PUBLIKASI ILMIAH
PERENCANAAN ENERGI
PROVINSI GORONTALO
2000 2015
EDITOR:
Drs. Abubakar Lubis, MSc, APU
Ir. Cecilya L.M. Sastrohartono, M.Sc
PUBLIKASI ILMIAH
PERENCANAAN ENERGI
PROVINSI GORONTALO 2000 2015
EDITOR:
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh isi buku ini dengan cara
apapun tanpa izin sah dari penerbit.
Diterbitkan oleh:
Pusat Pengkajian dan Penerapan Teknologi
Konversi dan Konservasi Energi, BPPT
Jl. M.H. Thamrin No.8, Jakarta 10340,
Telp. +62 (21) 316-9754
Fax. +62 (21) 316-9765
Perencanaan Energi Provinsi Gorontalo 2000 - 2015
KATA PENGANTAR
Pada tahun 2001, diresmikan Provinsi Gorontalo yang merupakan pemekaran dari Provinsi Sulawesi
Utara, yang terdiri dari dua Kabupaten yaitu kabupaten Gorontalo, Kabupaten Boalemo dan 1 Kota
Madya yaitu Kodya Gorontalo. Dua tahun kemudian yaitu pada awal tahun 2003, provinsi tersebut
mengalami pemekaran, dimana kabupaten Gorontalo dimekarkan menjadi kabupaten Gorontalo dan
Bonebolango serta kabupaten Boalemo dimekarkan menjadi Boalemo dan Pahuwato. Sebagai
provinsi yang baru berkembang, disadari bahwa kegiatan ekonomi dan pemanfaatan sumberdaya
alam belum diselenggarakan secara optimal. Oleh karena itu dalam meningkatkan pembangunan
serta pendapatan daerah perlu dilaksanakan pemacuan aktivitas di semua sektor penggerak
ekonomi yang selanjutnya akan berakibat pada peningkatan kebutuhan energinya, terutama dengan
digulirkannya otonomi daerah.
Dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah, sumberdaya alam yang terkandung di wilayah Gorontalo
perlu untuk dikengbangkan dan dimanfaatkan secara berkesinambungan, oleh karena itu
perencanaan energi Provinsi Gorontalo jangka panjang secara terintegrasi dan berkesinambungan
sangat diperlukan. Perencanaan Energi Provinsi Gorontalo Jangka Panjang sendiri bertujuan untuk
memberikan gambaran tentang strategi penyediaan energi Provinsi Gorontalo secara menyeluruh,
terintegrasi, ramah lingkungan dan berkesinambungan. Selanjutnya strategi serta hasil analisis
lainnya dapat dimanfaatkan pemerintah daerah dalam menganalisis prioritas pengembangan energi
berdasarkan kebutuhan dan penyediaan energi dengan mengutamakan pemanfaatan sumber daya
energi setempat. Prioritas pengembangan energi tersebut diharapkan dapat memberikan sumbangan
yang positif bagi pelaksanaan otonomi di daerah. Selain itu, hasil perencanaan energi ini juga dapat
dimanfaatkan oleh pengambil kebijakan dalam pemilihan jenis energi dan teknologi serta membantu
para investor di bidang energi dan industri yang berkeinginan untuk menanamkan modalnya di
wilayah Provinsi Gorontalo.
Pusat Pengkajian dan Penerapan Teknologi Konversi dan Konservasi Energi (P3TKKE), Badan
Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) yang merupakan salah satu institusi yang telah
berpengalaman dalam bidang perencanaan energi nasional dan daerah jangka panjang sejak tahun
1980, pada tahun 2003 telah membuat penelitian tentang Perencanan Energi Provinsi Gorontalo
jangka panjang (2000 2015). P3TKKE- BPPT mengucapkan terima kasih kepada Pemerintah
Daerah Provinsi Gorontalo yang sangat mendukung pada proses pencarian data, sehingga penelitian
ini dapat terlaksana.
Hasil penelitian ini dipublikasi dalam bentuk buku oleh P3TKKE-BPPT dengan judul Perencanaan
Energi Provinsi Gorontalo 2000 - 2015. Penulisan dalam publikasi ilmiah ini terdiri dari beberapa
makalah yang meliputi berbagai topik penelitian yang diharapkan dapat memberikan kontribusi dalam
menentukan sistem penyediaan energi Provinsi Gorontalo.
Tujuan dari Publikasi Ilmiah ini adalah untuk menampung dan mengkomunikasikan hasil penelitian
serta menyebarluaskan ke berbagai lembaga penelitian, perguruan tinggi dan masyarakat energi
lainnya agar dapat digunakan sebagai acuan bagi pengambil keputusan, peneliti, akademis dan bagi
semua pihak yang berkepentingan.
i
Perencanaan Energi Provinsi Gorontalo 2000 - 2015
Dengan segala keterbatasan, kami menyadari bahwa publikasi ilmiah ini masih belum sempurna dan
diharapkan sumbang saran berupa masukan dan informasi yang dapat mendukung dan
menyempurnakan penelitian selanjutnya.
ii
Perencanaan Energi Provinsi Gorontalo 2000 - 2015
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR i
RINGKASAN EKSEKUTIF v
TOPIK PENELITIAN
2. Analisis Energy Balance Provinsi Gorontalo Tahun 2000 sampai dengan 2015 9
Erwin Siregar
3. Analisis Penyediaan dan Kebutuhan Energi Sektor Rumah Tangga Di Provinsi Gorontalo 30
Nona Niode
iii
Perencanaan Energi Provinsi Gorontalo 2000 - 2015
RINGKASAN EKSEKUTIF
Gorontalo merupakan provinsi termuda di Pulau Sulawesi. Sebagai provinsi termuda fasilitas yang
ada dapat dirasakan belum mencukupi sehingga masih diperlukan pembangunan di segala sektor.
Pembangunan di Gorontalo ini dimaksudkan untuk mendorong peningkatan perekonomian yang
akhirnya akan meningkatkan pendapatan daerah.
Peningkatan perekonomian secara tidak langsung akan memacu aktivitas di semua sektor penggerak
ekonomi. seperti sektor pertanian, kelautan, pertambangan&energi, kehutanan & perkebunan, serta
perindustrian & perdagangan yang berakibat akan meningkatkan kebutuhan energi.
Peningkatan kebutuhan energi harus diimbangi dengan ketersediaan energi secara
berkesinambungan dan terintegrasi agar aktivitas di semua sektor penggerak ekonomi dapat tumbuh
sesuai yang diharapkan.
Dalam merencanakan kebutuhan dan penyediaan energi Provinsi Gorontalo. digunakan Model LEAP
(Long-range Energy Planning System) dengan masukan data kebutuhan energi per sektor dan laju
pertumbuhannya, potensi energi yang tersedia, serta teknologi transformasi dan konversi yang
digunakan serta akan digunakan di kemudian hari.
Berbagai masukan diperlukan dalam melaksanakan penelitian perencanaan energi Provinsi
Gorontalo, dimana masukan serta hasil perencanaan tersebut diteliti dan dianalisis oleh peneliti-
peneliti di P3TKKE, BPPT secara mendalam dan dituangkan dalam tulisan, sebagai berikut:
Konsumsi energi sektor rumah tangga dapat dibagi menjadi memasak, penerangan dan penggunaan
peralatan lain, Yang dimaksud peralatan lain adalah pendingin ruang (AC), lemari pendingin, rice
cooker, kipas angin dan lain-lain.
Gambaran konsumsi energi di sektor rumah tangga dapat dilihat pada Tabel 1.
Pada tahun 2000, konsumsi energi sektor transportasi yang terdiri dari bensin dan minyak solar
mencapai berturut-turut 52.180 Kiloliter dan 30.360 Kiloliter. Bahan bakar premium dipakai oleh
semua jenis kendaraan sedan, 70% wagon, 60% pick up, mikrolet, opelet, ambulan, bentor (bendi
motor) dan sepeda motor. Sedangkan sisa persentase dari jumlah wagon dan pick up, yaitu 30%
wagon dan 40% pick up memanfaatkan bahan bakar minyak solar. Jenis kendaraan lain yang
menggunakan bahan bakar minyak solar adalah truk, bus, pemadam kebakaran dan angkutan berat.
Dari semua jenis kendaraan yang terdapat di Provinsi Gorontalo yang berfungsi sebagai angkutan
umum utama, khususnya di Kota dan Kabupaten Gorontalo adalah bentor dan mikrolet.
v
Perencanaan Energi Provinsi Gorontalo 2000 - 2015
Pada sektor industri di Provinsi Gorontalo, industri menengah kecil menggunakan energi jauh lebih
besar dibanding dengan konsumsi energi industri besar dan sedang.
Industri besar dan sedang terdiri dari industri makanan-minuman, tekstil, kayu serta bahan galian
logam maupun bukan logam, sedangkan industri kecil menengah terdiri dari kerajinan, gula aren,
aneka industri, meubel, pandai besi, gerabah, batubata dan lain-lain. Konsumsi sektor industri untuk
kedua ketegori industri tersebut dapat dilihat pada Tabel 2 dibawah ini.
2
Sektor perikanan laut menunjukkan bahwa dengan luas total perairan laut adalah sekitar 50.500 km
2
dimana kira-kira seluas 10.500 km berupa perairan teritorial (12 mil dari pantai) dan seluas 40.000
2
km berupa perairan Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) dengan potensi ikan sebesar 82.200 ton ikan per
tahun dan berupa rumput laut, ikan karang, teripang dan mutiara, terdapat potensi sebesar kira-kira
57.400 ton per tahun. Sedangkan dari budidaya perikanan darat terdapat potensi sebesar 12.200 ton
ikan per tahun.
Pemakaian energi pada sektor perikanan dapat dikelompokkan atas dua jenis, yaitu untuk mesin
penggerak dan untuk penerangan. Pada mesin penggerak digunakan premium dan minyak solar.
sedangkan untuk penerangan pada sarana dan peralatan penangkapan ikan digunakan minyak
tanah.
Konsumsi energi pada tahun 2000 diperhitungkan sebagai berikut: Premium sebesar 3885 Kilo liter.
Solar sebesar 206 Kilo Liter dan minyak tanah sebeser 1281 Kilo Liter.
Sektor komersial secara langsung maupun tidak langsung, memegang peranan yang cukup penting
dalam pembangunan daerah. Sektor komersial terdiri dari perbankan. perhotelan. restoran dan
perdagangan. Kebutuhan bahan bakar minyak pada sektor ini berkembang dengan laju yang relatif
moderat yaitu 7,4% per tahun.
Konsumsi energi dalam tahun 2000, berupa minyak solar sebesar 6 BOE, listrik sebesar 9063 BOE,
minyak tanah sebesar 3261 BOE dan LPG sebesar 5 BOE.
Sektor pertanian merupakan sektor yang paling penting dalam pembangunan ekonomi Provinsi
Gorontalo. karena sektor tersebut mempunyai sumbangan yang paling besar terhadap struktur
ekonomi yang direpresentasikan dengan Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB).
Berdasarkan harga konstan pada tahun 2000 lebih dari 30% PDRB Provinsi Gorontalo disumbang
oleh sektor pertanian.
Penggunaan energi di sektor ini adalah untuk traktor, RMU, Power Thresher, dan pompa air. Pada
tahun 2000 diperkirakan konsumsi energi sektor pertanian adalah minyak solar sebagai bahan bakar
traktor dan pengering; bensin untuk power sprayer dan minyak tanah juga dipakai untuk pengering.
Konsumsi solar pada sektor pertanian tahun 2000 adalah sebesar 1196 KL, Minyak tanah sebesar 36
KL dan Premium sebesar 62 KL.
Dengan pertumbuhan rata-rata sekitar 1,7% pertahun, dimana sektor pertanian mempunyai
pertumbuhan terbesar yaitu 26% pertahun selama 10 tahun, sektor transportasi 7,6%, komersian
7,4%, Perikanan 1,7% sedangkan rumah-tangga mempunyai pertumbuhan terendah yaitu 0.2%
pertahun. Rendahnya pertumbuhan kebutuhan energi ini disebabkan meningkatnya efisiensi
penggunaan energi, antara laian untuk memasak beralihnya penggunaan kayu bakar yang
mempunyai efisiensi 12,5% dengan minyak tanah dengan efisiensi 30%, serta LPG dengan efisiensi
50% akan sangat berpengaruh dalam pertumbuhan kebutuhan.
Proyeksi kebutuhan energi di Provinsi Gorentalo untuk setiap sektor pemakai di Provinsi Gorontalo
dapat dilihat pada Tabel 3.
vi
Perencanaan Energi Provinsi Gorontalo 2000 - 2015
Energy balance atau neraca energi adalah suatu tabel yang menunjukkan seluruh aliran energi mulai
dari produksi, ekspor, impor energi sampai dengan penggunaan sektoral. Dalam energy balance
seluruh konsumsi energi harus dapat dipenuhi oleh penyediaan energi, baik berasal dari produksi
sendiri maupun dari impor.
Pada tahun 2000, semua pembangkitan listrik di Provinsi Gorontalo dihasilkan dari PLTD dengan
bahan bakar minyak solar dan belum ada diversifikasi sumberdaya energi. Tahun 2005, merupakan
tahun awal dimanfaatkannya tenaga hidro sebagai pembangkit listrik , sedangkan tahun 2009
merupakan tahun awal beroperasinya PLTU Batubara di provinsi ini. Batubara tersebut diimpor dari
Kalimantan Timur yang relatif dekat dari Provinsi Gorontalo. Hal yang perlu diperhitungkan adalah
belum adanya fasilitas penerimaan dan penyimpanan batubara.
Sumberdaya panas bumi ada di bumi Gorontalo, tetapi baru dimanfaatkan pada akhir periode, hal ini
karena teknologi panas bumi relatif cukup tinggi dan memerlukan investasi yang cukup besar pula.
Hasil Model LEAP menunjukkan bahwa listrik panas bumi dapat memasuki jaringan kelistrikan di
Provinsi Gorontalo pada tahun 2015.
Neraca energi Provinsi Gorontalo tahun 2015 dapat dilihat pada Tabel. 4 dibawah ini.
Hal-hal yang dapat disimpulkan dari hasil perencanaan energi Provinso Gorontalo ialah:
- Terdapat potensi energi yang cukup bervariasi di Provisnsi Gorontalo, baik berupa mini dan mikro
hidro, panas bumi, kayu, dan berbagai energi terbarukan lainnya.
- Sampai tahun 2004 jenis pembangkit listrik di Gorontalo masih tetap PLTD, sedangkan
menginjak tahun 2005, minihidro mulai dikembangkan, dan sejak tahun 2009 batubara juga mulai
memasuki jaringan dan pada tahun 2015 panasbumi akan dapat bersaing dengan jenis
pembangkit lainnya.
vii
Perencanaan Energi Provinsi Gorontalo 2000 - 2015
Indyah Nurdyastuti
Abstract
Gorontalo Province has many energy resources, however the energy resources are not utilized
optimally. In addition, the fossil fuels and renewable energy potential in the province is not
researched yet.
The energy resources potential can be developed, if the local government is willing to explore
the potential intensively. The energy resources exploration has to be parallel with local
government planning on energy potential development from source to market. Therefore, the
energy resources development in Gorontalo Province has to be supported by local government
Policy.
