Anda di halaman 1dari 69

DUNIA PENDIDIKAN

homehttp://www.templatesblock.com/

TUGAS SMT 1

TUGAS SMT 2

TUGAS SMT 3

TUGAS SMT 4

TUGAS SMT 5

TUGAS SMT 6

TUGAS SMT 7

SKRIPSI

Sabtu, 14 November 2015


MATERI PENDIDIKAN ILMU SOSIAL

MATERI PENDIDIKAN ILMU SOSIAL

PENDAHULUAN

A. Konsep dasar dan pengertian pendidikan ilmu sosial


Sehubungan dengan esensi IPS pada jenjang sekolah dasar, bila kita simpulkan antara
tujuan pendidikan nasional pada jenjang pendidikan dasar dengan tujuan IPS di sekolah dasar,
maka IPS memberikan sejumlah nilai lebih terhadap ketercapaian tujuan pendidikan nasional,
yaitu: (1) Memberikan perbekalan pengetahuan tentang manusia dan seluk beluk kehidupannya
dalam astagatra kehidupan (ipoleksosbud hankam dan agama serta lingkungan dimana manusia
tinggal yaitu sebagai insan mandiri, keluarga dan masyarakat serta bangsa dan negara, (2)
Membina kesadaran, keyakinan dan sikap akan pentingnya hidup bermasyarakat dengan penuh
rasa kebersamaan, bertanggung jawab dan manusiawi (menghargai derajat-martabat sesama,
penuh kecintaan dan rasa kekeluargaan), (3) Membina keterampilan hidup bermasyarakat dalam
negara Indonesia yang berlandaskan Pancasila, (4) Menunjang terpenuhinya bekal kemampuan
dasar dari peserta didik dalam mengembangkan kehidupannya sebagai pribadi, anggota
masyarakat, warga negara dan anggota ummat manusia, dan (5) Membina perbekalan dan
kesiapan untuk belajar lebih lanjut dan atau melanjutkan studi ke jenjang lebih tinggi (Hasan,
2004).
Mempelajari Konsep dasar IPS berisi tentang pengertian, latar belakang, rasionalisme,
hubungan dengan mata pelajaran lainnya, tujuan, dan ruang lingkup IPS SD. Dengan
mempelajari materi Konsep dasar IPS ini, diharapkan dapat menjelaskan konsep-konsep IPS
yang berpengaruh terhadap kehidupan masa kini dan masa yang akan datang secara kritis dan
kreatif. Pembahasan materi ini menerapkan pendekatan antar disiplin yang mengintegrasikan
ilmu-ilmu sosial.

B. Pengertian Pendidikan Ilmu Sosial


Rumusan tentang pengertian IPS telah banyak dikemukakan oleh para ahli IPS atau social
studies. Berikut pengertian IPS yang dikemukakan oleh beberapa ahli pendidikan dan IPS di
Indonesia.
1. Moeljono Cokrodikardjo mengemukakan bahwa IPS adalah perwujudan dari suatu pendekatan
interdisipliner dari ilmu sosial. IPS merupakan integrasi dari berbagai cabang ilmu sosial yakni
sosiologi, antropologi, budaya, psikologi, sejarah, geografi, ekonomi, ilmu politik dan ekologi
manusia, yang diformulasikan untuk tujuan instruksional dengan materi dan tujuan yang
disederhanakan agar mudah dipelajari.
2. Numan Soemantri menyatakan bahwa IPS merupakan pelajaran ilmu-ilmu sosial yang
disederhanakan untuk pendidikan tingkat SD, SLTP, dan SLTA. Penyederhanaan mengandung
arti: a) menurunkan tingkat kesukaran ilmu-ilmu sosial yang biasanya dipelajari di universitas
menjadi pelajaran yang sesuai dengan kematangan berfikir siswa sekolah dasar dan lanjutan, b)
mempertautkan dan memadukan bahan aneka cabang ilmu-ilmu sosial dan kehidupan
masyarakat sehingga menjadi pelajaran yang mudah dicerna.
3. S. Nasution mendefinisikan IPS sebagai pelajaran yang merupakan fusi atau paduan sejumlah
mata pelajaran sosial. Dinyatakan bahwa IPS merupakan bagian kurikulum sekolah yang
berhubungan dengan peran manusia dalam masyarakat yang terdiri atas berbagai subjek sejarah,
ekonomi, geografi, sosiologi, antropologi, dan psikologi sosial.
Dengan demikian, IPS bukan ilmu sosial dan pembelajaran IPS yang
dilaksanakan baik pada pendidikan dasar maupun pada pendidikan tinggi tidak menekankan pada
aspek teoritis keilmuannya, tetapi aspek praktis dalam mempelajari, menelaah, mengkaji gejala,
dan masalah sosial masyarakat, yang bobot dan keluasannya disesuaikan dengan jenjang
pendidikan masing-masing. Kajian tentang masyarakat dalam IPS dapat dilakukan dalam
lingkungan yang terbatas, yaitu lingkungan sekitar sekolah atau siswa atau dalam lingkungan
yang luas, yaitu lingkungan negara lain, baik yang ada di masa sekarang maupun di masa
lampau. Dengan demikian siswa yang mempelajari IPS dapat menghayati masa sekarang dengan
dibekali pengetahuan tentang masa lampau umat manusia.

C. Sejarah dan Perkembangan Pendidikan Ilmu Sosial


Dalam bidang pengetahuan sosial, ada banyak istilah. Istilah tersebut meliputi : Ilmu
Sosial (Social Sciences), Studi Sosial (Social Studies) dan Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS).
1. Ilmu Sosial (Sicial Science)
Achmad Sanusi memberikan batasan tentang Ilmu Sosial (Saidihardjo,1996.h.2) adalah
sebagai berikut: Ilmu Sosial terdiri disiplin-disiplin ilmu pengetahuan sosial yang bertaraf
akademis dan biasanya dipelajari pada tingkat perguruan tinggi, makin lanjut makin ilmiah.
Menurut Gross (Kosasih Djahiri,1981.h.1), Ilmu Sosial merupakan disiplin intelektual
yang mempelajari manusia sebagai makluk sosial secara ilmiah, memusatkan pada manusia
sebagai anggota masyarakat dan pada kelompok atau masyarakat yang ia bentuk.
Nursid Sumaatmadja, menyatakan bahwa Ilmu Sosial adalah cabang ilmu pengetahuan
yang mempelajari tingkah laku manusia baik secara perorangan maupun tingkah laku kelompok.
Oleh karena itu Ilmu Sosial adalah ilmu yang mempelajari tingkah laku manusia dan
mempelajari manusia sebagai anggota masyarakat.
2. Studi Sosial (Social Studies).
Berbeda dengan Ilmu Sosial, Studi Sosial bukan merupakan suatu bidang keilmuan atau
disiplin akademis, melainkan lebih merupakan suatu bidang pengkajian tentang gejala dan
masalah social. Tentang Studi Sosial ini, Achmad Sanusi (1971:18) memberi penjelasan sebagai
berikut : Sudi Sosial tidak selalu bertaraf akademis-universitas, bahkan merupakan bahan-bahan
pelajaran bagi siswa sejak pendidikan dasar dan dapat berfungsi sebagai pengantar bagi lanjutan
kepada disiplin-disiplin ilmu sosial.
3. Pengetahuan Sosial (IPS)
Pada dasarnya Mulyono Tj. (1980: memberi batasan IPS adalah merupakan suatu
pendekatan interdsipliner (Inter-disciplinary Approach) dari pelajaran Ilmu-ilmu Sosial. IPS
merupakan integrasi dari berbagai cabang Ilmu-ilmu Sosial, seperti sosiologi, antropologi
budaya, psikologi sosial, sejarah, geografi, ekonomi, ilmu politik, dan sebagainya. Hal ini lebih
ditegaskan lagi oleh Saidiharjo (1996: 4) bahwa IPS merupakan hasil kombinasi atau hasil
perpaduan dari sejumlah mata pelajaran seperti: geografi, ekonomi, sejarah, sosiologi,
antropologi, politik.
Tekanan yang dipelajari IPS berkenaan dengan gejala dan masalah kehidupan masyarakat
bukan pada teori dan keilmuannya, melainkan pada kenyataan kehidupan kemasyarakatan. Dari
kerangka dan masalah sosial, ditelaah, dianalisis faktor-faktornya, sehingga dapat dirumuskan
jalan pemecahannya.
Berdasarkan kerangka tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa IPS adalah bidang studi
yang mempelajari, menelaah, menganalisis gejala dan masalah social di masyarakat dengan
meninjau dari berbagai aspek kehidupan.
Latar belakang dimasukkannya bidang studi IPS ke dalam kurikulum sekolah di Indonesia
karena pertumbuhan IPS di Indonesia tidak terlepas dari situasi kacau, termasuk dalam bidang
pendidikan, sebagai akibat pemberontakan G30S/PKI, yang akhirnya dapat ditumpas oleh
Pemerintahan Orde Baru. Setelah keadaan tenang pemerintah melancarkan Rencana
Pembangunan Lima Tahun (Repelita). Pada masa Repelita I (1969-1974) Tim Peneliti Nasional
di bidang pendidikan menemukan lima masalah nasional dalam bidang pendidikan. Kelima
masalah tersebut antara lain:
a. Kuantitas, berkenaan dengan perluasan dan pemerataan kesempatan belajar.
b. Kualitas, menyangkut peningkatan mutu lulusan
c. Relevansi, berkaitan dengan kesesuaian sistem pendidikan dengan kebutuhan pembangunan.
d. Efektifitas sistem pendidikan dan efisiensi penggunaan sumber daya dan dana.
e. Pembinaan generasi muda dalam rangka menyiapkan tenaga produktif bagi kepentingan
pembangunan nasional

D. Rasional Pendidikan IPS


Rasionalisasi mempelajari IPS untuk jenjang pendidikan dasar dan menengah adalah agar
siswa dapat:
1. Mensistimasikan pengetahuan dan kemampuannya, agar lebih bermakna.
2. Lebih peka dan tanggap terhadap masalah sosial sekitarnya secara rasional & bertanggung
jawab.
3. Mempertinggi rasa toleransi dan persaudaraan di lingkungan masyarakatnya.
Munculnya rasional pendidikan IPS adalah sebagai berikut:
1. Karena siswa berasal dari latar belakang keluarga yang berbeda-beda
2. Masalah sosial sangat luas, kompleks, rumit, dan abstrak.
3. Dengan pendidikan IPS, siswa bisa dibimbing dan diarahkan untuk menghadapi masalah sosial
disekitarnya.

E. Tujuan dan fungsi PIS


1. Tujuan Pendidikan Ilmu Sosial
Yaitu mengembangkan kemampuan siswa dalam penguasaan disiplin ilmu social untuk mencapai
tujuan ilmu social yang lebih tinggi.
Tujuan pencapaian pendidikan ilmu sosial dikelompokkan dalam 3 kategori:
a. Pengembangan kemampuan intelektual siswa
b. Pengembangan kemampuan serta rasa tanggung jawab sebagai anggota masyarakat dan bangsa
c. Pengembangan diri siswa pribadi
Pengembangan:
Pengembangan afektif adalah tujuan yang berkenaan dengan aspek sikap, nilai, dan moral.
a. Sikap
Kecenderungan psikologis seseorang terhadap benda, sifat, keadaan, pekerjaan, dan pendapat.
Sikap tercermin dalam pernyataan senang, setuju, sayang.
b. Nilai
Sesuatu yang menjadi criteria apakah suatu tindakan pendapat atau hasil kerja itu positif atau
negatif. Dasar nilai adalah agama, adat setempat, perjanjian-perjanjian.
c. Moral
Kriteria yang menjadi dasar untuk menentukan apakah tindakan, pendapat atau hasil kerja
baik/tak baik, boleh/tak boleh dilakukan, apakah nanti merusak akhlak suatu bangsa dan moral
adalah sesuatu yang diikuti dengan sanksi moral.
Pengembangan Konatif
Adalah kualitas yang menimbulkan bahwa seseorang tidak hanya memiliki pengetahuan dan
pemahaman, kemampuan kognitif yang tinggi, sikap nilai & moral, akan tetapi dia juga memiliki
keinginan untuk melaksanakan dan membuktikan dalam kehidupan sehari-hari.
Konatif adalah pelaksanaan yang riil dari apa yang sedang menjadi miliknya.
Tujuan konatif:
a. Penumbuhan sikap dan kehidupan yang religious
b. Melaksanakan tugas social
c. Melaksanakan tanggung jawab pribadi
d. Bekerja keras
e. Jujur
f. Kemauan serta kemampuan untuk beradaptasi
Pengembangan Materi Kurikulum PIS
a. Materi PIS
Materi pendidikan adalah apa yang dipelajari siswa untuk mencapai tujuan pendidikan yakni
tujuan kurikulum ilmu social.
b. Teori dan Generalisasi
Teori adalah komposisi yang dihasilkan dari sejumlah pengembangan preposisi/generalisasi yang
dianggap memiliki hubungan secara sistematis (Goetz dan Le Comte).
Teori ini dibagi menjadi 4:
1) Grand teori
2) Teori tipe
3) Formal and middle range teori
4) Substantive teori
c. Konsep
Adalah abstraksi kesamaan keterhubungan dari sekelompok benda dan sifat (Bruner:1962)
Kesamaan, adanya unsur yang sama, konkret atau abstrak.
Keterhubungan, adanya hubungan antar berbagai benda atau sifat, konkret maupun abstak, dan
terjadi atas dasar pemikiran abstrak.
d. Fakta
Menurut Schunke, fakta adalah building blok yang digunakan untuk mengembangkan konsep
dan generalisasi, tanpa fakta tidak akan ada konsep dan tanpa konsep tidak akan ada generalisasi.
Fakta menjadi penopang yang menguji hipotesis, mengembangkan generalisasi dan teori. Fakta
juga diperlukan untuk membentuk konsep, konsep dirangkum dalam hipotesa kemudian
dikembangkan menjadi generalisasi.
Pengorganisasian Materi Kurikulum
Pengorganisasin materi kurikulum dapat dibedakan menjadi dua:
a. Pengorganisasian Terpisah
Adalah setiap disiplin ilmu social yang diajarkan secara terpisah berdasarkan cirri dan
karakterisrik masing-masing.
Keuntungan:
Siswa belajar seutuhnya terpusat hanya pada satu disiplin ilmu saja.
Kelemahan:
Menjadikan pendidikan ilmu social sebagai suatu pendidikan yang hanya mementingkan
kepentingan disiplim ilmu.
b. Pengorganisasian Korelatif
Metode pendidikannya adalah mencoba mencari pembahasan, keterkaitan, arti pokok
bahasannya dengan pokok bahasan lainnya.
c. Pengajaran Pengetahuan dan Pemahaman Dalam PIS
Pengajaran Pengetahuan dan Mnemonic
Pengetahuan adalah sesuatu yang dilakukan dengan cara mengingat atau mengambil kembali apa
yang sudah ada dalam pikiran seseorang tentang suatu pokok pikiran, materi atau fenomena.
Pengetahuan terdiri atas pengetahuan istilah, fakta, tentang cara berhubungan.
Pengajaran Berfikir Dalam PIS
Kemampuan berfikir digunakan untuk memecahkan masalah melalui pemanfaatan pengetahuan
pemahaman, dan keterampilan.
Kegiatan berfikir meliputi proses:
1) menentukan hukum sebab-akibat
2) pemberian makna terhadap sesuatu yang baru
3) mendeteksi keteraturan diantara fenomena yang ada
4) penentuan kualifikasi
5) menentukan ciri khas fenomena
Pengajaran pendidikan ilmu sosial dapat dilakukan melalui studi kasus, isu-isu kontroversial, dan
konsep.
Kemampuan Proses dalam PIS
Kemampuan proses adalah kemampuan seseorang dalam mendapat informasi, mengolah
informasi, menggunakan informasi, serta mengkomunikasikan hasilnya.
Kemampuan proses yang bisa dikembangkan meliputi:
1) mengumpulkan informasi
2) mengolah informasi
3) memanfaatkan
4) mengkomunikasikan hasil
Bentuk pengajaran kemampuan proses
a. Pengajaran ilmu sosial dengan problem solving (pemecahan masalah)
Bermanfaat dalam kemampuan mengambil keputusan berdasarkan alternatif yang ada.
Langkahnya:
1) Mengidentifikasi masalah
2) Pengembangan alternative
3) Pengumpulan data untuk menguji alternative
4) Pengujian alternative
5) Pengambilan keputusan
b. Pengajaran ilmu sosial dengan inkuiri
Berdasarkan masalah yang ada dalam disiplin ilmu, bukan pada masalah sehari-hari.
Langkahnya:
1) Perumusan masalah
2) Pengembangan hipotesis
3) Pengumpulan data
4) Pengolahan data
5) Pengujian hipotesis
6) Penarikan kesimpulan
c. Pengajaran Nilai dalam PIS
Model pengajarannya:
1) Role Playing (Bermain Peran)
Yaitu suatu proses belajar dimana siswa melakukan sesuatu yang dilakukan orang lain. Bermain
peran merupakan model pengajaran untuk mengembangkan sikap, nilai, moral pada diri siswa
melalui peran yang dimainkannya.
2) Drama social (Sosio Drama)
Ruang lingkup sosio drama hanya membatasi diri pada permasalahan yang berkenaan dengan
aspek social dalam masyarakat. Sosio drama merupakan model pengajaran untuk
mengembangkan sikap, nilai, dan moral melaui peran social yang dimainkannya dalam suatu
peristiwa social.
d. Perencanaan Pengajaran PIS
Dalam pengajaran PIS ada faktor-faktor yang yang terlibat, salah satunya adalah guru. Guru
sangat berperan dalam menghasilkan siswa. Selaim itu ada faktor lain yang juga berpengaruh,
yaitu faktor nonteknis.
Faktor nonteknis meliputi:
1) Kemampuan siswa
2) Keyakinan diri guru sebagai pendidik
3) Kreatifitas guru
4) Kecintaan guru terhadap disiplin ilmu yang diajarkannya
Aspek nonteknis guru adalah aspek yang berkaitan dengan unsur-unsur afeksi keproifesionalan
seorang guru. Aspek yang paling menonjol adalah motivasi, rasa tanggung jawab, kesadaran
profesi, serta keinginan untuk melaksanakan profesi sebaik-baiknya.
Evaluasi PIS
Tujuan dan fungsi evaluasi:
a. Untuk menentukan tingkat keberhasilan yang telah dicapai dalam suatu kegiatan pendidikan
(fungsi sumatif).
b. Untuk mengetahui keunggulan serta kelemahan siswa atau kelemahan suatu proses (fungsi
formatif).
Alat Evaluasi:
a. Tes
b. Laporan tugas siswa
c. Catatan/observasi guru/catatan siswa
d. Wawancara
LANDASAN PENDIDIKAN ILMU SOSIAL

