Anda di halaman 1dari 30

WRAP UP

Blok Neoplasia
Skenario 2 Nyeri Perut Kanan Atas

Kelompok A-5

Ketua : Khansadhia Hasmaradana M. (1102014143)


Sekretaris : Anindya Anjas Putriavi (1102014027)
Anggota : Gilang Anugrah (1102012097)
Dadi Satrio Wibisono Rachmat (1102013067)
Destia Nahla Iqmalia (1102013076)
Ayu Retno Bashirah (1102014053)
Dira Adhitiya Ningrum (1102014077)
Ikhsanul Akbar Misfa (1102014125)
Ilenia Lentiari Heti (1102014126)

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS YARSI
2016/2017
Skenario
Seorang laki-laki berumur 54 tahun berobat ke poli penyakit dalam. Pasien mengeluhkan nyeri
pada perut kanan atas yang dialami sejak 6 bulan lalu, hilang timbul namun dua bulan terakhir nyeri
semakin sering. Merasa mual dan selera makan berkurang sejak 4 bulan yang lalu sehingga berat badan
berkurang 15 kg. Dari anamnesis diketahui pasien pernah terkena hepatitis 15 tahun yang lalu dan sering
mengkonsumsi alkohol.
Pada pemeriksaan fisik ditemukan BB 45 kg dengan TB 165 cm. Tekanan darah dan tanda vital
lainnya normal. Pemeriksaan abdomen hepatomegali dengan permukaan hati bernodul, tepi tumpul dan
nyeri tekan (+). Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan peningkatan serum transaminase SGPT dan
SGOT dengan bilirubin normal, Alpha Fetoprotein (AFP) 1000 U/L (normal: < 10 U/L), anti-HCV
positif. Setelah diberikan analgetik dan hepatoprotektor nyeri mereda. Setelah dilakukan pemeriksaan
USG dan biopsi hati pasien didiagnosis karsinoma hepatoseluler. Pasien dianjurkan untuk menjalani
transplantasi hati. Pasien meminta waktu untuk berkonsultasi dengan seorang ulama.

2
Brain Storming
Kata Sulit
AFP (Alpha Fetoprotein)
Protein plasma yang dihasilkan oleh hati fetus, saccus vitelinus dan tractus gastrointestinalis. Kadar
AFP menurun pada umur 1 tahun dan meningkat pada karsinoma hepatoseluler.
Anti-HCV
Kekebalan yang didapat akibat infeksi virus Hepatitis C.
Hepatoprotektor
Senyawa obat untuk memperbaiki dan melindungi hati dari zat-zat toksik terhadap hati.
Karsinoma hepatoseluler
Tumor ganas hati yang berasal dari hepatosit
Transplantasi hati
Operasi untuk membuang hati.

Pertanyaan
1. Mengapa terjadi hepatomegali?
2. Mengapa berat badan pasien menurun drastis?
3. Mengapa pasien merasa mual dan hilang nafsu makan?
4. Mengapa rasa nyeri hilang timbul?
5. Apa hubungan alkohol dengan riwayat hepatitis pada perjalanan penyakit karsinoma hepatoseluler?
6. Mengapa bilirubinnya normal?
7. Apa yang harus dilakukan pasien dari sisi Agama Islam?
8. Apa syarat transplantasi hati?
9. Mengapa hati bernodul dan tepi tumpul?
10. Berapa lama waktu yang dibutuhkan oleh penderita hepatitis sampai berkembang menjadi
karsinoma hepatoseluler?
11. Apa etiologi dan faktor resiko karsinoma hepatoseluler?
12. Apa pengobatan lain selain transplantasi hati?
13. Apa bukti hasil USG dan biopsi hati dari diagnosis karsinoma hepatoseluler?

3
Jawaban
1. Karena adanya penambahan sel-sel akibat proliferasi sel oleh sel kanker.
2. Karena nutrisi diambil oleh sel-sel kanker yang lebih agresif untuk metabolisme sel kanker itu
sendiri.
3. Karena fungsi hati terganggu dan tumornya mendesak traktus gastrointestinal sehingga makanan
yang dapat masuk tidak banyak.
4. Karena obat yang diberikan hanya bersifat suportif.
5. Alkohol (zat karsinogenik) dan riwayat hepatitis B maupun C meningkatkan faktor resiko
karsinoma hepatoseluler.
6. Karena kerusakan hati belum menyeluruh.
7. Dalam Islam, jika tidak ada alternatif lain maka boleh dilakukan transplantasi hati asal maslahatnya
lebih banyak dari pada mudharatnya.
8. Syarat transplantasi hati:
Kegagalan hepatektomi
Tidak ada alternatif lain
Golongan darah pendonor sama dengan resipien
Informed consent
Setelah transplantasi, pasien harus recovery di rumah sakit selama 3 minggu dan dapat kembali
beraktivitas normal setelah 6 bulan
9. Karena pertumbuhan sel yang tidak teratur.
10. Kurang lebih selama 10-15 tahun.
11. Etiologi dan faktor resiko karsinoma hepatoseluler:
Riwayat hepatitis B/C
Riwayat sirosis hati (resiko meningkat 34 kali)
Riwayat fatty liver (perlemakan hati), karena minum alkohol berlebihan dan minum air yang
terkonaminasi algae hijau dan biru
Aflatoksin
Faktor herediter
Merokok
12. Jika masih stadium awal dapat dilakukan kemoterapi, terapi hormonal, ablasi dan radioterapi.
13. Pada USG didapatkan densitas yang meningkat dengan gambaran mosaik, pada bagian perifer
sonolusen. Pada biopsi didapatkan proliferasi sel, massa yang soliter dan nodul multipel.

4
Hipotesis
Riwayat hepatitis B atau hepatitis C, sirosis hati, fatty liver atau perlemakan hati karena
konsumsi alkohol atau air terkontaminasi algae hijau dan biru, aflatoksin, faktor herediter dan merokok
merupakan etiologi dan faktor resiko dari terjadinya karsinoma hepatoseluler. Karsinoma hepatoseluler
menimbulkan manifestasi klinis berupa hepatomegali, nyeri, mual, muntah, hilang nafsu makan, berat
badan turun drastis dan pada pemeriksaan hati teraba bernodul dan tepinya tumpul. Karsinoma
hepatoseluler dapat ditatalaksana dengan transplantasi hati yang menurut Islam boleh jika tidak ada
alternatif lain dan memiliki kemaslahatan yang lebih banyak dari kemudharatan dengan syarat tidak ada
alternatif lain, segala tindakan sudah dicoba namun tidak berhasil, golongan darah pendonor sama
dengan resipien dan informed consent.

5
Sasaran Belajar
LI.1. Memahami dan Menjelaskan Karsinoma Hepatoseluler
LO.1.1. Memahami dan Menjelaskan Definisi Karsinoma Hepatoseluler
LO.1.2. Memahami dan Menjelaskan Epidemiologi Karsinoma Hepatoseluler
LO.1.3. Memahami dan Menjelaskan Etiologi Karsinoma Hepatoseluler
LO.1.4. Memahami dan Menjelaskan Klasifikasi Karsinoma Hepatoseluler
LO.1.5. Memahami dan Menjelaskan Patofisiologi Karsinoma Hepatoseluler
LO.1.6. Memahami dan Menjelaskan Manifestasi Klinis Karsinoma Hepatoseluler
LO.1.7. Memahami dan Menjelaskan Diagnosis dan Diagnosis Banding Karsinoma
Hepatoseluler
LO.1.8. Memahami dan Menjelaskan Penatalaksanaan Karsinoma Hepatoseluler
LO.1.9. Memahami dan Menjelaskan Komplikasi Karsinoma Hepatoseluler
LO.1.10. Memahami dan Menjelaskan Prognosis Karsinoma Hepatoseluler

LI.2. Memahami dan Menjelaskan Transplantasi Organ dalam Pandangan Agama Islam

6
LI.1. Memahami dan Menjelaskan Karsinoma Hepatoseluler
LO.1.1. Memahami dan Menjelaskan Definisi Karsinoma Hepatoseluler
Karsinoma hepatoseluler adalah tumor ganas hati primer yang berasal dari hepatosit dan
penyebab kematian ke-3 akibat kanker di dunia. Kanker hati adalah penyakit kronis pada hepar dengan
inflamasi dan fibrosis hepar yang mengakibatkan distorsi struktur hepar dan hilangnya sebagian besar
fungsi hepar.
Kanker hati berasal dari satu sel yang mengalami perubahan mekanisme kontrol dalam sel yang
mengakibatkan pembelahan sel yang tidak terkontrol. Sel abnormal tersebut akan membentuk jutaan
kopi yang disebut klon. Mereka tidak dapat melakukan fungsi normal sel hati dan sel terus menerus
memperbanyak diri. Sel-sel tidak normal ini akan membentuk tumor (Anonim, 2004).
Kanker hati (hepatocellular carcinoma) adalah suatu kanker yang timbul dari hati, juga dikenal
sebagai kanker hati primer atau hepatoma. Hati terbentuk dari tipe-tipe sel yang berbeda (contohnya,
pembuluh-pembuluh empedu, pembuluh-pembuluh darah, dan sel-sel penyimpan lemak).
Bagaimanapun, sel-sel hati (hepatocytes) membentuk sampai 80% dari jaringan hati.

