Anda di halaman 1dari 86

EVALUASI KUALITAS AIR SUNGAI CISADANE

DI WILAYAH KABUPATEN BOGOR PERIODE 1999-2003

Oleh :
ZAMRIN
E03400023

DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA


FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2007
RINGKASAN

ZAMRIN. E04300023. Evaluasi Kualitas Air Sungai Cisadane Wilayah


Kabupaten Bogor Periode 1999-2003. Dibawah bimbingan Ir. Agus Priyono,
MS dan Ir. Siti Badriyah Rushayati, MSi

Air merupakan salah satu kebutuhan pokok bagi kehidupan manusia,


Namun dewasa ini penyediaan air menjadi permasalahan yang perlu mendapat
perhatian khusus, sebab untuk mendapatkan air dengan kualitas dan kuantitas
yang baik sesuai dengan kebutuhan dirasa mulai susah, hal ini terjadi karena
penurunan kualitas air sebagai akibat banyaknya bahan pencemar yang tercampur
dalam air.
Penelitian ini bertujuan untuk menentukan tingkat pencemaran air sungai
Cisadane dengan menggunakan pendekatan fisika, kimia dan mikrobiologi serta
menduga pengaruh perubahan penggunaan lahan terhadap kualitas air Sungai
Cisadane. Penelitian ini dilaksanakan di Sungai Cisadane yang melintasi wilayah
Kabupaten Bogor. Lokasi pengambilan sampel terdiri dari tiga titik, yaitu
Jembatan Mesang Desa Pasir Buncit Kec. Caringin, Jembatan Ciampea Desa
Rancabungur Kec. Kemang dan Jembatan Gerandong Desa Putatnutung Kec.
Parung.
Data yang dikumpulkan untuk analisis kualitas air antara lain suhu,
kekeruhan, total padatan terlarut (TDS), total padatan tersuspensi (TSS), pH,
BOD, DO, Nitrat dan total coli. Data ini merupakan hasil pemantauan kegiatan
Program Kali Bersih (PROKASIH) yang dilakukan oleh BAPEDALDA
Kabupaten Bogor selama periode pengukuran tahun 1999-2003. Data mengenai
pola penggunaan lahan wilayah Kabupaten Bogor diperoleh dari Laporan Akhir
Analisa Perubahan Tutupan Lahan Berdasarkan Citra Satelit Spot 5 di Wilayah
Kabupaten Bogor yang dikeluarkan oleh Badan Perencanaan Daerah Pemerintah
Kabupaten Bogor bekerjasama dengan Fakultas Kehutanan IPB.
Analisis data yang dilakukan meliputi analisis nilai rata-rata kualitas air
yang dibandingkan dengan baku mutu dalam Peraturan Pemerintah No.82 tahun
2001. Untuk mengetahui tingkat mutu kualitas perairan digunakan analisis nilai
Indeks Mutu Kualitas Air (IMKA) NSF-WQI. Untuk mengetahui perubahan
penggunaan lahan dilakukan pembandingan luas penggunaan lahan Kabupaten
Bogor tahun 1998 dengan luas penggunaan lahan Kabupaten Bogor tahun 2003.
Berdasarkan nilai rata-rata hasil pengukuran selama tahun 19992003 di
tiga stasiun pengukuran diketahui bahwa nilai suhu tidak mengalami fluktuasi
yang besar. Nilai suhu rata-rata selama lima tahun tersebut berkisar antara 26,8-
28,2 C. Namun bila dilihat secara lebih terperinci dapat dilihat bahwa dari tahun
ketahun nilai suhu tersebut cenderung meningkat.
Nilai rata-rata kekeruhan selama tahun 1999-2003 menunjukkan fluktuasi
yang cukup lebar, nilai kekeruhan ini berkisar antara 18,56-69,22 NTU. Secara
keseluruhan nilai kekeruhan dari tahun 1999 sampai tahun 2003 mengalami
peningkatan sebesar 39,04 NTU, peningkatan ini melabihi 100% dari kondisi
awal. Bila dibandingkan dengan baku mutu maka nilai kekeruhan dari tahun 1999
sampai dengan tahun 2003 masih belum melewati baku mutu kekeruhan
Berdasarkan hasil pengukuran terhadap nilai padatan tersuspensi di tiga
stasiun pengukuran diketahui bahwa nilai padatan tersuspensi mengalami
peningkatan yang cukup tinggi antara tahun 1999, 2000 dan 2003. Namun bila
dibandingkan dengan baku mutu air yang tercantum dalam Peraturan Pemerintah
No. 82 Tahun 2001 dapat diketahui bahwa nilai padatan terlarut ini masih berada
dalam kisaran baku mutu sesuai dengan peruntukan masing-masing
Pengukuran terhadap nilai total padatan terlarut tidak menunjukkan
kecenderungan naik ataupun turun.. Nilai TDS rata-rata per tahun ini masih
berada dalam kisaran baku mutu air yang tercantum dalam Peraturan Pemerintah
No. 82 tahun 2001.
Pengukuran terhadap nilai pH menunjukkan terjadinya fluktuasi selama
lima tahun pengukuran. Meskipun mengalami fluktuasi nilai pH rata-rata ini
masih berada dalam kisaran pH air normal. Berdasarkan Peraturan Pemerintah
No. 82 Tahun 2001 nilai pH tahun 1999 sampai dengan tahun 2003 masih berada
dalam kisaran baku mutu sesuai dengan peruntukan masing-masing
Nilai DO rata-rata per tahun menunjukkan terjadinya fluktuasi.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 82 tahun 2001 nilai DO dari tahun 1999
sampai tahun 2003 ini masih memenuhi baku mutu untuk semua kelas.
Nilai BOD5 pada empat tahun pengukuran menunjukkan kecenderungan
meningkatan. Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 82 tahun 2001 kondisi air
sungai cisadane pada tahun 1999 dan 2000 masih berada dalam kisaran baku
mutu. Namun pada tahun 2002 dan 2003 kondisi BOD5 pada perairan ini telah
melampaui baku mutu.
Pengukuran terhadap kandungan nitrat selama tiga tahun pengukuran
menunjukkan kecenderung penurunan kandungan nitrat. Berdasarkan peraturan
Pemerintah No.82 tahun 2001 kandungan nitrat ini berada dalam kisaran baku
mutu sesuai dengan peruntukan masing-masing
Nilai rata-rata kandungan total coli selama lima tahun pengukuran
berfluktuasi. Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 82 tahun 2001, kandungan
total coli rata-rata pada tiga stasiun masih berada dalam kisaran baku mutu air.
Berdasarkan perhitungan tingkat kualitas air Sungai Cisadane dengan
menggunakan IKA-NSF WQI dapat diketahui bahwa selama tahun 1999 sampi
dengan tahun 2003 kualitas air Sungai Cisadane termasuk dalam kategori baik
sampai dengan sedang. Pada tahun 1999 kualitas air sungai cisadane yang
melintasi Kabupaten Bogor termasuk dalam kategori baik, tahun 2000 sampai
dengan tahun 2003 kualitas air sungai ini masuk dalam kategori sedang. Namun
jika dilihat perubahan nilai kualitas air per tahunnya diketahui bahwa kualitas air
Sungai Cisadane dari tahun 1999 sampai dengan tahun 2003 mengalami
penurunan.
Perhitungan terhadap perubahan penggunaan lahan antara tahun 1998 dan
2003 pada kecamatan di Bogor yang dilalui Sungai Cisadane menunjukkan
adanya perubahan luas tiap penggunaan lahan. Luas penggunaan lahan yang
mengalami peningkatan adalah kebun campuran, tanah kosong dan pemukiman
sedangkan luas penggunaan lahan yang mengalami penurunan adalah air, sawah
irigasi, semak belukar, sawah tadah hujan, perkebunan dan hutan atau vegetasi
campuran. Peningkatan luas terbesar terjadi pada luasan kebun campuran dan
tanah kosong masing-masing 92,9% dan 74,9 % sedangkan penurunan luasan
terbesar terjadi pada penggunaan lahan untuk sawah irigasi dan semak belukar
masing-masing 47,7% dan 39,1%. Perubahan pada beberapa parameter
penggunaan lahan ini telah mempengaruhi kualitas air Sungai Cisadane.
EVALUASI KUALITAS AIR SUNGAI CISADANE
DI WILAYAH KABUPATEN BOGOR PERIODE 1999-2003

KARYA ILMIAH
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kehutanan
pada
Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

Oleh :
Zamrin
E03400023

DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA


FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2007
LEMBAR PENGESAHAN

Judul Penelitian : Evaluasi Kualitas Air Sungai Cisadane di Wilayah


Kabupaten Bogor Periode 1999-2003
Departemen : Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata
Nama : ZAMRIN
NRP : E03400023

Menyetujui :

Dosen Pembimbing I, Dosen Pembimbing II,

Ir. Agus Priyono, MS Ir. Siti Badriyah Rushayati, MSi


NIP: 131 578 800 NIP : 132 257 887

Mengetahui :
Dekan Fakultas Kehutanan

Prof. Dr. Ir. Cecep Kusmana, MS


NIP: 131 430 799
RIWAYAT HIDUP

Penulis merupakan anak ke-2 dari empat bersaudara dari pasangan bapak
Amiruddin Gani dan Ibu Hardaneli yang lahir pada tanggal 12 September 1982 di
Kerinci, Jambi.
Pendidikan formal penulis dimulai sejak tahun 1987 di TK Islam Diniyah
Muara Bungo dan selesai pada tahun 1988. Kemudian dilanjutkan di SDN No.
285/II Muara Bungo pada tahun yang sama dan lulus pada tahun 1994. Penulis
melanjutkan pendidikan di SMPN 1 Muara Bungo hingga tahun 1997, kemudian
masuk di SMUN 1 Muara Bungo pada tahun 1997 hingga tahun 2000. Pada tahun
2000, Penulis melanjutkan pendidikan di Institut Pertanian Bogor Fakultas
Kehutanan Jurusan Konservasi Sumberdaya Hutan melalui jalur Ujian Seleksi
Masuk IPB (USMI).
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan di
Fakultas Kehutanan IPB, penulis melakukan penelitian yang berjudul Evaluasi
Kualitas Air Sungai Cisadane di Wilayah Kabupaten Bogor Periode 1999-2003
dibawah Bimbingan Ir. Agus Priyono, MS dan Ir. Siti Badriyah Rushayati, MSi
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas rahmat dan hidayah-Nya sehingga
penulis dapat menyelesaikan skripsi ini sebagai salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Kehutanan. Penulis menyadari bahwa penyusunan
skripsi ini dapat terselesaikan berkat bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu,
penulis menyampaikan terima kasih yang setulusnya kepada :
1. Ir. Agus Priyono, MS dan Ir. Siti Badriyah Rushayati, MSi selaku dosen
pembimbing yang telah memberikan pengarahan dan bimbingan dalam
penyusunan skripsi ini
2. Dinas Tata Ruang dan Lingkungan Hidup Kabupaten Bogor, Badan
Perencanaan Daerah (BAPEDA) Kabupaten Bogor dan Balai Pengelolaan
Daerah Aliran Sungai Citarum-Ciliwung atas segala bantuan yang diberikan
dalam penyusunan skripsi ini
3. Keluarga tercinta atas doa restu dan kasih sayangnya
4. Keluarga besar Fakultas Kehutanan dan Departemen Konservasi Sumberdaya
Hutan
5. Serta pihak lain yang tidak dapat disebutkan satu persatu.
Penulis berharap karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.

Bogor, Maret 2007

Penulis
DAFTAR ISI

Halaman
DAFTAR TABEL ..............................................................................................iii
DAFTAR GAMBAR ..........................................................................................iv
DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................................v
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang .........................................................................................1
B. Tujuan Penelitian .....................................................................................2
C. Manfaat Penelitian ...................................................................................2
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Sungai dan Daerah Aliran Sungai ............................................................3
B. Kualitas Air ..............................................................................................3
C. Kriteria dan Baku Mutu Air .....................................................................4
D. Parameter Kualitas Air
D.1. Parameter Fisika ..............................................................................5
D.2. Parameter Kimia ..............................................................................7
D.3. Parameter Mikrobiologi ...................................................................9
E. Pencemaran Air .......................................................................................10
F. Tata Guna Lahan ......................................................................................10
III. METODOLOGI PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian ..................................................................13
B. Cara Pengumpulan Data ...........................................................................13
C. Pengolahan Data
C.1. Analisis Kualitas Air ........................................................................13
C.2. Analisis Perubahan Penggunaan Lahan ...........................................16
IV. KEADAAN UMUM SUNGAI CISADANE
A. Deskripsi Wilayah Sungai Cisadane ........................................................17
B. Pemanfaatan Air Sungai Cisadane ...........................................................18
C. Sumber Pencemaran Air Sungai Cisadane ...............................................18
D. Keanekaragaman Hayati Sungai Cisadane ...............................................19
Halaman
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Kualitas Air Sungai Cisadane
A.1. Parameter Fisika ..............................................................................21
A.2. Parameter Kimia ..............................................................................29
A.3. Parameter Mikrobiologi ...................................................................37
B. Tingkat Kualitas Air .................................................................................39
C. Kaitan Perubahan Penggunaan Lahan dengan Kualitas Air ...................41
VI. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan ..............................................................................................44
B. Saran .........................................................................................................44
DAFTAR PUSTAKA .........................................................................................45
LAMPIRAN ........................................................................................................48
DAFTAR TABEL

Halaman
1 Bobot parameter dalam perhitungan IKA-NSF WQI ..................................14
2 Kisaran nilai indeks total IKA-NSF WQI ....................................................15
3 Fluktuasi suhu air rata-rata per stasiun .........................................................22
4 Fluktuasi rata-rata kekeruhan per stasiun .....................................................24
5 Fluktuasi rata-rata TSS per stasiun ...............................................................27
6 Fluktuasi rata-rata TDS per stasiun ..............................................................28
7 Fluktuasi rata-rata pH per stasiun .................................................................30
8 Fluktuasi rata-rata DO per stasiun ................................................................32
9 Fluktuasi rata-rata BOD5 per stasiun ............................................................35
10 Fluktuasi rata-rata nitrat per stasiun .............................................................36
11 Fluktuasi rata-rata Total coli per stasiun ......................................................38
12 Nilai indeks kualitas air Sungai Cisadane ....................................................40
13 Luas perubahan penggunaan lahan 1998-2003 ............................................45
DAFTAR GAMBAR

Halaman
1 Fluktuasi suhu rata-rata per-tahun ..................................................................22
2 Fluktuasi suhu per-stasiun pengukuran ..........................................................23
3 Fluktuasi kekeruhan per-tahun .......................................................................23
4 Fluktuasi nilai kekeruhan per-stasiun.............................................................25
5 Fluktuasi TSS rata-rata per-tahun...................................................................26
6 Fluktuasi nilai TSS per-stasiun.......................................................................27
7 Fluktuasi TDS rata-rata per-tahun ..................................................................28
8 Fluktuasi nilai TDS per-stasiun ......................................................................29
9 Fluktuasi pH rata-rata per-tahun.....................................................................30
10 Fluktuasi nilai pH per-stasiun.........................................................................31
11 Fluktuasi DO rata-rata per-tahun....................................................................32
12 Fluktuasi nilai DO per-stasiun........................................................................33
13 Fluktuasi BOD rata-rata per-tahun .................................................................34
14 Fluktuasi nilai BOD per-stasiun .....................................................................35
15 Fluktuasi nitrat rata-rata per-tahun .................................................................36
16 Fluktuasi kandungan nitrat per-stasiun...........................................................37
17 Fluktuasi total coli rata-rata per-tahun ...........................................................37
18 Fluktuasi total coli rata-rata per-stasiun..........................................................38
19 Fluktuasi kualitas air dari tahun 1999-2003 ...................................................39
20 Fluktuasi kualitas air per-stasiun pengukuran ................................................40
DAFTAR LAMPIRAN

Halaman
1 Peta lokasi sampling ......................................................................................49
2 Peraturan Pemerintah RI No. 82 Tahun 2001 dan SK Gub. Jawa Barat
No.38 tahun 1991 ...........................................................................................50
3 Kurva sub indeks nilai IMKA .......................................................................53
4 Data Hasil Pengukuran Tahun 1999-2003 .....................................................56
5 Perhitungan nilai IMKA ................................................................................57
6 Peta penutupan lahan Kabupaten Bogor tahun 1998 .....................................62
7 Peta penutupan lahan Kabupaten Bogor tahun 2003 .....................................63
8 Peta DAS Cisadane ........................................................................................64
9 Sebaran penggunaan lahan per-kecamatan.....................................................65
10 Prediksi erosi di DAS Cisadane .....................................................................67
11 Prediksi kontribusi penduduk dan ternak terhadap peningkatan BOD ..........68
12 Faktor konversi pendugaan kontribusi BOD..................................................72
I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Air merupakan salah satu kebutuhan pokok bagi kehidupan manusia.
Dalam memenuhi kebutuhan hidup manusia ini, air antara lain digunakan sebagai
bahan baku air minum, air untuk mandi, mencuci, pengairan pertanian, perikanan,
transpotasi, dan industri. Dewasa ini penyediaan air menjadi permasalahan yang
perlu mendapat perhatian khusus, sebab untuk mendapatkan air dengan kualitas
dan kuantitas yang baik sesuai dengan kebutuhan di beberapa daerah sudah
semakin susah, hal ini terjadi karena penurunan kualitas air sebagai akibat
banyaknya bahan pencemar yang tercampur dalam air. Banyaknya bahan
pencemar yang tercampur di dalam air merupakan salah satu dampak samping
dari berbagai kegiatan manusia seperti kegiatan rumah tangga, kegiatan industri
dan kegiatan lain yang menghasilkan limbah sisa.
Meningkatnya pertumbuhan dan kepadatan penduduk serta berdirinya
berbagai macam industri saat ini semakin meningkatkan kebutuhan air. Sungai
merupakan salah satu jenis perairan umum yang sering digunakan masyarakat dan
industri dalam memenuhi kebutuhan air. Sungai juga merupakan salah satu tempat
yang dimanfaatkan untuk sarana penampungan limbah baik limbah rumah tangga
maupun limbah industri. Hal inilah yang terutama menyebabkan penurunan
kualitas air sugai.
Peningkatan jumlah penduduk juga mendorong meningkatnya penggunaan
lahan dan menyebabkan terjadinya perubahan penggunaan lahan. Perubahan
penggunaan lahan terutama disekitar Daerah Aliran Sungai (DAS) diduga dapat
mempengaruhi kualitas DAS tersebut dan pada akhirnya akan mempengaruhi
kualitas air sungai di sekitar DAS tersebut. DAS Cisadane bagian hulu dan tengah
yang merupakan bagian dari ekosistem DAS Cisadane secara keseluruhan
merupakan satu unit kesatuan ekosistem yang mempunyai fungsi dan peranan
penting terutama sebagai sumber air serta pengendali DAS bagian hilir. Sungai
Cisadane adalah salah satu sungai yang mengalir melintasi wilayah Kabupaten
Bogor dan Tanggerang. Sungai ini memiliki peranan penting bagi banyak aktifitas
masyarakat. Peningkatan kepadatan penduduk dan aktivitas disepanjang DAS
sungai Cisadane diduga dapat menurunkan kualitas lingkungan sungai ini, oleh
karena pentingnya peranan sungai ini maka sungai Cisadane ditetapkan sebagai
salah satu sungai yang ikut dipantau melalui kegiatan Program Kali Bersih
(PROKASIH) sejak tahun 1995 sampai sekarang.

B. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini yaitu :
1. Mengevaluasi perubahan kualitas air sungai Cisadane selama kurun waktu
1999-2003
2. Mengevaluasi perubahan penggunaan lahan di wilayah Kabupaten Bogor
yang dilalui sungai Cisadane
3. Menduga pengaruh perubahan penggunaan lahan di wilayah Kabupaten
Bogor terhadap kualitas air sungai Cisadane.