Pendidikan merupakan bagian penting dari kehidupan yang sekaligus membedakan


manusia dengan makhluk hidup lainnya. Hewan juga belajar tetapi lebih ditentukan oleh
instinknya, sedangkan manusia belajar berarti merupakan rangkaian kegiatan menuju
pendewasaan guna menuju kehidupan yang lebih berarti. Anak-anak menerima pendidikan dari
orang tuanya dan manakala anak-anak ini sudah dewasa dan berkeluarga mereka akan mendidik
anak-anaknya, begitu juga di sekolah dan perguruan tinggi, para siswa dan mahasiswa diajar oleh
guru dan dosen.
Pandangan klasik tentang pendidikan, pada umumnya dikatakan sebagai pranata yang
dapat menjalankan tiga fungi sekaligus. Pertama, mempersiapkan generasi muda untuk untuk
memegang peranan-peranan tertentu pada masa mendatang. Kedua, mentransfer pengetahuan,
sesuai dengan peranan yang diharapkan. Ketiga, mentransfer nilai-nilai dalam rangka
memelihara keutuhan dan kesatuan masyarakat sebagai prasyarat bagi kelangsungan hidup
masyarakat dan peradaban. Butir kedua dan ketiga di atas memberikan pengerian bahwa
pandidikan bukan hanya transfer of knowledge tetapi juga transfer of value.
Dengan demikian pendidikan dapat menjadi helper bagi umat manusia.
Landasan Pendidikan marupakan salah satu kajian yang dikembangkan dalam berkaitannya
dengan dunia pendidikan. Pada makalah ini berusaha memuat tentang : landasan
hukum,landasan filsafat,landasan sejarah,landasan sosial budaya,landasan psikologi,dan landasan
ekonomi .
1. Landasan Hukum
Kata landasan dalam hukum berarti melandasi atau mendasari atau titik tolak.Sementara itu kata
hukum dapat dipandang sebagai aturan baku yang patut ditaati. Aturan baku yang sudah disahkan
oleh pemerintah ini , bila dilanggar akan mendapatkan sanksi sesuai dengan aturan yang berlaku
pula. Landasan hukum dapat diartikan peraturan baku sebagai tempat terpijak atau titik tolak
dalam melaksanakan kegiatan kegiatan tertentu, dalam hal ini kegiatan pendidikan.
a. Pendidikan menurut Undang-Undang 1945Undang Undang Dasar 1945 adalah merupakan
hokum tertinggi di Indonesia.Pasal pasal yang bertalian dengan pendidikan dalam Undang
Undang Dasar 1945 hanya 2 pasal, yaitu pasal 31 dan Pasal 32. Yang satu menceritakan tentang
pendidikan dan yang satu menceritakan tentang kebudayaan. Pasal 31 Ayat 1 berbunyi : Tiap
tiap warga Negara berhak mendapatkan pengajaran. Dan ayat 2 pasal ini berbunyi : Pemerintah
mengusahakan dan menyelenggarakan satu system pengajar Pasal 32 pada Undang Undang
Dasar berbunyi : Pemerintah memajukan kebudayaan nasional Indonesia.an nasional, yang diatur
dengan Undang Undang.
b. Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional. Tidak
semua pasal akan dibahas dalam buku ini. Yang dibahas adalah pasal pasal penting terutama
yang membutuhkan penjelasan lebih mendalam serta sebagai acuan untuk mengembangkan
pendidikan. Pertama tama adalah Pasal 1 Ayat 2 dan Ayat 5. Ayat 2 berbunyi sebagai berikut :
Pendidikan nasional adalah pendidikan yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang berakar pada nilai-nilai agama, kebudayaan
nasional Indonesia dan tanggap terhadap tuntutan perubahan zaman.Selanjutnya Pasal 1 Ayat 5
berbunyi : Tenaga Pendidik adalah anggota masyarakat yang mengabdikan diri dan diangkat
untuk menunjang penyelenggaraan pendidikan. Menurut ayat ini yang berhak menjadi tenaga
kependidikan adalah setiap anggota masyarakat yang mengabdikan dirinya dalam
penyelenggaraan pendidikan. Sedang yang dimaksud dengan Pendidik tertera dalam pasal 27
ayat 6, yang mengatakan bahwa Pendidik adalah tenaga kependidikan yang berkualifikasi
sebagai guru, dosen, konselor, pamong belajar, widyaiswara, tutor, instruktur, fasilitator, dan
sebutan lain yang sesuai dengan kekhususannya, serta berpartisipasi dalam menyelenggarakan
pendidikan.
2. Landasan Filsafat
Filsafat pendidikan ialah hasil pemikiran dan perenungan secara mendalam sampai keakar
akarnya mengenai pendidikanAgar uraian tentang filsafat pendidikan ini menjadi lebih lengkap,
berikut akan dipaparkan tentang beberapa aliran filsafat pendidikan yang dominan di dunia ini.
Aliran itu ialah
a. Esensialis
b. Parenialis
c. Progresivis
d. Rekonstruksionis
e. Eksistensialis
Filsafat pendidikan Esensialis bertitik tolak dari kebenaran yang telah terbukti berabad
abad lamanya. Kebenaran seperti itulah yang esensial, yang lain adalah suatu kebenaran secara
kebetulan saja. Tekanan pendidikannya adalah pada pembentukan intelektual dan logika.Filsafat
pendidikan Parenialis tidak jauh berbeda dengan filsafat pendidikan Esensialis. Kalau kebenaran
yang esensial pada esensialis ada pada kebudayaan klasik dengan Great Booknya, maka
kebenaran Parenialis ada pada wahyu Tuhan. Tokoh filsafat ini ialah Agustinus dan Thomas
Aquino.Demikianlah Filsafat Progresivisme mempunyai jiwa perubahan, relativitas, kebebasan,
dinamika, ilmiah, dan perbuatan nyata. Menurut filsafat ini, tidak ada tujuan yang pasti. Tujuan
dan kebenaran itu bersifat relative. Apa yang sekarang dipandang benar karena dituju dalam
kehidupan, tahun depan belum tentu masih tetap benar. Ukuran kebenaran ialah yang berguna
bagi kehidupan manusia hari ini. Tokoh filsafat pendidikan
Progresivis ini adalah John Dewey.Filsafat pendidikan Rekonstruksionis merupakan variasi
dari Progresivisme, yang menginginkan kondisi manusia pada umumnya harus diperbaiki
(Callahan, 1983). Mereka bercita cita mengkonstruksi kembali kehidupan manusia secara
total.Filsafat pendidikan Eksistensialis berpendapat bahwa kenyataan atau kebenaran adalah
eksistensi atau adanya individu manusia itu sendiri. Adanya manusia di dunia ini tidak punya
tujuan dan kehidupan menjadi terserap karena ada manusia. Manusia adalah bebas. Akan
menjadi apa orang itu ditentukan oleh keputusan dan komitmennya sendiri.
3. Landasan Sejarah
Sejarah adalah keadaan masa lampau dengan segala macam kejadian atau kegiatan yang
dapat didasari oleh konsep konsep tertentu. Sejarah pendidikan di Indonesia.Pendidikan di
Indonesia sudah ada sebelum Negara Indonesia berdiri. Sebab itu sejarah pendidikan di
Indonesia juga cukup panjang. Pendidikan itu telah ada sejak zaman kuno, kemudian diteruskan
dengan zaman pengaruh agama Hindu dan Budha, zaman pengaruh agama Islam, pendidikan
pada zaman kemerdekaan. Pada waktu bangsa Indonesia berjuang merintis kemerdekaan ada tiga
tokoh pendidikan sekaligus pejuang kemerdekaan, yang berjuang melalui pendidikan. Merka
membina anak-anak dan para pemuda melalui lembaganya masing-masing untuk
mengembalikan harga diri dan martabatnya yang hilang akibat penjajahan Belanda. Tokoh-tokoh
pendidik itu adalah Mohamad Safei, Ki Hajar Dewantara, dan Kyai Haji Ahmad Dahlan (TIM
MKDK, 1990). Mohamad Syafei mendirikan sekolah INS atau Indonesisch Nederlandse School
di Sumatera Barat pada Tahun 1926.
Sekolah ini lebih dikenal dengan nama Sekolah Kayutanam, sebab sekolah ini didirikan di
Kayutanam. Maksud ulama Syafei adalah mendidik anak-anak agar dapat berdiri sendiri atas
usaha sendiri dengan jiwa yang merdeka. Tokoh pendidik nasional berikutnya yang akan dibahas
adalah Ki Hajar Dewantara yang mendirikan Taman Siswa di Yogyakarta. Sifat, system, dan
metode pendidikannya diringkas ke dalam empat keemasan, yaitu asas Taman Siswa, Panca
Darma, Adat Istiadat, dan semboyan atau perlambang.Asas Taman Siswa dirumuskan pada
Tahun 1922, yang sebagian besar merupakan asas perjuangan untuk menentang penjajah Belanda
pada waktu itu. Tokoh ketiga adalah Ahmad Dahlan yang mendirikan organisasi Agama Islam
pada tahun 1912 di Yogyakarta, yang kemudian berkembang menjadi pendidikan Agama Islam.
Pendidikan Muhammadiyah ini sebagian besar memusatkan diri pada pengembangan agama
Islam, dengan beberapa cirri seperti berikut (TIM MKDK, 1990).Asas pendidikannya adalah
Islam dengan tujuan mewujudkan orang-orang muslim yang berakhlak mulia, cakap, percaya
kepada diri sendiri, dan berguna bagi masyarakat serta Negara.Ada lima butir yang dijadikan
dasar pendidikan yaitu :
a. Perubahan cara berfikir
b. Kemasyarakatan
c. Aktivitas
d. Kreativitas
e. Optimisme
4. Landasan Sosial Budaya
Sosial mengacu kepada hubungan antar individu, antarmasyarakat, dan individu secara
alami, artinya aspek itu telah ada sejak manusia dilahirkan.Sama halnya dengan social, aspek
budaya inipun sangat berperan dalam proses pendidikan. Malah dapat dikatakan tidak ada
pendidikan yang tidak dimasuki unsure budaya. Materi yang dipelajari anak-anak adalah budaya,
cara belajar mereka adalah budaya, begitu pula kegiatan-kegiatan mereka dan bentuk-bentuk
yang dikerjakan juga budaya. Sosiologi dan PendidikanSosiologi adalah ilmu yang mempelajari
hubungan antara manusia dalam kelompok-kelompok dan struktur sosialnya.
Proses sosial dimulai dari interaksi sosial dan dalam proses sosial itu selalu terjadi interaksi
sosial. Interaksi dan proses social didasari oleh factor-faktor berikut :1. Imitasi 2. Sugesti 3.
Identifikasi 4. Simpati Kebudayaan dan PendidikanKebudayaan menurut Taylor adalah totalitas
yang kompleks yang mencakup pengetahuan, kepercayaan, seni, huku, moral, adapt, dan
kemampuan-kemampuan serta kebiasaan-kebiasaan yang diperoleh orang sebagai anggota
masyarakat (Imran Manan, 1989)Hassan (1983) misalnya mengatakan kebudayaan berisi (1)
norma-norma, (2) folkways yang mencakup kebiasaan, adapt, dan tradisi, dan (3) mores,
sementara itu Imran Manan (1989) menunjukkan lima komponen kebudayaan sebagai berikut :1.
Gagasan 2. Ideologi 3. Norma 4. Teknologi 5. BendaAgar menjadi lengkap, perlu ditambah
beberapa komponen lagi yaitu :1. Kesenian 2. Ilmu 3 KepandaianKebudayaan dapat
dikelompokkan menjadi tiga macam, yaitu :1. Kebudayaan umum, misalnya kebudayaan
Indonesia 2. Kebudayaan daerah, misalnya kebudayaan Jawa, Bali, Sunda, Nusa Tenggara Timur
dan sebagainya 3. Kebudayaan popular, suatu kebudayaan yang masa berlakunya rata-rata lebih
pendek daripada kedua macam kebudayaan terdahulu.
5. Landasan Psikologi
Psikologi atau ilmu jiwa adalah ilmu yang mempelajari jiwa manusia. Jiwa itu sendiri
adalah roh dalam keadaan mengendalikan jasmani, yang dapat dipengaruhi oleh alam sekitar.
Karena itu jiwa atau psikis dapat dikatakan inti dan kendali kehidupan manusia, yang berada dan
melekat dalam manusia itu sendiri.a. Psikologi Perkembangan Ada tiga teori atau pendekatan
tentang perkembangan.
Pendekatan-pendekatan yang dimaksud adalah : (Nana Syaodih, 1988) 1. Pendekatan
pentahapan. Perkembangan individu berjalan melalui tahapan-tahapan tertentu. Pada setiap tahap
memiliki ciri-ciri pada tahap-tahap yang lain. 2. Pendekatan diferensial. Pendekatan ini
memandang individu-individu itu memiliki kesamaan-kesamaan dan perbedaan-perbedaan. Atas
dasar ini lalu orang-orang membuat kelompok-kelompok 3. Pendekatan ipsatif. Pendekatan ini
berusaha melihat karakteristik setiap individu, dapat saja disebut sebagai pendekatan individual.
Melihat perkembangan seseorang secara individual.
Sementara itu Stanley Hall penganut teori Evolusi dan teori Rekapitulasi membagi masa
perkembangan anak sebagai berikut (Nana Syaodih, 1988) 1. Masa kanak-kanak ialah umur 0 4
tahun sebagai masa kehidupan binatang. 2. Masa anak ialah umur 4 8 tahun merupakan masa
sebagai manusia pemburu 3. Masa muda ialah umur 8 12 tahun sebagai manusia belum
berbudaya 4. Masa adolesen ialah umur 12 dewasa merupakan manusi berbudaya b. Psikologi
BelajarBelajar adalah perubahan perilaku yang relative permanent sebagai hasil pengalaman
(bukan hasil perkembangan, pengaruh obat, atau kecelakaan) dan bias melaksanakannya pada
pengetahuan lain serta mampu mengkomunikasikan kepada orang lain. Ada sejumlah prinsip
belajar menurut Gagne (1979) sebagai berikut : 1. Kontiguitas, memberikan situasi atau materi
yang mirip dengan harapan pendidik tentang respon anak yang diharapkan, beberapa kali secara
berturut-turut .2. Pengulangan, situasi dan respon anak diulang-ulang atau dipraktekkan agar
belajar lebih sempurna dan lebih lama diingat. 3. Penguatan, respon yang benar misalnya diberi
hadiah untuk mempertahankan dan menguatkan respon itu. 4. Motivasi positif dan percaya diri
dalam belajar. 5. Tersedia materi pelajaran yang lengkap untuk memancing aktivitas anak-anak 6.
Ada upaya membangkitkan keterampilan intelektual untuk belajar, seperti apersepsi dalam
mengajar 7. Ada strategi yang tepat untuk mengaktifkan anak-anak dalam belajar 8. Aspek-aspek
jiwa anak harus dapat dipengaruhi oleh factor-faktor dalam pengajaran.
6. Landasan Ekonomi
Pada zaman pasca modern atau globalisasi sekarang ini, yang sebagian besar manusianya
cenderung mengutamakan kesejahteraan materi disbanding kesejahteraan rohani, membuat
ekonomi mendapat perhatian yang sangat besar. Tidak banyak orang mementingkan peningkatan
spiritual. Sebagian besar dari mereka ingin hidup enak dalam arti jasmaniah. Seperti diketahui
dana pendidikan di Indonesia sangat terbatas. Oleh sebab itu ada kewajiban suatu lembaga
pendidikan untuk memperbanyak sumber-sumber dana yang mungkin bias digali adalah sebagai
berikut :

a. Dari pemerintah dalam bentuk proyek-proyek pembangunan, penelitian-penelitian


bersaing, pertandingan karya ilmiah anak-anak, dan perlombaan-perlombaan lainnya.

b. Dari kerjasama dengan instansi lain, baik pemerintah, swasta, maupun dunia usaha.
Kerjasama ini bias dalam bentuk proyek penelitian, pengabdian kepada masyarakat dan
proyek pengembangan bersama.

c. Membentuk pajak pendidikan, dapat dimulai dari satu desa yang sudah mapan, satu
daerah kecil, dan sebagainya. Program ini dirancang bersama antara lembaga pendidikan
dengan pemerintah setempat dan masyarakat. Dengan cara ini bukan orang tua siswa saja
yang akan membayar dana pendidikan, melainkan semua masyarakat.
d. Usaha-usaha lain, misalnya :
1) Mengadakan seni pentas keliling atau dipentaskan di masyarakatb.
2) Menjual hasil karya nyata anak-anak
3) Membuat bazaard.
4) Mendirikan kafetariae.
5) Mendirikan took keperluan personalia pendidikan dan anak-anak.
6) Mencari donator tetapg.
7) Mengumpulkan sumbanganh.
8) Mengaktifkan BP 3 khusus dalam meningkatkan dana pendidikan. Seperti diketahui setiap
lembaga pendidikan mengelola sejumlah dana pendidikan yang bersumber dari pemerintah
(untuk lembaga pendidikan negeri), masyarakat, dan usaha lembaga itu sendiri.
9) Menurut jenisnya pembiayaan pendidikan dijadikan tiga kelompok yaitu :
a) Dana rutin, ialah dana yang dipakai membiayai kegiatan rutin, seperti gaji, pendidikan,
penelitian, pengabdian masyarakat, perkantoran, biaya pemeliharaan, dan sebagainya.
b) Dana pembangunan, ialah dana yang dipakai membiayai pembangunan-pembangunan dalam
berbagai bidang. Yang dimaksudkan dengan pembangunan disini adalah membangun yang belum
ada, seperti prasarana dan sarana, alat-alat belajar, media, pembentukan kurikulum baru, dan
sebagainya.
c) Dana bantuan masyarakat, termasuk SPP, yang digunakan untuk membiayai hal-hal yang belum
dibiayai oleh dana rutin dan dana pembangunan atau untuk memperbesar dana itu.
d) Dana usaha lembaga sendiri, yang penggunaannya sama dengan butir 3 di atas
KURIKULUM PIS

Filsafat ada tiga:


1. Filsafat Alam
a. Astronomi, Fisika (kosmologi)
b. Kimia, Biologi, Geografi (natural sains)
2. Filsafat Kejiwaan -> Psikologi
3. Filsafat Sosial -> Ilmu-ilmu social
Pendidikan menurut UU No. 20 Tahun 2003 Tentang Sisdiknas, Pasal 1 ayat 1: Pendidikan
adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran
agar peserta didik secara aktif mengembangkan diri, keprinadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta
keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara.
Lima Hal yang perlu diperhatikan dalam pendidikan:
1. Pendidikan adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik
2. Pendidikan sebagai kegiatan bimbingan
3. Pendidikan sebagai kegiatan pengajaran
4. Pendidikan sebagai kegiatan pelatihan
5. Peran peserta didik
Klein (1989)
1. Kurikulum adalah suatu substansi sekolah.
2. Kurikulum sebagai rencana nasional dalam upaya mencapai tujuan pendidikan nasional.
3. Pendidikan diatas menganut paham Rekonstrukturisme.
4. Paham reonsrukturisme menghendaki agar pendidikan diarahkan kepada kemampuan atas
partisipasi peserta didik di masa yang akan datang.
Ilmu-Ilmu Sosial
Calhoun (1971)
Ilmu-ilmu social sebagai studi tentang tingkah laku kelompok umat manusia (The Study of The
Group Behaviour of Human Beings)
Pendidikan ilmu-ilmu sosial:
Pendidikan mengenai disiplin ilmu-ilmu sosial
1. SMU/SMK : Tingkat Dasar, masih bersifat permulaan
2. Mahasiswa : Kedalaman materi untuk bidang studi
Perbedaan ini akan menyebabkan perbedaan kurikulum.
Dua hal yang diperhatikan dari mahasiswa dalam setiap pengajaran disiplin ilmu:
1. Penguasaan aspek subtansif keilmuan
Penguasaan prosedur penelitian yang dapat digunakan untuk pengembangan teori, generalisasi,
dan konsep-konseo fakta.
2. Penguasaan prosedur hedodolis pencarian kebenaran dalam keilmuan itu
Yaitu penguasaan pandangan teori, generalisasi, konsep-konsep fakta.
Bentuk-Bentuk Pendidikan Ilmu Sosial
Ilmu-ilmu sosial:
1. Disiplin Ilmu Sosial
Salah satu sumber materi pendidikan, berdiri sendiri. Misal: Ekonomi, Sejarah, Antropologi,
Sosiologi, dll.
2. Disiplin Ilmu Sosial
Sumber materi pendidikan
Dibagi menjadi tiga macam pendekatan:
a. Pendekatan Terpadu (Mregeted)

b. Pendekatan Berhubungan

c. Pendekatan Terpisah
1. Pendekatan Terpisah
Yaitu pendekatan dimana sikap disiplin dalam ilmu social diajarkan secara terpisah. Tujuan dan
materi pembelajaran dikembangkan dari disiplin ilmu yang bersangkutan.
2. Pendekatan Gabungan
Pendekatan pendidikan ilmu social yang menggabungkan (korelasi) beberapa disiplim ilmu
sosial dalam melakukan kajian terhadap suatu pokok bahasan.
3. Pendekatan Multidisiplin
Yaitu pendekatan ilmu social yang menggunakan lebih dari satu disiplin ilmu, tetapi
dipertahankan dua kedudukan satu disiplin ilmu terhadap masalah sama denagn kedudukan
disiplin ilmu lain.
4. Pendekatan Terpadu
Yaitu pendekatan yang memadukan berbagai disiplin ilmu social sedemikian rupa sehingga batas
antara satu disiplin ilmu dengan lainnya sudah tak tampak.
Syntetik Social Scienes
Upaya untuk memadukan berbagai disiplin limu social menjadi suatu disiplin baru.
Pelopornya Bruner dkk dari Universitas Harvard.
Landasan Pendidikan Ilmu Sosial
Guru yang baik adalah guru yang mempunyai wawasan dan kesadaran akan manfaat ilmu yang
diajarkan.
Manfaat:
a. Pengembangan karier
b. Mencari dan menambah pengetahuan
c. Penumbuhan keterampilan professional baru
d. Perbaikan profesi belajar siswa yang dibimbingnya
Landasan Filosofis Pendidikan
Dasar pandangan seseorang mengenai tujuan yang seharusnya dicapai, materi yang apa
yang seharusnya diajarkan, proses belajar apa yang harus dikembangkan dalam upaya mencapai
tujuan pendidikan.
Ada tiga macam aliran dalam falsafah kurikulum:
1. Aliran Esensial
Berpandangan agar sekolah menjadi pusat keunggulan pendidikan harus disajikan dalam bentuk
keilmuan dan kurikulumnya adalah kurikulum disiplin ilmu.
Tanner dan Tanner (1980)
Intelektualisme adalah tujuan yang paling mendasar dari setiap upaya pandidikan.

