Anda di halaman 1dari 42

BAB I

PENDAHULUAN

1 Latar Belakang
Manusia berinteraksi secara kontinu dengan lingkungan sekitarnya,
sehingga lingkungan memiliki peran besar dalam memengaruhi kualitas
hidup. World Health Organization (WHO), mendefinisikan lingkungan,
sebagai sesuatu yang berkaitan langsung dengan kesehatan karena
keterkaitannya terhadap seluruh faktor fisik, kimia, dan biologis, serta semua
perilaku dari manusia.Program kesehatan lingkungan merupakan usaha-usaha
yang terdiri atas pencegahan atau pengendalian penyakit, cedera, dan
ketidakmampuan yang berhubungan dengan perilaku manusia dan
lingkungan di sekitarnya. Program the Healthy People 2020, sebagai program
kesehatan lingkungan, mengusung enam elemen utama yang salah satunya
adalah global environment health (kesehatan lingkungan global)lengkap
dengan pernyataan bahwa penyakit dapat dikurangi dengan meningkatkan
kualitas air, meningkatkan fasilitas sanitasi lingkungan, dan mengurangi
potensi tempat perkembangbiakan nyamuk.1
Laporan pencapaian tujuan pembangunan milenium di Indonesia pada
tahun 2013 menunjukkan bahwa pada tujuan ke tujuh, memastikan
kelestarian lingkungan hidup, proporsi rumah tangga dengan akses
berkelanjutan terhadap sumber air minum layak daerah pedesaan masih
belum mencapai target. Data menunjukkan bahwa proporsi rumah tangga
dengan akses berkelanjutan terhadap fasilitas sanitasi dasar layak daeah
perkotaan dan pedesaan belum mencapai target.2
Angka kematian akibat kualitas air, sanitasi, dan kebersihan yang buruk
di kawasan Asia Tenggaraadalah sebanyak 842.000 orang per tahun, di mana
sebesar 58% kematian diakibatkan oleh penyakit diare. Sanitasi buruk
berkaitan dengan transmisi penyakit seperti kolera, diare, disentri, hepatitis A,
tifoid, dan polio, serta memiliki dampak langsung terhadap malnutrisi,

1
sehingga angka kematian pada anak usia kurang dari lima tahun mencapai
760.000 jiwa per tahun.3
Pelaksanaan program kesehatan lingkungan di Indonesia sendiri dapat
dikatakan belum maksimal. Profil kesehatan nasional tahun 2014,
menyatakan bahwa hanya 56,58% rumah tangga yang menerapkan perilaku
hidup bersih sehat (PHBS), 67,73% masyarakat yang memeroleh akses
sumber air minum berkualitas, 77% kualitas air minum yang memenuhi
syarat, 60,9% masyarakat yang memiliki akses terhadap sanitasi layak
(jamban sehat), 61,8% rumah yang memenuhi syarat kesehatan, 68,24%
tempat-tempat umum (TTU) yang memenuhi syarat kesehatan, dan 75,2%
tempat pengelolaan makanan yang memenuhi syarat kesehatan.4
Kondisi kesehatan lingkungan di Kalimantan Barat masih kurang bila
dibandingkan dengan angka capaian secara nasional. Angka rumah tangga
yang menerapkan PHBS hanya 40,7%, angka masyarakat yang memeroleh
akses sumber air minum berkualitas hanya 48%, angka masyarakat yang
memiliki akses terhadap sanitasi layak (jamban sehat)sebesar 52,1%, dan
hanya terdapat sebesar 58,9 TTU yang memenuhi syarat kesehatan. Capaian
program kesehatan lingkungan Kalimantan Barat yang berada di atas capaian
nasional hanya ada dua, yaitu rumah yang memenuhi syarat kesehatan
sebesar 64,7%, dan tempat pengelolaan makanan yang memenuhi syarat
kesehatan sebesar 75,35%.4
Berdasarkan profil kesehatan kota pontianak tahun 2014, kondisi
kesehatan lingkungan di Kota Pontianak sebagian masih dibawah capaian
rata-rata provinsi. Persentase rumah sehat sebesar 24,5%, penduduk yang
memiliki akses air minum sehat sebesar 38%, masyarakat yang memeroleh
akses sumber air minum berkualitas 7,94%, masyarakat yang memiliki akses
terhadap sanitasi layak (jamban sehat) 31,2%, TTU yang memenuhi syarat
kesehatan 70,9%, dan TPM yang memenuhi syarat kesehatan sebesar
62.36%.5
Kondisi kesehatan lingkungan di wilayah pelayanan Unit Pelaksana
Teknis Daerah (UPTD)Puskesmas Kecamatan Pontianak Utara diantaranya

2
tergambarkan dengan persentase rumah sehat sebesar 7%, penduduk yang
memiliki akses air minum sehat sebesar 47%, tidak ada data mengenai
masyarakat yang memperoleh akses ke sumber air minum berkualitas,
masyarakat yang memiliki akses terhadap sanitasi layak (jamban sehat)
35,5%, TTU yang memenuhi syarat kesehatan 82,5%, dan 67,86% TPM
yang memenuhi syarat higiene sanitasi.6
Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Puskesmas Kecamatan Pontianak
Utara memiliki beberapa program dasar dalam upaya penyelenggaraan
kesehatan. Setiap program di Puskesmas Kecamatan Pontianak Utara
memiliki cakupan-cakupan yang mencapai target, walaupun terdapat
beberapa yang belum mencapai target. Program penyelenggaran kesehatan
lingkungan dan sanitasi dasar merupakan salah satu program dengan jumlah
cakupan tidak mencapai target cukup banyak, yakni terdapat tiga cakupan
program yang belum mencapai target pada tahun 2014 antara lain institusi
yang dibina (memenuhi syarat kesehatan), rumah/bangunan bebas jentik
nyamuk, tempat pengelolaan makanan dan tempat umum yang memenuhi
syarat.7
Kinerja program penyelenggaraan kesehatan lingkungan dan sanitasi
dasar yang masih dibawah target dapat menimbulkan dampak negatif bagi
kesehatan masyarakat seperti ditemukannya kasus diare, demam berdarah,
malaria, dan lainnya. Saat ini belum terdapat perbaikan atas kondisi tersebut.
Berdasarkan hal tersebut, maka perlu dilakukan suatu evaluasi terhadap
program tersebut berdasarkan pedoman-pedoman yang mengatur pelaksanaan
program kesehatan lingkungan di Indonesia.

1.2 Permasalahan Program


Berdasarkan latar belakang tersebut, permasalahan program yang
diangkat adalah: Bagaimana evaluasi kesehatan lingkungan dan sanitasi
dasar yang ada di UPTD Puskesmas Kecamatan Pontianak Utara Tahun
2014?

1.3 Tujuan Evaluasi


1.3.1 Tujuan Umum:

3
Mengetahui dan menilai program kesehatan lingkungan dan
sanitasi dasar yang ada di UPTD Puskesmas Kecamatan Pontianak
Utara.

1.4.1 Tujuan Khusus:


1 Diketahuinya pelaksanaan program kesehatan lingkungan dan
sanitasi dasar di Puskesmas Kecamatan Pontianak Utara Tahun
2014.
2 Diketahuinya masalah dalam pelaksanaan kesehatan lingkungan
dan sanitasi dasar di Puskesmas Kecamatan Pontianak Utara
Tahun 2014.
3 Diketahuinya kemungkinan penyebab masalah dalam pelaksanaan
program kesehatan lingkungan dan sanitasi dasar di Puskesmas
Kecamatan Pontianak Utara Tahun 2014.
4 Dirumuskannya alternatif penyelesaian masalah bagi pelaksanaan
program kesehatan lingkungan dan sanitasi dasar di Puskesmas
Kecamatan Pontianak Utara Tahun 2014.

1.4 Manfaat Evaluasi


1.4.1 Manfaat bagi Mahasiswa
Evaluasi ini diharapkan dapat menjadi sarana pembelajaran
mengenai cara melakukan evaluasi program puskesmas. Selain itu,
kegiatan ini dapat melatih kemampuan dalam menilai suatu pelaksanaan
program, menambah kemampuan, dan kecermatan dalam
mengindentifikasi, menganalisa dan menetapkan prioritas
permasalahan, mencari alternatif penyelesaian dari suatu masalah dan
memutuskan penyelesaiannya.

1.4.2 Manfaat bagi Puskesmas


Evaluasi ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan
bagiprogram kesehatan lingkungan yang telah berlangsung, sehingga

4
dapat lebih efektif dan memberi alternatif penyelesaian masalah
pelaksanaan program dan diharapkan dapat membantu dalam
meningkatkan pencapaian program.

5
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Pengertian Kesehatan Lingkungan


Kesehatan menurutWorld Health Organization (WHO) adalah suatu
keadaan fisik, mental, dan sosial kesejahteraan dan bukan hanya ketiadaan
penyakit atau kelemahan.Kesehatan lingkungan adalah kesehatan yang
sangat penting bagi kelancaran kehidupan dibumi, karena lingkungan adalah
tempat dimana pribadi itu tinggal. Kesehatan lingkungnan yaitu bagian
integral ilmu kesehatan masyarakat yang khusus menangani dan mempelajari
hubungan manusia dengan lingkungan dalam keseimbangan ekologis.8
Tiga pengertian yang dikemukakan para ahli tentang kesehatan
lingkungan, masing-masing pengertian ada dalam upaya memecahkan
masalah kesehatan sesuai jaman dan kebutuhannya. Ketiga pengertian
tersebut adalah:8,9
1. Kesehatan Lingkungan sebagai suatu Upaya
Kesehatan lingkungan sebagai suatu upaya, dikemukakan oleh
P.Halton Purdon (1971). Purdon menyatakan bahwa Kesehatan
lingkungan merupakan bagian dari dasar-dasar kesehatan bagi masyarakat
modern.Kesehatan lingkungan adalah aspek kesehatan masyarakat yang
meliputi semua aspek kesehatan manusia dalam hubungannya dengan
lingkungan, tujuannya untuk mempertahankan dan meningkatkan derajat
kesehatan masyarakat pada tingkat yang setinggi-tingginya dengan jalan
memodifikasi faktor sosial, faktor fisik lingkungan, sifat-sifat dan
kelakuan lingkungan yang dapat berpengaruh terhadap kesehatan.