C. Manfaat penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah :
1. Memberikan informasi tentang kondisi kualitas air sungai Cisadane selama
kurun waktu 1999-2003. Informasi ini diharapkan akan menjadi masukan
bagi berbagai pihak yang memanfaatkan serta mengelola perairan ini
2. Informasi dan data penelitian terutama tentang perubahan penggunaan lahan
diharapkan dapat menjadi pertimbangan bagi pihak yang berkepentingan
dalam perencanaan penyusunan tata ruang serta pengelolaan DAS secara
terpadu.
II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Sungai dan Daerah Aliran Sungai


Sungai adalah aliran air dari mata air di hulu bagian atas yang biasanya
mencari jalan ke arah hilir yang lebih rendah untuk akhirnya bermuara ke laut
(Rustamadji 1994 diacu dalam Imany 2001). Daerah aliran sungai (DAS)
merupakan suatu wilayah yang menampung air hujan kemudian mengalirkannya
melalui anak-anak sungai dan sungai utamanya untuk kemudian diteruskan ke
laut. Antara DAS yang satu dengan lainnya dibatasi oleh pemisah topografi
berupa punggung-pungung bukit dan puncak-puncak gunung (Ginting, 1993).
Sedangkan Sub-DAS adalah bagian dari DAS, air hujan diterima dan dialirkan
melalui anak sungai ke sungai utama.
Sebuah DAS atau Sub-DAS merupakan unit alam berupa kawasan yang
dibatasi oleh pemisah topografi yang menampung, menyimpan dan mengalirkan
curah hujan yang jatuh di atasnya ke sungai utama yang bermuara ke danau atau
lautan. Pemisah topografi ini berupa punggung-punggung bukit. Di bawah tanah
juga terdapat pemisah bawah tanah berupa batuan. Sebuah DAS merupakan
kumpulan dari banyak sub DAS yang lebih kecil (Manan, 1998).
Sebuah sungai yang bermula dari mata air hingga bermuara kelaut
merupakan kesatuan organik yang tidak dapat dipisahkan. Setiap campur tangan
dan tindakan manusia di bagian tertentu akan mempengaruhi bagian sungai
lainnya. Jadi sebuah DAS atau Sub DAS dapat dipandang sebagai sebuah
ekosistem dimana terdapat masukan berupa curah hujan dan keluaran berupa
aliran sungai.

B. Kualitas Air
Kualitas air merupakan sifat air dan kandungan makhluk hidup, zat,
energi atau komponen lain dalam air. Kualitas air dinyatakan dengan beberapa
parameter kualitas air yang meliputi parameter fisika seperti suhu, kekeruhan,
padatan terlarut, dan sebagainya; parameter kimia yang mencakup pH, oksigen
terlarut, BOD, kadar logam-logam dan lain-lain; parameter mikrobiologi meliputi
keberadaan plankton, bakteri dan sebagainya (Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia No. 20 Tahun 1990, dalam Adrian 2003). Beberapa parameter fisika
yang penting adalah suhu, kekeruhan, kecerahan dan turbiditas, muatan padatan
tersuspensi (MPT), total padatan terlarut (TDS), daya hantar listrik, bau dan
warna. Sedangkan parameter kimia yang penting adalah pH, alkalinitas, salinitas,
oksigen terlarut, BOD (Biochenical Oxygen Demand), COD ( Chemical Oxygen
Demand), CO2 bebas, kandungan nitritn, nitrat dan amonia, kandungan fospat,
kandungan bebagai jenis logam dan logam berat. Parameter biologis yang penting
meliputi bakteri Coliform total dan Coliform tinja (Rushayati, 1999).
Kulaitas air dipengaruhi oleh beberapa faktor alami seperti iklim,
musim, mineralogi dan vegetasi, serta kegiatan manusia. Bilamana air alam oleh
kegiatan manusia sedemikian rupa sehingga tidak memenuhi syarat untuk
penggunaan khusus, maka dikatakan air tersebut mengalami pencemaran (Manan
1976, dalam Simorangkir 1984).

C. Kriteria dan Baku Mutu Air


Baku mutu air adalah ukuran batas atau kadar makhluk hidup, zat,
energi, atau komponen yang ada atau harus ada dan atau unsur pencemar yang
ditenggang keberadaannya di dalam air (Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
No. 82 tahun 2001). Baku mutu air ditetapkan pemerintah berdasarkan peraturan
perundang-undangan dengan mencantumkan pembatasan konsentrasi dari
berbagai parameter kualitas air. Baku mutu air berlaku untuk lingkungan perairan
suatu badan air, sedangkan baku mutu limbah berlaku untuk limbah cair yang
masuk ke perairan (Widiastuty 2001).
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 82 tahun
2001 air diklasifikasikan ke dalam empat kelas, yaitu :
Kelas Satu : Air yang peruntukannya dapat digunakan untuk air baku air
minum, dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air
yang sama dengan kegunaan tersebut
Kelas Dua : Air yang Peruntukannya dapat digunakan untuk
prasarana/sarana rekreasi air, pembudayaan ikan air tawar,
peternakan, air untuk mengairi pertanaman, dan atau peruntukan
lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan
tersebut
Kelas tiga : Air yang peruntukannya dapat digunakan untuk membudayakan
ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi pertanaman, dan atau
untuk keperluan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama
dengan kegunaan tersebut.
Kelas empat : Air yang peruntukannya dapat digunaka untuk mengairi
pertanaman dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu
air yang sama.

D. Parameter Kualitas Air


D. 1. Parameter Fisika
a. Suhu
Menurut Nybakken (1998) diacu dalam Harimurthy (2002), suhu
merupakan salah satu faktor yang penting dalam mengatur proses kehidupan
dan penyebaran organisme. Suhu sangat berperan dalam proses ekosistem
perairan dan sangat berpengaruh terhadap kelangsungan hidup organisme
perairan. Perubahan suhu dapat mempengaruhi tanaman dan ikan secara
langsung dan dapat mengurangi jumlah oksigen terlarut di perairan
(Nugraheni 2001).
Air sering digunakan sebagai medium pendingin dalam berbagai
proses industri. Air pendingin tersebut setelah digunakan akan mendapatkan
panas dari bahan yang didinginkan, kemudian dikembalikan ketempat asalnya
yaitu sungai atau sumber air lainnya. Air buangan tersebut mungkin
mempunyai suhu yang lebih tinggi daripada air asalnya (Fardiaz 1992).
Menurut Sutrisno (1991) diacu dalam Nugroho (2003), suhu perairan dapat
bervariasi tergantung faktor adanya pencemar, misalnya pembuangan air
limbah dapat menyebabkan kenaikan temperatur perairan, sehingga
mengganggu kehidupan air misalnya ikan dan lain-lain.
b. Kekeruhan
Kekeruhan adalah suatu ukuran pembiasan cahaya di dalam air yang
disebabkan oleh adanya partikel koloid dan suspensi suatu zat pencemar yang
terkandung di dalam air, seperti adanya bahan liat, endapan lumpur, senyawa
berwarna terlarut, plankton, dan organisme mikroskopik lainnya (Center dan
Hill, 1979 dalam Suryadipura, 1996). Kekeruhan menggambarkan sifat optik
air yang ditentukan berdasarkan banyaknya cahaya yang diserap dan
dipancarkan oleh bahan-bahan yang terdapat dalam air (APHA, 1985 dalam
Nugroho 2003).
Menurut Koesoebiono (1979) diacu dalam Yuristria (1994),
pengaruh utama kekeruhan adalah penurunan penetrasi cahaya secara
mencolok, sehingga menurunkan aktifitas fotosintesis fitoplankton dan algae
benthik. Kondisi air yang keruh biasanya kurang disukai oleh hewan bentos
(Reid, 1961 dalam Adrian 2003).

c. Kandungan Padatan Tersuspensi


Padatan tersuspensi adalah bahan yang masih tetap tinggal sebagai
sisa selama penguapan dan pemanasan pada suhu 102 105 C. Bahan-bahan
yang mempunyai tekanan uap kecil di bawah suhu ini akan hilang selama
prosedur penguapan dan pemanasan. Penentuan padatan tersuspensi akan
sangat berguna dalam analisis pengairan tercemar dan buangan dan dapat
digunakan untuk mengevaluasi air buangan domestik dan untuk menentukan
efisiensi unit-unit pengolahan (Saeni, 1989).
Air buangan industri mengandung jumlah padatan teruspensi dalam
jumlah yang bervariasi tergantung dari jenis industrinya. Air buangan dari
industri-industri makanan, terutama industri farmasi dan industri tekstil sering
mengandung padatan tersuspensi dalam jumlah relatif tinggi. Padatan
tersuspensi akan mengurangi penetrasi sinar/cahaya ke dalam air sehingga
mempengaruhi regenerasi oksigen secara fotosintesis ( Fardiaz, 1992).
d. Kandungan Padatan Terlarut
Padatan terlarut adalah padatan-padatan yang mempunyai ukuran
lebih kecil daripada padatan tersuspensi. Padatan ini terdiri dari senyawa
anorganik dan organik terlarut air, mineral dan garam-garamnya Sebagai
contoh air buangan pabrik gula biasanya mengandung berbagai jenis gula
yang terlarut, sedangkan air buangan industri kimia sering mengandung
mineral seperti merkuri (Hg), timbal (Pb), arsenik (As), cadmium (Cd),
Khromium (Cr), nikel (Ni), Cl2, serta garam-garam kalsium dan magnesium
yang mempengaruhi kesadahan air (Fardiaz 1992).
Padatan terlarut mempengaruhi ketransparanan dan warna air, yang
ada hubungannya dengan produktifitas (Sastrawijaya, 1991). Padatan terlarut
total adalah bahan-bahan terlarut total dan koloid berupa senyawa-senyawa
kimia dan bahan-bahan lainnya yang tidak tersaring pada kertas saring
berdiameter 0,45 m (Rao, 1992 dalam Effendi, 2000).

D. 2. Parameter Kimia
a. pH
Derajat keasaman (pH) adalah suatu ukuran konsentrasi ion hidrogen
yang menunjukkan suasana air apakah bereaksi asam atau basa. Konsentrasi
karbon dioksida dapat mempengaruhi pH perairan. Pada kisaran pH 5,0 9,0
ikan-ikan air tawar masih bisa hidup (Saeni 1989, diacu dalam Purwanto
1997). Derajat keasaman (pH) mempunyai pengaruh yang besar terhadap
organisme aquatik, sehingga seringkali pH suatu perairan digunakan sebagai
petunjuk baik-buruknya kualitas suatu perairan (Saeni, 1989 diacu dalam
Nugroho 2003).
Derajat keasaman suatu perairan dipengaruhi oleh beberapa faktor
antara lain oleh aktifitas fotosintesis, suhu dan terdapatnya anion dan kation.
Derajat keasaman (pH) air diduga sangat berpengaruh terhadap tingkat
toksisitas bahan beracun, dan pada pH 5-9 pengaruh langsung bahan beracun
adalah kecil (Hawkes, diacu dalam Yuristria 1994).
b. Oksigen Terlarut
Oksigen terlarut menunjukkan jumlah oksigen yang terlarut di dalam
air dan merupakan kebutuhan dasar biota air (Rushayati, 1999). Oksigen
terlarut dalam air pada umumnya berasal dari hasil difusi oksigen secara
langsung dari udara ke dalam air, melalui aliran air yang masuk, malalui air
hujan dan melalui proses fotosintesis dalam air. Akan tetapi konsentrasi
oksigen terlarut dapat berkurang karena proses respirasi hewan air, digunakan
pada proses penguraian bahan organik secara biokimia dan dipakai dalam
proses penguraian bahan-bahan organik secara kimiawi (Welch 1952, diacu
dalam Yuristria 1994).
Kandungan oksigen terlarut (DO) baik di perairan alami maupun
limbah sangat tergantung pada sifat fisik, kimia dan aktifitas biokimia dalam
air tersebut ( Husein 1998, diacu dalam Yuristria 1994). Pada umumnya
perairan yang tercemar bahan organik akan mengalami penurunan oksigen
terlarut karena oksigen tersebut banyak digunakan oleh mikroorganisme untuk
menguraikan bahan organik tersebut. Air yang tercemar bahan organik
biasanya oksigen terlarutnya rendah (Fardiaz, 1992). Pescod (1973), diacu
dalam Yuristria (1994) menyatakan kandungan oksigen terlarut minimal
sebesar 2 ppm cukup untuk mendukung kehidupan perairan secara normal di
daerah tropik dengan asumsi perairan tidak mengandung bahan beracun.

c. Biochemical Oxygen Demand (BOD)


Biochemical Oxygen Demand (BOD) menunjukkan jumlah oksigen
terlarut yang dibutuhkan oleh organisme hidup untuk memecah atau
mengoksidasi bahan-bahan buangan di dalam air (Fardiaz, 2002). Menurut
Canter dan Hill (1979) dalam Suryadipura (1996) menyatakan bahwa
peningkatan nilai BOD merupakan petunjuk adanya penurunan kandungan
oksigen pengurai dan meningkatnya laju penguraian. Menurut Sylvester
(1978) diacu dalam Yuristria (1994), nilai BOD tidak lebih dari 6 mg/l layak
untuk mendukung kehidupan biota perairan. Nilai BOD menunjukkan jumlah
oksigen yang dikonsumsi. Nilai ini dapat diketahui dengan menghitung selisih
konsentrasi oksigen terlarut sebelum dan setelah inkubasi (Fardiaz, 1992).
d. Nitrat
Senyawa nitrogen di dalam perairan terdapat dalam bentuk terlarut
atau tersuspensi. Senyawa tersebut sangat penting dalam reaksi biologis suatu
perairan (Pescod, 1973 dalam Suryadiputra, 1996). Jenis nitrogen anorganik
utama dalam air adalah ion nitrat (NO3), nitrit (NO2), dan amoniak (NH3).
Sedangkan nitrogen organik merupakan komponen terbesar dari total nitrogen
dalam air yang berasal dari berbagai jenis limbah yang dapat mengakibatkan
pertumbuhan ganggang dengan cepat (suryadiputra, 1996).
Sumber utama nitrogen antropogenik di perairan berasal dari limbah
pertanian dan perkebunan yang menggunakan pupuk kandang maupun pupuk
buatan dan juga berasal dari kegiatan domestik (Effendi, 2000).

D. 3. Parameter Mikrobiologi
a. Fecal Coli dan Total Koliform
James dan Evison (1979) dalam Taufik (2003) menyatakan bahwa
banyak parameter mikrobiologi yang dapat digunakan untuk mengetahui
kualitas air. sebagai contoh : jumlah total virus bakteri, bacteriophages, jamur
(fungi), actinomycetes, protozoa, nemathoda dan alga. Namun untuk
kemudahan, kecepatan dan ketepatan pada tes maka bakteri telah dihilangkan
dalam penelaahan kualitas air, oleh sebab itu banyak metoda standar dalam
penelaahan kualitas air dipersempit pada jumlah maksimum dari indikator
bakteri sebagai limbah fecal ( koliform, fecal koliform/Escherichia coli, fecal
streptococcus dan Clostridium pertringeus). Menurut Peraturan Pemerintah
No. 82 tahun 2001 air dengan kelas I maksimal mengandung fecal coliform
100 jml/100 ml, kelas II maksimal 1000 jml/ 100 ml, kelas III 2000jml/100 ml
dan kelas IV 2000 jml/ 100 ml.
E. Pencemaran Air
Pencemaran air dapat diartikan sebagai masuknya atau
dimasukkannya makhluk hidup, zat atau energi, dan atau komponen lain ke
dalam air dan atau berubahnya tatanan (komposisi) air oleh kegiatan manusia
atau proses alam, sehingga kualitas air turun sampai tingkat tertentu yang
menyebabkan air menjadi kurang atau tidak dapat berfungsi lagi sesuai dengan
peruntukannya (Keputusan Menteri Negara Kependudukan dan Lingkungan
Hidup No. 02/MENKLH/1988 dalam Fardiaz, 1992)
Ada tiga penyebab utama tercemarnya badan air, yaitu (1)
peningkatan konsumsi atau penggunaan air sehubungan dengan peningkatan
ekonomi dan taraf hidup masyarakat, (2) terjadinya pemusatan penduduk dan
industri diikuti buangan limbahnya, (3) rendahnya investasi sosial ekonomi
dan sosial budaya untuk memperbaiki lingkungan hidup, seperti investasi
untuk pembuatan sanitasi dan keperluan lain (Purwani, 2001).
Menurut Husin dan Eman (1991), diacu dalam Nedi (1997), ada dua
jenis sumber pencemar perairan, yaitu point source dan non point source.
Point source adalah pencemaran yang dapat diketahui secara pasti sumbernya,
misalnya limbah industri. Sedangkan non point source adalah pencemaran
yang tidak diketahui secara pasti sumbernya, yaitu pencemar yang masuk ke
perairan bersama air hujan dan limpasan permukaan.

F. Tata Guna Lahan


Vingk (1975) dalam Mahmudi (2002) mendefinisikan penggunaan
lahan sebagai suatu penggunaan dari sebidang lahan yang kompleks baik
secara alami atau campur tangan manusia menurut keperluannya, untuk
memenuhi kebutuhan jasmani dan rohani.
Menurut Schmab et al. (1996) dalam Taufik (2003), faktor-faktor
yang mempengaruhi aliran sungai secara umum dapat dibagi dua yaitu
karakteristik hujan dan karakteristik DAS. Karakteristik hujan yang
mempengaruhi run-off adalah jumlah, intensitas dan lama hujan serta
distribusi di areal DAS tertentu, sedangkan pengaruh karakteristik DAS
ditentukan oleh ukuran, bentuk, orientasi, topografi, geologi, dan penggunaan
lahan.
Menurut Viessman et al (1977), dalam Taufik (2003), perubahan
penutupan lahan memberikan pengaruh yang bervariasi terhadap aliran sungai
dan karakteristik aliran permukaan DAS. Perubahan penutupan lahan akan
mempengaruhi kapasitas infiltrasi tanah dan perubahan penggunaan lahan
yang merubah sifat atau ciri vegetasi dapat memberikan dampak penting
waktu dan volume aliran. Perubahan penggunaan lahan dapat meningkatkan
atau menurunkan volume aliran permukaan serta laju maksimum dan waktu
aliran suatu DAS. Pada dasarnya tujuan yang ingin dicapai dengan
pengelolaan vegetasi atau tata guna lahan adalah agar DAS secara keseluruhan
dapat berperan atau memberikan manfaat sebesar-besarnya secara lestari bagi
manusia dalam memenuhi kebutuhan hidup serta kesejahteraannya, sehinggaa
selain dapat menampung perkembangan dan dinamika kegiatan ekonomi
masyarakat setempat maka pengelolaan tersebut diharapkan dapat
mengantisipasi permasalahan yang mungkin terjadi ( Dahuri et al., 1996
dalam Lokollo, 2002).
Kegiatan tata guna lahan yang bersifat merubah tipe atau jenis
penutupan lahan dalam suatu DAS seringkali dapat memperbesar atau
memperkecil hasil air, perubahan dari suatu jenis vegetasi ke jenis vegetasi
lainnya adalah umum dalam pengelolaan sumberdaya alam. Penebangan
hutan, perladangan berpindah, atau perubahan tata guna lahan hutan menjadi
areal pertanian, padang rumput atau pemukiman adalah contoh yang sering
dijumpai di daerah-daerah yang sedang tumbuh. Terjadinya perubahan tata
guna lahan dan jenis vegetasi tersebut dalam sekala besar dan bersifat
permanen akan mempengaruhi besar kecilnya air pada sistem hidrologi
(Lokollo, 2002)
Menurut Mahmudi (2002), perubahan atau perkembangan pola
penggunaan lahan dipengaruhi oleh dua faktor utama, yaitu faktor alami dan
faktor manusia. Faktor alami antara lain tanah, air, iklim, pola musim dan land
form, erosi dan kemiringan lahan. Faktor manusia berpengaruh lebih dominan
dibanding faktor alami dan dipengaruhi oleh keadaan sosial ekonomi dan
pengaruh luar seperti kebijakan nasional dan internasional.
Sudadi et al. (1991) dalam Taufik (2003) menyatakan bahwa
pengaruh penggunaan lahan terhadap aliran sungai utama erat kaitannya
dengan fungsi Vegetasi sebagai penutup lahan dan sumber bahan organik yang
dapat meningkatkan kapasitas infiltrasi. Disamping itu, secara fisik vegetasi
akan menahan aliran permukaan dan meningkatkan surface detention dan
depression storage (simpangan permukaan) sehingga menurunkan besar aliran
sungai.
Menurut Puspaningrum (1997) dalam Umiyati (2002), perubahan
lahan menjadi daerah pemukiman cenderung mengakibatkan dampak negatif,
khususnya bila ditinjau dari laju erosi. Pada lahan terbuka terjadinya erosi
tanah akan semakin tinggi, karena permukaan tanah yang tidak terlindung
akan mengakibatkan air hujan yang jatuh ke tanah akan menggerus permukaan
tanah lalu membawa hasil gerusan ke dalam badan perairan sehingga mutu
perairan berubah.
Sutamihardja (1978) dalam Taufik (2003) mengemukakan bahwa
kegiatan pertanian secara langsung ataupun tidak langsung dapat
mempengaruhi kualitas perairan yang diakibatkan oleh penggunaan
bermacam-macam pupuk buatan dan pestisida. Penggunaan pupuk yang
mengandung unsur N dan P akan dapat menyuburkan perairan dan dapat
mendorong pertumbuhan ganggang dan tumbuhan akuatik lainnya.
Keberadaan hutan pada suatu DAS dapat mengurangi terjadinya
erosi dan sedimentasi, sehingga dapat menghasilkan kualitas air yang tinggi.
Luasan hutan dan perlakuan yang dilakukan dalam pengelolaannya, secara
langsung akan mempengaruhi kualitas dan kuantitas air yang dihasilkan
(Manan, 1992).
III. METODOLOGI PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian


Penelitian ini dilaksanakan di Sungai Cisadane bagian hulu dan tengah
yang melintasi Kabupaten Bogor dan dilakukan pada bulan Desember 2004
sampai dengan April 2005.