2. Aliran Perenialisme
Berpandangan bahwa pendidikan harus diarahkan pada pengembangan intelektual siswa.
Tanner dan Tanner (1980)
Beranggapan bahwa pendidikan harus diarahkan secara eksklusif pada pengembangan intelektual
tersebut, harus didasarkan pada studi yang dinamakan Liberal Arts dan buku besar.
3. Aliran Rekonsrukturionis
Berpandangan bahwa pendidikan sebagai wahana untuk mengembangkan kesejateraan
social (Tnner dan Tanner).
a. Intelektual bukan tujuan yang dikehendaki
b. Menyelesaikan problema masyarakat untuk meningkatkan kesejateraan masyarakat jauh lebih
penting dari pengembangan intelektualisme keilmuan
Landasan Politis
Untuk Indonesia dihubungkan dengan keputusan formal dalam pendidikan, seperti
Pancasila, UUD 45, UU Pendidikan, Peraturan Pemerintah, Keputusan Menteri.
UU Pendidikan No. 20 Tahun 2003: Pendidikan Nasional bertujuan mencerdaskan
kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang
beriman dan bertakwa terhadap Tuhan YME dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan
dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, berkepribadian yang mantap dan mandiri serta
rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan.
Tuntutan Masyarakat
Menurut Tyler, (1946), Taba (1963), Tanner dan Tanner (1984):
Tuntutan masyarakat adalah salah satu dasar dalam pengembangan kurikulum.
Pengembangan masyarakat yang pesat selalu membawa dampak bagi kehidupan social, ekonomi,
dan budaya. Munculnya nilai dan norma baru yang mungkin dianggap berbeda, bahkan
bertentangan dengan apa yang diyakini anggota mayarakat itu sebagai individu ataupun
kelompok. Jenis tujuan ada dua:
1. Tujuan Obyektif, yaitu tujuan yang dicapai dalam 1-2 kali pertemuan kelas atau dapat dicapai
dalam 1 satuan pengajaran (satpel).
2. Development Obyektif, yaitu pencapaiannya melalui penguasaan materi yang cukup lama oleh
siswa.
Pengetahuan dan Pemahaman, Merupakan tujuan yang paling dasar. Pengetahuan berhubungan
dengan kemampuan/daya ingat siswa. Menurut Triggs (1991) Seseorang yang belajar IPS harus
memiliki pengetahuan dan pemahaman mengenai:
1. Ruang lingkup dan pokok kajian
2. Struktur keilmuan dari setiap disiplin
3. Fakta, konsep, peristiwa yang dianggap penting
4. Pokok pikiran keilmuan
5. Teori yang dianggap penting dan relevan
6. Tokoh yang melahirkan teori
7. Isu penting yang ada di masyarakat
TRANSAKSIONAL RESOURCES ILMU-ILMU SOSIAL

Ilmu-ilmu sosial berkembang seiring dengan kegiatan penelitian ilmuwan sosial. Oleh
karena itu bahan pengetahuan tentang masyarakat dan kebudayaan diberbagai bagian muka bumi
dan negara makin bertambah. Makin bertambahnya bahan pengetahan tentang masyarakat dan
kebudayaan akan mempermudah penyususnan bahan pembelajaran ilmu-ilmu sosial di sekolah-
sekolah. Artinya, jika bahan pengetahuan tentang masyarakat dan kebudayaan Indonesia banyak
misalnya, maka penyususnan bahan pengajajaran tentang Indonesia semakin mudah. Sebaliknya,
jika bahan pengetahuan Indonesia tersebut sedikit misalnya, maka penyusunan bahan
pengetahuan tentang Indonesia akan mengalami kesukararan. Pembelajaran ilmu-ilmu sosial
terpengaruh oleh kondisi ilmu-ilmu sosial. penentuan bahan pengetahuan pada kurikulum ilmu-
ilmu sosial IPS terpengaruh oleh kekayaan unsur-unsur pengetahuan pada cabang-cabang IS
seperti sejarah, geografi, ekonomi, politik dalam acuan ciri, sosiologi, dan antropologi.
Tersedianya unsur-unsur keilmuan sejarah, geografi, ekonomi, politik dalam arti Civics,
sisiologi, dan antropologi negara tertentu memudahkan penyusunan kurikulum IPS pada jenjang
SD, SLTP, dan SLTA. Unsur-usur keilmuan IS yang menjadi bahan pembelajaran ilmu-ilmu
sosial tersebut adalh fakta, konsep, generalisasi, dan teori-teori. Di samping unsur yang
terstruktur secara statis sebagai bangunan IS tersebut, terdapat juga alat ilmu seperti metode
penelitian ilmiah, hipotesis, teknik uji kebenaran ilmiah, model-model ilmiah. Alat-alat keilmuan
seperti metode penelitian tersebut merupakan segi dinamis keilmuan. Keseluruhan unsur
keilmuan tersebut dijadikan bahan pengetahuan IS yang dibelajarkan oleh pembelajar atau yang
dipelajari oleh pebelajar.
Penyususnan unsur keilmuan IS menjadi perogram pembelajaran pebelajar. Penyususnan
unsur keilmuan IS menjadi program pembelajaran IS terkait pada tipe-tipe kurikulum baik yang
mono disiplin, atau inter disiplin. Sebagai ilustrasi akan dikemukakan contoh-contoh konsep,
generalisasi, teori, yang lazim dibelajarkan. Contoh-contoh tersebut diadaptasi dari karya James
A. Banks dan Pearl M.Oliner. Bangunan ilmu sosial merupakan jaringan hubungan antara fakta,
konsep, generalisasi, dan teori.
Secara struktural bubungan keempat unsur tersebut terlukis dalam teori Durkhiem tentang
bunuh diri. Secaera empiris teori Durkhiem tersebut menerangkan perbandingan tingkat bunuh
diri. Rangkain teori Durkheim tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut.
1. Di dalam kelompok sosial, tingkat bunuh diri bermacam-macam secara langsung berhubungan
dengan tingkat individualisme.
2. Tingkat individualisme bermacam-macam berhubungan dengan insiden Protestantisme.
3. Oleh karena itu, tingkat bunuh diri bermacam-macam sehubungan dengan insiden
Protestantisme.
4. Insiden Protestantisme di Spanyol rendah.
5. Oleh karena itu, tingkat bunuh diri di Spanyol rendah.
Cabang ilmu-ilmu sosial adalah ilmu empiris, artinya bertitik tolak dari fakta. Tiap cabang
ilmu sosial memperlajari fenomena sosial dengan perhatian berbeda, dan karenanya memperoleh
seperangkat konsep yang berbeda pula. Konsep-konsep pada disiplin ilmu sosial tertentu yang
umumnya dipelajari di sekolah. Konsep tersebut merupakan konsep kunci pada cabang ilmu
tertentu yang bermanfaat bagi para pebelajar IPS jenjang sekolah dasar dan sekolah lanjutan.
Penyelenggaraan pembelajaran ilmu-ilmu sosial dapat dilaksanakan berdasarkan kurikulum
mono disiplin. Oleh karena itu terdapat juga konsep-konsep cabang ilmu yang menjadi konsep
IPS yang interdisiplin.
Hilda Taba yang menyusun IPS interdisiplin berhasil menghimpun konsep ilmu sosial
menjadi konsep IPS interdisiplin. Bahan pembelajaran ilmu-ilmu sosial atau bahan pembelajaran
IPS bersumber dari ilmu-ilmu sosial. Ilmu-ilmu sosial adalah ilmu pengetahuan, dan oleh karena
itu sebagai ilmu otonom berlaku arti sebagai aktifitas, sebagai metode, dan sebagai pengetahuan
ilmiah.
Secara statis bahan pembelajaran ilmu-ilmu sosial atau dalam konsep IPS terdiri dari unsur
keilmuan yang statis dan dinamis. Bahan pembelajaran ilmu-ilmu sosial di sekolah sudah tentu
akan bermuatan unsur-unsur keilmuan. Makin tinggi jenjang sekolah, maka jumlah konsep,
generalisasi, teori dan metode penelitian makin besar. Lebih dari itu, maka ilmu adalah suatu
kegiatan dengan metode ilmiah yang ingin mencapai misi ilmiah.
SUMBER PEMBELAJARAN ILMU SOSIAL DAN IPS

Pembelajaran ilmu-ilmu sosial dan IPS dilaksanakan berdasrkan disain pembelajaran


yang mono-disiplin atau interdisiplin, serta berdasarkan pendekatan mengajarnya. Studi historis
tentang alat bantu pembelajaran dan sumber pembelajaran menunjukan bahwa konsep tentang
alat bantu mengajar mengalami perkembangan, ada tiga periode pemikiran tentang alat bantu
mengajar atau yang pada tahun 1950-an sebagai media pembelajaran dan sumber pembelajaran.
Pemikiran tersebut berkaitan dengan kemajuan studi kurikulum dan indursti alat pembelajaran.
Pemikiran tentang alat bantu mengajar tersebut secara garis besar dibedakan dalam
periode-periode berikut. (i) Sampai tahun 1700-an pemikiran tentang alat peraga didominasi oeh
wawasan filosofis. Joh Amos Comunius (1592-1670) misalnya mendobrak dominasi dengan
visual aid tectbook-nya. Hal ini merintis perombakan pemikiran alat peraga. (ii) Periode 1700-
1900 lahir rintisan eksperimentasi psikologi dan teori belajar baru. Alat peraga mulai dikaitkan
dengan merode mengajar. (iii) Sejak tahun 1900 sampai sekarang yang dapat dibedakan menjadi
dua tahap, yaitu atahun 1900-1950 dan sesudah tahun 1950.
Sejak tahun 1900 perhatian pada alat peraga semakin tinggi, danmuali menjadi suatu
spesialisasi baru. Penelitian tentang penggunaan radio, film, televisi, dan alat peraga lain
semakinsistematis. Ada dua jenis konsep tentang alat peraga dan sumber pembelajaran. Pertama,
konsep keilmuan alam tentang teknologi pembelajaran yang memandang segala media
pembelajaran sebagai alat bantu mengajar. Asumsinya bahwa alat audiovisual dan mesin-mesin
merupakan media noveverbal yang berguna untuk menghidarkan verbalisme. Konsep ini
berpengaruh secara dominan tahun 1900-1950-an. Kedua, muncul konseop ilmu perilaku
(behavioral science) tentang teknologi pembelajaran. Konsep ini berusaha menghilangkan
pandangan dikhotomis tentang alat peraga yang membedakan media pembelajaran verbal dan
non-verbal.
Konsep keilmuan yang membedakan alat peraga verbal dan non-verbal mengakibatkan
penyebelahan mengajar. Konsep ilmu perilaku memandang media pembelajaran, mesin-mesin,
sumber pengetahuan, materi pembelajaran sebagai bagian integral program pengarjan, yangakan
mengubah perilaku pebelajar. Praktek pembelajaran tergantung pada metode keilmuan yang
dikembangkan oleh ahli ilmu perilaku (behavioral science, sebagai fusi psikologi, sosiologi, dan
antropologi).
Hubungan antara ilmu perilaku dengan teknologi instruksional sejajar dengan hubungan
antara ilmu pengetahuan alam dengan teknologi engineering, atau hubungan antara biologi
dengan teknologi kedokteran. Konsep perilaku ini berlaku sejak tahun 1950 sampai sekarang.
Pembelajaran ilmu-ilmu sosial sudah tentu terpengaruh oleh perkembagan industri alat peraga
dan konsep media pembelajaran.
IPS progresiveme memandang media pengarjan sebgai bagian intergral program
pembelajaran IPS. Social science education juga memandang media pembelajaran sebagai
bagian integral program pembelajaran ilmu sosial. Aliran ini menunjukan adanya simbol bahasa,
simbol visual sebagai alat memperlajari ilmu sosial. IPS gaya baru memandang media
pembelajaran dan sumberp pengetahuan yang ada di masyarakat sebagai bagian integral
program pembelajaran IPS.
Memposisikan media pembelajaran dan sumber pengetahuan di masyarakt sebagai bagian
integral program pembelajaran ilmu sosial. Untuk lebih jelasnya, berikut akan diuraikan tentang
hal itu yaitu:
1. memposisikan ilmu pengetahuan sebagi seistem pengetahuan terbuka. Artinya pengetahuan yang
terdapat dalam buku teks dan realitas sosial di masyarakat merupakan suatu komprehensivitas.
Dengan kata lain, buku pengetahuan baru merupakan sebagian dari pengetahuan. Si pebelajar,
atau pembaca buku pengetahuan masih harus menerapkan keterampilan metodis mengungkap
masyarakat menjadi pengetahuan.
2. memposisikan pebelajar sebgai seorang pribadi aktif pencari ilmu pengetahuan. Kedudukan
pebelajar sebagai pencari aktif ilmu pengetahuan mnyederajatkan pembelajar sebagai peneliti
ilmu pengetahuan. Hal ini berakibat mengubah pola interaksi pembelajar-pebelajar pengetahuan.
3. memposisikan ilmu pengetahuan sebagai salah satu unsur kebudayaan, disamping benda-benda
budaya dan perilaku sosial. Ilmu sosial dipandang sebagai salah satu unsur kebudayaan, di
samping sistem berfikir logis, menganut orientasi nilai keilmuan, dan berbeda dengan orientasi
nilai yang lain.
Instrumen pembelajaran ilmu-ilmu sosial atau media pembelajaran dan sumber-sumber
ilmu sosial merupakan unsur keilmuan cabang-cabang ilmu sosial. alat bantu dapat berupa alat
peraga dan simbol-simbol, baik simbol verbal, simbol visual, simbol nilai.
Nilai keilmuan alat bantu pembelajaran tersebut secara katagoris benda-benda sesaui
dengan kendudukan dalam perangkat hubungan antara fakta konsep generalisasi dan teori secara
ilmiah. Secara fungasional berarti bahwa seriap alat peraga memiliki keguanaan khusus pada
acuan sudut pandang disiplin ilmu sosial tertentu.
Sebagai ilustrasi, globe sebagai model ilmiah berfungsi sebagai media ke ruangan tentan
palet di dunia, dan penunjuk lokasi di bumi. Dokumen misalnya, merupakan media rekonstruksi
tidak sejarah. Tabel jumlah penduduk misalnya, emrupakan media yang melukiskan kondisi
tenga kerja dalam acuan tindakan ekonomis. Gambar atau bagan interaksi sosial misalnya,
melukiskan interaksi antar individu dan antar kelompok, yang memungkinkan prediksi tidak-
tindak sosial mapun politis dalam masyarakat.
Benda-benda budaya bukan hanya melukiskan tingkat keterampilan seseorang pendukung
kebudayaan suatu zaman, tetapi juga dapat melukiskan tngkat pengetahuan suatu bangsa di
tengah pergaulan dengan bangsa-bangsa lain. Media pembelajaran dan sumber pengetahuan
ilmu-ilmu sosial dalam rangka pembelajaran keilmuan dapat dibedakan fungsinya menjadi
beberapa kategori sebagai berikut.
1. benda asli merpakan peraga kongkrit sebagai media rekonstruksi sosial dan historis, dan dasar
pembentukan konsep keilmuan. Pada giliran selanjutnya dapat digunakan sebagai konstruk
generalisasi dan renstruksi sistem sosial dan sistem nilai. Benda tiruan memiliki fungsi serupa
dengan benda asli.
2. model ilmiah seperti tiruan perbesaran atau pengecilan benda seperti globe, merpakan saran
berfikir keilmuan yang melukiskan hubungan fakta, konsep, generalisasi danteori ilmiah. Dengan
model-model ilmiah tersebut ilmuwan ada menyesun teori atau merevisi teori.
3. buku ilmu pengetahuan, buku pelajran, laporan hasil penelitian dan jurnal ilmu-ilmu sosial
merupakan sumber ilmu-ilmu sosial yang sangat penting bagi jenjang sekolah yang relevan.
Karya tulis ilmiah ilmu sosial tersebut dapat dikategorikan sebagai sumber primer, skunder atau
tertier. Pada karya tulis tersebut dapat ditemukan artikel ilmu sosial dalam surat kabar dan
majalah semi ilmiah dan majalah umum. Karya tulis jenis ini merupakan sumber kuartir yang
berguna untuk pengayaan bahan pembelajaran. Berbeda dengan buku sumber primer dan
sekundair, maka sumber ini perlu diterima secara kritis.
4. Masyarakat dan kebudayaan sebagai sumber pengetahuan ilmu-ilmu sosial. masyarakat dan
kebudayaan adalah realitas sosial yang dapat dijadikan lahan penelitian ilmu-ilmu sosial. sebagai
realitas sosial merupakan penyedia fakta keilmuan, dan sekaligus wilayah uji teori keilmuan.

Bagaimana Bahan Pembelajaran itu Dibelajarkan


Membelajarkan bahan pembelajaran ilmu-ilmu sosial merupakan pilihan metode
mengajar. Bahan pembelajaran ilmu-ilmu sosial adalah fakta, konsep, generalisasi, teori tentang
peristiwa sosial dan gejala rokhani warga masyarakat. Singkatnya bahan pembelajaran ilmu
sosial berisi unsur keilmuan dannilai kemanusiaan.
Unsur-unsur keilmuan dapat dipelajari secar efektif dengan internalisasi dan latihan
perilaku. Pilihan metodologis shubungan dengan bahan kognitif dan afektif tersebut merupakan
pilihan yang musykil. Secara teortis hubungan pembelajar dan pebelajar merupakan akibat lanjut
dari pilihan pendekatan pembelajaran.
Pada pembelajaran ilmu-ilmu sosial diharapkan untuk memilih pendekatan-pendekatan
yang menaktifkan pebelajar berperilaku, belajar mandiri, berkesepatan menginternalisasi nilai
kemanusiaan. Pendekatan laboratorie, discovery, inkuiri, fenomenologis, dan humanistis
disarankan untuk digunakan. Dengan menggunakan kelima pendekatan tersebut maka pebelajar
berkemunkinan untuk ber-ajar unsur keilmuan baik berupa nilai kemanusiaan.
Suatu prayarat yang harus dipenuhi oleh pebelajar agar dapat ber-ajar aktip pada
pembelajaran ilmu sosial adalah (i) pebelajar sudah mampu membaca dalam hati, (ii) mampu
bekerja mandiri, (ii) mampu bekerja sama dengan orang lain secara minimal, (iv) secara
sederhana mampu menggunakan simbol-simbol verba, grafis, model ilmiah, dan simbol nilai.
Sudah barang tentu kemampuan pebelajar tersebut akan meningkat apabila pembelajar bersikap
terbuka dalam pembelajaran ilmu-ilmu sosial.
KONSEP EVALUASI DALAM PEMBELAJARAN ILMU-ILMU SOSIAL

Evaluasi merupakan bagian integral dari progrm pembelajaran. Norman Gronlund


menyatakan bahwa evaluasi pembelajaran berperan penting pada proses mengajar-belajar di
kelas, dan juga bermanfaat pada program pengjaran, pengembangan kurikulum, program
kecakapan, pemberian nilai dan raport, bimbingan dan penyuluhan, administrasi pendidikan dan
program penelitian sekolah. Evaluasi sebagai kegiatan telah deteliti oleh berbagai ahli.
Secara sistemik evaluasi merupakan bagian integral pembe-lajaran. Ada bermacam-
macam model evaluasi pembelajaran. Theodore Kaltsounis (1989) mengemukkan pengtingnya
memposisikan evaluasi pembelajaran berjalan secara komprehensip dengan langkah-langkah
mengajar yang lain. Langkah-langkah integral pembelajaran tersebut sebagai berikut.
1. penyusunan program pembelajaran ilmu sosial atau IPS sejalan dengan tuntutan kebutuhan
masyarakat,
2. penyusunan tujuan pembelajaran umum berkenaan dengan issue dan generalisasi, suatu langkah
sejajar dengan kegiatan penilaian pebelajar dan penempatan di program pembelajaran. Langkah
ini merupakan evaluasi diagnostic dan penempatan.
3. penyusunan tujuan pembelajaran khusus (objective) berkenaan dengan pengetahuan, nilai sosial,
keterampilan intelektual, keterampilan klarifikasi nilai, dan keterampilan sosial. Langkah ini
bersamaan dengan penilaian kebutuhan pebelajar belajar secara kognitif, efektif, dan
keterampilan.
4. pemilihan strategi pembelajaran, dengan pendekatan inkuiri.
5. monitoring kesukaran belajar (evaluasi formative),
6. modifikasi pembelajaran,
7. evaluasi sumative, dan evaluasi dignostic dalam acuan remedial.
8. revisi program dan penyusunan raport.
Evaluasi pembelajaran ilmu sosial pada dasarnya meliputi empat hal yaitu (i) evaluasi
diagnostic penempatan, (ii) evaluasi formative, (iii) evaluasi diagnostic remidial, dan (iv)
evaluasi summative. Evaluasi diagnostic penempatan dilaksankan pada awal proses
pembelajaran untuk mengenal pebelajar dan mmelatakkan pebelajar pada berbagai tingkat
tujuan.
Evaluasi formative berguna untuk memantau efektivitas pembelajaran, sebhubungan
dengan strategi menajar, hasil belajar, cara belajar, dan konstruksi kurikulum. Evaluasi formative
mendasari perbaikan proses mengajar belajar. Evaluasi ini sangat penting bagi belajar tuntas.
Evaluasi diagnostic reminial bertuna untuk mengenal sebab-sebab kesulitan belajar.
Pelaksana evaluasi summative ini sebaiknya adalah seorang ahli. Evaluasi summative
dilaksanakan pada akhir program pembelajaran. Tujuannya adalah utnuk menentukan tingkat
hasil belajar, dan mentukan efektivitas program pembelajaran secara menyeluruh. Evaluasi
pembelajaran ilmu sosial sebagai bagian integral pembelajaran program pembelajaran bertautan
dengan tujuan pembelajaran, pendekatan, metode teknik-model pembelajaran, unsur keilmuan.
Secara keseluruhan dapat dikemukakan bahwa dalam pembelajaran ilmu-ilmu sosial
maka pembelajar ilmu sosial secara kreatif dapat memilih: (a) tipe program pembelajaran ilmu
sosial, (b) penentuan tekanan tentang tujuan pembelajaran (goal dan objective), (c) pendekatan
pengarajan yang dapat paralel dengan penelitianilmu-ilmu sosial, (d) unsur keimuan berupa
fakta, konsep, generalisasi, teori, model ilmiah, hipotesis, niliai-nilai, (e) model pembelajaran
dari keluarga IPM, SIM, PM atau BM (Joyce & Weil), (f) pendekatan mengenai media
penajaran, dan (g) pendekatan teknik-teknik evaluasi pengarajan ilmu-ilmu sosial. Pilihan
tindak-tindak mengajar tersebut merupakan kebebasan profesional pembelajaran ilmu-ilmu sosial
yang menjadi bagian dalam pengembangan ilmu-ilmu sosial.
PROBLEMATIKA KONSEPTUAL PEMBELAJARAN ILMU-ILMU SOSIAL