2. Kesehatan Lingkungan sebagai Kondisi


Kesehatan lingkungan sebagai kondisi dikemukakan oleh WHO.
WHO menyatakan Environment health refers to ecological balance that
must exist beetwen man and his environment in order to ensure his weel
being.Kesehatan lingkungan merupakan terwujudnya keseimbangan

6
ekologis antara manusia dan lingkungan, agar masyarakat menjadi sehat
dan sejahtera.
Menurut Himpunan Ahli Kesehatan Lingkungan Indonesia
(HAKLI), kesehatan lingkungan adalah suatu kondisi lingkungan yang
mampu menopang keseimbangan ekologi yang dinamis antara manusia
dan lingkungannya untuk mendukung tercapainya kualitas hidup manusia
yang sehat dan bahagia. Dalam pengertian ini titik pusat pandang dari
kesehatan lingkungan adalah bahwa tercapainya tujuan kesehatan yaitu
masyarakat sehat dan sejahtera apabila kondisi lingkungan sehat.

3. Kesehatan lingkungan menurut salah satu ahli, Umar Fahmi (1991),


adalah ilmu yang mempelajari keterkaitan antara kualitas lingkungan
dengan kondisi kesehatan suatu masyarakat. Ilmu kesehatan lingkungan
mempelajari dinamika hubungan interaktif antara kelompok penduduk
dengan segala macam perubahan komponen lingkungan hidup yang
menimbulkan ancaman atau berpotensi mengganggu kesehatan
masyarakat.

2.2 Syarat-syarat Lingkungan yang Sehat10,11


1. Keadaan Air
Air yang memenuhi sehat adalah air yang tidak berbau, tidak
tercemar dan dapat dilihat kejernihan air tersebut, kalau sudah pasti
kebersihannya dimasak dengan suhu 1000C, sehingga bakteri yang di
dalam air tersebut mati.

2. Keadaan Udara
Udara yang memenuhi kategori sehat adalah udara yang didalamnya
terdapat zat-zat yang diperlukan, contohnya oksigen dan di dalamnya tidak
tercemar oleh zat-zat yang merusak tubuh, contohnya zat CO2 (zat
carbondioksida).

3. Keadaan Tanah
Tanah yang memenuhi kategori sehat adalah tanah yang baik untuk
penanaman suatu tumbuhan, dan tidak tercemar oleh zat-zat logam berat.

7
4. Suara/ Kebisingan
Kebisingan merupakan keadaan dimana suatu lingkungan yang
kondisinya tidak mengganggu aktifitas/alat pendengaran manusia.

2.3Tujuan dan RuangLingkup Kesehatan Lingkungan9,12


Tujuan dan ruang lingkup kesehatan lingkungan dapat dibagi menjadi
dua,secara umum dan secara khusus.Tujuan dan ruang lingkup kesehatan
lingkungan secara umum, antara lain:
1. Melakukan koreksi atau perbaikan terhadap segala bahaya dan ancaman
pada kesehatan dan kesejahteraan hidup manusia.
2. Melakukan usaha pencegahan dengan cara mengatur sumber-sumber
lingkungan dalam upaya meningkatkan derajat kesehatan dan
kesejahteraan hidup manusia.
3. Melakukan kerja sama dan menerapkan program terpadu di antara
masyarakat dan institusi pemerintah serta lembaga non pemerintah dalam
menghadapi bencana alam atau wabah penyakit menular.

Tujuan dan ruang lingkup kesehatan lingkungan secara khusus, antara


lain:
1. Menyediakan air bersih yang cukup dan memenuhi persyaratan kesehatan.
2. Makanan dan minuman yang diproduksi dalam skala besar dan
dikonsumsi secara luas oleh masyarakat.
3. Pencemaran udara akibat sisa pembakaran bahan bakar minyak, batu bara,
kebakaran hutan, dan gas beracun yang berbahaya bagi kesehatan dan
makhluk hidup lain dan menjadi penyebab terjadinya perubahan
ekosistem.
4. Limbah cair dan padat yang berasal dari rumah tangga, pertanian,
peternakan, industri, rumah sakit, dan lain-lain.
5. Kontrol terhadap arthropoda dan rodent yang menjadi vektor penyakit dan
cara memutuskan rantai penularan penyakitnya.
6. Perumahan dan bangunan yang layak huni dan memenuhi syarat
kesehatan.

8
7. Kebisingan, radiasi, dan kesehatan kerja.
8. Survei sanitasi untuk perencanaan, pemantauan, dan evaluasi program
kesehatan lingkungan.

Di Indonesia, ruang lingkup kesehatan lingkungan diterangkan dalam


Pasal 22 ayat(3) UU No 23 tahun 1992 ruang lingkup kesehatan lingkungan
ada delapan, yaitu :5
1. Penyehatan air dan udara
2. Pengamanan limbah padat/sampah
3. Pengamanan limbah cair
4. Pengamanan limbah gas
5. Pengamanan radiasi
6. Pengamanan kebisingan
7. Pengamanan vektor penyakit
8. Penyehatan dan pengamanan lainnya, sepeti keadaan pasca bencana

2.4Masalah-masalah Kesehatan Lingkungan di Indonesia


Masalah kesehatan lingkungan merupakan masalah kompleks dan
dibutuhkan integrasi dari berbagai sektor terkait untuk mengatasinya. Di
Indonesia permasalah dalam kesehatan lingkungan antara lain :9,12
1. Air Bersih
Air bersih adalah air yang digunakan untuk keperluan sehari-hari yang
kualitasnya memenuhi syarat kesehatan dan dapat diminum apabila telah
dimasak. Air minum adalah air yang kualitasnya memenuhi syarat
kesehatan dan dapat langsung diminum.Syarat-syarat kualitas air bersih
diantaranya adalah sebagai berikut:
a. Syarat fisik : tidak berbau, tidak berasa, dan tidak berwarna
b. Syarat kimia : kadar besi : maksimum yang diperbolehkan 0,3 mg/l,
kesadahan (maks 500mg/l)
c. Syarat mikrobiologis : koliform tinja/total koliform (maks 0 per 100 ml
air)

2. Pembuangan Kotoran/Tinja

9
Metode pembuangan tinja yang baik yaitu dengan jamban dengan
syarat sebagai berikut:
a. Tanah permukaan tidak boleh terdapat kontaminasi
b. Tidak boleh terjadi kontaminasi pada air tanah yang mungkin
memasuki mata air atau sumur
c. Tidak boleh terkontaminasi air permukaan
d. Tinja tidak boleh terjangkau oleh lalat dan hewan lain
e. Tidak boleh terjadi penanganan tinja segar; atau, bila memang benar-
benar diperlukan, harus dibatasi seminimal mungkin
f. Jamban harus babas dari bau atau kondisi yang tidak sedap dipandang
g. Metode pembuatan dan pengoperasian harus sederhana dan tidak
mahal.

3. Kesehatan Pemukiman
Rumah dapat dikatakan sehat bila memenuhi kriteria sebagai
berikut:3,6
a. Memenuhi kebutuhan fisiologis, yaitu : pencahayaan, penghawaan dan
ruang gerak yang cukup, terhindar dari kebisingan yang mengganggu
b. Memenuhi kebutuhan psikologis, yaitu: privasi yang cukup,
komunikasi yang sehat antar anggota keluarga dan penghuni rumah
c. Memenuhi persyaratan pencegahan penularan penyakit antarpenghuni
rumah dengan penyediaan air bersih, pengelolaan tinja dan limbah
rumah tangga, bebas vektor penyakit dan tikus, kepadatan hunian yang
tidak berlebihan, cukup sinar matahari pagi, terlindungnya makanan
dan minuman dari pencemaran, disamping pencahayaan dan
penghawaan yang cukup.
d. Memenuhi persyaratan pencegahan terjadinya kecelakaan baik yang
timbul karena keadaan luar maupun dalam rumah antara lain
persyaratan garis sempadan jalan, konstruksi yang tidak mudah roboh,
tidak mudah terbakar, dan tidak cenderung membuat penghuninya
jatuh tergelincir.

