Blok Neoplasia
Skenario 2 Nyeri Perut Kanan Atas
Kelompok A-5
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS YARSI
2016/2017
Skenario
Seorang laki-laki berumur 54 tahun berobat ke poli penyakit dalam. Pasien mengeluhkan nyeri
pada perut kanan atas yang dialami sejak 6 bulan lalu, hilang timbul namun dua bulan terakhir nyeri
semakin sering. Merasa mual dan selera makan berkurang sejak 4 bulan yang lalu sehingga berat badan
berkurang 15 kg. Dari anamnesis diketahui pasien pernah terkena hepatitis 15 tahun yang lalu dan sering
mengkonsumsi alkohol.
Pada pemeriksaan fisik ditemukan BB 45 kg dengan TB 165 cm. Tekanan darah dan tanda vital
lainnya normal. Pemeriksaan abdomen hepatomegali dengan permukaan hati bernodul, tepi tumpul dan
nyeri tekan (+). Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan peningkatan serum transaminase SGPT dan
SGOT dengan bilirubin normal, Alpha Fetoprotein (AFP) 1000 U/L (normal: < 10 U/L), anti-HCV
positif. Setelah diberikan analgetik dan hepatoprotektor nyeri mereda. Setelah dilakukan pemeriksaan
USG dan biopsi hati pasien didiagnosis karsinoma hepatoseluler. Pasien dianjurkan untuk menjalani
transplantasi hati. Pasien meminta waktu untuk berkonsultasi dengan seorang ulama.
2
Brain Storming
Kata Sulit
AFP (Alpha Fetoprotein)
Protein plasma yang dihasilkan oleh hati fetus, saccus vitelinus dan tractus gastrointestinalis. Kadar
AFP menurun pada umur 1 tahun dan meningkat pada karsinoma hepatoseluler.
Anti-HCV
Kekebalan yang didapat akibat infeksi virus Hepatitis C.
Hepatoprotektor
Senyawa obat untuk memperbaiki dan melindungi hati dari zat-zat toksik terhadap hati.
Karsinoma hepatoseluler
Tumor ganas hati yang berasal dari hepatosit
Transplantasi hati
Operasi untuk membuang hati.
Pertanyaan
1. Mengapa terjadi hepatomegali?
2. Mengapa berat badan pasien menurun drastis?
3. Mengapa pasien merasa mual dan hilang nafsu makan?
4. Mengapa rasa nyeri hilang timbul?
5. Apa hubungan alkohol dengan riwayat hepatitis pada perjalanan penyakit karsinoma hepatoseluler?
6. Mengapa bilirubinnya normal?
7. Apa yang harus dilakukan pasien dari sisi Agama Islam?
8. Apa syarat transplantasi hati?
9. Mengapa hati bernodul dan tepi tumpul?
10. Berapa lama waktu yang dibutuhkan oleh penderita hepatitis sampai berkembang menjadi
karsinoma hepatoseluler?
11. Apa etiologi dan faktor resiko karsinoma hepatoseluler?
12. Apa pengobatan lain selain transplantasi hati?
13. Apa bukti hasil USG dan biopsi hati dari diagnosis karsinoma hepatoseluler?
3
Jawaban
1. Karena adanya penambahan sel-sel akibat proliferasi sel oleh sel kanker.
2. Karena nutrisi diambil oleh sel-sel kanker yang lebih agresif untuk metabolisme sel kanker itu
sendiri.
3. Karena fungsi hati terganggu dan tumornya mendesak traktus gastrointestinal sehingga makanan
yang dapat masuk tidak banyak.
4. Karena obat yang diberikan hanya bersifat suportif.
5. Alkohol (zat karsinogenik) dan riwayat hepatitis B maupun C meningkatkan faktor resiko
karsinoma hepatoseluler.
6. Karena kerusakan hati belum menyeluruh.
7. Dalam Islam, jika tidak ada alternatif lain maka boleh dilakukan transplantasi hati asal maslahatnya
lebih banyak dari pada mudharatnya.
8. Syarat transplantasi hati:
Kegagalan hepatektomi
Tidak ada alternatif lain
Golongan darah pendonor sama dengan resipien
Informed consent
Setelah transplantasi, pasien harus recovery di rumah sakit selama 3 minggu dan dapat kembali
beraktivitas normal setelah 6 bulan
9. Karena pertumbuhan sel yang tidak teratur.
10. Kurang lebih selama 10-15 tahun.
11. Etiologi dan faktor resiko karsinoma hepatoseluler:
Riwayat hepatitis B/C
Riwayat sirosis hati (resiko meningkat 34 kali)
Riwayat fatty liver (perlemakan hati), karena minum alkohol berlebihan dan minum air yang
terkonaminasi algae hijau dan biru
Aflatoksin
Faktor herediter
Merokok
12. Jika masih stadium awal dapat dilakukan kemoterapi, terapi hormonal, ablasi dan radioterapi.
13. Pada USG didapatkan densitas yang meningkat dengan gambaran mosaik, pada bagian perifer
sonolusen. Pada biopsi didapatkan proliferasi sel, massa yang soliter dan nodul multipel.
4
Hipotesis
Riwayat hepatitis B atau hepatitis C, sirosis hati, fatty liver atau perlemakan hati karena
konsumsi alkohol atau air terkontaminasi algae hijau dan biru, aflatoksin, faktor herediter dan merokok
merupakan etiologi dan faktor resiko dari terjadinya karsinoma hepatoseluler. Karsinoma hepatoseluler
menimbulkan manifestasi klinis berupa hepatomegali, nyeri, mual, muntah, hilang nafsu makan, berat
badan turun drastis dan pada pemeriksaan hati teraba bernodul dan tepinya tumpul. Karsinoma
hepatoseluler dapat ditatalaksana dengan transplantasi hati yang menurut Islam boleh jika tidak ada
alternatif lain dan memiliki kemaslahatan yang lebih banyak dari kemudharatan dengan syarat tidak ada
alternatif lain, segala tindakan sudah dicoba namun tidak berhasil, golongan darah pendonor sama
dengan resipien dan informed consent.