1 PENDAHULUAN
Provinsi Gorontalo terbentuk dari hasil pemekaran wilayah Sulawesi Utara, sehingga Provinsi
Gorontalo merupakan provinsi termuda di Pulau Sulawesi. Sebagai provinsi termuda fasilitas yang
ada dapat dirasakan belum mencukupi, sehingga masih diperlukan pembangunan disegala sektor.
Pembangunan disegala sektor di Provinsi Gorontalo ini dimaksudkan untuk mendorong peningkatan
perekonomiannya yang akhirnya akan meningkatkan pendapatan daerah.
Peningkatan perekonomian secara tidak langsung akan memacu aktivitas di semua sektor penggerak
ekonomi, seperti sektor pertanian, kelautan, pertambangan&energi, kehutanan&perkebunan, serta
perindustrian&perdagangan, yang berakibat akan meningkatkan kebutuhan energin. Peningkatan
kebutuhan energi harus diimbangi dengan ketersediaan energi secara berkesinambungan dan
terintegrasi agar aktivitas di semua sektor penggerak ekonomi dapat tumbuh sesuai yang
diharapkan.
Ketersediaan energi secara berkesinambungan dan terintegrasi dapat terlaksana apabila didukung
dengan adanya Perencanan Energi Provinsi Gorontalo Jangka Panjang. Dengan adanya
perencanaan energi jangka panjang di Provinsi Gorontalo tersebut, gambaran strategi penyediaan
energi dalam memenuhi kebutuhan energi dapat diperoleh. Dengan demikian permasalahan yang
berkaitan dengan peningkatan konsumsi energi dan penyediaan energinya terbatas dapat dijawab.
Selain itu perencanaan energi jangka panjang tersebut juga dapat menjawab permasalahan dampak
lingkungan yang diakibatkan dari peningkatan pemakaian energi fosil dan kompetisi penyediaan
energi impor dengan sumber daya energi setempat. Oleh karenanya dalam membuat strategi
penyediaan energi tersebut harus didasarkan pada beberapa pertimbangan seperti aspek ekonomi,
sumber daya energi, dan alternatif penggunaan teknologi energi (kilang minyak, kilang gas,
pembangkit listrik dan peralatan yang mengkonsumsi energi).
Ketersediaan data potensi sumber daya energi setempat dan alternatif penggunaan teknologi energi
sangat diperlukan guna mendukung keberhasilan dari hasil strategi penyediaan energi jangka
panjang tersebut. Dengan adanya data potensi sumber daya energi setempat dapat diperkirakan
apakah sumber daya energi setempat dapat dimanfaatkan guna memenuhi kebutuhan energi
Gorontalo jangka panjang secara berkesinambungan tanpa diperlukan impor energi dari daerah lain
atau bahkan dapat mengekspor energi ke daerah lain.
Berdasarkan ulasan ini ternyata secara tidak langsung agar aktivitas di semua sektor penggerak
ekonomi dapat tumbuh sesuai yang diharapkan, ketersediaan data potensi sumber daya energi
setempat sangat diperlukan guna menentukan penyediaan energi jangka panjang secara
berkesinambungan.
Gorontalo memiliki berbagai jenis energi, baik berupa energi fosil maupun energi terbarukan. Energi
fosil dan energi terbarukan yang dimiliki Gorontalo adalah minyak bumi, gas bumi, biomasa (kayu,
batok kelapa dan sekam), tenaga air, panas bumi, tenaga surya, dan tenaga angin.
Gorontalo merupakan provinsi yang diduga memiliki potensi sumber daya minyak bumi dan gas bumi
yang tersebar hampir di seluruh cekungan sebelah utara Kwandang di Kabupaten Gorontalo dengan
4
kedalaman laut kurang lebih 200 sampai 1000 meter . Sayangnya hingga saat ini belum pernah
dilakukan usaha pencarian cadangan minyak bumi dan gas bumi tersebut, sehingga belum diketahui
dengan pasti besarnya cadangan sumber daya minyak bumi dan gas bumi yang terdapat di Provinsi
Gorontalo. Provinsi Gorontalo terletak di Indonesia bagian Timur yang selama ini pengembangan
cadangan minyak buminya belum diperhatikan. Dengan ditemukannya cadangan minyak bumi yang
potensial sebesar 40 juta Barrel di Papua membuat pemerintah lebih mengkonsentrasikan
melakukan pencarian minyak bumi di Indonesia bagian Timur termasuk di Gorontalo. Usaha
pencarian sumber daya migas di propinsi ini harus lebih intensif agar dapat meningkatkan jumlah
cadangan minyak bumi, mengingat selama ini produksi minyak bumi Indonesia selalu lebih besar dari
jumlah cadangan yang baru ditemukan.
Berlainan dengan minyak bumi, cadangan gas bumi di Indonesia masih melimpah, tetapi biasanya
dalam pencarian minyak bumi sering ditemukan gas bumi (associated). Dengan diintensifkannya
usaha pencarian sumber daya minyak baru di Provinsi Gorontalo, khususnya di cekungan sebelah
utara Kwandang di Kabupaten Gorontalo kemungkinan besar akan dapat menambah besarnya
cadangan gas bumi Indonesia.
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya Provinsi Gorontalo mempunyai sumber daya energi
terbarukan yang beraneka ragam jenisnya, seperti tenaga air (hidro dan minihidro), panasbumi,
tenaga surya, tenaga angin, dan biomasa yang terdiri dari kayu, limbah pertanian (sekam), dan
limbah hutan (batok Kelapa).
Berdasarkan data yang diperoleh dari Dinas Pertambangan dan Energi, Provinsi Gorontalo, Juni
2003, total potensi tenaga air yang tersebar di wilayah Gorontalo adalah 32134 kW optimum dan
2
61114 kW maksimum . Potensi tenaga air tersebut belum dimanfaatkan untuk membangkitkan listrik
melalui Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) dan Pembangkit Listrik Tenaga Minihidro (PLTM).
Secara keseluruhan Gorontalo mempunyai potensi tenaga air (hidro dan minihidro) yang sangat
besar dan belum dimanfaatkan secara optimal, apabila tenaga air tersebut dimanfaatkan melalui
PLTA diperkirakan dapat menghasilkan listrik sebesar 166,96 GWh.
Besarnya potensi tenaga air dan prakiraan energi listrik yang dapat diproduksi oleh PLTA ditunjukkan
dalam Tabel 1.
2
TABEL 1 POTENSI TENAGA AIR DAN LISTRIK YANG DIBANGKITKAN PLTA
Hanya tenaga air yang berlokasi di sekitar Sungai Bone yang mempunyai potensi besar, yaitu
maksimum 61,05 MW, sedangkan untuk tenaga air yang berlokasi di Kecamatan Tilamuta, Lemito,
Paguat dan Suwawa potensinya hanya kecil, yaitu maksimum 264 kW sehingga hanya berpotensi
untuk PLTM. Besarnya potensi dan lokasi tenaga air untuk PLTM ditunjukkan pada Tabel 2.
2
TABEL 2 TENAGA AIR YANG BERPOTENSI UNTUK PLTM
Belum dimanfaatkannya potensi tenaga air di provinsi ini, disebabkan pembangunan PLTA
membutuhkan pembukaan lahan yang sangat besar dan kuranganya dukungan pemerintah daerah,
sedangkan untuk PLTM belum menarik pemanfaatannya, karena kalah bersaing dengan PLTD.
Besarnya total biaya untuk PLTA 30 MW dengan umur teknis lebih dari 50 tahun adalah US$ 0,024
per kWh dengan perincian biaya kapital sebesar 1700- 2300 US$ per kW, biaya operasi sebesar
0,004 US$ per kWh dan biaya perawatan sebesar 0,003 US$ per kWh. Sedangkan untuk instalasi
minihidro diperlukan biaya sebesar 1500 - 2500 US$ per kW (PT Parikesit-BPPT).
Dengan terjadinya krisis listrik di Indonesia, provinsi yang mempunyai potensi tenaga air (hidro dan
minihidro) seperti Gorontalo, khususnya yang berdomisili di daerah pedesaan dapat membangkitkan
listrik melalui Pembangkit Listrik Tenaga Minihydro (PLTM).
Di pulau Sulawesi karena sulitnya akses dari lapangan panas bumi ke konsumen menyebabkan
potensi panas bumi yang telah dimanfaatkan hanya di daerah Lahendong sebesar 2,5 Mwe,
sedangkan lapangan panas bumi yang berlokasi di Provinsi Gorontalo sama sekali belum diproduksi
dan masih dalam tahap studi awal.
Lapangan panas bumi di Provinsi Gorontalo tersebar di Lombongo Kecamatan Suwawa Kabupaten
Bone Bolango (25 MW), Pentadio Kecamatan Telaga Biru Kabupaten Gorontalo (15 MW) dan
Mootilango Kecamatan Mootilango Kabupaten Gorontalo dengan total potensi panas bumi lebih dari
40 MW. Dari total tersebut hampir 62% berlokasi di Lombongo Kecamatan Suwawa Kabupaten Bone
Bolango (Dinas Pertambangan dan Energi).
Agar dapat memaksimalkan pemanfaatan potensi panas bumi, pemerintah daerah Provinsi Gorontalo
sebaiknya memberlakukan kebijakan pemanfaatan potensi energi setempat untuk pembangunan
pembangkit listrik di masa datang, sehingga pemanfaatan energi terbarukan dapat maksimal.
2.2.3 Biomasa
Di Provinsi Gorontalo biomasa (kayu bakar, sekam dan batok kelapa) dimanfatkan sebagai sumber
energi di sektor industri dan rumah tangga. Mengingat tidak adanya data yang mendukung besarnya
potensi limbah biomasa di Gorontalo, perkiraan besarnya limbah dihitung berdasarkan luas dan
produksi panen serta faktor konversi biomasa.
Luas dan produksi panen dihitung berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2001
tentang Angka-Angka Luas Panen dan Produksi, sedangkan faktor konversi biomasa dihitung
berdasarkan asumsi dari masing-masing jenis biomasa.
Potensi sekam dihitung dengan menggunakan angka konversi yang ditetapkan oleh Badan Urusan
Logistik (BULOG) dengan memperhatikan produksi padi yang ada di Provinsi Gorontalo. Pada tahun
2001 berdasarkan data BPS dan hasil perhitungan, Provinsi Gorontalo dapat menghasilkan padi
sebesar 158.871 ton, beras sebesar 0,082 juta ton, merang sebesar 0,037 juta ton dan sekam
sebesar 0,039 juta ton(PT Parikesit-BPPT) .
Pada tahun 1999/2000 data BPS menyebutkan bahwa Indonesia memproduksi kayu bulat sekitar
3
12,7 juta ton (20,6 juta m ) dan sekitar 18% dari produksi kayu bulat (ton) tersebut berupa Limbah
kayu. Limbah kayu yang dihasilkan tersebut diperkirakan sebesar 2.2 juta ton. Sedangkan untuk
Provinsi Gorontalo, khususnya sektor industri pada tahun tersebut data BPS menyebutkan output
total biomasa sebesar Rp 10194 Juta, apabila diambil harga rata-rata biomasa sebesar Rp 141,67
per kg, besarnya konsumsi biomasa di sektor industri menjadi sebesar 71957,65 ton. Harga rata-rata
biomasa sebesar Rp 141,67 per kg dihitung berdasarkan asumsi harga bahan bakar kayu sebesar
Rp 125 per kg; harga sekam sebesar Rp 100 per kg dan harga batok kelapa sebesar Rp 250 per kg.
Berdasarkan pangsa dari harga tersebut dan total konsumsi biomasa, konsumsi masing-masing
biomasa dapat diperkirakan, yaitu limbah kayu sebesar 21164,01 ton, sekam sebesar 16931,21 ton
dan batok kelapa sebesar 33862,42 ton.
Tenaga surya yang berpotensi untuk dimanfaatkan sebagai pembangkit listrik di Provinsi Gorontalo
tersebar di Kecamatan Batudaa pantai Kabupaten Gorontalo, Kecamatan Lemito Kabupaten
Pohuwato, Kecamatan Marisa Kabupaten Pohuwato dan Marisa Kabupaten Pohuwato Popayato
Kabupaten Pohuwato. Sampai saat ini belum ada penelitian yang mengukur besarnya potensi
tenaga surya di provinsi ini. Berdasarkan pengukuran yang pernah dilakukan pada posisi geografis
o o
1 32 LU; 124 55 BT, intensitas radiasi energi surya di provinsi ini pada kurun waktu 1991-1995
adalah sebesar 4911 kWh/m2. (PT Parikesit-BPPT).
Tenaga surya dimanfaatkan untuk pembangkitan listrik melalui penggunaan modul photovoltaic (PV),
yang dimanfaatkan untuk penerangan rumah tangga, khususnya di daerah terpencil. Selain itu
tenaga surya juga dapat dimanfaatkan sebagai pemanas air (Solar water Heater) untuk memenuhi
kebutuhan sektor rumah tangga, komersial dan pemerintahan di Provinsi Gorontalo. Peningkatan
pemanfaatan energi surya sangat ditunjang adanya kebijakan pemerintah yang mencanangkan untuk
melistriki rumah di daerah yang terpencil dan terisolasi.
Walaupun sebagian kecil tenaga surya sudah dimanfaatkan di provinsi ini, akan tetapi belum ada
data pasti yang memberikan informasi tentang lokasi desa yang memanfaatkan tenaga surya serta
besar listrik yang dibangkitkan. Biaya pembangkitan listrik tenaga surya masih lebih mahal
dibandingkan tenaga lainnya. Walaupun biaya pembangkitannya masih lebih tinggi dibandingkan
dengan biaya pembangkitan dari energi lainnya berdasarkan hasil penelitian dan pengembangan PV,
besarnya biaya pembangkitan saat ini telah turun dibandingkan dengan biaya pembangkitan
6
sebelumnya. Biaya instalasi PV 50 Wp berkisar 300-500 US$ (Rp 3-5 juta) . Sedangkan untuk solar
thermal biaya yang diperlukan dengan menggunakan Parabolic through adalah sekitar 0,11-0,17 US$
per kWh(PT Parikesit-BPPT) .
Dibandingkan dengan tenaga surya, pengembangan Pembangkit Listrik Tenaga Angin (PLT Angin) di
Indonesia tidak begitu pesat. Hal ini disebabkan potensi yang ada sebagian besar hanya untuk skala
kecil atau menengah. Hanya di lokasi-lokasi tertentu saja terutama daerah pantai di Indonesia yang
bisa dikembangkan untuk PLT Angin dengan skala besar. Baru ada beberapa PLT Angin yang
sudah terpasang di Indonesia, salah satunya adalah di pantai selatan Gunung Kidul, DI Yogyakarta.
Potensi tenaga Angin di Provinsi Gorontalo tersebar di kecamatan Bone pantai Kabupaten Gorontalo,
kecamatan Batudaa pantai Kabupaten Gorontalo, kecamatan Mananggu Kabupaten Boalemo, dan
kecamatan Paguat Kabupaten Pohuwato yang sampai saat ini belum teridentifikasi.
Gorontalo merupakan provinsi yang memiliki sumber daya energi fosil (minyak bumi dan gas bumi)
dan energi terbarukan (renewable), sayangnya potensi sumber daya tersebut sampai saat ini belum
ada yang dimanfaatkan bahkan terhadap cadangan sumber daya energi fosil belum ada pencarian
yang intensif. Sebaiknya dalam waktu dekat, pemerintah daerah mau mengintensifkan pencarian
minyak bumi dan gas bumi agar dapat mengurangi impor.