B. Cara Pengumpulan Data


Penelitian ini dilakukan dengan cara mengumpulkan dan mengkaji data
sekunder yang terdiri dari : (a) Kualitas air (fisika, kimia dan biologi) Sungai
Cisadane yang melintasi Kabupaten Bogor, dan (b) penggunaan lahan DAS
Cisadane daerah Kabupaten Bogor.
Parameter kualitas air yang dianalisis dalam penelitian ini sebanyak
sembilan parameter. Ke-sembilan perameter tersebut adalah suhu air, kekeruhan,
kandungan padatan tersuspensi, kandungan padatan terlarut, pH, oksigen terlarut,
nitrat, biochemical oxygen demand (BOD), dan total coli.

C. Pengolahan Data
C. 1. Analisis Nilai Kualitas Air
Analisis kualitas air tahun 1999-2003 dilakukan dengan cara
membandingkan nilai dari masing-masing parameter untuk setiap lokasi
pengambilan sampel pada tahun pengukuran dengan baku mutu air sungai yang
tercantum dalam Peraturan Pemerintah RI No. 82 tahun 2001 untuk air kelas I
sampai kelas IV, kemudian dievaluasi kualitas air Sungai Cisadane dari tahun
1999 sampai dengan tahun 2003 untuk setiap lokasi.
Tahapan analisis data adalah sebagai berikut :
a. Mencari nilai rata-rata dari masing-masing parameter pada setiap lokasi
pengambilan sampel untuk setiap waktu pengukuran dengan rumus :
Keterangan :
i
Xi
Q= Q : rata-rata pengukuran
n N N : jumlah data pengukuran
(Walpole,1982) Xi : data pengukuran ke-i (i = 1, 2, 3,..., N)
b. Menyajikan nilai setiap parameter dalam bentuk grafik untuk setiap tahun,
yaitu dengan menghubungkan nilai parameter ke- i dari titik-titik lokasi
pengambilan sampel untuk setiap tahun pengukuran. Sehingga akan terlihat
kecenderungan perubahan yang terjadi untuk setiap parameter dari tahun 1999
hingga tahun 2003 bila dibandingkan dengan baku mutu.
Analisis kualitas air menggunakan Indeks Kualitas Air berdasarkan
metode National Sanitation Foundation Water Quality Index (NSF WQI), untuk
mengetahui tingkat mutu kualitas perairan setiap titik lokasi pengukuran mulai
1999 - 2003. Parameter yang digunakan dalam analisa data menggunakan IKA-
NSF WQI adalah suhu air, kekeruhan, kandungan padatan tersuspensi, kandungan
padatan terlarut, pH, oksigen terlarut, biochemical oxygen demand (BOD), nitrat
dan fecal coli.
Tahapan analisis data :
a. Menentukan bobot (W) untuk masing-masing parameter dan nilai sub indeks
(I) untuk tiap parameter dengan membaca kurva fungsi sub indeks IKA-NSF
WQI.
Tabel 1. Bobot Parameter Dalam Perhitungan IKA-NSF WQI (Ott, 1978 diacu
dalam Nugroho, 2003)
Bobot parameter ke-i Bobot parameter ke-i (Wi)
No parameter satuan
(Wi) modifikasi

1 Oksigen terlarut 0.17 0,19 % saturasi


2 pH 0.12 0,13 -
3 BOD 0.10 0,11 Mg/l
4 Nitrat 0.10 0,11 Mg/l
5 Phospat 0.10 Mg/l
6 Suhu deviasi *) 0.10 0,11 C
7 Kekeruhan 0.08 0,09 NTU
8 Padatan total 0.08 0,09 Mg/l
9 Fecal coli 0.15 0,17 MPN/100 ml
total 1.00 1,00
Keterangan :
*) = Kekeruhan digunakan dengan asumsi satuan Nephelometric Turbidity Unit (NTU)
satara dengan Jacson Turbidity (JTU) karena semakin keruh suatu perairan maka
nilai kekeruhannya baik dalam satuan NTU maupun JTU akan semakin besar.
b. Menghitung nilai Indeks Kualitas Air dengan menggunakan rumus (Brown et
al. In Ott, 1978)

i
IKA NSF ,WQI = Wi b .Li
n

Keterangan :
i : 1 sampai dengan n
n : Jumlah parameter
b
Wi : Bobot parameter ke-i yang dimodifikasi dari bobot yang telah ditetapkan
dalam Ott, 1978
Li : Nilai sub indeks parameter ke-i dengan menggunakan kurva sub indeks
yang ditetapkan oleh IKA-NSF, WQI ( Ott, 1978)
c. Keadaan umum perairan dapat diketahui dengan membandingkan nilai indeks
kualitas air yang diperoleh dengan kriteria kualitas air untuk setiap lokasi
untuk setiap tahun.
d. Kemudian dilakukan penyajian data dalam bentuk garafik yaitu dengan
menghubungkan nilai IKA-NSF WQI hasil perhitungan dari titik-titik lokasi
pengukuran untuk setiap tahun. Sehingga akan terlihat secara umum
perubahan tingkat mutu kualitas air yang terjadi selama tahun 1999-2003.

Tabel 2. Kisaran Nilai Indeks Total IKA-NSF WQI


Indeks Kualitas Lingkungan Tingkat Kualitas Lingkunagn
0-25 Sangat Buruk
26-50 Buruk
51-70 Sedang
71-90 Baik
91-100 Sangat Baik
Sumber (Ott, 1978 diacu dalam Nugroho, 2003)
C. 2. Analisis Perubahan Penggunaan Lahan
Perubahan penggunaan lahan dianalisa dengan membandingkan luas
setiap jenis penggunaan lahan tahun 1999 dan 2003. Untuk menduga hubungan
perubahan penggunaan lahan dengan kualitas perairan dilakukan dengan cara
membandingkan antara luas perubahan lahan dengan perubahan kualitas air setiap
tahunnya.
Nilai perubahan tataguna lahan Tahun 1999 dan 2003 diperoleh dari
laporan akhir anasisis perubahan tutupan lahan berdasarkan citra satelit spot 5 di
wilayah Kabupaten Bogor yang dikeluarkan oleh Badan Perencanaan Daerah
Pemerintah Kabupaten Bogor Bekerjasama dengan Fakultas Kehutanan IPB.
Untuk mengetahui hubungan antara perubahan tataguna lahan dengan kualitas air
dilakukan dengan cara membandingkan perubahan kualitas air dengan perubahan
penggunaan lahan, kemudian dilakukan analisis korelasi variabel-variabel
perubahan tataguna lahan dengan perubahan kualitas air.
IV. KEADAAN UMUM SUNGAI CISADANE

A. Deskripsi Wilayah Sungai Cisadane


Secara geografis DAS Cisadane terletak diantara 602 sampai 654 LS
dan 10617 sampai 10700 BT. DAS Cisadane dibatasi oleh Sub DAS
Cimanceuri di sebelah barat dan DAS Ciliwung di sebelah timur. Sungai Cisadane
berhulu di Gunung Salak (3.019 mdpl). Sungai ini mengalir dari arah selatan ke
utara, melewati Kabupaten Bogor (Kecamatan Nanggung, Caringin, Cijeruk,
Ciomas, Ciampea, Rumpin, Cilangkap) dan Kabupaten Tangerang. Sungai
Cisadane berawal dari Gunung Salak mengalir melalui Kota Bogor dan Tangerang
serta bermuara di Laut Jawa. Panjang Sungai Cisadane sampai ke Mauk
(Kabupaten Tangerang) adalah 137,8 Km, dengan rata-rata kemiringan dari hulu
(+3,019 m) sampai ke Mauk (+2 m) adalah 21,9 % (Arwindrasti, 1997).
Menurut Arwindrasti (1997) luas DAS Cisadane dari hulu sampai Teluk
Naga adalah Sekitar 155.975 Ha. DAS ini dibagi menjadi tiga bagian yaitu :
a) DAS Cisadane wilayah hulu seluas 85.555 Ha mulai dari hulu sampai
stasiun pengukuran Batu Beulah, meliputi Kecamatan Nanggung, Ciomas
dan Ciampea.
b) DAS Cisadane tengah seluas 48.205 Ha, mulai dari stasiun pengukuran
Batu Beulah (Kabupaten Bogor) meliputi Kecamatan Semplak, Parung,
Rumpin, Gunung Sindur, Cigudeg (Kabupaten Bogor), Serpong, Curug,
Tangerang Legok, Jatiluwung, dan Cipondok (Kabupaten Tangerang)
sampai dengan stasiun pengukuran Pasar Baru di Kabupaten Tangerang.
c) DAS Cisadane wilayah hilir seluas 22.215 Ha, mulai dari stasiun
pengukuran Pasar Baru sampai muara sungai Cisadane, meliputi
Kecamatan Ciledug, Pasar Kamis, Teluk Naga, Kecamatan Tigaraksa,
Cikupa, Mauk di Kabupaten Tangerang.
Sungai Cisadane mengalir melalui tiga wilayah ketinggian sebagai
berikut : (a). Wilayah hulu merupakan pegunungan yang berketinggian 300 -
3000 mdpl. DAS Cisadane wilayah hulu ini bertopografi datar, landai agak curam
sampai dengan curam; (b). Wilayah tengah merupakan bagian yang bervariasi
antara 100300 mdpl; (c). Wilayah hilir merupakan dataran dengan topografi
datar sampai landai pada ketinggian 0100 mdpl (BALITBAG Pertanian,
Lembaga Penelitian Tanah Bogor, diacu dalam Arwindrasti, 1997).
Iklim di daerah aliran Sungai Cisadane berdasarkan klasifikasi iklim
Schmidt dan Ferguson termasuk iklim B. Pola musim dipengaruhi oleh perubahan
angin monsoon yang menyebabkan terjadinya musim hujan (November-Mei) dan
musim kemarau (Juni-Oktober). Di DAS Cisadane wilayah hulu curah hujan
bulanan berkisar antara 195-609 mm/bulan. Bulan basah 8-10 bulan (Agustus-
Mei) dan bulan terbasah Desember, bulan lembab 2-4 bulan (Juni-September)
dengan bulan terkering bulan Juni. Pada DAS Cisadane wilayah tengah curah
hujan bulanan berkisar antara 121-582 mm/bulan. Bulan basah 2-5 bulan
(Desember-Mei) dengan bulan terbasah pada bulan Januari, bulan lembab 1-2
bulan (Juni-Agustus) sedangkan bulan terkering bulan Juli (DPMA1988. RLKT,
1989 diacu dalam Arwindrasti,1997).

B. Pemanfaatan Air Sungai Cisadane


Air permukaan pada Sungai Cisadane secara umum dipergunakan untuk
keperluan irigasi, penyediaan air bersih, industri, perikanan maupun untuk
keperluan pertanian. Irigasi merupakani pengguna air terbesar pada wilayah
Sungai Cisadane, umumnya bertujuan untuk mengairi sawah melalui saluran
irigasi dengan mengunakan konstruksi bendungan sedangkan pemanfaatan air
permukaan untuk industri dan penyediaan air bersih (PDAM) kebanyakan
menggunakan pompa hisap (Arwindrasti, 1997).

C. Sumber Pencemaran Air Sungai Cisadane


Selain dipergunakan sebagai sumberdaya air untuk berbagai keperluan
Sungai Cisadane juga difungsikan sebagai sarana penampung limbah yang berasal
dari kegiatan industri, rumah tangga, peternakan dan pertanian. Pembuangan
limbah penduduk yang tersebar di tiga wilayah (Kabupaten Bogor, Kabupaten
Tangerang dan Kodya Bogor) dilakukan melalui berbagai cara diantaranya yaitu :
melalui kolam, sawah, tanah darat/tegalan, rembesan septic tank dan melalui
saluran air kotor yang mengalir menuju sungai. Sumber pencemar yang berasal
dari limbah pertanian umumnya berasal dari pemakaian pupuk dan pestisida.
Pembuangan limbah industri umumnya berasal dari industri yang berada si sekitar
sungai, antara lain industri logam, tekstil, makanan/minuman, kimia dan farmasi.
Sebagian besar industri tersebut belum memiliki unit pengolahan limbah yang
memenuhi syarat, sehingga air limbah yang masih mengandung zat-zat pencemar
langsung dibuang atau disalurkan melalui saluran terbuka menuju Sungai
Cisadane (Brahmana dan Sutriati, 2001 dalam Umiyati, 2002)

D. Keanekaragaman Hayati Sungai Cisadane


Sebagai bagian dari DAS Cisadane, ekosistem Sungai Cisadane
memiliki keanekaragaman hayati yang menggambarkan kekayaan vegetasi dan
satwa yang hidup di kawasan tersebut. Keadaan vegetasi di DAS Cisadane dapat
dibedakan menjadi vegetasi yang terdapat di dalam kawasan hutan dan yang
berada diluar kawasan hutan (Rencana Teknik Lapangan Rehabilitasi Lahan dan
Konservasi Tanah DAS Cisadane, BPDAS Citarum-Ciliwung,2003). Vegetasi
alami yang dapat dijumpai di sepanjang sungai Cisadane kurang lebih terdiri dari
47 jenis pohon, diantaranya adalah damar (Agathis alba), jeunjing (Albizzia
Chinensis), angsana (Dipterocarpus indicus), karet (Ficus elastica) dan lain-lain
(Keanekaragaman Hayati Cagar Alam Gunung Halimun, Biological Science Club,
1991 dalam Umiyati 2002). Selain itu di sepanjang aliran sungai Cisadane juga
ditemukan berbagai macam jenis tanaman yang menghasilkan buah-buahan
seperti mangga (Mangifera indica L.), pepaya (Carica papaya L.) durian (Durio
zibethinus), kelapa (Cocos nucifera) dan jenis tanaman budidaya tegalan seperti
jagung (Zea mays), kentang (Solanum tuberosum), talas (Colocassia asculenta),
ubi jalar (Ipomoea batatas), ubi kayu (Menihot esculenta) dan lain-lain (Sari,
2001 dalam Umiyati 2002).
Beberapa jenis satwa alami yang terdapat di sepanjang aliran Sungai
Cisadane antara lain dari berbagai jenis mamalia seperti kucing (Felis pardus),
kucing hutan (Felis bengalensis), owa (Hylobates moloch), lutung (Presbytis
ayagula) dan kelelawar. Beberapa jenis burung yang dapat dijumpai di kawasan
ini antara lain jinjing kulit (Parus major), Cekakak (Halcyon cyanoventris), walet
dada putih (Callocalia sp), walet sapi (Callocalia esculenta), perkutut (Geopelia
striata), tekukur (Streptopelia chinensis), gagak hutan (Corvus enca), burung
hantu (Tyto alba), burung gereja (Passer montanus), burung madu (Nectarinia
sp), dan lain-lain. Jenis ikan yang banyak ditemukan di daerah hulu adalah kehkel
(Glyptothorax platypogon), leundi (Clarias nieuhofi), sengal (Mystus planioeps),
soro (Tor douronensis), jeler (Nemachilus fasciatus), beunteur (Puntius
binotatus), paray (Rasbora lateristriata), sidat (Anguilla mauritania) dan sering
juga di temui berbagai jenis udang (Proyek Induk Pengembangan Wilayah Sungai
Cisadane-Ciliwung : DPU, 1999 dalam Umiyati 2002).
V. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Kualitas Air Sungai Cisadane


A. 1. Parameter Fisika
a. Suhu Air
Sebagai salah satu komponen fisika, suhu air mempunyai kaitan erat
dengan kualitas perairan. Suhu berperan penting dalam ekosistem dan sangat
berpengaruh terhadap kelangsungan hidup organisme perairan (Nugraheni,
2001). Menurut saeni (1989) suhu antara 2030 C merupakan suhu optimal
bagi pertumbuhan biota akuatik.
Berdasarkan nilai rata-rata hasil pengukuran selama tahun 1999
sampai dengan tahun 2003 di tiga stasiun pengukuran seperti terlihat pada
Gambar 1, tampak bahwa nilai suhu tidak mengalami fluktuasi yang besar.
Nilai suhu rata-rata selama lima tahun tersebut berkisar antara 26,8-28,2 C.
Namun bila dilihat secara lebih terperinci dapat diketahui bahwa dari tahun ke
tahun nilai suhu tersebut cenderung meningkat. Pada tahun 1999 suhu rata-rata
air Sungai Cisadane bernilai 26,8 C kemudian meningkat pada tahun 2000
menjadi 27,4 C, tahun 2001 bernilai 27,4 C dan kembali meningkat pada
tahun 2002 dan 2003 masing-masing menjadi 28,1 C dan 28, 2 C.
Berdasarkan baku mutu air yang tercantum dalam Peraturan Pemerintah No.
82 Tahun 2001 kisaran nilai temperatur tersebut masih memenuhi baku mutu
dan dapat digunakan untuk semua kebutuhan seperti yang tercantum dalam
peraturan tersebut. Peningkatan suhu dari tahun 1999 sampai tahun 2003 ini
kemungkinan disebabkan oleh semakin meningkatnya limbah rumah tangga,
selain itu masuknya limbah industri ke sungai diduga juga memberikan
kontribusi terhadap peningkatan suhu air. Hal ini dapat dilihat dengan semakin
meningkatnya pemukiman penduduk dari tahun 1998 sampai tahun 2003.
Fluktuasi suhu rata-rata per tahun

28.5
28.2
28.1

28

27.4 27.4
27.5

Suhu (C)
27 26.8

26.5

26
1999 2000 2001 2002 2003
Tahun

Gambar 1. Fluktuasi suhu rata-rata per tahun.