5
Sasaran Belajar
LI.1. Memahami dan Menjelaskan Karsinoma Hepatoseluler
LO.1.1. Memahami dan Menjelaskan Definisi Karsinoma Hepatoseluler
LO.1.2. Memahami dan Menjelaskan Epidemiologi Karsinoma Hepatoseluler
LO.1.3. Memahami dan Menjelaskan Etiologi Karsinoma Hepatoseluler
LO.1.4. Memahami dan Menjelaskan Klasifikasi Karsinoma Hepatoseluler
LO.1.5. Memahami dan Menjelaskan Patofisiologi Karsinoma Hepatoseluler
LO.1.6. Memahami dan Menjelaskan Manifestasi Klinis Karsinoma Hepatoseluler
LO.1.7. Memahami dan Menjelaskan Diagnosis dan Diagnosis Banding Karsinoma
Hepatoseluler
LO.1.8. Memahami dan Menjelaskan Penatalaksanaan Karsinoma Hepatoseluler
LO.1.9. Memahami dan Menjelaskan Komplikasi Karsinoma Hepatoseluler
LO.1.10. Memahami dan Menjelaskan Prognosis Karsinoma Hepatoseluler
LI.2. Memahami dan Menjelaskan Transplantasi Organ dalam Pandangan Agama Islam
6
LI.1. Memahami dan Menjelaskan Karsinoma Hepatoseluler
LO.1.1. Memahami dan Menjelaskan Definisi Karsinoma Hepatoseluler
Karsinoma hepatoseluler adalah tumor ganas hati primer yang berasal dari hepatosit dan
penyebab kematian ke-3 akibat kanker di dunia. Kanker hati adalah penyakit kronis pada hepar dengan
inflamasi dan fibrosis hepar yang mengakibatkan distorsi struktur hepar dan hilangnya sebagian besar
fungsi hepar.
Kanker hati berasal dari satu sel yang mengalami perubahan mekanisme kontrol dalam sel yang
mengakibatkan pembelahan sel yang tidak terkontrol. Sel abnormal tersebut akan membentuk jutaan
kopi yang disebut klon. Mereka tidak dapat melakukan fungsi normal sel hati dan sel terus menerus
memperbanyak diri. Sel-sel tidak normal ini akan membentuk tumor (Anonim, 2004).
Kanker hati (hepatocellular carcinoma) adalah suatu kanker yang timbul dari hati, juga dikenal
sebagai kanker hati primer atau hepatoma. Hati terbentuk dari tipe-tipe sel yang berbeda (contohnya,
pembuluh-pembuluh empedu, pembuluh-pembuluh darah, dan sel-sel penyimpan lemak).
Bagaimanapun, sel-sel hati (hepatocytes) membentuk sampai 80% dari jaringan hati.
7
LO.1.3. Memahami dan Menjelaskan Etiologi dan Faktor Resiko Karsinoma Hepatoseluler
Dewasa ini hepatoma dianggap terjadi dari hasil interaksi sinergis multifaktor dan multifasik,
melalui inisiasi, akselerasi, dan transformasi, serta peran onkogen dan gen terkait. Walaupun penyebab
pasti hepatoma belum diketahui, tetapi sudah dapat diprediksi faktor risiko yang memicu hepatoma,
yaitu:
8
Pada pasien yang terinfeksi virus hepatitis C, faktor-faktor risiko sehingga terjadinya kanker
hati antara lain adanya sirosis, umur yang lebih tua, jenis kelamin laki, meningkatnya kadar alpha-
fetoprotein (suatu penanda tumor darah), konsumsi alkohol, dan infeksi yang bersamaan dengan virus
hepatitis B. Mekanisme virus hepatitis C menyebabkan kanker hati tidak dimengerti dengan baik.
Tidak seperti virus hepatitis B, material genetik virus hepatitis C tidak masuk secara langsung ke
dalam material genetik sel-sel hati.
Pada studi yang lain, diketahui terdapat beberapa individu-individu yang terinfeksi virus
hepatitis C kronis yang menderita kanker hati tanpa mengidap sirosis. Hal ini dicurigai karena bahwa
protein inti (pusat) dari virus hepatitis C adalah penyebab pengembangan kanker hati. Protein inti
sendiri (suatu bagian dari virus hepatitis C) diperkirakan menghalangi proses alami kematian sel atau
mengganggu fungsi dari suatu gen (gen p53) sebagai penekan tumor yang normal. Akibatnya sel-sel
hati terus hidup dan berproliferase tanpa dapat dikendalikan.
3. Sirosis Hati
Sirosis hati merupakan faktor resiko utama HCC di dunia dan melatarbelakangi lebih dari
80% kasus HCC. Setiap tahun 3-5% dari penderita sirosis hati akan menderita HCC dan HCC menjadi
penyebab utama kematian sirosis hati. Prediktor utama HCC pada sirosis hati adalah jenis kelamin
laki-laki, peningkatan kadar alfa feto protein (AFP) serum, beratnya penyakit dan tingginya aktivitas
profelirasi sel hati.
Individu-individu dengan kebanyakan tipe-tipe sirosis hati berada pada risiko yang
meningkat mengembangkan kanker hati. Sebagai tambahan pada kondisi-kondisi yang digambarkan
diatas (hepatitis B, hepatitis C, alkohol, dan hemochromatosis), kekurangan alpha 1 anti-trypsin, suatu
kondisi yang diturunkan/diwariskan yang dapat menyebabkan emphysema dan sirosis, mungkin
menjurus pada kanker hati. Kanker hati juga dihubungkan sangat erat dengan tyrosinemia keturunan,
suatu kelainan biokimia pada masa kanak-kanak yang berakibat pada sirosis dini.