Untuk menekan laju pertumbuhan pasokan BBM impor, subsitusi pemakaian BBM dengan jenis
energi lainnya merupakan pilihan yang paling tepat. Selain itu pasokan BBM impor dapat dikurangi
apabila pemanfaatan BBM pada semua sektor dapat ditekan dengan jalan memanfaatkan peralatan
yang efisien dan merubah pola pemakaian energi ke arah tidak boros energi.
Subsitusi BBM dengan sumber energi lainnya harus didukung dengan adanya kebijakan pemerintah
daerah. Selain itu untuk mendukung kebijaksanaan di bidang energi, pemerintah daerah diharapkan
secara konsekuen membangun segala fasilitas yang diperlukan secara memadahi dari lokasi sumber
energi sampai ke konsumen. Dengan demikian akan meningkatkan keyakinan dan minat masyarakat
untuk memanfaatkannya tanpa takut akan terjadi resiko.
Di sektor transportasi (kendaraan bermotor) misalnya, pemakaian BBM (premium dan minyak solar)
dapat disubsitusi dengan jenis energi lainnya, seperti fuel cell, CNG dan LPG, sehingga akan dapat
mengurangi impor premium dan minyak solar.
Pemakaian BBM (minyak tanah) di sektor rumah tangga di Provinsi Gorontalo tidak begitu dominan,
sehingga apabila di kemudian hari subsidi minyak tanah untuk sektor rumah tangga secara bertahap
dihapuskan, tidak dapat diragukan rumah tangga yang bermukim di pedesaan atau di daerah
terpencil di Provinsi Gorontalo akan lebih memilih biomasa, sedangkan rumah tangga perkotaan
selain memilih biomasa juga dapat memilih LPG sebagai bahan bakar kompor.
Berlainan dengan ke dua sektor tersebut, pemakaian energi di sektor industri sudah beranekaragam
tergantung jenis produksi dan lokasi industri tersebut. Kebanyakan BBM yang dimanfaatkan di
industri sudah disubsitusi dengan sumber energi lainnya, seperti biomasa dan gas. Akan tetapi tidak
menutup kemungkinan masih ada beberapa industri yang tetap memanfaatkan BBM dalam jumlah
yang besar dengan catatan apabila pemanfaatan BBM masih dianggap lebih menguntungkan dari
pada sumber energi lainnya.
Listrik yang dipasok PLN Cabang Gorontalo berasal dari Pembangkit Listrik Tenaga Disel (PLTD)
dengan bahan bakar minyak solar (disel). Dengan diberlakukannya kebijakan pemerintah untuk
menghilangkan subsidi BBM, tidak dapat diragukan pembangunan PLTD tidak akan menarik karena
harga minyak solar menjadi mahal, sehingga pemerintah daerah perlu mengembangkan pembangkit
lainnya yang lebih murah dengan tetap memperhatikan keandalan dan keamanan. Sayangnya untuk
mensubsitusi PLTD dengan pembangkit lainnya, PLN masih menemui beberapa kendala, seperti
ketidak tersedianya jaringan distribusi yang tersambung dengan grid PLN. Selain itu, kurangnya
pemanfaatan energi renewable di pembangkit listrik PLN, karena pembangunan diesel generator
untuk PLTD sangat mudah dan tidak side specific seperti pemanfaatan energi renewable yang
sangat bergantung dari lokasi potensinya dan biasanya terletak jauh dari kebutuhan listriknya.
Sampai dengan Mei 2003, jumlah desa yang terlistriki di Provinsi Gorontalo mencapai 379 desa,
sedangkan total desa di provinsi ini adalah 403 (PLN Cabang Gorontalo). Berarti sekitar 94% desa di provinsi
ini telah mendapatkan aliran listrik, sisanya sebesar 24 desa sama sekali belum mendapatkan suplai
listrik PLN. 24 desa yang sama sekali belum mendapatkan suplai listrik PLN apabila mempunyai
potensi sumber daya energi terbarukan, kebutuhan listriknya dapat dipasok dari pembangkit listrik
berbahan bakar sumber daya energi terbarukan setempat.
Pembangunan PLTA, PLTM dan Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) di daerah yang
memiliki potensi sumber daya energi terbarukan akan menjadi menarik seiring dengan dihapusnya
subsidi BBM yang mempengaruhi terhadap besarnya biaya pembangkitan. Dengan dihapusnya
subsidi BBM, biaya pembangkitan PLTA, PLTM dan PLTP akan dapat bersaing dengan PLTD.
Menariknya pembangunan PLTA, PLTM dan PLTP bukan hanya disebabkan dari biaya
pembangkitannya, juga jenis pembangkit listrik ini tidak menghasilkan polutan.
Sebagai contoh untuk memperkirakan besarnya biaya pembangkitan dari berbagai jenis pembangkit
listrik, perkiraan besarnya biaya investasi, biaya operasi dan biaya perawatan (FIXOM) serta biaya
variable (Varom) untuk masing-masing pembangkit listrik diasumsikan sesuai dengan literature yang
ada dan perhitungannya dengan mengambil discount rate sebesar 10% per tahun. Besarnya biaya
pembangkitan dari masing-masing pembangkit listrik dengan harga minyak solar (disel) yang belum
seluruhnya dihapuskan subsidinya ditunjukkan pada Tabel 3.
Contoh perkiraan besarnya biaya pembangkitan dari berbagai jenis pembangkit listrik ini sebagai
gambaran bagi masyarakat yang membaca dan diharapkan akan bermanfaat bagi investor yang
berminat untuk membangun pembangkit listrik di Provinsi Gorontalo. Perlu diketahui perhitungan ini
belum mempertimbangkan besarnya biaya transmisi dan distribusi.
Berdasarkan hasil perkiraan tersebut (Tabel 3) ternyata untuk subsitusi PLTD di masa datang yang
paling menguntungkan untuk dibangun secepatnya adalah PLTM, karena pembangunan PLTM tidak
seperti PLTA yang memerlukan pembebasan tanah masyarakat yang sangat luas yang
memungkinkan terjadinya keterlambatan ijin pembangunan serta adanya permintaan ganti rugi dari
masyarakat yang sangat besar.
Pembangunan PLTM tersebut sedapat mungkin tidak merugikan baik di pihak investor/ pemerintah
daerah maupun di pihak konsumen. Oleh karenanya pembangunan PLTM di desa-desa yang
berpotensi juga diikuti dengan jaminan dari pemerintah daerah pada konsumen atas kesinambungan
pasokan listrik dengan harga terjangkau. Agar hal tersebut dapat terlaksana, sebaiknya sebelum
melakukan pembangunan atau memilih jenis pembangkit listrik yang akan dibangun terlebih dahulu
melakukan kajian tekno-ekonomi secara detail dari berbagai jenis pembangkit listrik yang berpotensi
untuk dikembangkan di wilayah tersebut, sehingga penetapan harga jual listrik dari
investor/pemerintah daerah tidak memberatkan masyarakat karena dapat bersaing dengan harga jual
listrik PLN Cabang Gorontalo.
Selain itu, sebelum pembangunan dilaksanakan sebaiknya ditentukan kontrak jual beli listrik yang
harus disepakati bersama seperti besarnya penentuan harga yang berlaku dalam usaha penyediaan
tenaga listrik yang mengacu pada perkiraan biaya modal pembangunan proyek secara sehat dan
wajar, sehingga harga listrik yang terjual ke konsumen juga wajar atau paling tidak sama dan kalau
memungkinkan dapat lebih murah dari harga jual listrik PLN.
6
TABEL 3 BIAYA PEMBANGKITAN BERBAGAI JENIS PEMBANGKIT LISTRIK
4 KESIMPULAN
1. Potensi cadangan sumber daya minyak bumi dan gas bumi di Provinsi Gorontalo belum diketahui
dengan pasti, karena belum adanya usaha pencarian cadangan minyak bumi dan gas bumi
secara intensif. Dengan intensifnya usaha pencarian cadangan minyak bumi dan gas bumi
kemungkinan besar dapat ditemukannya, sehingga cadangan tersebut dapat dikembangkan
yang selanjutnya dapat menekan pasokan BBM impor.
2. Pasokan BBM impor dapat dikurangi dengan menganeragamkan pemakaian sumber energinya
dan seyogyanya pelaksanaannnya didukung dengan kebijakan pemanfaatan potensi sumber
daya energi setempat oleh pemerintah daerah.
3. Berlainan dengan cadangan sumber daya minyak bumi dan gas bumi, potensi tenaga air telah
diketahui dengan pasti, sayangnya potensi tenaga air tersebut belum dimanfaatkan. Belum
dimanfaatkannya potensi tenaga air tersebut, disebabkan pembangunan tenaga air
membutuhkan pembukaan lahan yang sangat besar dan kuranganya dukungan pemerintah
daerah, sedangkan untuk PLTM belum menarik pemanfaatannya, karena kalah bersaing dengan
PLTD. Pembangunan diesel generator untuk PLTD sangat mudah dan tidak side specific seperti
pemanfaatan energi terbarukan (renewable). Pemanfaatan energi terbarukan di pembangkit
listrik memerlukan pembangunan yang lebih lama dan sangat bergantung dari lokasi potensinya
yang biasanya terletak jauh dari kebutuhan listriknya. Untuk mendorong pemanfaatan energi
terbarukan, pemerintah daerah Provinsi Gorontalo sebaiknya memberlakukan kebijakan
pemanfaatan potensi daerah untuk pembangunan pembangkit listrik di masa datang, sehingga
pemanfaatan energi terbarukan tersebut dapat maksimal.
4. Energi terbarukan, yang berupa panas bumi walaupun lokasi dan potensinya telah diketahui akan
tetapi masih diperlukan studi lebih lanjut agar untuk dapat dimanfaatkan. Sedangkan untuk
energi biomasa, walaupun sudah banyak dimanfaatkan di sektor industri dan rumah tangga, akan
tetapi belum diketahui secara pasti besarnya potensinya. Begitupula dengan tenaga surya
walaupun sebagaian kecil tenaga surya ini sudah dimanfaatkan di Provinsi Gorontalo akan tetapi
belum ada data pasti yang meberikan informasi tentang potensi, lokasi desa yang
memanfaatkannya serta besarnya listrik yang dibangkitkan. Tenaga angin sampai saat ini belum
teridentifikasi, sehingga potensi tenaga angin belum dapat diperkirakan untuk dimanfaatkan.
DAFTAR PUSTAKA
1. Badan Pusat Statistik Provinsi Gorontalo. Provinsi Gorontalo Dalam Angka 2001. Gorontalo,
Juli 2002.
2. Dinas Pertambangan dan Energi. Informasi Potensi Sumber Daya Energi Provinsi Gorontalo.
Juni 2003.
4. Pemerintah Kabupaten Gorontalo. Potensi Sumber Daya Mineral Dan Energi Kabupaten
Gorontalo. Paparan Bupati Gorontalo Dalam Rangka Kunjungan Komisi VIII DPR RI Di
Kabupaten Gorontalo, Nopember 2001.
5. PT Parikesit Indotama-BPPT. Laporan Hasil Studi Evaluasi dan Pengkajian Bidang Teknologi
Energi. Tim Pelaksana studi PT Parikesit Indotama. Desember 2003.
Erwin Siregar
Abstract
Energy Balance Table of Gorontalo Province that obtained from LEAP Model provides
energy production, import, export and consumption by energy type in that province. From
2000 to 2015, Gorontalo does not have any refinery products; all of the refinery products
consumption (gasoline, kerosene and diesel) and LPG are imported from other areas.
While, electricity consumption in the province besides obtained from import is also
supplied from Local Electricity Company (PLN cabang Gorontalo). However, the electricity
supplied is not only generated fromm diesel power plant but also generated from other
sources, such as hydro, minihydro, coal steam and geothermal.
Biomass that consists of fire wood, coconut shell and paddy husk will be prioritized as
energy source, because the biomass potential is big enough and cheap. Therefor
biomass will be the main source of energy supply in Gorontalo.
1 PENDAHULUAN
Provinsi Gorontalo merupakan provinsi termuda dengan luas 12215,44 km2 atau 0,64% dari luas
Indonesia. Provinsi ini, sebelumnya merupakan salah satu kabupaten di wilayah Provinsi Sulawesi
Utara, baru pada tahun 2001 memisahkan diri. Dua tahun kemudian yaitu pada awal tahun 2003,
provinsi tersebut mengalami pemekaran. Sebelum mengalami pemekaran provinsi ini terdiri dari dua
kabupaten (Boalemo dan Gorontalo) dan satu kotamadya (Gorontalo), selanjutnya kabupaten
Gorontalo menjadi kabupaten Gorontalo dan Bonebolango serta kabupaten Boalemo mengalami
pemekaran menjadi Boalemo dan Pahuwato. Provinsi Gorontalo terletak antara Provinsi Sulawesi
Utara dan Provinsi Sulawesi Tengah disebelah timur dan barat, sedangkan disebelah utara dan
selatan diapit oleh Laut Sulawesi dan Teluk Tomini. Secara geografis Provinsi Gorontalo terletak
o o o o
antara 0,19 1,15 LS dan 121,23 -123,43 BT dengan kondisi geografis berada pada ketinggian
o o
antara 0-1000 m dari permukaan laut. Suhu udara antara 20,8 C-34,0 C, kelembaban udara 78%-
o o
85%, arah angin 90 -360 dan kecepatan angin 0,2knot-27knot. Pada bulan Maret, Mei dan Oktober
Provinsi Gorontalo mempunyai curah hujan yang relatif tinggi yaitu antara 160 mm-296 mm.
Mengingat Provinsi Gorontalo terletak pada sebaran batuan gunung api yang berumur tersier
menyebabkan provinsi ini kaya akan sumber alam seperti bahan balian mineral non logam, bahan
galian mineral logam, panas bumi, minyak dan gas bumi.
Pada tahun 2000, Gorontalo mempunyai total penduduk sebesar 840.386 jiwa dengan Pendapatan
Domestik Regional Bruto (PDRB) atas harga berlaku sebesar Rp 1,622 trilyun. Kemudian pada
tahun 2001, jumlah penduduknya mencapai sekitar 850.798 jiwa. Peningkatan penduduk tersebut
diiringi dengan peningkatan pertumbuhan ekonomi dari 4,89% pada tahun 2000 menjadi 5,8% pada
tahun 2001. Kontribusi dari pertumbuhan ekonomi yang besar pada tahun 2001 tersebut berasal dari
sektor pertanian sebesar 33,7%, jasa-jasa dan perdagangan sebesar 16,26% dan dari hotel&restoran
sebesar 16,01%. Kontribusi sektor pertanian yang sangat besar dikarenakan sektor ini sangat
dibutuhkan dalam pemenuhan kebutuhan pokok manusia.
Peningkatan perekonomian secara tidak langsung akan memacu aktivitas di semua sektor penggerak
ekonomi yang berakibat pada peningkatan kebutuhan energinya. Kebutuhan energi di Provinsi
Gorontalo sampai saat ini sebagian besar dipenuhi dengan mengimpor dari daerah lain. Dalam
rangka pelaksanaan otonomi daerah, khususnya untuk mengurangi ketergantungan pada
Dalam melakukan upaya pengembangan potensi sumber daya energi yang dimiliki, pemerintah
daerah perlu mengkaji potensi sumber daya energi yang ada serta mengkaji penyediaan dan
pemenuhan kebutuhan energi ke seluruh sektor pengguna energi secara terencana dan
berkesinambungan. Dengan mengkaji potensi sumber daya energi yang dimiliki serta mengkaji
penyediaan dan pemenuhan kebutuhan energi, akan memudahkan dalam pemilihan prioritas
penerapan jenis energi setempat atau penggunaan energi impor serta teknologi energi yang
digunakan untuk memenuhi kebutuhan energi secara berkesinambungan dan efisien.
