PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sebelum masuk dalam ranah pembahasan komunikasi dalam konteks
lintas budaya perlu kiranya meriview mengenai definisi komunikasi, budaya,
dan kesimpulan komunikasi dalam konteks lintas budaya. Sederhananya
komunikasi itu minimal harus mengandung kesamaan makna antara kedua
belah pihak yang sedang terlibat komunikasi. Dikatakan minimal karena
kegiatan komunikasi tidak hanya informatif, agar orang lain mengerti dan
tahu, tetapi juga persuasif, agar orang lain bersedia menerima suatu paham
atau keyakinan, melakukan suatu perbuatan atau kegiatan dan lain-lain.
Kebanyakan individu-individu yang berasal dari kebudayaan yang berbeda
mereka akan berkomunikasi dengan bergantung pada bahasa nonverbal.
Sedangkan definisi budaya adalah hal-hal yang berkaitan dengan
pikiran dan hasil dari tenaga pikiran tersebut. Oleh karena itu, disini
manfaatnya kita perlu belajar mengenai bagaimana cara berkomunikasi antar
budaya yang berbeda. Tidak hanya dengan satu bangsa melainkan lintas
bangsa, lintas bangsa disini yang dimaksudkan nya adalah kebudayaan dari
luar negara indonesia.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas dapat ditarik rumusan masalah
sebagai berikut:
1. Apa pengertian komunikasi lintas budaya?
2. Apa landasan komunikasi lintas budaya?
3. Bagaimana konsep dasar komunikasi lintas budaya?
4. Apa saja nilai-nilai budaya dalam komunikasi konseling?
5. Apa tujuan dari komunikasi lintas budaya?
C. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui apa pengertian komunikasi lintas budaya tersebut
2. Untuk mengetahui apa landasan komunikasi lintas budaya tersebut?
3. Untuk mengetahui Bagaimana konsep dasar komunikasi lintas budaya
tersebut?
4. Untuk mengetahui Apa saja nilai-nilai budaya dalam komunikasi
konseling tersebut?
1
2
BAB II
PEMBAHASAN
1 Muhammad Awwad, Jurnal: Komunikasi Dalam Bingkai Lintas Budaya Dan Agama,
(Mataram, 2015, Volume.7.No.1)
3
memahami bahasa dan budaya yang dimiliki oleh mahasiswa asing tersebut.
Kesalahpahaman dalam berkomunikasi yang sering terjadi antara mahasiswa
asing dengan mahasiswa lokal yang memiliki latar belakang yang berbeda
dengan negara asal mereka. Dalam hal ini, kita perlu membangun sebuah
jembatan antarbudaya (ras, agama, sosio-cultural), berlandaskan persamaan
dan persaudaraan yang sangat penting dan dibutuhkan antar kedua belah pihak
dikarenakan kita sebagai manusia tidak dapat berdiri sendiri.
Budaya dan komunikasi menjelmakan diri dalam kerangka pola
komunikasi. Komunikasi berhubungan dengan perilaku manusia dan
kepuasaan terpenuhinya kebutuhan berinteraksi dengan manusia lainnya. 3
Dalam komunikasi lintas budaya, orang cenderung akan berinteraksi dengan
orang lain yang mereka perkirakan akan memberikan hasil yang positif, dan
bila mendapatkan hasil yang positif maka proses komunikasi tersebut akan
terus ditingkatkan, dan ketika dalam proses komunikasi tersebut dirasa
mendapat hasil yang negative maka pelaku komunikasi tersebut mulai menarik
diri dan mengurangi proses komunikasi. Dalam berinteraksi konteks
keberagaman kebudayaan kerap kali menemui masalah atau hambatan-
hambatan yang tidak diharapkan sebelumnya, misalnya dalam penggunaan
bahasa, lambang-lambang, nilai-nilai atau norma, dan lain sebagainya.
kebiasaan berpikir klien dari hal yang kongkrit baru kemudian ke yang
lebih abstrak.
d. Keterampilan menstruktur
Penstrukturan adalah ketrampilan konselor untuk pembatasan
pembicaraan agar proses konseling dapat berjalan pada tujuan yang
ingin dicapai. Salah satu pembatasan adalah penegasan peran konselor,
yaitu peran konselor bukan untuk membuatkan keputusan bagi klien,
bukan untuk memberikan pemecahan masalah. Tetapi, bagi klien
Indonesia penegasan peran konselor demikian tidak bisa dimengerti
karena tidak sesuai budaya yang dia ikuti bahwa konselor dianggap
sebagai tokoh yang dia minta bantuan untuk pemecahan masalah
adalah tokoh yang mau dan mampu memberikan pilihan jalan keluar
dari masalah yang dialami.
e. Keterampilan pemecahan masalah
Salah satu dari tahap-tahap pemecahan masalah ialah
memperjelas nilai-nilai yang ada di belakang pilihan pribadi. Menurut
budaya klien Indonesia, pertimbangan atas nilai-nilai bersangkutan
dengan keluarga atau orang tua hendaknya mendapat bobot yang
tinggi. Anak dituntut untuk menunjukkan penghormatan dan kesetiaan
kepada orang tua pada penentuan pilihan atau keputusan.
f. Keterampilan memahami jalan pikiran klien
Pandangan Barat menyatakan bahwa individu yang sehat jika
pola pikir mereka lebih berdasar pada kerangka acuan internal, lebih
menekankan pada otonomi pribadi dan sumber kendali internal serta
sumber tanggung jawab internal. Klien Indonesia, berdasar budaya
menalar sesuatu peristiwa lebih meninjau dari kerangka acua eksternal
dengan sumber kendali eksternal dan sumber tanggung jawab eskternal
pula.
g. Keterampilan memahami tingkah laku klien
Konteks dan situasi sesaat dalam komunikasi serta guna
memelihara keserasian hubungan dengan orang lain maka klien
Indonesia dapat menjawab pertanyaan yang diterima, meskipun yang
sebenarnya bukan seperti apa yang dikatakan. Secara teoritis, usaha
memadukan itu tidak akan berhasil baik oleh konselor berwawasan
8
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Komunikasi lintas budaya ini memberi penekanan pada aspek
perbedaaan kebudayaan sebagai faktor yang menentukan bagi
keberlangsungan proses komunikasi. Ada beberapa landasan komunikasi lintas
budaya diantaranya pengaruh teknologi, keunikan demografis, pengaruh
politik ekonomi dan kepentingan etika.
Setiap budaya mempunyai sistem bahasa yang memungkinkan orang
untuk berkomunikasi dengan orang lain. Budaya dibentuk secara kultural, dan
karena itu dia merefleksikan nilai-nilai dari budaya. Sikap kita terhadap
bahasa dan dialek orang lain mempengaruhi bagaimana kita merespon orang
lain, terlepas dari apakah kita mempelajari bahasa orang lain atau tidak.
Penggunaan keterampilan komunikasi konseling hendaknya
memperhatikan latar belakang budaya dan kebiasaan klien perorangan, timbul
dilematis tentang nilai-nilai budaya yang relevan untuk penerapan dalam
komunikasi konseling dan penerapannya
10
DAFTAR PUSTAKA