4. Aflatoksin
Aflatoksin B1 (AFB1) merupakan mikotoksin yang diproduksi oleh jamur Aspergillus flavus yang
ditemukan dalam makanan yang telah tersimpan dalam suatu lingkungan yang panas dan lembab.
Jamur ini ditemukan pada makanan seperti kacang-kacang tanah, beras, kacang-kacang kedelai,
jagung, dan gandum. AFB1 bersifat karsinogen. Metabolit AFB1 yaitu AFB 1-2-3-epoksid
merupakan karsinogen utama dari kelompok aflatoksin yang mampu membentuk ikatan dengan DNA
maupun RNA. Salah satu mekanisme hepatokarsino-genesisnya adalah kemampuan AFB1
menginduksi mutasi pada kodon 249 dari gen supresor tumor p53. Mutasi-mutasi ini bekerja dengan
mengganggu fungsi-fungsi penekan tumor yang penting dari gen.
5. Obesitas
Obesitas merupakan faktor resiko utama untuk non-alcoholic fatty liver disease (NAFLD), khususnya
non-alcoholic steatohepatitis (NASH) yang dapat berkembang menjadi sirosis hati dan kemudian
dapat berlanjut menjadi HCC.
9
6. Diabetes Melitus (DM)
DM merupakan faktor resiko baik untuk penyakit hati kronik maupun untuk HCC melalui terjadinya
perlemakan hati dan staetohepatis non-alkoholik (NASH). Di samping itu, DM dihubungkan dengan
peningkatan kadar insulin dan insulin-like growth faktors (IGFs) yang merupakan faktor promotif
potensial untuk kanker.
7. Alkohol
Meskipun alkohol tidak memiliki kemampuan mutagenik, peminum berat alkohol berisiko untuk
menderita HCC melalui sirosis hati alkoholik. Hanya sedikit bukti efek karsinogenik langsung dari
alkohol. Alkoholisme juga meningkatkan resiko terjadinya sirosis hati pada pengidap infeksi HBV
atau HCV. Sirosis yang disebabkan oleh konsumsi alkohol dalam jangka waktu lama merupakan
penyebab paling umum dari kanker hati di negara-negara maju. Mekanisme ini terjadi ketika para
alkoholik menghentikan konsumsi alkoholnya, sel-sel hati akan mencoba untuk memperbaiki organ
hati dengan cara regenerasi atau mereproduksi sel-sel baru. Selama proses regenerasi aktif inilah,
terjadi suatu perubahan genetik (mutasi) yang menghasilkan kanker.
10
Hepatoma (HCC) berawal di hepatosit dan dapat menyebar ke organ yang lain. Laki-laki dua
kali lebih rawan terkena penyakit ini dibandingkan wanita.
STADIUM PENYAKIT
Stadium I: Satu fokal tumor berdiameter < 3 cm yang terbatas hanya pada salah satu segmen tetapi
bukan di segmen I hati
Stadium II: Satu fokal tumor berdiameter > 3 cm. Tumor terbatas pada segmen I atau multi-fokal
terbatas pada lobus kanan/kiri
Stadium III: Tumor pada segmen I meluas ke lobus kiri (segment IV) atas ke lobus kanan segmen V
dan VIII atau tumor dengan invasi peripheral ke sistem pembuluh darah (vascular) atau pembuluh
empedu (billiary duct) tetapi hanya terbatas pada lobus kanan atau lobus kiri hati.
Stadium IV: Multi-fokal atau diffuse tumor yang mengenai lobus kanan dan lobus kiri hati atau tumor
dengan invasi ke dalam pembuluh darah hati (intra hepaticvaskuler) ataupun pembuluh empedu
(biliary duct) atau tumor dengan invasi ke pembuluh darah di luar hati (extra hepatic vessel) seperti
pembuluh darah vena limpa (vena lienalis) atau vena cava inferior atau adanya metastase keluar dari
hati (extra hepatic metastase).
11
LO.1.5. Memahami dan Menjelaskan Patofisiologi Karsinoma Hepatoseluler
Etiologi:
HBV
HCV
Alkohol
Aflatoxin
Obat-obatan bahan kimia
Radiasi
Transformasi malignan
12
Karsinoma hepatoseluler ditandai dengan sel-sel polygonal dalam ukuran yg bervariasi dengan
inti yg hiperkromatik dan terlihat sering mitosis. Tumor-tumor sering terlihat multisentris. Beberapa
mensekresi empedu serta menyerang cabang-cabang vena porta dan hepatic.
Mekanisme karsinogenesis karsinoma hepatoseluler belum sepenuhnya diketahui. Apapun agen
penyebabnya, transformasi maligna hepatosit, dapat terjadi melalui peningkatan perputaran (turn-over)
sel hati yg diinduksi oleh cedera dan regenerasi kronik dalam bentuk inflamasi dan kerusakan oksidatif
DNA. Hal ini dapat menimbulkan perubahan genetic seperti perubahan kromosom, aktivasi onkogen
seluler atau inaktivasi gen supresor tumor. Hepatitis virus kronik, alcohol dan penyakit hati metabolic
seperti hemokromatosis dan defisiensi antitripsin-alfa 1, mungkin menjalankan peranannya terutama
melalui jalur ini (cedera kronik, regenerasi, dan sirosis). Dilaporkan bahwa HBV dan juga HCV dalam
keadaan tertentu juga berperan langsung pada patogenesis molekuler karsinoma hepatoseluler.
Aflatoksin dapat menginduksi mutasi pada gen supresor tumor p53 dan ini menunjukkan bahwa faktor
lingkungan juga berperan pada tingkat molecular untuk berlangsungnya proses hepato karsinogenesis.