LO.1.2. Memahami dan Menjelaskan Epidemiologi Karsinoma Hepatoseluler


Hepatoma jarang ditemukan pada usia muda kecuali di wilayah yang endemik infeksi serta
banyak terjadi transmisi HBV perinatal. Infeksi HBV sebagai salah satu penyebab terpenting hepatoma
banyak ditularkan pada masa perinatal atau masa kanak-kanak kemudian hepatoma terjadi sesudah dua-
tiga dasawarsa. Bayi dan anak kecil yang terinfeksi virus ini lebih mempunyai kecenderungan menderita
hepatitis virus kronik daripada dewasa yang terinfeksi virus ini untuk pertama kalinya.
Keganasan primer pada hati ini menduduki tempat keenam dari keganasan yang tersering di
dunia, dan tempat ketiga pembawa kematian-akibat kanker dengan nisbah mortalitas terhadap
insidensnya sebesar 0,9. Di seluruh dunia, HCC menyumbang jumlah kematian lebih dari sejuta orang
setiap tahunnya.Hepar sendiri merupakan tempat yang lazim bagi metastasis kanker yang berasal dari
gastrointestinal, terutama dari daerah kolorektal.
Distribusi geografis HCC di seluruh dunia sangat tidak merata. Negara-negara di Asia Tenggara
(Taiwan, Korea, Thailand, Hong Kong, Singapura, Malaysia, Cina Selatan) dan Afrika tropis
menunjukkan insidens paling tinggi dengan 1020 per 100.000 populasi. Laju prevalensi juga bervariasi
di antara negara-negara tersebut, dengan insidens sebesar 150 per-100.000 populasi di Taiwan dan 28
per-100.000 populasi di Singapura.Tingginya laju insidens serupa diperkirakan didapati di Kamboja,
Vietnam, dan Myanmar, namun dokumentasi yang tepat tidak didapatkan. Laju terendah HCC sebesar
13 per-100.000 populasi didapatkan di negara Barat, Australia, Amerika Selatan, dan India; sedangkan
laju yang menengah didapatkan di Jepang, Timur Tengah, dan negara-negara Mediterania. Bila
didasarkan atas kelompok etnis, variasi insidens HCC tertinggi didapatkan pada etnis Cina (16,2/100.000
pada pria dan 5/100.000 pada wanita), disusul Hispanik atau Latin (9,8/100.000 pada pria dan
3,5/100.000 pada wanita), Afrika-Amerika (7,1/100.000 pada pria dan 2,1/100.000 pada wanita), dan
etnis Jepang (5,5/100.000 pada pria dan 4,3/100.000 pada wanita).
Di Indonesia (khususnya Jakarta) HCC ditemukan antara 50 dan 60 tahun, dengan predominasi
pada laki-laki. Rasio antara kasus laki-laki dan perempuan berkisar antara 2-6:1.
Daerah endemik terdapat di Cina dan sub-Sahara Afrika, yang berhubungan dengan daerah
endemik tingkat tinggi carrier hepatitis B dan kontaminasi mycotoxin bahan pangan, biji-bijian yang
disimpan, air minum, dan tanah. Faktor-faktor lingkungan adalah penting; orang Jepang di Jepang
memiliki insidensi lebih tinggi daripada mereka yang tinggal di Hawaii, juga memiliki insidensi yang
lebih tinggi daripada mereka yang tinggal di California.

7
LO.1.3. Memahami dan Menjelaskan Etiologi dan Faktor Resiko Karsinoma Hepatoseluler
Dewasa ini hepatoma dianggap terjadi dari hasil interaksi sinergis multifaktor dan multifasik,
melalui inisiasi, akselerasi, dan transformasi, serta peran onkogen dan gen terkait. Walaupun penyebab
pasti hepatoma belum diketahui, tetapi sudah dapat diprediksi faktor risiko yang memicu hepatoma,
yaitu:

1. Virus Hepatitis B (HBV)


Hubungan antara infeksi kronik HBV dengan timbulnya HCC terbukti kuat, baik secara
epidemiologis, klinis maupun eksperimental. Umur saat terinfeksi merupakan faktor resiko penting
karena infeksi HBV pada usia dini berakibat akan terjadinya persistensi (kronisitas). Karsinogenitas
HBV terhadap hati mungkin terjadi karena proses inflamasi kronik, peningkatan proliferasi hepatosit,
integrasi HBV DNA ke dalam DNA sel pejamu, dan aktivitas protein spesifik-HBV berinteraksi
dengan gen hati.
Hubungan antara infeksi kronik HBV dengan timbulnya HCC terbukti kuat, baik secara
epidemologis, klinis maupun eksperimental. Menurut beberapa penelitian, frekuensi kanker hati
berhubungan (berkorelasi) dengan frekuensi infeksi virus hepatitis B kronis. Sebagai tambahan,
pasien-pasien dengan virus hepatitis B yang memiliki risiko tinggi untuk terjadi kanker hati adalah
pria-pria dengan sirosis (pembentukan jaringan parut di hati), virus hepatitis B dan terdapat riwayat
kanker hati keluarga.
Pada pasien yang memiliki virus hepatitis B kronis dan kanker hati, material genetik dari
virus hepatitis B seringkali ditemukan menjadi bagian dari material genetik sel-sel kanker. Hal ini
diperkirakan karena adanya genom virus hepatitis B (kode genetik) pada daerah-daerah tertentu yang
masuk ke material genetik dari sel-sel hati. Material genetik virus hepatitis B ini mungkin kemudian
mengacaukan/mengganggu material genetik yang normal dalam sel-sel hati, dan dengan demikian
menyebabkan sel-sel hati menjadi bersifat kanker. Pasien yang memiliki virus hepatitis B kronis dapat
berpotensi terkena HCC jika pasien tersebut memiliki faktor resiko lain, seperti konsumsi alkohol
ataupun pasien memiliki infeksi yang bersamaan dengan infeksi virus hepatitis C kronis.

2. Virus Hepatitis C (HCV)


HCV merupakan faktor resiko penting dari HCC. Meta analisis dari 32 penelitian kasus
kelola menyimpulkan bahwa resiko terjadinya HCC pada pengidap infeksi HCV adalah 17 kali lipat
dibandingkan dengan resiko bukan pengidap. Infeksi HCV berperan penting dalam pathogenesis
HCC pada pasien yang bukan pengidap HBV.
Infeksi virus hepatitis C (HCV) juga dihubungkan dengan perkembangan kanker hati. Pada
beberapa studi retrospektif dari riwayat pasien yang memiliki hepatitis C, waktu rata-rata pasien yang
terkena paparan virus hepatitis C untuk berpotensi menjadi kanker hati yaitu 28 tahun. Beda halnya
pada pasien yang sebelumnya telah mengidap sirosis hati dan terinfeksi virus hepatitis C pula, rata-
rata waktu yang diperlukan pasien hingga mengidap kanker hati ialah 8-10 tahun. Beberapa studi
prospektif Eropa melaporkan bahwa kejadian tahunan kanker hati pada pasien virus hepatitis C yang
mengidap sirosis berkisar dari 1.4 sampai 2.5% per tahun.

8
Pada pasien yang terinfeksi virus hepatitis C, faktor-faktor risiko sehingga terjadinya kanker
hati antara lain adanya sirosis, umur yang lebih tua, jenis kelamin laki, meningkatnya kadar alpha-
fetoprotein (suatu penanda tumor darah), konsumsi alkohol, dan infeksi yang bersamaan dengan virus
hepatitis B. Mekanisme virus hepatitis C menyebabkan kanker hati tidak dimengerti dengan baik.
Tidak seperti virus hepatitis B, material genetik virus hepatitis C tidak masuk secara langsung ke
dalam material genetik sel-sel hati.
Pada studi yang lain, diketahui terdapat beberapa individu-individu yang terinfeksi virus
hepatitis C kronis yang menderita kanker hati tanpa mengidap sirosis. Hal ini dicurigai karena bahwa
protein inti (pusat) dari virus hepatitis C adalah penyebab pengembangan kanker hati. Protein inti
sendiri (suatu bagian dari virus hepatitis C) diperkirakan menghalangi proses alami kematian sel atau
mengganggu fungsi dari suatu gen (gen p53) sebagai penekan tumor yang normal. Akibatnya sel-sel
hati terus hidup dan berproliferase tanpa dapat dikendalikan.

3. Sirosis Hati
Sirosis hati merupakan faktor resiko utama HCC di dunia dan melatarbelakangi lebih dari
80% kasus HCC. Setiap tahun 3-5% dari penderita sirosis hati akan menderita HCC dan HCC menjadi
penyebab utama kematian sirosis hati. Prediktor utama HCC pada sirosis hati adalah jenis kelamin
laki-laki, peningkatan kadar alfa feto protein (AFP) serum, beratnya penyakit dan tingginya aktivitas
profelirasi sel hati.
Individu-individu dengan kebanyakan tipe-tipe sirosis hati berada pada risiko yang
meningkat mengembangkan kanker hati. Sebagai tambahan pada kondisi-kondisi yang digambarkan
diatas (hepatitis B, hepatitis C, alkohol, dan hemochromatosis), kekurangan alpha 1 anti-trypsin, suatu
kondisi yang diturunkan/diwariskan yang dapat menyebabkan emphysema dan sirosis, mungkin
menjurus pada kanker hati. Kanker hati juga dihubungkan sangat erat dengan tyrosinemia keturunan,
suatu kelainan biokimia pada masa kanak-kanak yang berakibat pada sirosis dini.