Pembelajaran ilmu-ilmu sosial pada dasarnya tidak berbeda dengan pembelajaran ilmu-
ilmu yang lain. Keserupaan itu disebabkan oleh kenyataan bahwa (i) ilmu-ilmu sosial adalah
ilmu empiris, yang bahan pengetahuannya bersal dari hasil penelitian ilmiah, (ii) ilmu-ilmu sosial
terdiri dari fakta, konsep generalisasi, konstruk, model-model ilmiah, dan teori, (iii)
pembelajaran ilmu-ilmu sosial merupakan realitas pembelajaran yang dapat diteliti, baik secara
ex postfacto, empiris, maupun eksperimental (kuasi ekperimental). Pembelajaran ilmu-ilmu
sosial berada dalam konteks pembelajaran ilmu-ilmu yang lain. kedudukan pembelajaran ilmu-
ilmu sosial diantara ilmu-ilmu yang lain tergantung pada kebijaksanaan terhadap ilmu
pengetahuan. Hal ini sebenarnya terletak di luar pembelajaran ilmu sosial, walaupun dapat
diduga akan berpengaruh pada pembelajaran ilmu sosial.
Pada umumnya ilmu pengetahuan dibuat atau terbentuk untuk memecahkan masalah
masyarakt. Terkait dengan pemecahan masalah masyarakat inilah banyak kalangan yang
mempersoalkan fungsi ilmu-ilmu sosial dan fungsi pembelajaran ilmu-ilmu sosial. Pertanyaan
tentang ilmu-ilmu sosial dapat dirumuskan sebagai berikut:
1. Apakah masalah-masalah sosial (masyarakat, negara, bangsa dan dunia internasional)
merupakan prblem yang dapat dipecahkan oleh ilmu-ilmu sosial?
2. siapakah yang menjadi klien, dan tujuan siapakah yang akan digarap oleh ilmuwan sosial ?
3. apakah masyarakt itu dapat dijadikan sejenis patient oleh ilmuan? Siapa dan apa yang harus
diubah oleh ilmuawan sosial?
4. Variabel-variabel strategis (hal-hal penting mana) apakah yang dapat dipandang sebagai hal-hal
yang dapt dikontrol?
5. Variabel apakah yang dipandang tetap dan apakah yang dapat diubah?.
6. Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut dapat digunakan analogi, sutu perbandingan
dan fungsi ilmuwan-kelamaan.
Sebagai ilustrasi, kerja seorang konselor, atau ahli komputer. Konselor berkewajiban
memberikan berbagai pertimbangan konseling pada kliennya, ahli komputer memperbaiki dan
menciptakan program komputer. Ahli-ahli tersebut bekerja secara profesional dengan
menggunakan dasar hasil-hasil penelitian eksperimental. Ahli-ahli tersebut menghadapi masalah
masyarakat, tetapi ia dapat melokalisirnya dalam bidangnya masing-masing. Sebaliknya,
ilmuwan sosial menghadapi problem dalam arti menyangkut harkat dan masyarakat serta
ilmuwan sosial tidak bekerja di laboratorium, tetapi ia bekerja secara laboratoris. Penelitiannya
tergolong kuasi-eksperimental. Penyakit sosial cenderung disembunyikan oleh anggota
masyarakat yang bersangkutan.
Ilmuwan sosial hanya menemukan masalh secara terinci, terstruktur, masalah sebenarnya
dan sesungguhnya. Ilmuwan sosial hanya memberikan pengertian mendalam tentang masyarakat
(dalam arti lembaga, proses, aturan, tindakan, dan nilai-nilai) dan pemahaman tentang
indetifikasi diri manusia seutuhnya.
Pengetahuan yang disumbangkan oleh ilmuwan sosial berupa saran tentang bagaimana
mengubah kondisi sosial manusia rekonstruksi sosial, dan tidak berusaha mengubah diri
manusia. Ilmuwan sosial tidak dapt memcahkan masalah sosial dengan bekerja seorang diri. Hal
ini berbeda dengan ilmuwan keilmualaman. Pertanyaan tentang fungsi pembelajaran ilmu-ilmu
sosial dapat dirumuskan sebagai berikut: (i) bagaimanakah kedudukan cabang ilmu-ilmu sosial
dalam suatu kurikulum sekolah? Pertanyaan ini mempersoalkan cabang-cabang ilmu sosial
seperti sejarah, ilmu ekonomi,geografi, antropologi pada jenjang SD, SMTP, SMTA kelas A1,
A2, A3, A4 atau yang lain. (ii) apakah tujuan pengajaran atau tujuan belajar ilmu-ilmu sosial?
pertanyaan ini mempersoalkan misi pendidikan sekolah sebagai alat rekonstruksi sosial, dan
mengacu pada pendidikan sekolah sebagai alat rekonstruksi sosial, dan mengacu pada
pendidikan pribadi, socio-civics, dan pendidikan intlektual. Pembelajaran ilmu-ilmu sosial
tentang nilai-nilai erat hubungannya dengan pendidikan pribadi, untuk itu, kalangan pembelajar
hendaknya menjadikan pembelajarannya sebagai media yang efektif bagi pengembangan dan
pelatihan kepribadian pebelajar.
ILMU ILMU SOSIAL DAN SEJARAHNYA

Hubungan IPS dengan Mata Pelajaran Lainnya


A. Hubungan IPS dengan Mapel Agama
Kesadaran akan adanya keterbatasan dari diri manusia telah ada sejak manusia itu ada.
Keterbatasan akan memahami kejadian alam seperti gempa bumi, gunung meletus, dan
sebagainya. Keterbatasan manusia memahami peristiwa-peristiwa dalam kehidupan sehari-hari
seperti kelahiran, kematian,sakit dan mimpi. Kesadaran ini menyadarkan manusia akan adanya
kekuatan diluar dari dirinya yang tidak tampak dan diluar jangkauan pikirannya yaitu disebut
kekuatan supranatural.
Dari adanya kesadaran akan kekuatan supranatural itulah lahir sistem kepercayaan. Seperti
kepercayaan pada roh nenek moyang (animisme), kepercayaan pada kekuatan alam
(dinamisme), kepercayaan yang menganggap suci binatang tertentu (totemisme), pemujaan
kepada pelaksanaan upacara (shamanisme), percaya pada dewa-dewa (politheisme), dan
sebagainya.

B. Hubungan IPS dengan Bahasa Indonesia


Bahasa mencerminkan kepribadian individu dan kebudayaan masyaraktnya, dan pada
gilirannya bahasa turut membentuk kepribadian dan kebudayaan. Hubungan antara bahasa
seorang individu dan kepribadiannya, seperti juga halnya hubungan antara bahasa dan
kebudayaan. Cara berbicara seseorang mencerminkan kepribadiannya, gaya kognitifnya dan
disposisi kepribadiannya.Bahasa dibentuk oleh kaidah aturan serta pola yang tidak boleh
dilanggar agar tidak menyebabkan gangguan pada komunikasi yang terjadi. Kaidah, aturan dan
pola-pola yang dibentuk mencakup tata bunyi, tata bentuk dan tata kalimat. Agar komunikasi
yang dilakukan berjalan lancar dengan baik, penerima dan pengirim bahasa harus harus
menguasai bahasanya.

C. Hubungan IPS dengan Pendidikan Kewarganegaraan


Memiliki kesadaran dan kepedulian terhadap masyarakat atau lingkungannya, melalui
pemahaman terhadap nilai-nilai dan kebudayaan masyarakat serta menjadi warga negara yang
baik. Mempersiapkan siswa menjadi warga negara yang baik dalam kehidupannya dan
mengembangkan kemampuan siswa menggunakan penalaran dalam mengambil keputusan pada
setiap persoalan yang dihadapinya.
TUJUAN PEMBELAJARAN ILMU-ILMU SOSIAL

Dewasa ini timbul tuntutan profesional yang mengemukakan pentingnya tanggung


jawab profesional dan relevansi pendidikan. Artinya, apa yang dibelajarkan dan dipelajari harus
berguna bagi individu, masyarakat, dan negara. Pendidikan dan sistem pendidikan dipandang
bertanggung jawab atas kegagalan atau keberhasilan kegiatan pendidikan.
Dalam pendekatan sistem kebutuhanm tujuan intruksional, merupakan pertimbangan
untuk pemilihan bahan pembelajaran. Penilaian tentang jenis dan tingkat kebutuhan dilakukan
oleh perendana program pendidikan pada tingkat nasional atau yayasan. Pembelajar bertugas
menjabarkan kebutuhan tersebut pada tingkat kelas. Ada lima tipe kebutuhan yang perlu
diperhitungkan oleh pembelajar, yaitu (i) kebutuhan normatif, (ii) keinginan, (iii) tuntutan, (iv)
kebutuhann perbandingan, dan 9v) kebutuhan pada masa yang akan datang. Secara paedagogis
pembelajar perlu menawarkan kelima tipe kebutuhan pada masa yang akan datang. Secara
pendagogis pembelajar perlu menawarkan kelima tipe kebutuhan tersebut kepada pebelajar,
sebab pada umumya pebelajar belum menyadari adanya kebutuhan tersebut.
Perencanaan pendidikan atau ahli kurikulum bertanggung jawab meramu bahan
pembelajaran sesau kebutuhan masyarakat dan negaranya. Bila kebutuhan telah diidentifikasi,
diperiksa, dan kemudian urutan prioritas ditentukan, maka kebutuhan tersebut dijabarkan
menjadi tujuan intruksional dalam arti aim, goal, dan objective. Menurut Tobert F. Maager tujuan
dalam arti objective atay behavioral objective (tujuan berupa perilaku) melukiskan keadaan pada
si pebelajar. Secara umum tujuan pembelajaran ilmu-ilmu sosial, khsusnya dalam arti social
studies atau IPS, adalah meliputi tiga segi pendidikan seperti humanistic education, socio-civic
education, dan intllectuall education (pendidikan kemanusiaan, kemasyarakatan-kenegaraan, dan
pendidikan intelektual).
Jabaran tujuan umum pembelajaran tersebut berbeda-beda menurut berbagai ahli yang
meneliti tujuan pembelajaran. Pada umunya di Amerika Serikat ada tiga cara pengklasifikasi
pendidikan intelektual yang dgunakan yaitu (a) cara Benjamin Bloom dkk, (b) cara J.P. Guilford,
dan (c) cara Hilda Taba. Bloom dkk, membedakan enam katagori kongnitif, yaitu (i)
pengetahuan, (ii) komprehensi, (iii) aplikasi, (iv) analisis, (v0 sistesis, dan (vi) evaluasi. Dalam
teori operasi mental Guilford mengemukakan lima keterampilan dasar berupa (i) kognisi--
sebanding dengan kesesuaian fakta dan idea, (ii) ingatan--sehubungan dengan ingatan pada suatu
informasi, (iii) berfikir konvergensimenyatakan norma perilaku, (iv) berfikir divergensi
menunjukan ada kreativitas dan kecakapan memcahkan masalah, dan (v) evaluasiseperti
maksud Bloom.
Hilda Taba mengemukakan pengkategorian yang disebut tugas kognitif (cognitive tasks).
Tugas kognitiv tersebut adalah (i) pembentukan konsep. Konsep terbentuk apabila pebelajar (a)
menghitung unsur, (b) menemukan dasar untuk mengelempokan unsur, (c) mengidentifiasi ciri-
ciri umum unsur dalam kelompok, (d) memberi nama kelompok, dan (v) memasukkan unsur-
unsur yagn terhirung dalam nama-nama kelompok tersebut. (ii) Tugas kognitiv kedua adalah
terdiri dari interprestasi, mengemukakan pendapat, danmenarik generalisasi. (iii) tugas kognitiv
ketiga adalah menggunakan fakta dan prinsip untuk menerangkan fenomena yang tidak nma atau
memprediksikan akibt adanya kondisi yang telah diketahui.
Pengkategorian tingkat berfikir ketiga ahli tersebut bergerak dari tingkat berfikir
sederhana menuju ke yang kompleks. Tentang pendidikan moral pada pembelajaran IPS juga
banyak penelitian. Model-model pendidikan moral yang terkenal di Amerika Serikat adalah
model Asosiasi Filsafat Columbia, model Rauf, model Hunt dan Metcalf, model Hilda Taba,
model Oliver dkk, model Rathdkk, model Kohlberg.
Pada umunya ahli-ahli pendidikan moral pendapat bahwa tujuan umum pembelajaran IPS
adalah membantu pebelajar utnuk mengembangkan keterampilan keputusan rasional sehingga ia
dapa memecahkan persoalan pribadi dan ikut berpartisipasi sosial. Agar seseorang dapat
mengambil keputusan rasional sehingga ia dapat memcahkan persoalan pribadi dan ikut
berpartisipasi sosial. Agar seseorang dapat mengambil keputusan rasional maka ia harus mampu
mengenal dan mengklarifiksi nilai-nilaisehingga ia dapat mengatasi konflik nilai secara
bijaksana.
Pada umumnya berbagai model pendidikan moral tersebut berupaya agar pebelajar dapat
mengenal nilai yang berlaku, kemudian menemukan, menganalisis dan menempatkan nilai
pilihannya dalam suatu hierarkhie, dan akhirnya mengembangkan nilai-nilai baru. Tentang
keterampilan sosial pada pembelajaran IPS, Fraenkel mengkategorikan sebagai keterampilan-
keterampilan untuk (i) membuat rencana dengan orang lain, (ii) partisipasi dalam usaha meneliti
sesuatu, (iii) partisipasi prifuktif dalam diskusi kelompok, (iv) menjawab secara nopan
pertanyaan orang lain, (v) memimpin diskusi kelompok, (vi) bertindak sear bertanggung jawab,
dan (vii) menolong orang lain. Tujuan pembelajaran ilmu-ilmu sosial yang berdimensi (i)
pendidikan kemanusiaan, (ii) pendidikan socio-civic, dan (iii) pendidikan intelektual tersebut
merupakan inti pendidikan di sekolah.
Ketiga dimensi tujuan tidak terlepas dari materi ilmu-ilmu sosial yang berupa peristiwa
sosial dan gejala rohani. Materi ilmu-ilmu sosial yang berpa realita sosial tidak terlepas dari
nilai-nilai kemanusiaan yang hanya terungkap sebagai matarealita sosial. dimensi-dimensi
kemanusiaan dan socio-civic merupakan kekhususan materi ilmu-ilmu sosial, sedangkan dimensi
intelektual ditemukan pada pembelajaran ilmu-ilmu yang lain.
Dalam dimensi intelektual tersebut, mengingat dilemma ilu-ilmu sosial di Indonesia,
maka tujuan pembelajaran ilmu-ilmu sosial di semua jenjang sekolah perlu memprioritaskan
didikan nilai prasyarat terbentuknya ilmu pengetahuan. Nilai-nilai dasar tersebut adalah (a) nilai
dasar penelitian, seperti keingin tahuan ilmiah, objektivitas, kreativitas, kejujuran, (b) nilai
pendukung keberhasilan penelitian seperti kebebasan, ketekunan, keluwesan, tilikan, dan (c) nilai
sistem sosial keilmuan, seperti pertimbangan objektif, tanggungjawab keilmuan, dedikasi
keilmuan, dan komunalitas keilmuan. Nilai-nilai dasar tersebut diats merupan aim atau tujuan
umum pembelajaran ilmu-ilmu sosial. Tujuan umum tersebut perlu dijabarkan lebih lanjut
menjadi objective oleh pembelajar.
Diposkan oleh Jakni PPKn di 08.00

0 komentar:

Poskan Komentar

Posting Lebih Baru Posting Lama Beranda


Langganan: Poskan Komentar (Atom)

I. Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS)


A. Pengertian IPS
Ilmu Pengetahuan Sosial yang disingkat IPS dan Pendidikan Ilmu Sosial yang seringkali
disingkat Pendidikan IPS atau PIPS merupakan dua istilah yang sering diucapkan atau dituliskan
dalam berbagai karya akademik secara tumpang tindih (overlaping). Kekeliruan ucapan ataupun
tulisan tidak dapat sepenuhnya kesalahan pengucap atau penulis melainkan disebabkan oleh
kurangnya sosialisasi sehingga menimbulkan perbedaan persepsi. Faktor lain dimungkinkan
karena kurangnya forum akademik yang membahas dan memasyarakatkan istilah atau
nomenlatur hasil kesepakatan komunitas akedemik.
Istilah IPS di Indonesia mulai dikenal sejak tahun 1970-an sebagai hasil kesepakatan
komunitas akademik secara formal mulai digunakan dalam system pendidikan nasional dalam
kurikulum 1975. Dalam dkumen kurikulum tersebut IPS merupakan salah satu nama mata
pelajaran yang diberikan pada jenjang pendidikan dasar dan menengah. Mata pelajaran IPS
merupakan sebuah nama mata pelajaran integrasi dari mata pelajaran Sejarah, Geografi, dan
Ekonomi serta mata pelajaran ilmu sosial lainnya. Nama IPS ini sejajar dengan nama mata
pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam yang disingkat IPA sebagai integrasi dari nama mata pelajaran
Biologi, Kimia, Fisika. Menurut Soemantri, penggunaan istilah IPS dan IPA dimaksudkan untuk
membedakannya dengan nama-nama disiplin ilmu di universitas.
(Sapriya, 2009: 7)
Istilah studi sosial muncul sebagai sebutan konseptual bagi pendidikan ilmu-ilmu sosial,
merupakan terjemahan dari istilah Social Studies yang telah lama digunakan di Amerika untuk
mata pelajaran ini dalam kurikulum di sekolah. Di Indonesia diperkrnalkan istilah ini pada tahun
1971 pada Seminar Nasional Civics Education di Tawangmangu Solo (Panitia Seminar Civics
Education), didasari hasil survey pelajaran ilmu-ilmu social pada tahun 1969, kemudian disusul
oleh muncul naskah yang berjudul Tantangan Dalam Pengajaran Ilmu Sosial ditulis oleh
Hartson dan Numan Soemantri (1970).
Beberapa istilah asing yang digunakan bagi pendidikan IPS antara lain Civics, Civics
Education (Gross and Zenely; 1958, Allen; 1960, Best; 1960). Social Studies, Social Sciences
dan Social Education sering digunakan secara bergantian, Social Sciences sebagai organisasi
dari bodies of knowledge mengenai hubungan antar manusia (Wesleyn 1962). Marsh dan Print
(1975) menggunakan Social Studies untuk kelompok mata pelajaran social dalam kurikulum
sekolah. Sedangkan istilah Social Studies didefinisikan sebagai porsi dari ilmu sosial untuk
pendidikan a portion of social science (Estvan; 1968). Bart, Bart Shermis (1978) menggunakan
dan mengartikan istilah Social Studies sebagai integrasi dari ilmu-ilmu sosial dan humanistis
untuk kepentingan pendidikan kewargaan Negara (citizenship Education). Sedangkan Dufty
(1970) menggunakan dan mengartikannya sebagai program pendidikan dalam rangka sosialisasi
the process of learning to live with other people. Dapat disimpulkan bahwa adanya beberapa
istilah dan pengertian yang dikemukakan oleh para pakar didasarkan atas persepsi dan dasar
konseptual dari tradisi dan model dari setiap pengembangan kurikulum pada negaranya masing-
masing. John Jarolimek (1964: 64), The Social Studies as a part of the elementary school
curriculum draw subject matter content from The Social Sciences, history, philosophy,
anthropology, and economics. The social studies have been definited as those portion of the
social sciences. Scunche (1988).
Menekankan bahwa program pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial harus mampu
memberikan pengalaman-pengalaman belajar yang berorientasi pada aktivitas belajar peserta
didik. Pelibatan peserta didik secara penuh dalam serangkaian aktivitas dan pengalaman belajar
mampu memberikan kesempatan yang luas pada peserta didik untuk terlibat dalam proses
memecahan masalah dalam lingkungan belajar yang dibuat sebagaimana realitas yang
sesungguhnya. Di Negara kita dijumpai pula beberapa istilah seperti civics dalam kurikulum
1962 dan Pendidikan Kewarganegaraan dalam kurikulum 1968 sebagai nama bagi rumpun mata
pelajaran Sejarah, Geografi, dan Ekonomi. Dalam kurikulum 1975, ada bidang studi ilmu
pengetahuan sosial (IPS) yang digunakan untuk kelompok mata pelajaran ilmu-ilmu sosial di
SMP. IIS sebagai nama di bidang studi merupakan program interdisipliner dari ilmu-ilmu
sosial pada kelas satu semester satu di SMA. Kemudian istialh program studi ilmu-ilmu sosial
dijumpai dalam kurikulum 1984 digunakan sebagai nama bagi kelompok mata pelajaran ilmu-
ilmu sosial seperti Tata Negara, Sejarah, Geografi, Ekonomi, Sosiologi, Antropologi di SMA,
digunakan pula sebagai nama untuk mata pelajaran yang sama dalam kurikulum SMA
(Soemantri; 1987). Sebutan IPS digunakan untuk menunjuk pada mata pelajaran ilmu sosial
(Adikusumo; 1989), digunakan pula sebagai sebutan bagi salah satu fakultas pada IKIP dan salah
satu jurusan pada Universitas. Tampak istilah IPS lebih populer, walaupun sebetulnya dalam
kurikulum 1984 tidak dijumpai istilah tersebut, yang ada adalah Ilmu-Ilmu Sosial.
Selain beberapa istilah di atas, dikenal pula sebutan studi sosial (Achmad Sanusi; 1971)
untuk pengajaran ilmu pengetahuan sosial di semua jenjang pendidikan. Istilah ini digunakan
sebagai salah satu mata kuliah di ITB (1979) yang merupakan integrasi dari berbagai konsep-
konsep ilmu sosial yang diorganisir dalam bentuk generalisasi. Tujuan yang ingin dicapai adalah
memberikan wawasan sosial bagi para mahasiswa dalam aplikasi teknologi sesuai dengan
profesinya. Mirip seperti program tersebut di tingkat Universitas disebut mata kuliah Ilmu
Sosial Dasar (ISD) yang dibina dan dikembangkan oleh konsorsium Antar Bidang Depdikbud
sebagai salah satu mata kuliah MKDU dengan tujuan mengembangkan kepribadian dan wawasan
pemikiran khusus berkenaan dengan orang lain agar daya tanggap, persepsi dan penalaran
lingkungan sosial dapat dipertajam. ISD dapat diartikan pengetahuan yang menelaah masalah-
masalah sosial, khususnya masalah-masalah yang diwujudkan oleh masyarakat Indonesia dengan
menggunakan pengertian-pengertian (fakta, konsep, teori) yang berasal dari berbagai bidang
pengetahuan keahlian dalam lapangan ilmu-ilmu sosial (Konsorsium Antar Bidang; 1982). Dari
uraian di atas, tampak beberapa istilah dan pengertian tentang pendidikan IPS yang tumbuh dan
berkembang. Meskipun demikian, dasar konseptual tetap diperlukan bagi kepentingan
pengembangannya.
Mengenai pengertian ini , HISPIPSI sekarang HISPISI dalam pertemuan tahunannya
telah mencoba merumuskannya dengan tetap mentolerir munculnya beberapa definisi. Rumusan
yang diajukan ialah Pendidikan IPS adalah penyederhanaan dari disiplin ilmu-ilmu sosial yang
diorganisir, disajikan secara ilmiah dan psikologis untuk mencapai tujuan pendidikan.
(Dokumen HIPIPSI; 1990, sekarang HISPISI)
(Tim Pengembang Ilmu Pendidikan FIP UPI, 2007: 272-274)