Jika dilihat pada setiap lokasi pengukuran setiap tahunnya seperti


terlihat pada Tabel 5, tampak bahwa nilai suhu ini juga tidak menunjukkan
fluktuasi yang begitu besar. Untuk stasiun I nilai suhu berkisar antara 22,9
27,0 C, stasiun II berkisar antara 27,729,9 C dan stasiun III berkisar antara
27,629,6 C. Nilai di setiap lokasi pengukuran ini masih berada pada suhu
normal perairan. Berdasarkan baku mutu air yang tercantum dalam Peraturan
Pemerintah No. 82 Tahun 2001 kisaran nilai deviasi tersebut masih berada
dalam kisaran nilai yang diizinkan sesuai dengan peruntukan masing-
masingnya.
Tabel 3. Fluktuasi suhu air rata-rata per stasiun untuk setiap tahun pengukuran
Tahun Pengukuran
Lokasi Satuan
1999 2000 2001 2002 2003
Stasiun II C 23 21 70 58 63,53
Stasiun III C 20,33 27,33 64,33 65 78,77
Stasiun IV C 46 37 73,33 50 64,17

Jika dilihat dari nilai suhu rata-rata per stasiun pengukuran seperti
terlihat pada Gambar 2 tampak adanya kecenderungan peningkatan suhu dari
hulu ke hilir. Suhu rata-rata tertinggi terjadi di stasiun III. Tingginya suhu di
stasiun III ini kemungkinan disebabkan akumulasi limbah rumah tangga dan
limbah industri yang masuk ke badan sungai dari hulu stasiun ini.
Fluktuasi suhu rata-rata per stasiun

30.0 28.8
28.6
29.0
28.0

Suhu (C)
27.0
25.3
26.0
25.0
24.0
23.0
stasiun I stasiun II Stasiun III
stasiun pengamatan

Gambar 2. Fluktuasi suhu rata-rata per stasiun.

b. Kekeruhan
Berdasarkan nilai kekeruhan rata-rata per tahun seperti terlihat pada
Gambar 3 dapat diketahui bahwa nilai kekeruhan dari tahun 1999 sampai
dengan tahun 2003 mengalami fluktuasi yang cukup lebar. Nilai kekeruhan ini
berkisar antara 18,56-69,22 NTU. Pada tahun 1999 nilai kekeruhan sebesar
29,78 NTU, dan mengalami penurunan pada tahun 2000 menjadi 18,56 NTU,
namun pada tahun 2001 terjadi peningkatan yang cukup tinggi hingga
mencapai nilai 69,22 NTU. Pada tahun 2002 kembali terjadi penurunan
menjadi 57,67 NTU serta pada tahun 2003 kembali meningkat menjadi 68,82
NTU. Secara keseluruhan nilai kekeruhan dari tahun 1999 sampai tahun 2003
mengalami peningkatan sebesar 39,04 NTU atau sebesar 131%. Peningkatan
nilai kekeruhan ini berkaitan erat dengan semakin meningkatnya kandungan
padatan tersuspensi dan senyawa koloid dalam perairan. Meningkatnya
masukan bahan-bahan penyebab kekeruhan ini diduga berasal dari buangan
limbah rumah tangga, industri dan juga erosi. Peningkatan luas tanah kosong
dan luas pemukiman serta menurunnya luas hutan/vegetasi campuran
memungkinkan untuk meningkatkan laju erosi.
Fluktuasi ke ke ruhan rata-rata pe r tahun

80
69.22 68.82
70
57.67
60
Kekeruhan (NTU)

50

40
29.78
30
18.56
20

10

0
1999 2000 2001 2002 2003
Tahun

Gambar 3. Fluktuasi kekeruhan rata-rata per tahun.


Jika dilihat dari nilai kekeruhan tahun 1999 sampai dengan tahun
2003 pada tiap stasiun pengukuran seperti terlihat pada Tabel 6 tampak bahwa
nilai kekeruhan ini mengalami fluktuasi dengan kisaran nilai yang berbeda-
beda. Pada stasiun I tampak bahwa nilai kekeruhan berkisar antara 21-70
NTU, stasiun II berkisar antara 20,3378,77 NTU dan pada stasiun III nilai
kekeruhan berkisar antara 3773,33 NTU.
Tabel 4. Fluktuasi rata-rata kekeruhan per stasiun untuk setiap tahun
pengukuran
Tahun Pengukuran
Lokasi Satuan
1999 2000 2001 2002 2003
Stasiun II NTU 23 21 70 58 63,53
Stasiun III NTU 20,33 27,33 64,33 65 78,77
Stasiun IV NTU 46 37 73,33 50 64,17
Keterangan : Baku mutu = 100,00 NTU

Sedangkan jika dilihat pada nilai kekeruhan rata-rata per stasiun


seperti terlihat pada Gambar 4 tampak terjadi kenaikan tingkat kekeruhan dari
stasiun I sampai Stasiun III (hulu ke hilir). Meningkatnya nilai kekeruhan ini
diduga disebabkan oleh akumulasi bahan-bahan organik dan bahan-bahan
tersuspensi yang masuk ke badan sungai dari hulu stasiun ini. Bahan-bahan
organik dan bahan-bahan tersuspensi yang masuk ke badan sungai ini
kemungkinan besar berasal dari erosi akibat pembangunan perumahan yang
diawali dengan pembukaan lahan, perataan dan pemadatan tanah. Tindakan ini
menyebabkan air hujan yang jatuh ke permukaan tanah tidak dapat terserap
namun terus mengalir dan menggerus permukaan tanah dan pada akhirnya
masuk ke badan sungai dengan membawa hasil gerusan tersebut. Selain itu
pembuangan limbah rumah tangga dan limbah industri ke badan sungai juga
merupakan sumber masuknnya bahan-bahan ini ke badan sungai. Kondisi ini
didukung dengan data yang menunjukkan adanya peningkatan luas
pemukiman dan tanah kosong serta menurunnya luas hutan atau vegetasi
campuran pada kecamatan yang dilalui DAS Cisadane ini.
Fluktuasi kekeruhan rata-rata per stasiun

56.00 54.10
54.00

Kekeruhan (NTU)
51.15
52.00
50.00
47.11
48.00
46.00
44.00
42.00
stasiun I stasiun II Stasiun III
stasiun pengamatan

Gambar 4. Fluktuasi kekeruhan rata-rata per stasiun.

c. Padatan Tersuspensi
Padatan tersuspensi adalah padatan yang menyebabkan kekeruhan
air, tidak terlarut, dan tidak dapat mengendap langsung. Contoh padatan
tersuspensi adalah tanah liat, bahan-bahan organik, sel-sel mikroorganisme,
dan sebagainya. Adanya padatan tersuspensi akan mengurangi penetrasi
cahaya ke dalam air sehingga mempengaruhi regenerasi oksigen secara
fotosintesis (Fardiaz, 1992). Dari sini dapat diketahui bahwa nilai padatan
tersuspensi erat kaitannya dengan tingkat kekeruhan.
Pengukuran padatan tersuspensi hanya dilakukan pada tiga tahun
pengukuran, yaitu tahun 1999, 2000 dan 2003. Berdasarkan hasil pengukuran
di tiga stasiun seperti terlihat pada Gambar 5 tampak bahwa nilai padatan
tersuspensi mengalami peningkatan yang cukup tinggi antara tahun 1999,
2000 dan 2003. Pada tahun 1999 kandungan padatan tersuspensi rata-rata
28,67 mg/l, pada tahun 2002 kandungan ini meningkat menjadi 64,67 mg/l
serta pada tahun 2003 terjadi peningkatan yang cukup tinggi yaitu mencapai
nilai 343,61 mg/l. Peningkatan kandungan padatan tersuspensi dari tahun 1999
sampai tahun 2003 sebesar 314,94 mg/l atau sekitar duabelas kali lipat.
Berdasarkan baku mutu air yang tercantum dalam Peraturan Pemerintah No.
82 Tahun 2001 dapat diketahui bahwa nilai padatan tersuspensi untuk tahun-
tahun tersebut masih berada dalam kisaran baku mutu, untuk tahun 1999 nilai
padatan tersuspensi berada dalam kelas I dan II atau dengan artian kandungan
padatan tersusupensi ini masih memenuhi kriteria sebagai bahan baku air
minum, prasarana rekreasi air, pembudayaan ikan air tawar, peternakan, untuk
mengairi pertanaman dan atau peruntukan lain yang menpersyaratkan mutu air
yang sama dengan kegunaan tersebut. Sedangkan untuk tahun 2000 dan 2003
nilai padatan tersuspensinya berada dalam kisaran kelas III dan IV, kriteria ini
menggambarkan bahwa kondisi kandungan padatan tersuspensi yang terdapat
pada air Sungai Cisadane pada tahun tersebut sudah tidak layak digunakan
sebagai bahan baku air minum tetapi masih layak digunakan untuk kegiatan
pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi pertanaman
atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama.
Terjadinya peningkatan kandungan padatan tersuspensi ini memiliki
kaitan erat dengan semakin meningkatnya kekeruhan seperti yang
disampaikan sebelumnya. Masuknya limbah rumah tangga dan limbah industri
serta adanya erosi dapat meningkatkan kandungan padatan terusupensi.
Adanya peningkatan penggunaan lahan untuk pemukiman, meningkatnya luas
tanah kosong dan semakin menurunnya luas hutan serta vegetasi campuran
seperti terlihat pada Tabel 13 memungkinkan untuk meningkatkan laju erosi.

Fluktuasi TSS rata-rata per tahun

400
343.61
350

300

250
TSS (mg/l)

200

150

100 64.67
28.67
50

0
1999 2000 2003
Tahun

Gambar 5. Fluktuasi TSS rata-rata per tahun.

Sedangkan jika dilihat pada nilai padatan tersuspensi rata-rata per


stasiun pengukuran per tahunnya seperti terlihat pada Tabel 5 tampak bahwa
pada tahun 1999 dan 2000 tidak terjadi peningkatan yang besar pada
parameter ini, namun pada tahun 2003 terjadi peningkatan yang cukup tinggi.
Nilai terendah total padatan terlarut terjadi pada tahun 1999 pada stasiun II
yaitu 20,67 mg/l sedangkan nilai padatan terlarut tertinggi terjadi pada stasiun
II pada tahun 2003 yaitu 441,68 mg/l. Berdasarkan Peraturan Pemerintah
No.82 tahun 2001 nilai rata-rata total padatan terlarut setiap stasiun masih
berada pada baku mutu untuk kelas I sampai IV, namun untuk stasiun II pada
tahun 2003 telah melampaui baku mutu tersebut hal ini mengindikasikan
bahwa pada waktu dan lokasi tersebut perairan ini mengalami pencemaran
berat.
Tabel 5. Fluktuasi rata-rata TSS per stasiun untuk setiap tahun pengukuran
Tahun Pengukuran
Lokasi Satuan
1999 2000 2003
Stasiun II mg/l 21,33 52,67 189,48
Stasiun III mg/l 20,67 35,33 441,68
Stasiun IV mg/l 44 106 399,65

Jika dilihat pada nilai kandungan total padatan tersuspensi rata-rata


per stasiun tampak terjadi peningkatan kandungan padatan tersuspensi dari
stasiun I sampai stasiun III. Hal ini kemungkinan terjadi karena adanya
akumulasi masukan bahan-bahan yang dapat meningkatkan kandungan
padatan tersuspensi baik dari stasiun I ke stasiun II maupun dari stasiun II ke
stasiun III.
Fluktuasi TSS rata-rata per stasiun

183.22
200.00 165.89

150.00
TSS (ml/l)

87.83
100.00

50.00

0.00
stasiun I stasiun II Stasiun III
stasiun pengamatan

Gambar 6. Fluktuasi TSS rata-rata per stasiun.

d. Padatan Terlarut
Pengukuran terhadap total padatan terlarut yang dilakukan selama
kurun waktu 1999 sampai dengan 2003 hanya dilakukan pada tiga tahun
pengukuran, yaitu pada tahun 2001, 2002 dan 2003. Berdasarkan hasil
pengukuran seperti terlihat pada Gambar 7 tampak bahwa nilai TDS tidak
menunjukkan adanya kecenderungan naik ataupun turun. Namun bila dilihat
dari nilai total padatan terlarut pada tahun 2001 dan 2003 tampak terjadi
penurunan kandungan padataan terlarut sebesar 483,97 mg/l atau sekitar
100%. Rata-rata kandungan tertinggi padatan terlarut terjadi pada tahun 2001
dan terendah terjadi pada tahun 2002. Nilai TDS rata-rata per tahun ini masih
berada dalam kisaran baku mutu air berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 82
tahun 2001 untuk kelas I-IV, yaitu batas nilai TDS 1000 mg/l untuk kelas I-III
dan 2000 mg/l untuk kelas IV. Nilai baku mutu ini menunjukkan bahwa
berdasarkan kandungan padatan terlarut kondisi air Sugai Cisadane dapat
digunakan untuk semua keperluan yang tercantum dalam peraturan
pemerintah tersebut.

Fluktuasi TDS rata-rata per tahun

943.33
1000

900

800

700
TDS (mg/l)

600
459.36
500 430

400

300

200

100

0
2001 2002 2003
Tahun

Gambar 7. Fluktuasi TDS rata-rata per tahun.

Berdasarkan hasil pengukuran pada tiga stasiun pengukuran seperti


yang terlihat pada Tabel 6 tampak bahwa nilai total padatan terlarut pada
tahun 2001 memiliki nilai yang lebih tinggi untuk setiap stasiunnya dibanding
tahun 2002 dan 2003. Adanya pengaruh waktu dan kondisi lingkungan pada
saat pengambilan sampel diduga menjadi penyebab tingginya kandungan
padatan terlarut pada tahun ini. Jika dilihat fluktuasi kandungan total padatan
terlarut pada setiap stasiun dari tahun 2001 sampai dengan tahun 2003 tampak
tidak terjadi kecenderungan penurunan atau peningkatan.
Tabel 6. Fluktuasi rata-rata TDS per stasiun untuk setiap tahun pengukuran
Tahun Pengukuran
Lokasi Satuan
2001 2002 2003
Stasiun II mg/l 1040 260 327,26
Stasiun III mg/l 960 470 441,02
Stasiun IV mg/l 830 560 609,82

Jika dilihat pada nilai kandungan total padatan terlarut rata-rata per
stasiun tampak terjadi peningkatan kandungan padatan terlarut dari stasiun I
sampai stasiun III. Hal ini kemungkinan terjadi karena adanya akumulasi
masukan bahan-bahan yang dapat meningkatkan kandungan padatan terlarut
baik dari stasiun I ke stasiun II maupun dari stasiun II ke stasiun III.
Fluktuasi TDS rata-rata per stasiun
666.61
700.00 623.67

600.00 542.42

500.00

TDS (mg/l)
400.00
300.00
200.00
100.00
0.00
stasiun I stasiun II Stasiun III
stasiun pengamatan

Gambar 8. Fluktuasi TDS rata-rata per stasiun.

A. 2. Parameter Kimia
a. pH
Nilai pH perairan mencirikan keseimbangan antara asam dan basa
dalam air dan merupakan pengukur aktifitas ion hidrogen dalam larutan
(Saeni, 1989). Nilai pH air normal adalah sekitar netral, yaitu antara ph 6
sampai 8, sedangkan pH air yang terpolusi, misalnya air buangan berbeda-
beda tergantung dari jenis buangannya (Fardiaz, 1992).
Berdasarkan hasil pengukuran terhadap tiga stasiun pengukuran
seperti terlihat pada Gambar 9 tampak bahwa nilai pH dari tahun ke-tahun
mengalami fluktuasi. Nilai pH pada tahun 1999 sebesar 7,4 mengalami
penurunan pada tahun 2000 yaitu 7,1 tahun 2001 sebesar 6,8 serta kembali
naik pada tahun 2002 sebesar 6,9 dan tahun 2003 sebesar 7. Meskipun
mengalami fluktuasi, nilai pH rata-rata dari tahun 1999 sampai dengan tahun
2003 ini masih berada dalam kisaran nilai pH air normal.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 82 Tahun 2001 nilai pH di
atas berada dalam kelas I, II dan III yang berarti air sungai tersebut masih
dapat digunakan untuk bahan baku air minum, prasarana rekreasi,
pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi pertanaman dan
atau peruntukan lain yang mempersayaratkan mutu air yang sama dengan
kegunaan tersebut.
Fluktuasi pH rata-rata per tahun

7.5
7.4
7.4

7.3

7.2
7.1
7.1
7.0

pH
7.0
6.9
6.9 6.8
6.8

6.7

6.6

6.5
1999 2000 2001 2002 2003
Tahun

Gambar 9. Fluktuasi pH rata-rata per tahun.

Berdasarkan hasil pengukuran nilai pH pada tiga stasiun pengukuran


seperti terlihat pada Tabel 7 tampak bahwa nilai pH untuk stasiun I cenderung
mengalami penurunan. Nilai pH tertinggi pada stasiun ini terjadi pada tahun
1999 dan nilai terendahnya terjadi pada tahun 2002, pada staiun III nilai pH
mengalami fluktuasi dimana nilai pH pada tahun 1999 mengalami penurunan
pada tahun 2000 dan 2001, kemudian nilai pH ini kembali naik pada tahun
2002 dan 2003. Nilai terbesar pH pada stasiun ini terjadi pada tahun 1999 dan
nilai terendahnya terjadi pada tahun 2001. Pada stasiun III nilai pH juga
mengalami fluktuasi dimana nilai pH tertinggi terjadi pada tahun 1999 dan
tahun 2000. Terjadinya fluktuasi nilai pH pada setiap stasiun dan setiap tahun
pengukuran ini dipengaruhi oleh besarnya masukan limbah rumah tangga dan
limbah industri yang dapat menurunkan atau menaikkan pH pada saat
dilakukan pengukuran, selain itu aktifitas fotosintesis, suhu air dan kandungan
anion dan kation yang ada dan terjadi pada saat pengambilan contoh juga
mempengaruhi naik dan turunnya pH.
Tabel 7. Fluktuasi rata-rata pH per stasiun untuk setiap tahun pengukuran
Tahun Pengukuran
Lokasi
1999 2000 2001 2002 2003
Stasiun I 7,35 6,87 6,84 6,28 6,58
Stasiun II 7,42 7 6,87 7,13 7,23
Stasiun III 7,33 7,33 6,71 7,16 7,14

Nilai pH per stasiun pengukuran seperti terlihat pada Gambar 10


menunjukkan kecenderungan meningkat dari stasiun I sampai stasiun III,
naiknya nilai pH ini kemungkinan disebabkan oleh masuknya bahan-bahan
yang bersifat basa ke badan sungai. Bahan-bahan yang bersifat basa ini dapat
berupa detergen, amonia dan lain-lain. Bahan-bahan yang dapat
meningkatkan pH ini kemungkinan berasal dari buangan limbah rumah tangga
dan limbah industri serta penggunaan pupuk pada lahan pertanian.
Meningkatnya pH rata-rata dari stasiun I ke stasiun II merupakan akumulasi
dari masuknya bahan-bahan tersebut diatas kebadan sungai dan mengalir
kelokasi yang lebih hulu.
Fluktuasi pH rata-rata per stasiun

7.2 7.1 7.1

7.1

7.0
pH

6.9
6.8
6.8

6.7

6.6
stasiun I stasiun II Stasiun III
stasiun pengamatan

Gambar 10. Fluktuasi pH rata-rata per stasiun.

b. Oksigen Terlarut
Oksigen terlarut merupakan kebutuhan dasar untuk kehidupan
tanaman dan hewan di dalam air. Kehidupan makhluk hidup di dalam air
tersebut tergantung dari kemampuan air untuk mempertahankan konsentrasi
oksigen minimal yang dibutuhkan untuk kehidupannya. Konsentrasi oksigen
terlarut minimal untuk kehidupan biota tidak boleh kurang dari 6 ppm
(Fardiaz, 1992).
Berdasarkan nilai rata-rata kandungan DO per tahun seperti terlihat
pada Gambar 11 tampak adanya fluktuasi setiap tahunnya, nilai fluktuasi ini
tidak menunjukkan adanya kecenderungan peningkatan atau penurunan.
Kandungan DO rata-rata terendah terjadi pada tahun 2002, yaitu 6, 98 mg/l.
nilai terendah ini berada diatas nilai minimal kandungan DO untuk menjamin
kehidupan biota. Nilai kandungan DO tertinggi terjadi pada tahun 2003 yaitu
8,29 mg/l. Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 82 tahun 2001 nilai DO dari
tahun 1999 sampai tahun 2003 ini masih memenuhi baku mutu untuk semua
kelas yang berarti kondisi air ini masih layak untuk semua peruntukan sesuai
dengan yang tertera pada peraturan tersebut.
Fluktuasi DO rata-rata per tahun

8.5 8.29
8.2

8
7.57
7.51
7.5

DO (mg/l)
6.98
7

6.5

6
1999 2000 2001 2002 2003
Tahun

Gambar 11. Fluktuasi DO rata-rata per tahun.

