Anda di halaman 1dari 13

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
atas berkat, karunia dan anugerah-Nya penulis dapat menyelesaikan laporan kasus
dengan judul Fraktur Os Nasal ini sebagai salah satu syarat untuk mengikuti
ujian di bagian Ilmu Penyakit THT-KL.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada dr. Dadan Rosdiana, Sp. THT-
KL selaku pembimbing klinik yang telah setia membimbing penulis dalam
menyelesaikan laporan kasus ini. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan
kepada teman-teman sesama Dokter Muda yang telah mendukung penulis dalam
menyelesaikan laporan kasus ini.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa laporan kasus ini masih jauh dari
kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat penulis
harapkan untuk penyempurnaan laporan kasus ini.
BAB I
PENDAHULUAN

Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang yang
umumnya disebabkan oleh tekanan dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya.
Fraktur terjadi jika tulang dikenai stress yang lebih besar daripada yang
diabsorpsinya. Fraktur nasal adalah jenis trauma wajah yang paling sering terjadi.
Posisinya yang berada di tengah dan proyeksi anterior pada wajah menjadi faktor
predisposisi terjadinya trauma. Fraktur nasal disebabkan oleh trauma dengan
kecepatan rendah. Fraktur nasal yang disebabkan oleh kecepatan yang tinggi bisa
menyebabkan fraktur wajah.

Diagnosis dari fraktur os nasal didapatkan dari anamnesa ditanyakan riwayat


trauma hidung, pemeriksaan fisik dapat dilihat suatu deformitas, dislokasi atau
hematom septum, depresi atau pergeseran tulang-tulang hidung, epistasis,
hematoma, laserasi, Pada perabaan dirasakan nyeri dan krepitasi, rhinoskopi
anterior jika dibutuhkan untuk melihat deviasi septum, dan pemeriksaan radiologi.
BAB II
LAPORAN KASUS

Identitas Pasien
Nama : Tn. LP
Jenis Kelamin : Laki-laki
Umur : 31 tahun
Pekerjaan : Swasta
Bangsa : Indonesia
Alamat : Obel-obel sambalia
No. MR : 154099

Anamnesis
KU : Keluar darah dari kedua hidung
RPS : Pasien datang ke IGD RS dr. soedjono selong dengan keluhan keluar
darah dari kedua hidung setelah dipukul pada bagian hidung pasien. Setelah
dipukul, kedua hidung pasien langsung mengeluarkan darah. Darah yang
keluar dan terjadi sekitar 30 menit. Nyeri (+), terasa bengkak (+), hidung
kurang membau, hidung terasa penuh dan mata berair.
RPD : Pasien belum pernah mengalami hal ini sebelumnya. Riwayat HT(-),
DM (-)
Riwayat Pengobatan : sebelum dibawa ke IGD RS dr. soedjono selong pasien
belum mendapat pengobatan.

Pemeriksaan Fisis
Kesadaran : Compos mentis
TTV
o TD : 120/80 mmHg
o Nadi : 85 x/menit, reguller
Mata : Conjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-)
Leher : pembesaran KGB (-/-)
Tenggorok : mukosa merah muda, tonsil T1/T1, uvula letak ditengah
Hidung :
Kanan Kiri
Deformitas - +
Septum Nasi Deviasi (-) Deviasi (-)
Concha Merah, Membesar Merah, Membesar

Telinga : dalam batas normal


Cor : S1-S2 tunggal, murmu (-), gallop (-)
Pulmo : Vesikuler (+/+), rhonki (-/-), wheezing (-/-)
Abdomen : nyeri tekan (-/-)
Ekstremitas : edema (-/-)

Pemeriksaan Radiologi
Fraktur Os Nasal

Diagnosis
Fraktur Os Nasal dan Epistaksis

BAB III
PEMBAHASAN
Anatomi Hidung

Hidung luar berbentuk piramid dengan bagian-bagiannya dari atas ke


bawah:

1. pangkal hidung (bridge),


2. batang hidung (dorsum nasi),
3. puncak hidung (tip),
4. ala nasi,
5. kolumela dan
6. lubang hidung (nares anterior).