B. Landasan Pendidikan IPS


PIPS sebagai mata pelajaran dan pendidikan disiplin ilmu seyogyanya memiliki landasan
dalam pengembangannya, baik sebagai mata pelajaran maupun pendidikan disiplin ilmu.
Landasai ini diharapkan dapat memberikan pemikiran-pemikiran mendasar tentang
pengembangan struktur, metodologi, dan pemanfaatan PIPS sebagai pendidikan disiplin ilmu.
Bagaimana dan mengapa struktur disiplin ilmu tersebut dibangun dan dikembangkan serta ke
mana arah, tujuan, dan sasaran pengembangan dilakuakan oleh masyarakat ilmuahnya.
Landasan-landasan PIPS sebagai pendidikan disiplin ilmu meliputi: landasan filosofis, ideologis,
sosiologis, antropologis, kemanusiaan, politis, psikologis, dan religious.
Landasan filosofis, memberikan gagasan pemikiran mendasar yang digunakan untuk
menentukan apa objek kajian atau domain apa saja yang menjadi kajian pokok dan dimensi
pengembangan PIPS sebagai pendidikan disiplin ilmu (aspek ontologis), bagaimana cara, proses,
atau metode membangun dan mengembangkan PIPS hingga menentukan pengetahuan mana
yang dianggap benar, sah, valid, atau terpercaya (aspek epistemologis), apa tujuan PIPS sebagai
pendidikan disiplin ilmu ini dibangun dan dikembangkan serta digunakan atau apakah manfaat
dari PIPS ini (aspek aksiologis). Keberadaan landasan-landasan ini telah dan akan memperkokoh
body of knowledge PIPS untuk eksis dan berkembang lebih luas lagi. Selama ini dikenal ada
empat filsafat pendidikan yang meliputi perennialism, essentialism, progressivism, dan
reconstructionism (Brameld, 1955; ONeil, 2001).
Landasan ideologis, dimaksudkan sebagai system gagasan mendasar untuk member
pertimbangan dan menjawab pertanyaan: (1) bagaimana keterkaitan antara das sein PIPS sebagai
pendidikan disiplin ilmu dan das sollen PIPS; dan (2) bagaimana keterkaitan antara teori-teori
pendidikan dengan hakekat dan praksis etika, moral, politik dan norma-norma perilaku dalam
membengun dan mengembangkan PIPS. Menurut ONeil (2001), ideology sebagai landasan ini
telah dan akan memberikan system gagasan yang bersifat ideologis terhadap PIPS yang tidak
cukup diatasi hanya oleh filsafat yang bersifat umum.
Landasan sosiologis, memberikan system gagasan mendasar untuk menentuukan cita-
cita, kebutuhan, kepentingan, kekuatan, aspirasi, serta pola kehidupan masa depan melalui
interaksi sosial yang akan membangun teori-teori atau prinsip-prinsio PIPS sebagai pendidikan
disiplin ilmu. Landasain ini akan dan telah memberikan dasar-dasar sosiologis terhadap pranata
dan institusi pendidikan dalam proses perubahan sosial yang konstruktif. (Dewey, 1964; (Kuhn,
2001)).
Landasan antropologis, memberikan system gagasn-gagasan mendasar dalam
menentukan pola, sistem dan struktur pendidikan disiplin ilmu sehingga relevan dengan pola,
system dan struktur kebudayaan bahkan dengan pola, system dan struktur perilaku manusia yang
kompleks. Landasan ini telah dan akan memberikan dasar-dasar sosio-kultur masyarakat
terhadap struktur PIPS sebagai pendidikan disiplin ilmu dalam proses perubahan sosial yang
konstruktif. (Pai, 1990).
Landasan kemanusiaan, memberikan sistem gagasan-gagasan mendasar untuk
menentukan karakteristik ideal manusia sebagai sasaran proses pendidikan. Landasan ini sangat
penting karena pada dasarnya proses pendidikan adalah proses memanusiakan manusia.
Landasan politis, memberikan system gagasan-gagasan mendasar untuk menentukan arah
dan garis kebijakan dalam politik pendidikan dari PIPS. Peran dan keterlibatan pihak pemerintah
dalam landasan ini sangat besar sehingga pendidikan tidak mungkin steril dari campur tangan
unsure birokrasi. (Foster, 1985; Freire, 2002).
Landasan psikologis, memberikan system gagasan-gagasan mendasar untuk menentukan
cara-cara PIPS membangun struktur tubuh disiplin pengetahuannya, baik dalam tataran personal
maupun komunal berdasarkan entitas-entitas psikologisnya. Hal ini sejalan dengan hakikat dari
struktur yang dapat dipelajari, dialami, dideversivikasi, diklasifikasi oleh anggota komunitas
PIPS berdasarkan kapasitas psikologis dan pengalamannya.
Landasan religious, memberikan system gagasan-gagasan mendasar tentang nilai-nilai,
norma, etika dan moral yang menjadi jiwa (roh) yang melandasi keseluruhan bangunan PIPS,
khususnya pendidikan di Indonesia. Landasan ini telah berlaku sejak jaman Plato hingga Kant
yang kemudian diakomodasi oleh Brameld (1956) melalui karya-karyanya, khusunya dalam
filsafat rekonstruksionisme. Landasan religious ini telah dan akan menolak segala sesuatu yang
bersifat relative (faham relativis), irrasional, dan paham yang mengagungkan rasional semata
yang tidak menempatka agama sebagai landasan berpikir (intraceptive knowledge) atau
kelompok manusia yang merasa menjadi pemenang dalam mengembangkan peradaban manusia,
intellectus quarens fidem (soemantri, 2011). Landasan religious diterapkan di Indonesia
menghendaki adanya keseimbangan antara pengembangan materi yang bersumber dari
intaceptive knowledge dan extraceptive knowledge.
(Sapriya, 2009: 17)
C. Kajian yang dipelajari dalam IPS
1. Sosioligi mempelajari segala hal yang berhubungan dengan aspek hubungan sosial yang meliputi
proses, faktor, perkembangan, permasalahan dan lain-lain,
2. Ilmu ekonomi mempelajari proses, perkembangan dan permasalahan yang berhubungan dengan
ekonomi,
3. Segala aspek psikologi yang berhubungan dengan sosial dipelajari dalam ilmu psikologi sosial,
4. Aspek budaya perkembangan dan permasalahannya dipelajari dalam antropologi,
5. Aspek sejarah yang tak dapt dipisahkan dalam kehidupan kita dipelajari dalam sejarah,
6. Aspek geografi yang member ruang terhadap kehidupan manusia dipelajari dalam geografi,
7. Aspek politik yang menjadi landasan keutuhan dan kesejahteraan masyarakat dipelajari dalam
ilmu politik.
(Lif Khoiru Ahmadi dan Sofan Amri, 2011: 8-9)
D. Model Pembelajaran IPS
Model dalam bahasan ini diartikan sebagai kerangka konseptual yang dikembangkan dan
digunakan sebagai pedoman sistematik dalam melaksanakan dan mengembangkan pendidikan
IPS sesuai dengan tujuan dan kepentingannya. Ada sejuamlah model yang dikembangkan
misalnya Gross dkk (1978) mengemukakan lima model: (a) the disciplinary model, (b) the
multydicplinary model, (c) citizenship education (the problem inquiry model), dan (e) the
humanistic model/personal model. Sedangkan Bart Bart and Shermish (1978) mengemukakan
tiga model yaitu: (a) social studies as social sciences, (b) social studies as citizenship education,
dan (c) social studies as reflective inquiry.
Dihubungkan dengan kepentingan mempersiapkan guru dalam pendidikan IPS, Smith
(1970), dan Numan Soemantri (1987: 25) mengemukakan tiga aliran yang mempengaruhu
tradisi dan model pendidikan IPS, aliran para ilmuan sosial dan ahli pendidikan.
Dihibungkan dengan arah pengembangan instrukisional dikenal pula model pendidikan
IPS yang menekankan pada pengembangan kemampuan berpikir ilmiah seperti layaknya ilmuan
sosial dan model yang mengembangkan aspek-aspek nilai yang berkaitan dengan atribut warga
Negara yang baik. Kajian ini melihat antara pengembangan berpikir dan nilai dua dimensi yang
secara simultan diintegrasikan guna meningkatkan kualitas proses dan hasil pendidikan.
Di Indonesia terdapat beberapa model, misalnya pendidikan IPS yang menggunakan
model pendekatan integrated dikembangkan pada tingkat SD, sedangkan correlated
dikembangkan pada tingkat SMP, dan separated terpisah sebagai mata pelajaran ilmu-ilmu
sosial sekarang ini dikembangkan di tingkat SMA.
Dilihat dari aspek pendekatan dalam kaitannya dengan tradisi pendidikan guru IPS,
tampak yang besar pengaruhnya dalam pengembangan kurikulim adalah model yang
menekankan pada pendidikan IPS sebagai mata pelajaran ilmu sosial yang disajikan secara
terpisah namun tetap ada kterkaitan satu sama lainnya. Akan tetapi kelemahan dari model ini
tidak dikaitkan dengan pengembangan nilai, Charles Killer (1987) adalah salah seorang tokoh
yang berpendapat bahwa pendidikan IPS dengan menggunakan pendekatan tersebut tidak perlu
dikaitkan dengan pengembangan nilai, sebab nilai akan tumbuh sebagai dampak sampingan dari
pemahaman konsep-konsep ilmu sosial.
(Tim Pengembang Ilmu Pendidikan FIP UPI, 2007: 274-275)

E. Tujuan Pembelajaran Pendidikan IPS


Tujuan pendidikan IPS secara teoritik tidak hanya terdapat dalam kurikulum secara
eksplisit, namun tumbuh dalam berbagai konsepsi pemikiran yang dikembangkan para pakar.
Beberpa definisi yang coba diangkat, selalu memuat konsep tentang tujuannya. Tradisi dimana
pendidikan IPS ini dikembangkan mewarnai rumusan tujuan, sehingga tampak rumusan ini
sangat kontekstual dengan sosial budaya pendidikan sebagai latarnya. Tujuan ini nperlu
dianalisis untuk member kejelasan arah pengembangan. Kajian ini mencoba mengungkapkan
tujuan yang dipandang tepat bagi pendidikan IPS di Indonesia. Secara filiosofis maka perumusan
dasar konseptual dan tujuan itu mesti didasarkan atas falsafah Pancasila, yang merupakan
falsafah bangsa dan Negara. Dengan demikian falsafah pendidikan tidak bisa lain dari Falsafah
pendidikan Paancasila.
Para ahli sering merumuskan tujuan pendidikan IPS dengan mengaitkannya dengan
mempersiapkan para pelajar menjadi warga Negara yang baik. Ini merupakan pengaruh dari
model pendidikan IPS sebagai citizenship education. Gross (1978: 8) menyebutkan tujuan IPS
untuk to prepare the student to be well-functioning citizens in democratic cociety.
Konsekuensinya pelajar harus dilibatkan dalam lingkungan kehidupan sekolah dan
masyarakatnya.
Tujuan lain yang mencerminkan pendekatan rasionalitas dalam pendidikan IPS antara
lain mengembangkan kemampuan menggunakan penalaran dan pengambilan keputusan setiap
persoalan yang dihadapinya. we also think that the social studies should be more concered with
helping student make the most rational decisions that they can in their own personal lives
(Gross, 1978). Di Indonesia secara umum terdapat dua tujuan dilihat dari kepentingan peserta
didik yang keduanya tampak dalam kurikulum SMA, yaitu member bekal bagi peserta didik
untuk melanjutkan studi ke tingkat yang lebih tinggi dan membekali wawasan sosial budaya
untuk mempertajam pemikiran dan apresiasi nilai dan menjalani kehidupan di masyarakat. Dari
dua dimensi inilah hendaknya tujuan pendidikan IPS dikembangkan sebagai bagian dari tujuan
pendidika nasional.
(Tim Pengembang Ilmu Pendidikan FIP UPI, 2007: 275-276)
Secara umum mata pelajaran IPS bertujuan agar anak didik memiliki kemampuan sebagai
berikut:
1. Mengenal konsep-konsep yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat dan lingkungannya,
2. Memiliki kemampuan dasar untuk berpikir logis dan kritis, rasa ingin tahu, inkuiri, memecahkan
masalah, dan keterampilan dalam kehidupan sosial,
3. Memiliki komitmen dan kesadaran terhadap nilai-nilai sosial dan kemanusiaan,
4. Memiliki kemampuan berkomunikasi, bekerjasama dan berkompetisi dalam masyarakat yang
majemuk, ditingkat local, nasional dan global.
(Lif Khoiru Ahmadi dan Sofan Amri, 2011: 10)

F. Sarana Pembelajaran Pendidikan IPS


Media dan alat bantu pelajaran untuk strategi pembelajaran IPS baru terbatas pada media
dan alat cetak seperti buku, gambar, peta. Media yang banyak digunakan untuk keduanya adalah
buku paket ditambah dengan buku anjuran yang mendapatkan rekomendasi dari pihak yang
berwenang.
Buku pegangan siswa sebagai salah satu sumber ternyata banyak di pasaran. Buku paket
khususnya IPS, dirasakan cepat ketinggaloan jaman, terutama materi yang menyangkut aspek
perubahan dalam masyarakat, misalnya pada konsep ekonomi dan politik. Keluhan yang muncul
dikalangan orang tua dan peserta didik di perkotaan adalah seringnya berganti-ganti buku.
Padahal dilihat dari konsep intinya, tidak banyak perbedaan dengan yang dimuat dalam buku
paket. Kondidi ini merupakan dampak negative dari banyaknya pegangan siswa yang beredar di
lapangan. Namun dilain pihak cukup menggembirakan, bila dilihat dari sudut partisipasi
masyarakat swasta dalam dunia pendidikan. Karena sudah menyangkut aspek bisnis, maka ada
kecenderungan aspek bisnis yang lebih menonjol dari aspek akademiknya.
Alat pelajaran untuk strategi pembelajaran IPS pada strategi pembelajaran IPS masih
terbatas dan sangat tertinggal oleh pelajaran IPA. Dari observasi di beberapa sekolah, terdapat
beberapa peribahasa yang memuat pesan nilai dan moral, dan beberapa peta serta gambar
pahlawan. Studi ininmengungkapkan bahwa kreativitas guru masih kurang untuk membuat alat
pelajaran. Di perkotaan, tampak alat pelajaran dibuat dari bahan yang telah jadi, namun belum
melibatkan peserta didik dalam pengadaannya. Ada beberapa guru yang menjadikan alat peraga
dari hasil kliping yang ditugaskan kepada peserta didik. Peta merupakan jenis alat bantu
mengajar yang paling banyak digunakan dalam strategi pembelajaran IPS.
(Tim Pengembang Ilmu Pendidikan FIP UPI, 2007: 292-293)

G. Sistem Penilaian dalam Pembelajaran IPS


Sistem penilaian pada pembelajaran IPS di sekolah dasar banyak dilakukan untuk
mengukur hasil belajar, sedangkan proses belajar masih terabaikan. Penelitian mengungkapkan
bahwa strategi pembelajaran IPS nilai prakteknya sangat kurang, hanya terbatas pada pembuatan
tugas-tugas dan pekerjaan rumah. Diakui bahwa ranah yang banyak dievaluasi, terbatas pada
aspek kognitif level 1 dan 2, lebih banyak menyangkut hapalan dan mengulang apa yang telah
diberikan, bahannya bersumber dari buku. Penekanan lebih banyak pada hasil belajar daripada
proses. Hal ini diakui karena pengaruh dari evaluasi yang dikaitkan secara regional dan nasional,
lebih banyak mengukur daya serap kurikulum dengan mengabaikan proses pedidikannya.
Ada gabungan jenis evaluasi yang digunakan antara objektif tes dan essay dalam bentuk
yang populer, dengan istilah Bentuk Ujian Objektif (BUO) dan Bentuk Ujian Non Objektif
(BUNO). Kesan evaluasi sebagai ulangan dirasakan di kalangan peserta didik, sehingga belajar
diidentikan dengan menghapal. Buku pandudn soal-soal telah banyak beredar di pasaran, baik
kumpulan EBTA maupun EBTANAS, para guru dalam mengkonstruksi soal objektif mengambil
dari bahan-bahan yang telah jadi dengan melakukan perubahan alakadarnya. Studi ini
mengungkapkan, bahwa peserta didik lebih banyak mempelajari dalam arti menghapal dari
berbagai naskah tes. Diakui oleh para guru pada umumnya, membuat soal objektif memerluka
waktu dan untuk lebih berkualitas ternyata tidak semua guru memilki kemampuan.
(Tim Pengembang Ilmu Pendidikan FIP UPI, 2007: 294)

H. Arah Pengembangan Mutu Pembelajaran IPS


Strategi pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) dalam meningkatkan mutu
pendidikan, khususnya dalam meningkatkan kualitas belajar, dapat dirumuskan beberapa
masalah secara umum, baik permasalahan maupun alternative pemecahannya, kea rah
memperkuat kualitas pembelajaran peserta didik yang akhirnya dapat diperkuat strategi
pembelajaran IPS.
Pengembangan program dari materi pada pembelajaran IPS, lebih banyak memuat aspek
pengetahuan, dan belum secara terintegrasi mengembangkan bahan-bahan secara langsung dan
actual dari masyarakat, sehingga mareti strategi pembelajaran yang disajikan tidak diperkaya
dengan improvisasi muatan local, sehingga kurang dirasakan kontekstual dengan perubahan
sosial budaya (Suwarma; 2000) pandangan itu dan sikap guru sebagai pengembang kurikulum
ternyata mereka pada umumnya memperlakukan kurikulum sebagai target utama dan harga
mati, menempatkan guru lebih berperan sebagai pelaksana kurikulum daripada pengembang
kurikulum. Peran ini semakin kuat terhadap orientasi pencapaian nilai ujian nasional,
memberikan dampak terhadap pengembangan materi bagi strategi pembelajaran IPS.
Kesenjangan dalam proses strategi pembelajaran yang terjadi dalam strategi pembelajaran IPS,
terletak pada peningkatan kualitas kemampuan belajar peserta didik, proses hapalan lebih kuat
daripada pengembangan berpikir dan nilai. Ternyata hal ini diperkuat pula, dengan orientasi pada
evaluasi yang lebih menekannkan aspek pengetahuan. Proses strategi pembelajaran menjadi
lemah dan tidak banyak memberikan pengalaman bagi peserta didik, untuk dapat mengaktualkan
hasil belajar dalam kehidupan sehari-hari.
Pemaknaan terhadap peserta didik ternyata masih lemah, yang berdampak guru lebih
banyak berperan aktif dari pada peserta didik. Fsktor budaya ternyata merupakan faktor
penghambat yang cukup kuat dalam melaksanakan pendekatan belajar siswa aktif, untuk
dikembangkan dalam strategi pembelajaran IPS pada strategi pembelajaran IPS.
Proses strategi pembelajaran direkayasa untuk mencapai tujuan, yang berakibat
pengalaman belajar peserta didik kurang mendapat penekanan. Hal ini semakin kuat dengan
tumbuhnya pandangan, bahwa proses strategi pembelajaran identik dengan proses pencapaian
target kurikulum. Strategi pembelajaran IPS ternyata dapat memperlemah pengalaman belajar
siswa, sehingga mereka mendapatkan kesulitan untuk mengaktualisasikan hasil belajar dalam
kehidupan sehari-hari di masyarakat.
Proses belajar dikaitkan dengan produktivitas belajar, yang ternyata dalam pembelajaran
IPS, masih terdapat kesenjangan yang cukup berarti, terutama disebabkan oleh guru yang belum
memiliki peluang dan keberanian untuk mengoptimalkan kemampuannya memperankan murid
lebih aktif dalam belajar. Di pihak lain, adanya aspek budaya yang memungkinkan peserta didik
sulit untuk meningkatkan aktivitas belajarnya. Dalam proses pembelajaran IPS ditemukan
kelemahan yang sangat menonjol, antara lain tidak banyak menyentuh pengembangan
kemampuan berpikir, proses belajar terpola pada interaksi monoton satu arah, dominasi guru
sangat kuat. Hal ini dimungkinkan, karena materi selain lebih banyak hapalan, juga kering dari
nilai yang disebabkan tidak dimasukannya bahan dari lingkungan masyarakat secara terintegrasi
dalam program pendidikan.
Sarana pembelajaran IPS belum difungsionalkan untuk memberikan kemudahan dan
pemantapan pengalaman belajar siswa. Hal ini antara lain disebabkan oleh munculnya pandanga
yang menganggap kurang diperlukan alat bantu mengajar, selain dari buku dalam strategi
pembelajaran tersebut. Kondisi ini diperkuat dengan orientasi yang lebih menekankan pada
tujuan daripada proses belajar.
Analisis hasil belajar dikaitkan dengan tuntutan masyarakat, yang dapat disimpulkan
dalam meningkatkan mutu strategi pembelajaran IPS, hendaknya lebih menekankan pada
indikator kemampuan belajar peserta didik daripada orientasi pemenuhan pasar lapangan kerja,
mengimgat sebagai bagian utama dari strategi pembelajaran IPS lebih berfungsi dalam
memberikan pemetaan dan keadilan dalam pendidikan.
(Tim Pengembang Ilmu Pendidikan FIP UPI, 2007: 294-296)

DAFTAR PUSTAKA
Sapriya. 2009. Pendidikan IPS. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Tim Pengembang Ilmu Pendidikan UPI. 2007. Ilmu dan Aplikasi Pendidikan. Bandung: PT.
IMTIMA.
Ahmadi, Lif Khoiru dan Sofan Amri. 2011. Mengembangkan Pembelajaran IPS Terpadu.
Jakarta: PT. Prestasi Pustaka.
Review Buku PENDIDIKAN IPS Konsep dan Pembelajaran Karya Sapriya

Penyaji Ridwan/157885405

Kelas P2TK IPS

Bab I HAKIKAT PENDIDIKAN IPS

Pada bahagian I Sapria menyajikan hakikat pendidikan IPS merinci pembahasanya

berkaitan.