Pada awal penyakit kadang-kadang tidak ada keluhan, atau keluhannya samara-samar, sehingga
pasien tidak sadar sampai pada suatu saat tumor sudah besar. Adanya perbesara hati serta keluhan yg
sering dirasakan berupa adanya perasaan sakit atau nyeri yg sifatnya tumpul, tidak terus-menerus, terasa
penuh di perut kanan atas, tidak ada nafsu makan karena perut selalu terasa kenyang sehingga berat
badan menurun secara drastis. Pasien merasakan adanya pembengkakan perut kanan atas atau daerah
epigastrium, kadang-kadang pada awalnya ada keluhan muntah, jaundice, juga adanya pengurangan
produksi gonadotropin oleh tumor peritonitis lokal atau difus. Dalam keadaan seperti itu perlu dipikirkan
perdarahan intra abdominal.
Beberapa faktor predisposisi untuk terjadinya tumor hati, diantaranya:
1. Sirosis Hati
Sirosis hati merupakan faktor risiko utama karsinoma hepatoseluler di dunia dan
melatarbelakangi lebih dari 80% kasus karsinoma hepatoseluler. Pada sirosis hati akan
terjadi hiperplasi noduler yang akan berubah menjadi adenoma multiple dan kemudian
berubah menjadi karsinoma pada hati. Dengan demikian hal yang menyebabkan sirosis
hepatic juga dapat menyebabkan karsinoma pada hati, seperti Virus Hepatitis, Zat
Hepatotoxic Hemokromatosis dan lain sebagainya.
13
3. Virus Hepatitis C (HCV)
Prevalensi HCV-RNA dalam serum dan jaringan hati lebih tinggi pada pasien karsinoma
hepatoseluler dengan HBsAg-negatif dibandingkan dengan yg HBsAg-positif. Ini
menunjukkan bahwa infeksi HCV berperan penting dalam patogenesis karsinoma
hepatoseluler pada pasien yg bukan pengidap HBV. Pada kelompok pasien bukan penyakit
hati akibat transfuse darah dengan anti-HCV positif, interval antara saat transfusi hingga
terjadinya karsinoma hepatoseluler dapat mencapai 29 tahun. Hepatokarsinogenesis akibat
infeksi HCV diduga melalui aktifitas nekroinflamasi kronik dan sirosis hati.
14
f. Ikterus: kuningnya sclera dan kulit, umumnyakarena gangguan fungsi hati, biasanya sudah stadium
lanjut, dapat menyumbat kanker di saluran empedu atau tumormendesak saluran empedu hingga
timbul ikterus obstruktif.
g. Asites: perut membuncit dan pekak bergeser, sering disertaiudem kedua tungkai.
h. Lainnya: selain itu terdapat kecenderungan perdarahan, diare, nyeri bahu belakangkanan, udem kedua
tungkai bawah, kulit gatal dan lainnya, jugamanifestasi sirosishati seperti splenomegali, palmar
eritema, lingua hepatik, spidernevi, venodilatasi dinding abdomen. Pada stadium akhir hepatoma
sering timbulmetastasis paru, tulang dan banyak organ lain.
LO.1.7. Memahami dan Menjelaskan Diagnosis dan Diagnosis Banding Karsinoma Hepatoseluler
Kriteria diagnosa Kanker Hati Selular (KHS) menurut PPHI (Perhimpunan Peneliti Hati Indonesia),
yaitu:
1. Hati membesar berbenjol-benjol dengan/tanpa disertai bising arteri.
2. AFP (Alphafetoprotein) yang meningkat lebih dari 500 mg per ml.
3. Ultrasonography (USG), Nuclear Medicine, Computed Tomography Scann (CT Scann), Magnetic
Resonance Imaging (MRI), Angiography, ataupun Positron Emission Tomography (PET) yang
menunjukkan adanya KHS.
4. Peritoneoscopy dan biopsi menunjukkan adanya KHS.
5. Hasil biopsi atau aspirasi biopsi jarum halus menunjukkan KHS.
Diagnosa KHS didapatkan bila ada dua atau lebih dari lima kriteria atau hanya satu yaitu kriteria
empat atau lima.
15
ANAMNESIS
a. Rasa nyeri: tumpul, terus menerus, kadang terasa hebat apabila bergerak.
b. Waktu (nyeri dari kapan, sudah berapa lama, berapa kali).
c. Keluhan lain: demam, badan semakin lemah, anoreksia, mudah kenyang.
d. Riwayat penyakit: pernah terdiagnosis Hepatitis B, hepatitis C.
e. Minum minuman beralkohol
f. Makan kacang kacangan (kacang tanah, kacang kedelai) kemungkinan yang sudah kadaluarsa
g. Konsumsi obat tertentu:
h. Asetaminofen (dosis besar dan lama), dantrolen, isoniazid, metildopa, nitrofurantoin
mengakibatkan gejala mirip hepatitis kronik aktif.
i. Asam nikotinat, metotreksat, dan terbinafin mengakibatkan sirosis hati.
j. Danazol, kontrasepsi oral, steroid anabolik, testosteron mengakibatkan tumor hati.
PEMERIKSAAN FISIK
1. Inspeksi: Perut membesar, asimetris, ikterik.
2. Palpasi: Ditemukan hepatomegali; teraba massa bernodul, keras, immobile (terfiksir), shifting
dullness dan undulasi (+) asites
3. Perkusi: Saat perkusi abdomen, normalnya suara timpani menjadi redup.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Ultrasonografi
Dengan USG hitam putih (grey scale) yang sederhana (conventional) hati yang normal
tampak warna ke-abuan dan texture merata (homogen). Bila ada kanker langsung dapat terlihat jelas
berupa benjolan (nodule) berwarna kehitaman, atau berwarna kehitaman campur keputihan dan
jumlahnya bervariasi pada tiap pasien bisa satu, dua atau lebih atau banyak sekali dan merata pada
seluruh hati, ataukah satu nodule yang besar dan berkapsul atau tidak berkapsul. Sayangnya USG
conventional hanya dapat memperlihatkan benjolan kanker hati diameter 2 cm 3 cm saja. Tapi bila
USG conventional ini dilengkapi dengan perangkat lunak harmonik system bisa mendeteksi benjolan
kanker diameter 1 cm 2 cm13, namun nilai akurasi ketepatan diagnosanya hanya 60%. Rendahnya
nilai akurasi ini disebabkan walaupun USG conventional ini dapat mendeteksi adanya benjolan
kanker namun tak dapat melihat adanya pembuluh darah baru (neo-vascular).