Pemenuhan kebutuhan energi harus diimbangi dengan ketersediaan energi secara tepat, terintegrasi,
dan berkesinambungan agar dapat memperlancar aktivitas di semua sektor pengguna energi, seperti
sektor rumah tangga, transportasi, industri, komersial, pertanian dan perikanan. Kesetimbangan
antara penyediaan energi dan kebutuhan energi perlu dianalisa agar dapat memberikan gambaran
jenis sumber energi yang paling dominan digunakan pada setiap sektor, sehingga ketersediaan dari
sumber energi tersebut perlu diperhatikan. Sampai saat ini, energi listrik yang dijual di Provinsi
Gorontalo berasal dari PLN wilayah Sulawesi Utara dan sebagian dari PLN cabang Gorontalo. Pada
tahun 2002, produksi listrik PLN Cabang Gorontalo mencapai 101.546.895 kWh dengan total
penjualan listrik sebesar 83.982.124 kWh. Selama krisis ekonomi yang terjadi di Indonesia, total
penjualan listrik di provinsi ini terus meningkat. Agar dapat memenuhi kebutuhan listrik di Provinsi
Gorontalo, PLN Cabang Gorontalo dapat membangun pembangkit listrik dengan memanfaatkan
potensi sumber daya energi setempat. Hal tersebut mengingat Provinsi Gorontalo mempunyai
sumber daya energi terbarukan yang beraneka ragam jenisnya, seperti tenaga air (hidro dan
minihidro), panasbumi, tenaga surya, tenaga angin yang belum dimanfaatkan secara optimal.
Energi listrik merupakan kebutuhan mendasar bagi masyarakat dan akan terus meningkat seiring
dengan kemajuan ekonomi-sosial masyarakat. Tingkat pemakaian energi listrik per kapita dapat
dijadikan indikator tingkat kesejahteraan masyarakat dan majunya suatu negara. Sampai dengan
Mei 2003, jumlah desa yang telah mendapat aliran listrik di Provinsi Gorontalo mencapai 379 desa
sedangkan desa yang belum terlistriki tercatat sebanyak 24 desa atau sekitar 6% terhadap total desa
yang ada di Provinsi Gorontalo. Pelanggan PLN yang tercatat sampai dengan Mei 2003 mencapai
48.788 pelanggan dengan rasio elektirifikasi baru sekitar 33%.
2 METODOLOGI
Analisis Energy Balance Table di Provinsi Gorontalo dari tahun 2000 sampai dengan tahun 2015
dilakukan dengan menggunakan Model LEAP. Model LEAP merupakan singkatan dari Long-range
Energy Alternative Program merupakan suatu model suplai-demand energi dengan simulasi yang
dikembangkan Stockholm Environment Institute (SEI), Boston Center, Tellus Institute, Boston, USA.
Keluaran model LEAP antara lain adalah Reference Energy System (Diagram Alir Energi), Energy
Balance Table yang berisi total penyediaan energi yang terdiri dari produksi, impor dan ekspor
energi, total transformasi energi yang terdiri dari energi yang diproduksi per jenis pembangkit listrik
dan energi listrik yang dialirkan melalui jaringan transmisi dan distribusi serta total demand per sektor
pengguna energi.
Berdasarkan Energy Balance Table yang dihasilkan dari keluaran model LEAP tersebut, selanjutnya
dilakukan analisis penyediaan energi untuk memenuhi semua kebutuhan energi per sektor di Provinsi
Gorontalo dari tahun 2000 sampai dengan tahun 2015 guna mengetahui jenis energi yang dominan
yang dimanfaatkan di setiap sektor. Hasil analisis tersebut, dapat dimanfaatkan oleh pemerintah
daerah dalam menentukan prioritas pengembangan potensi energi terbarukan dan tak terbarukan
yang ada di Provinsi Gorontalo. Prioritas pengembangan energi tersebut diharapkan dapat
memberikan sumbangan yang positif bagi pelaksanaan otonomi masing-masing daerah. Aliran
sistem energi menurut Model LEAP ditunjukkan pada Gambar 1.
Dari hasil analisis Energy Balance Table Provinsi Gorontalo tahun 2000 sampai dengan 2004
memperlihatkan bahwa walaupun Provinsi Gorontalo sebetulnya kaya akan sumber daya energi,
sayangnya sampai tahun 2004 belum ada realisasi pencarian sumber daya energi tersebut, sehingga
hampir seluruh sumber daya energi yang dimanfaatkan di impor dari daerah lain.
Energy Balance Table dari Provinsi Gorontalo pada tahun 2000 ditunjukkan pada Tabel 1. Tabel 1
memberikan gambaran produksi, impor dan ekspor serta konsumsi dari berbagai jenis energi yang
dibutuhkan.
Pola penyediaan dan konsumsi energi di sektor rumah tangga, transportasi, industri, komersial,
pertanian dan perikanan pada tahun 2000 sampai dengan tahun 2004 berdasarkan Energy Balance
Table sesuai keluaran model LEAP tetap sama. Hal tersebut disebabkan empat tahun merupakan
waktu yang sangat singkat untuk merubah pemahaman masyarakat agar mau mengefisiensikan
pemakaian energi dengan menerapkan teknologi yang efisien. Sumber daya energi biomasa (kayu
bakar, batok kelapa, dan sekam) di provinsi ini mempunyai potensi yang cukup dan mudah didapat
Pada tahun 2000 sampai dengan tahun 2004, Provinsi Gorontalo belum memproduksi bahan bakar
minyak (BBM), sehingga seluruh konsumsi BBM (premium, minyak tanah, dan minyak solar) serta
LPG diimpor dari daerah lain. Tabel 2 menunjukkan gambaran kesetimbangan penyediaan dan
kebutuhan energi di Provinsi Gorontalo pada tahun 2004.
Berlainan dengan konsumsi BBM. listrik yang dikonsumsi di Provinsi Gorontalo. selain di impor dari
daerah lain juga disuplai dari PLN cabang Gorontalo yang memproduksi listrik melalui Pembangkit
Listrik Tenaga Disel (PLTD). Pola pembangkitan tenaga listrik dari tahun 2001 sampai tahun 2004 di
provinsi ini masih mengikuti pola tahun 2000. yaitu membangkitkan listrik hanya dari PLTD.
Sementara itu total konsumsi listrik setiap tahunnya meningkat. sehingga apabila pola
penyediaannya tetap sama dikhawatirkan impor minyak solar menjadi makin banyak. padahal subsidi
minyak solar oleh pemerintah pusat sudah dihapuskan. Oleh sebab itu pola penyediaan energi di
pembangkit listrik harus diupayakan berubah dengan memanfaatkan sumber daya energi yang
dimiliki. Akan tetapi mengingat potensi sumber daya energi yang dimiliki oleh provinsi belum
dikembangkan dan untuk pengembangannya dibutuhkan waktu. sehingga sampai tahun 2004 belum
ada pemanfaatan potensi sumber daya energi yang dimiliki.
Di sektor rumah tangga selain listrik. konsumsi minyak tanah dan kayu bakar juga sangat dominan.
Minyak tanah di sektor rumah tangga sangat berperan karena adanya kebudayaan dari masyarakat
di Provinsi Gorontalo untuk memadamkan listrik pada saat tertentu. yaitu tiga hari sebelum Hari Raya
Idul Fitri. sehingga akan dibutuhkan suplai minyak tanah yang berlebih baik sebagai bahan bakar
memasak maupun penerangan. Sedangkan kayu bakar khusus untuk sektor ini terdiri dari arang.
batok kelapa. sekam dan kayu yang sangat mudah diperoleh tanpa mengeluarkan biaya yang besar.
sehingga konsumsi kayu bakar untuk sektor ini menjadi sangat besar terutama untuk konsumsi kayu
bakar di pedesaan.
Sebagian besar dari kendaraan yang beroperasi di Propinsi Gorontalo memanfaatkan premium dan
hanya sebagian kecil kendaraan yang memanfaatkan minyak solar. karena sebagian besar dari jenis
kendaraan yang dipertimbangkan beroperasi di provinsi ini adalah sedan. wagon. pick up. mikrolet.
opelet. ambulans. bentor (Bendi Motor) dan sepeda motor yang memanfaatkan premium sebagai
bahan bakar. Mengingat hal tersebut. konsumsi bahan bakar premium akan menjadi lebih besar
dibandingkan dengan konsumsi minyak solar.
Berlainan dengan sektor transportasi. sektor industri (industri besar&sedang dan industri
kecil&menengah) mengkonsumsi berbagai jenis energi. hanya saja konsumsi batok kelapa yang
paling besar diikuti minyak solar. kayu bakar. sekam dan listrik. Hal tersebut disebabkan banyak
kelompok industri ini yang berlokasi di desa ditempat yang jauh dari jaringan listrik PLN. sehingga
untuk memenuhi kebutuhan listriknya harus membangkitkan sendiri (captive power). Sedangkan
pemanfaatan sumber biomasa (batok kelapa. kayu bakar dan sekam) tinggi. disebabkan selain
biomasa harganya murah dan mudah didapat juga ada beberapa industri yang sumber energi
biomasanya tidak dapat digantikan dengan sumber energi lainnya.
Sektor komersial mengkonsumsi listrik lebih tinggi dibandingkan dengan konsumsi energi lainnya.
sayangnya tidak semua kebutuhan listrik di sektor ini dipenuhi oleh listrik PLN. Di sektor ini. minyak
solar dimanfaatkan sebagai bahan bakar captive power untuk menghasilkan listrik guna menunjang
listrik yang dikonsumsi dari PLN.
Di sektor pertanian konsumsi minyak solar adalah yang paling dominan karena sebagian besar dari
peralatan yang digunakan sebelum penanaman sampai dengan pasca panen banyak memanfaatkan
solar sebagai bahan penggerak mesinnya. Berlainan dengan sektor pertanian yang banyak
mengkonsumsi minyak solar. sektor perikanan di Gorontalo banyak memanfaatkan premium. karena
jenis kapal ikan dengan daya jelajah jauh yang mengkonsumsi premium banyak digunakan. sehingga
pemakaian premium di sektor ini menjadi tinggi.
Pada tahun 2005 berdasarkan hasil keluaran model LEAP. pembangkit listrik tenaga air dapat
berkompetisi dengan pembangkit listrik tenaga disel dengan catatan apabila studi kelayakan
pemanfaatan tenaga air (mikro. mini hidro dan hidro) dapat diselesaikan pada awal tahun 2004.
Walaupun Provinsi Gorontalo tidak mempunyai cadangan batubara. akan tetapi pengkajian
pemanfaatan batubara termasuk fasilitas penampungan dan pengangkutannya untuk Pembangkit
Listrik Tenaga Uap Batubara (PLTU Batubara) saat ini sudah dilakukan. akan tetapi mengingat
jangka waktu pembangunannya yang cukup lama dibandingkan dengan pembangunan Pembangkit
Listrik Tenaga Air. sehingga pembangunan PLTU Batubara pada tahun 2005 belum dapat terealisasi.
Beroperasinya Pembangkit Listrik Tenaga Air diharapkan akan dapat menghambat laju
pengembangan PLTD. Tabel 3 menunjukkan gambaran komposisi energi yang diproduksi dari
berbagai jenis pembangkit listrik pada tahun 2005.
Apabila pemanfaatan batubara untuk pembangkit listrik sudah dipertimbangkan. pada tahun 2009
untuk mengurangi laju pertumbuhan impor listrik dan mengurangi pembangunan PLTD. pembangkit
listrik berbahan bakar batubara (PLTU batubara) diperkirakan dapat bersaing.
Pola penyediaan energi di sektor rumah tangga. transportasi. industri. komersial. pertanian dan
perikanan pada tahun 2009 sampai dengan tahun 2014 tetap sama begitupula dengan pola
pembangkitan listrik.
Potensi sumberdaya energi yang terdapat di Provinsi Gorontalo adalah panas bumi. Sampai tahun
2014 diperkirakan panas bumi belum dapat menggantikan PLTD. hal tersebut disebabkan selain
biaya pembangkitan PLTP cukup tinggi. waktu enam tahun merupakan waktu yang sangat singkat
untuk pengembangan pembangkit listrik panas bumi (PLTP). Pengembangan PLTP jauh lebih rumit
dibandingkan pembangkit listrik tenaga air maupun diesel dan side specific (sangat tergantung
dengan kondisi setempat) selain itu pembangunannya memerlukan waktu yang cukup lama.
Tabel 4 merupakan gambaran dari Energy Balance Table Provinsi Gorontalo tahun 2009
PLTP di Provinsi Gorontalo baru dapat berkompetisi mulai tahun 2015. lihat Tabel 5. Dengan
beroperasinya semua pembangkit listrik tersebut. impor listrik secara bertahap dapat dikurangi.
Pola konsumsi energi sektoral masih tetap sama dengan dan pola pola konsumsi energi sektoral
pada tahun-tahun sebelumnya. sedangkan pola penyediaan listrik di Provinsi Gorontalo pada tahun
2015 berbeda dengan pola penyediaan listrik tahun 2009. Walaupun pola penyediaan energi listrik
dengan beroperasinay PLTU batubara telah berubah. namun masih ada peluang untuk meningkatkan
pengembangan sumber energi terbarukan. Dengan beroperasinya PLTP di Provinsi Gorontalo Tahun
2015. maka pengembangan energi terbarukan di provinsi ini akan makin berkembang dan
diharapkan akan mampu menggantikan PLTD.
Berlainan dengan energi listrik. sampai saat ini pencarian dan pengembangan MIGAS belum ada
apalagi untuk produksi. sehingga diasumsikan sampai dengan tahun 2015 di Provinsi Gorontalo
masih tetap mengimpor untuk memenuhi kebutuhan MIGAS dari daerah lain.
1. Aktivitas produksi di semua sektor pengguna energi di Provinsi Gorontalo dapat diperlancar
asalkan adanya kesetimbangan antara penyediaan energi dengan pemenuhan kebutuhan energi.
2. Analisis Energy Balance dari Provinsi Gorontalo bertujuan untuk memberikan gambaran
pemakaian jenis energi yang dominan yang dimanfaatkan di setiap sektor pengguna.
3. Gambaran pemakaian jenis energi yang dominan di setiap sektor tersebut dapat digunakan
sebagai acuan bagi pemerintah daerah dalam memprioritaskan pengembangan potensi energi
tak terbarukan dan terbarukan yang ada di Provinsi Gorontalo.
4. Prioritas pengembangan energi tersebut. diharapkan dapat memberikan sumbangan yang positif
bagi pelaksanaan otonomi masing-masing daerah. walaupun sampai saat ini pengkajian potensi
sumber energi hanya ditujukan pada pengkajian potensi tenaga air. panas bumi dan batubara
untuk pembangkit listrik. sedangkan pencarian dan pengembangan MIGAS sama sekali belum
dikaji.