A. Pengertian Pendidikan IPS

1. Istilah IPS dan Pendidikan IPS

Kurikulum 1975 IPS sebagai salah satu nama mata pelajaran yang diberikan pada

jenjang pendidikan dasar dan menengah. Mata pelajaran IPS merupakan sebuah mata pelajaran

integrasi dari mata pelajaran Sejarah, Geografi, Ekonomi serta mata pelajaran sosial lainnya.

Ciri khas IPS sebagai mata pelajaran pada jenjang pendidikan dasar dan menengah

sifatnya terpadu (integrated) dari sejumlah mata pelajaran dengan tujuan agar mata pelajaran ini

lebih bermakna bagi peserta didik disesuaikan dengan lingkungan, karakteristik dan kebutuhan

peserta didik.

Sedangkan istilah Pendidikan IPS menurut Prof. Numan Soemantri digunakan pada

tingkat perguruan tinggi sebagai sub disiplin ilmu atau cabang dari disiplin ilmu tetapi belum

dikenal secara baik.


Dalam istilah asing untuk Pendidikan IPS istilah yang sering digunakan adalah Sosial

Studies, Sosial Education, Sosial Studies Education, Sosial Science Education, Citizenship

Education, Studies of Society and Environment.

2. Perkembangan Pengertian IPS (Sosial Studies)

Pada tahun 1896-1897 pengertian IPS awal kelahirannya Sosial Studies. Menurut

National Herbart Society papers of 1896-1897 yang menegaskan bahwa Sosial Studies sebagai

delimiting the sosial science for pedagogical use (upaya untuk membatasi ilmu-ilmu sosial untuk

penggunaan secara pedagogic) Dalam buku karya Saxe (1991) berjudul sosial studies in Schools:

A history of the early Years

Pada tahun 1913 Sosial Studies adalah a specific field to utilization of sosial sciencies

data as a force in the improvement of human welfare (bidang khusus dalam pemanfaatan data

ilmu-ilmu sosial sebagai tenaga dalam memperbaiki kesejahteraan umat manusia) Selanjutnya

pengertian sosial studies diatas sebagai dasar dalam dokumen :Statement of the Chairman of

Committee on Sosial Studies (CSS) Sosial studies sebagai specially selected from the sosial

sciences for the purpose of improving the lot or the poor and suffering urban

worker Dikemukakan oleh Heber Newton.

Pada tahun 1921 dimaksimalkan hasil-hasil pendidikan untuk tujuan kewarganegaraan

BerdiriNational Council for the Sosial Studies (NCSS):sebuah organisasi professional yang

secara khusus membina dan mengembangkan Sosial Studies pada tingkat pendidikan dasar dan

menengah serta keterkaitannya dengan disiplin ilmu sosial dan disiplin ilmu kependidikan

Pada tahun 1935 IPS sebagai inti dari kurikulum NCSS dan pada tahun 1937 sosial

studies are the sosial sciences simpliefied for pedagogical purpose Dikemukan oleh Edgar
Wesley dan dijadikan definisi resmi sosial studies oleh The United States of Education Standart

terminology for Curriculum and Instruction.

Selanjutnya pada tahun 1993 pendidikan IPS adalah studi terpadu dari ilmu sosial dan

humaniora untuk mempromosikan kompetensi sipil. Dalam program sosial, studi sosial

terkoordinasi, menggambar studi sistematis pada disiplin sebagai antropologi, arkeologi,

ekonomi, geografi, sejarah, hukum, filsafat, ilmu politik, pshicology, agama, dan sosiologi, serta

konten yang sesuai dari humaniora, matematika dan ilmu alam. Tujuan utama dari ilmu sosial

adalah untuk membantu orang muda mengembangkan kemampuan untuk membuat keputusan

dan beralasan untuk kepentingan publik sebagai warga budaya yang beragam, masyarakat

demokratis di dunia yang saling tergantung pagar dijadikan rujukan lengkap murah Dalam,

Berbagai aktifitas Pendidikan paling lengkap dan dijadikan rujukan dalam berbagai aktifitas

pendidikan

3. Pengertian Pendidikan IPS dalam konteks Indonesia

Menurut Prof. Numan Soemantri yang dikemukakan dalam Forum Komunikasi II

Himpunan Sarjana Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosal Indonesia (HISPIPSI sekarang dibah

menjadi Himpunan Sarjana Pendidikan Ilmu-Ilmu Sosial Indonesia, disingkat

HISPISI) Pendidikan IPS adalah persekolahan dan pendidikan IPS perguruan tinggi.

Pengertian Pendidikan IPS yang berlaku untuk pendidikan dasar dan menengah

adalahpenyederhanaan/adaptasi dari disiplin ilmu-ilmu sosial dan humaniora, serta kegiatan

dasar manusia yang diorganisasikan dan disajikan secara ilmiah dan pedagogis/psikologis untuk

tujuan pendidikan.Yang dimaksud istilah penyederhanaan adalah bahwa tingkat kesukaran

bahan sesuai dengan tingkat kecerdasan dan minat peserta didik.


Sedangkan Pengertian Pendidikan IPS yang berlaku untuk perguruan tinggi

adalah seleksidari disiplin ilmu-ilmu sosial dan humaniora, serta kegiatan dasar manusia yang

diorganisasikan dan disajikan secara ilmiah dan pedagogis/psikologis untuk tujuan pendidikan.

Adanya pembedaan definisi membawa konsekuensi bahwa PIPS dapat di bedakan

menjadi dua yaitu: (1) PIPS sebagai mata pelajaran (dalam dalam kurikulum sekolah mualai SD,

SMP/MTS, SMA/MA/SMK sesuai dengan UU no 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan

Nasional pasal 39) dan (2) PIPS sebagai kajian akademik. Sedangkan sebagai kajian akademik

disebut juga IPS sebagai pendidikan disiplin ilmu-ilmu sosial dan disiplin ilmu lain yang relevan,

dikemas secara psikologis, pedagogis dan sosial kultural untuk tujuan pendidikan.

4. Pendidikan Sosial sebagai Pendidikan Disiplin Ilmu

Pendidikan sosial sebagai pendidikan disiplin ilmu dapat dilihat ciri penandanya, yaitu:

(1) IPS sebagai transmisi kewarganegaraan (Sosial Studies as citinzenship transmission), (2) IPS

sebagai ilmu-ilmu-ilmu sosial (Sosial Studies as sosial sciences), (3) IPS sebagai penelitian

mendalam (Sosial Studies as reflective inquiry) lalu sekarang berkembang menjadi lima tradisi,

(4) IPS sebagai kritik kehidupan sosial (Sosial Studies as sosial critism), (5) IPS sebagai

pengembangan diri individu (Sosial Studies as personal development of the individual).

Menurut Soemantri PIPS sebagai pendidikan disiplin ilmu dan pendidikan disiplin ilmu

sosial.menurut Dufty (1986) karakteristik disiplin ilmu, yaitu: (1) community of scholars, (2) a

body of thinking, speaking, writing by these scholars, (3) a method of approach to knowledge.

B. Landasan Pendidikan IPS

1. Landasan Filosofis
Landasan filosofis memberikan aspek pemikiran yang mendasar yang menentukan apa

obyek kajiannya beraiatan aspek-aspek, yaitu: (1) aspek ontologis pengembangan PIPS sebagai

pendidikan disiplin ilmu dan (2) aspek epistemologis bagaimana cara, proses atau metode

membangun dan mengembangkan PIPS hingga menentukan pengeta sebagai pendidikan disiplin

ilmu yang dibangun serta dikembangkan dan manfaat PIPS.

2. Landasan Ideologis

Landasan ideologis dimaksudkan sebagai sistem gagasan mendasar untuk memberi

pertimbangan dan menjawab pertanyaan bagaimana keterkaiatan antara das sein PIPS sebagai

pendidikan disiplin ilmu dan das sollen PIPS.

3. Landasan Sosiologis

Landasan sosiologis memberikan sistem gagasan mendasar untuk menentukan cita-cita,

kebutuhan, kepentingan, kekuatan, aspirasi, serta pola kehidupan masa depan.

4. Landasan Antropologis

Landasan antropologis memberikan sistem gagasan-gagasan mendasar dalam

menentukan pola, sistem dan struktur pendidikan disiplin ilmu.

5. Landasan Kemanusiaan

Landasan kemanusiaan memberikan sistem gagasan mendasar untuk menentukan

karakteristik ideal manusia sebagai sasaran proses pendidikan.


6. Landasan Politis

Landasan politis memberikan sistem gagasan mendasar untuk menentukan arah dan

garis kebijakan dalam politik pendidikan dari PIPS.

7. Landasan Psikologis

Landasan psikologis memberikan sistem gagasan mendasar untuk menentukan cara-cara

PIPS membangun struktur tubuh disiplin pengetahuannya baik dalam tataran personal maupun

komunal.

8. Landasan Religius

Landasan religius memberikan sistem gagasan mendasar tentang nilai-nilai, norma,

etika dan moral yang menjadi jiwa (roh) yang melandasi keseluruhan bangunan PIPS, khususnya

pendidikan Indonesia.

BAB II IPS DAN ILMU-ILMU SOSIAL

A. Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS)

Nama IPS dikenal di Indonesia sebgai hasil kesepakatan para ahli ketika Seminar

Nasional tentang Civic Education tahun 1972 di Tawangmangu, Solo. Sedangkan dinegara lain

lebih dikenal dengan nama sosial studies. Pengertian IPS ditingkat persekolahan memiliki

perbedaan makna disesuaikan dengan karakteristik dan kebutuhan peserta didiknya.

1. Untuk materi IPS jenjang pendidikan dasar nerupakan mata pelajaran yang berdiri

sendiri.
2. Tingkat SMP berarti gabungan (integrated) dari sejumlah mata pelajaran atau disiplin

ilmu.

3. Tingat SMA bisa berarti program studi (Program IPS) yang kedua bias berarti sejumlah

mata pelajaran yang termasuk kedalam disiplin ilmu-ilmu sosial meliputi: Sosiologi,

Geografi, Ekonomi, Antropologi dan Sejarah lmu-Ilmu Sosial

Gambar: Ilmu pendukung IPS

Para ahli ilmu-ilmu sosial telah memerinci sekitar 8 disiplin ilmu sosial yang

mendukung program sosial studies adalah sebagai berikut.

1. Antropologi

Para ahli antropologi mempelajari tentang budaya manusia mulai dari kebudayaan

prasejarah (kebudayaan yang diviptakan sebelum lahirnya zaman sejarah) juga kebudayaan pada

zaman modern saat ini. Para ahli antropologi dibedakan menjadi beberapa spesialisasi ahli
antropologi sosial, yaitu: (1) antropologi budaya, (2) ahli etnografi, (3) ahli antropologi Bahasa,

(4) ahli antropologi fisik (biologi), (5) ahli arkeologi, dan (6) ahli primatology.

2. Ilmu Ekonomi

Ilmu ekonomi adalah suatu studi tentang bagaimana langkanya sumber-sumber

dimanfaatkan untuk memenuhi keinginan-keinginan manusia yang tidak terbatas. Pentingnya

manajemen kelangkaan secara khusus dibagi kedalam dua bagian: analisis ekonomi dan

kebijakan ekonomi. Ilmu sosial ekonomi bagian yang berhubungan dengan analisis ekomomi

dibagi kedalam dua bidang utama: ekonomi mikro dan ekonomi makro.

3. Geografi

Geografi mempelajari permukaan bumi dan bagaimana manusia mempengaruhi serta

dipengaruhi oleh lingkungan fisiknya. Geografi dibagi kedalam dua spesialisasi pokok yaitu

geografi fisik dan geografi budaya (manusia).

4. Sejarah

Sejarah adalah semua aspek kehidupan manusia di masa lampau:politik, hukum, militer,

sosial, keagamaan dan kreativitas.

5. Ilmu Politik

Ilmu politik mempelajari kebijakan umum (public policies). mereka tertarik dengan

perkembangan dan penggunaan kekuasaan manusia didalam masyarakat khususnya yeng

tercermin dalam pemerintahan.

6. Psikologi
Ilmu Psikologi mempelajari perilaku individu dan kelompok-kelompok kecil individu.

Disiplin ini terkadang didefinisikan untuk meliputi semua bentuk perilaku manusia dan bukan

manusia, manusia normal dan abnormal, individu dan kelompok, fisik dan mental dan secara

insting maupun dengan dipelajari.

7. Sosiologi

Sosiologi mempelajari perilaku manusia dalam kelompok-kelompok. Perhatian

utamanya adalah hubungan sosial manusia-perilaku manusia seperti diwujudkan sendiri dalam

perkembangan dan fungsi dari kelompok dan institusi.

BAB III PERKEMBANGAN PENDIDIKAN IPS

Perkembangan Pendidikan IPS sebagai mata pelajaran di Indonesia erat kaitannya

dengan perkembangan Sosial Studies di Negara lain yang telah maju. Pada bahagian ini

menelaskan tentang perkembangan IPS sebagai berikut.

A. Perkembangan Sosial Studies di Negara lain

Pada akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20, Sosial Studies telah dijadikan sebagai

istilah resmi dalam kurikulum pendidikan, khususnya di Amerika Serikat. Berdasarkan hasil

rumusan Dewan Direktur NCSS tahun 1992 mengenai Sosial Studies

sehingga menunjukkan bahwa materi Sosial Studies semakin meluas karena merupakan

gabungan dari berbagai disiplin ilmu, bukan hanya ilmu sosial melainkan juga dari humanities,

metematika bahkan agama. Dari definisi ini kita dapat menyimpulkan bahwa sosial studies untuk

Amerika Serikat menggunakan pendekatan integrasi (Integrated Approach).

B. Perkembangan PIPS dalam Sistem Pendidikan di Indonesia


Perkembangan Sosial Studies di dunia khususnya Amerika Serikat telah banyak

mempengaruhi pemikiran IPS (PIPS) di Indonesia. Periodisasi pendidikan IPS di Indonesia

adalah sebagai berikut.

1. Pada tahun 1945-1964

Istilah IPS belum dikenal.tetapi pendidikan IPS yang dusederhanakan untuk tujuan

pendidikan sudah ada seperti ada mata pelajaran sejarah, geografi, civics, koperasi yang

disampaikan secara terpisah di sekolah dasar dan matpel ekonomi, sosiologi dan antropologi di

sekolah menengah.

2. Kurikulum tahun 1964-1968

Dalam kurikulm 1964 ada perubahan pengajaran dalam ilmu IPS disitilahkan Dimyati

pendekatannya bersifat korelatif. Pada kurikulum 1968 istilah IPS muncul dalam Seminar

Nasional Tentang Civic Education di Tawangmangu Solo. Pada tahun 1972-1978 IPS pertama

kali muncul dalam dunia persekolahan yakni dalam kurikulum Proyek Perintis Sekolah

Pembangunan (PPSP) IKIP Bandung.

3. Kurikulum tahun 1975 dan 1984

Kurikulum tahun 1975 dan 1984 IPS sebagai mata pelajaran diberikan untuk jenjang

SD, SMP, SMA menggunakan pendekatan yang digunakan dalam pengembangan kurikulum

yang berbasis pada materi pembelajaran (Content Based Curriculum). Kurukulum 1975

menampilkan pendidikan IPS dalam empat profil, yaitu: (1) pendidikan moral Pancasila

menggantikan pendidikan kewarganegaraan Negara, (2) pendidikan IPS terpadu (integrated)


untuk SD, (3) pendidikan IPS terkonfederasi meliputi matpel geografi, sejarah, ekonomi dan

koperasi di SMP, dan (4) pendidikan IPS terpisah-pisah mencakup mata pelajaran sejarah,

geografi, dan ekonomi untuk SMA atau sejarah dan geografi untuk SPG. Sedangkan pada

kurikulum 1984 pelajaran IPS tidak banyak mengalami perubahan artinya kurikulum yang

berlaku adalah kurikulum 1975.

4. Pendidikan IPS dalam Permendiknas1

UU No 20 tahun 2003 tentang Sistem pendidikan Nasional. PP Nomor 19 Tahun 2005

tentang standar nasional pendidikan

BAB IV DIMENSI DAN STRUKTUR PENDIDIKAN IPS

A. Dimensi Pendidikan IPS

1. Dimensi Pengetahuan (Knowledge), berkaitan dengan (a) fakta adalah data yang spesifik tentang

peristiwa, objek, orang dan hal-hal yang terjadi (peristiwa), (b) konsep adalah kata-kata atau

frase yang mengelompok, berkategori dan memberi arti terhadap kelompok fakta yang berkaitan,

dan (c) generalisasi adalah ungkapan/pertanyaan dari dua atau lebih konsep yang saling terkait.

2. Dimensi Ketrampilan (Skills)

a. Ketrampilan meneliti, berhubungan dengan (a) mengidentifikasi dan mengungkapkan masalah

atau isi, (b) mengumpulkan dan mengolah data, (c) menafsirkan data, (d) menilai bukti-bukti

yang ditemukan, (e) menyimpulkan, (f) menerapkan hasil temuan dalam konteks yang berbeda,

dan (g) membuat pertimbangan nilai.

b. Ketrampilan berfikir, berhubungan degan (a) mengkaji dan menilai data secara kritis, (b)

merencanakan, (c) merumuskan faktor sebab dan akibat, (d) memproduksi hasil dari sesuatu

kegiatan atau peristiwa, (e) menyarankan apa yang akan ditimbulkan dari suatu peristiwa atau
perbuatan, (f) curah pendapat (brains torning), (g) berspekulasi tentang masa depan, (h)

menyarankan berbagai solusi alternative, (i) mengajukan pendapat dari perspektif yang berbeda.

c. Ketrampilan Partisipasi Sosial, berhubungan degan (a) mengidentifikasi akibat dari perbuatan dan

pengaruh ucapan terhadap orang lain, (b) menunjukkan rasa hormat dan perhatian kepada orang

lain, (c) berbagi tugas dan pekerjaan dengan orang lain, (d) berbuat efektif sebagai anggota

kelompok, (e) mengambil berbagai peran kelompok, (f) menerima kritik dan saran, (g)

menyesuaikan kemampuan dengan tugas yang harus diselesaikan

d. Ketrampilan Berkomunikasi. Aspek yang penting dari pendekatan pembelajaran IPS khususnya

dalam inkuiri sosial, siswa mampu mengungkapkan gagasan pemahaman dan perasaannya secara

jelas, efektif dan kreatif.

3. Dimensi Nilai Dan Sikap (Values and Attitude)

a. Nilai Subtanstif adalah keyakinan yang telah dipegang oleh seseorang dan umumnya hasil belajar

bukan sekedar menanamkan atau menyampaikan informasi semata.

b. Nilai Prosedural adalah peran guru dalam dimensi nilai sangat besar terutama dalam melatih

siswa sesuai dengan langkah-langkah pembelajaran di kelas.

4. Dimensi Tindakan (Action), meliputi: (1) percontohan kegiatan dalam memecahkan masalah di

kelas seperti, (2) berkomunikasi dengan anggota masyarakat dapat diciptakan, dan (3)

pengambilan keputusan dapat menjadi bagian kegiatan kelas, khususnya pada saat siswa diajak

untuk melakukan inkuiri.

B. Struktur PIPS

1. Model pembelajaran yang menekankan pembelajaran secara efektif antara lain: (1) model

inkuiri, (2) problem solving, (3) berpikir kritis, dan (4) pengambilan keputusan.
2. Model Struktur Ilmu Pengetahuan meliputi unsur-unsurnya, yaitu: (1) atribut berarti karakteristik

atau sifat sejumlah benda, peristiwa atau ide yang dapat dibedakan, (2) konsep berarti suatu

pengertian abstrak yang disosialisasikan dengan symbol sekelompok benda, peristiwa atau ide,

(3) generalisasi berarti suatu pengertian (berupa pernyataan) yang dibentuk oleh sejumlah konsep

yang saling berkaitan dan kebenarannya masih perlu diuji, (4) konstruk berarti suatu organisasi

dari generalisasi dan konsep yang saling berkaitan.

BAB V BEBERAPA PEMIKIRAN DALAM PEMBELAJARAN IPS

Pendekatan inkuiri berpusat pada kebutuhan siswa (student centered instruction).

Konsepsi higher-order thinking ketrampilan memecahkan masalah.

A. Upaya Pembaharuan Sosial Studies di Amerika Serikat

Ada dua isi pokok dalam pembaharuan sosial studies di Amerika Serikat yaitu: (1)

perumusan bahan pembelajaran dan strategi pembelajaran untuk sosial studies. Di dalam bahan

pembelajaran diorganisasikan secara terpadu (Integrated), bukan hanya antar disiplin ilmu-ilmu

sosial melainkan juga antar disiplin ilmu sosial, ilmu alam dan humanitis, dan (2) strategi belajar

yang diusulkan dapat mengembangkan kemampuan berpikir kritis, memecahkan masalah dan

mengambil keputusan.

B. Upaya Pembaharuan Sosial Studies Di Australia

Di Australia, pembaharuan sosial studies dengan cara belajar inkuiri. Ada tiga aktivitas

utama dalam pendekatan inkuiri, yaitu: (1) tahap investigation ialah kegiatan untuk

mengembangkan kemampuan siswa dalam meneliti, memproses dan mengintrepresikan data dan
informasi, (2) tahap communication ialah kegiatan untuk mengembangkan kecakapan siswa

dalam penggunaan bermacam-macam bentuk komunikasi, (3) tahap participation ialah kegiatan

mengembangkan kecakapan dan rasa percaya diri siswa dalam kerja kelompok dan dalam proses

pengambilan keputusan.