Gambar Anatomi Hidung Bagian Luar


Hidung luar dibentuk oleh kerangka tulang dan tulang rawan yang
dilapisi oleh kulit, jaringan ikat dan beberapa otot kecil yang berfungsi untuk
melebarkan atau menyempitkan lubang hidung. Kerangka tulang terdiri dari:
1. tulang hidung (os nasalis),
2. prosesus frontalis os maksila dan
3. prosesus nasalis os frontal
Anatomi Kerangka Hidung
Sedangkan kerangka tulang rawan terdiri dari beberapa pasang tulang
rawan yang terletak di bagian bawah hidung, yaitu:
1. sepasang kartilago nasalis lateralis superior,
2. sepasang kartilago nasalis lateralis inferior (kartilago alar mayor),
3. beberapa pasang kartilago alar minor dan
4. tepi anterior kartilago septum.
Rongga hidung atau kavum nasi berbentuk terowongan dari depan ke
belakang, dipisahkan oleh septum nasi di bagian tengahnya menjadi kavum
nasi kanan dan kiri. Pintu atau lubang masuk kavum nasi bagian depan
disebut nares anterior dan lubang belakang disebut nares posterior (koana)
yang menghubungkan kavum nasi dengan nasofaring.
Bagian dari kavum nasi yang letaknya sesuai dengan ala nasi, tepat
dibelakang nares anterior, disebut vestibulum. Vestibulum ini dilapisi oleh
kulit yang mempunyai banyak kelenjar sebasea dan rambut-rambut panjang
yang disebut vibrise.
Tiap kavum nasi mempunyai 4 buah dinding, yaitu dinding medial, lateral,
inferior dan superior. Dinding medial hidung ialah septum nasi. Septum
dibentuk oleh tulang dan tulang rawan. Bagian tulang adalah lamina
perpendikularis os etmoid, vomer, krista nasalis os maksila dan krista nasalis
os palatina. Bagian tulang rawan adalah kartilago septum (lamina
kuadrangularis) dan kolumela.
Septum dilapisi oleh perikondrium pada bagian tulang rawan dan periostium
pada bagian tulang, sedangkan diluarnya dilapisi pula oleh mukosa hidung.
Bagian depan dinding lateral hidung licin, yang disebut agger nasi dan
dibelakangnya terdapat konka-konka yang mengisi sebagian besar dinding
lateral hidung.
Pada dinding lateral terdapat 4 buah konka. Yang terbesar dan letaknya
paling bawah ialah konka inferior, kemudian yang lebih kecil adalah konka
media, lebih kecil lagi ialah konka superior, sedangkan yang terkecil disebut
konka suprema. Konka suprema disebut juga rudimenter.

Gambar Anatomi Dinding Lateral Rongga Hidung


Konka inferior merupakan tulang tersendiri yang melekat pada os maksila
dan labirin etmoid, sedangkan konka media, superior dan suprema merupakan
bagian dari labirin etmoid. Di antara konka-konka dan dinding lateral hidung
terdapat rongga sempit yang disebut meatus. Tergantung dari letak meatus,
ada tiga meatus yaitu meatus inferior, medius dan superior. Meatus inferior
terletak di antara konka inferior dengan dasar hidung dan dinding lateral
rongga hidung. Pada meatus inferior terdapat muara (ostium) duktus
nasolakrimalis. Meatus medius terletak di antara konka media dan dinding
lateral rongga hidung. Pada meatus medius terdapat bula etmoid, prosesus
unsinatus, hiatus semilunaris dan infundibulum etmoid. Hiatus semilunaris
merupakan suatu celah sempit melengkung dimana terdapat muara sinus
frontal, sinus maksila dan sinus etmoid anterior.
Pada meatus superior yang merupakan ruang di antara konka superior dan
konka media terdapat muara sinus etmoid posterior dan sinus sfenoid.
Dinding inferior merupakan dasar rongga hidung dan dibentuk oleh os
maksila dan os palatum. Dinding superior atau atap hidung sangat sempit dan
dibentuk oleh lamina kribriformis, yang memisahkan rongga tengkorak dari
rongga hidung.