4. Pembuangan Sampah
Informasi mengenai unsur-unsur pengelolaan sampah, kita dapat
mengetahui hubungan dan urgensinya masing-masing unsur tersebut agar

10
kita dapat memecahkan masalah-masalah ini secara efisien. Teknik
pengelolaan sampah yang baik dan benar harus memerhatikan faktor-
faktor atau unsur, berikut:11,12
a. Penimbulan sampah. Faktor-faktor yang memengaruhi produksi
sampah adalah jumlah penduduk dan kepadatanya, tingkat aktivitas,
pola kehidupan/tingkat sosial ekonomi, letak geografis, iklim, musim,
dan kemajuan teknologi
b. Penyimpanan sampah
c. Pengumpulan, pengolahan, dan pemanfaatan kembali
d. Pengangkutan
e. Pembuangan

5. Serangga dan Binatang Pengganggu


Serangga sebagai reservoir (habitat dan suvival) bibit penyakit yang
kemudian disebut sebagai vektor misalnya: pinjal tikus untuk penyakit pes
atau sampar, Nyamuk Anopheles sp untuk penyakit Malaria, Nyamuk
Aedes sp untuk Demam Berdarah Dengue (DBD), Nyamuk Culex sp untuk
penyakit kaki Gajah atau Filariasis. Penanggulangan atau pencegahan dari
penyakit tersebut diantaranya dengan merancang rumah atau tempat
pengelolaan makanan dengan rat proff (rapat tikus), kelambu yang
dicelupkan dengan pestisida untuk mencegah gigitan Nyamuk Anopheles
sp, gerakan 3 M (menguras, mengubur dan menutup) tempat
penampungan air untuk mencegah penyakit DBD, penggunaan kasa pada
lubang angin di rumah atau dengan pestisida untuk mencegah penyakit
kaki gajah dan usaha-usaha sanitasi.
Binatang pengganggu yang dapat menularkan penyakit misalnya
anjing dapat menularkan penyakit rabies atau anjing gila. Kecoa dan lalat
dapat menjadi perantara perpindahan bibit penyakit ke makanan sehingga
menimbulakan diare. Tikus dapat menyebabkan Leptospirosis dari kencing
yang dikeluarkannya yang telah terinfeksi bakteri penyebab.

6. Makanan dan Minuman

11
Sasaran higene sanitasi makanan dan minuman adalah restoran,
rumah makan, jasa boga dan makanan jajanan (diolah oleh pengrajin
makanan di tempat penjualan dan atau disajikan sebagai makanan siap
santap untuk dijual bagi umum selain yang disajikan jasa boga, rumah
makan atau restoran, dan hotel).11
Persyaratan higene sanitasi makanan dan minuman tempat
pengelolaan makanan meliputi:
a. Persyaratan lokasi dan bangunan
b. Persyaratan fasilitas sanitasi
c. Persyaratan dapur, ruang makan dan gudang makanan
d. Persyaratan bahan makanan dan makanan jadi
e. Persyaratan pengolahan makanan
f. Persyaratan penyimpanan bahan makanan dan makanan jadi
g. Persyaratan peralatan yang digunakan

7. Pencemaran lingkungan
Pencemaran lingkungan, diantaranya adalah pencemaran air,
pencemaran tanah, dan pencemaran udara. Pencemaran udara terbagi
menjadi indoor air pollution dan out door air pollution. Indoor air
pollution merupakan masalah perumahan/pemukiman serta gedung umum,
bus, kereta api. Masalah ini lebih berpotensi menjadi masalah kesehatan
yang sesungguhnya, mengingat manusia cenderung berada di dalam
ruangan daripada di jalanan.1,5 Pembakaran kayu bakar, bahan bakar rumah
tangga lainnya merupakan salah satu faktor resiko timbulnya infeksi
saluran pernafasan bagi anak balita.
Masalah out door pollution atau pencemaran udara di luar rumah,
menurut berbagai analisis data menunjukkan bahwa ada kecenderungan
peningkatan masalah. Beberapa penelitian menunjukkan adanya perbedaan
risiko dampak pencemaran pada beberapa kelompok risiko tinggi
penduduk kota dibanding pedesaan. Besar resiko relatif tersebut adalah
12,5 kali lebih besar. Jenis pencemar yang bersifat akumulatif akan
menjadi lebih buruk di masa mendatang. Pembakaran hutan,baikdengan
tujuan untuk lahan pertanian maupun sekedar diambil kayunya,ternyata
membawa dampak serius misalnya infeksi saluran pernafasan akut, iritasi

12
pada mata, terganggunya jadwal penerbangan, terganggunya ekologi
hutan.8,11

2.5 Upaya Kesehatan Oleh Puskesmas13


Dalam mewujudkan tercapainya visi pembangunan kesehatan melalui
puskesmas, yakni terwujudnyakecamatan sehat menuju indonesia sehat,
puskesmas bertanggungjawabmenyelenggarakan upaya kesehatan perorangan
dan upaya kesehatan masyarakat.Kedua upaya kesehatan tersebut jika ditinjau
dari sistem kesehatan nasional merupakan pelayanan kesehatantingkat
pertama.
Upaya kesehatan tersebut dikelompokkan menjadi dua yakni:
1. Upaya Kesehatan Wajib
Upaya kesehatan wajib puskesmas adalah upaya yang ditetapkan
berdasarkan komitmennasional, regional, dan global, serta mempunyai
daya ungkit tinggi dalam meningkatkanderajat kesehatan masyarakat.
Upaya kesehatan wajib tersebut harus diselenggarakan olehsetiap
puskesmas di wilayah Indonesia.Upaya kesehatan wajib tersebut adalah:
a. Upaya Promosi Kesehatan
b. Upaya Kesehatan Lingkungan
c. Upaya Kesehatan Ibu dan Anak serta Keluarga Berencana
d. Upaya Perbaikan Gizi
e. Upaya Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit Menular
f. Upaya Pengobatan
g. Upaya Pemberian Imunisasi

2. Upaya Kesehatan Pengembangan


Upaya kesehatan pengembangan puskesmas adalah upaya yang
ditetapkan berdasarkanpermasalahan kesehatan yang ditemukan di
masyarakat serta disesuaikan dengankemampuan puskesmas. Upaya
kesehatan pengembangan dipilih dari daftar upayakesehatan pokok
puskesmas yang telah ada, yakni:
a. Upaya Kesehatan Sekolah
b. Upaya Kesehatan Olah Raga
c. Upaya Perawatan Kesehatan Masyarakat
d. Upaya Kesehatan Kerja
e. Upaya Kesehatan Gigi dan Mulut
f. Upaya Kesehatan Jiwa

13
g. Upaya Kesehatan Mata
h. Upaya Kesehatan Usia Lanjut
i. Upaya Pembinaan Pengobatan Tradisional

Upaya laboratorium medis dan laboratorium kesehatan masyarakat serta


upayapencatatan dan pelaporan tidak termasuk pilihan karena ketiga upaya
ini merupakan pelayanan penunjang dari setiap upaya wajib dan upaya
pengembangan puskesmas. Perawatan kesehatan masyarakat merupakan
pelayanan penunjang, baik upaya kesehatan wajib maupun upaya kesehatan
pengembangan. Perawatan kesehatanmasyarakat dapat menjadi
permasalahan spesifik di daerah, maka upaya keshatan tersebut dapat
dijadikan sebagai salah satu upaya kesehatan pengembangan. Upaya
kesehatan pengembangan puskesmas dapat pula bersifat upaya inovasi,
yakni upaya lain di luar upaya puskesmas tersebut di atas yang sesuai
dengan kebutuhan. Pengembangan dan pelaksanaan upaya inovasi ini adalah
dalam rangka mempercepat tercapainya visi puskesmas. Pemilihan upaya
kesehatan pengembangan ini dilakukan oleh puskesmas bersama dinas
kesehatan kabupaten/kota dengan mempertimbangkan masukan dari BPP.
Upaya kesehatan pengembangan dilakukan apabila upaya kesehatan
wajib puskesmas telahterlaksana secara optimal, dalam arti target cakupan
serta peningkatan mutu pelayanan telah tercapai. Penetapan upaya kesehatan
pengembangan pilihan puskesmas ini dilakukan oleh dinas kesehatan
kabupaten/kota. Dalam keadaan tertentu, upaya kesehatan pengembangan
puskesmas dapat pula ditetapkan sebagai penugasan oleh dinas kesehatan
kabupaten/ kota.
Apabila puskesmas belum mampu menyelenggarakan upaya kesehatan
pengembangan, namun menjadi kebutuhan masyarakat, maka dinas
kesehatan kabupaten/kota bertanggung jawab dan wajib
menyelenggarakannya, sehingga dinas kesehatan kabupaten/kota perlu
dilengkapi dengan berbagai unit fungsional lainnya. Dalam keadaan
tertentu, masyarakat membutuhkan pula pelayanan rawat inap. Untuk ini di
puskesmas dapat dikembangkan pelayanan rawat inap tersebut, yang dalam

14
pelaksanaannya harus memperhatikan berbagai persyaratan tenaga, sarana
dan prasarana sesuai standar yang telah ditetapkan.
Kebutuhan masyarakat terhadap pelayanan medik spesialistik telah
munculdi beberapa daerah tertentu. Dalam keadaan ini, apabila ada
kemampuan, di puskesmas dapat dikembangkan pelayanan medik
spesialistik tersebut, baik dalam bentuk rawat jalan maupun rawat inap.
Keberadaan pelayanan medik spesialistik di puskesmas hanya dalam rangka
mendekatkan pelayanan rujukan kepada masyarakat yang membutuhkan.
Status dokter dan atau tenaga spesialis yang bekerja di puskesmas
dapatsebagai tenaga konsulen atau tenaga tetap fungsional puskesmas yang
diatur oleh dinas kesehatan kabupaten/kota setempat.
Kedudukan dan fungsi puskesmas tetap sebagai sarana pelayanan
kesehatan tingkat pertama, meskipun puskesmas menyelenggarakan
pelayanan medik spesialistik dan memiliki tenaga medis
spesialis.Puskesmas tetap bertanggungjawab menyelenggarakan pelayanan
kesehatan perorangan dan pelayaan kesehatan masyarakat di wilayah
kerjanya.