4. Aflatoksin
Aflatoksin B1 (AFB1) merupakan mikotoksin yang diproduksi oleh jamur Aspergillus flavus yang
ditemukan dalam makanan yang telah tersimpan dalam suatu lingkungan yang panas dan lembab.
Jamur ini ditemukan pada makanan seperti kacang-kacang tanah, beras, kacang-kacang kedelai,
jagung, dan gandum. AFB1 bersifat karsinogen. Metabolit AFB1 yaitu AFB 1-2-3-epoksid
merupakan karsinogen utama dari kelompok aflatoksin yang mampu membentuk ikatan dengan DNA
maupun RNA. Salah satu mekanisme hepatokarsino-genesisnya adalah kemampuan AFB1
menginduksi mutasi pada kodon 249 dari gen supresor tumor p53. Mutasi-mutasi ini bekerja dengan
mengganggu fungsi-fungsi penekan tumor yang penting dari gen.

5. Obesitas
Obesitas merupakan faktor resiko utama untuk non-alcoholic fatty liver disease (NAFLD), khususnya
non-alcoholic steatohepatitis (NASH) yang dapat berkembang menjadi sirosis hati dan kemudian
dapat berlanjut menjadi HCC.

9
6. Diabetes Melitus (DM)
DM merupakan faktor resiko baik untuk penyakit hati kronik maupun untuk HCC melalui terjadinya
perlemakan hati dan staetohepatis non-alkoholik (NASH). Di samping itu, DM dihubungkan dengan
peningkatan kadar insulin dan insulin-like growth faktors (IGFs) yang merupakan faktor promotif
potensial untuk kanker.

7. Alkohol
Meskipun alkohol tidak memiliki kemampuan mutagenik, peminum berat alkohol berisiko untuk
menderita HCC melalui sirosis hati alkoholik. Hanya sedikit bukti efek karsinogenik langsung dari
alkohol. Alkoholisme juga meningkatkan resiko terjadinya sirosis hati pada pengidap infeksi HBV
atau HCV. Sirosis yang disebabkan oleh konsumsi alkohol dalam jangka waktu lama merupakan
penyebab paling umum dari kanker hati di negara-negara maju. Mekanisme ini terjadi ketika para
alkoholik menghentikan konsumsi alkoholnya, sel-sel hati akan mencoba untuk memperbaiki organ
hati dengan cara regenerasi atau mereproduksi sel-sel baru. Selama proses regenerasi aktif inilah,
terjadi suatu perubahan genetik (mutasi) yang menghasilkan kanker.

8. Obat-Obat Terlarang, Obat-Obatan dan Senyawa Kimia


Tidak ada obat-obat yang menyebabkan kanker hati, namun hormon-hormon wanita (estrogen) dan
steroid-steroid pembentuk protein (anabolik) dihubungkan dengan pengembangan hepatic adenomas.
Ini adalah tumor-tumor hati yang jinak yang mungkin mempunyai potensi untuk menjadi ganas
(bersifat kanker). Jadi, pada beberapa individu-individu, hepatic adenoma dapat berkembang menjadi
kanker. Senyawa tertentu dikaitkan dengan tipe-tipe lain dari kanker yang ditemukan pada hati.

9. Faktor Resiko Lain


Penyakit hati autoimun (hepatitis autoimun; PBC/sirosis bilier primer)
Penyakit hati metabolik (hemokromatosis genetic; defisiensi antitrypsin-alfal; penyakit Wilson)
Kontrasepsi oral
Senyawa kimia (thorotrast; vinil klorida; nitrosamin; insektisida organoklorin; asam tanik)
Tembakau (masih kontroversial)
Jenis kelamin laki-laki lebih rentan karena faktor genetik
Memiliki riwayat keluarga menderita penyakit hati atau diabetes
Kebiasaan merokok dan mengkonsumsi air yang mengandung arsenik

LO.1.4. Memahami dan Menjelaskan Klasifikasi Karsinoma Hepatoseluler


Ca Hepar atau kanker hati dapat digolongkan beberapa tipe yaitu:
a. Kanker Hati Primer
Cholangio Carcinoma kanker yang berawal dari saluran empedu.
Hepatoblastoma pada umumnya menyerang anak-anak atau anak yang mengalami pubertas.
Angiosarcoma kanker yang jarang terjadi, bermula di pembuluh darah yang ada pada hati.

10
Hepatoma (HCC) berawal di hepatosit dan dapat menyebar ke organ yang lain. Laki-laki dua
kali lebih rawan terkena penyakit ini dibandingkan wanita.

b. Kanker Hati Sekunder


Kanker hati sekunder dapat muncul dari kanker hati primer pada organ-organ lain. Tetapi, pada
umumnya bersumber dari perut, pankreas, kolon dan rektum.

Secara makroskopis karsinoma hepatoseluler dibedakan atas:


a. Tipe massif: biasanya di lobus kanan, batas tegas, dapat disertai nodul nodul kecil di sekitar massa
tumor biasa dengan atau tanpa sirosis.
b. Tipe nodular: terdapat nodul-nodul tumor dengan ukuran yang bervariasi tersebar di seluruh hati.
c. Tipe difus: secara makroskopis sukar ditentukan daerah massa tumor

STADIUM PENYAKIT
Stadium I: Satu fokal tumor berdiameter < 3 cm yang terbatas hanya pada salah satu segmen tetapi
bukan di segmen I hati
Stadium II: Satu fokal tumor berdiameter > 3 cm. Tumor terbatas pada segmen I atau multi-fokal
terbatas pada lobus kanan/kiri
Stadium III: Tumor pada segmen I meluas ke lobus kiri (segment IV) atas ke lobus kanan segmen V
dan VIII atau tumor dengan invasi peripheral ke sistem pembuluh darah (vascular) atau pembuluh
empedu (billiary duct) tetapi hanya terbatas pada lobus kanan atau lobus kiri hati.
Stadium IV: Multi-fokal atau diffuse tumor yang mengenai lobus kanan dan lobus kiri hati atau tumor
dengan invasi ke dalam pembuluh darah hati (intra hepaticvaskuler) ataupun pembuluh empedu
(biliary duct) atau tumor dengan invasi ke pembuluh darah di luar hati (extra hepatic vessel) seperti
pembuluh darah vena limpa (vena lienalis) atau vena cava inferior atau adanya metastase keluar dari
hati (extra hepatic metastase).

Tabel Klasifikasi Cancer of the Liver Italian Program (CLIP)


Poin
Variabel
0 1 2
i. Jumlah Tumor Single Multiple
Ukuran tumor pada Hepar yang
<50 <50 >50
menggantikan hepar normal (%)a
ii. Nilai Child-Pugh A B C
iii. -Fetoprotein level (ng/mL) <400 400
iv. Trombosis Vena Porta (CT) No Yes
a = Luas tumor pada hati

Tabel Klasifikasi Okuda


Bilirubin
Ukuran Tumora Ascites Albumin (g/L)
(mg/dL)
50% <50 + 3 >3 3 <3
(+) () (+) () (+) () (+) ()
Stadium Okuda: Stadium 1= semua (-), Stadium 2= 1 atau 2 (+), Stadium 3 = 3 atau 4 (+).

11
LO.1.5. Memahami dan Menjelaskan Patofisiologi Karsinoma Hepatoseluler

Etiologi:
HBV
HCV
Alkohol
Aflatoxin
Obat-obatan bahan kimia
Radiasi

Peningkatan perputaran sel hati


yang diinduksi oleh injury
Regenerasi kronik
Kerusakan oksidatif DNA

Perubahan genetik (perubahan kromosom, aktifitas onkogenik


selular, inaktivasi gen supresor tumor, invasi pertumbuhan
angiogenik, aktivasi telomerase)

Transformasi malignan

Menyebar melalui 4 jalur:


1. Pertumbuhan
sentrifungal
2. Perluasan
parasinusoidal
3. Penyebaran sistem
vena portal
4. Metastasis jauh

12
Karsinoma hepatoseluler ditandai dengan sel-sel polygonal dalam ukuran yg bervariasi dengan
inti yg hiperkromatik dan terlihat sering mitosis. Tumor-tumor sering terlihat multisentris. Beberapa
mensekresi empedu serta menyerang cabang-cabang vena porta dan hepatic.
Mekanisme karsinogenesis karsinoma hepatoseluler belum sepenuhnya diketahui. Apapun agen
penyebabnya, transformasi maligna hepatosit, dapat terjadi melalui peningkatan perputaran (turn-over)
sel hati yg diinduksi oleh cedera dan regenerasi kronik dalam bentuk inflamasi dan kerusakan oksidatif
DNA. Hal ini dapat menimbulkan perubahan genetic seperti perubahan kromosom, aktivasi onkogen
seluler atau inaktivasi gen supresor tumor. Hepatitis virus kronik, alcohol dan penyakit hati metabolic
seperti hemokromatosis dan defisiensi antitripsin-alfa 1, mungkin menjalankan peranannya terutama
melalui jalur ini (cedera kronik, regenerasi, dan sirosis). Dilaporkan bahwa HBV dan juga HCV dalam
keadaan tertentu juga berperan langsung pada patogenesis molekuler karsinoma hepatoseluler.
Aflatoksin dapat menginduksi mutasi pada gen supresor tumor p53 dan ini menunjukkan bahwa faktor
lingkungan juga berperan pada tingkat molecular untuk berlangsungnya proses hepato karsinogenesis.
Pada awal penyakit kadang-kadang tidak ada keluhan, atau keluhannya samara-samar, sehingga
pasien tidak sadar sampai pada suatu saat tumor sudah besar. Adanya perbesara hati serta keluhan yg
sering dirasakan berupa adanya perasaan sakit atau nyeri yg sifatnya tumpul, tidak terus-menerus, terasa
penuh di perut kanan atas, tidak ada nafsu makan karena perut selalu terasa kenyang sehingga berat
badan menurun secara drastis. Pasien merasakan adanya pembengkakan perut kanan atas atau daerah
epigastrium, kadang-kadang pada awalnya ada keluhan muntah, jaundice, juga adanya pengurangan
produksi gonadotropin oleh tumor peritonitis lokal atau difus. Dalam keadaan seperti itu perlu dipikirkan
perdarahan intra abdominal.
Beberapa faktor predisposisi untuk terjadinya tumor hati, diantaranya:
1. Sirosis Hati
Sirosis hati merupakan faktor risiko utama karsinoma hepatoseluler di dunia dan
melatarbelakangi lebih dari 80% kasus karsinoma hepatoseluler. Pada sirosis hati akan
terjadi hiperplasi noduler yang akan berubah menjadi adenoma multiple dan kemudian
berubah menjadi karsinoma pada hati. Dengan demikian hal yang menyebabkan sirosis
hepatic juga dapat menyebabkan karsinoma pada hati, seperti Virus Hepatitis, Zat
Hepatotoxic Hemokromatosis dan lain sebagainya.