5. Provinsi Gorontalo selama kurun waktu 15 tahun (2000-2015) mempunyai pola konsumsi energi
sektoral dan pola penyediaan yang sama. Pola penyediaan energi listrik masih mengikuti tahun
2000. yaitu listrik di suplai dari PLN yang memproduksi listrik dari PLTD dan impor. seharusnya
dengan dioptimalkan pemanfaatan tenaga air dan tenaga panas bumi setelah tahun 2015 impor
listrik dapat secara bertahap dihapuskan. Dengan dioptimalkan pemanfaatan tenaga air dan
tenaga panas bumi pada pembangkit listrik diharapkan selain dapat mengurangi impor listrik juga
dapat mengurangi impor minyak solar.
DAFTAR PUSTAKA
1. Badan Pusat Statistik Kota Gorontalo. Kota Gorontalo Dalam Angka Tahun 2001. Gorontalo.
Agustus 2002.
2. Badan Pusat Statistik Provinsi Gorontalo. Provinsi Gorontalo Dalam Angka 2001. Gorontalo.
Juli 2002.
3. Badan Pusat Statistik Kabupaten Gorontalo. Kabupaten Gorontalo Dalam Angka 2001.
Limboto. Maret 2002.
Abstract
Electricity sales increase with an average growth rate of 11.10% per year during
1997-2002 period. Household is the major consumer of PLN electricity supply with an
electricity growth of 1.79% in 2000. Meanwhile, own use and transmission loss was
about 17.3% of total electricity production in 2002. While, electification ratio in 2002
was 37.49%.
Electricity demand is projected to increase with an average growth rate 10.21% per
year for the next 11 year, thus additional of power plant capacity with proper load
peak, capacity factor, reserve margin, and the other parameters is required.
The additional power plant capacity requires preparation of fuel supply particuly diesel
oil and coal. Futhermore, it also requires additional budget that can reach up to US$
59.5 million for the next 11 year (2005-2115).
1. PENDAHULUAN
2. METODOLOGI
Dalam analisis kebutuhan dan penyediaan listrik Provinsi Gorontalo digunakan Model LEAPs
(Long-Range Energy Alternatives Planning System) dengan metodologi analisis/perhitungan
sebagaimana ditunjukkan pada Bagan 1. Pertama-tama dilakukan perhitungan kebutuhan listrik ke
depan (sesuai jangka waktu yang ditetapkan). Kebutuhan listrik dapat dibuat per sektor pemakai.
Dalam perhitungan kebutuhan listrik digunakan pendekatan sesuai persamaan (1) dan (2).
Berdasarkan kebutuhan listrik tersebut, diperlukan penyediaan listrik baik diproduksi sendiri
maupun mempertimbangkan adanya pasokan listrik dari luar. Listrik yang diproduksi sendiri
dicerminkan oleh kapasitas pembangkit yang diperlukan. Dalam perhitungan kapasitas pembangkit
tersebut diperlukan beberapa parameter seperti ditunjukkan pada persamaan (3) s.d. (6). Dengan
diketahuinya kapasitas pembangkit, model akan menghitung kebutuhan bahan bakar dari pembangkit
yang diinginkan dengan mempertimbangkan efisiensi dari pembangkit tersebut. Selanjutnya, model
akan menghitung investasi yang diperlukan untuk tambahan kapasitas pembangkit yang diharapkan.
kebutuhan listrik
modul prakiraan
Menghitung keperluan
tambahan kapasitas
Menghitung biaya
Menghitung kebutuhan
sumberdaya energi
BAGAN 1. METODOLOGI PERHITUNGAN KEBUTUHAN DAN PENYEDIAAN LISTRIK SESUAI MODEL LEAPs
Beberapa Persamaan yang diperlukan dalam perhitungan kebutuhan dan penyediaan listriak
adalah sebagai berikut:
Kebutuhan Listrik: (Rumah Tangga + Industri + Bisnis + Sosial + Pemerintah + Umum) (1)
Pertumbuhan Kebutuhan Listrik = Fungsi (Elastisitas, PDRB, Penduduk, Rasio Elektrifikasi) (2)
Reserve Margin (RM) = 100 x (Daya Mampu Beban Puncak) / (Beban Puncak) (6)
= (LF / CF) 1
18
Perencanaan Energi Provinsi Gorontalo 2000 - 2015
3. PERKEMBANGAN KETENAGALISTRIKAN
Jumlah penduduk Provinsi Gorontalo mengalami pertambahan yang cukup signifikan selama
tahun 1999 s.d. 2001 dengan laju peningkatan sebesar 4,1% pada tahun 2000 dan menurun menjadi
1,2% pada tahun 2001 atau rata-rata pertumbuhan penduduk dalam dua tahun adalah 2,7% per
tahun. Pertambahan penduduk tersebut diikuti oleh meningkatnya jumlah rumah tangga. Pada tahun
1999 jumlah jiwa per rumah tangga mencapai 4,05 jiwa, namun pada tahun 2000 dan tahun 2001
menurun masing-masing mencapai 3,86 jiwa dan 3,78 jiwa. Penurunan tersebut menunjukkan
berhasilnya program keluarga berencana di provinsi ini.
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) sesuai harga berlaku dalam dua tahun terakhir juga
menunjukkan peningkatan yang relevan dari 1.497.054 juta rupiah pada tahun 1999 menjadi
1.896.306 juta rupiah pada tahun 2001. Peningkatan PDRB tersebut juga diikuti oleh peningkatan
pendapatan per kapita yang pada tahun 1999 baru mencapai 1,78 juta rupiah namun pada tahun
2001 sudah mencapai 2,13 juta rupiah atau rata-rata 177.381 rupiah per bulan. Adapun jumlah
penduduk, rumah tangga, PDRB, dan pendapatan per kapita selama tahun 1999 s.d. tahun 2001
ditunjukkan pada Tabel 1.
Konsumsi listrik per kapita per tahun rata-rata penduduk di Provinsi Gorontalo baru mencapai
100 kWh atau 4 kali lebih rendah dari konsumsi per kapita per tahun rata-rata nasional. Beberapa
faktor penyebabnya adalah rendahnya pendapatan masyarakat dan rasio elektrifikasi yang masih
terbatas.
TABEL 1. JUMLAH PENDUDUK, RUMAH TANGGA, PDRB, DAN PENDAPATAN PER KAPITA
PROVINSI GORONTALO TAHUN 1999 2001
Jumlah desa berlistrik sampai dengan Mei 2003 mencapai 379 desa dari 403 desa yang
terdapat di Provinsi Gorontalo atau sekitar 94% desa di provinsi ini telah mendapat aliran listrik.
Jumlah desa yang belum terlistriki terbanyak terdapat di Kabupaten Gorontalo, yaitu sebanyak 11
desa, disusul oleh Kabupaten pohuwato (7 desa), dan Kabupaten Bone Bolango dan Kabupaten
Boalemo masing-masing 3 desa.
Sampai dengan Mei 2003, jumlah penduduk yang bermukim di desa belum terlistriki tersebut
mencapai 34.450 atau sekitar 4% terhadap total penduduk di Provinsi Gorontalo. Adapun jumlah
rumah tangga di desa belum terlistriki tersebut adalah sebanyak 6.684 atau sekitar 3% terhadap total
rumah tangga yang terdapat di Provinsi Gorontalo.
Rasio elektrifikasi merupakan perbandingan antara jumlah rumah tangga terlistriki terhadap
total rumah tangga. Rasio elektrifikasi di Provinsi Gorontalo terus meningkat dari 43,24% pada tahun
1998 menjadi 49,21% pada tahun 2001, kecuali untuk tahun 2002 yang rasio elektrifikasinya
menurun menjadi 37,49%. Penurunan rasio elektrifikasi pada tahun 2002 disebabkan oleh
percepatan pertambahan rumah tangga tidak sebanding dengan pertambahan rumah tangga
terlistriki. Adapun rata-rata rasio elektrifikasi nasional pada tahun 2000 mencapai sebesar 52,02%.
Selama tahun 1997 sampai dengan tahun 2002, total penjualan tenaga listrik untuk
memenuhi kebutuhan listrik pelanggan di Provinsi Gorontalo meningkat rata-rata 11,10% per tahun.
Sampai dengan Juni 2003 penjualan listrik PLN sudah mencapai 46.247.268 kWh, sehingga
penjualan listrik PLN tahun 2003 diperkirakan dapat meningkat lebih dari 11% karena beban puncak
terjadi pada bulan Nopember dan Desember. Hal ini menunjukkan bahwa selama krisis, penjualan
19
Perencanaan Energi Provinsi Gorontalo 2000 - 2015
tenaga listrik terus meningkat, kecuali penjualan tahun 2002 yang mengalami penurunan (lihat Tabel
2).
Pelanggan listrik di Provinsi Gorontalo dikelompokkan dalam 6 (enam) kelompok pelanggan,
yaitu Sosial, Rumah Tangga, Bisnis, Industri, Pemerintahan, dan Penerangan jalan. Pada tahun 1997
terlihat bahwa kelompok pelanggan rumah tangga merupakan kelompok pelanggan yang terbanyak
memperoleh suplai listrik PLN, disusul masing-masing oleh kelompok pelanggan industri,
pemerintahan, bisnis, sosial, dan penerangan jalan. Penjualan tenaga listrik PLN ke kelompok
pelanggan tersebut masing-masing adalah 64,74% untuk kelompok pelanggan rumah tangga,
11,29% untuk kelompok pelanggan industri, 10,46% (pemerintahan), 9,97% (bisnis), 3,37% (sosial),
dan 0,17% bagi kelompok pelanggan penerangan jalan. Selanjutnya, pada tahun 2002, urutan
pangsa penjualan tenaga listrik PLN terbesar ke masing-masing kelompok pelanggan tersebut
mengalami perubahan menjadi pelanggan rumah tangga sebesar sebanyak 64,77%, industri
sebanyak 16,11%, bisnis sejumlah 8,51%, pemerintahan sebesar 6,93%, sosial sejumlah 3,50%, dan
penerangan jalan (0,18%).
Pada tahun 1997, suplai tenaga listrik ke pelanggan sektor bisnis menduduki urutan ke
empat dan pada tahun 2002 meningkat menjadi urutan ke tiga. Fenomena tersebut mencerminkan
bahwa setelah Kabupaten Gorontalo diresmikan menjadi Provinsi Gorontalo, sektor bisnis meningkat
cukup signifikan sehingga banyak sektor bisnis yang tumbuh dan memberi andil bagi pertumbuhan
PDRB Provinsi Gorontalo.
Dari Tabel 2 terlihat bahwa pertumbuhan listrik masing-masing kelompok pelanggan selama
tahun 1997 s.d. tahun 2002 mengalami pertumbuhan suplai listrik yang berbeda. Pelanggan sektor
industri mengalami pertumbuhan yang lebih pesat disusul oleh sektor penerangan jalan, sosial,
rumah tangga, bisnis, dan pemerintahan. Meskipun demikian, pertumbuhan suplai listrik per tahun
untuk semua sektor pelanggan menunjukkan tingkat angka yang fluktuatif dari tahun ke tahun.
Berfluktuasinya pertumbuhan suplai listrik tersebut disebabkan oleh belum menentunya kondisi
perekonomian nasional pada umumnya dan Provinsi Gorontalo pada khususnya.
3.4. Pelanggan
Jumlah pelanggan menurut kelompok pelanggan ditunjukkan pada Tabel 3. Nampak bahwa
kelompok pelanggan sektor bisnis mengalami pertumbuhan pertambahan pelanggan yang lebih
tinggi dibanding dengan sektor lainnya, sedangkan kelompok pelanggan sektor industri justru
20
Perencanaan Energi Provinsi Gorontalo 2000 - 2015
mengalami penurunan jumlah pelanggan, meskipun dalam beberapa tahun terakhir sudah
menunjukkan pertumbuhan yang signifikan. Penurunan jumlah pelanggan sektor industri sejalan
dengan krisis ekonomi yang melanda negeri ini yang menyebabkan banyak industri gulung tikar atau
menutup industrinya.
Mayoritas pelanggan tenaga listrik sektor rumah tangga di Provinsi Gorontalo adalah
pelanggan R1 dengan daya terpasang s.d. 450 VA yang sejauh ini masih mendapat subsidi dari
Pemerintah. Penjualan tenaga listrik ke kelompok pelanggan R1 pada tahun 2002 sekitar 97,75%. Di
Provinsi Gorontalo belum terdapat pelanggan industri I-4. Dari 3 pelanggan industri, hanya pelanggan
I-3 yang mengalami pertumbuhan penjualan tenaga listrik, sedangkan pelanggan I-1 dan I-2
mengalami penurunan penjualan tenaga listrik. Penurunan penjualan tenaga listrik ke pelanggan I-1
dan I-2, serta peningkatan penjualan tenaga listrik ke pelanggan I-3 menunjukkan bahwa dalam 5
tahun terakhir aktifitas industri di Provinsi Gorontalo semakin intensif dalam arti bahwa skala industri
semakin besar. Pada tahun 1997, tenaga listrik terjual ke golongan tarif I-2 mencapai 78,44%,
sedangkan golongan tarif I-3 baru mencapai 20,35%. Namun, pada tahun 2002 justru golongan tarif
I-3 yang mendominasi sebesar 72,56% dan golongan tarif I-2 hanya tinggal 27,12%.
Pelanggan Bisnis B-2 mengalami pertumbuhan tercepat dibanding dengan kedua pelanggan
bisnis lainnya. Rata-rata tenaga listrik terjual ke kelompok pelanggan bisnis adalah masih rendah
yakni 2050 kWh (tahun 2000) dan meningkat menjadi 2447 kWh pada tahun 2002. Bandingkan
dengan rata-rata penjualan tenaga listrik pelanggan bisnis tahun 2000 untuk wilayah di luar Jawa
yang mencapai 6953 kWh, sedangkan untuk wilayah Jawa hampir 2 kali lipat dari wilayah di luar
Jawa.
Pelanggan tenaga listrik PLN ke sektor pemerintahan adalah kantor pemerintah. Penjualan
tenaga listrik ke kelompok pelanggan pemerintahan meningkat rata-rata 2,34% per tahun terutama
diakibatkan oleh peningkatan penjualan tenaga listrik oleh pelanggan P-1 yang meningkat rata-rata
6,05%. Pada awal-awal krisis ekonomi (1997-1999) pangsa penjualan tenaga listrik ke pelanggan P-3
mengalami peningkatan yang cukup berarti. Namun, sejak berdirinya Provinsi Gorontalo, pelanggan
dengan golongan tarif P-1 mengalami peningkatan yang sangat berarti. Hal ini merupakan
konsekwensi logis dari pendirian Provinsi tersebut karena dengan demikian banyak didirikan kantor
dinas pemerintahan yang tersebar di beberapa kecamatan yang mengalami pemekaran menjadi
kabupaten.
Pelanggan tenaga listrik golongan sosial adalah pelanggan yang bergerak di bidang sosial
seperti rumah ibadah, panti asuhan, dan lainnya yang mengalami pertumbuhan sebesar 11,94% per
tahun. Semenjak adanya pelanggan sosial S-3, dominasi tenaga listrik terjual ke pelanggan sosial S-
2 semakin berkurang. Pada tahun 2001, tenaga listrik terjual ke pelanggan S-3 baru mencapai
2,67%, namun pada tahun 2002 tenaga listrik terjual ke palanggan S-3 meningkat lebih dari 3 kali
lipat menjadi 8,26% terhadap total tenaga listrik terjual ke pelanggan sosial. Hal ini menunjukkan
bahwa aktifitas sosial di Provinsi Gorontalo meningkat cukup tajam dalam 2 tahun terakhir dan
peningkatan tersebut akan terus berlanjut seiring dengan membaiknya pendapatan masyarakat.