Neo-vascular merupakan ciri khas kanker yaitu pembuluh darah yang terbentuk sejalan
dengan pertumbuhan kanker yang gunanya untuk menghantarkan makanan dan oksigen ke kanker
itu. Semakin banyak neo-vascular ini semakin ganas kankernya. Walaupun USG color yang sudah
dapat memberikan warna dan mampu memperlihatkan pembuluh darah di sekeliling nodule tetapi
belum dapat memastikan keberadaan neovascular sehingga dengan demikian akurasi diagnostik
hanya sedikit bertambah menjadi berkisar 60% 70%. Dengan pesatnya perkembangan teknologi,
kini sudah ada alat USG yang lebih canggih dan lebih lengkap lagi yaitu Color Doppler Flow Imaging
(CDFI) yaitu USG yang selain mampu melihat pembuluh darah di sekitar kanker juga mampu pula
memperlihatkan kecepatan dan arah aliran darah di dalam pembuluh darah itu, sehingga dapat
16
ditentukan resistensi index dan pulsatily index yang dengan demikian sudah dapat memastikan
apakah pembuluh darah yang mengelilingi nodule itu adalah benar neo-vascularisasi dan berapa
banyak adanya. Dengan dapat dipastikan keberadaan neo-vascularisasi ini maka akurasi diagnosa
kanker meningkat jadi 80%. Neo-vascularisasi yang baru terbentuk yang memang ada tapi belum
terlihat dengan teknik CDFI ini masih bisa dilihat dengan cara diberikan suntikan zat kontras pada
penderita sewaktu dilakukan pemeriksaan CDFI USG, zat kontras itu mampu menembus masuk ke
dalam neo-vascularisasi yang menyusup di dalam nodule. Dengan demikian akurasi diagnosa
meningkat menjadi 90% dan terlebih lagi dapat mendeteksi kanker berukuran lebih kecil dari 1 cm.
Dengan Color Doppler Flow Imaging USG ini juga memungkinkan kita melihat apakah ada
portal vein tumor thrombosis yaitu sel-sel kanker (tumor thrombus) yang lepas dan masuk ke dalam
vena Porta. Penting sekali memastikan keberadaan tumor thrombus di dalam vena porta ini karena
thrombus ini dapat menyumbat aliran darah. Pada keadaan normal semua makanan yang telah
dicernakan oleh usus akan dihantarkan ke hati oleh vena porta ini. Bila vena ini tersumbat oleh tumor
thrombus maka hati tidak menerima nutrisi lagi dengan kata lain hati tak dapat makanan lagi sehingga
sel-sel hati akan mati (necrosis) secara perlahan tetapi pasti dan ini sangat membahayakan penderita
karena dapat terjadi gagal hati (liver failure). Tumor thrombus ini bisa ukurannya besar sehingga
menutup seluruh lumen vena porta, bisa kecil, dan hanya menutup sebahagian lumen saja sehingga
masih bisa ada aliran darah di dalam vena porta ini. Dari hasil USG ini sudah bisa diarahkan dengan
tepat tindakan pengobatan apa yang paling sesuai dan bermanfaat untuk penderita apakah akan
dilakukan operasi membuang sebahagian hati (reseksi hepatektomi partial) atau tidak, apakah bisa
di-embolisasi atau tidak ataukah hanya dilakukan infuse kemoterapi intra-arterial saja. Tapi bila sudah
jelas terdapat tumor thrombus di dalam vena porta dan sudah pula menyumbat vena ini, maka
tindakan operatif dan embolisasi sudah hampir tidak berarti lagi dan satusatunya cara untuk
menyelamatkan penderita adalah dengan cara transplantasi hati (liver transplantation).
Dengan ultrasonografi, gambaran khas adalah pola mosaik, sonolusensi perifer, bayangan
lateral yang disebabkan pseudokapsul fibrotik, dan peningkatan akustik posterior. KHS yang masih
berupa nodul kecil cenderung bersifat homogen dan hipoekoik, sedangkan nodul yang besar biasanya
heterogen. Penggunaan ultrasonografi sebagai sarana screening untuk mendeteksi tumor hati pada
penderita dengan sirosis yang lanjut memberikan hasil bahwa 34 dari 80 penderita yang diperiksa
menunjukkan tanda-tanda tumor ganas dan 28 di antaranya adalah KHS. Ultrasonografi memberikan
sensitivitas sebesar 45% dan spesifisitas 98%. Oleh karena sensitivitas tes ini maka setiap massa yang
terdeteksi oleh ultrasonografi harus dianggap sebagai keganasan. Karsinoma hati sekunder
memberikan gambaran berupa nodul yang diameternya kecil mempunyai densitas tinggi dan
dikelilingi oleh gema berdensitas rendah. Gambaran ini berbentuk seperti mata sapi.
Kesimpulannya, pada USG didapatkan:
Echogenitas campuran (mixed echogenicity/pola mosaik) berhubungan karena adanya
nekrosis dan hipervaskuler tumor
Hypoechoic: tumornya solid
Hyperechoic: karena fatty metamorphosis
Tumor thrombus pada vena porta ()
17
Gambaran USG
Gambaran CT-Scan
18
3. Magnetic Resonance Imaging (MRI)
Magnetic resonance imaging umum digunakan secara rutin untuk screening penderita-penderita
dengan sirosis. Pada studi yang dilakukan oleh Krinsky dkk menguji sensitivitas dan spesifisitas dari
sarana tes ini untuk KHS dan nodul displastik pada sirosis hati. Hasil studi menunjukkan sensitivitas
untuk diagnosis KHS dilaporkan hanya sebesar 53% saja. Hal ini disebabkan karena lesi-lesi yang
tidak terdeteksi tersebut kebanyakan mempunyai diameter kecil yaitu rata-rata 1,3 cm. Sebaliknya,
nodul displastik derajat tinggi meskipun dapat dideteksi namun terdiagnosis sebagai KHS karena
adanya arterial phase enhancement. Dengan demikian, diperlukan kriteria lain selain arterial phase
enhancement untuk membedakan nodul displastik dari KHS yang kecil.
