak digunakan oleh lembaga pendidikan yang lain.
Maka dari itu harus ada perubahan dari sebuah manajemen pendidikan, karena bagaimanapun besarnya sebuah
lembaga pendidikan jika tidak diimbangi dengan manajemen yang bagus maka lamabat laun lembaga pendidikan
akan merosot dengan tajam.

5. Prophetifisme
Konsep pendidikan integrative antara ilmu umum dan ilmu agama yang baik adalah saling melengkapi antara satu
dengan yang lain. Fenomena yang terjadi pada pendidikan sekarang ini adalah kefanatikan terhadap bidangnya
masing-masing. Ketika SD, SMP, dan SMA lebih mengunggulkan fisika, biologi, matematikanya misalnya, yang MI,
MTs, dan MA lebih fanatik kepada Quran Hadits, fiqh, Sejarah. Hal ini tidak akan berkembang dengan pesat apabila
dalam proses pendidikan terdapat hal-hal yang semacam itu. Seperti yang dikatakan Prof. Dr. Imam Suprayogo
dalam pohon ilmunya, beliau berpendapat bahwa sesungguhnya semua ilmu itu berpatokan hanya terhadap Al-
Quran dan As-Sunnah. Jika hal ini diterapkan terhadap proses pendidikan, maka akan semakin memperkaya istilah
pendidikan dan akan mereligiuskan semua bentuk keilmuan yang ada didunia ini. Seperti Ekonomi Islami, Psikologi
Islami, Fisika Islami, kimia Islami, dll. Dengan adanya mazhab prophetivisme ini diharapkan akan dapat
menintegralikan ilmu kepada yang lebih agamis. Pada akhirnya semua ilmu akan bersumber kepada Al-Quran dan
As-Sunnah.

Anda mungkin juga menyukai