21
Perencanaan Energi Provinsi Gorontalo 2000 - 2015
masih rendahnya konsumsi listrik per kapita apalagi belum semua masyarakat menikmati atau
terhubung dengan listrik.
Berdasarkan pertumbuhan PDRB Provinsi Gorontalo pada tahun 2000 dan pertumbuhan
listrik pada tahun yang sama diperoleh elastisitas pertumbuhan listrik sebesar 1,79%. Nilai elastisitas
tersebut cukup signifikan karena pemerintah memperkirakan elastisitas pertumbuhan listrik selama
beberapa tahun ke depan berkisar antara 1,4 2,0.
Sebagaimana lazimnya, listrik yang dibangkitkan oleh PLTD yang terdapat di Provinsi
Gorontalo tidak semua sampai ke konsumen. Sebagian listrik tersebut digunakan untuk kebutuhan
PLN sendiri (penerangan kantor, untuk pembangkitan listrik, gardu induk/distribusi, dll), dan sebagian
lainnya hilang selama distribusi listrik dari pembangkit ke konsumen baik karena susut jaringan
ataupun karena terjadinya pencurian listrik oleh konsumen.
Pada Tabel 3 ditunjukkan neraca listrik mulai dari produksi sampai ke konsumsi listrik di
Provinsi Gorontalo selama tahun 1996 sampai dengan tahun 2002 dalam satuan kWh. Nampak
bahwa produksi listrik selama tahun 1996 sampai dengan tahun 2002 meningkat lebih dari 2,2 kali
lipat dengan tingkat pertumbuhan rata-rata sebesar 14,28% per tahun. Di sisi lain terlihat bahwa
listrik yang dipakai oleh konsumen - sesuai dengan catatan kWh meter menunjukkan peningkatan
lebih dari 2,08 kali lipat pada kurun waktu yang sama atau dengan tingkat pertumbuhan rata-rata
sebanyak 13,02% per tahun.
Jumlah gardu listrik di Provinsi Gorontalo s.d. Mei 2003 minimal 516 buah dengan kapasitas
sebesar 31,225 MW atau sekitar 1,053 terhadap daya mampu PLN tahun 2002. Panjang jaringan
menengah dan rendah (SUTM dan SUTM) mencapai sekitar 2.000 kms.
TABEL 4. PRODUKSI, OWN USE, JUAL, LOSSES, DAN KONSUMSI LISTRIK DI PROVINSI
GORONTALO
3.7. Pembangkitan
Daya terpasang pembangkit listrik PLN Cabang Gorontalo sejak Januari 2002 sampai
dengan Januari 2003 relatif konstan sekitar 34 MW. Peningkatan daya terpasang yang cukup
signifikan terjadi sejak Pebruari 2003 terutama disebabkan oleh penambahan kapasitas terpasang
PLTD Telaga sebesar 8 MW. Penambahan kapasitas terpasang tersebut secara langsung
berpengaruh terhadap daya mampu PLN Cabang Gorontalo yang mencapai kisaran 30 MW. Adapun
neraca daya PLN Cabang Gorontalo ditunjukkan pada Tabel 5.
PLN Cabang Gorontalo mempunyai 11 sentra produksi listrik yang kesemuanya berupa
PLTD. Dari ke 11 sentra produksi listrik tersebut, baru 4 sentra produksi yang telah terkoneksi satu
sama lainnya, yaitu PLTD Telaga, PLTD Buroko, PLTD Tontayuo, dan PLTD Lobuto. Dari 11 sentra
produksi tersebut, sentra produksi PLTD Telaga berdaya mampu sebanyak 74% terhadap total daya
mampu disusul oleh PLTD Marisa sebesar 12% dan PLTD Buroko sejumlah 5%. Sisa sekitar 10%
terhadap total daya mampu lainnya tersebar hampir merata untuk 8 sentra PLTD lainnya.
22
Perencanaan Energi Provinsi Gorontalo 2000 - 2015
TABEL 6. DAYA, PRODUKSI DAN LISTRIK DIJUAL, KONSUMSI BBM TAHUN 2002
Produksi listrik ke 11 sentra PLTD tersebut mengalami peningkatan sebesar 7,2% selama
tahun 2001-2002 dari 94.807.258 kWh pada tahun 2001 menjadi 101.652.195 kWh pada tahun 2002.
Peningkatan produksi listrik tersebut tidak diikuti oleh peningkatan penyaluran tenaga listrik ke
konsumen yang justru mengalami penurunan sebesar 860.744 kWh yang pada tahun 2001 mencapai
sebanyak 84.842.868 kWh. Adapun total ownuse dan losses masing-masing adalah sekitar 10,51%
pada tahun 2001 dan 17,38% pada tahun 2002.
Total konsumsi minyak solar mencapai 24,2 juta liter pada tahun 2001 dan 26,3 juta liter
pada tahun 2002. Dibanding terhadap produksi listrik pada tahun yang sama, rata-rata untuk 1 liter
konsumsi minyak solar menghasilkan 3,92 kWh listrik dan 3,86 kWh listrik masing-masing untuk
tahun 2001 dan 2002. Hal ini memperlihatkan bahwa efesiensi pengoperasian PLTD pada tahun
2001 lebih baik dibanding dengan tahun 2002 (Lihat Tabel 6).
Pola penggunaan listrik sewaktu beban puncak selama 24 jam dalam rata-rata setahun di
PLN Cabang Gorontalo menunjukkan bahwa kurva beban puncak tertinggi selama tahun 2002
mencapai sebesar 21.508 kW pada pukul 19:00 malam. Kurva beban ini hanya merupakan beban
untuk PLTD yang terkoneksi dengan grid, yaitu PLTD Telaga, PLTD Buroko, PLTD Tontayuo, dan
PLTD Lobuto.
Kurva beban puncak sebagaimana ditunjukkan pada Grafik 1 merupakan pola kurva beban
puncak yang berlaku di hampir seluruh tanah air, di mana beban puncak (peak load) berlangsung
mulai pukul 18:00 s.d. pukul 23:00, sedangkan beban terendah (off peak) terjadi sepanjang siang
hari. Tingginya beban listrik pada sore hari (18:00 s.d. 23:00) disebabkan karena sektor rumah
tangga yang masih mendominasi pemakaian listrik di Indonesia memerlukan tenaga listrik untuk
penerangan rumah. Pemakaian tenaga listrik tersebut akan menurun setelah penghuni rumah mulai
beristirahat.
23
Perencanaan Energi Provinsi Gorontalo 2000 - 2015
25000
20000
10000
5000
0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24
4. HASIL
Dalam memperkirakan kebutuhan listrik, parameter PDRB dianggap tumbuh sesuai kondisi
saat ini, penduduk mengalami penurunan pertumbuhan sebesar 1% per tahun terhadap tahun
sebelumnya, dan rasio elektrifikasi meningkat secara bertahap menjadi 80% pada tahun 2015.
Sesuai asumsi pertumbuhan PDRB, pertumbuhan penduduk, dan rasio elektrifikasi dan dengan
memperhatikan berbagai kebijakan pemerataan pembangunan yang telah diberlakukan di Provinsi
Gorontalo diperkirakan bahwa kebutuhan tenaga listrik pada tahun 2015 dapat naik 3,81 kali lipat
dibanding tahun 2000. Dengan peningkatan kebutuhan tenaga listrik rata-rata sebesar 10,21% per
tahun, pada tahun 2015 diperlukan tenaga listrik sebesar 314,8 GWh. Ringkasan kebutuhan tenaga
listrik ditunjukkan pada Grafik 2 dan Tabel 7.
Pada tahun 2000, kebutuhan listrik pelanggan rumah tangga mencapai 66,39% terhadap
total kebutuhan listrik dan pada tahun 2015 diperkirakan menurun menjadi 62,48%. Penurunan
pangsa kebutuhan listrik pelanggan rumah tangga karena dalam 15 tahun ke depan pelanggan
industri diperkirakan akan mengalami percepatan pertumbuhan kebutuhan listrik yang lebih cepat
dibanding pelanggan rumah tangga dan komersial (bisnis, pemerintahan, sosial, dan umum).
24
Perencanaan Energi Provinsi Gorontalo 2000 - 2015
Sejalan dengan pertumbuhan kebutuhan listrik di Gorontalo yang diiringi oleh pertumbuhan
beban puncak sebesar rata-rata 7,99% per tahun mengakibatkan beban puncak pada tahun 2015
diperkirakan dapat mencapai 71,6 MW atau 3,73 kali dibanding beban puncak tahun 2000 sebesar
19,2 MW. Dengan demikian, untuk mengimbangi kebutuhan tenaga listrik yang terus meningkat
perlu direncanakan penambahan kapasitas pembangkit agar kebutuhan masyarakat akan listrik
dapat terpenuhi.
Dasar pertimbangan penambahan kapasitas pembangkit yaitu: 1) memanfaatkan potensi
tenaga air yang cukup banyak tersedia yang lokasinya diperkirakan dekat jaringan distribusi; 2)
memanfaatkan potensi panasbumi yang terdapat di Gorontalo; 3) memaksimalkan pemanfaatan
PLTU Batubara; dan 4) untuk keseimbangan sistem dibangun PLTD guna mengisi beban puncak.
Untuk penambahan kapasitas pembangkit diambil beberapa asumsi sebagai berikut:
1). Load factor dianggap meningkat secara bertahap dari 41,6% pada tahun 2000 menjadi 57%
pada tahun 2015.
2). Reserve margin pembangkit berada pada kisaran antara 14,7% (2002) dan 34,4% (2015).
3). Own-use listrik dan susut jaringan diperkirakan menurun secara bertahap menjadi 12% pada
tahun 2015 dari 17,3% pada tahun 2002.
4). Kapasitas faktor PLTU Batubara dianggap sebesar 65%.
5). Rencana penambahan pembangkit yang sudah ada dimasukkan sebagai prioritas pertama.
6). Sisa daya mampu PLTD yang sudah ada dipertimbangkan sesuai dengan umur PLTD.
7). Perlu tambahan kapasitas pembangkit untuk memenuhi kebutuhan listrik.
Sesuai dengan asumsi tersebut, pada tahun 2015 diperlukan kapasitas (daya mampu) listrik
sebesar 96,3 MW dengan beban puncak sebesar 71,6 MW. Adapun kapasitas pembangkit menurut
jenis pembangkit dari tahun 2000 s.d. tahun 2015 ditunjukkan pada Grafik 3. Dari Grafik 3 nampak
bahwa aktifitas PLTU Batubara 2 # 10 MW sudah dapat beroperasi pada tahun 2009. Penundaan
pengoperasian PLTU Batubara akan meningkatkan kapasitas PLTD Baru yang berdampak terhadap
peningkatan biaya pembangkitan listrik. Penambahan kapasitas PLTU 2#10 MW pada tahun 2009
menyebabkan peningkatan reserve margin menjadi sekitar 51,1%.
Pada tahun 2015 perlu difikirkan pemanfaatan potensi renewable yang ada di Gorontalo
diantaranya melalui pemanfaatan panasbumi. Seperti diketahui bahwa Provinsi Gorontalo
mempunyai potensi panasbumi diantaranya terdapat di Lombongo dengan kapasitas 9 MW. Bila
pemanfaatan PLTP tersebut tertunda, maka dapat digantikan dengan pembangkit jenis lainnya
seperti PLTU batubara.
25
Perencanaan Energi Provinsi Gorontalo 2000 - 2015
Neraca daya Sistem Kelistrikan Provinsi Gorontalo ditunjukkan pada Tabel 8. Dengan asumsi
peningkatan kebutuhan listrik yang dibahas sebelumnya, peningkatan beban puncak sistem
ketenagalistrikan Provinsi Gorontalo diperkirakan memerlukan tambahan daya sekitar 6,24 MW per-
tahun. Tambahan kapasitas tersebut akan terus meningkat hingga pada tahun 2015 mencapai 74,9
MW terhadap kapasitas pembangkit tahun 2002. Tambahan kapasitas tersebut sesuai Grafik 3.
Dengan penurunan kapasitas PLTD yang sudah beroperasi, penambahan PLTM Mongango
pada tahun 2006 sesuai rencana saat ini, juga diperlukan pembangunan pembangkit lainnya yang
dalam hal ini berupa PLTU Batubara kapasitas 10 MW dan PLTP kapasitas 9 MW. Pengoperasian
PLTU Batubara kapasitas 2#10 MW dapat dimulai pada tahun 2009 ditambah 1 unit pada tahun 2012
dan 1 unit lagi pada tahun 2013. Disamping itu, pemanfaatan PLTP kapaitas 9 MW pada tahun 2015
dapat menjadi opsi yang menarik sejauh kondisi pemanfaatannya yang maksimal, namun jika tidak
memungkinkan maka dapat digantikan dengan penambahan 1 unit PLTU Batubara kapasitas 10 MW
lainnya.
Tahun
Spesifikasi Unit
2000 2002 2005 2010 2015
Kebutuhan Listrik Netto GWh 73,2 83,9 126,6 208,7 314,8
Losses + Own use % 11,1 17,3 15,3 12,0 12,0
Pasokan Bruto GWh 82,3 101,4 145,6 237,1 357,7
Faktor Beban % 41,6 44,8 47,0 52,0 57,0
Beban Puncak MW 22,6 25,9 36,6 52,1 71,6
Reserve Margin MW 31,8 14,7 17,1 32,9 34,4
Total Kebutuhan Daya MW 29,8 29,7 42,8 69,2 96,3
Kebutuhan Tambahan
Kapasitas MW 0 -0.1 12,1 47,4 74,9
Sumber: Output Model LEAPs
Penambahan kapasitas pembangkit tersebut dapat ditekan selama PLTD yang ada saat ini
pengoperasiannya dapat dipertahankan melebih umur ekonomis dari PLTD tersebut. Dalam
perencanaan penyediaan listrik juga dibutuhkan tambahan PLTD baru terutama dibutuhkan untuk
mengisi beban puncak maupun mendukung kapasitas PLTD tersebar. Maksimum kapasitas PLTD
baru dapat mencapai 26,2 MW pada tahun 2015.
26
Perencanaan Energi Provinsi Gorontalo 2000 - 2015
Saat ini, semua pembangkit yang terdapat di Provinsi Gorontalo berupa Pembangkit Listrik
Tenaga Diesel (PLTD) dengan menggunakan bahan bakar minyak solar. Total konsumsi bahan
bakar pada tahun 2002 mencapai 26,3 juta liter minyak solar. Sejalan dengan peningkatan kapasitas
PLTD, pada tahun 2015 diperlukan minyak solar sekitar 41,1 juta liter atau rata-rata 112,6 kiloliter per
hari.
Selain minyak solar, batubara juga dibutuhkan sebagai bahan bakar PLTU. Pada tahun
2009 diperlukan sekitar 33 ribu ton batubara untuk pengoperasian 2#10 MW pembangkit atau rata-
rata sekitar 90,4 ton per hari. Meningkatnya kapasitas PLTU batubara menyebabkan total kebutuhan
batubara pada tahun 2015 tidak kurang dari 198 ton per hari (lihat Tabel 9).