Gambaran MRI
4. Positron Emission Tomography (PET)
Salah satu teknologi terkini peralatan kedokteran radiologi adalah PET yang merupakan alat
pendiagnosis kanker menggunakan glukosa radioaktif yang dikenal sebagai fluorine 18 atau
Fluorodeoxyglucose (FGD) yang mampu mendiagnosa kanker dengan cepat dan dalam stadium dini.
Caranya, pasien disuntik dengan glukosa radioaktif untuk mendiagnosis sel sel kanker di dalam
tubuh. Cairan glukosa ini akan bermetabolisme di dalam tubuh dan memunculkan respons terhadap
sel sel yang terkena kanker. PET dapat menetapkan tingkat atau stadium kanker hati sehingga
tindakan lanjut penanganan kanker ini serta pengobatannya menjadi lebih mudah. Di samping itu juga
dapat melihat metastasis.
Gambaran PET
19
5. Uji faal hati
Karsinoma hati dapat menyebabkan terjadinya obstruksi saluran empedu atau merusak sel-sel hati oleh
karena penekanan massa tumor atau karena invasi sel tumor hingga terjadi gangguan hati yang tampak
pada peningkatan SGOT, SGPT (N: Laki-laki: 0 50 U/L, Perempuan: 0 35 U/L), alkali fosfatase,
laktat dehidrogenase. Gangguan faal hati ini tidak spesifik sebagai petanda tumor.
6. Alfafetoprotein
Alfa-fetoprotein (AFP) adalah protein serum normal yang disintesis oleh sel hati fetal, sel yolk sac dan
sedikit sekali oleh saluran gastrointestinal fetal. Rentang normal AFP serum adalah 0-20 ng/ml. Kadar
AFP meningkat pada 60% -70% dari pasien HCC, dan kadar lebih dari 400 ng/ml adalah diagnostik
atau sangat sugestif untuk HCC. Nilai normal juga dapat ditemukan juga pada kehamilan. Sensitivitas
Alphafetoprotein (AFP) untuk mendiagnosa KHS 60% 70%, artinya hanya pada 60% 70% saja dari
penderita kanker hati ini menunjukkan peninggian nilai AFP, sedangkan pada 30% 40% penderita
nilai AFP nya normal. Spesifitas AFP hanya berkisar 60% artinya bila ada pasien yang diperiksa
darahnya dijumpai AFP yang tinggi, belum bisa dipastikan hanya mempunyai kanker hati ini sebab
AFP juga dapat meninggi pada keadaan bukan kanker hati seperti pada sirrhosis hati dan hepatitis
kronik, kanker testis dan terratoma.
8. Histopatologi
20
Biasanya sel-sel ini menyerupai hati yang normal dengan trabekular padat atau prosessus seperti jari
tangan yang padat, biasanya sel tumor lebih kecil dari sel hati normal.
Histologi: memperlihatkan sel tumor dengan sotoplasma yang jernih tak berwarna, sering berbusa tau
bervakuolisasi lipid dan glikogen berlebihan dalam sitoplasma. Sering keadaan ini berhubungan
dengan hipoglekemia dan hiperkolesterolemia serta mempunya prognosis yang bervariasi.
9. Penanda Tumor
Alfa-fetoprotein (AFP) adalah protein serum normal yang disintesis oleh sel hati fetal, sel yolk-sac
dan sedikit sekali oleh saluran gastrointestinal fetal. Rentang normal AFP serum adalah 0-20 ng/mL.
Kadar AFP meningkat pada 60-70% pada pasien hepatoma, dan kadar lebih dari 400 ng/mL adalah
diagnostic atau sangat sugestif hepatoma.
DIAGNOSIS BANDING
1. Hemangioma
Hemangioma merukapakan tumor terlazim dalam hati, tumor ini biasanya subkapsular pada
konveksitaslobus hepatis dexter dan kadang-kadang berpedunkulasi. Ultrasonografi memperlihatkan
bercak-bercak ekogenik soliter dengan batas licin berbatas tegas. Pada foto polos biasanya
memperlihatkan kapsul berkalsifikasi.
21
2. Abses hepar
Sangat sukar dibedakan anatara abses piogenik dan amebik. Biasanya sangat besar, kadang-kadang
multilokular. Struktur eko rendah sampai cairan (anekoik) dengan adanya bercak-bercak hiperekoik
(debris) di dalamnya. Tepinya tegas, irregular yang makin lama makin bertambah tebal.
3. Tumor metastasis
Hepar adalah organ yang paling sering menjadi tempat tumor metastasi setelah kelenjar limfe.
Gambaran eko bergantung pada jenis asal tumor primer. Jadi dapat berupa struktur eko yang mungkin
lebih tinggi atau lebih rendah daripada jaringan hati normal.
2. Transplantasi Hati
Transplantasi hati memberikan kemungkinan untuk menyingkirkan tumor dan menggantikan
parenkim hati yang mengalami disfungsi. Kematian pasca transplantasi tersering disebabkan oleh
rekurensi tumor di dalam maupun di luar transplant. Tumor yang berdiameter kurang dari 3 cm
lebih jarang kambuh dibandingkan dengan tumor yang diameternya lebih dari 5 cm. Untuk seleksi
pasien HCC calon penerima transplan, secara umum digunakan kriteria Milan, yaitu pasien dengan
lesi tunggal berukuran 5 cm, atau lesi kurang dari 3 buah dan masing-masing berukuran 3 cm.