15
BAB III
METODE EVALUASI

3.1. Lokasi dan Waktu Evaluasi


Evaluasi dilakukan di UPTD Puskesmas Kecamatan Pontianak Utara
pada tanggal 16 November 2015 sampai 4 Desember 2015.

3.2. Pengumpulan Data


Pengumpulan data dilakukan dengan:
1. Data primer
Data primer dikumpulkan dengan wawancara langsung terhadap
penanggung jawabprogram kesehatan lingkungan dan sanitasi dasar di
UPTD Puskesmas Kecamatan Pontianak Utara.

2. Data sekunder
Data sekunder dikumpulkan dengan mempelajari dokumentasi
Puskesmas yaitu Profil Kesehatan UPTD Puskesmas Kecamatan
Pontianak Utara periode Januari 2014 Desember 2014.

3.3. Indikator dan Tolok Ukur Penilaian


Evaluasi dilakukan pada laporan program kesehatan lingkungan dan
sanitasi dasar di UPTD PuskesmasKecamatan Pontianak Utara periode
Januari 2014 Desember 2014. Rujukan tolak ukur penilaian yang digunakan
adalah :
1. Keputusan menteri kesehatan 021/MENKES/SK/1/11 tentang rencana
strategis kementrian kesehatan tahun 2010-2014
2. standar pelayanan minimal dan indikator kinerja upaya UPTD Puskesmas
Kecamatan Pontianak Utara Tahun 2014

Tabel 3.1 Tolok Ukur Program Kesehatan Lingkungan dan Sanitasi Dasar

16
No. Variabel Tolok Ukur keberhasilan (%)
Daerah/Puskesmas1 Nasional2
1. Rumah/bangunan bebas jentik 95 60,5
2. Tempat umum yang memenuhi 70 70,4
syarat
3. Institusi yang dibina 68 52,5
(memenuhi syarat kesehatan)
Sumber:
1. Laporan Tahunan UPTD Puskesmas Kec. Pontianak Utara Tahun 2014
2. Pedoman Rencana Kerja Program Kesehatan Lingkungan Tahun 2011, Departemen
Kesehatan Republik Indonesia

17
BAB IV
PENYAJIAN DATA

4.1Geografi dan Administrasi


UPTD atau Unit Pelaksanaan Teknis Daerah merupakan perpanjangan
tangan dari Dinas Kesehatan Kota dan membawahi UPK yang ada di setiap
kecamatan. UPTD Puskesmas Kecamatan Pontianak Utara membawahi 4
UPK yaitu UPK Siantan Hulu, UPK Siantan Tengah, UPK Telaga Biru, dan
UPK Katulistiwa. UPTD Puskesmas Kecamatan Pontianak Utara
merupakan suatu unitkesehatan yang melayani kesehatan masyarakat di
Kecamatan Pontianak Utara.
UPTD Puskesmas Kecamatan Pontianak Utara yang semula bernama
Puskesmas Siantan Hilir didirikan pada tahun 1971 dimana pada waktu itu
masih berbentuk Balai Pengobatanmemiliki luas wilayah bina kurang lebih
787 ha/m2, dengan delapan luas wilayah menurut penggunaannya yang
meliputi: luas pemukiman 613 ha/m2, luas persawahan 0 ha/m2, luas
perkebunan 67 ha/m2, luas kuburan 2 ha/m2, luas pekarangan 7 ha/m2, luas
taman 0 ha/m2, luas perkantoran 10 ha/m2, dan luas prasarana umum lainnya
88 ha/m2. UPTD Puskesmas Kecamatan Pontiank Utara mempunyai 40 RW
dengan 151 RT binaan.
UPTD Puskesmas Kecamatan Pontiank Utara memiliki luas wilayah
binaan 787 ha/m2 dengan batas wilayah, yaitu:
1. Sebelah Utara : berbatasan dengan Kabupaten Pontianak
2. Sebelah Timur : berbatasan dengan Kelurahan Siantan Tengah
3. Sebelah Selatan : berbatasan dengan Sungai Kapuas
4. Sebelah Barat : berbatasan dengan Kelurahan Batulayang.

UPTD Puskesmas Kecamatan Pontiank Utara terletak berseberangan


dengan Sungai Kapuas, beralamat di Jl. Khatulistiwa No. 151 Kelurahan
Siantan Hilir. Jarak pusat pemerintahan wilayah dengan kelurahan terjauh di
Kecamatan Pontianak Utara, yaitu sejauh 4 Km dengan pemerintah kota,
dengan waktu tempuh kendaraan bermotor + 45 menit. Rata-rata waktu
tempuh masyarakat ke puskesmas + 10 menit sampai dengan 30 menit.

18
4.2 Kependudukan
Data kependudukanberdasarkan Profil Kelurahan Siantan Hilir Tahun
2014, penduduk wilayah binaan UPTD Puskesmas Kecamatan Pontianak
Utara berjumlah 36.332 jiwa, terdiri dari 18.556 jiwa berjenis kelamin laki-
laki dan17.776 jiwaberjenis kelamin perempuan. Data monografi kecamatan
menunjukkan bahya area yang termasuk dalam wilayah kerja UPTD
Puskesmas Kecamatan Pontiank Utara, tersebar di empat kelurahan yaitu:
Kelurahan Siantan Hilir terdiri dari 40 RW dan 151 RT. Persebaran
penduduk menurut jenis kelamin di wilayah kerja UPTD Puskesmas
Kecamatan Pontiank Utara dapat dilihat pada Gambar 4.1 di bawah ini:

Gambar 4.1 Persebaran Penduduk Menurut Jenis Kelamin di Wilayah


KerjaUPTD Puskesmas Kecamatan Pontianak UtaraTahun 2014
Sumber: Data Monografi Kecamatan Pontianak Utara Tahun 2014

Gambardiatas mengambarkan bahwa pada tahun 2014 penduduk pada


wilayah kerja UPTD Puskesmas Kecamatan Pontiank Utara terbanyak
adalah jenis kelamin laki-laki yaitu berjumlah 18.556 jiwa (51%),
sedangkan untuk jenis kelamin perempuan yaitu berjumlah 17.776 jiwa
(49%).
Kepadatan penduduk di Kelurahan Siantan Hilir mencapai 46,17
km2/jiwa. Jumlah rumah tangga di Kelurahan Siantan Hilir sebanyak 9.130
KK. Penduduk usia bayi (0-12 bln) berjumlah 515, usia baita (1-5 thn)

19
berjumlah 3.604 orang, ibu hamil berjumlah 562 orang,bulin sebanyak 537
orang, bufas sebanyak 517 orang, WUS sebanyak 7.755orang, dan PUS
sebanyak 5.283 orang. Secara keseluruhan indikator kependudukan di
UPTD Puskesmas Kecamatan Pontiank Utara tahun 2013 dapat dilihat pada
Tabel 4.1 dibawah ini:

Tabel 4.1 Indikator Kependudukan di Wilayah Kerja UPTD Puskesmas


Kecamatan Pontiank Utara Tahun 2014

No Uraian Jumlah
1 Luas wilayah (km) 787
2 RW 40
3 RT 151
4 Penduduk 36.332
5 Kepala keluarga 9.130
6 Bumil 562
7 Bulin 537
8 Bufas 517
9 Bayi 1.120
10 Balita 3.604
11 WUS 7.755
12 PUS 5.283
13 Pra lansia dan usia lanjut 7618
14 Ratio Jenis Kelamin (laki- laki:perempuan) 104,39
15 Ratio beban Tanggungan (KK: anggota keluarga) 44
16 Kepadatan penduduk (Km/jiwa) 46,17
Sumber: Data Monografi Kecamatan Pontianak Utara Tahun 2014

Data pada Tabel 4.1 diatas mengambarkan bahwa pada tahun2014


rasio jenis kelamin antara jumlah penduduk perempuan dan laki-laki yaitu
104 yang artinya jumlah penduduk laki-laki lebih banyak dibandingkan
dengan penduduk perempuan. Rasio beban tanggungan di wilayah kerja
UPTD Puskesmas Kecamatan Pontiank Utara sebanyak 44. Data
selengkapnya mengenai distribusi penduduk menurut kelompok umur dapat
dilihat pada Gambar 4.2 di bawah ini:

20
Gambar 4.2 Jumlah Penduduk Menurut Kelompok Umur di Wilayah Kerja
UPTD Puskesmas Kecamatan Pontiank UtaraTahun 2014
Sumber: Profil Kelurahan Siantan Hilir, Tahun 2014

Gambaran penduduk menurut golongan umur dapat dilihat pada Tabel


4.2 di bawah ini:

Tabel 4.2 Penduduk Per Kelurahan Menurut Kelompok Umur di Wilayah


Kerja UPTD Puskesmas Kecamatan Pontiank UtaraTahun 2014
Golongan Umur Jumlah %
0-4 th 2980 8,2
5-9 th 3169 8,7
10-14 th 3175 8,7
15-19 th 3053 8,4
20-24 th 3219 8,9
25-29 th 3714 10,2
30-34 th 3794 10,4
35-39 th 3041 8,4
40-44 th 2569 7,1
45-49 th 1965 5,4
50-54 th 1640 4,5
55-59 th 1278 3,5
60-64 th 897 2,5
65-69 th 754 2,1
70-74 th 509 1,4
75+ th 575 1,6
Sumber: Profil Kelurahan Siantan Hilir, Tahun 2014