Berdasarkan hasil pengukuran per tahun pada tiga stasiun


pengukuran seperti terlihat pada Tabel 8 dapat diketahui bahwa nilai DO
untuk setiap stasiun ini mengalami fluktuasi dan tidak menunjukkan
kecenderungan naik ataupun turun. Nilai kandungan DO rata-rata terendah
terjadi di stasiun II pada tahun 2002 yaitu 6,5 mg/l dan nilai kandungan DO
tertinggi terjadi pada tahun 2003 yaitu 9,03 mg/l. Berdasarkan Peraturan
Pemerintah No. 82 tahun 2001 nilai rata-rata DO untuk setiap tahun dan setiap
stasiun pengukuran masih memenuhi baku mutu untuk kelas I-IV dan berarti
dapat digunakan untuk semua peruntukan sesuai dengan peruntukan yang
tertera pada peraturan tersebut.
Tabel 8. Fluktuasi rata-rata DO per stasiun untuk setiap tahun pengukuran
Tahun Pengukuran
Lokasi Satuan
1999 2000 2001 2002 2003
Stasiun II mg/l 7,7 7,57 8,4 7,25 9,03
Stasiun III mg/l 7,65 7,5 8,2 6,5 8,2
Stasiun IV mg/l 7,37 7,47 8 7,2 7,65

Jika dilihat dari kandungan DO rata-rata per stasiun seperti terlihat


pada Gambar 12 tampak terjadi penurunan kandungan DO dari stasiun I ke
stasiun II dan stasiun III. Penurunan kandungan DO ini kemungkinan terjadi
karena adanya proses dekomposisi bahan-bahan organik yang membutuhkan
oksigen dalam prosesnya. Proses dekomposisi atau pemecahan bahan organik
ini dapat terjadi secara biologis dengan memanfaatkan organisme hidup
seperti bakteri ataupun secara kimiawi dengan mamanfaatkan bahan oksidan.
Meningkatnya bahan organik dari stasiun I sampai Stasiun III berhubungan
erat dengan meningkatnya kandungan padatan tersuspensi dari stasiun I
sampai stasiun III seperti terlihat pada Gambar 6.
Fluktuasi DO rata-rata per stasiun

8.10 7.99
8.00
7.90

DO (mg/l)
7.80
7.70 7.61
7.54
7.60
7.50
7.40
7.30
stasiun I stasiun II Stasiun III
stasiun pengamatan

Gambar 12. Fluktuasi DO rata-rata per stasiun.

c. BOD
Biochemical Oxygen Demand (BOD) menunjukkan jumlah oksigen
terlarut yang dibutuhkan organisme hidup untuk memecah atau mengoksidasi
bahan-bahan buangan di dalam air. Jika konsumsi oksigen tinggi yang
ditunjukkan dengan semakin kecilnya sisa oksigen terlarut, maka berarti
kandungan bahan-bahan buangan yang membutuhkan oksigen tinggi (Fardiaz,
1992). Air yang hampir murni mempunyai BOD kira-kira 1 ppm, dan air yang
mempunyai nilai BOD 3 ppm masih dianggap cukup murni, tetapi kemurnian
air diragukan jika nilai BOD-nya mencapai 5 ppm (fardiaz, 1992).
Analisis terhadap nilai BOD pada penelitian ini hanya dilakukan
pada empat tahun pengukuran, tahun 2001 tidak dilakukan pengukuran
terhadap nilai BOD. Berdasarkan hasil pengukuran pada tiga stasiun
pengukuran seperti terlihat pada Gambar 13 tampak bahwa nilai rata-rata
BOD pada tahun 1999-2000 mengalami penurunan sebesar 2,64 mg/l yaitu
dari 8,12 mg/l menjadi 5,48 mg/l. Pada tahun berikutnya yaitu tahun 2002 dan
2003 terjadi peningkatan yang cukup tinggi. Peningkatan nilai BOD dari
tahun 2000 sampai dengan tahun 2002 sebesar 36,66 mg/l yaitu dari 5,48 mg/l
menjadi 42,14 mg/l dan pada tahun 2002 sampai dengan tahun 2003 terjadi
peningkatan sebesar 171,09 mg/l yaitu dari 42,14 menjadi 213,23 mg/l .
Dilihat dari nilai BOD tahun 1999 sampai dengan tahun 2003 menunjukkan
kecenderungan terjadinya peningkatan, hal ini mengindikasikan semakin
meningkatnya kandungan bahan-bahan organik yang membutuhkan oksigen
dalam proses dekomposisinya. Peningkatan jumlah bahan organik ini dapat
diketahui dari besarnya peningkatan kandungan padatan tersuspensi dari tahun
1999 sampai dengan tahun 2003 seperti terlihat pada Tabel 5. Adanya
peningkatan penggunaan lahan untuk pemukiman, meningkatnya luas tanah
kosong dan semakin menurunnya luas hutan serta vegetasi campuran seperti
terlihat pada Tabel 13 memungkinkan untuk meningkatkan laju erosi dan
masuknya bahan-bahan yang membutuhkan oksigen dalam proses
dekomposisinya.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 82 tahun 2001 kondisi air
Sungai Cisadane menurut nilai BOD pada tahun 1999 tergolong pada kelas
IV, tahun 2000 tergolong kelas III, sedangkan pada tahun 2002 dan 2003
kondisi BOD pada perairan ini telah melampaui baku mutu air. Nilai BOD
tahun 2002 dan 2003 mengindikasikan bahwa perairan ini mengalami
pencemaran berat.

Fluktuasi BOD rata-rata per tahun

250
213.23

200
BOD (mg/l)

150

100

42.14
50

8.12 5.48

0
1999 2000 2002 2003
Tahun

Gambar 13. Fluktuasi BOD rata-rata per tahun.

Berdasarkan pengukuran pada setiap stasiun pengukuran seperti


terlihat pada Tabel 9 tampak bahwa nilai BOD menunjukkan kecenderungan
naik. Berdasarkan Peraturan Pemerintah No.82 tahun 2001 nilai BOD pada
stasiun III tahun 1999 telah menunjukkan terjadinya pencemaran berat yang
mana pada stasiun ini kandungan BOD telah melampaui batas maksimal yang
diperkenankan dalam kisaran baku mutu tersebut. Untuk stasiun I dan II pada
tahun ini kondisi air sungai Cisadane berada dalam kelas mutu II. Pada tahun
2000 kualitas air sungai cisadane berdasarkan kandungan BOD berada dalam
kelas II dan III. Untuk tahun 2002 dan 2003 kondisi air sungai Cisadane ini
menunjukkan terjadinya pencemaran berat dimana nilai kandungan BOD
berada di luar rentang kelas mutu air.
Tabel 9. Fluktuasi rata-rata BOD per stasiun untuk setiap tahun pengukuran
Waktu Pengukuran
Lokasi Satuan
1999 2000 2002 2003
Stasiun II mg/l 5,43 5,03 40,42 195,89
Stasiun III mg/l 5,98 5,17 65,14 189,32
Stasiun IV mg/l 15,36 6,23 20,85 254,49

Jika dilihat dari nilai BOD rata-rata per stasiun seperti terlihat pada
Gambar 14 tampak terjadi peningkatan nilai BOD dari stasiun I sampai stasiun
III, hal ini mengindikasikan semakin meningkatnya jumlah bahan organik
yang harus diuraikan baik secara biologis maupun secara kimiawi.
Peningkatan kandungan bahan organik ini dapat diketahui dengan
meningkatnya kandungan padatan tersuspensi perstaisun pengukuran seperti
terlihat pada Gambar 6.
Fluktuasi BOD rata-rata per stasiun

74.23
80.00
66.40
70.00 61.69
60.00
BOD (mg/l)

50.00
40.00
30.00
20.00
10.00
0.00
stasiun I stasiun II Stasiun III
stasiun pengamatan

Gambar 14. Fluktuasi BOD rata-rata per stasiun.

e. Nitrat
Sumber-sumber nitrogen dalam air dapat bermacam-macam,
meliputi hancuran bahan organik, buangan domestik, limbah industri, limbah
peternakan dan pupuk (Saeni, 1989). Berdasarkan hasil pengukuran selama
tiga tahun pengukuran seperti terlihat pada Gambar 15 tampak bahwa
kandungan nitrat rata-rata per tahun cenderung mengalami penurunan selama
kurun waktu 2001-2003. Penurunan kandungan nitrat ini diduga berhubungan
erat dengan penurunan luas sawah tadah hujan, sawah irigasi dan luas
perkebunan yang merupakan sumber utama masuknya nitrat. Berdasarkan
peraturan Pemerintah No.82 tahun 2001 kandungan nitrat pada tahun 2001
berada dalam kelas mutu III dan IV sedangkan untuk tahun 2002 dan tahun
2003 kondisi air sungai ini berada dalam kelas mutu I dan II.
Fluktuasi nitrat rata-rata per tahun

12
10.19 9.96

10

8
6.73

Nitrat (mg/l)
6

0
2001 2002 2003
Tahun

Gambar 15. Fluktuasi nitrat rata-rata per tahun.

Jika dilihat dari kandungan nitrat rata-rata per tahun pada setiap
stasiun pengukuran seperti terlihat pada Tabel 10 tampak bahwa kandungan
nitrat pada setiap stasiun cenderung mengalami penurunan untuk setiap
tahunnya. Penurunan kandungan nitrat pertahun ini menunjukkan semakin
menurunnya kegiatan yang menghasilkan nitrat sebagai limbah atau sebagai
efek samping kegiatan. Salah satu kegiatan yang dapat meningkatkan
kandungan nitrat di alam adalah pertanian. Pemberian pupuk untuk
meningkatkan produktifitas pertanian selain bermanfaat terhadap peningkatan
hasil pertanian juga memberikan dampak negatif berupa masuknya nitrat ke
alam.
Tabel 10. Fluktuasi rata-rata nitrat per stasiun untuk setiap tahun pengukuran
Tahun Pengukuran
Lokasi Satuan
2001 2002 2003
Stasiun II mg/l 11,27 10,49 4,749
Stasiun III mg/l 8,19 13,24 6,9
Stasiun IV mg/l 11,11 6,15 8,54

Jika dilihat dari kandungan nitrat rata-rata per stasiun pengukuran


tampak terjadi peningkatan kandungan nitrat pada stasiun II. Meningkatnya
kandungan nitrat di lokasi ini diduga disebabkan oleh meningkatnya luas
sawah tadah hujan pada empat kecamatan terdekat dari lokasi stasiun
pengukuran yaitu Kec. Rancabungur, Kec. Ciampea, Kec. Dramaga dan Kec.
Cibungbulang.
Fluktuasi nitrat rata-rata per stasiun

9.60 9.44
9.40
9.20

Nitrat (mg/l)
9.00 8.84

8.80 8.60
8.60
8.40
8.20
8.00
stasiun I stasiun II Stasiun III
stasiun pengamatan

Gambar 16. Fluktuasi nitrat rata-rata per stasiun.

3. Parameter Mikrobiologi
a. Total coli
Bakteri fecal coli sangat erat kaitannya dengan tinja manusia dan
hewan, karena bakteri ini hidup dan berkembang biak secara baik pada media
ini (Fardiaz, 1989 dalam Nugroho, 2003). Berdasarkan hasil pengukuran pada
kandungan total coli rata-rata pada tiga stasiun pengukuran untuk setiap
tahunnya seperti terlihat pada Gambar 17 dapat diketahui bahwa kandungan
total coli rata-rata setiap tahunya mengalami fluktuasi. Kandungan total coli
tertinggi terjadi pada tahun 2001 yaitu 1541 MPN/100 ml, sedangkan
kandungan total coli terendah terjadi pada tahuan 1999 yaitu 586 MPN/100
ml.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 82 tahun 2001 kandungan
total coli rata-rata pada tiga stasiun pengukuran untuk setiap tahunya masih
berada dalam kisaran baku mutu air. Tahun 2000, 2001 dan 2003 kandungan
tota coli berada pada kelas II sementara itu tahun 1999 dan 2002 kondisi air
tersebut berdasarkan kandungan total coli berada pada kelas I.
Fluktuasi total coli rata-rata per tahun

1800
1541
1600 1433

1400
Total Coli (MPN/100 ml)

1083
1200
957
1000

800 586
600

400

200

0
1999 2000 2001 2002 2003
Tahun

Gambar 17. Fluktuasi total coli rata-rata per tahun.


Kandungan total coli untuk setiap stasiun pengukuran mengalami
fluktuasi dari tahun ketahun begitu juga dengan kondisi per stasiunnnya.
Seperti terlihat pada Tabel 11 tidak adanya kecenderungan peningkatan
kandungan total coli dari tahun ke-tahun. Kandungan total coli rata-rata
terendah terjadi pada tahun 1999 yaitu 155 MPN/100 ml, sedangkan
kandungan rata-rata total coli tertinggi terjadi pada tahun 2001 yaitu 1.927
MPN/100 ml. Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 82 tahun 2001
kandungan total coli pada air Sungai Cisadane untuk setiap stasiunnya berada
dalam kelas mutu I, tahun 2000 air sungai ini berada pada kelas II untuk
stasiun I dan III dan kelas I untuk stasiun II, pada tahun 2001 sampai tahun
2003 kondisi air Sungai Cisadane berdasarkan kandungan total coli berada
dalam kelas I untuk stasiun I dan kelas II untuk stasiun II dan III.
Tabel 11. Fluktuasi rata-rata total coli per stasiun untuk setiap tahun
pengukuran
Tahun Pengukuran
Lokasi Satuan
1999 2000 2001 2002 2003
Stasiun II MPN/100 ml 154,8 1430 960 160 923,333
Stasiun III MPN/100 ml 802,13 571,5 1926,67 1260 1481,67
Stasiun IV MPN/100 ml 801,47 1246,5 1736,67 1450 1895

Sedangkan jika diamati dari kandungan total coli rata-rata per stasiun
pengukuran seperti terlihat pada Gambar 18 tampak bahwa terjadi peningkatan
kandungan total coli dari hulu ke stasiun yang lebih hilir. Hal ini kemungkinan
disebabkan akumulasi masuknnya bakteri coli melalui perantara kotoran
manusia dan hewan.
Fluktuasi total coli rata-rata per stasiun

1600 1426
Total Coli (MPN/100ml)

1400 1208
1200
1000
726
800
600
400
200
0
stasiun I stasiun II Stasiun III
stasiun pengamatan

Gambar 18. Fluktuasi total coli rata-rata per stasiun.


B. Status Kualitas Air
Berdasarkan perhitungan nilai indeks kualitas air Sungai Cisadane
rata-rata per tahun seperti terlihat pada Gambar 19 tampak bahwa dari tahun
1999 sampai dengan tahun 2003 kualitas air sungai cisadane berada dalam
kategori baik dan sedang. Tahun 1999 kualitas air Sungai Cisadane yang
melintasi Kabupaten Bogor termasuk dalam kategori baik, tahun 2000 sampai
dengan tahun 2003 kualitas air sungai ini masuk dalam kategori sedang.
Namun jika dilihat perubahan nilai kualitas air per tahunnya tampak bahwa
kualitas air sungai Cisadane dari tahun 1999 sampai dengan tahun 2003
mengalami penurunan. Penurunan kualitas air ini mengindikasikan semakin
meningkatnya beban pencemar yang masuk ke aliran Sungai Cisadane.
Penggunaan lahan di DAS cisadane adalah salah satu faktor utama yang
menyebabkan perubahan kualitas air sungai ini. Meningkatnya luas
pemukiman dan tanah kosong serta menurunnya luas hutan dan vegetasi
campuran mendorong semakin meningkatnya sumber pencemar.
Nilai IMKA 1999-2003
74.12 70.44
80.00
59.07 57.66
70.00 55.52
60.00
Nilai IMKA

50.00
40.00
30.00
20.00
10.00
0.00
1999 2000 2001 2002 2003
Tahun

Gambar 19. Kualitas air dari tahun 1999 sampai tahun 2003.

Jika dilihat per stasiun pengukuran seperti tampak pada Gambar 20


kualitas air sungai pada setiap stasiun ini menunjukkan kecenderungan
menurun untuk setiap tahun pengukuran. Nilai kualitas air terendah terjadi
pada tahun 2002 pada stasiun II sedangkan nilai kualitas air tertinggi terjadi
pada tahun 1999 pada stasiun II.
Kecenderungan menurunnya kualitas air di setiap stasiun ini
mengindikasikan semakin besarnya bahan pencemar yang masuk ke tiap
stasiun. Selain itu penurunan kualitas air ini juga mengindikasikan adanya
perubahan lahan di sekitar stasiun ataupun di hulu stasiun ke peruntukan yang
berpotensi meningkatkan bahan pencemar. Perubahan lahan pada tiap
kecamatan seperti yang terlihat pada Lampiran 9 menunjukkan bahwa hampir
di setiap kecamatan terjadi peningkatan luas permukiman dan tanah kosong
serta menurunnya luas hutan dan vegetasi campuran. Perubahan yang terjadi
ini diduga dapat memicu meningkatnya bahan pencemar yang masuk ke badan
sungai.

Nilai IMKA per stasiun pengukuran

80.00
Nilai IMKA

60.00
40.00
20.00
0.00
1999 2000 2001 2002 2003
Stasiun I 73.03 68.39 58.88 58.83 56.87
Stasiun II 75.73 72.19 60.30 53.48 54.44
Stasiun III 73.60 70.75 58.02 60.67 55.23
Tahun

Gambar 20. Perubahan kualitas air per stasiun pengukuran.