C. Upaya Pembaharuan Pembelajaran IPS Di Indonesia

Di Indonesia, ada pembaharuan kurikulum IPS beberapa kali menurut zamannya, yaitu:

(1) kurikulum 1964 menggunakan istilah pendidikan kemasyarakatan, (2) kurikulum 1968 mata

pelajaran di sekolah dibedakan menjadi pendidikan jiwa Pancasila, pembinaan pengetahuan

dasar dan pembinaan kecakapan khusus, (3) kurikulum 1975 dikemukakan secara eksplisit istilah

mata pelajaran ilmu pengetahuan sosial yang merupakan perpaduan dari mata pelajaran sejarah,

geografi, dan ekonomi, (4) kurikulum 1984 menggunakan pendekatan integratif dan stuktural

untuk IPS SMP, pendekatan disiplin terpisah untuk SMA dan untuk SD pendekatan integrative,

(5) kurikulum 1994 IPS kajiannya geografi, sosiologi, antropolog, tata Negara dan sejarah

sedangkan untuk SD bahan pokoknya pengetahuan sosial dan sejarah, (6) kurikulum KTSP

beserta Permendiknas Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi dan Nomor 23 Tahun 2006

tentang Standar Kompetensi Lulusan dengan panduan yang dikeluarkan BSNP.

D. Kemampuan Berpikir untuk Siswa Sekolah Dasar

Menurut Savage dan Armstront (1996) untuk mendorong siswa mengembangkan

kemampuan berfikir dalam IPS melalui: (1) kemampuan berpikir kreatif (creative thinking), (2)

berfikir kritis (critical thinking), (3) kemampuan memecahkan masalah (problem solving), (4)

kemampuan mengambil keputusan (decision making), dan (5) pendekatan inkuiri untuk siswa

sekolah menengah, meliputi (a) perumusan masalah (problem formulation), (b) perumusan
hipotesis (formulation of hypotheses), (c) definisi istilah/konseptualisasi, (d) pengumpulan data

(collection of data), (e) pengujian dan analisis data (evaluation and analysis of data), (f) penguji

Hipotesis untuk memperoleh generalisasi dan teori, dan (7) memulai inkuiri lagi.

BAB VI KONSEP ILMU, TEKNOLOGI DAN MASYARAKAT

A. Kedudukan Konsep Ilmu, Teknologi Dan Masyarakat dalam Pembelajaran IPS

1. Konsep ITM dimasukkan dalam pembelajaran IPS memberikan kontribusi secara langsung

terhadap misi pokok IPS, khususnya dalam mempersiapkan warga negara memiliki kemampuan,

yaitu: (1) memahami ilmu pengetahuan di masyarakat, (2) pengambilan keputusan warga negara,

(3) membuat koneksi antar pengetahuan, dan (4) mengingatkan generasi pada sejarah bangsa-

bangsa beradab.

2. Konsep ITM dalam IPS sesuai Project Analysis yang dikemukakan oleh Noris Harms, yaitu: (1)

konsep ITM menfokuskan pada kebutuhan-kebutuhan pribadi siswa, (2) ITM menfokuskan pada

isu-isu kemasyarakatan,dan (3) ITM memfokuskan pada masalah pekerjaan dan karir

B. Pendekatan Dan Strategi Pembelajaran Ilmu Teknologi dan Masyarakat

Ada tiga altenatif pendekatan atau srategi untuk mengembangkan ITM dalam

pembelajaran IPS, yaitu: (1) infusi ITM kedalam mata pelajaran yang ada, (2) perluasan melalui

topik kajian dalam mata pelajaran, dan (3) penciptaan atau pembuatan mata pelajaran yang baru.

Karakteristik dari program terintegrasi ITM dalam IPS adalah sebagai berikut:

1. Hasilnya dinyatakan dengan jelas. Beberapa tujuan yang sangat relevan dengan pembelajaran

ITM, yaitu: (1) melek ilmu dan teknologi, (2) membuat keputusan yang rasional yang dapat

digunakan dalam penelitian dan pemecahan masalah krusial, (3) kemampuan melakukan sintesa
informasi, (4) memahami kemajuan dalam IPTEK merupakan bagian integral dari warisan

masyarakat terdahulu, dan (5) sadar akan banyaknya pilihan untuk berkarir dibidang ilmu dan

teknologi

2. Mengembangkan organisasi yang efektif. Pengorganisasian pembelajaran melalui startegi ini

meliputi: (1) mengklarifikasi isu-isu dan identifikasi kejadian untuk pengambilan keputusan, (2)

pengumpulan data empiris dan data yang berkaitan dengan nilai, (3) pertimbangan alternative

tindakan dan akibat-akibatnya, (4) identifikasi tindakan, (5) rencana tindakan, (6) sistem

dukungan, dan (7) strategi instruksional.

BAB VII PENDIDIKAN GLOBAL

Pendidikan global merupakan upaya untuk menanamkan suatu pandangan (perspective)

tentang dunia kepada para siswa dengan memfokuskan bahwa ada keterkaitan antar budaya,

umat manusia dan kondisi alam. Fokus pendidikan global adalah hal-hal mendunia yang berciri

pluralism, interdependensi dan perubahan.

Tujuan pendidikan global, mengembangkan knowledge, skills, dan attitudes yang

diperlukan secara efektif dalam dunia yang sumber daya alamnya semakin menipis dan ditandai

oleh keragaman etnis, pluralism budaya dan semakin saling ketergantungan.

Gambaran kondisi dunia berupa (a) kemajuan teknologi, (b) perdagangan antarnegara,

(c) pertukaran budaya, (d) pariwisata, (e) kepedulian terhadap lingkungan, (f) persaingan pasar,

(g) kelangkaan sumber daya alam, dan (h) ketatnya perlombaan senjata antar negara adi kuasa.

Adanya saling ketergantungan antarbangsa menimbulkan bentuk-bentuk kerja sama

dalam segala bidang yang akhirnya menimbulkan konflik dan persaingan. Misalnya MEE,

Masyarakat Ekonomi Eropa, APEC. Proses ini adalah proses globalisasi yang berpengaruh pula

dalam dunia pendidikan. Era globalisasi telah mengharuskan kita mengubah cara pandang
terhadap diri sendiri maupun terhadap orang lain, jika tidak mengikuti maka akan

terisolir. Dalam era globalisasi tak ada satu bangsa yang dapat menghindar dari arus ini.

Globalisasi menurut pengertian World Bank adalah fenomena yang tak terhindarkan dalam

sejarah kehidupan manusia. Fenomena ini membawa seluruh belahan dunia menjadi semaikn

dekat satu sama lain.

Hubungannya dengan pendidikan adalah adanya saling keterkaitan atau ketergantungan

hidup di dunia ini menimbulkan peningkatan pentingnya penguasaan ilmu pengetahuan dan

ketrampilan profesional dari warga dunia yang menjadi syarat dalam memahami dimensi global

baik dari fenomena politik, ekonomi maupun budaya. Adapun materi pendidikan global menurut

Kniep (1986) ada empat kajian, yaitu: (1) Human values, (2) Global system, (3) Global problems

and issues, dan (4) History of contact and interdependence.

Kajian tentang nilai manusia pasti berhubungan dengan nilai-nilai yang sifatnya

universal, secara historis termaktub dalam The Universal Declaration of Human Rights oleh

PBB tahun 1948, yaitu, hak atas life, liberty, property, equality, justice, freedom of religion, free

speech. Nilai-nilai ini berasal dari tradisi budaya, nasional dan nilai-nilai agama.

Kajian nilai manusia juga akan ditemukan perbedaan nilai manusia, bahwa kita di dunia

ini adalah beragam, keragaman ini meliputi perasaan, pikiran, gaya hidup dan pandangan dunia

tiap masyarakat. Pendidikan global berusaha membantu siswa dalam melihat kebersamaan dalam

keragaman atau dikenal dengan istilah unity in diversity, kita bersatu dalam kebhinnekaan,

keberagaman. Hal ini tepat dan sesuai dengan sejarah bangsa Indonesia dengan dasar falsafahnya

Pancasila, dan semboyan Bhinneka Tunggal Ika, berbeda-beda tetapi tetap satu jua.

Kajian sistem global meliputi sistem ekonomi dunia, sistem politik global, sistem

ekologi, sistem teknologi. Sementara kajian tentang masalah-masalah dan isu-isu global meliputi
isu-isu perdamaian dan keamanan, isu-isu pembangunan, isu-isu lingkungan dan isu-isu hal asasi

manusia. Kajian sejarah hubungan antarbangsa dan saling ketergantungan masih sangat minim.

Kesimpulannya adalah para pendidik harus berusaha mendorong pemikiran dan dialog agar para

siswa memiliki dasar untuk mengembangkan perspektif global.

BAB VIII MODEL PEMBELAJARAN IPS

A. Hakikat dan Peranan Model Pembelajaran IPS

Salah satu desain pembelajaran IPS yang sangat dianjurkan adalah desain pembelajaran

inkuiri (Inquiry Approach). Secara umum istilah Inquiry berkaitan dengan masalah dan

penelitian untuk menjawab masalah, berikut istilah inkuiri menurut beberapa ahli, sebagai

berikut.

1. Roger (1969) suatu proses untuk mengajukan pertanyaan dan mendorong semangat belajar para

siswa pada jenjang pendidikan dasar dan menengah.

2. Hagen (1969) metode pemecahan masalah, berfikir reflektif dan atau discovery.

3. Beyer (1971) suatu proses mempertanyakan makna/arti tertentu yang menuntut seseorang

menampilkan kemampuan intelektual agar ide atau pemikirannya dapat dipahami.

B. Model-model Pembelajaran IPS

Menurut para ahli, pendekatan inkuiri cukup ampuh dalam mengatasi kebosanan siswa

karena proses belajar lebih terpusat kepada siswa (student-centred instruction). Guru yang baik

haruslah memiliki metode yang baik dan guru yang terbaik ditentukan oleh metode yang

dikuasainya (Wesley, 1950). Lebih lanjut menurut wesley metode yang baik memerlukan sikap

guru yang akurat, artistik, berkepribadian dan selalu menyesuaikan dengan tingkat pengalaman

siswa, dan salah satu metode yang mengatasi kebosanan siswa karena karena metode ekspositori
adalah metode inkuiri. Pendekatan inkuiri sosial dalam pembelajaran IPS bertujuan untuk

menghasilkan fakta, konsep, generalisasi dan teori. Sehingga metode ini dapat memberikan

kontribusi untuk memecahkan masalah-masalah sosial dan digunakan para pengambil kebijakan

dalam menghasilkan keputusan-keputusannya.

Alternatif model pembelajaran IPS adalah model pembelajaran ketrampilan berfikir

(thinking skills) yang terbagi menjadi dua model, yaitu ketrampilan berfikir kritis (Critical

thinking skill) dan ketrampilan berfikir kreatif (Creative thinking skill). Kedua model

pembelajaran ini memiliki kesamaan dengan pendekatan inkuiri yaitu sama-sama membantu

siswa berlatih berfikir dan memecahkan masalah pribadi maupun kemasyarakatan.

Implementasi model pembelajaran di atas adalah dengan model pembelajaran problem

solving. Menurut Wilkins (1990) ada enam langkah model pembelajaran problem solving yang

juga digunakan dalam model pembelajaran individual (individual instruction) yaitu: (1)

mengklasifikasi dan mendefinisikan masalah, (2) mencari alternatif solusi, (3) menguji alternatif

solusi, (4) memilih solusi, (5) bertindak sesuai dengan pilihan solusi, dan (6) tindak lanjut

(follow up).

Pada model pembelajaran pengambilan keputusan (decision making) berkaitan dengan

kemampuan berfikir tentang alternatif pilihan yang tersedia, menimbang fakta dan bukti yang

ada, mempertimbangkan tentang nilai pribadi dan masyarakat. Perbedaan mendasar dari model

pembelajaran inkuiri sosial dan pengambilan keputusan yaitu pembelajaran inkuiri sosial

menghasilkan pengetahuan dalam bentuk fakta, konsep, generalisasi dan teori sehingga

mengakumulasi sebanyak mungkin pengetahuan, sedangkan model pengambilan keputusan

fokus pada bagaimana pengetahuan yang dihasilkan dapat membantu memecahkan masalah dan

membuat keputusan.
Langkah-langkah proses pembelajaran IPS yang dapat membantu memecahkan masalah

yaitu: (1) mengidentifikasi persoalan dasar atau masalah, (2) mengemukakan jawaban-jawaban

alternative, (3) menggambarkan bukti yang mendukung setiap alternatif, (4) mengidentifikasi

nilai-nilai yang dinyatakan setiap alternatif, (5) menggambarkan kemungkinan akibat setiap

alternatif, (6) membuat pilihan dari setiap alternatif, dan (7) menggambarkan bukti dan nilai

yang dipertimbangkan dalam membuat pilihan.

BAB IX PENGEMBANGAN KETRAMPILAN MEMBACA DALAM IPS

Membaca adalah salah satu ketrampilan dalam belajar untuk memperoleh sejumlah

pengalaman dan atau pengetahuan, sikap dan ketrampilan tertentu. Dalam belajar IPS,

mengetahui apa pengetahuan dan mengetahui bagaimana untuk mengetahui atau menyadari apa

yang dipelajari sangatlah penting.

A. Pengembangan Ketrampilan Pemahaman

Tujuan penting dari kemampuan membaca adalah pemahaman, menurut James Banks

(1990) kemampuan yang dimaksud adalah kesadaran metakognitif (Metacognitive awareness)

atau yang sering diartikan mengetahui tentang mengetahui (knowing about knowing) atau

mengetahui bagaimana untuk mengetahui (knowing how to know).

Empat langkah yang diperlukan untuk mengontrol pemahaman siswa (kesadaran

metakognitif) dalam membaca, yaitu: (1) siswa harus mengetahui kapan mereka melakukan dan

tidak melakukan sesuatu, (2) siswa harus mengetahui apa yang mereka ketahui, (3) siswa harus

mengetahui apa yang mereka perlukan untuk mengetahui, (4) siswa harus mengetahui keguanaan

teknik-teknik yang membantu mereka dalam belajar.

1. Ketrampilan Membaca Buku Ajar


Ketrampilan membaca buku ajar berbeda dengan ketrampilan membaca buku fiksi,

sejarah, biografi, peta dan buku-buku referensi lainnya. Menurut Jarolimek & Parker (1993)

siswa IPS adalah pembaca yang mampu (a) membaca secara fleksibel, (b) menggunakan judul

bab dan subbab sebagai alat bantu membaca, (c) menggunakan kunci kontekstual untuk

mendapatkan makna, (d) menyesuaikan kecepatan membaca dengan tujuan, (e) menduga

hubungan sebab akiba, (f) menggunakan bahan referensi, bila perlu, untuk memahami istilah-

istilah kosakata penting, (g) mmencari data pada peta, chart, gambar, ilustrasi dan menafsirkan

data, (h) menggunakan bagian-bagian buku (seperti indeks, daftar isi, pengantar,dan sebagainya)

sebagai alat bantu membaca, (i) menunjukkan pilihan agar terbiasa dengan struktur ajar dan

menerka pengertian umum, (j) menempatkan fakta dan menduga ide-ide utama, (k)

embandingkan penjelasan satu dengan yang lainnya, (l) mengenal kalimat-kalimat topik, dan (m)

menggunakan ketrampilan untuk menemukan bahan kepustakaan

2. Mengembangkan Ketrampilan Vokabuler Siswa

Volabularium sosial adalah semua kata, perbendaharaan kata atau kosakata yang biasa

digunakan dalam IPS. Rendahnya penguasaan vokabuler IPS merupakan salah satu penyebab

utama rendahnya pemahaman dan banyaknya kesalahan membaca dalam IPS. Berikut istilah

vokabuler sosial yang sering muncul dalam IPS adalah sebagai beriut:

1) Istilah teknis ialah istilah, kata-kata atau ungkapan yang asing bagi IPS dan biasanya dijumpai

ketika membaca. Misal: veto, meridian, legislatif, temperatur, kapitalisme, dll.

2) Istilah figuratif (kiasan) ialah ungkapan yang bersifat metaporis. Misal: platform politik, perang

dingin, teori domino, politik adu domba, surat sakti, dll.

3) Kata-kata yang berarti ganda, ialah kata-kata yang memiliki ejaan yang sama, tetapi memiliki

makna berbeda sesuai dengan konteks. Misal: Kamar, Kursi, meja hijau, dll.
4) Istilah-istilah khas untuk suatu wilayah tertentu, ialah ungkapan-ungkapan khusus di suatu

wilayah tertentu yang tidak biasa digunakan di tempat lain. Misal: desa, udik, marga, nagari,dll.

5) Kata-kata yang sama atau hampir sama pengucapannya, ialah kata-kata yang sama atau hampir

sama baik ucapan maupun penulisannya namun maknanya berbeda. Misal: malang dengan Kota

Malang, KKN (kuliah Kerja Nyata) dengan KKN (Korupsi, Kolusi Nepotisme), dll.

6) Akronim, ialah kata-kata singkatan. Misal: OPEC, ASEAN, KADIN, DEPDIKNAS, dll.

7) Istilah-istilah penjumlahan, ialah kata-kata atau istilah yang menunjukkan jumlah waktu, ruang

atau objek. Misal: Tak lama kemudian, abad, windu, dll.

BAB X PENGEMBANGAN KETERAMPILAN PARTISIPASI SOSIAL

A. Pengembangan Kepekaan Sosial

Pengembangan keterampilan partisipasi sosial dilakukan melalui pengembangan

kepekaan sosial dan penerapan strategi pengembangan partisipasi sosial. Kepekaan sosial adalah

kondisi seseorang yang mudah bereaksi terhadap aspek-aspek atau kemasyarakatan. Sedangkan

kesadaran sosial adalah kemampuan individu menjadi paham dan peka terhadap aspek-aspek

sosial, ekonomi, dan politik didalam masyarakat (Campbell, 1989).Kepekaan dalam bidang

sosial-ekonomi mensyaratkan pendidikan menyiapkanpembangunan manusia produktif,

kepekaan sosial-politik menempatkan sekolah sebagai agen pembaharuan generasi yang

demokratis mampu berpartisipasi dan berkontribusi dengan cara memahami dan mengkretisi

terhadap perubahan sosial.

Kepekaan dan kesadaran sosial seseorang terbangun dari pengalaman masa lampau hasil

interaksi dengan lingkungannya, ketrampilan berbuat dari motivasi diri dan kesadaran

mempertimbangkan akibat yang logis (proses berpikir dan mencoba). Berdasarkan pada teori

belajar dari Bandura, kesadaran dan kepekaan sosial dapat dikembangkan,dipelajari atau
dibelajarkan dalam pembelajaran IPS. Dalam proses pembelajaran perlu diperkenalkan konsep-

konsep, norma, prinsip, nilai-nilai maupun masalah-masalah sosial actual seperti kemiskinan,

kebodohan, pengangguran, kejahatan, KKN dll. Teori belajar dari Bandura (1977) menyatakan

bahwa perilaku individu yang berbeda-beda dapat dipelajari melalui proses pengkondisian kelas,

pengkondisian peran perilaku (simulasi) dan belajar melalui pengamatan.

Bagaimana mengembangkan strategi ketrampilan kepekaan sosial dilakukan dalam

proses pembelajaran? Siswa tentu mempunyai pengalaman individu dan guru dapat

mengembangkannya melalui rekonstuksi dengan melibatkan siswa dalam aktivitas sosial dan

proses pembelajaran. Aktivitas yang melibatkan aspek sensor motorik member kesempatan yang

luas untuk berkreasi, berfikir, berbuat sesuai keinginan dan bekerja menggunakan alat tentu

bermanfaat dalam pembelajaran IPS.

Jerolimek dan Parker (1993) mengemukakan sejumlah aktivitas dalam pembelajaran

IPS di kelas yang melibatkan siswa agar mereka memiliki kepekaan sosial seperti melalui seni,

drama,music, bahkan olah raga. Melalui seni music atau menyanyi misalnya halo-halo Bandung

dapat member inspirasi bagi semangat patriotisme, cinta tanah ar, loyalitas dan kesetiaan kepada

bangsa dan Negara. Melalui music perasaan dan emosinya dapat tumbuh dan terlatih. Dengan

seni nencipta dan baca puisi siswa dapat mengugkapkan perasaan, unek-unek, emosi dan

keinginannya, begitu juga melalui seni lukis mereka juga dapat mengekspresikan pada kanvas

atau hasil lukisannya.

B. Pengembangan Partisipasi Sosial

1. Partisipasi Sosial
Partisipasi sosial adalah keterlibatan siswa dalam belajar berfikir peka terhadap

masalah-masalah sosial dan bertindak sesuai dengan kedudukan dan fungsinya guna memper

siapkan diri terjun dalam kehidupan masyarakat. Kosasih Djhiri (1979) mengemukakan bahwa

anak muda perlu berturut serta dalam realita kehidupan bukan hanya sebagai penonton

melainkan langsung sebagai pelaku. Namun sebelum dan selama dalam proses partisipasi

tersebut, para remaja perlu dibina, dijembatani, dan dibimbing sehingga tidak akan terjadi

gap(kesenjangan) yang terlalu lebar antara generasi baru dan lama.

Lebih lanjut, Kosasih Djahiri (1979) mengemukakan beberapa keuntungandan hal-hal

yang perlu diperhatikan dalam menentukan kegiatan partisipasi social, yaitu: (1) kegiatan

kemasyarakatan yang melibatkan siswa memiliki kegunaan timbale balik, baikbagi siswa

maupun bagi masyarakat setempat, (2) kegiatan tersebut akan mendapat bantuan atau dukungan

pihak lain sepanjang kegiatan itu bersifat positif, (3) kegiatan tersebut akan merangsang,

menbantu, dan mengembangkan intelektual, etika, dan moral siswa, (4) kegiatan partisipasi

sosial akan membentuk siswa memiliki kematangan dan kemampuan untuk bekerja di

masyarakat, dan (5) kegiatan tersebut berhasil guna maka program pembelajaran hendaknya

disusun secara sistimatis dan terorganisir sehingga sesuai dengan tingkat pengetahuan,

mekemampuan, danperkembangan siswa.