Berdasarkan tabel diatas persentase kelompok umur terbesar adalah


kelompok umur 30-34 tahun (10,4%) dan persentase terkecil pada kelompok

21
umur 70-74 tahun (1,4%). Persentase penduduk menurut kelompok umur
dapat dilihat pada Gambar 4.3 di bawah ini:

Gambar4.3Persentase Penduduk Menurut Kelompok Umur di Wilayah


Kerja UPTD Puskesmas Kecamatan Pontiank Utara Tahun 2014
Sumber: Profil Kelurahan Siantan Hilir, Tahun 2014

4.3 Gambaran Upaya Kesehatan Lingkungan


Lingkungan merupakan salah satu faktor yang memengaruhi derajat
kesehatan masyarakat. HL Blum menyatakan bahwa lingkungan memiliki
peran yang terbesar untuk meningkatkan derajat kesehatan. Semakin sehat
kondisi lingkungan semakin tinggi pula derajat kesehatan. Kesehatan
lingkungan mencakup kumpulan kondisi luar yang memiliki akibat pada
kehidupan makhluk hidup. Cakupan penyelenggaraan kesehatan lingkungan
dan sanitasi dasar tahun 2014 disajikan pada Tabel 4.3 di bawah ini:

Tabel4.3Cakupan Penyelenggaraan Kesehatan Lingkungan dan SanitasiDasar


di UPTD Puskesmas Kecamatan Pontianak UtaraTahun 2014
Target 2014 Capaian
Indikator Kinerja Pembilang Penyebut
(%) 2014 (%)

22
% Institusi yang
dibina (memenuhi 68 25,79 41 159
syarat kesehatan)
% Rumah/bangunan
95 69,94 3124 4467
bebas jentik nyamuk
% Tempat umum yang
70 24,17 87 360
memenuhi syarat
Sumber : Laporan Tahunan Puskesmas, 2014

Berdasarkan tabel 4.3 diatas, pada tahun 2014 terdapat 41indikator


institusi yang memenuhi syarat kesehatan yang mendapat binaan dari
puskesmas. Capaian penyelenggaraan kesehatan lingkungan dan sanitasi dasar
pada indikator rumah/bangunan bebas jentik nyamuk masih dibawah target
yang diharapkan yaitu capaian kegiatan 69,94% dari target 95%, kemudian
indikator tempat umum yang memenuhi syarat juga masih dibawah target
yang diharapkan yaitu capaian kegiatan 24,17% dari target 70%.
Pada umumnya masalah kesehatan lingkungan di wilayah kerja UPTD
Puskesmas Kecamatan Pontianak Utara berkisar pada beberapa hal berikut ini:
1. Penyediaan Air Bersih
Air bersih adalah kebutuhan mutlak untuk kehidupan manusia, oleh
karena itu harus tersedia dan harus ada setiap saat. Sumber air bersih di
wilayah kerja UPTD Puskesmas Kecamatan Pontianak Utara sangat
tergantung pada air hujan terutama pada musim kemarau dimana kadar
garam air Sungai Kapuas melebihi ambang batas yang mengakibatkan air
PDAM payau dan kualitasnya menurun. Untuk mengantisipasinya
masyarakat memiliki tempat penampungan air hujan (PAH) untuk sumber
air minum dan memasak.
Berdasarkan data dari program sanitasi pada tahun 2014 mengenai
akses air bersih, wilayah kerja UPTD Puskesmas Kecamatan Pontianak
Utara memiliki 9.130 rumah tangga. Rumah tangga yang dipantau hanya
sebanyak 1.204 dan diketahui hanya 155 (12,9%) saja rumah tangga yang
memiliki akses terhadap air bersih.
Sumber air bersih masyarakat di wilayah kerja puskesmas sangat
bergantung pada air hujan sehingga memiliki Penampung Air Hujan
(PAH). PAHyang tidak dikelola dengan baik dapat menjadi tempat

23
berkembang biak berbagai macam vektor penyakit, salah satunya jentik
nyamuk Aedes Aegypti. Pengelolaan PAH agar tidak menjadi tempat
berkembang biak jentik nyamuk dapat dilakukan dengan menutup rapat
PAH, memberi abate ataupun memelihara predator jentik nyamuk yaitu
Ikan Suamang. Petugas puskesmas telah melakukan pemeriksaan jentik
secara berkala ke rumah-rumah untuk mengantisipasi berkembangnya
jentik nyamuk. Kegiatan ini dilakukan oleh petugas sanitasi setiap hari
jumat dibantu petugas puskesmas yang lain.
Beberapa upaya yang telah dilakukan dalam rangka pengawasan
penyehatan kualitas air bersih antara lain:
a. Inspeksi sarana air bersih;
b. Pemeriksaan sampel air dilakukan terhadap air PDAM, depot air
minum, dan air minum di masyarakat;
c. Pembinaan Air Minum Dalam Kemasan (AMDK);

2. Sarana Sanitasi Dasar


Sarana sanitasi dasar yang dimaksud adalah persediaan air bersih,
jamban, tempat sampah, dan pengelolaan air limbah. Pemeriksaan yang
dilakukan oleh UPTD Puskesmas Kecamatan Pontianak Utara terhadap
rumah tangga di wilayah kerja puskesmas menunjukkan bahwa dari 9.130
rumah tangga yang diperiksa yang telah memiliki jamban sehat 2.481
(27,17%), rumah tangga telah memiliki pengelolaan air limbah sehat 419
(4,6%) untuk tempat sampah yang sehat 403 (4,4%). Oleh karena itu dapat
dikatakan bahwa sarana sanitasi dasar di UPTD Puskesmas Kecamatan
Pontianak Utara belum memadai dan keadaan ini akan memengaruhi
angka kesakitan penyakit, misalnya diare. Selain itu kondisi dimana
masyarakat yang tinggal di tepian sungai kapuas menggunakan sungai
sebagai tempat pembuangan kotoran dan pengelolaan sampah yang tidak
tepat dapat mengganggu kualitas kesehatan lingkungan karena sampah
adalah sumber potensial untuk perkembangbiakan vektor penyakit seperti
lalat, tikus, dan kecoa.

3. Penyehatan Perumahan/Pemukiman

24
Rumah yang memenuhi kriteria dalam segi kesehatan lingkungan,
hendaknya dibangun dengan memenuhi syarat kesehatan, antara lain:
a. Memenuhi kebutuhan fisik dasar penghuni
b. Memenuhi kebutuhan kejiwaan penghuni
c. Melindungi penghuni dari penyakit menular
d. Melindungi penghuni dari bahaya atau kecelakaan.
Syarat rumah yang sehat menurut Ditjen PPM dan PL Depkes RI
yaitu rumah memiliki jendela, ventilasi, dan pencahayaan, memiliki sarana
sanitasi misalnya air bersih serta sarana pembuangan sampah dan kotoran
serta penghuni berperilaku sehat seperti membuka jendela dan membuang
tinja di jamban.
UPTD Puskesmas Kecamatan Pontianak Utara melalui program
sanitasi melakukan pendataan rumah sehat yaitu dari 7.040 rumah tangga
di wilayah kerja puskesmas, sebanyak 933 rumah tangga yang diperiksa.
Hasil dari kegiatan tersebut memberikan informasi bahwa sebanyak 172
(2,44%) rumah di wilayah kerja puskesmas telah berkategori rumah sehat.

4. Pengawasan Tempat Umum dan Pengelolaan Makanan.


Pengawasan terhadap tempat-tempat umum dan tempat pengelolaan
makanan penting bagi konsumen atau masyarakat karena pengawasan ini
dimaksudkan agar masyarakat terhindar dari penularan penyakit dan
keracunan makanan.
Menurut Kepmenkes RI no.1457 Tahun 2003 mengenai Definisi
Operasional Kewenangan Wajib Standar Pelayanan Minimal, yang
termasuk dalam Tempat Umum antara lain hotel, terminal, pasar,
pertokoan, bioskop, tempat wisata, kolam renang, restoran, tempat ibadah,
dan tempat hiburan. Adapun yang dimaksud sebagai Tempat-Tempat
Umum (TTU) dan Tempat Pengelolaan Makanan (TPM) yang mendapat
pengawasan dari UPTD Puskesmas Kecamatan Pontianak Utara adalah
hotel, restoran/rumah makan, pasar serta TUPM lainnya pada tahun 2014
terdapat 23 Tempat Umum dan yang memenuhi syarat sebanyak 13
(56,5%), sedangkan untuk Tempat Pengelolaan Makanan (TPM) yang ada
yaitu 68 dan yang memenuhi syarat yaitu sebanyak 22 (32,35%).
Berdasarkan data di atas, terlihat TPM dan TTU di UPTD Puskesmas
Kecamatan Pontianak Utara yang memenuhi syarat masih cukup rendah,

25
sehingga dalam hal ini perlu lebih ditingkatkan kinerjanya dalam
mengawasi dan menyehatkan TTU dan TPM yang ada di wilayah kerja
UPTD Puskesmas Kecamatan Pontianak Utara.