Untuk lebih jelasnya tentang gambaran perubahan kualitas air sungai


Cisadane dapat dilihat di tabel berikut :
Tabel 12. Nilai Indeks Kualitas Air Sungai Cisadane
Nilai IMKA
Stasiun Pengukuran Waktu Pengukuran
1999 2000 2001 2002 2003

P1 78,92 66,44 60,2 61,81 54,56


SI P2 75,49 78,56 59,13 55,85 57,5
P3 64,67 60,17 57,3 58,55
P1 79,79 74,27 58,85 52,3 54,36
S II P2 80,97 78,89 60,03 54,65 55,84
P3 66,45 63,4 62,03 53,13
P1 83,26 70,83 53,86 58,79 54
S III P2 81,03 80,42 61,02 62,54 56,1
P3 56,51 61 59,19 55,6
Rata-rata 74,12 70,44 59,07 57,66 55,52

Keterangan :
SI = Desa Pasir Buncit KA = Kategori Kualitas Air :
S II = Desa Rancabungur 0-25 = kategori sangat buruk
S III = Desa Putatnutung 26-50 = kategori buruk
P1 = Pengukuran ke-satu 51-70 = kategori sedang
P2 = Pengukuran ke-dua 71-90 = kategori baik
P3 = Pengukuran ke-tiga 91-100 = kategori sangat baik
C. Kaitan Perubahan Penggunaan Lahan dengan Kualitas Air
Berdasarkan perhitungan perubahan penggunaan lahan antara tahun
1998 dan 2003 pada beberapa kecamatan di Kabupaten Bogor yang dilalui
Sungai Cisadane seperti terlihat pada Tabel 13 tampak adanya perubahan luas
tiap penggunaan lahan. Luas penggunaan lahan yang mengalami peningkatan
adalah kebun campuran, tanah kosong dan pemukiman sedangkan luas
penggunaan lahan yang mengalami penurunan adalah air, sawah irigasi, semak
belukar, sawah tadah hujan, perkebunan dan hutan atau vegetasi campuran.
Persentase peningkatan luas terbesar terjadi pada luasan kebun campuran dan
tanah kosong masing-masing 92,9% dan 74,9 % sedangkan persentase
penurunan luasan terbesar terjadi pada penggunaan lahan untuk sawah irigasi
dan semak belukar masing-masing 47,7% dan 39,1%.
Menurut Mahmudi (2002) perubahan atau perkembangan pola
penggunaan lahan dipengaruhi oleh dua faktor utama, yaitu faktor alami dan
faktor manusia. Dilihat dari bentuk penggunaan lahan yang mengalami
perubahan pada Tabel 13 dapat diketahui bahwa faktor manusia adalah faktor
dominan yang meyebabkan perkembangan atau perubahan penggunaan lahan.
Perubahan penggunaan lahan ini mempunyai kaitan erat terhadap
perubahan kualitas air Sungai Cisadane. Seperti yang telah dibahas
sebelumnya diketahui bahwa dari tahun 1999 sampai dengan tahun 2003 telah
terjadi peningkatan dan penurunan beberapa parameter kualitas air. Parameter
yang mengalami peningkatan antara lain suhu, kekeruhan, TSS, BOD dan total
coli sedangkan parameter yang mengalami penurunan adalah pH.
Beberapa parameter perubahan penggunaan lahan yang mempunyai
kaitan erat dengan semakin meningkat atau menurunnya kualitas air adalah
peningkatan luas tanah kosong, pemukiman dan kebun campuran. Menurut
Puspaningrum (1997) dalam Umiyati (2002), perubahan lahan menjadi daerah
pemukiman cenderung mengakibatkan dampak negatif, khususnya bila
ditinjau dari laju erosi. Pada lahan terbuka atau tanah kosong terjadinya erosi
tanah akan semakin tinggi, karena permukaan tanah yang tidak terlindungi
akan mengakibatkan air hujan yang jatuh ke tanah akan menggerus permukaan
tanah lalu membawa hasil gerusan ke dalam badan perairan sehingga mutu
perairan berubah. Berdasarkan perhitungan laju erosi yang dikeluarkan oleh
Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Citarum-Ciliwung seperti terlihat
pada lampiran 10, terlihat bahwa tingkat erosi yang terjadi di DAS Cisadane
yang berada di wilayah Kabupaten Bogor cukup tinggi yaitu sekitar
36.434,464 ton/ha/thn dengan perkiraan erosi aktual sebesar 8.925,705
ton/ha/thn.
Peningkatan laju erosi yang diakibatkan perubahan lahan ini dapat
dilihat dengan semakin meningkatnya kekeruhan, TSS dan BOD. Bahan-bahan
berupa lumpur, tanah liat dan bahan-bahan organik yang masuk ke badan
sungai melalui erosi merupakan salah satu faktor utama semakin
meningkatnya kekeruhan dan TSS, selain itu semakin meningkatnya bahan
organik yang ada di perairan sungai secara tidak langsung akan meningkatkan
nilai BOD. Hal ini terjadi karena peningkatan bahan organik yang ada di
dalam air mendorong semakin meningkatnya jumlah oksigen yang harus
disediakan untuk menguraikan bahan organik tersebut baik secara biologis
maupun secara kimia.
Berdasarkan perhitungan kontribusi penduduk dan peternakan
terhadap peningkatan kandungan BOD seperti terlihat pada Lampiran 11,
dapat diketehui bahwa penduduk dan peternakan memiliki peranan yang
cukup signifikan terhadap peningkatan nilai BOD. Dengan asumsi bahwa
semua penduduk yang berada di dalam kawasan DAS Cisadane menggunakan
septic tank dapat diduga bahwa penduduk di kawasan ini menyumbangkan
bahan buangan yang dapat meningkatkan BOD sebesar 9.442 ton/thn, ternak
sapi memberikan kontribusi sebesar 3.939,2 ton/thn, ternak kambing
memberikan kontribusi sebesar 2.162,9 ton/thn, ternak ayam memberikan
kontribusi sebesar 5.164,7 ton/thn.
Dari Tabel 15, terlihat bahwa kandungan nitrat rata-rata pertahun
mengalami penurunan. Penurunan kandungan nitrat ini diduga erat kaitannya
dengan penurunan luas sawah tadah hujan, sawah irigasi dan perkebunan.
Menurut Effendi (2000) Sumber utama nitrogen antropogenik di perairan
berasal dari limbah pertanian dan perkebunan yang menggunakan pupuk
kandang maupun pupuk buatan dan juga berasal dari kegiatan domestik.
Penurunan luas sawah irigasi, sawah tadah hujan dan perkebunan masing-
masing sebesar 3538,8 Ha, 1700 Ha dan 3259,9 Ha.
Tabel 13. Luas perubahan penggunaan lahan 1998-2003
Persentase
No Luas 1998 Luas 2003 Perubahan
Jenis Penggunaan Lahan Perubahan
(Ha) (Ha) (Ha)
(%)
1 Air 1837,2 1606,8 -230,4 -12,5
2 Sawah Irigasi 7424,9 3886,2 -3538,8 -47,7
3 Semak Belukar 41886,2 25492,5 -16393,7 -39,1
4 Kebun Campuran 23619,9 45568,2 21948,3 92,9
5 Sawah tadah hujan 9241,9 7541,6 -1700,3 -18,4
6 Tanah kosong 5842,1 10215,8 4373,7 74,9
7 Perkebunan 14603,6 11343,7 -3259,9 -22,3
8 Pemu kiman 21397,3 22279,2 881,9 4,1
9 Hutan/vegetasi campuran 29352,9 27289,3 -2063,6 -7,0
Ket : Nilai () = luas berkurang

Memperhatikan Gambar 19 dan Tabel 13 dapat dijelaskan bahwa


selama kurun waktu 1999 sampai dengan 2003 nilai indeks kualitas air Sungai
Cisadane yang melintasi wilayah Kabupaten Bogor telah mengalami
penurunan yaitu dari 74,12 menjadi 55,52. Penurunan nilai indeks kualitas air
ini telah merubah tingkat kualitas air Sungai Cisadane yang melintasi
Kabupaten Bogor dari kategori baik menjadi sedang. Penurunan nilai indeks
kualitas air ini berkaitan erat dengan perubahan penggunaan lahan yang
menyebabkan semakin meningkatnya beban pencemar yang masuk ke badan
sungai.
VI. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
1. Kualitas perairan Sungai Cisadane mengalami perubahan yang bersifat
fluktuatif dari tahun ke tahun. Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 82
tahun 2001 perairan Sungai Cisadane selama tahun 1999 sampai dengan
tahun 2003 tidak memenuhi baku mutu air minum (kelas I) terutama
parameter pH, TSS, nitrat, BOD, DO, dan total Coli sudah melebihi
ambang baku yang ditetapkan untuk air minum.
2. Berdasarkan hasil perhitungan Indeks Mutu Kualitas Air (IMKA), Sungai
Cisadane pada tahun 1999 termasuk pada kategori baik, sedangkan untuk
tahun 2000 sampai dengan tahun 2003 Sungai Cisadane termasuk dalam
kategori sedang.
3. Selama tahun 1999 sampai dengan tahun 2003 telah terjadi perubahan
penggunaan lahan di wilayah Kabupaten Bogor. Penggunaan lahan yang
mengalami peningkatan adalah kebun campuran, tanah kosong, dan
pemukiman sedangkan luas penggunaan lahan yang mengalami penurunan
antara lain sawah irigasi, semak belukar, air, sawah tadah hujan,
perkebunan dan hutan atau vegetasi campuran. Hal ini menyebabkan
menurunnya kualitas air Sungai Cisadane

B. Saran
1. Untuk memperbaiki kondisi kualitas air Sungai Cisadane diperlukan upaya
pemeliharaan DAS Cisadane secara terpadu yang melibatkan seluruh
pihak dan pengawasan pada kegiatan yang berpotensi meningkatkan beban
pencemaran.
2. Perlunya pengawasan dan penataan penggunaan lahan di wilayah
Kabupaten Bogor utuk menjaga kualitas perairan Sungai Cisadane dan
untuk mencegah dampak negatif dari rusaknya DAS Cisadane.
DAFTAR PUSTAKA

Adrian, C. 2003. Evaluasi Kualitas Air Kali Bekasi di Kota Bekasi Dengan
Pendekatan Pengukuran Parameter Fisik-Kimia dan Biologi
(Bioindikator). (Skripsi). Institut Pertanian Bogor, Program Studi
Konservasi Sumberdaya Hutan, Fakultas Kehutanan. Bogor.

Arsyad, S. 2000. Konservasi Tanah dan Air. IPB Press. Bogor

Arwindrasti, B.K. 1997. Kajian Karakteristik Hidrologi Daerah Aliran Sungai


Cisadane. (Tesis). Institut Pertanian Bogor, Program Pascasarjana. Bogor.

Asdak, C. 2002. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Gadjah Mada
University Press. Yogyakarta.

Damar A, Natih NMN, Atmadipoera AS. 1995. Pengaruh Beberapa Penggunaan


Lahan Terhadap Kondisi Air di Perairan Pesisir Kabupaten Indramayu,
Jawa Barat. Fakultas Perikanan Dan Ilmu Kelautan IPB dan Lembaga
Penelitian IPB

Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumberdaya dan


Lingkungan Perairan. Kanisius. Yogyakarta.

Fardiaz, S. 1992. Polusi Air dan Udara. Kanisius. Yogyakarta

Hamilton, Lawrence S. 1986. Daerah Aliran Sungai Hutan Hujan Tropika .


Gadjahmada University Press. Yogyakarta.

Harimurthy, S. 2002. Tipologi Komunitas Makrozoobenthos sebagai Bioindikator


Pencemaran Perairan di Muara Sungai Donan, Cilacap, Jawa Tengah.
(Skripsi). Institut Pertanian Bogor, Program Studi Manajemen
Sumberdaya Perairan, Fakultas perikanan dan Ilmu Kelautan. Bogor.

Harjowigeno, S. dan S. Sukmana. 1995. Menentukan Tingkat Bahaya Erosi


(Erosion Hazard Evaluation). Centre For Soil And Agroclimate Research.
Bogor.

Harjowigeno, S. 2003. Ilmu Tanah. Akademika Pressindo. Jakarta

Imany, NE. 2001. Evaluasi Kualitas Air Sungai Ciliwung di DKI Jakarta.
(Skripsi). Institut Pertanian Bogor , Program Studi Manajemen
Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Bogor.

Manan, S. 1998. Hutan Rimbawan dan Masyarakat. IPB Press. Bogor.


Nugraheni, N. 2001. Pengkajian Kualitas Perairan Wilayah Keramba Jaring
Apung, Waduk Jati Luhur. (Skripsi). Institut Pertanian Bogor, Program
Studi Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan. Bogor.

Nugroho, AP. 2003. Evaluasi Kualitas air Sungai Ciliwung di Wilayah DKI
Jakarta Melalui Pendekatan Indeks Kualitas Air National Sanitation
Foundatioon (IKAsNSF WQI). (Skripsi). Institut Pertanian Bogor,
Program Studi Konservasi Sumberdaya Hutan, Fakultas Kehutanan.
Bogor.

Perdani, V. 2001. Evaluasi Kualitas Air dan Komunitas Makrozoobenthos Pada


Sungai Cileungsi-Bekasi di Kabupaten Bogor dan Bekasi. (Skripsi).
Institut Pertanian Bogor, Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan
, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Bogor.

Purwanto, E. 1997. Pengaruh Perubahan Kualitas Air Terhadap Komunitas


Makrozoobenthos di Sungai Kampar, Kabupaten Kampar, Propinsi Riau.
(Tesis). Institut Pertanian Bogor, Program Pascasarjana. Bogor.

Puspita, L. 2003. Kualitas Air Sungai Citeureup-Cileungsi dan Kaitannya Dengan


Buangan Libah Cair Industri. [Skripsi]. Institut Pertanian Bogor, Program
Studi Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan. Bogor :

Rushayati, SB. 1999. Pengaruh Perubahan Penggunaan Lahan Terhadap


Kandungan Bahan Organik dan Sedimen Tersuspensi di Daerah Aliran
Sungai Ciliwung Hulu-Tengah. (Tesis). Institut Pertanian Bogor, Program
Pascasarjana. Bogor.

Simonangkir, D. 1984. Dampak Limbah Cair Pabrik Kertas Terhadap Kualitas


Air. (skripsi). Institut Pertanian Bogor, Program Studi Konservasi
Sumberdaya Hutan, Fakultas Kehutanan. Bogor.

Sinukaban, N. 1989. Konservasi Tanah dan Air di Daerah Transmigrasi. PT.


Indeco Duta utama.

Taufik, KL. 2003. Kualitas Air Hulu dan Tengah Sungai Ciliwung Kabupaten
Bogor, Jawa Barat. (Skripsi). Institut Pertanian Bogor, Program Studi
Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan.
Bogor.

Umiyati. 2002. Kualitas Air Sungai Cisadane Bagian Hulu dan Tengah yang
Melintasi Wilayah Kabupaten Bogor, Jawa Barat Selama Periode 1996-
2000. (Skripsi). Institut Pertanian Bogor, Program Studi Manajemen
Sumberdaya Perairan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Bogor.
Widiastuty, S. 2001. Dampak Pengolahan Limbah Cair PT. Pupuk Sriwidjaja
Terhadap Kualitas air Sungai Musi Kotamadya Palembang. (Tesis).
Institut Pertanian Bogor, Program Pascasarjana. Bogor.

Yuristria, T. 1994. Dampak Limbah Cair Pabrik Kertas Tjiwi Kimia Mojokerto
Jawa Timur Terhadap Kualitas Perairan Kali Magetan. (skripsi). Institut
Pertanian Bogor, Program Studi Konservasi Sumberdaya Hutan, Fakultas
Kehutanan. Bogor.
Lampiran 1: Peta lokasi sampling
Lampiran 2.

A. Peraturan Pemerintah RI No. 82 Tahun 2001

Kelas
No Parameter Satuan Keterangan
I II III IV

Parameter Fisika
1 Suhu C Deviasi 3 Deviasi 3 Deviasi 3 Deviasi 5 Deviasi temperaur dari keadaan alaminya
2 TDS Mg/l 1000 1000 1000 2000
3 Kekeruhan NTU t.a t.a t.a t.a
4 DHL mhos/cm t.a t.a t.a t.a
Parameter Kimia
Apabila secara alamiah diluar rentang tersebut, maka
5 pH - 6-9 6-9 6-9 5-9
ditentukan berdasarkan kondisi almiah
6 DO Mg/l 6 4 3 0 Angka batas minimum
Bagi perikanan kandungan amonia bebas untuk ikan yang peka
7 NH3-N Mg/l 0,5 t.a t.a t.a
0,02 mg/l sebagai NH3
Bagi Pengolahan air minum secara konvensional, NO2-
8 NO2-N Mg/l 0,06 0,06 0,06 t.a
N1mg/l
9 NO3-N Mg/l 10 10 20 20
10 Cl2 Mg/l 0,03 0,03 0,03 t.a Bagi air baku untuk air minum tidak dipersyaratkan
6+
11 Cr Mg/l 0,05 0,05 0,05 0,01
12 Hg Mg/l 0,001 0,002 0,002 0,005
Lampiran 2. ( Lanjutan)

Kelas
No Parameter Satuan I II III IV Keterangan
13 Fe Mg/l 0,3 t.a t.a t.a Bagi pengolahan air minum secara konvensional, Fe 5 mg/l
14 Mn Mg/l 0,1 t.a t.a t.a
15 Zn Mg/l 0,05 0,05 0,05 2 Bagi pengolahan air minum secara konvensional, Zn 5 mg/l
16 Cu Mg/l 0,02 0,02 0,02 0,2 Bagi pengolahan air minum secara konvensional, Cu 1 mg/l
17 Pb Mg/l 0,03 0,03 0,03 1 Bagi pengolahan air minum secara konvensional, Pb 1 mg/l
18 Cd Mg/l 0,01 0,01 0,01 0,01
19 CN Mg/l 0,02 0,02 0,02 t.a
20 Fenol Mg/l 0,001 0,001 0,001 t.a
21 Minyak dan lemak Mg/l 1 1 1 t.a
Senyawa aktif biru
22 metilen (deterjen) Mg/l 0,2 0,2 0,2 t.a

Parameter Mikrobiologi
23 Facel Coliform MPN/100 ml 100 1000 2000 2000 Bagi pengolahan air minum secara konvensional, Fecal
Coliform 2000 MPN/100 ml dan Coliform 10000 MPN/
24 Total Coli MPN/100 ml 1000 5000 10000 10000 100 ml

Keterangan :
t.a = tidak ada keterangan

Lampiran 2. ( Lanjutan)
Lampiran 2. ( Lanjutan)
B. SK Gub. Jawa Barat No.38 tahun 1991
Kriteria Kualitas Air (baku Mutu/Golongan)
No. Parameter Satuan
B C D B;C;D
FISIKA
Suhu
Suhu Air Suhu Air Suhu Air
1 Suhu C Air
Normal Normal Normal
Normal
2 TDS mg/l 1000 1000 1000 1000
3 Kekeruhan NTU t.a t.a t.a t.a
4 DHL mhos/cm t.a t.a 2250 2250
KIMIA
5 pH mg/l 5-9 6-9 5-9 6-9
6 DO mg/l 6 3 t.a 3
7 NH3-N mg/l 0.5 0.02. t.a 0.02
8 NO2-N mg/l 1 0.06 t.a 0.006
9 NO3-N mg/l 10 t.a t.a 10
10 Cl2 mg/l t.a 0.003 t.a 0.003
11 Cr6+ mg/l 0.05 t.a 1 0.005
12 Hg mg/l 0.001 0.002 0.005 0.001
13 Fe mg/l 5 t.a t.a 5
14 Mn mg/l 0.5 t.a 2 0.5
15 Zn mg/l 5 0.02 2 0.02
16 Cu mg/l 1 0.02 0.2 0.02
17 Pb mg/l 0.1 0.03 1 0.03
18 Cd mg/l 0.01 0.05 0.05 0.01
19 Cn mg/l 0.1 0.02 t.a 0.02
20 Fenol mg/l 0.002 0.001 t.a 0.001
21 Minyak & lemak mg/l 0 1 t.a 0
Senyawa aktif biru metilen
22 mg/l 0.5 0.2 t.a 0.2
(detergen)
MIKROBIOLOGI
23 Fecal Coliform MPN/100 ml 2000 t.a t.a 2000
Lampiran 2. ( Lanjutan)

Kriteria Kualitas Air (baku Mutu/Golongan)