TABEL 11. KEBUTUHAN MINYAK SOLAR DAN BATUBARA UNTUK PLTD DAN PLTU
Kebutuhan
Tahun
Minyak Solar (ribu kl) Batubara (ribu ton)
2000 20,96 0
2001 24,15 0
2002 26,28 0
2003 31,11 0
2004 34,86 0
2005 39,47 0
2006 44,05 0
2007 48,89 0
2008 54,00 0
2009 37,83 33,56
2010 39,90 38,34
2011 44,15 41,14
2012 41,02 56,07
2013 38,42 70,68
2014 42,09 75,79
2015 41,09 72,46
Sumber: Output Model LEAPs
PLTM PLTU
Uraian Mongango Batubar PLTD
a
Biaya Investasi (USD/kW) 1.240 975 500
Biaya Tetap O&M (USD/kW) 5 26,52 24
Biaya Var. O&M 0,2 0,546 2
(USD/MWh)
Biaya Bahan Bakar 0 0,983 5,392
(USD/GJ)
Sumber : Diolah dari berbagai sumber
27
Perencanaan Energi Provinsi Gorontalo 2000 - 2015
Berdasarkan asumsi pada Tabel 10 dan total tambahan kapasitas pembangkit sesuai Tabel 8
dan Grafik 3, pada tahun 2005 diperkirakan dibutuhkan dana sekitar 6,05 juta dollar untuk
pembangunan 12,1 MW PLTD. Keperluan dana tersebut terus meningkat dan mencapai puncaknya
pada tahun 2009 sewaktu dioperasikannya PLTU Batubara 2 # 10 MW dan 4 MW PLTD, lihat Tabel
11.
Secara umum, apabila diasumsikan bahwa kebutuhan tenaga listrik di Provinsi Gorontalo
harus dipenuhi sendiri, maka pemerintah Provinsi Gorontalo sampai dengan tahun 2015 paling tidak
harus membangun pembangkit sebesar 61,6 MW. Untuk keperluan tersebut Pemerintah Provinsi
Gorontalo (bersama-sama dengan pihak swasta) harus menyediakan investasi minimal sebesar US$
59,5 juta dalam kurun waktu 11 tahun mendatang (2005 s.d. 2015).
5.1. Kesimpulan
1. Penduduk Provinsi Gorontalo mengalami pertambahan yang cukup signifikan selama tahun 1999
s.d. 2002 dengan laju peningkatan rata-rata sebesar 2,7% per tahun. Pertambahan penduduk
tersebut diikuti oleh meningkatnya jumlah rumah tangga dengan penduduk per rumah tangga
mencapai 4,05 jiwa pada tahun 1999 dan menurun mencapai 3,78 jiwa pada tahun 2001.
2. PDRB harga berlaku dalam dua tahun terakhir menunjukkan peningkatan dari 1.497.054 juta
rupiah pada tahun 1999 menjadi 1.896.306 juta rupiah pada tahun 2001. Peningkatan PDRB
tersebut juga diikuti oleh peningkatan pendapatan per kapita yang pada tahun 1999 baru
mencapai 1,78 juta rupiah namun pada tahun 2001 sudah mencapai 2,13 juta rupiah.
3. Jumlah desa berlistrik sampai dengan Mei 2003 mencapai 379 desa dari 403 desa yang terdapat
di Provinsi Gorontalo. Sampai dengan Mei 2003, jumlah penduduk dan rumah tangga yang
bermukim di desa belum terlistriki masing-masing mencapai 4% terhadap total penduduk dan
sekitar 3% terhadap total rumah tangga yang terdapat di Provinsi Gorontalo.
4. Rasio elektrifikasi Provinsi Gorontalo tahun 2002 baru mencapai 37,49% dan rata-rata rasio
elektrifikasi nasional pada tahun 2000 mencapai sebesar 52,02%.
5. Penjualan tenaga listrik selama tahun 1997 s.d. 2002 meningkat rata-rata 11,10% per tahun
dengan kelompok pelanggan rumah tangga merupakan kelompok pelanggan yang terbanyak
memperoleh suplai listrik PLN, disusul masing-masing oleh kelompok pelanggan industri,
pemerintahan, bisnis, sosial, dan penerangan jalan
6. Elastisitas pertumbuhan listrik terhadap pertumbuhan PDRB Provinsi Gorontalo pada tahun 2000
mencapai 1,79%.
7. Own use dan susut jaringan pada tahun 2002 mencapai 17,3% terhadap total produksi listrik.
Adapun Produksi listrik selama tahun 1996 s.d. 2002 meningkat lebih dari 2,2 kali lipat dengan
tingkat pertumbuhan rata-rata sebesar 14,28% per tahun.
8. PLN Cabang Gorontalo mempunyai 11 sentra produksi listrik yang kesemuanya berupa PLTD
dimana 4 sentra produksi telah terkoneksi satu sama lainnya, yaitu PLTD Telaga, PLTD Buroko,
PLTD Tontayuo, dan PLTD Lobuto. Sentra produksi PLTD Telaga mempunyai daya mampu
terbesar yaitu sekitar 74% terhadap total daya mampu.
9. Total konsumsi minyak solar mencapai 24,2 juta liter pada tahun 2001 dan 26,3 juta liter pada
tahun 2002 dengan konsumsi solar spesifik sebesar 3,92 kWh/liter (2001) dan 3,86 kWh/liter
(2002).
10. Kebutuhan listrik s.d. tahun 2015 diperkirakan meningkat rata-rata 10,21% per tahun, sehingga
total kebutuhan listrik pada tahun 2015 mencapai sebesar 314,8 GWh. Pertumbuhan kebutuhan
listrik tersebut dihitung berdasarkan kondisi pertumbuhan PDRB sesuai kondisi saat ini,
pertumbuhan penduduk mengalami penurunan pertumbuhan sebesar 1% per tahun terhadap
28
Perencanaan Energi Provinsi Gorontalo 2000 - 2015
tahun sebelumnya, dan rasio elektrifikasi meningkat secara bertahap menjadi 80% pada tahun
2015.
11. Pertumbuhan kebutuhan listrik diiringi oleh pertumbuhan beban puncak sebesar rata-rata 9,44%
per tahun mengakibatkan beban puncak pada tahun 2015 diperkirakan dapat mencapai 71,6 MW
atau 3,73 kali dibanding beban puncak tahun 2000.
12. Pertumbuhan kebutuhan listrik tersebut perlu diimbangi oleh peningkatan kapasitas pembangkit
dengan mempertimbangkan pemanfaatan potensi tenaga air dan panasbumi setempat,
pemaksimalan pemanfaatan PLTU Batubara, dan pemanfaatan PLTD sebagai beban puncak
atau sistem terisolir. Asumsi yang digunakan sebagai dasar dalam penambahan kapasitas
pembangkit adalah Load Factor meningkat bertahap dari 41,6% pada tahun 2000 menjadi 57%
pada tahun 2015, Reserve Margin pembangkit berada pada kisaran antara 14,7% dan 34,4%,
Own-Use listrik dan susut jaringan diperkirakan menurun secara bertahap menjadi 12% pada
tahun 2015, Kapasitas Faktor PLTU Batubara dianggap sebesar 65%, rencana penambahan
pembangkit yang sudah ada dimasukkan sebagai prioritas pertama.
13. Kapasitas listrik pada tahun 2015 dapat mencapai 96,3 MW dengan beban puncak sebesar 71,6
MW, dimana PLTU Batubara 2 # 10 MW sudah dapat beroperasi pada tahun 2009 ditambah 1
unit pada tahun 2012 dan 1 unit lagi pada tahun 2013. Disamping itu, pemanfaatan PLTP
kapaitas 9 MW pada tahun 2015 dapat menjadi opsi yang menarik sejauh kondisi
pemanfaatannya yang maksimal, namun jika tidak memungkinkan maka dapat digantikan
dengan penambahan 1 unit PLTU Batubara kapasitas 10 MW lainnya.Selain PLTU Batubara,
juga diperlukan tambahan PLTD (500 kW) dengan total kapasitas pada tahun 2015 sekitar 26,2
MW. Dengan demikian tambahan daya diperkirakan mencapai 2,88 MW per-tahun.
14. Total kebutuhan minyak solar sebagai bahan bakar PLTD dapat mencapai 41,1 juta liter pada
tahun 2015, sedangkan kebutuhan batubara untuk PLTU adalah sekitar 16,8 ribu ton batubara
untuk pengoperasian 10 MW pembangkit.
15. Kebutuhan dana untuk pembangunan 26,2 MW PLTD adalah sekitar 13,1 juta dollar. Jika,
seluruh kebutuhan tenaga listrik di Provinsi Gorontalo harus dipenuhi sendiri, maka pemerintah
Provinsi Gorontalo sampai dengan tahun 2015 paling tidak harus membangun pembangkit
sebesar 74,9 MW yang memerlukan investasi minimal sebesar US$ 59,5 juta dalam kurun waktu
11 tahun mendatang (2005 s.d. 2015).
5.2. Saran
DAFTAR PUSTAKA
1. Dinas Pertambangan dan Energi. Energi dan Ketenagalistrikan Provinsi Gorontalo, Seminar
Energi dan Ketenagalistrikan, Makassar, 3-4 Februari 2004.
2. PLN Wilayah VII, Statistik PLN Tahun 2000, 2001, dan 2002.
3. BPS. Gorontalo Dalam Angka. 2002.
4. Dinas Pertambangan dan Kementerian Percepatan Pembangunan Kawasan Timur Indonesia,
Penyusunan Rencana Umum Ketenagalistrikan Daerah Provinsi Gorontalo. 2003.
29
Perencanaan Energi Provinsi Gorontalo 2000 - 2015
Nona Niode
Abstract
An increase of the energy demand in household sector has made changes behavior of energy
consumption pattern to be more efficient. As the people knowledge of energy increases, the
people have more options on choosing more efficient and easier to operate energy technologies.
The energy utilization is affected by the people income, the more income of the people, the more
efficient and convenient energy sources will be chosen. As the firewood utilization for cooking
stove decreases, the kerosene and LPG utilization for cooking increases.
Development of electricity transmission until rural areas has made changes on energy use
pattern for lighting. The people more use electricity instead of kerosene for lighting.
1 PENDAHULUAN
Provinsi Gorontalo pada tahun 2000 masih masuk wilayah provinsi Sulawesi Utara dengan penduduk
sekitar 840.386 jiwa dan jumlah rumah tangga sebesar 218.872. Sekitar 75% (629.058 jiwa) dari
penduduk Gorontalo pada saat itu tinggal di daerah pedesaan dan sisanya sekitar 25% (209.687
jiwa) tinggal di daerah perkotaan.
Pada umumnya untuk kegiatan sehari-hari, penduduk di provinsi ini memerlukan energi untuk
keperluan memasak, penerangan dan peralatan listrik. Jenis energi yang digunakan untuk
memasak, penerangan dan peralatan listrik berbeda, biasanya perbedaan pemakain jenis energi
tergantung dari alat yang digunakan dan kemudahan mendapatkan jenis energi itu sendiri serta
domisilinya.
Jenis energi yang dominan yang digunakan untuk memasak di perkotaan adalah listrik, minyak tanah
dan LPG, sedangkan biomasa lebih diutamakan untuk memasak di daerah perdesaan. Sedangkan
jenis energi yang digunakan untuk penerangan baik di desa maupun di kota adalah listrik dan minyak
tanah. Begitupula untuk peralatan listrik yang umumnya dimanfaatkan oleh penduduk kota. Listrik
yang digunakan baik untuk memasak, penerangan maupun peralatan lain disuplai dari PLN Wilayah
Sulawesi Utara dan PLN Cabang Gorontalo.
Dengan semakin meningkatnya jumlah penduduk yang diikuti dengan peningkatan pendapatan per
kapita menyebabkan terjadinya peningkatan kebutuhan energi. Hal tersebut disebabkan semakin
tinggi pendapatan masyarakat semakin tinggi pula keinginan masyarakat untuk menganeragamkan
jenis masakan dan penggunaan peralatan yang secara langsung akan meningkatkan kebutuhan
energinya.
Peningkatan kebutuhan energi akan membuat masyarakat merubah pola konsumsi energi yang
dahulunya berperilaku boros menjadi efisien. Selain itu dengan semakin majunya pengetahuan
masyarakat akan sumber daya energi, menyebabkan masyarakat lebih memilih energi yang praktis,
nyaman digunakan dengan harga yang terjangkau serta penggunaan teknologi yang efisien dan
mudah dioperasikan.
Sehubungan dengan hal tersebut untuk memastikan perubahan pola hidup masyarakat di provinsi ini,
perlu dilakukan analisis kebutuhan dan penyediaan energi di sektor rumah tangga di Provinsi
Gorontalo pada kurun waktu lima belas tahun yaitu dari tahun 2000 sampai tahun 2015. Dalam
2 METODOLOGI
Kebutuhan energi untuk memasak, penerangan dan peralatan listrik dari tahun 2000 sampai dengan
2015 diperkirakan berdasarkan besarnya intensitas energi (IE) per jenis energi dan aktivitas yang
mengkonsumsi energi dari masing-masing kelompok pengguna.
Sebagai tahun dasar perhitungan intensitas energi diambil tahun 2000 dan diperkirakan intensitas
energi ini konstan sampai tahun 2015.
Persamaan yang digunakan dalam perkiraan intensitas energi adalah sebagai berikut.
Keterangan:
l;mt;lpg,b : Jenis energi yang dimanfaatkan
l adalah listrik
mt adalah minyak tanah
lpg adalah LPG
b adalah kayu bakar
Besarnya perkiraan IE per jenis energi di masukkan ke dalam model LEAP untuk mengetahui
penyediaan dan kebutuhan energi sampai tahun 2015.
Prakiraan penyediaan dan kebutuhan energi sektor rumah tangga yang akan dianalisis adalah
prakiraan penyediaan dan kebutuhan energi untuk memasak, penerangan dan untuk peralatan listrik
yang dibedakan atas keadaan saat ini dan proyeksi.
3.1 Analisis Penyediaan dan Kebutuhan Energi Memasak, Penerangan dan Peralatan Listrik
Saat Ini
Analisis penyediaan dan kebutuhan energi memasak, penerangan dan peralatan listrik dibedakan
atas analisis penyediaan dan kebutuhan energi untuk memasak, analisis penyediaan dan kebutuhan
energi untuk penerangan, dan analisis penyediaan dan kebutuhan energi untuk peralatan listrik.
-6
1,0044 x 10 PJ/kapita/tahun. Angka Useful energy kayu bakar tersebut digunakan untuk
memperkirakan besar konsumsi energi per jenis energi tahun 2000 dengan mempertimbangkan nilai
kalor dan efisiensi dari masing-masing jenis kompor dan banyaknya rumah tangga memasak.
Efisiensi kompor untuk berbagai jenis energi, seperti listrik, LPG, minyak tanah dan arang berturut-
turut adalah 65%, 50%, 30% dan 20%. Perhitungan jumlah rumah tangga per jenis bahan bakar
untuk memasak tahun 2000 didasarkan pada jumlah rumah tangga (RT) memasak tahun 1995.
Jumlah rumah tangga untuk memasak per jenis energi di Provinsi Gorontalo diperoleh dari Hasil
Survei Penduduk Antar Sensus tahun 1995 yang ditunjukkan pada Tabel 1.