26
BAB V
HASIL PENILAIAN DAN PEMBAHASAN

5.1. Indikator dan Tolok Ukur Keluaran


Indikator yang harus dicapai dalam program kesehatan lingkungan
tahun 2014 di UPTD Puskesmas Kecamatan Pontianak Utara terdapat tiga
indikator dengan tolok ukur yang berbeda-beda, hal ini dapat dilihat pada
tabel dibawah ini:

Tabel 5.1 Indikator dan Tolok Ukur Keluaran Cakupan Program Kesehatan
Lingkungan dan Sanitasi Dasar di UPTD Puskesmas Kecamatan
Pontianak Utara
No
Indikator Target
.
1. Institusi yang dibina (memenuhi syarat kesehatan) 68 %
2. Rumah/bangunan bebas jentik nyamuk 95 %
3. Tempat umum yang memenuhi syarat 70 %

5.2 Identifikasi Masalah Berdasarkan Komponen Keluaran


Identifikasi masalah yang ada pada program kesehatan lingkungan
dilakukan dengan membandingkan keluaran pencapaian dengan tolak ukur.
Masalah program kesehatan lingkungan dan sanitasi dasar ditentukan bila
terdapat kesenjangan antara capaian dan target yang telah ditetapkan, di mana
angka capaian tidak mencapai angka target.

Tabel 5.2 Identifikasi Masalah Program Satus Kesehatan Lingkungan Dan


Sanitasi Dasar di UPTD Puskesmas Kecamatan Pontianak Barat.
No Indikator Target Capaian Masalah
1. Institusi yang dibina (memenuhi
68 % 25,79 % +
syarat kesehatan)
2. Rumah/bangunan bebas jentik
95 % 69,94 % +
nyamuk
3. Tempat umum yang memenuhi
70 % 24,17 % +
syarat

27
Berdasarkan data diatas dapat diidentifikasi sejumlah masalah dalam
Program Kesehatan Lingkungan dan sanitasi dasar di UPTD Puskesmas
Kecamatan Pontianak Utara dengan permasalahan yaitu :
1 Institusi yang dibina (memenuhi syarat kesehatan)
2 Rumah/bangunan bebas jentik nyamuk
3 Tempat umum yang memenuhi syarat kesehatan

5.3. Penetapan Prioritas Masalah


Penetapan masalah berdasarkan data pada tabel 5.2. diatas, didapatkan
beberapa masalah pada program kesehatan lingkungan dan sanitasi dasar
yang harus diselesaikan. Masalah program terdapat pada ketiga indikator
tersebut, sehigga perlu ditentukan prioritas masalah. Hal ini dilakukan
karena keterbatasan dana dan sumber daya. Penetapan prioritas masalah
dilakukan dengan menggunakan kriteria matriks seperti pada Tabel
5.2.Prioritas masalah ditetapkan dengan sistem skoring dan dinilai dengan
kriteria:
1 Pentingnya masalah (importancy) yang terdiri dari:
a Besarnya masalah (Prevalence = P)
b Akibat yang ditimbulkan masalah (severity) = S
c Kenaikan besarnya masalah (rate of increase) = RI
d Keuntungan sosial karena selesainya masalah (social benefit) = SB
e Derajat keinginan masyarakat tidak terpenuhi (degree of unmeet needs)
= DU
f Rasa prihatin masyarakat terhadap masalah (public concern) = PB
g Suasana politik (political climate) = PC

2 Kelayakan teknologi (technical feasibility) = T


3 Sumber daya yang tersedia (Resources availability) = R
Setiap kriteria diberikan nilai dalam rentang 1 (tidak penting) hingga 5
(sangat penting). Masalah yang menjadi prioritas utama ialah masalah dengan
nilai tertinggi.

28
Tabel 5.3 Penetapan Prioritas Masalah
Jumlah
Importance T R P=
No. Daftar Masalah
IxTxR
P S RI DU SB PB PC
1. Institusi yang dibina 4 5 3 3 3 3 4 3 5 375
(memenuhi syarat kesehatan)
2. Rumah/bangunan bebas jentik 2 5 1 5 4 4 5 3 5 390
3. Tempat umum yang
4 3 3 5 4 4 1 3 5 360
memenuhi syarat kesehatan

Besarnya masalah (Prevalence), masalah bebas jentik pada


rumah/bangunan di wilayah pelayanan UPTD Puskesmas Kecamatan
Pontianak Utaradiberikan nilai 2 atau dengan kata lain berdasarkan besarnya
masalah tidak terlalu tinggi. Hal ini digambarkan dengan selisih antara
capaian dengan indikator atau tolok ukur cakupan program tersebuttidak
terlalu jauh. Institusi yang dibina dan tempat umum yang memenuhi syarat
kesehatan diberikan nilai prevalence yang tinggi karena tergambar jelas
bahwa kedua capaian program ini masih jauh dari target atau indikator yang
ditetapkan.
Kesehatan lingkungan merupakan salah satu upaya wajib puskesmas.
Puskesmas sebagai pusatpelayanan kesehatan primer di wilayah
kelurahan/kecamatan seharusnya menjadi garda terdepan dalam hal
pengawasan kesehatan lingkungan. Permasalahan lingkungan akan
berbanding lurus dengan tingginya angka kejadian penyakit di suatu wilayah
karena lingkungan dapat menjadi tempat berkembangnya sumber penyakit
atau sumber penularan penyakit seperti lewat makanan dan air. Berdasarka
alasan tersebut, belum tercapainya angka capaian institusi yang dibina
(memenuhi syarat kesehatan) dan angka bebas jentik di rumah/bangunan
yang ada di wilayah kerja UPTD Puskesmas Kecamatan Pontianak Utara

29
diberikan nilai paling besar untuk indikator akibat yang ditimbulkan
(Severity).

Kenaikan besar masalah (Rate of Increase/RI) untuk capaian program


rumah/bangunan bebas jentik diberikan nilai paling rendah dikarenakan
untuk cakupan program ini tidak terjadi kenaikan besar masalah, bahkan
turun dari periode sebelumnya. Tempat umum yang memenuhi syarat
kesehatan dan tempat pengelolaan makanan yang memenuhi syarat kesehatan
mendapat skoryang cukup tinggidikarenakan jika dibandingkan dengan
periode sebelumnya kenaikannya tidak terlalu tinggi.

Derajat keinginan masyarakat yang tidak terpenuhi (Degree of unmeet


need/DU) dan nilai keuntungan sosial (social benefit/SB) untuk masalah
cakupaninstitusi yang dibina lebih rendah poinnya dibandingkan dengan
masalah lain. Hal ini dikarenakan, masyarakatmenganggap bahwa hal ini
tidak terlalu berkaitan dan berpengaruh bagi lingkungan dan kesehatan
mereka meskipun jika dilihat lebih jauh cakupan program ini cukup
berdampak bagi kesehatan dan lingkungan mereka, misalnya dengan kegiatan
pengawasan dan pembinaan terhadap tempat pengelolaan makanan yang
masuk kedalam cakupan program institusi yang dibina.

Perhatian masyarakat (public concern/PB) terhadap semua permasalahan


sama besar terkecuali untuk indikator institusi yang dibina. Masyarakat
memiliki terhadap program tersebut,namun tidak memberikan solusi bila
terdapat kendala terhadap program tersebut.

Masalah kesehatan merupakan salah satu isu yang dapat berkembang


dengan pesat terutama jika terjadi angka kesakitan yang besar atau kejadian
luar biasa (KLB) penyakit di suatu wilayah. Hal ini berpengaruh terhadap
suasana politik (political climate/ PC) di wilayah tersebut. Nilai PC yang
tinggi diberikan untuk cakupan program rumah/bangunan bebas jentik dan
institusi yang dibina (yang memenuhi syarat kesehatan) karena kedua

30
cakupan program ini bersentuhan langsung dengan isu (penyakit) yang
berdampak pada suasana politik.

Segi penilaian teknis (technical feasibility), kelayakan teknologi untuk


menilai tempat umum yang memenuhi syarat kesehatan,rumah bebas jentik,
dan institusi yang dibina (memenuhi syarat kesehatan) dinilai kurang lebih
sama karena ketiga cakupan program ini tidak terlalu memerlukan teknologi
canggih.

Sumber daya yang tersedia (Resources availability), penguatan sumber


daya yang tersedia, permasalahan kebutuhan sumber daya setiap tahunnya
menjadi masalah yang selalu dibicarakan, maka dengan berbagai
pertimbangan, diberikan nilai 5 karena ketersedian hal ini merupakan hal
yang sangat penting bagi terlaksananya program kesehatan lingkungan.
Penetapan prioritas masalah berdasarkan teknik kriteria matriks diatas
mendapatkan hasil bahwa prioritas masalah yang dipilih adalah
rumah/bangunan bebas jentik. Adapun urutan prioritas masalah yang berhasil
ditetapkan adalah sebagai berikut :
1 Rumah/bangunan bebas jentik nyamuk
2 Institusi yang dibina (memenuhi syarat kesehatan)
3 Tempat umum yang memenuhi syarat kesehatan

5.4. Identifikasi Penyebab Masalah


5.4.1. Kerangka Konsep
Kerangka konsep disusundengan menggunakan pendekatan
analisis.Kerangka konsep disusun bertujuan untuk mengidentifikasi faktor
penyebab masalah sehingga angka capaian indikator rumah/bangunan
bebas jentik masih dibawah target di wilayah kerjaUPTD Puskesmas
Kecamatan Pontianak Utara. Kerangka konsep yang telah dipikirkan untuk
masalah tersebut dapat dilihat pada gambar di bawah ini.

31
Gambar 5.1 Kerangka konsep model tulang ikan

5.4.2. Estimasi Penyebab Masalah


Masalah dalam kurangnya angka (jumlah) tempat pengelolaan
makanan yang memenuhi syarat kesehatan akan dibahas sesuai dengan
pendekatan sistem yang mempertimbangkan seluruh faktor baik dari unsur
masukan (input), proses, lingkungan dan umpan balik (feedback). Daftar
masalah berdasarkan kerangka konsep yaitu:
1 Kurangnya sumber daya petugas kesehatan lingkungan
2 Kurangnya koordinasi lintas sektor
3 Kurangnya dana
4 Permasalahan dalam pengorganisasian
5 Kurangnya sosialisasi/penyuluhan
6 Kurangnya partisipasi masyarakat
Beradasarkan analisis penyebab asalah, terdapatenam penyebab
masalah. Enam masalah ini kemudian dilakukan sistem skoring oleh
seluruh anggota kelompok untuk menetapan estimasi penyebab masalah.