Di Eropa, Barcelona Clinic Liver Cancer Staging and Treatment Approach telah menyusun bagan
alur klasifikasi HCC beserta penatalaksanaannya. Berdasarkan kriteria BCLC, pasien HCC dibagi
menjadi stadium sangat dini, dini, menengah, lanjut, dan terminal. Transplantasi hati
diperuntukkan pasien HCC stadium sangat dini dengan peningkatan tekanan vena porta dan
stadium dini tanpa penyulit. Pasien HCC penerima transplantasi hati sesuai algoritma ini
dilaporkan memiliki angka survival lima tahun sebesar 60-70%
22
3. Terapi Operatif non Reseksi
Karena tumor menyebar atau alasan lain yang tidak dapat dilakukan reseksi, dapat
dipertimbangkan terapi operatif non reseksi mencakup injeksi obat melalui kateter transarteri
hepatik atau kemoterapi embolisasi saat operasi, kemoterapi melalui keteter vena porta saat
operasi, ligasi arteri hepatika, koagulasi tumor hati dengan gelombang mikro, ablasi
radiofrekuensi, krioterapi dengan nitrogen cair, efaforisasi dengan laser energi tinggi saat operasi,
injeksi alkohol absolut intratumor saat operasi.3
B. Terapi Lokal
1. Ablasi radiofrekuensi (RFA)
Ini adalah metode ablasi local yang paling sering dipakai dan efektif dewasa ini. Elektroda RFA
dimasukkan ke dalam tumor, melepaskan energi radiofrekuensi hingga jaringan tumor mengalami
nekrosis koagulatifn panas, denaturasi, jadi secara selektif membunuh jaringan tumor. Satu kali
RFA menghasilkan nekrosis seukuran bola berdiameter 3-5 cm sehingga dapat membasmi tuntas
mikrohepatoma, dengan hasil kuratif.
D. Kemoterapi
Hepatoma relatif kurang peka terhadap kemoterapi, efektivas kemoterapi sistemik kurang baik. Yang
tersering dipaki adalah 5FU, ADR, MMC, karboplatin, MTX, 5-FUDR, DDP, TSPA, kamtotesin, dll.
23
Kemoterapi Sistemik
Banyak studi yang meneliti terapi sistemik untuk HCC, khususnya pada pasien yang inoperable
dan banyak pula yang hasilnya tidak terlalu menggembirakan. Terapi kemoterapi sistemik yang
diberikan dapat digolongkan ke dalam beberapa kelompok, antara lain:
o Kemoterapi sitotoksik (meliputi etoposide, doxorubicin, epirubicin, cisplatin, 5-fluorouracil,
mitoxantrone, fludarabine, gemcitabine, irinotecan, nolatrexed)
o Terapi hormonal
Estrogen secara in vitro terbukti memiliki efek merangsang proliferasi hepatosit dan secara in
vivo bisa memicu pertumbuhan tumor hepar. Obat antiestrogen, tamoxifen, dipakai karena bisa
menurunkan jumlah reseptor estrogen di hepar.
o Terapi somatostatin (ocreotide, lanreotide)
Somatostatin memiliki aktivitas antimitosis terhadap berbagai tumor non-endokrin, dan sel-sel
HCC memiliki reseptor somatostatin. Karena itu analog somatostatin dipakai untuk menangani
pasien dengan HCC yang lanjut.
o Terapi dengan thalidomide (sebagai terapi tunggal atau kombinasi dengan epirubicin atau
interferon)
Thalidomide yang awalnya dikembangkan pada tahun 1960-an sebagai sedatif, baru-baru ini
dievaluasi ulang perannya untuk obat antikanker. Penggunaannya pada pasien HCC lanjut
terutama berdasarkan efek anti-angiogeniknya. Studi fase II telah dibuat untuk mengukur
kemangkusan thalidomide sebagai terapi tunggal atau dalam kombinasi dengan epirubicin atau
dengan interferon menunjukkan aktivitas yang terbatas pada pengobatan HCC.
o Terapi interferon
Interferon yang biasa dipakai untuk terapi hepatitis viral telah dicobakan untuk pengobatan
HCC. Mekanisme terapinya ada beberapa, meliputi efek langsung antivirus, efek
imunomodulasi serta efek antiproliferasi langsung maupun tak langsung. Beberapa studi awal
menunjukkan pemberian interferon dosis tinggi meningkatkan angka survival, namun ada
toksisitas karena obat pada penerimanya. Penelitian lain menunjukkan bahwa pemberian
interferon dosis rendah tidak menunjukkan efek perbaikan yang bermakna.
o Molecularly targeted therapy
Erlotinib yang merupakan inhibitor tirosin-kinase yang bekerja pada reseptor EGF (epidermal
growth faktor), menunjukkan kemangkusan sebagai pengobatan HCC lanjut. Sunitinib adalah
inhibitor tirosin-kinase multitarget dengan kemampuan antiangiogenesis pula. Sebuah studi
fase II memperlihatkan pemberian sunitinib pada pasien HCC yang inoperabel memberikan
hasil survival keseluruhan sebesar 9,8 bulan. Sorafenib adalah inhibitor multi-kinase oral yang
menghambat proliferasi sel tumor dengan membidik jalur sinyal intrasel pada tingkat Raf-1 dan
B-raf serin-treonin-kinase dan juga menghasilkan efek anti-angiogenik dengan membidik
reseptor EGF (endothelial growth faktor) 1, 2, dan 3 serta reseptor platelet derived growth
faktor dari tirosin-kinase beta.