DEFINISI
Fraktur nasal merupakan suatu keadaan yang disebabkan oleh trauma yang
ditandai dengan patahnya tulang hidung. Fraktur nasal merupakan fraktur pada
wajah yang paling sering dijumpai pada manusia, pada kasus trauma wajah sekitar
40 % adalah fraktur nasal.

ETIOLOGI
Fraktur nasal terjadi karena adanya trauma pada nasal. Penyebab terjadinya
trauma pada nasal adalah :
Mendapat serangan misal dipukul,atau terjatuh
Injury karena olah raga
Kecelakaan (personal accident)
Kecelakaan lalu lintas
Pada pasien, trauma nasal disebabkan karena dipukul pada daerah hidung kiri.

PATOFISIOLOGI
Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekuatan dan gaya pegas
untuk menahan. Tapi apabila tekanan eksternal yang datang lebih besar dari yang
dapat diserap tulang, maka terjadilah trauma pada tulang yang mengakibatkan
rusaknya atau terputusnya kontinuitas tulang. Setelah terjadi fraktur, periosteum
dan pembuluh darah serta saraf dalam korteks, marrow, dan jaringan lunak yang
membungkus tulang rusak. Perdarahan terjadi karena kerusakan tersebut dan
terbentuklah hematoma di rongga medula tulang. Jaringan tulang segera
berdekatan ke bagian tulang yang patah. Jaringan yang mengalami nekrosis ini
menstimulasi terjadinya respon inflamasi yang ditandai dengan vasodilatasi,
eksudasi plasma dan leukosit, dan infiltrasi sel darah putih. Kejadian inilah yang
merupakan dasar dari proses penyembuhan tulang nantinya.
Faktor-faktor yang mempengaruhi fraktur :
1. Faktor Ekstrinsik
Adanya tekanan dari luar yang bereaksi pada tulang yang tergantung
terhadap besar, waktu, dan arah tekanan yang dapat menyebabkan fraktur.
2. Faktor Intrinsik
Beberapa sifat yang terpenting dari tulang yang menentukan daya
tahan untuk timbulnya fraktur seperti kapasitas absorbsi dari tekanan,
elastisitas, kelelahan, dan kepadatan atau kekerasan tulang.

KLASIFIKASI
Jenis jenis Fraktur Hidung
1. Fraktur hidung sederhana
Jika fraktur dari tulang hidung, dapat dilakukan perbaikan dari fraktur
tersebut dengan anastesi local.
2. Fraktur Tulang Hidung Terbuka
Fraktur tulang hidung terbuka menyebabkan perubahan tempat dari
tulang hidung dan disertai laserasi pada kulit atau mukoperiosteum rongga
hidung.
3. Fraktur Tulang Nasoetmoid
Fraktur ini merupakan fraktur hebat pada tulang hidung, prosesus
frontal pars maksila dan prosesus nasal pars frontal. Fraktur tulang
nasoetmoid dapat menyebabkan komplikasi
Jenis fraktur pada pasien adalah fraktur hidung sederhana.

DIAGNOSIS
1. Dari anamnesa ditanyakan riwayat trauma hidung
Pada pasien didapatkan adanya trauma pada hidung satu jam sebelum
mendapatkan perawatan. Pasien juga mengalami epistaksis sebelum dibawa
berobat.
2. Pemeriksaan fisik dapat dilihat suatu deformitas, dislokasi atau hematom
septum, depresi atau pergeseran tulang-tulang hidung, epiktasis, hematoma,
laserasi, Pada perabaan dirasakan nyeri dan adanya krepitasi.
3. Rhinoskopi anterior jika dibutuhkan untuk melihat deviasi septum
Pada pemeriksaan rhinoskopi anterior didapatkan adanya bekuan darah
pada lubang hidung bagian kanan dan kiri, deviasi septum (-), konka membesar
dan merah.
4. Pemeriksaan radiologi
Pada pemeriksaan radiologi pasien ditemukan adanya fraktur pada os nasal