32
Masing-masing anggota kelompok pengevaluasi memilih estimasi
penyebab masalah tersebut dengan penetapan peringkat, di mana penyebab
setiap penyebab masalah yang berada di peringkat pertama memiliki skor6,
peringkat kedua memiliki skor5, dan seterusnya hingga peringkat ketujuh
memiliki skor1. Sistem skoringyang telah dilakukan dapat dilihat pada
Tabel 5.4. berikut.

Tabel 5.4. Estimasi Penyebab Masalah

No Anggota Total
Daftar Masalah
. 1 2 3 4 5
Kurangnya sumber daya petugas
1. 4 6 4 5 6 25
kesehatan lingkungan
2. Kurangnya koordinasi lintas sektor 5 5 6 6 4 26
3. Kurangnya dana 2 1 1 3 2 9
Permasalahan dalam pengor-
4. 3 3 2 1 3 12
ganisasian
5. Kurangnya sosialisasi/penyuluhan 6 4 5 4 5 24
Kurangnya partisipasi masya-
6. 1 2 3 2 1 9
rakat

Berdasarkan sistem scoring yang telah dilakukan, didapatkan 3


estimasi penyebab masalah yang memiliki score paling tinggi yaitu:
1. Kurangnya koordinasi lintas sektor
2. Kurangnya sumber daya petugas kesehatan lingkungan UPTD
Puskesmas Kecamatan Pontianak Utara
3. Kurangnya sosialisasi atau penyuluhan di masyarakat
Setelah ditetapkan 3 penyebab utama masalah, dilakukan perhitungan
penentuan prioritas penyebab masalah berdasarkan tabel di bawah ini yaitu:

Tabel 5.5. Prioritas penyebab masalah


No Daftar Masalah Importance T R Jumlah

33
P=I x T x R
P S RI DU SB PB PC
1. Kurangnya koordinasi
4 4 3 4 4 4 5 4 4 384
lintas sektor
2. Kurangnya sumber
daya petugas 5 3 3 4 3 3 1 3 5 330
kesehatan lingkungan
3. Kurangnya
3 4 3 4 4 4 1 4 4 368
sosialisasi/penyuluhan

Tabel 5.5 di atas mengambarkan bahwaprevalence(P) untuk ketiga


penyebab masalah memiliki nilai yang hampir sama tingginya dengan
kurangnya sumber daya petugas kesehatan lingkungan memiliki
skortertinggi dibandingkan dengan estimasi penyebab masalah lainnya. Hal
ini dianggap penting mengingat tenaga petugas kesehatan lingkungan yang
dimiliki oleh UPTD Puskesmas kecamatan pontianak utara sendiri hanya
berjumlah 2 orang dan dirasa sangat kurang untuk mengakomodir seluruh
tugas kesehatan lingkungan di wilayah kerja puskesmas ini.
Poin severity (S) atau dampak yang ditimbulkan kurangnya tenaga
kesehatan lingkunganmendapat poin lebih rendah dibandingkan dengan
kurangnya koordinasi lintas sektor serta penyuluhan atau sosialisasi karena
dampaknya tidak terlalu besar dibanding kedua hal tersebut. Meskipun
dapat dikatakan peran petugas kesehatan mempunyai andil besar dalam
masalah ini, tetapi hal yang berkaitan dengan kepatuhan masyarakat
terhadap pemerintah dan kurangnya pemahaman masyarakat akibat
kurangnya informasi akan berkaitan langsung dengan pokok peramasalahan
ini.
Poin Rate of Increase (RI) untuk ketiga masalah baik itu
kurangnyakoordinasi lintas sektor, kurangnya sosialisasi dan kurangnya
tenaga kesehatan diberikan score yang sama. Hal ini dikarenakan setiap
tahun masalah yang dirasakan hampir selalu sama dan tidak ada perbedaan
yang signifikan.

34
Degree of Unmet Need (DU) untuk ketiga masalah diberikan poin yang
hampir sama besarnya.Ketika masyarakat tahu akan manfaat dan
keberlangsungan program ini, mereka tentunya menginginkan semua
komponen berjalan dengan baik sehingga program dapat berjalan dengan
optimal.
Sosial Benefit (SB) danPublic Concern (PB)untukmasalah kurangnya
koordinasi lintas sektor dan kurangnya sosialisasi atau penyuluhan
diberikan poin lebih tinggi dari pada masalah kurangnya tenaga kesehatan
lingkungan di puskesmas.Sama halnya dengan scoring severity, manfaat
sosial yang dirasa akan berdampak pada perhatian masyarakat mengenai
masalah tersebut. Suatu program dapat berjalan dengan baik dan
memberikan dampak sosial yang baik apabila masalah yang ada minimal
atau bahkan tidak ada, terlepas dari ketidaktahuan masyarakat tentang
permasalahan program tersebut.
Peran pemerintah dan tokoh masyarakat pada prioritas masalah pada
evaluasi program ini pastinya sangat berkaitan dengan suasana politik,
Political Climate (PC). Keterlibatan pemerintah pada suatu wilayah pada
bidang apapun, termasuk kesehatan, tentunya melihat bagaimana suasana
politik didaerah tersebut terlebih dahulu, yaitu tanggapan masyarakat dan
kepercayaan masyarakat terhadap pemegang kebijakan.Hal tersebut akan
berpengaruh kepada masalah koordinasi lintas sektor. Masalah lainnya
yaitu kurangnya sosialisasi dan tenaga kesehatan lingkungan tidak terlalu
berhubungan dengan suasana politik.
Technical feasibility (T) untuk masalah kurangnya sosialisasi atau
penyuluhan dan kurangnya koordinasi lintas sektor diberikan nilai yang
lebih tinggi dari pada masalah kurangnya tenaga kesehatan lingkungan. Hal
ini dikarenakan kurangnya promosi kesehatan dan koordinasi lintas sektor
berkaitan langsung dengan ketersediaan atau pemanfaatan teknologi.
Kemudahan masyarakat dalam mengakses informasi, dalam hal ini
informasi yang berkaitan dengan kesehatan akan berpengaruh terhadap
peningkatan pengetahuan masyarakat dan perhatian masyarakat tentang

35
program tersebut. Koordinas lintas sektor dapat dipermudah dengan
bantuan teknologi sehingga dalam menjalankan fungsinya dapat lebih
optimal.
Petugas kesehatan merupakan elemen yang penting bagi penyelengaraa
kesehatan disuatu wilayah maupun institusi karena petugas kesehatan
merupakan elemen penggerak atau sumber daya yang digunakan untuk
menjalankan program-program kesehatan itu sendiri. Atas dasar itulah
perhatian terhadap masalah Resourches (R) atau sumber daya, secara
khusus petugas kesehatan lingkungan pada masalah cakupan progranm ini
memiliki poin tertingi dibandingkan masalah lain.

5.5. Alternatif Jalan Keluar


5.5.1. Alternatif Penyelesaian Masalah
1 Melakukan sosialisasi/penyuluhan
Sosialisasi/penyuluhanrutin ke setiap RWmengenai pentingnya
menjaga kebersihan lingkungan, sosialisasi mengenai langkah-langkah
dalam meminimalisir tempat berkembangbiaknya nyamuk dengan 3M
Plus dapat menjadi alternatif penyelesaian masalah.Pengetahuan
merupakan salah satu faktor yang dapat memengaruhi perilaku
seseorang ataupun sekelompok orang di mana dengan semakin baik
pengetahuan seseorang mengenai manfaat menjaga lingkungan dan
rumah bebas jentik nyamuk. Tingkat pengetahuan yang baik diharapkan
memberikan dampak positif yaitu dapat meningkatkan kesadaran
masyarakat, serta bersedia ikut serta serta mendukung langkah yang
dilakukan oleh puskemas dalam upaya meningkatkan angka
rumah/bangunan bebas jentik nyamuk.
2 Melakukan koordinasi lintas sektor
Melakukan koordinasi lintas sektor antara puskesmas
denganpemerintah dalam hal ini dinas kesehatan, dinas kebersihan,
pemerintah kecamatan, pemerintah desaserta tokoh masyarakat.
Manfaat yang diharapkan dari koordinasi ini adalah meningkatkan
fungsi pengawasan dan diharapkan dapat meningkatkanperan dinas

36
terkait, pemerintah kecamatan dan desa serta partisipasi masyarakat
untuk ikut dalam mensukseskan program ini. Sebagai contoh,
puskesmas dapat berkoordinasi dengan dinas kebersihan dan
pemerintah desa menggerakkan masyarakat untuk melakukan gotong
royong membersihkan lingkungan rumah seminggu atau dua minggu
sekali.

3 Pelatihan juru pemantau jentik (jumantik)


Pelatihan juru pemantau jentik (jumantik)dapat diberikan pada
siswa sekolah dasar (SD) sampai sekolah menengah atas (SMA) di
wilayah kerja UPTD Puskesmas kecamatan pontianak utara. Pemberian
pelatihan bagi anak sekolah diharapkan dapat menyelesaikan masalah
kurangnya sumber daya petugas kesehatan lingkungan di puskesmas
dalam upaya pengawasan terhadap tempat yang berpotensi menjadi
tempat perkembangbiakan nyamuk.