2. Virus Hepatitis B (HBV)


Hubungan antara infeksi kronik HBV dengan timbulnya karsinoma hepatoseluler terbukti
kuat, baik secara epidemiologis, klinis maupun eksperimental. Karsinogenisitas HBV
terhadap hati mungkin terjadi melalui proses inflamasi kronik, peningkatan proliferasi
hepatosit, integrasi HBV DNA ke dalam DNA sel pejamu, dan aktifitas protein spesifik-
HBV berintegrasi dengan gen hati. Pada dasrnya, perubahan hepatosit dari kondisi inaktif
menjadi sel yg aktif bereplikasi menentukan tingkat karsinogenesis hati. Siklus sel dapat
diaktifkan secara tidak langsung oleh kompensasi proliferatif merespon nekroinflamasi sel
hati, atau akibat dipicu oleh ekspresi berlebihan suatu atau beberapa gen yg berubah akibat
HBV.

13
3. Virus Hepatitis C (HCV)
Prevalensi HCV-RNA dalam serum dan jaringan hati lebih tinggi pada pasien karsinoma
hepatoseluler dengan HBsAg-negatif dibandingkan dengan yg HBsAg-positif. Ini
menunjukkan bahwa infeksi HCV berperan penting dalam patogenesis karsinoma
hepatoseluler pada pasien yg bukan pengidap HBV. Pada kelompok pasien bukan penyakit
hati akibat transfuse darah dengan anti-HCV positif, interval antara saat transfusi hingga
terjadinya karsinoma hepatoseluler dapat mencapai 29 tahun. Hepatokarsinogenesis akibat
infeksi HCV diduga melalui aktifitas nekroinflamasi kronik dan sirosis hati.

4. Zat Karsinogenik (Aflatoksin)


Aflatoksin B1 (AFB1) merupakan mikotoksin yg diproduksi oleh jamur Aspergillus. Dari
percobaan binatang diketahui bahwa AFB1 bersifat karsinogen. Metabolit AFB1 yaitu AFB
1-2-3-epoksid merupakan karsinogen utama dari kelompok aflatoksin yg mampu
membentuk ikatan dengan DNA maupun RNA. Salah satu mekanisme
hepatokarsinogenesisnya ialah kemampuan AFB1 menginduksi mutasi pada kodon 249 dari
gen supresor tumor p53.

LO.1.6. Memahami dan Menjelaskan Manifestasi Klinis Karsinoma Hepatoseluler


Hepatoma fase subklinis
Fasesubklinis atau stadium dini adalah pasien yang tanpa gejala dan tanda fisik hepatoma yang jelas,
biasanya ditemukan melalui pemeriksaan AFP dan teknik pencitraan. Yang dimaksud kelompok risiko
tinggi hepatoma umumnya adalah: masyarakat di daerah insiden tinggi hepatoma; pasien dengan riwayat
hepatitis atau HBsAg positif; pasien dengan riwayat keluarga hepatoma; pasien pasca reseksi hepatoma
primer.

Hepatoma fase klinis


Hepatoma fase klinis tergolong hepatoma stadium sedang, lanjut, manifestasi utama yang sering
ditemukan adalah:
a. Nyeri abdomen kanan atas: hepatoma stadium sedang dan lanjut sering datang berobat karena
kembung dan tidak nyaman atau nyeri samar di abdomen kanan atas. Nyeri seperti tertusuk, sebagian
merasa area hati terbebat kencang, disebabkan tumor tumbuh dengan cepat hingga menambah
regangan pada kapsul hati.
b. Perut kembung: timbul karena massa tumor sangat besar, asitesdan gangguan fungsi hati.
c. Anoreksia: timbul karena fungsi hati terganggu, tumor mendesak GIT, perut tidak bisa menerima
makanan dalamjumlah banyak karena terasa begah.
d. Letih, berat badan: dapat disebabkan metabolit dari tumor ganasdan berkurangnya masukan
makanan pada tubuh.
e. Demam: timbul karena nekrosis tumor, disertai infeksi, metabolit tumor, jika tanpa bukti infeksi
disebut demam kanker, umumnya tidak disertai menggigil.

14
f. Ikterus: kuningnya sclera dan kulit, umumnyakarena gangguan fungsi hati, biasanya sudah stadium
lanjut, dapat menyumbat kanker di saluran empedu atau tumormendesak saluran empedu hingga
timbul ikterus obstruktif.
g. Asites: perut membuncit dan pekak bergeser, sering disertaiudem kedua tungkai.
h. Lainnya: selain itu terdapat kecenderungan perdarahan, diare, nyeri bahu belakangkanan, udem kedua
tungkai bawah, kulit gatal dan lainnya, jugamanifestasi sirosishati seperti splenomegali, palmar
eritema, lingua hepatik, spidernevi, venodilatasi dinding abdomen. Pada stadium akhir hepatoma
sering timbulmetastasis paru, tulang dan banyak organ lain.

LO.1.7. Memahami dan Menjelaskan Diagnosis dan Diagnosis Banding Karsinoma Hepatoseluler

Kriteria diagnosa Kanker Hati Selular (KHS) menurut PPHI (Perhimpunan Peneliti Hati Indonesia),
yaitu:
1. Hati membesar berbenjol-benjol dengan/tanpa disertai bising arteri.
2. AFP (Alphafetoprotein) yang meningkat lebih dari 500 mg per ml.
3. Ultrasonography (USG), Nuclear Medicine, Computed Tomography Scann (CT Scann), Magnetic
Resonance Imaging (MRI), Angiography, ataupun Positron Emission Tomography (PET) yang
menunjukkan adanya KHS.
4. Peritoneoscopy dan biopsi menunjukkan adanya KHS.
5. Hasil biopsi atau aspirasi biopsi jarum halus menunjukkan KHS.
Diagnosa KHS didapatkan bila ada dua atau lebih dari lima kriteria atau hanya satu yaitu kriteria
empat atau lima.

15
ANAMNESIS
a. Rasa nyeri: tumpul, terus menerus, kadang terasa hebat apabila bergerak.
b. Waktu (nyeri dari kapan, sudah berapa lama, berapa kali).
c. Keluhan lain: demam, badan semakin lemah, anoreksia, mudah kenyang.
d. Riwayat penyakit: pernah terdiagnosis Hepatitis B, hepatitis C.
e. Minum minuman beralkohol
f. Makan kacang kacangan (kacang tanah, kacang kedelai) kemungkinan yang sudah kadaluarsa
g. Konsumsi obat tertentu:
h. Asetaminofen (dosis besar dan lama), dantrolen, isoniazid, metildopa, nitrofurantoin
mengakibatkan gejala mirip hepatitis kronik aktif.
i. Asam nikotinat, metotreksat, dan terbinafin mengakibatkan sirosis hati.
j. Danazol, kontrasepsi oral, steroid anabolik, testosteron mengakibatkan tumor hati.

PEMERIKSAAN FISIK
1. Inspeksi: Perut membesar, asimetris, ikterik.
2. Palpasi: Ditemukan hepatomegali; teraba massa bernodul, keras, immobile (terfiksir), shifting
dullness dan undulasi (+) asites
3. Perkusi: Saat perkusi abdomen, normalnya suara timpani menjadi redup.

PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Ultrasonografi
Dengan USG hitam putih (grey scale) yang sederhana (conventional) hati yang normal
tampak warna ke-abuan dan texture merata (homogen). Bila ada kanker langsung dapat terlihat jelas
berupa benjolan (nodule) berwarna kehitaman, atau berwarna kehitaman campur keputihan dan
jumlahnya bervariasi pada tiap pasien bisa satu, dua atau lebih atau banyak sekali dan merata pada
seluruh hati, ataukah satu nodule yang besar dan berkapsul atau tidak berkapsul. Sayangnya USG
conventional hanya dapat memperlihatkan benjolan kanker hati diameter 2 cm 3 cm saja. Tapi bila
USG conventional ini dilengkapi dengan perangkat lunak harmonik system bisa mendeteksi benjolan
kanker diameter 1 cm 2 cm13, namun nilai akurasi ketepatan diagnosanya hanya 60%. Rendahnya
nilai akurasi ini disebabkan walaupun USG conventional ini dapat mendeteksi adanya benjolan
kanker namun tak dapat melihat adanya pembuluh darah baru (neo-vascular).
Neo-vascular merupakan ciri khas kanker yaitu pembuluh darah yang terbentuk sejalan
dengan pertumbuhan kanker yang gunanya untuk menghantarkan makanan dan oksigen ke kanker
itu. Semakin banyak neo-vascular ini semakin ganas kankernya. Walaupun USG color yang sudah
dapat memberikan warna dan mampu memperlihatkan pembuluh darah di sekeliling nodule tetapi
belum dapat memastikan keberadaan neovascular sehingga dengan demikian akurasi diagnostik
hanya sedikit bertambah menjadi berkisar 60% 70%. Dengan pesatnya perkembangan teknologi,
kini sudah ada alat USG yang lebih canggih dan lebih lengkap lagi yaitu Color Doppler Flow Imaging
(CDFI) yaitu USG yang selain mampu melihat pembuluh darah di sekitar kanker juga mampu pula
memperlihatkan kecepatan dan arah aliran darah di dalam pembuluh darah itu, sehingga dapat

16
ditentukan resistensi index dan pulsatily index yang dengan demikian sudah dapat memastikan
apakah pembuluh darah yang mengelilingi nodule itu adalah benar neo-vascularisasi dan berapa
banyak adanya. Dengan dapat dipastikan keberadaan neo-vascularisasi ini maka akurasi diagnosa
kanker meningkat jadi 80%. Neo-vascularisasi yang baru terbentuk yang memang ada tapi belum
terlihat dengan teknik CDFI ini masih bisa dilihat dengan cara diberikan suntikan zat kontras pada
penderita sewaktu dilakukan pemeriksaan CDFI USG, zat kontras itu mampu menembus masuk ke
dalam neo-vascularisasi yang menyusup di dalam nodule. Dengan demikian akurasi diagnosa
meningkat menjadi 90% dan terlebih lagi dapat mendeteksi kanker berukuran lebih kecil dari 1 cm.
Dengan Color Doppler Flow Imaging USG ini juga memungkinkan kita melihat apakah ada
portal vein tumor thrombosis yaitu sel-sel kanker (tumor thrombus) yang lepas dan masuk ke dalam
vena Porta. Penting sekali memastikan keberadaan tumor thrombus di dalam vena porta ini karena
thrombus ini dapat menyumbat aliran darah. Pada keadaan normal semua makanan yang telah
dicernakan oleh usus akan dihantarkan ke hati oleh vena porta ini. Bila vena ini tersumbat oleh tumor
thrombus maka hati tidak menerima nutrisi lagi dengan kata lain hati tak dapat makanan lagi sehingga
sel-sel hati akan mati (necrosis) secara perlahan tetapi pasti dan ini sangat membahayakan penderita
karena dapat terjadi gagal hati (liver failure). Tumor thrombus ini bisa ukurannya besar sehingga
menutup seluruh lumen vena porta, bisa kecil, dan hanya menutup sebahagian lumen saja sehingga
masih bisa ada aliran darah di dalam vena porta ini. Dari hasil USG ini sudah bisa diarahkan dengan
tepat tindakan pengobatan apa yang paling sesuai dan bermanfaat untuk penderita apakah akan
dilakukan operasi membuang sebahagian hati (reseksi hepatektomi partial) atau tidak, apakah bisa
di-embolisasi atau tidak ataukah hanya dilakukan infuse kemoterapi intra-arterial saja. Tapi bila sudah
jelas terdapat tumor thrombus di dalam vena porta dan sudah pula menyumbat vena ini, maka
tindakan operatif dan embolisasi sudah hampir tidak berarti lagi dan satusatunya cara untuk
menyelamatkan penderita adalah dengan cara transplantasi hati (liver transplantation).
Dengan ultrasonografi, gambaran khas adalah pola mosaik, sonolusensi perifer, bayangan
lateral yang disebabkan pseudokapsul fibrotik, dan peningkatan akustik posterior. KHS yang masih
berupa nodul kecil cenderung bersifat homogen dan hipoekoik, sedangkan nodul yang besar biasanya
heterogen. Penggunaan ultrasonografi sebagai sarana screening untuk mendeteksi tumor hati pada
penderita dengan sirosis yang lanjut memberikan hasil bahwa 34 dari 80 penderita yang diperiksa
menunjukkan tanda-tanda tumor ganas dan 28 di antaranya adalah KHS. Ultrasonografi memberikan
sensitivitas sebesar 45% dan spesifisitas 98%. Oleh karena sensitivitas tes ini maka setiap massa yang
terdeteksi oleh ultrasonografi harus dianggap sebagai keganasan. Karsinoma hati sekunder
memberikan gambaran berupa nodul yang diameternya kecil mempunyai densitas tinggi dan
dikelilingi oleh gema berdensitas rendah. Gambaran ini berbentuk seperti mata sapi.
Kesimpulannya, pada USG didapatkan:
Echogenitas campuran (mixed echogenicity/pola mosaik) berhubungan karena adanya
nekrosis dan hipervaskuler tumor
Hypoechoic: tumornya solid
Hyperechoic: karena fatty metamorphosis
Tumor thrombus pada vena porta ()

17
Gambaran USG

2. CT-scan dan angiografi


KHS dapat bermanifestasi sebagai massa yang soliter, massa yang dominan dengan lesi satelit di
sekelilingnya, massa multifokal, atau suatu infltrasi neoplasma yang sifatnya difus. CT-scan telah
banyak digunakan untuk melakukan karakterisasi lebih lanjut dari tumor hati yang dideteksi melalui
ultrasonografi. CT-scan dan angiografi dapat mendeteksi tumor hati yang berdiameter 2 cm.
Walaupun ultrasonografi lebih sensitif dari angiografi dalam mendeteksi karsinoma hati, tetapi
angiografi dapat lebih memberikan kepastian diagnostik oleh karena adanya hipervaskularisasi tumor
yang tampak pada angiografi. Dengan media kontras lipoidol yang disuntikkan ke dalam arteria
hepatika, zat kontras ini dapat masuk ke dalam nodul tumor hati. Dengan melakukan arteriografi yang
dilanjutkan dengan CT-scan, ketepatan diagnostik tumor akan menjadi lebih tinggi.

Gambaran CT-Scan

18
3. Magnetic Resonance Imaging (MRI)
Magnetic resonance imaging umum digunakan secara rutin untuk screening penderita-penderita
dengan sirosis. Pada studi yang dilakukan oleh Krinsky dkk menguji sensitivitas dan spesifisitas dari
sarana tes ini untuk KHS dan nodul displastik pada sirosis hati. Hasil studi menunjukkan sensitivitas
untuk diagnosis KHS dilaporkan hanya sebesar 53% saja. Hal ini disebabkan karena lesi-lesi yang
tidak terdeteksi tersebut kebanyakan mempunyai diameter kecil yaitu rata-rata 1,3 cm. Sebaliknya,
nodul displastik derajat tinggi meskipun dapat dideteksi namun terdiagnosis sebagai KHS karena
adanya arterial phase enhancement. Dengan demikian, diperlukan kriteria lain selain arterial phase
enhancement untuk membedakan nodul displastik dari KHS yang kecil.

Gambaran MRI
4. Positron Emission Tomography (PET)
Salah satu teknologi terkini peralatan kedokteran radiologi adalah PET yang merupakan alat
pendiagnosis kanker menggunakan glukosa radioaktif yang dikenal sebagai fluorine 18 atau
Fluorodeoxyglucose (FGD) yang mampu mendiagnosa kanker dengan cepat dan dalam stadium dini.
Caranya, pasien disuntik dengan glukosa radioaktif untuk mendiagnosis sel sel kanker di dalam
tubuh. Cairan glukosa ini akan bermetabolisme di dalam tubuh dan memunculkan respons terhadap
sel sel yang terkena kanker. PET dapat menetapkan tingkat atau stadium kanker hati sehingga
tindakan lanjut penanganan kanker ini serta pengobatannya menjadi lebih mudah. Di samping itu juga
dapat melihat metastasis.

Gambaran PET

19
5. Uji faal hati
Karsinoma hati dapat menyebabkan terjadinya obstruksi saluran empedu atau merusak sel-sel hati oleh
karena penekanan massa tumor atau karena invasi sel tumor hingga terjadi gangguan hati yang tampak
pada peningkatan SGOT, SGPT (N: Laki-laki: 0 50 U/L, Perempuan: 0 35 U/L), alkali fosfatase,
laktat dehidrogenase. Gangguan faal hati ini tidak spesifik sebagai petanda tumor.

6. Alfafetoprotein
Alfa-fetoprotein (AFP) adalah protein serum normal yang disintesis oleh sel hati fetal, sel yolk sac dan
sedikit sekali oleh saluran gastrointestinal fetal. Rentang normal AFP serum adalah 0-20 ng/ml. Kadar
AFP meningkat pada 60% -70% dari pasien HCC, dan kadar lebih dari 400 ng/ml adalah diagnostik
atau sangat sugestif untuk HCC. Nilai normal juga dapat ditemukan juga pada kehamilan. Sensitivitas
Alphafetoprotein (AFP) untuk mendiagnosa KHS 60% 70%, artinya hanya pada 60% 70% saja dari
penderita kanker hati ini menunjukkan peninggian nilai AFP, sedangkan pada 30% 40% penderita
nilai AFP nya normal. Spesifitas AFP hanya berkisar 60% artinya bila ada pasien yang diperiksa
darahnya dijumpai AFP yang tinggi, belum bisa dipastikan hanya mempunyai kanker hati ini sebab
AFP juga dapat meninggi pada keadaan bukan kanker hati seperti pada sirrhosis hati dan hepatitis
kronik, kanker testis dan terratoma.