PENATALAKSANAAN
Tujuan Penanganan Fraktur Hidung
Mengembalikan penampilan
Mengembalikan patensi jalan nafas hidung
Menempatkan kembali septum pada garis tengah
Menjaga keutuhan rongga hidung
Mencegah sumbatan setelah operasi, perforasi septum, retraksi kolumela,
perubahan bentuk hidung
Mencegah gangguan pertumbuhan hidung
Penatalaksaan pada pasien dengan fraktur tertutup adalah sebagai berikut :
1. Terapi non farmakologi, terdiri dari :
a. Mengelevasikan kepala dan kompres dingin, kemudian dilakukan
pembedahan dengan reposisi os nasal.
Untuk teknik pembedahannya sendiri tergantung dari fraktur hidung yang terjadi.

2. Terapi operasi
Terapi bedah adalah mereduksi patah tulang hidung, ketika pembengkakan
dan edema memungkinkan untuk diagnosis yang akurat dan melakukan tindakan
reduksi. Hal ini dapat dilakukan segera jika cedera parah, namun, patah tulang
ringan sampai berat dinilai lebih mudah dan akurat direduksi 3 sampai 10 hari
setelah cedera. Tergantung pada tingkat kenyamanan dan pengalaman. Patah
tulang hidung dapat dilakukan tindakan reduksi tertutup, beberapa luka pada
akhirnya mungkin memerlukan reduksi terbuka melalui septorhinoplasty. Ini
biasanya dilakukan pada 6 sampai 12 bulan setelah bekas luka post-trauma
melunak.
Pada pasien dilakukan tampon anterior yang berfungsi sebagai penyangga
hidung untuk menghentikan perdarahan. Pada pasien dilakukan operasi atas
persetujuan dari pasien.

Komplikasi
a. Perubahan bentuk hidung
b.Obstruksi rongga hidung yang disebabkan oleh fraktur, dislokasi atau hematoma
pada septum.
c. Gangguan penciuman ( hiposmia atau anosmia )
d. Epistaksis posterior yang disebabkan oleh robeknya arteri ethmoidalis.
e. Kerusakan duktus nasofrontalis yang disebabkan oleh sinusitis frontalis atau
mukokel.

Prognosis
Kebanyakan fraktur os nasal tanpa disertai dengan perpindahan posisi akan
sembuh tanpa adanya kelainan kosmetik dan fungsional. Dengan teknik reduksi
terbuka dan tertutup akan mengurangi kelainan kosmetik dan fungsional pada
70% pasien. Pada pasien ini, prognosis baik karena dilakukan tindakan reposisi.

BAB IV
PENUTUP
Seorang laki-laki umur 31 tahun dengan riwayat terkena pukulan pada hidung
kiri. Pada pemeriksaan fisik didapatkan adanya deformitas, bekuan darah pada
cavum nasi, konka hiperemis dan membesar. Dari pemeriksaan radiologi
didapatkan adanya fraktur os nasal. Pasien diberikan penanganan dengan
menggunakan tampon dan medikamentosa. Prognosis pasien baik Karena segera
dilakukan tindakan pembedahan.

DAFTAR PUSTAKA
1. Soepardi E., Iskandar N. Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher Edisi
ke Enam. 2004. Jakarta: Balai Penerbit FKUI
2. Budiman BJ, Asyari A. Pengukuran Sumbatan Hidung pada Deviasi
Septum Nasi. Jurnal Kesehatan Andalas. 2012
3. Mudasir, Azis A, Punagi AQ. Analisis Kadar Malondialdehid (MDA)
Plasma Penderita Polip Hidung Berdasarkan Dominasi Sel Inflamasi pada
Pemeriksaan Histopatologi. Bagian Ilmu Kesehatan Telinga Hidung
Tenggorok-Kepala Leher Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin
Makassar. 2011.
4. Small P, Kim H. Allergic Rhinitis. Allergy, Asthma & Clinical
Immunology 2011, 7 (Suppl 1) 53.
5. Budiman BJ, Prijadi J. Diagnosis dan Penatalaksanaan Abses Septum
Nasi. Jurnal Kesehatan Andalas. 2013; 2 (1)

Anda mungkin juga menyukai