4 Pembagian serbuk abate ke rumah-rumah.


Pemberian serbuk abate bertujuan untuk membunuh jentik-jentik
nyamuk di tempat yang berpotensi dapat menjadi tempat
perkembangbiakan nyamuk.Program ini akan berjalan dengan efektif
apabila masyarakat partisipasi dengan baik.

5.6. Prioritas Penyelesaian Masalah


Penentuan alternatif jalan keluar dapat dihitung dengan menggunakan
metode skoring dengan mempertimbangkan Magnitude (M), Improtancy (I),
Vulnerability (V) dan Cost (C) yang secara langsung dapat diperhatikan pada
program.
1. Efektifitas jalan keluar, yang terdiri dari M, I dan V
Besarnya masalah yang dapat diselesaikan (Magnitude) = M
Pentingnya jalan keluar (Importancy) = I
Sensitivitas jalan keluar (Vulnerabillity) = V

2. Biaya jalan keluar (Cost) = C


Prioritas dihitung dengan rumus :
MxIxV

37
C
Alternatif jalan keluar yang dipilih sebagai prioritas adalah yang
memiliki hasil perhitungan tertinggi. Hasil perhitungan alternatif jalan
keluar yang ditawarkan dapat diperhatikan pada tabel berikut.

Tabel 5.6 Hasil perhitungan alternatif jalan keluar

Prioritas Jalan
Alternatif Jalan Keluar M I V C Keluar:
P=(MxIxV)/C
Melakukan sosialisasi/penyuluhan
4 4 4 3 21,3
rutin
Koordinasi lintas sektor 4 4 4 2 32
Pelatihan jumantik 3 3 3 4 6,75
Pembagian serbuk abate 4 3 3 4 9

Besarnya masalah yang dapat diselesaikan (Magnitude), nilai 4


diberikan pada alternatif pemecahan masalah melakukan
sosialisasi/penyuluhan rutin, pembagian serbut abate dan koordinasi
lintas sektor dirasakan paling efektif untuk menyelesaikan masalah.
Sosialisasi yang rutin diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan
masyarakat dan meningkatkan kesadaran mereka untuk menjaga atau
menjadikan lingkungan rumah bebas jentik. Manfaat yang diharapkan
dari koordinasi ini adalah meningkatkan fungsi pengawasan dan dapat
meningkatkan peran dinas terkait, pemerintah kecamatan dan desa serta
partisipasi masyarakat untuk ikut dalam menyukseskan program ini.
Pembagian serbuk abate dirasakan efektif dalam menyelesaikan masalah
karena ini sifatnya membatasi jumlah tempat perkembangbiakan
nyamuk. Pelatihan jumantik diberikan nilai yang lebih rendah karena
memiliki pengaruh yang tidak sebesar ketiga program lainnyadalam
penyelesaian masalahnya.
Alternatif pemecahan masalah dilihat dari segi pentingnya jalan
keluar (importancy) dan kecepatan terselesaikannya masalah
(vulnerability), alternatif pemecahan masalah dengan melakukan

38
sosialisasi/penyuluhan rutin dan koordinasi lintas sektor diberikan poin
lebih tinggi karena kedua hal ini dirasakan penting untuk diterapkan dan
tidak memerlukan waktu yang lama untuk menyelesaikan masalah ini.
Jika didukung dengan jumlah petugas kesehatan yang memadai
sosialisasi yang rutin akan mudah untuk dilakukan dan tidak terlalu
memakan waktu, begitu pula dengan koordinasi lintas sektoral.
Pertimbangan biaya yang dibutuhkan untuk pelaksanaan alternatif
pemecahan masalah (cost), diberikan nilai 4 pada alternatif pemecahan
masalah pelatihan jumantik dan pembagian serbuk abate. Kedua hal ini
diberikan nilai tinggi karena memerlukan biaya yang besar dalam proses
penyelengaraannya.
Tabel matriks di atas menggambarkan bahwa yang mendapat nilai
terbesar adalahdenganmeningkatkan koordinasi lintas sektor, antara
puskesmas dengan dinas kesehatan, dinas kebersihan, pemerintah
kecamatan, pemerintah desa/kelurahan dan tokoh masyarakat secara
baik, diikuti dengan melakukan sosialisasi/penyuluhan rutin ke setiap
RW. Selanjutnya urutan ketiga penyelesaian masalah adalah pembagian
serbuk abate, dan alternatif pemecahan masalah yang terakhir yaitu
pelatihan juru pemantau jentik yang diambil dari siswa SD hingga SMA.
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan
1. UPTD Puskesmas Kecamatan Pontianak Utara mempunyai Program
Kesehatan Lingkungan dan Sanitasi Dasar yang merupakan salah satu dari
tujuh program wajib puskesmas.
2. Program kesehatan lingkungan dan sanitasi dasar UPTD Puskesmas
Kecamatan Pontianak Utara mempunyai tiga indikator dengan tolak ukur
yang berbeda-beda.
3. Masalah utama dalam program kesehatan lingkungan dan sanitasi dasar
UPTD Puskesmas Kecamatan Pontianak Utara berdasarkan laporan tahun
2014 adalah belum tercapainya target rumah/bangunan bebas jentik.

39
4. Prioritas estimasi penyebab masalah belum tercapainya target
rumah/bangunan bebas jentik adalah kurangnya sumber daya petugas
kesehatan lingkungan, kurangnya koordinasi lintas sektor, kurangnya dana,
permasalahan dalam pengorganisasian, kurangnya sosialisasi/penyuluhan,
dan kurangnya partisipasi masyarakat.
5. Alternatif jalan keluar untuk estimasi penyebab masalah yang ada
berdasarkan sistem matriks dan mendapat nilai terbesar adalah
meningkatkan koordinasi lintas sektor, diikuti dengan melakukan
sosialisasi/penyuluhan rutin, pembagian serbuk abate dan melakukan
pelatihan jumantik.

6.2 Saran
1. Bagi Puskesmas
a. Memantau dan meninjau kembali program kesehatan lingkungan dan
sanitasi dasar yang dilaksanakan agar terus membaik sesuai dengan
pedoman yang diberikan pemerintah.
b. Memprioritaskan kegiatan dan aktivitas yang berorientasi pada
pengetahuan masyarakat tentang pentingnya menjaga
kebersihanlingkungan.
c. Menggalakkan promosi dan sosialisasi kepada masyarakat tentang
pentingnya menjaga kebersihan lingkungan.

2. Bagi Pemerintah
a. Mendukung dan mefasilitasi program puskesmas kerja UPTD
Puskesmas maupun Puskesmas Pembantu di Kecamatan Pontianak
Utara
b. Melakukan kegiatan pelatihan untuk seluruh petugas puskesmas
terutama bagi petugas yang terlibat langsung dengan program
kesehatan lingkungan di UPTD Puskesmas Kecamatan Pontianak
Utara.

3. Bagi mahasiswa
a. Mempelajari lebih dalam mengenai evaluasi program ini dan
pelaksanaan programnya sehingga letak keterbatasan dalam evaluasi
ini dapat diatasi.

40
b. Melakukan survei ke lapangan secara langsung sehingga gambaran
mengenai keadaan kesehatan lingkungan di UPTD Puskesmas
Kecamatan Pontianak Utara ini dapat dibahas secara mendalam dan
keterkaitannya dengan hasil evaluasi lebih jelas.

41
Daftar Pustaka

1. World Health Organization (WHO). Preventing disease through healthy


environments. Geneva, Switzerland: WHO; 2006.
2. Badan Perencanaan Pembangunan Nasional. Laporan pencapaian tujuan
pembangunan milenium di Indonesia tahun 2013. Kementerian Perencanaan
Pembangunan Nasional; 2014
3. World Health Organization (WHO). Progress on Drinking-Water and
Sanitation, 2014 Update. Geneva, Switzerland: WHO; 2014.
4. Ditjen PP & PL Kemenkes RI. 2015. Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2014.
Jakarta: Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.
5. Dinkes Kalbar. 2015. Profil Kesehatan Provinsi Kalimantan Barat Tahun
2014. Pontianak: Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Barat
6. Dinkes Kota Pontianak. 2015. Profil Kesehatan Kota Pontianak Tahun 2014.
Pontianak: Dinas Kesehatan Kota Pontianak
7. UPTD Puskesmas Kec. Pontianak Utara. 2015. Profil Kesehatan UPTD
Puskesmas Kecamatan Pontianak Utara. Pontianak: UPTD Puskesmas
Kecamatan Pontianak Utara.
8. World Health Organization (WHO). Environmental Health. Disitasi dari :
http://www.who.int. Last Update : Januari 2008
9. Menteri Kesehatan RI.Peraturan Menteri Kesehatan No 416 tahun 1990
tentang Syarat-syarat dan Pengawasan Kualitas Air.
10. Depkes RI. Undang-undang Nomor 23 tahun 1992 tentang Kesehatan.
Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Inodnesia
11. Soeparman dan Suparmin. 2001.Pembuangan Tinja dan Limbah Cair : Suatu
Pengantar. Jakarta : EGC.
12. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1098/MENKES/SK/VII/2003 tentang Persyaratan Hygiene Sanitasi Rumah
Makan dan Restoran
13. Kemenkes RI. 2004. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 128/MENKES/SK/II/2014 Tentang Kebijakan Dasar Pusat Kesehatan
Masyarakat. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.

42

Anda mungkin juga menyukai