7. Aspirasi Jarum halus


Biopsi aspirasi dengan jarum halus (fine needle aspiration biopsy) terutama ditujukan untuk menilai
apakah suatu lesi yang ditemukan pada pemeriksaan radiologi imaging dan laboratorium AFP itu
benar pasti suatu hepatoma. Tindakan biopsi aspirasi yang dilakukan oleh ahli patologi anatomi ini
hendaknya dipandu oleh seorang ahli radiologi dengan menggunakan peralatan ultrasonografi atau
CT scan fluoroscopy sehingga hasil yang diperoleh akurat. Cara melakukan biopsi dengan dituntun
oleh USG ataupun CT scann mudah, aman, dan dapat ditolerir oleh pasien dan tumor yang akan
dibiopsi dapat terlihat jelas pada layar televisi berikut dengan jarum biopsi yang berjalan persis
menuju tumor, sehingga jelaslah hasil yang diperoleh mempunyai nilai diagnostik dan akurasi yang
tinggi karena benar jaringan tumor ini yang diambil oleh jarum biopsi itu dan bukanlah jaringan sehat
di sekitar tumor.

8. Histopatologi

Large hepatocellular carcinoma

20
Biasanya sel-sel ini menyerupai hati yang normal dengan trabekular padat atau prosessus seperti jari
tangan yang padat, biasanya sel tumor lebih kecil dari sel hati normal.

Photomicrograph of a liver demonstrating hepatocellular carcinoma

Histologi: memperlihatkan sel tumor dengan sotoplasma yang jernih tak berwarna, sering berbusa tau
bervakuolisasi lipid dan glikogen berlebihan dalam sitoplasma. Sering keadaan ini berhubungan
dengan hipoglekemia dan hiperkolesterolemia serta mempunya prognosis yang bervariasi.

9. Penanda Tumor
Alfa-fetoprotein (AFP) adalah protein serum normal yang disintesis oleh sel hati fetal, sel yolk-sac
dan sedikit sekali oleh saluran gastrointestinal fetal. Rentang normal AFP serum adalah 0-20 ng/mL.
Kadar AFP meningkat pada 60-70% pada pasien hepatoma, dan kadar lebih dari 400 ng/mL adalah
diagnostic atau sangat sugestif hepatoma.

10. Biopsi hati


Biopsi hati perkutan dapat diagnostik jika sampel diambil dari daerah lokal dengan ultrasound atau
CT. Karena tumor ini cenderung akan ke pembuluh darah, biopsi perkutan harus dilakukan dengan
hati-hati. Pemeriksaan sitologi cairan asites adalah selalu negatif untuk tumor. Kadang-kadang
laparoskopi atau minilaparatomi, untuk biopsi hati dapat digunakan. Pendekatan ini memiliki
keuntungan tambahan kadang mengidentifikasi pasien yang memiliki tumor cocok untuk
hepatectomy parsial.

DIAGNOSIS BANDING
1. Hemangioma
Hemangioma merukapakan tumor terlazim dalam hati, tumor ini biasanya subkapsular pada
konveksitaslobus hepatis dexter dan kadang-kadang berpedunkulasi. Ultrasonografi memperlihatkan
bercak-bercak ekogenik soliter dengan batas licin berbatas tegas. Pada foto polos biasanya
memperlihatkan kapsul berkalsifikasi.

21
2. Abses hepar
Sangat sukar dibedakan anatara abses piogenik dan amebik. Biasanya sangat besar, kadang-kadang
multilokular. Struktur eko rendah sampai cairan (anekoik) dengan adanya bercak-bercak hiperekoik
(debris) di dalamnya. Tepinya tegas, irregular yang makin lama makin bertambah tebal.

3. Tumor metastasis
Hepar adalah organ yang paling sering menjadi tempat tumor metastasi setelah kelenjar limfe.
Gambaran eko bergantung pada jenis asal tumor primer. Jadi dapat berupa struktur eko yang mungkin
lebih tinggi atau lebih rendah daripada jaringan hati normal.

LO.1.8. Memahami dan Menjelaskan Penatalaksanaan Karsinoma Hepatoseluler


A. Terapi Operasi
1. Reseksi Hepatik
Untuk pasien dalam kelompok non sirosis yang biasanya mempunyai fungsi hati normal pilihan
utama terapi adalah reseksi hepatik. Namun untuk pasien sirosis diperlukan kriteria seleksi karena
operasi dapat memicu timbulnya gagal hati yang dapat menurunkan angka harapan hidup. Kontra
indikasi tindakan ini adalah metastasis ekstrahepatik, hepatoseluler karsinoma difus atau
multifokal, sirosis stadium lanjut dan penyakit penyerta yang dapat mempengaruhi ketahanan
pasien menjalani operasi. Kontraindikasi absolut bagi reseksi adalah adanya metastasis jauh,
trombosis vena porta utama, atau adanya trombosis vena cava inferior. Penyebab tersering
mortalitas pascaoperasi adalah kegagalan hati, perdarahan, serta komplikasi sepsis, yang dapat
diperkecil kemungkinannya dengan seleksi pasien secara baik. Pengembangan teknik operasi
memungkinkan diangkatnya jaringan hepar yang mengandung nodul HCC secara selektif dengan
teknik segmentektomi, atau bahkan secara superselektif dengan subsegmentektomi (tindakan ini
dapat dikerjakan dengan panduan USG intraoperasi, yang dikenal sebagai prosedur Makuuchi)

2. Transplantasi Hati
Transplantasi hati memberikan kemungkinan untuk menyingkirkan tumor dan menggantikan
parenkim hati yang mengalami disfungsi. Kematian pasca transplantasi tersering disebabkan oleh
rekurensi tumor di dalam maupun di luar transplant. Tumor yang berdiameter kurang dari 3 cm
lebih jarang kambuh dibandingkan dengan tumor yang diameternya lebih dari 5 cm. Untuk seleksi
pasien HCC calon penerima transplan, secara umum digunakan kriteria Milan, yaitu pasien dengan
lesi tunggal berukuran 5 cm, atau lesi kurang dari 3 buah dan masing-masing berukuran 3 cm.
Di Eropa, Barcelona Clinic Liver Cancer Staging and Treatment Approach telah menyusun bagan
alur klasifikasi HCC beserta penatalaksanaannya. Berdasarkan kriteria BCLC, pasien HCC dibagi
menjadi stadium sangat dini, dini, menengah, lanjut, dan terminal. Transplantasi hati
diperuntukkan pasien HCC stadium sangat dini dengan peningkatan tekanan vena porta dan
stadium dini tanpa penyulit. Pasien HCC penerima transplantasi hati sesuai algoritma ini
dilaporkan memiliki angka survival lima tahun sebesar 60-70%

22
3. Terapi Operatif non Reseksi
Karena tumor menyebar atau alasan lain yang tidak dapat dilakukan reseksi, dapat
dipertimbangkan terapi operatif non reseksi mencakup injeksi obat melalui kateter transarteri
hepatik atau kemoterapi embolisasi saat operasi, kemoterapi melalui keteter vena porta saat
operasi, ligasi arteri hepatika, koagulasi tumor hati dengan gelombang mikro, ablasi
radiofrekuensi, krioterapi dengan nitrogen cair, efaforisasi dengan laser energi tinggi saat operasi,
injeksi alkohol absolut intratumor saat operasi.3

B. Terapi Lokal
1. Ablasi radiofrekuensi (RFA)
Ini adalah metode ablasi local yang paling sering dipakai dan efektif dewasa ini. Elektroda RFA
dimasukkan ke dalam tumor, melepaskan energi radiofrekuensi hingga jaringan tumor mengalami
nekrosis koagulatifn panas, denaturasi, jadi secara selektif membunuh jaringan tumor. Satu kali
RFA menghasilkan nekrosis seukuran bola berdiameter 3-5 cm sehingga dapat membasmi tuntas
mikrohepatoma, dengan hasil kuratif.

2. Injeksi alkohol (etanol) absolut intratumor perkutan (PEI)


Di bawah panduan teknik pencitraan, dilakukan pungsi tumor hati perkutan, ke dalam tumor
disuntikkan alkohol absolut. Penggunaan umumnya untuk hepatoma kecil yang tak sesuai
direseksi atau terapi adjuvant pasca kemoembolisasi arteri hepatik.3 Komplikasi PEI yang dapat
muncul adalah timbulnya nyeri abdomen yang dapat terjadi akibat kebocoran etanol ke dalam
rongga peritoneal. Kontraindikasi PEI meliputi adanya asites yang masif, koagulopati, atau ikterus
obstruksi, yang semua dapat meningkatkan risiko perdarahan dan peritonitis bilier pasca-tindakan.
Angka survival 3 tahun bagi pasien sirosis dengan nodul tunggal HCC yang ditangani dengan PEI
dilaporkan sebesar 70%.

C. Kemoembolisasi arteri hepatik perkutan


Kemoembolisasi arteri hepatik transketer (TAE, TACE) merupakan cara terapi yang sering
digunakan untuk hepatoma stadium sedang dan lanjut yang tidak sesuai dioperasi reseksi. Hepatoma
terutama mendapat pasokan darah dari arteri hepatik, setelah embolisasi arteri hepatik, nodul kanker
menjadi iskemik, nekrosis, sedangkan jaringan hati normal mendapat pasokan darah terutama dari
vena porta sehingga efek terhadap fungsi hati secara keseluruhan relative kecil. Sesuai digunakan
untuk tumor sangat besar yang tak dapat direseksi, tumor dapat direseksi tapi diperkirakan tak tahan
operasi, hepatoma rekuren yang tak dapat direseksi, hepatoma rekuren yang tak dapat direseksi, pasca
reseksi hepatoma, suksek terdapat residif, dll.