No. Parameter Satuan
B C D B;C;D
FISIKA
Suhu Air
1 Suhu C Suhu Air Normal Suhu Air Normal Suhu Air Normal
Normal
2 TDS mg/l 1000 1000 1000 1000
3 Kekeruhan NTU t.a t.a t.a t.a
4 DHL mhos/cm t.a t.a 2250 2250
KIMIA
5 pH mg/l 5-9 6-9 5-9 6-9
6 DO mg/l 6 3 t.a 3
7 NH3-N mg/l 0.5 0.02. t.a 0.02
8 NO2-N mg/l 1 0.06 t.a 0.006
9 NO3-N mg/l 10 t.a t.a 10
10 Cl2 mg/l t.a 0.003 t.a 0.003
11 Cr6+ mg/l 0.05 t.a 1 0.005
12 Hg mg/l 0.001 0.002 0.005 0.001
13 Fe mg/l 5 t.a t.a 5
14 Mn mg/l 0.5 t.a 2 0.5
15 Zn mg/l 5 0.02 2 0.02
16 Cu mg/l 1 0.02 0.2 0.02
17 Pb mg/l 0.1 0.03 1 0.03
18 Cd mg/l 0.01 0.05 0.05 0.01
19 Cn mg/l 0.1 0.02 t.a 0.02
20 Fenol mg/l 0.002 0.001 t.a 0.001
21 Minyak & lemak mg/l 0 1 t.a 0
22 Senyawa aktif biru metilen (detergen) mg/l 0.5 0.2 t.a 0.2
MIKROBIOLOGI
23 Fecal Coliform MPN/100 ml 2000 t.a t.a 2000
24 Total Coli MPN/100 ml 10000 t.a t.a 10000
Lampiran 3. Kurva sub indeks nilai IMKA
Lampiran 3.( Lanjutan)
Lampiran 3. (Lanjutan)
Lampiran 4. Data Hasil Pengukuran Tahun 1999-2003
Hasil Pengamatan
Tahun Parameter Satuan Stasiun II Stasiun III Stasiun IV
P1 P2 P3 P1 P2 P3 P1 P2 P3
Suhu C 22,8 24,0 22,0 28,0 30,5 28,0 28,0 31,0 27,0
TSS mg/l 34,0 6,0 24,0 10,0 10,0 42,0 60,0 12,0 60,0
Kekeruhan NTU 20,0 32,0 17,0 23,0 13,0 25,0 35,0 11,0 92,0
1999 DO mg/l 7,9 7,7 7,5 7,7 7,5 7,8 8,2 7,3 6,6
pH 6,8 7,4 7,9 7,0 7,6 7,8 7,0 7,4 7,7
BOD5 mg/l 2,8 9,4 4,1 3,6 9,0 5,3 2.01 8,2 22,6
Total Coli MPN/100ml 2,2 2,2 460 4,2 2,2 2400 2,2 2,2 2400
Suhu C 23,8 27,0 23,3 29,8 29,8 27,2 28,6 30,5 27,0
TSS mg/l 58,0 50,0 50,0 40,0 36,0 30,0 92,0 38,0 188,0
Kekeruhan NTU 17,0 26,0 20,0 30,0 25,0 27,0 20,0 26,0 65,0
2000 DO mg/l 7,4 8,2 7,1 7,4 8,2 6,9 7,2 8,3 6,9
pH 6,5 6,3 7,8 7,2 6,3 7,5 7,2 7,4 7,4
BOD5 mg/l 1,6 4,0 9,5 1,6 3,2 10,7 5,6 4,4 8,7
Total Coli MPN/100ml 460 - 2400 43 - 1100 93 - 2400
Suhu C 24,9 27,5 28,0 27,2 28,0 28,0 27,4 27,5 28,0
TDS mg/l 600 1200 1320 570 1100 1210 410 980 1100
Kekeruhan NTU 60,0 70,0 80,0 58,0 65,0 70,0 70,0 70,0 80,0
2001 DO mg/l 8,0 7,0 10,2 7,6 7,2 9,8 6,8 8,0 9,2
pH 7,0 6,8 6,8 6,9 7,2 6,5 6,4 6,9 6,8
Nitrat mg/l 7,2 12,5 14,1 4,6 10,4 9,6 10,1 10,8 12,5
Total Coli MPN/100 ml 560 870 1450 1600 1900 2280 1460 1780 1970
Suhu C 26,5 27,5 - 27,6 27,8 - 29,5 29,5 -
TDS Mg/l 210,0 310,0 - 420,0 520,0 - 560,0 560,0 -
Kekeruhan NTU 56,0 60,0 - 60,0 70,0 - 50,0 50,0 -
DO mg/l 7,8 6,7 - 6,2 6,8 - 7,2 7,2 -
2002
pH 6,2 6,4 - 7,1 7,2 - 7,2 7,2 -
Nitrat mg/l 8,6 12,4 - 14,3 12,2 - 6,2 6,2 -
BOD5 mg/l 40,2 40,6 - 60,1 70,2 - 20,9 20,9 -
Total Coli MPN/100ml 140 180 - 1120 1400 - 1450 1450 -
Suhu C 23,9 25,0 26,4 28,5 29,8 31,4 28,2 29,6 31,1
TDS Mg/l 310,0 330,0 341,8 420,0 440,0 463,1 580,0 610,0 639,5
TSS Mg/l 180,0 190,0 198,5 420,0 442,0 463,1 380,0 400,0 419,0
Kekeruhan NTU 60,4 64,0 66,2 75,0 78,5 82,8 61,0 64,0 67,5
2003 DO mg/l 8,6 9,0 9,5 7,8 8,2 8,6 7,3 7,6 8,0
pH 6,2 6,7 6,8 6,9 7,3 7,6 6,8 7,1 7,5
Nitrat mg/l 4,5 4,7 5,0 6,9 6,7 7,0 8,1 8,5 9,0
BOD5 mg/l 186,4 195,7 205,5 180,2 189,2 198,6 242,2 254,3 267,0
Total Coli MPN/100ml 880 920 970 1400 1500 1545 1800 1900 1985
Keterangan:
NTU = Nephelometric Turbidity unit
MPN = Most Probable Number
mg = miligram
l = liter
Lampiran 5. Perhitungan nilai IMKA
Parameter Pengukuran 1 Pengukuran 2 Pengukuran3
Tahun Parameter
Perhitungan S1 S2 S3 S1 S2 S3 S1 S2 S3
Data Pengukuran 6,84 6,97 6,99 7,35 7,55 7,35 7,85 7,75 7,65
Li 86,5 90,03 90,5 93,5 92 93,5 89,5 90,5 91,17
PH
Wi 0,15 0,15 0,15 0,15 0,15 0,15 0,15 0,15 0,15
Wi*li 12,98 13,5 13,58 14,03 13,8 14,03 13,43 13,58 13,68
Data Pengukuran 7,9 7,7 8,2 7,7 7,5 7,3 7,5 7,75 6,6
Suhu 22,8 28 28 24 30,5 31 22 28 27
tlarut 8,68 9,9 9,9 8,5 7,55 7,5 8,8 9,9 9,05
DO
%saturasi 91,01 77,78 82,83 90,59 99,34 97,33 85,23 78,28 72,93
(mg/l)
indaks I 95 81 88 95 99,5 99 88,5 82 77,5
WI 0,213 0,213 0,213 0,213 0,213 0,213 0,213 0,213 0,213
Wi*li 20,19 17,21 18,70 20,19 21,14 21,04 18,81 17,43 16,47
Data Pengukuran 2,81 3,62 2,01 9,38 8,98 8,16 4,1 5,33 22,55
BOD li 73 62 74 33 32,5 35 58 53 9
(mg/l) Wi 0,125 0,125 0,125 0,125 0,125 0,125 0,125 0,125 0,125
Wi*li 9,125 7,75 9,25 4,125 4,063 4,375 7,25 6,625 1,125
Data Pengukuran 22,8 28 28 24 30,5 31 22 28 27
1999
dev 4,75 -0,45 -0,45 3,55 -2,95 -3,45 5,55 -0,45 0,55
Suhu
li 40 91 91 57 79 73 36 91 91
(C)
Wi 0,125 0,125 0,125 0,125 0,125 0,125 0,125 0,125 0,125
Wi*li 5 11,38 11,38 7,125 9,875 9,125 4,5 11,38 11,38
Data Pengukuran 20 23 35 32 13 11 17 25 92
Kekeruhan li 61,5 57,5 48 49,5 69,5 73 66 56 18
(NTU) Wi 0,1 0,1 0,1 0,1 0,1 0,1 0,1 0,1 0,1
Wi*li 6,15 5,75 4,8 4,95 6,95 7,3 6,6 5,6 1,8
Data Pengukuran 34 10 60 6 10 12 24 25 60
TSS li 84,24 80,71 85 80,14 80,71 81 82,71 82,86 85
(mg/l) Wi 0,1 0,1 0,1 0,1 0,1 0,1 0,1 0,1 0,1
Wi*li 8,424 8,071 8,5 8,014 8,071 8,1 8,271 8,286 8,5
Data Pengukuran 2,2 4,2 2,2 2,2 2,2 2,2 460 2400 2400
Total Coli li 91 86 91 91 91 91 31 19 19
(MPN/100
ml) Wi 0,188 0,188 0,188 0,188 0,188 0,188 0,188 0,188 0,188
Wi*li 17,06 16,13 17,06 17,06 17,06 17,06 5,81 3,56 3,56

Hasil Perhitungan Nilai IMKA 1999

Pengukuran Tahun 1999


Lokasi
Waktu Pengukuran Hasil Perhitungan Kategori
Pengukuran I 78,92 Baik
Desa Pasir Buncit Pengukuran II 75,49 Baik
Pengukuran III 64,67 Sedang
Pengukuran I 79,79 Baik
Desa Rancabungur Pengukuran II 80,97 Baik
Pengukuran III 66,45 Sedang
Pengukuran I 83,26 Baik
Desa Putatnutung Pengukuran II 81,03 Baik
Pengukuran III 56,51 Sedang
Rata-rata 74,12 Sedang
Lampiran 5. (lanjutan)

Parameter Pengukuran 1 Pengukuran 2 Pengukuran3


Tahun Parameter
Perhitungan S1 S2 S3 S1 S2 S3 S1 S2 S3
Data Pengukuran 6,5 7,2 7,2 6,3 6,3 7,4 7,8 7,5 7,4
li 80 91 91 74 74 94 89,5 92 94
pH
Wi 0,15 0,15 0,15 0,185 0,185 0,185 0,15 0,15 0,15
Wi*li 12 13,65 13,65 13,66 13,66 17,35 13,43 13,8 14,1
Data Pengukuran 7,4 7,4 7,2 8,2 8,2 8,3 7,1 6,9 6,9
Suhu 23,8 29,8 28,6 27 29,8 30,5 23,3 27,2 27
tlarut 8,53 7,83 9,21 9,05 7,83 7,55 8,605 9,22 9,05
DO
%saturasi 86,75 94,51 78,18 90,61 104,73 109,93 82,51 74,84 76,24
(mg/l)
indaks I 90,5 96 82 95 99 97 88 80 81
WI 0,213 0,213 0,213 0,262 0,262 0,262 0,213 0,213 0,213
Wi*li 19,23 20,40 17,43 24,84 25,89 25,37 18,70 17,00 17,21
Data Pengukuran 1,6 1,6 5,6 4 3,2 4,4 9,5 10,7 8,7
BOD li 83 83 50,5 58 62,5 56 32,5 28 33
(mg/l) Wi 0,125 0,125 0,125 0,154 0,154 0,154 0,125 0,125 0,125
Wi*li 10,38 10,38 6,313 8,92 9,613 8,613 4,063 3,5 4,125
Data Pengukuran 23,8 29,8 28,6 27 29,8 30,5 23,3 27,2 27
2000
dev 3,75 -2,25 -1,05 0,55 -2,25 -2,95 4,25 0,35 0,55
Suhu
li 53 83 88 91 83 79 45 92 91
(C)
Wi 0,125 0,125 0,125 0,154 0,154 0,154 0,125 0,125 0,125
Wi*li 6,625 10,38 11 14 12,77 12,15 5,625 11,5 11,38
Data Pengukuran 17 30 20 26 25 26 20 27 65
Kekeruhan li 66 52,5 61,5 55,5 56 55,5 61,5 54 29,5
(NTU) Wi 0,1 0,1 0,1 0,121 0,121 0,121 0,1 0,1 0,1
Wi*li 6,6 5,25 6,15 6,704 6,765 6,704 6,15 5,4 2,95
Data Pengukuran 58 40 92 50 36 38 50 30 188
TSS li 58 85 84,2 86,42 84,43 84,71 86,42 83,57 76,77
(mg/l) Wi 0,1 0,1 0,1 0,121 0,121 0,121 0,1 0,1 0,1
Wi*li 5,8 8,5 8,42 10,44 10,2 10,23 8,642 8,357 7,677
Data Pengukuran 460 430 93 2400 1100 2400
Total Coli li 31 30,5 42 19 20,5 19
(MPN/100
ml) Wi 0,188 0,188 0,188 0,188 0,188 0,188
Wi*li 5,813 5,719 7,875 3,563 3,844 3,563

Hasil Perhitungan Nilai IMKA 2000

Pengukuran Tahun 2000


Lokasi
Waktu Pengukuran Hasil Perhitungan Kategori
Pengukuran I 66,444 Sedang
Desa Pasir Buncit Pengukuran II 78,563 Baik
Pengukuran III 60,167 Sedang
Pengukuran I 74,269 Baik
Desa Rancabungur Pengukuran II 78,891 Baik
Pengukuran III 63,401 Sedang
Pengukuran I 70,832 Baik
Desa Putatnutung Pengukuran II 80,418 Baik
Pengukuran III 61,002 Sedang
Rata-rata 70,443 Sedang
Lampiran 5. (lanjutan)
Parameter Pengukuran 1 Pengukuran 2 Pengukuran3
Tahun Parameter
Perhitungan S1 S2 S3 S1 S2 S3 S1 S2 S3
Data Pengukuran 6,96 6,87 6,42 6,80 7,20 6,90 6,75 6,54 6,82
li 90,20 89,50 83,60 89,00 91,00 90,00 88,00 83,80 89,40
pH
Wi 0,150 0,150 0,150 0,150 0,150 0,150 0,150 0,150 0,150
Wi*li 13,53 13,43 12,54 13,35 13,65 13,50 13,20 12,57 13,41
Data Pengukuran 8,00 7,60 6,80 7,00 7,20 8,00 10,20 9,80 9,20
Suhu 22,8 28 28 24 30,5 31 22 28 27
tlarut 8,68 9,90 9,90 8,50 7,55 7,50 8,80 9,90 9,05
DO
%saturasi 92,17 76,77 68,69 82,35 95,36 106,67 115,91 98,99 101,66
(mg/l)
Indaks I 95,5 81 74 88 98 98 93 99,5 99,5
WI 0,212 0,212 0,212 0,212 0,212 0,212 0,212 0,212 0,212
Wi*li 20,25 17,17 15,69 18,66 20,78 20,78 19,72 21,09 21,09
Data Pengukuran 24,90 27,20 27,40 27,50 28,00 27,50 28,00 28,00 28,00
dev 2,65 0,35 0,15 0,05 -0,45 0,05 -0,45 -0,45 -0,45
Suhu
li 71,00 92,00 92,00 93,00 91,00 93,00 91,00 91,00 91,00
(C)
Wi 0,125 0,125 0,125 0,125 0,125 0,125 0,125 0,125 0,125
Wi*li 8,88 11,50 11,50 11,63 11,38 11,63 11,38 11,38 11,38
2001
Data Pengukuran 60,00 58,00 70,00 70,00 65,00 70,00 80,00 70,00 80,00
Kekeruhan li 32,50 33,00 37,50 37,50 29,50 37,50 23,00 37,50 23,00
(NTU) Wi 0,100 0,100 0,100 0,100 0,100 0,100 0,100 0,100 0,100
Wi*li 3,25 3,30 3,75 3,75 2,95 3,75 2,30 3,75 2,30
Data Pengukuran 7,20 4,60 10,12 12,50 10,40 10,75 14,12 9,56 12,45
Nitrat li 55,52 61,52 46,00 43,38 45,50 45,30 39,00 46,50 43,39
(mg/l) Wi 0,125 0,125 0,125 0,125 0,125 0,125 0,125 0,125 0,125
Wi*li 6,94 7,69 5,75 5,42 5,69 5,66 4,88 5,81 5,42
Data Pengukuran 600 570 410 1200 1100 980 1320 1210 1100
TDS li 20,0 20,0 8,0 20,0 20,0 20,0 20,0 20,0 20,0
(mg/l) Wi 0,10 0,10 0,10 0,10 0,10 0,10 0,10 0,10 0,10
Wi*li 2,00 2,00 0,80 2,00 2,00 2,00 2,00 2,00 2,00
Data Pengukuran 560 1600 1460 870 1900 1780 1450 2280 1970
Total Coli li 28,50 20,00 20,40 23,00 19,10 19,70 20,40 28,90 19,07
(MPN/100
ml) Wi 0,188 0,188 0,188 0,188 0,188 0,188 0,188 0,188 0,188
Wi*li 5,36 3,76 3,84 4,32 3,59 3,70 3,84 5,43 3,59

Hasil Perhitungan Nilai IMKA 2001


Pengukuran Tahun 2002
Lokasi
Waktu Pengukuran Hasil Perhitungan Kategori
Desa Pasir Buncit Pengukuran I 60,2 Sedang
Pengukuran II 59,13 Sedang
Pengukuran III 57,3 Sedang
Desa Rancabungur Pengukuran I 58,85 Sedang
Pengukuran II 60,03 Sedang
Pengukuran III 62,03 Sedang
Desa Putatnutung Pengukuran I 53,86 Sedang
Pengukuran II 61,02 Sedang
Pengukuran III 59,19 Sedang
Rata-rata 59,07 Sedang
Lampiran 5. (lanjutan)
Pengukuran 1 Pengukuran 2
Tahun Parameter Parameter Perhitungan
S1 S2 S3 S1 S2 S3
Data Pengukuran 6,15 7,1 7,16 6,4 7,16 7,16
li 65,5 91,15 65,5 75 91,15 91,15
pH
Wi 0,133 0,133 0,133 0,133 0,133 0,133
Wi*li 8,731 12,15 8,731 9,998 12,15 12,15
Data Pengukuran 7,8 6,2 7,2 6,7 6,8 7,2
Suhu 26,5 27,6 29,5 27,5 27,8 29,5
tlarut 8,625 9,56 8,175 9,475 9,73 8,175
DO
% saturasi 90,43 64,85 88,07 70,71 69,89 88,07
(mg/l)
indaks I 95 66 93 73,5 73 93
WI 0,189 0,189 0,189 0,189 0,189 0,189
Wi*li 17,95 12,47 17,57 13,88 13,79 17,57
Data Pengukuran 40,24 60,12 20,85 40,6 70,16 20,85
BOD li 2 2 10 2 2 10
(mg/l) Wi 0,111 0,111 0,111 0,111 0,111 0,111
Wi*li 0,222 0,222 1,111 0,222 0,222 1,111
Data Pengukuran 26,5 27,6 29,5 27,5 27,8 29,5
dev 1,05 -0,5 -1,95 0,05 0,25 -1,95
Suhu
li 85 91 85 93 92 85
2002 (C)
Wi 0,111 0,111 0,111 0,111 0,111 0,111
Wi*li 9,444 10,11 9,444 10,33 10,22 9,444
Data Pengukuran 56 60 50 60 70 50
Kekeruhan li 34 32,5 38 32,5 37,5 38
(NTU) Wi 0,089 0,089 0,089 0,089 0,089 0,089
Wi*li 3,023 2,889 3,378 2,889 3,334 3,378
Data Pengukuran 8,85 14,28 6,15 12,4 12,2 6,15
Nitrat li 51,69 39 58 43,39 43,42 58
(mg/l) Wi 0,111 0,111 0,111 0,111 0,111 0,111
Wi*li 5,743 4,333 6,444 4,821 4,824 6,444
Data Pengukuran 210 420 560 310 520 560
TDS li 36,00 7,00 20,00 28,50 20,00 20,00
(mg/l) Wi 0,089 0,089 0,089 0,089 0,089 0,089
Wi*li 3,20 0,62 1,78 2,53 1,78 1,78
Data Pengukuran 5 40 20 10 60 20
Total Coli li 81 57 62 67 50 64
(MPN/100
ml) Wi 0,167 0,167 0,167 0,167 0,167 0,167
Wi*li 13,5 9,502 10,34 11,17 8,335 10,67