2. Langkah-Langkah Kegiatan Partisipasi Sosial

Langkah-langkah kegiatan partisipasi sosial yaitu: (1) penetapan tujuan intraksional, (2)

pembelajaran konsep, (3) penentuan pilihan topic/masalah untuk proyek partisipasi, (4)

pembuatan scenario pilihan partisipasi, (5) diskusi kelas, (6) latihan dan persiapan proyek

partisipasi, (7) pelaksanaan proyek partisipasi, (8) membuat laporan kerja (reporting), (9) diskusi

kelas, dan (10) penyimpulan proyek,.


Pembelajaran IPS memerlukan tindakan nyata(real action) baik ketika menerapkan

teori ataupun dalam rangka melakukan percobaan di masyarakat. Welton dan Mallan (1988)

menyarankan bahwa untuk belajar partisipasi dalam masyarakat, maka siswa perlu dibelajarkan

sejumlah ketrampilan, yaitu: (1) belajar dalam kelompok secara efektif, meliputi belajar

mengorganisir, merencanakan, mengambil keputusan, dan mengambil tindakan, (2) membentuk

koalisi kepentingan dengan kelompok lain, (3) melakukan ajakan, berkompromi dan melakukan

bargaining, (4) bersikap sabar dan tekun dalam bekerja untuk mencapai tujuan, dan (5) berusaha

memperbanyak pengalaman dalam situasi buaya yang berbeda-beda.

Bentuk kegiatan partisipasi sosial yang dapat dipelajarkan dalam IPS menurut Kosasih

Djahiri (1979) mengemukakan sejumlah kegiatan kemasyarakatan, yaitu: (1)

kegiatan sosial politik, (2) proyek kemasyarakatan, (3) pro yek sosial (sukarelawan), (4)

studi kemasyarakatan, (5) pemagangan, dan (6) program model.

Kegiatan pertisipasi sosial tersebut dapat diwujutkan dengan beberapa partisipasi

membantu pemerintah berkampanye mensukseskan pembangunan, keluarga berencana,

membantu korban banjir, membantu dalam bidang kemanusiaan seperti PMR, polisi sekolah, dan

sebagainya. Apabila kondisi tidak memungkinkan dilaksanakan partisipasi sesungguhnya maka

kegiatan partisipasi sosial dapat dilakukan melalui simulasi dan permainan (games).

BAB XI STANDAR KOMPETENSI DAN KOMPETENSI DASAR IPS

A. Jenjang SD/MI

Pengorganisasian materi pelajaran IPS di jenjang SD/MI menganut pendekatan terpadu

(integrated), yaitu materi pelajaran dikembangkan dan disusun tidak mengacu disiplin ilmu yang

terpisah, melainkan mengacu pada pada aspek kehidupan nyata (Factual/real). Dalam

Permendiknas (2006) di kemukakan bahwa IPS mengkaji seperangkat peristiwa, fakta, konsep,
dan generalisasi yang berkaitan dengan isu sosial, serta memuat materi geografi, sejarah,

sosiologi, dan ekonomi.

B. Jenjang SMP/MTs

Jenjang SMP/MTs, pengorganisasian mater pelajaran IPS menggunakan pendekatan

korelasi (correlated), artinya materi pelajaran dikembangkan dan disusun mengacu pada

beberapa disiplin ilmu secara terbatas kemudian dikaitkan dengan aspek kehidupan nyata

(factual/real). Melalui pembelajaran IPS peserta didik diarahkan menjadi warga negara yang

demokratis dan bertangguang jawab, serta warga dunia yang cinta damai.

C. Jenjang SMA/MA/SMK

Pada jenjang SMA/MA/SMK, pengorganisasian materi pembelajaran IPS menggunakan

pendekatan terpisah (Separated), yaitu materi pembelajaran dikembangkan dan disusun mengacu

pada beberapa disiplin ilmu sosial secara terpisah. Pembelajaran IPS di SMA/MA menjadi suatu

rumpun dengan nama disiplin ilmu sosial tradisional, yaitu Sejarah, Geografi, Ekonomi,

Sosiologi dan Antropologi. Hal tersebut berbeda dengan pembelajaran IPS di SMK dan

SMALB, nama IPS adalah nama mata pelajaran seperti di SD/Mi dan SMP/MTs.
KARAKTER IPS

KARAKTERISTIK IPS

I. PENDAHULUAN
Pada dasarnya manusia adalah makhluk sosial yang selalu membutuhkan bantuan orang lain.
Dalam ilmu kewarganegaraan telah disinggung bahwasannya ketidakmampuan manusia hidup
sendiri dan manusia saling berkelopok sehingga dibentuk suatu masyarakat. Dalam masyarakat
sendiri tak lepas dari hubungan sosial, bahkan dalam suatu pendidikan telah ada sosial studies.
Dimana para anak didik dibekali ilmu sosial untuk masa depannya dalam bermasyarakat.
Ilmu sosial yang tak lain adalah ilmu kemasyarakatan selalu bersifat teknis yaitu menyediakan
pengetahuan yang bersifat instrumental murni. Dalam arti lain pengetahuan itu harus dapat
dipakai untuk keperluan apa saja sehingga ia tidak bersifat etis atau tidak terkait pada dimensi
politis. Objek penelaah ilmu-ilmu sosial relative kompleks. Sebagai obyek observasi, perilaku
masyarakat dan individu tidak dapat begitu saja diprediksi. Maka dari itu, banyak para ahli
mengatakan bahwa ilmu sosial tidak dapat menjadi ilmu yang sepenuhnya seperti ilmu alam
yang selalu bertambah pesat. Karena ilmu-ilmu sosial mempelajari tentang tigkah laku manusia
yang sangat sulit untuk diseragamkan.

II. RUMUSAN MASALAH


Dalam pembahasan kali ini ada beberapa rumusan masalah yang akan kita ungkap bersama,
diantaranya:
1. Pengertian pendidikan IPS
2. Hakekat pendidikan IPS
3. Karakteristik pendidikan IPS

III. PEMBAHASAN
Dalam sebuah ilmu tak akan dapat dipisahkan sebuah pengertian yang mengantarkan seseorang
pada gerbang pemahaman. Jika kita dengar sekilas ilmu sosial adalah ilmu yang sangat kental
dengan manusia, masyarakat dan juga tatanan negara. Maka, dalam pembahasan kali ini kita
sampaikan.
A. PENGERTIAN PENDIDIKAN IPS
Istilah ilmu pengetahuan sosial disingkat IPS seringkali saling bertukar makna dengan istilah
pendidikan IPS. Jika kita dengar sekilas, kedua istilah tersebut memang belum dipahami oleh
semua civitas academia, dikarenakan terbatasnya literature yang menjelaskan kedua istilah itu.
Selain iti kemungkinan lain karena kurangnya forum yang membahas kedua istilah tersebut.
Dalam pembahasan kali ini kit acoba mengungkap tentang pengertian IPS.
Pengertian IPS diIndonesia mulai sejak tahun 1970-an sebagai hasil komunitas akademik dan
secara formal mulai digunakan dalam sistem pendidikan nasinal dalam kurikulum1975. dalam
kurikulum pendidikan nasional IPS merupakan salah satu nama mata pelajaran yang diberikan
pada jenjang sekolah dasar sampai dengan sekolah menengah. Pelajaran IPS merupakan integrasi
dari beberapa pelajaran Sejarah, Geografi, Ekonomi, serta pelajaran lainnya yang berisikan
tentang ilmu sosial.
Dapat dikatakan bahwa ilmu IPS lahir dari agama yang melahirkan filsafat, kemudian filsafat
terbagi menjadi tiga bagian yaitu ilmu alam, ilmu social, humanis (humaniora), ketiganya
mengarah pada studi social (social studies).

Istilah IPS merupakan istilah yang sejajar dengan istilah IPA. Menurut Prof. Numan Sumantri,
istilah ini adalah penegasan dan akibat dari istilah IPS-IPA saja agar dapat dibedakan dengan
pendidikan pada tingkat Universitas. Selain itu istilah IPS belum dikenal baik sebagai sub disipin
ilmu. Maka, dalam pustaka lain yag diunakan yaitu social studies, social education, studies
education, dll. Istilah-istilah tersebut digunakan menunjuk pada sistem lingkungan yang baik
alam maupun manusia dan bagaiman sistem itu berinteraksi dalam keidupan yang
beragam.sedangkan dalam pengertian ilmu ips sendiri yaitu sesuai dengan sebutannya sebagai
ilmu, tekanannya pada keilmuan yang berkenaan dengan masyarakat atau kehidupan sosial.
Berbicara tentang ilmu sosial berkenaan dengan norma, yang mana ilmu sosial adalah semua
bidang yang berkenaan dengan kehidupan manusia dalam konteks sosialnya. Seperti halnya yang
kita jumpai pada sekitar seperti alam, bahwasannya manusia dalam kehidupannya meliputi
aspek-aspek yang cukup luas. Diantaranya:
a) Aspek antarhubungan manusia dalam kelompok
b) Aspek kejiwaan
c) Aspek kebutuhan materi
d) Aspek norma, peraturan dan hukum
e) Aspek pemerintahan dan Negara
f) Aspek kebudayaan
g) Aspek kesejahteraan
h) Aspek komunikasi
i) Aspek kebijaksanaan dan kesejahteraan sosial
j) Aspek manusia dengan hubungan alam, dll.
Peserta didik mampu memahami dan mengenali islah tersebut terlebih dapat menerapkan dalam
kehidupan masyarakat. Istilah IPS dikenalkan sejak jenjang dasar, diharapkan dapat
dikembangkan pada jenjang atas atau academia.
Dalam paham lain dikatakan pada modul awal bahwa pendidik IPS dasar tidak mengajarkan
disiplin ilmu-ilmu sosial, melainkan mengajarkan esensi dalam ilmu untuk menjadi subjek didik
menjadi warga Negara yang baik.

B. HAKEKAT PENDIDIKAN IPS


Berdasarkan pada falsafah negara tersebut, maka telah dirumuskan tujuan pendidikan nasional,
yaitu:
Membentuk manusia pembangunan yang ber-Pancasila dan untuk membentuk manusia yang
sehat jasmani dan rokhaninya, memiliki pengetahuan dan keterampilan, dapat mengembangkan
kreativitas dan tanggung jawab, dapat menyuburkan sikap demokrasi dan penuh tenggang rasa,
dapat mengembangkan kecerdasan yang tinggi dan disertai budi pekerti yang luhur, mencintai
bangsanya, dan mencintai sesama manusia sesuai ketentuan yang termaksud dalam UUD 1945.
Telah dituliskan bahwa pendidikan IPS itu sendiri memiliki tujuan yang kongkrit yaitu mencetak
manusia yang pancasila dalam artian manusia yang memiliki jiwa pancasila, yang mana
pancasila merupakan dasar Negara kita. Maka dari itu ilmu sosial tersebut mempelajari sifat
manusia yang selalu dapat diperkirakan namun, sulit untuk diseragamkan. Selain demikian IPS
merupakan sebuah disiplin ilmu yang mempelajari tentang tatanan masyarakat dan juga yang ada
dalam sekitar tatanan sosial.
Dengan pertimbangan semakin kompleksnya prmasalahan kehidupan berbangsa dan bernegara
maka diperkenalkan IPS pada tahun 1970-an sebagai displin ilmu. Selaku disiplin ilmu, Somantri
(2001) memberikan devinisi sebagai pendidikan disiplin ilmu sebagai berikut:
Pendidikan disiplin imu adalah suatu batang tubuh disiplin ilmu yang menyeleksi konsep ,
generalisasi dan teori dari struktur disipin ilmu universitas dan disiplin ilmu pendidikan yang
diorganisasikan dan disajikan ilmiah untuk tujuan pendidikan.
Sebagai disiplin ilmu sudah seyogyanya ilmu pengetahuan sosial memiliki sebuah landasan,
landasan IPS sebagai disiplin ilmu meliputi: landasan Filosofis, Ideologis, Sosilogis,
Antropologis, Kemanusiaan, Politis, Psikologis, dan Religius.
Landasan Filosofis, memberikan gagasan pemikiran mendasar yang digunakan untuk
menentukan apa obyek kajian atau kajian pokok IPS sebagai disiplin ilmu,
Landasan Ideologis, memberikan gagasan mendasar untuk memberi pertimbangan dan menjawab
pertanyaan.
Landasan Sosilogis, memberikan gagasan mendasar untuk menentukan cita-cita, kebutuhan,
kepentingan, kekuatan, aspirasi, serta pola kehidupan kedepan.
Landasan Antropologis, memberikan gagasan mendasar pola, sistem dan struktur pendidikan
disiplin ilmu sehingga relevan dengan pola.
Landasan kemanusiaan, memberikan gagasan-gagasan mendasar untuk menentukan karakteristik
ideal manusia sebagai sasaran pendidikan.
Landasan Politis, memberikan gagasan-gagasan mendasar untuk menentukanarah dan garis
kebijakan dalam politik pendidikan dari IPS.
Landasan Psikologis, memberikan sistem gagasan-gagasan mendasar untuk menentukan cara-
cara membangun struktur tubuh disiplin pengetahuan yang baik.
Landasan Religius, memberikan sistem gagasan-gagasan mendasar tentang nilai-nilai, norma,
etika, dan moral yang menjadi jiwa yang melandasi keseluruhan bangunan IPS.

C. KARAKTERISTIK PENDIDIKAN IPS


Untuk membahas karakteristik IPS, dapat dilihat dari berbagai pandangan. Berikut ini
dikemukakan karakteristik IPS dilihat dari materi dan strategi penyampaiannya.
1. Materi IPS
Ada 5 macam sumber materi IPS antara lain:
a) Segala sesuatu atau apa saja yang ada dan terjadi di sekitar anak sejak dari keluarga, sekolah,
desa, kecamatan sampai lingkungan yang luas negara dan dunia dengan berbagai
permasalahannya.
b) Kegiatan manusia misalnya: mata pencaharian, pendidikan, keagamaan, produksi,
komunikasi, transportasi.
c) Lingkungan geografi dan budaya meliputi segala aspek geografi dan antropologi yang terdapat
sejak dari lingkungan anak yang terdekat sampai yang terjauh.
d) Kehidupan masa lampau, perkembangan kehidupan manusia, sejarah yang dimulai dari
sejarah lingkungan terdekat sampai yang terjauh, tentang tokoh-tokoh dan kejadian-kejadian
yang besar.
e) Sebagai sumber materi meliputi berbagai segi, dari makanan, pakaian, permainan, keluarga.
Dari lima pokok materi diatas telah mencakup semua yang ada pada sekitar kita. Dalam kelima
point tersebut juga telah mencakup semua aspek sosial juga perkembangan ilmu sosial yang
mempelajari aspek kehidupan manusia yang selalu berubah-ubah. Tak hanya demikian, dalam
pembelajaran IPS juga meliputii geografis yang menjadi kediaman masyarakat itu sendiri.

2. Strategi Penyampaian Pengajaran IPS


Strategi penyampaian pengajaran IPS, sebagian besar adalah didasarkan pada suatu tradisi, yaitu
materi disusun dalam urutan: anak (diri sendiri), keluarga, masyarakat/tetangga, kota, region,
negara, dan dunia. Tipe kurikulum seperti ini disebut The Wedining Horizon or Expanding
Enviroment Curriculum (Mukminan, 1996:5).
Sebutan Masa Sekolah Dasar, merupakan periode keserasian bersekolah, artinya anak sudah
matang untuk besekolah. Adapun kriteria keserhasilan bersekolah adalah sebagai berikut.
1) Anak harus dapat bekerjasama dalam kelompok dengan teman-teman sebaya, tidak boleh
tergantung pada ibu, ayah atau anggota keluarga lain yang dikenalnya.
2) Anak memiliki kemampuan sineik-analitik, artinya dapat mengenal bagian-bagian dari
keseluruhannya, dan dapat menyatukan kembali bagian-bagian tersebut.
3) Secara jasmaniah anak sudah mencapai bentuk anak sekolah.
Menurut Preston (dalam Oemar Hamalik. 1992 : 42-44), anak mempunyai ciri-ciri sebagai
berikut :
a. Anak merespon (menaruh perhatian) terhadap bermacam-macam aspek dari dunia
sekitarnya.Anak secara spontan menaruh perhatian terhadap kejadian-kejadian-peristiwa, benda-
benda yang ada disekitarnya. Mereka memiliki minat yang luas dan tersebar di sekitar
lingkungnnya.
b. Anak adalah seorang penyelidik, anak memiliki dorongan untuk menyelidiki dan menemukan
sendiri hal-hal yang ingin mereka ketahui.
c. Anak ingin berbuat, ciri khas anak adalah selalu ingin berbuat sesuatu, mereka ingin aktif,
belajar, dan berbuat
d. Anak mempunyai minat yang kuat terhadap hal-hal yang kecil atau terperinci yang seringkali
kurang penting / bermakna
e. Anak kaya akan imaginasi, dorongan ini dapat dikembangkan dalam pengalaman-pengalaman
seni yang dilaksanakan dalam pembelajaran IPS sehingga dapat memahami orang-orang di
sekitarnya. Dan juga dapat dikembangkan dengan merumuskan hipotesis dan memecahkan
masalah.
Berkaitan dengan atmosfir di sekolah, ada sejumlah karakteristik yang dapat diidentifikasi pada
siswa SD berdasarkan kelas-kelas yang terdapat di SD.
1. Karakteristik pada Masa Kelas Rendah SD (Kelas 1,2, dan 3)
a) Ada hubungan kuat antara keadaan jasmani dan prestasi sekolah
b) Suka memuji diri sendiri
c) Apabila tidak dapat menyelesaikan sesuatu, hal itu dianggapnya tidak penting
d) Suka membandingkan dirinya dengan anak lain dalam hal yang menguntungkan dirinya
e) Suka meremehkan orang lain
2. Karakteristik pada Masa Kelas Tinggi SD (Kelas 4,5, dan 6).
a. Perhatianya tertuju pada kehidupan praktis sehari-hari
b. Ingin tahu, ingin belajar, dan realistis
c. Timbul minat pada pelajaran-pelajaran khusus
d. Anak memandang nilai sebagai ukuran yang tepat mengenai prestasi belajarnya di sekolah.
Menurut Jean Piagiet, usia siswa SD (7-12 tahun) ada pada stadium operasional konkrit. Oleh
karena itu guru harus mampu merancang pembelajaran yang dapat membangkitkan siswa,
misalnya penggalan waktu belajar tidak terlalu panjang, peristiwa belajar harus bervariasi, dan
yang tidak kalah pentingnya sajian harus dibuat menarik bagi siswa.
Berbicara tentang karakteristik IPS, ada yang mengatakan bahwasannnya karakteristik IPS
meliputi:
1. Rasional
Manusia sebagai makluk sosial kemudian dihadapkan pada beberapa disiplin ilmu sosial tentu
saja dapat realisasi, relevansi, dan fungsi yang signifikan. Dimensi ruang dengan segala
fenomenanya sangat relevan menjadi obyek kajian Geografi.

2. Karakteristik mata pelajaran IPS


Setiap mata pelajaran memiliki karakteristik tersendiri yang berbeda dengan matapelajaran
lainnya, tidak terkecuali mata pelajaran IPS sendiri memiliki karakteristik antara lain seperti
berikut:
IPS merupakan perpaduan dari beberapa disiplin ilmu sosial antara lain: Sosiologi, Geografi,
Ekonomi, dan Sejarah. Mata pelajaran IPS juga terdiri atas beberapa konsep, prinsip dan tema
yang berkenaan dengan hakekat kehidupan manusia sebagai mahluk sosial(homo socious).
Dalam penyampaian pembelajaran IPS ini, seorang guru harus pandai membawa anak didiknya
dalam mencapai pemahaman. Dalam hal tersebut dapat diambil inisiatif menjadikan belajar
menyenangkan seperti:
1. Dengan cara selingan permainan
2. Observasi
3. Melihat realita yang ada.
Dengan demikian anak akan merasa senang dan juga tertantang untuk lebih tahu jauh tentang
materi IPS yang tak jauh dari kehidupannya.
IV. KESIMPULAN
Dalam pmbelajaran IPS ataupun pengenalan IPS telah sejak pendidikan dasar. Dikarenakan
tujuan pendidikan IPS itu sendiri yaitu mencetak manusia pancasila, selain itu IPS sendiri
merupakan disiplin ilmu yang memiliki beberapa landasan yang dapat mengantarkanya pada
tujuan umumnya menjadikan manusia pancasila. Selain itu perhatian ilmu sosial sendiri
mengarah pada kehidupan sehari-hari yang mengakibatkan para ilmuan mengatakan bahwa ilmu
IPS tidak dapat dikatakan ilmu kongkrit seperti ilmu pengetahuan alam, sebab ilmu sosial itu
sendiri mempelajari tentang tatanan dan sifat manusia yang selalu berubah dan sulit untuk
diseragamkan.

V. PENUTUP
Demikianlah uraian yang dapat kita sampaikan dalam pertemuan yang semoga membawa
berkah. Amien atas kekurangan yang kami miiki kami mohon kritik saran yang dapat
membangun kita untuk maju semua.

DAFTAR PUSTAKA

Sapriya, Pendidikan IPS, Bandung: Lab. PKN UPI, 2008


Sardiyo, Materi Pokok Pendidikan IPS di-SD, Jakarta: Universitas Terbuka, 2008
Sapriya, Konsep Dasar IPS, Bandung: UPI press, 2006
http://uangtabungan.blogspot.com/2009/10/makalah-konsep-pendidikan-ips-dan.html
http://silabus IPS. Html.

Anda mungkin juga menyukai