D. Kemoterapi
Hepatoma relatif kurang peka terhadap kemoterapi, efektivas kemoterapi sistemik kurang baik. Yang
tersering dipaki adalah 5FU, ADR, MMC, karboplatin, MTX, 5-FUDR, DDP, TSPA, kamtotesin, dll.

23
Kemoterapi Sistemik
Banyak studi yang meneliti terapi sistemik untuk HCC, khususnya pada pasien yang inoperable
dan banyak pula yang hasilnya tidak terlalu menggembirakan. Terapi kemoterapi sistemik yang
diberikan dapat digolongkan ke dalam beberapa kelompok, antara lain:
o Kemoterapi sitotoksik (meliputi etoposide, doxorubicin, epirubicin, cisplatin, 5-fluorouracil,
mitoxantrone, fludarabine, gemcitabine, irinotecan, nolatrexed)
o Terapi hormonal
Estrogen secara in vitro terbukti memiliki efek merangsang proliferasi hepatosit dan secara in
vivo bisa memicu pertumbuhan tumor hepar. Obat antiestrogen, tamoxifen, dipakai karena bisa
menurunkan jumlah reseptor estrogen di hepar.
o Terapi somatostatin (ocreotide, lanreotide)
Somatostatin memiliki aktivitas antimitosis terhadap berbagai tumor non-endokrin, dan sel-sel
HCC memiliki reseptor somatostatin. Karena itu analog somatostatin dipakai untuk menangani
pasien dengan HCC yang lanjut.
o Terapi dengan thalidomide (sebagai terapi tunggal atau kombinasi dengan epirubicin atau
interferon)
Thalidomide yang awalnya dikembangkan pada tahun 1960-an sebagai sedatif, baru-baru ini
dievaluasi ulang perannya untuk obat antikanker. Penggunaannya pada pasien HCC lanjut
terutama berdasarkan efek anti-angiogeniknya. Studi fase II telah dibuat untuk mengukur
kemangkusan thalidomide sebagai terapi tunggal atau dalam kombinasi dengan epirubicin atau
dengan interferon menunjukkan aktivitas yang terbatas pada pengobatan HCC.
o Terapi interferon
Interferon yang biasa dipakai untuk terapi hepatitis viral telah dicobakan untuk pengobatan
HCC. Mekanisme terapinya ada beberapa, meliputi efek langsung antivirus, efek
imunomodulasi serta efek antiproliferasi langsung maupun tak langsung. Beberapa studi awal
menunjukkan pemberian interferon dosis tinggi meningkatkan angka survival, namun ada
toksisitas karena obat pada penerimanya. Penelitian lain menunjukkan bahwa pemberian
interferon dosis rendah tidak menunjukkan efek perbaikan yang bermakna.
o Molecularly targeted therapy
Erlotinib yang merupakan inhibitor tirosin-kinase yang bekerja pada reseptor EGF (epidermal
growth faktor), menunjukkan kemangkusan sebagai pengobatan HCC lanjut. Sunitinib adalah
inhibitor tirosin-kinase multitarget dengan kemampuan antiangiogenesis pula. Sebuah studi
fase II memperlihatkan pemberian sunitinib pada pasien HCC yang inoperabel memberikan
hasil survival keseluruhan sebesar 9,8 bulan. Sorafenib adalah inhibitor multi-kinase oral yang
menghambat proliferasi sel tumor dengan membidik jalur sinyal intrasel pada tingkat Raf-1 dan
B-raf serin-treonin-kinase dan juga menghasilkan efek anti-angiogenik dengan membidik
reseptor EGF (endothelial growth faktor) 1, 2, dan 3 serta reseptor platelet derived growth
faktor dari tirosin-kinase beta.

24
E. Radioterapi
Radioterapi eksternal sesuai untuk pasien dengan lesi hepatoma yang relatif terlokalisasi, medan
radiasi dapat mencakup seluruh tumor, selain itu sirosis hati tidak parah, pasien dapat mentolerir
radioterapi. Radioterapi umumnya digunakan secara bersama metode terapi lain seperti herba, ligasi
arteri hepatik, kemoterapi transarteri hepatik, dll. Sedangkan untuk kasus metastasis stadium lanjut
dengan metastasis tulang, radiasi lokal dapat mengatasi nyeri. Dapat juga memakai biji radioaktif
untuk radioterapi internal terhadap hepatoma. Klasifikasi Radioterapi:
Terapi Radiasi Eksterna
Terapi Radiasi Interna menggunakan selective internal radiotherapy (SIRT) dengan radioisotop
SIRT dengan 90Ytrium microsphere

Alur Penatalaksanaan Hepatoma (HCC)

The Barcelona-Clinic Liver Cancer (BCL\C) approach to hepatocellular carcinoma management. Adapted from Llovet JM, Fuster J, Bruix J, Barcelona-
Clinic Liver Cancer Group. The Barcelona approach: diagnosis, staging, and treatment of hepatocellular carcinoma. Liver Transpl. Feb 2004;10(2 Suppl
1):S115-20.

PENCEGAHAN
Pencegahan Primordial
Pencegahan primordial adalah pencegahan yang dilakukan terhadap orang yang belum terpapar faktor
risiko. Pencegahan yang dilakukan antara lain:
1. Konsumsi makanan berserat seperti buah dan sayur serta konsumsi makanan dengan gizi seimbang.
2. Hindari makanan tinggi lemak dan makanan yang mengandung bahan pengawet/ pewarna.
3. Konsumsi vitamin A, C, E, B kompleks dan suplemen yang bersifat antioksidan, peningkat daya tahan
tubuh.

25
Pencegahan Primer
Pencegahan primer merupakan pencegahan yang dilakukan terhadap orang yang sudah terpapar faktor
risiko agar tidak sakit. Pencegahan primer yang dilakukan antara lain dengan:
1. Memberikan imunisasi hepatitis B bagi bayi segera setelah lahir sehingga pada generasi berikutnya
virus hepatitis B dapat dibasmi.
2. Memberikan penyuluhan kepada masyarakat tentang virus hepatitis (faktor-faktor risiko kanker hati)
sehingga kejadian kanker hati dapat dicegah melalui perilaku hidup sehat.
3. Menghindari makanan dan minuman yang mengandung alkohol karena alkohol akan semakin
meningkatkan risiko terkena kanker hati.
4. Menghindari makanan yang tersimpan lama atau berjamur karena berisiko mengandung jamur
Aspergillus flavus yang dapat menjadi faktor risiko terjadinya kanker hati.
5. Membatasi konsumsi sumber radikal bebas agar dapat menekan perkembangan sel kanker dan
meningkatkan konsumsi antioksidan sebagai pelawan kanker sekaligus mangandung zat gizi pemacu
kekebalan tubuh.

Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder merupakan upaya yang dilakukan terhadap orang yang sudah sakit agar lekas
sembuh dan menghambat progresifitas penyakit melalui diagnosis dini dan pengobatan yang tepat.

Pencegahan Tersier
Pencegahan tersier yang dapat dilakukan yaitu berupa perawatan terhadap penderita kanker hati melalui
pengaturan pola makan, pemberian suplemen pendukung penyembuhan kanker, dan cara hidup sehat
agar dapat mencegah kekambuhan setelah operasi.

LO.1.9. Memahami dan Menjelaskan Komplikasi Karsinoma Hepatoseluler


Komplikasi yang mungkin dapat terjadi adalah:
1. Metastasis
2. Ruptur
Insiden ruptur spontan hepatoma mencapai 11% 26% di negara-negara timur, sedangkan di negara-
negara barat hanya mencapai 2% 3%. Tanda -tanda rupture spontan hepatoma sering didapat hanya
dengan tanda-tanda seperti nyeri perut kanan bawah karena darah turun mengikuti Para colic gutter
kanan. Tetapi dapat juga dengan tanda-tanda darah dalam peritoneum dan syok hemoragik. Sakit
perut di kanan atas yang tiba-tiba merupakan pertanda terjadinya rupture. Tumor yang akan rupture
terletak dekat permukaan dan dapat di deteksi dengan CT Scan yang tampak menmonjol keluar.
Ruptur terjadi karena arteri kehilangan elastin dan degradasi dari kolagen. Terapi dahulu di lakukan
dengan tindakan agresif operasi / reseksi hati, tetapi angka kematiannya tinggi. Komplikasi Hepatoma
paling sering adalah perdarahan varises esofagus, koma hepatik, koma hipoglikemi, ruptur tumor,
infeksi sekunder, metastase ke organ lain. (Sjamsuhidajat, 2000: hlm 796).

26
Sedangkan menurut Suratun (2010:p301) komplikasi dari kanker hati adalah:
a. Perdarahan berhubungan dengan perubahan pada faktor pembekuan
b. Fistulabiliaris.
c. Infeksi pada luka operasi.
d. Masalah pulmonal.
e. Anoreksia dan diare merupakan efek yang merugikan dari pemakaian agens kemoterapi yang spesifik
5-FU dan FUDR.
f. Ikterik dan asites jika penyakit sudah pada tahap lanjut

LO.1.10. Memahami dan Menjelaskan Prognosis Karsinoma Hepatoseluler


Sebagian besar kasus HCC berprognosis buruk karena tumor yang besar/ ganda dan penyakit
hati stadium lanjut serta ketiadaan atau ketidakmampuan penerapan terapi yang berpotensi kuratif
(reseksi, transplantasi, dan PEI). Stadium tumor, kondisi umum kesehatan, fungsi hati, dan intervensi
spesifik mempengaruhi prognosis pasien HCC.
Jika tidak diterapi, survival rata-rata alamiah adalah 4,3 bulan. Kausa kematian umumnya
adalah kegagalan sistemik, perdarahan saluran cerna atas, koma hepatic dan ruptur hati. Faktor yang
mempengaruhi prognosis terutama ialah ukuran dan jumlah tumor, ada tidaknya trombus kanker dan
kapsul, derajat sirosis yang menyertai, metode terapi, dll.