Hasil Perhitungan Nilai IMKA 2002


Pengukuran Tahun 2002
Lokasi
Waktu Pengukuran Hasil Perhitungan Kategori
Pengukuran I 61,81 Sedang
Desa Pasir Buncit
Pengukuran II 55,85 Sedang
Pengukuran I 52,3 Sedang
Desa Rancabungur
Pengukuran II 54,65 Sedang
Pengukuran I 58,79 Sedang
Desa Putatnutung
Pengukuran II 62,54 Sedang
Rata-rata 57,66 Sedang
Lampiran 5. (lanjutan)
Parameter Pengukuran 1 Pengukuran 2 Pengukuran3
Tahun Parameter
Perhitungan S1 S2 S3 S1 S2 S3 S1 S2 S3
Data Pengukuran 6,2 6,87 6,8 6,7 7,25 7,14 6,84 7,57 7,49
li 66 89,5 89 86,5 91,5 91,1 89,5 91,5 93
pH
Wi 0,133 0,133 0,133 0,133 0,133 0,133 0,133 0,133 0,133
Wi*li 8,798 11,93 11,86 11,53 12,2 12,14 11,93 12,2 12,4
Data Pengukuran 8,6 7,8 7,3 9 8,2 7,6 9,48 8,599 8,048
Suhu 23,9 28,5 28,2 25 29,8 29,6 26,4 31,4 31,1
tlarut 8,515 9,325 9,67 8,35 7,83 8,06 8,54 7,46 7,49
DO
%saturasi 101,0 83,65 75,49 107,78 104,73 94,29 111,01 115,27 107,45
(mg/l)
indaks I 100 88,5 80 98 99 96 94 93 98
WI 0,189 0,189 0,189 0,189 0,189 0,189 0,189 0,189 0,189
Wi*li 18,89 16,72 15,11 18,51 18,70 18,13 17,76 17,57 18,51
Data Pengukuran 186,4 180,2 242,2 195,7 189,2 254,3 205,5 198,6 267
BOD li 2 2 2 2 2 2 2 2 2
(mg/l) Wi 0,111 0,111 0,111 0,111 0,111 0,111 0,111 0,111 0,111
Wi*li 0,222 0,222 0,222 0,222 0,222 0,222 0,222 0,222 0,222
Data Pengukuran 23,9 28,5 28,2 25 29,8 29,6 26,4 31,4 31,1
dev 3,65 0,95 -0,65 2,55 -2,25 -2,05 1,15 -3,85 -3,55
Suhu
li 53 88 90 73 83 84 87 72 73
2003 (C)
Wi 0,111 0,111 0,111 0,111 0,111 0,111 0,111 0,111 0,111
Wi*li 5,888 9,777 9,999 8,11 9,221 9,332 9,666 7,999 8,11
Data Pengukuran 60,4 75 61 64 78,5 64 66,2 82,8 67,5
Kekeruhan li 32,5 24,5 31 30 24 30 29 22,5 28,5
(NTU) Wi 0,089 0,089 0,089 0,089 0,089 0,089 0,089 0,089 0,089
Wi*li 2,889 2,178 2,756 2,667 2,134 2,667 2,578 2 2,534
Data Pengukuran 4,52 6,925 8,124 4,746 6,746 8,53 4,982 7,084 8,956
Nitrat li 63 56,18 53,39 62,5 56,6 52,44 62 55,82 51,44
(mg/l) Wi 0,111 0,111 0,111 0,111 0,111 0,111 0,111 0,111 0,111
Wi*li 6,999 6,242 5,932 6,944 6,288 5,826 6,888 6,202 5,715
Data Pengukuran 310 420 580 330 440 610 341,76 463,05 639,45
TDS li 28,50 7,00 20,00 17,00 5,50 20,00 16,00 4,00 20,00
(mg/l) Wi 0,089 0,089 0,089 0,089 0,089 0,089 0,089 0,089 0,089
Wi*li 2,53 0,62 1,78 1,51 0,49 1,78 1,42 0,36 1,78
Data Pengukuran 60 120 200 70 130 215 68 132 220
Total Coli li 50 40 38 48 39,5 36 48,5 39,5 38
(MPN/100
ml) Wi 0,167 0,167 0,167 0,167 0,167 0,167 0,167 0,167 0,167
Wi*li 8,335 6,668 6,335 8,002 6,585 6,001 8,085 6,585 6,335
Hasil Perhitungan Nilai IMKA 2003
Pengukuran Tahun 2003
Lokasi
Waktu Pengukuran Hasil Perhitungan Kategori
Pengukuran I 54,56 Sedang
Desa Pasir Buncit Pengukuran II 57,499 Sedang
Pengukuran III 58,55 Sedang
Pengukuran I 54,36 Sedang
Desa Rancabungur Pengukuran II 55,84 Sedang
Pengukuran III 53,13 Sedang
Pengukuran I 54 Sedang
Desa Putatnutung Pengukuran II 56,1 Sedang
Pengukuran III 55,6 Sedang
Rata-rata 55,52 Sedang
Lampiran 6. Peta penutupan lahan Kabupaten Bogor tahun 1998
Lampiran 7. Peta penutupan lahan Kabupaten Bogor tahun 2003
Lampiran 8. Peta DAS Cisadane.
Lampiran 9. Sebaran penggunaan lahan per-kecamatan

Sawah Hutan/
Sawah Semak Kebun Tanah Perke Pemu
Kecamatan Tahun Air Tadah Vegetasi
Irigasi Belukar Campuran kosong bunan kiman
hujan campuran
1998 8,6 453,7 1376,0 3433,7 181,4 703,8 206,5 1239,3 1945,3
Cijeruk 2003 12,8 287,5 799,4 4086,4 614,1 239,1 220,3 1246,2 2043,9
Perubahan -4,3 166,2 576,6 -652,7 -432,7 464,7 -13,9 -6,9 -98,6
1998 14,1 387,2 645,5 2019,3 342,8 168,2 188,1 883,8 3132,1
Cringin 2003 14,1 55,1 535,3 2777,2 164,1 10,4 552,0 887,1 2787,9
Perubahan 0,1 -332,1 -110,2 757,9 -178,7 -157,8 363,9 3,3 -344,2
1998 7,5 56,1 658,2 801,1 332,3 130,6 124,0 786,5 1808,2
Ciawi 2003 4,0 0,5 98,3 1596,5 190,6 12,4 294,1 792,8 1710,8
Perubahan -3,5 -55,6 -559,9 795,4 -141,7 -118,2 170,0 6,2 -97,4
1998 52,1 66,2 1179,1 512,2 126,0 114,4 239,2 692,3 916,8
Tamansari 2003 0,2 7,7 317,0 1040,1 179,7 314,0 240,4 694,5 1105,3
Perubahan -51,8 -58,5 -862,1 527,9 53,7 199,6 1,2 2,2 188,5
1998 38,6 188,5 286,1 241,1 43,5 37,8 271,3 705,4 2,4
Ciomas 2003 1,6 51,6 239,8 572,6 136,7 25,2 42,7 719,7 22,7
Perubahan -37,0 -136,9 -46,3 331,5 93,2 -12,6 -228,7 14,3 20,3
1998 200,5 502,7 1544,5 1075,1 687,8 190,8 704,6 1100,2 1009,0
Ciampea 2003 93,4 159,2 699,4 3053,2 509,9 428,9 179,7 1112,0 780,9
Perubahan -107,1 -343,5 -845,1 1978,0 -177,8 238,1 -524,9 11,8 -228,1
1998 82,2 75,3 8452,9 2943,4 967,7 822,0 3052,7 813,0 569,8
Cigudeg 2003 152,3 334,5 7899,6 3985,6 666,2 1374,4 1393,5 1253,8 721,4
Perubahan 70,1 259,2 -553,3 1042,2 -301,5 552,4 -1659,3 440,7 151,6
1998 24,2 510,5 864,0 392,4 26,7 149,4 437,2 996,0 10,9
Kemang 2003 49,5 89,7 76,2 1205,2 137,4 235,9 597,6 1013,6 5,0
Perubahan 25,3 -420,7 -787,8 812,9 110,7 86,5 160,4 17,6 -5,8
1998 125,4 1021,6 1099,0 282,8 183,2 85,6 217,1 984,8 11,9
Ciseeng 2003 106,7 614,9 11,8 1328,2 22,1 424,5 503,8 995,9 2,4
Perubahan -18,7 -406,7 -1087,3 1045,5 -161,2 338,9 286,8 11,0 -9,5
1998 111,8 380,0 587,6 171,0 68,3 82,7 147,2 1159,3 3,3
Parung 2003 32,3 195,7 26,8 726,4 58,9 161,9 342,2 1168,3
Perubahan -79,5 -184,3 -560,8 555,4 -9,4 79,2 195,0 9,0 -3,3
1998 262,1 248,2 1589,0 119,2 131,4 409,4 361,3 1801,3 21,1
Gunung 168,1 183,8 91,1 1226,6 722,3 306,3 383,0 1861,9 0,6
2003
Sindur
Perubahan -94,0 -64,4 -1497,9 1107,4 590,9 -103,1 21,7 60,6 -20,6
1998 198,7 651,2 4986,6 727,2 734,7 941,4 1560,1 2052,0 2011,6
Rumpin 2003 362,7 484,3 2526,7 3554,0 100,6 2709,9 1678,6 2267,9 187,1
Perubahan 164,0 -166,9 -2459,9 2826,8 -634,2 1768,5 118,5 215,9 -1824,5
1998 59,2 1120,7 1120,9 499,0 53,1 295,2 382,5 2394,1 7,0
Bojong Gede 2003 50,2 26,2 7,7 2404,9 430,3 179,4 405,1 2419,7 3,5
Perubahan -9,1 -1094,5 -1113,2 1905,9 377,2 -115,7 22,6 25,6 -3,5
1998 156,4 391,0 1660,2 417,1 59,1 49,4 487,4 694,3 18,3
Cibungbulang 2003 108,1 367,2 156,0 1926,6 279,3 242,9 233,3 604,6 16,0
Perubahan -48,4 -23,8 -1504,2 1509,5 220,2 193,5 -254,0 -89,7 -2,3
Lampiran 9. (lanjutan)

Sawah Hutan /
Sawah Semak Kebun Tanah Perke Pemu
Kecamatan Tahun Air tadah vegetasi
Irigasi Belukar Campuran kosong bunan kiman
hujan campuran
1998 53,7 275,1 668,3 602,3 47,3 42,5 275,6 588,5 11,4
Dramaga 2003 40,1 77,2 278,1 1267,2 150,7 87,2 23,3 595,5 45,9
Perubahan -13,6 -198,0 -390,3 664,9 103,4 44,7 -252,3 6,9 34,5
1998 125,9 537,3 4250,2 2286,5 1338,6 270,8 2099,9 1274,7 600,7
Leuwiliang 2003 133,8 623,4 3836,0 3244,7 929,3 542,4 1407,6 1294,7 737,4
Perubahan 8,0 86,2 -414,2 958,2 -409,3 271,5 -692,3 20,1 136,7
1998 34,5 42,3 590,4 1396,9 229,7 319,5 549,3 1127,4 1927,4
Megamendung 2003 36,3 1,3 127,7 2161,2 375,3 102,0 406,6 1128,8 1924,7
Perubahan 1,8 -41,0 -462,7 764,3 145,6 -217,6 -142,7 1,4 -2,7
1998 99,1 250,4 3926,8 2037,5 1011,6 328,2 1151,5 613,4 6424,5
Nanggung 2003 110,2 217,4 3835,4 2802,9 306,7 823,1 815,9 675,4 6252,4
Perubahan 11,1 -33,0 -91,4 765,4 -705,0 494,8 -335,6 62,0 -172,1
1998 163,2 70,5 2059,9 2455,9 1721,9 322,8 1183,9 771,4 3745,4
Pamijahan 2003 103,8 22,3 1685,2 3211,8 1335,0 951,4 918,7 792,4 3477,5
Perubahan -59,4 -48,1 -374,7 755,8 -386,9 628,6 -265,2 21,0 -267,9
1998 6,6 29,6 3439,2 913,3 936,3 309,3 646,4 275,9 5163,5
Rancabungur 2003 7,1 20,2 2180,3 2589,2 232,5 629,3 291,3 309,7 5461,0
Perubahan 0,5 -9,3 -1258,9 1675,8 -703,8 320,1 -355,2 33,8 297,5
Lampiran 10. Prediksi erosi di DAS Cisadane

SDR Erosi Aktual


Luas Plot Erosi (%) 100% N/100 ton/Ha/Thn

3 4,226 35 100 0,35 1,479


491 25,358 8,5 100 0,085 2,155
8 4,226 27 100 0,27 1,141
1 2,717 35 100 0,35 0,951
27 0,083 24 100 0,24 0,020
8 55,424 27 100 0,27 14,964
31 0,085 24 100 0,24 0,020
14 0,084 24 100 0,24 0,020
14 0,084 24 100 0,24 0,020
4 56,228 35 100 0,35 19,680
4 56,228 35 100 0,35 19,680
99 26,093 15 100 0,15 3,914
152 0,085 13 100 0,13 0,011
15 0,528 24 100 0,24 0,127
50 0,213 15 100 0,15 0,032
20 1,598 24 100 0,24 0,384
38 0,085 24 100 0,24 0,020
5 2,028 27 100 0,27 0,548
18 26,460 24 100 0,24 6,350
49 26,460 24 100 0,24 6,350
50 26,460 15 100 0,15 3,969
27 0,222 24 100 0,24 0,053
23 27,195 24 100 0,24 6,527
16 0,089 24 100 0,24 0,021
160 27,195 13 100 0,13 3,535
118 0,091 13 100 0,13 0,012
50 0,091 15 100 0,15 0,014
17 0,091 24 100 0,24 0,022
17 0,091 24 100 0,24 0,022
158 0,091 13 100 0,13 0,012
......
11 24,365 24 100 0,24 5,848
15,9 11,148 24 100 0,24 2,676
19619,2 36.434,464 8.925,705
Lampiran 11. Prediksi kontribusi penduduk dan ternak terhadap peningkatan BOD

A. Prediksi kontribusi penduduk terhadap peningkatan BOD

BOD yang dihasilkan Pridiksi BOD yang dihasilkan penduduk


Nama Jumlah Penduduk
Tanpa septic tank Dengan septic tank Tanpa septic tank Dengan septic tank
Kecamatan (jiwa)
(gram/kapita/hari) (gram/kapita/hari) (gram/kapita/hari) (gram/kapita/hari)
Cijeruk 123579 53 12,6 6549687 1557095,4
Caringin 86134 53 12,6 4565102 1085288,4
Ciawi 66475 53 12,6 3523175 837585
Taman sari 65376 53 12,6 3464928 823737,6
Ciomas 91578 53 12,6 4853634 1153882,8
Ciampea 149463 53 12,6 7921539 1883233,8
Cigudeg 97338 53 12,6 5158914 1226458,8
Kemang 68775 53 12,6 3645075 866565
Ciseeng 70519 53 12,6 3737507 888539,4
Parung 65839 53 12,6 3489467 829571,4
Gunung Sindur 63071 53 12,6 3342763 794694,6
Rumpin 106224 53 12,6 5629872 1338422,4
Bojong Gede 164158 53 12,6 8700374 2068390,8
Cibungbulang 105806 53 12,6 5607718 1333155,6
Dramaga 71883 53 12,6 3809799 905725,8
Leuwiliang 144545 53 12,6 7660885 1821267
Megamendung 72759 53 12,6 3856227 916763,4
Nanggung 69239 53 12,6 3669667 872411,4
Pamijahan 113077 53 12,6 5993081 1424770,2
Rancabungur 41710 53 12,6 2210630 525546
Sukajaya 52051 53 12,6 2758703 655842,6
Bogor Tengah 9979 53 12,6 528887 125735,4
Bogor Barat 181995 53 12,6 9645735 2293137
Jumlah 2.081.573 110.323.369 26.227.819,8
Lampiran 11. (Lanjutan)

B. Prediksi kontribusi ternak sapi terhadap peningkatan BOD

Kontribusi BOD Kontribusi BOD per


Jumlah ternak BOD
Kecamatan Jumlah Total tahun
(gr/ekor/Hari)
SPR SPT KR (gr/hari) (gr/thn)
Nanggung 0 0 896 896 694,4 622182,4 223985664
Leuwiliang 0 11 625 636 694,4 441638,4 158989824
Pamijahan 785 37 653 1475 694,4 1024240 368726400
Cibungbulang 919 28 369 1316 694,4 913830,4 328978944
Ciampea 52 16 510 578 694,4 401363,2 144490752
Dramaga 30 5 107 142 694,4 98604,8 35497728
Ciomas 0 0 45 45 694,4 31248 11249280
Tamansari 6 0 130 136 694,4 94438,4 33997824
Cijeruk 389 34 582 1005 694,4 697872 251233920
Caringin 333 106 224 663 694,4 460387,2 165739392
Ciawi 201 31 122 354 694,4 245817,6 88494336
Megamendung 371 0 130 501 694,4 347894,4 125241984
Bojonggede 0 115 128 243 694,4 168739,2 60746112
Kemang 112 110 115 337 694,4 234012,8 84244608
Rancabungur 10 80 132 222 694,4 154156,8 55496448
Parung 55 225 104 384 694,4 266649,6 95993856
Ciseeng 20 170 262 452 694,4 313868,8 112992768
Gunung Sindur 310 226 94 630 694,4 437472 157489920
Rumpin 0 646 1244 1890 694,4 1312416 472469760
Cigudeg 0 42 1539 1581 694,4 1097846,4 395224704
Sukajaya 0 2 2160 2162 694,4 1501292,8 540465408
Bogor Tengah 694,4 0 0
Bogor Barat 39 16 55 110 694,4 76384 27498240
Jumlah 39 16 55 110 10.942.355,2 3.939.247.872
Lampiran 11. (Lanjutan)

C. Prediksi kontribusi ternak kambing dan domba terhadap peningkatan BOD

Jumlah ternak Kontribusi BOD Kontribusi BOD per


BOD Total tahun
Kecamatan Km Dm Jumlah (gr/ekor/Hari) (gr/hari) (gr/thn)
Nanggung 1898 7290 9188 36,6 336280,8 121061088
Leuwiliang 2173 6296 8469 36,6 309965,4 111587544
Pamijahan 2393 9432 11825 36,6 432795 155806200
Cibungbulang 969 6762 7731 36,6 282954,6 101863656
Ciampea 2421 7481 9902 36,6 362413,2 130468752
Dramaga 252 2175 2427 36,6 88828,2 31978152
Ciomas 524 2547 3071 36,6 112398,6 40463496
Tamansari 650 1814 2464 36,6 90182,4 32465664
Cijeruk 4267 10500 14767 36,6 540472,2 194569992
Caringin 2098 6632 8730 36,6 319518 115026480
Ciawi 1099 5985 7084 36,6 259274,4 93338784
Megamendung 1559 5989 7548 36,6 276256,8 99452448
Bojonggede 2580 938 3518 36,6 128758,8 46353168
Kemang 1988 3108 5096 36,6 186513,6 67144896
Rancabungur 2121 3659 5780 36,6 211548 76157280
Parung 954 494 1448 36,6 52996,8 19078848
Ciseeng 1202 4496 5698 36,6 208546,8 75076848
Gunung Sindur 5223 913 6136 36,6 224577,6 80847936
Rumpin 6568 9278 15846 36,6 579963,6 208786896
Cigudeg 3575 10809 14384 36,6 526454,4 189523584
Sukajaya 2249 8785 11034 36,6 403844,4 145383984
Bogor Tengah 428 499 927 36,6 33928,2 12214152
Bogor Barat 124 959 1083 36,6 39637,8 14269608
Jumlah 47.315 116.841 164.156 6.008.109,6 2.162.919.456
Lampiran 11. (Lanjutan)
D. Prediksi kontribusi ternak ayam terhadap peningkatan BOD

Jumlah ternak Kontribusi BOD Kontribusi BOD


BOD
Kecamatan Jumlah Total per tahun
AB ARPT ARPD ARPB (gr/ekor/Hari)
(gr/hari) (gr/thn)
Nanggung 42352 0 115000 0 157352 1,4 220292,8 79305408
Leuwiliang 25285 0 312000 0 337285 1,4 472199 169991640
Pamijahan 30034 0 148500 0 178534 1,4 249947,6 89981136
Cibungbulang 23869 50000 282000 0 355869 1,4 498216,6 179357976
Ciampea 28480 0 98000 0 126480 1,4 177072 63745920
Dramaga 21456 0 408500 0 429956 1,4 601938,4 216697824
Ciomas 25530 0 13000 0 38530 1,4 53942 19419120
Tamansari 49543 63000 122000 130642 365185 1,4 511259 184053240
Cijeruk 38639 0 376000 42210 456849 1,4 639588,6 230251896
Caringin 24019 0 522500 110000 656519 1,4 919126,6 330885576
Ciawi 23678 0 260000 0 283678 1,4 397149,2 142973712
Megamendung 74565 40000 161500 0 276065 1,4 386491 139136760
Bojonggede 61983 363950 678074 0 1104007 1,4 1545609,8 556419528
Kemang 30146 218000 285000 78630 611776 1,4 856486,4 308335104
Rancabungur 20990 0 82000 0 102990 1,4 144186 51906960
Parung 24925 104900 304000 0 433825 1,4 607355 218647800
Ciseeng 90111 52400 368100 0 510611 1,4 714855,4 257347944
Gunung Sindur 44536 1346000 555800 94076 2040412 1,4 2856576,8 1028367648
Rumpin 64828 642000 349000 269444 1325272 1,4 1855380,8 667937088
Cigudeg 46729 75000 79000 83029 283758 1,4 397261,2 143014032
Sukajaya 12939 0 10000 0 22939 1,4 32114,6 11561256
Bogor Tengah 25426 1,4 35596,4 12814704
Bogor Barat 124051 1,4 173671,4 62521704
Jumlah 10.247.369 14.346.316,6 5.164.673.976
Lampiran 12. Faktor konversi pendugaan kontribusi BOD

No Jenis Limbah BOD


1 Limbah Cair Penduduk
-Tampa Septic tank 53 (gram/kapita/hari)
-Dengan Septic Tank 12,6 (gram/kapita/hari)
3 Kerbau/Sapi 694,4 (gram/ekor/hari)
4 Ayam 1,4 (gram/ekor/hari)
5 Kambing 36,6 (gr/ekor/hari)

Anda mungkin juga menyukai