24
E. Radioterapi
Radioterapi eksternal sesuai untuk pasien dengan lesi hepatoma yang relatif terlokalisasi, medan
radiasi dapat mencakup seluruh tumor, selain itu sirosis hati tidak parah, pasien dapat mentolerir
radioterapi. Radioterapi umumnya digunakan secara bersama metode terapi lain seperti herba, ligasi
arteri hepatik, kemoterapi transarteri hepatik, dll. Sedangkan untuk kasus metastasis stadium lanjut
dengan metastasis tulang, radiasi lokal dapat mengatasi nyeri. Dapat juga memakai biji radioaktif
untuk radioterapi internal terhadap hepatoma. Klasifikasi Radioterapi:
Terapi Radiasi Eksterna
Terapi Radiasi Interna menggunakan selective internal radiotherapy (SIRT) dengan radioisotop
SIRT dengan 90Ytrium microsphere
The Barcelona-Clinic Liver Cancer (BCL\C) approach to hepatocellular carcinoma management. Adapted from Llovet JM, Fuster J, Bruix J, Barcelona-
Clinic Liver Cancer Group. The Barcelona approach: diagnosis, staging, and treatment of hepatocellular carcinoma. Liver Transpl. Feb 2004;10(2 Suppl
1):S115-20.
PENCEGAHAN
Pencegahan Primordial
Pencegahan primordial adalah pencegahan yang dilakukan terhadap orang yang belum terpapar faktor
risiko. Pencegahan yang dilakukan antara lain:
1. Konsumsi makanan berserat seperti buah dan sayur serta konsumsi makanan dengan gizi seimbang.
2. Hindari makanan tinggi lemak dan makanan yang mengandung bahan pengawet/ pewarna.
3. Konsumsi vitamin A, C, E, B kompleks dan suplemen yang bersifat antioksidan, peningkat daya tahan
tubuh.
25
Pencegahan Primer
Pencegahan primer merupakan pencegahan yang dilakukan terhadap orang yang sudah terpapar faktor
risiko agar tidak sakit. Pencegahan primer yang dilakukan antara lain dengan:
1. Memberikan imunisasi hepatitis B bagi bayi segera setelah lahir sehingga pada generasi berikutnya
virus hepatitis B dapat dibasmi.
2. Memberikan penyuluhan kepada masyarakat tentang virus hepatitis (faktor-faktor risiko kanker hati)
sehingga kejadian kanker hati dapat dicegah melalui perilaku hidup sehat.
3. Menghindari makanan dan minuman yang mengandung alkohol karena alkohol akan semakin
meningkatkan risiko terkena kanker hati.
4. Menghindari makanan yang tersimpan lama atau berjamur karena berisiko mengandung jamur
Aspergillus flavus yang dapat menjadi faktor risiko terjadinya kanker hati.
5. Membatasi konsumsi sumber radikal bebas agar dapat menekan perkembangan sel kanker dan
meningkatkan konsumsi antioksidan sebagai pelawan kanker sekaligus mangandung zat gizi pemacu
kekebalan tubuh.
Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder merupakan upaya yang dilakukan terhadap orang yang sudah sakit agar lekas
sembuh dan menghambat progresifitas penyakit melalui diagnosis dini dan pengobatan yang tepat.
Pencegahan Tersier
Pencegahan tersier yang dapat dilakukan yaitu berupa perawatan terhadap penderita kanker hati melalui
pengaturan pola makan, pemberian suplemen pendukung penyembuhan kanker, dan cara hidup sehat
agar dapat mencegah kekambuhan setelah operasi.
26
Sedangkan menurut Suratun (2010:p301) komplikasi dari kanker hati adalah:
a. Perdarahan berhubungan dengan perubahan pada faktor pembekuan
b. Fistulabiliaris.
c. Infeksi pada luka operasi.
d. Masalah pulmonal.
e. Anoreksia dan diare merupakan efek yang merugikan dari pemakaian agens kemoterapi yang spesifik
5-FU dan FUDR.
f. Ikterik dan asites jika penyakit sudah pada tahap lanjut
LI.2. Memahami dan Menjelaskan Transplantasi Organ Menurut Pandangan Agama Islam
Hukum tentang transplantasi sangat bermacam-macam, ada yang mendukung dan ada pula yang
menolaknya. Oleh karena itu, dalam pembahasan ini akan menggabungkan hukum-hukum dari beberapa
sumber yaitu dari Abuddin (Ed) (2006) dan Zamzami Saleh (2009), sebagai berikut:
28
Alasan Dasar Pandangan-Pandangan Transplantasi Organ
Sebagaimana halnya dalam kasus-kasus lain, karena karakter fikih dalam Islam, pendapat yang muncul
tak hanya satu tapi beragam dan satu dengan lainnya, bahkan ada yang saling bertolak belakang, meski
menggunakan sumber-sumber yang sama.
b) Altruisme
Ada kewajiban yang amat kuat bagi Muslim untuk membantu manusia lain khususnya sesama
muslim, pendonoran organ secara sukarela merupakan bentuk altruisme yang amat tinggi (tentu ini
dengan anggapan bahwa si donor tak menerima uang untuk tindakannya) dan karenanya dianjurkan.
29
Daftar Pustaka
Budihussodo, Unggul. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 1 Edisi IV (p685-691). Jakarta:
Interna Publishing
Bruix, Jordi dan Morris Sherman. 2005. Management of Hepatocelluler Carcinoma. Diambil dari
http://www.aasld.org/practiceguidelines/Documents/Bookmarked%20Practice%20Guidelines/he
patocellular%20carenoma.pdf
Desen, Wan. 2008. Onkologi Klinik: Edisi 2 (p408-423). Jakarta: Balai Penerbit FKUI
Guyton dan Hall. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran: Edisi 11. Jakarta: EGC
Jacobson, R. D. 2009. Hepatocelluler Carcinoma. Diambil dari
http://emedicine.medscape.com/article/369226-overview
Price, Sylvia A., Wilson, Lorraine M. 2006. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Edisi
6. Jakarta: EGC
Sjamsuhidayat R, Wim de Jong. 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran EGC
Zuhroni. 2010. Pandangan Islam Terhadap Masalah Kedokteran dan Kesehatan. Jakarta: Universitas
YARSI.
30