LI.2. Memahami dan Menjelaskan Transplantasi Organ Menurut Pandangan Agama Islam
Hukum tentang transplantasi sangat bermacam-macam, ada yang mendukung dan ada pula yang
menolaknya. Oleh karena itu, dalam pembahasan ini akan menggabungkan hukum-hukum dari beberapa
sumber yaitu dari Abuddin (Ed) (2006) dan Zamzami Saleh (2009), sebagai berikut:

Transplantasi organ ketika masih hidup


Pendapat 1: Hukumnya tidak Boleh (Haram).Meskipun pendonoran tersebut untuk keperluan medis
(pengobatan) bahkan sekalipun telah sampai dalam kondisi darurat.
Dalil 1: Firman Allah SWT Dan janganlah kamu membunuh dirimu sendiri, sesungguhnya Allah
maha penyayang kepadamu (Q.S.An-Nisa(4):29) dan Firman Allah SWT Dan Janganlah kamu
jatuhkan dirimu dalam kebinasaan dan berbuat baiklah sesungguhnya Allah mencintai orang-orang
yang berbuat baik (Q.S.Al-Baqarah (2):195).
Maksudnya adalah bahwa Allah SWT melarang manusia untuk membunuh dirinya atau
melakukan perbuatan yang membawa kepada kehancuran dan kebinasaan. Sedangkan orang yang
mendonorkan salah satu organ tubuhnya secara tidak langsung telah melakukan perbuatan yang
membawa kepada kehancuran dan kebinasaan. Padahal manusia tidak disuruh berbuat demikian,
manusia hanya disuruh untuk menjaganya (organ tubuhnya) sesuai ayat di atas. Manusia tidak
memiliki hak atas organ tubuhnya seluruhnya, karena pemilik organ tubuh manusia Adalah Allah.
Pendapat 2: Hukumnya jaiz (boleh) namun memiliki syarat-syarat tertentu.
Dalil 2: Seseorang yang mendonorkan organ tubuhnya kepada orang lain untuk menyelamatkan
hidupnya merupakan perbuatan saling tolong-menolong atas kebaikan sesuai firman Allah SWT Dan
27
saling tolong menolonglah kamu dalam kebaikan dan taqwa dan janganlah kamu saling tolong
monolong dalam perbuatan dosa dan permusuhan (Qs.Al-Maidah:2).
Setiap insan, meskipun bukan pemilik tubuhnya secara pribadi namun memiliki kehendak atas apa
saja yang bersangkutan dengan tubuhnya, ditambah lagi bahwa Allah telah memberikan kepada
manusia hak untuk mengambil manfaat dari tubuhnya, selama tidak membawa kepada
kehancuran, kebinasaan dan kematian dirinya (QS. An-Nisa:29 dan al-Baqarah:95). Oleh karena
itu, sesungguhnya memindahkan organ tubuh ketika darurat merupakan pekerjaan yang mubah
(boleh) dengan dalil

Transplantasi organ ketika dalam keadaan koma


Pendapat: Melakukan transplantasi organ tubuh donor dalam keadaan masih hidup, meskipun dalam
keadaan koma, hukumnyaharam.
Dalil: Sesungguhnya perbuatan mengambil salah satu organ tubuh manusia dapat membawa kepada
kemudlaratan, sedangkan perbuatan yang membawa kepada kemudlaratan merupakan perbuatan
yang terlarang sesuai Hadist Nabi Muhammad SAW Tidak boleh melakukan pekerjaan yang
membawa kemudlaratan dan tidak boleh ada kemudlaratan
Manusia wajib berusaha untuk menyembuhkan penyakitnya dem mempertahankan hidupnya,
karena hidup dan mati itu berada ditangan Allah SWT. Oleh sebab itu, manusia tidak boleh
mencabut nyawanya sendiri atau mempercepat kematianorang lain, meskipun mengurangi atau
menghilangkan penderitaan pasien.

Transplantasi organ ketika dalam keadaan telah meninggal


Pendapat 1: Hukumnya Haram karena kesucian tubuh manusia setiap bentuk agresi atas tubuh
manusia merupakan hal yang terlarang.
Dalil: Ada beberapa perintah Al-Quran dan Hadist yang melarang. Diantara hadist yang terkenal,
yaitu: Mematahkan tulang mayat seseorang sama berdosanya dan melanggarnya dengan
mematahkan tulang orang tersebut ketika ia masih hidup
Tubuh manusia adalah amanah, pada dasarnya bukanlah milik manusia tapi merupakan amanah
dari Allah yang harus dijaga, karena itu manusia tidak memiliki hak untuk mendonorkannya
kepada orang lain.
Pendapat 2: Hukumnya Boleh.
Dalil: Dalam kaidah fiqiyah menjelaskan bahwa Apabila bertemu dua hal yang mendatangkan
mafsadah (kebinasaan), maka dipertahankan yang mendatangkan madharat yang paling besar dengan
melakukan perbuatan yang paling ringan madharatnya dari dua madharat
Dalam pekerjaan transplantasi itu tidak ada unsur merusak tubuh mayat sebagai penghinaan
kepadanya.

28
Alasan Dasar Pandangan-Pandangan Transplantasi Organ
Sebagaimana halnya dalam kasus-kasus lain, karena karakter fikih dalam Islam, pendapat yang muncul
tak hanya satu tapi beragam dan satu dengan lainnya, bahkan ada yang saling bertolak belakang, meski
menggunakan sumber-sumber yang sama.

Alasan dasar menolak transplantasi organ:


a) Kesucian hidup/tubuh manusia
Setiap bentuk agresi terhadap tubuh manusia dilarang, karena ada beberapa perintah yang jelas
mengenai ini dalam Al-Quran. Dalam kaitan ini ada satu hadis (ucapan) Nabi Muhammad yang
terkenal yang sering dikutip untuk menunjukkan dilarangnya manipulasi atas tubuh manusia,
meskipun sudah menjadi mayat, Mematahkan tulang mayat seseorang adalah sama berdosa dan
melanggarnya dengan mematahkan tulang orang itu ketika ia masih hidup
b) Tubuh manusia adalah amanah
Hidup dan tubuh manusia pada dasarnya adalah bukan miliknya sendiri, tapi pinjaman dari Tuhan
dengan syarat untuk dijaga, karena itu manusia tidak boleh untuk merusak pinjaman yang diberikan
oleh Allah SWT.
c) Tubuh tak boleh diperlakukan sebagai benda material semata
Pencangkokan dilakukan dengan mengerat organ tubuh seseorang untuk dicangkokkan pada tubuh
orang lain, disini tubuh dianggap sebagai benda material semata yang bagian-bagiannya bisa
dipindah-pindah tanpa mengurangi ketubuh seseorang.

Alasan dasar membolehkan transplantasi organ:


a) Kesejahteraan publik (maslahah)
Pada dasarnya manipulasi organ memang tak diperkenankan, meski demikian ada beberapa
pertimbangan lain yang bisa mengalahkan larangan itu, yaitu potensinya untuk menyelamatkan hidup
manusia yang mendapat bobot amat tinggi dalam hukum Islam. Dengan alasan ini pun, ada beberapa
kualifikasi yang mesti diperhatikan, yaitu (1) Pencangkokan organ boleh dilakukan jika tak ada
alternatif lain untuk menyelamatkan nyawa, (2) derajat keberhasilannya cukup tinggi ada persetujuan
dari pemilik organ asli (atau ahli warisnya), (3) penerima organ sudah tahu persis segala implikasi
pencangkokan (informed consent)

b) Altruisme
Ada kewajiban yang amat kuat bagi Muslim untuk membantu manusia lain khususnya sesama
muslim, pendonoran organ secara sukarela merupakan bentuk altruisme yang amat tinggi (tentu ini
dengan anggapan bahwa si donor tak menerima uang untuk tindakannya) dan karenanya dianjurkan.

29
Daftar Pustaka
Budihussodo, Unggul. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 1 Edisi IV (p685-691). Jakarta:
Interna Publishing
Bruix, Jordi dan Morris Sherman. 2005. Management of Hepatocelluler Carcinoma. Diambil dari
http://www.aasld.org/practiceguidelines/Documents/Bookmarked%20Practice%20Guidelines/he
patocellular%20carenoma.pdf
Desen, Wan. 2008. Onkologi Klinik: Edisi 2 (p408-423). Jakarta: Balai Penerbit FKUI
Guyton dan Hall. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran: Edisi 11. Jakarta: EGC
Jacobson, R. D. 2009. Hepatocelluler Carcinoma. Diambil dari
http://emedicine.medscape.com/article/369226-overview
Price, Sylvia A., Wilson, Lorraine M. 2006. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Edisi
6. Jakarta: EGC
Sjamsuhidayat R, Wim de Jong. 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran EGC
Zuhroni. 2010. Pandangan Islam Terhadap Masalah Kedokteran dan Kesehatan. Jakarta: Universitas
YARSI.

30

Anda mungkin juga menyukai