Pangsa jumlah rumah tangga memasak per jenis energi di desa dan kota yang diperoleh dari Tabel 2
dan jumlah penduduk di desa dan kota tahun 2000 digunakan untuk memperkirakan jumlah rumah
tangga memasak per jenis energi pada tahun 2000. Pangsa jumlah rumah tangga yang
menggunakan bahan bakar kayu dan minyak tanah berturut-turut adalah 87% dan 11,4%, sedangkan
sisanya menggunakan bahan bakar listrik dan LPG. Berdasarkan pangsa jumlah rumah tangga
memasak menurut bahan bakar tersebut, jumlah rumah tangga memasak per jenis energi di desa
dan kota pada tahun 2000 dapat diperoleh (Tabel 2).
Besarnya konsumsi energi rumah tangga memasak per jenis bahan bakar ditunjukkan pada Tabel 3.
TABEL 3 KONSUMSI ENERGI RUMAH TANGGA MEMASAK PER JENIS BAHAN BAKAR 2000
Di sektor rumah tangga, arang, batok kelapa dan kayu bakar dikatagorikan sebagai kayu dan
merupakan sumber energi yang banyak dikonsumsi di sektor rumah tangga baik kota maupun
desa. Dibanding dengan minyak tanah, LPG dan listrik, harga kayu relatif murah dan sampai saat
ini masih mudah diperoleh. Konsumsi energi per jenis bahan bakar untuk memasak tahun 2000
tersebut digunakan sebagai acuan dalam menentukan intensitas energi dari masing-masing jenis
bahan bakar dengan memperhitungkan jumlah rumah tangga per jenis bahan bakar untuk
memasak. Selanjutnya dengan menggunakan persamaan 1, besarnya intensitas energi untuk
memasak per jenis bahan bakar dapat diperkirakan (Tabel 4). Dalam tabel 4, intensitas energi
untuk memasak rumah tangga kota dan desa disamakan karena sulitnya menghitung intensitas
energi memasak masing-masing jenis rumah-tangga secara terpisah.
3. 1.2 Analisis Penyediaan dan Kebutuhan Energi untuk Penerangan Saat Ini
Sumber energi yang diperlukan untuk penerangan adalah listrik, minyak tanah dan gas. Akan tetapi
karena tidak ada informasi secara jelas mengenai penggunaan jenis energi gas untuk penerangan,
sulit untuk memperkirakan nilai kalor dan intensitas energinya. Oleh karena itu jenis energi yang
diperhitungkan untuk penerangan hanya listrik dan minyak tanah. Tabel 5 menunjukkan jumlah
rumah tangga yang menggunakan bahan bakar untuk penerangan yang diambil dari hasil Survei
Penduduk Antar Sensus tahun 1995.
Berdasarkan data yang diperoleh dari CSIS tahun 1983, besarnya konsumsi energi listrik untuk
penerangan per orang per tahun adalah 98,55 kWh dan konsumsi energi minyak tanah untuk
penerangan per orang per tahun adalah sebesar 16 liter. Dengan mengetahui banyaknya rumah
tangga yang mengkonsumsi listrik dan minyak tanah untuk penerangan dan dengan mengambil
dasar konsumsi listrik dan minyak tanah tersebut, dapat dikhitung besarnya konsumsi energi untuk
penerangan per jenis energi pada tahun 2000 (Tabel 6).
Dengan menggunakan persamaan 2, besarnya intensitas energi listrik dan minyak tanah untuk
penerangan tahun 2000 dapat diperkirakan (Tabel 7). Intensitas energi untuk penerangan rumah
tangga kota dan desa disamakan karena sulitnya menghitung intensitas energi penerangan masing-
masing jenis rumah-tangga.
3.1.3 Analisis Penyediaan dan Kebutuhan Energi untuk Peralatan Listrik Saat Ini
Peralatan listrik seperti televisi, lemari es, radio, tape recorder, parabola dan pompa air yang hampir
setiap hari digunakan merupakan peralatan yang banyak mengkonsumsi listrik. Karena tidak adanya
informasi dan data mengenai jumlah rumah tangga di provinsi Gorontalo yang memiliki peralatan
listrik, sehingga jumlah rumah tangga di provinsi Gorontalo yang memiliki peralatan listrik
diasumsikan sekitar 68% dari rumah tangga kota dan sekitar 32% dari rumah tangga desa. Rumah
tangga kota diasumsikan minimal memiliki satu peralatan listrik. Konsumsi listrik untuk peralatan
listrik tahun 2000 dihitung dengan cara mengurangi total konsumsi listrik provinsi dengan konsumsi
listrik untuk memasak dan penerangan dan besarnya ditunjukkan pada Tabel 8. Seperti intensitas
energi memasak dan penerangan, intensitas energi untuk peralatan listrik rumah tangga kota dan
desa juga disamakan.
Selanjutnya dengan mengacu total konsumsi listrik pada tahun 2000 untuk peralatan listrik di sektor
rumah tangga dan dengan mempertimbangkan jumlah rumah tangga yang memiliki peralatan listrik
pada tahun yang sama, besarnya intensitas energi peralatan listrik tahun 2000 dapat diperkirakan
(Tabel 9).
Konsumsi energi dan intensitas energi untuk memasak, penerangan serta peralatan listrik tahun 2000
tersebut digunakan sebagai dasar perkiraan kebutuhan energi sektor rumah tangga dari tahun 2000
sampai dengan 2015. Tabel 10 menunjukkan besarnya total konsumsi energi yang diperlukan pada
sektor rumah tangga (RT) pada tahun 2000 sampai dengan 2004.
3. 2 Analisis Proyeksi Penyediaan dan Kebutuhan Energi untuk Memasak, Penerangan dan
Peralatan Listrik
Seperti halnya analisis kebutuhan energi untuk memasak, penerangan dan peralatan listrik saat ini
yang didasarkan atas jenis energi yang dipakai, analisis proyeksi kebutuhan energi untuk memasak,
penerangan dan peralatan listrik dimasa datang juga dibedakan atas analisis proyeksi kebutuhan
energi untuk memasak, penerangan dan peralatan listrik per jenis energi yang dipakai.
Pemanfaatan kayu sebagai bahan bakar kompor di Provinsi Gorontalo setiap tahunnya akan
mengalami penurunan seiring dengan peningkatan pendapatan masyarakat, karena kaju dianggap
pemakaiannya kurang efisien. Sebagai pengganti dari penggunaan kayu sebagai bahan bakar
memasak, masyarakat lebih memilih minyak tanah, LPG dan sebagian kecil listrik.
3. 2.2 Analisis Penyediaan dan Kebutuhan Energi untuk Penerangan Dan Peralatan Listrik
Dimasa Datang
Konsumsi energi per jenis energi untuk penerangan dan peralatan listrik tahun 2000 dan intensitas
energi per jenis energi pada tahun 2000, digunakan sebagai dasar masukan model LEAP.
Berdasarkan input tersebut diperoleh hasil prakiraan kebutuhan energi per jenis energi untuk
penerangan dan peralatan listrik di Provinsi Gorontalo 2005 sampai dengan tahun 2015 ditunjukkan
pada Tabel 12.
Dengan rencana pengembangan dan perluasan jaringan listrik sampai ke desa terpencil serta
peningkatan kapasitas pembangkit listrik, akan menyebabkan adanya perubahan pola pemanfaatan
energi untuk penerangan yang berangsur-angsur berubah dari energi minyak tanah serta bahan lain
ke penggunaan lampu listrik. Dengan meningkatnya pembangunan serta kesejahteraan masyarakat,
diperkirakan kebutuhan energi untuk peralatan listrik selama lima belas tahun akan meningkat
dengan laju peningkatan yang cukup tinggi melebihi laju peningkatan kebutuhan energi untuk
penerangan. Berdasarkan hasil prakiraan kebutuhan energi memasak, penerangan dan peralatan
listrik di perkotaan dan pedesaan dapat ditentukan besarnya prakiraan kebutuhan energi di sektor
rumah tangga per jenis bahan bakar yang digunakan di Provinsi Gorontalo (Tabel 13).
4 KESIMPULAN
2. Peningkatan kebutuhan energi akan dapat merubah prilaku konsumen energi yang
dahulunya berperilaku boros menjadi efisien, sedangkan perubahan gaya hidup akan
merubah prioritas pemilihan jenis energi yang akan mengarah pada jenis energi yang praktis,
nyaman digunakan walaupun mempunyai harga yang lebih mahal dari jenis energi
konvensional.
3. Peningkatan kesejahteraan masyarakat akan menyebabkan kayu yang saat ini digunakan
sebagai bahan bakar kompor di kota dan di desa dianggap penggunaannya kurang praktis
dan efisien serta kurang bersih, sehingga konsumsi kayu setiap tahunnya diperkirakan akan
mengalami penurunan dan akan digantikan bahan bakar lain seperti, minyak tanah, LPG dan
listrik.
DAFTAR PUSTAKA
1. Badan Pusat Statistik Kota Gorontalo. Kota Gorontalo Dalam Angka Tahun 2001. Gorontalo,
Agustus 2002.
2. Badan Pusat Statistik Provinsi Gorontalo. Provinsi Gorontalo Dalam Angka 2001. Gorontalo,
Juli 2002.
3. Badan Pusat Statistik Kabupaten Gorontalo. Kabupaten Gorontalo Dalam Angka 2001.
Limboto, Maret 2002.
6. Biro Pusat Stastistik. Hasil Survei Penduduk Antar Sensus Tahun 1990 dan 1995.
9. PERTAMINA U.PMS VII Depot Gorontalo. Data Realisasi Throughtput BBM pada Industri
Tahun 1998/1999 2002 serta Estimasi Tahun 2003.
Abstract
Energy demand for the commercial sector is met by electricity, kerosene, gasoline, LPG
and diesel. This energy demand is estimated from fuel consumption for hotel, restaurant,
and bank activities. While analysis for the energy demand is based on some parameters
such as energy consumption intensities, fuel consumption activities, and the share of
fuel mix.
1 PENDAHULUAN
Sektor komersial di Provinsi Gorontalo merupakan sektor yang sumbangannya terhadap pendapatan
daerah tidak dapat diabaikan. Sektor komersial di provinsi ini terdiri dari Hotel, Restoran dan Bank
(termasuk Perdagangan) yang kesemuanya merupakan sektor penunjang dalam aktivitas
perekonomian di provinsi ini. Sebetulnya yang termasuk dalam sektor komersial bukan hanya Hotel,
Restoran dan Bank, akan tetapi juga rumah sakit. Sehubungan tidak tersedianya data mengenai
rumah sakit, sehingga dalam penelitian ini tidak diperhitungkan.
Dengan tersedianya Hotel, Restoran dan Bank yang memadai dan tersebar ke seluruh Provinsi
Gorontalo akan mempermudah pelaku ekonomi dalam menjalankan aktivitasnya yang selanjutnya
akan dapat mempengaruhi terhadap pendapatan daerah. Pola pertumbuhan sektor komersial di
Provinsi Gorontalo ini dapat menggambarkan indikasi perekonomian di provinsi tersebut apakah
perekonomiannya bergerak dengan laju peningkatan yang cepat atau lambat.
Pembangunan Hotel, Restoran dan Bank merupakan rangkaian aktivitas ekonomi yang tidak dapat
dipisahkan, sehingga terhambatnya pembangunan Hotel, Restoran dan Bank akan dapat
menghambat aktivitas perekonomian lainnya. Biasanya peningkatan aktivitas ekonomi diikuti dengan
peningkatan kebutuhan energi dan hal tersebut juga berlaku pada peningkatan jumlah Hotel,
Restoran dan Bank.
Kebutuhan energi sektor komersial diprediksi berdasarkan besarnya konsumsi bahan bakar dan jenis
energi yang dimanfaatkan pada Hotel, Restoran dan Bank (termasuk perdagangan). Kebutuhan ini
diformulasikan sebagai pengalian antara konsumsi spesifik dari suatu peralatan yang mengkonsumsi
energi dengan aktivitas pemakaian energi. Analisis kedua parameter tersebut yakni konsumsi
spesifik dan aktivitas pemakaian energi dilakukan dengan membuat estimasi terhadap masing-
masing jenis kegiatan.
Untuk Hotel, aktivitas pemakaian energi dihitung berdasarkan jumlah kamar dan rata-rata kunjungan
wisatawan. Sedangkan Restoran, aktivitas pemakaian energinya diasumsikan berdasarkan laju
pertumbuhan pendapatan dan kebutuhan bahan bakar untuk memasak dan penerangan restoran.
Selanjutnya untuk Bank, aktivitas pemakaian energi diasumsikan pada laju pertumbuhan jasa,
perdagangan dan volume pemakaian Bahan Bakar Minyak (BBM).
2 METODOLOGI
Prakiraan kebutuhan energi sektor komersial dianalisis berdasarkan tiga parameter, yaitu intensitas
energi, aktivitas pemakaian energi dan besarnya pangsa pemakaian energi untuk energi mix.
Parameter tersebut dimasukkan ke dalam Model LEAP (Long-range Energy Program), yaitu suatu
Model Energi yang dikembangkan oleh Stockholm Environment Institute. Dalam Model ini kebutuhan
energi pada setiap sektor dapat diekspresikan sebagai aktivitas pemakaian energi per jenis teknologi
energi dikalikan dengan intensitas energi pada masing-masing kelompok dalam sektor komersial.
Atau dirumuskan sebagai :
Keterangan:
E = Total kebutuhan energi (BOE)
Ec1 = Intensitas energi per jenis energi per jenis teknologi
Ica = Jumlah pemakai energi
SoF = Pangsa pemakaian energi untuk energi mix.
Beberapa data yang dibutuhkan untuk memperkirakan besarnya kebutuhan energi sektor komersial
adalah Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB) Propinsi Gorontalo, besar rasio penggunaan
energi Propinsi Gorontalo terhadap Propinsi Sulawesi Utara, data konsumsi energi sektor
perdagangan, hotel, restoran dan Bank serta data laju pertumbuhan pemakaian energi dan produksi
listrik PLTD.
Data tersebut dapat diperoleh dari data primer hasil survei DJLPE, Data Statistik BPS, Data
penjualan Pertamina dan Data Statitistik PLN. Kondisi data tersebut biasanya bersifat umum dan
harus dipisahkan serta disusun menurut keperluan, baru kemudian dievaluasi dan dianalisis.
Instansi terkait yang berkompeten untuk dapat memberikan data serta jenis data yang dapat
diperoleh adalah sebagai berikut.
1) Kantor Badan Pusat Statistik dan Kantor Perwakilan BPS di Propinsi Gorontalo diperoleh data:
! Pendapatan Regional;
! Propinsi Gorontalo dalam Angka 2001; dan
! Produk Domestik Bruto dan Regional Bruto (PDB dan PDRB) menurut lapangan usaha atas
harga berlaku dan harga konstan per tahun.
Data yang telah tersedia akan dianalisis dengan metoda kuantitatif dan kualitatif. Metode kualitatif
digunakan untuk menjelaskan perkembangan data serta analisis secara deskriptif, sedangkan
metode kuantitatif digunakan untuk memaparkan data kebutuhan energi di semua sektor pengguna
dalam bentuk tabel sesuai kebutuhan perangkat lunak (software). Sedangkan untuk penyediaan
energi, analisis peluang pemanfaatan energi setempat diperoleh berdasarkan data tekno-ekonomi
per jenis penambangan, proses, pembangkitan dan demand teknologi. Selanjutnya analisis strategi
penyediaan energi dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak.
Beberapa perangkat lunak yang umum digunakan dalam bentuk model adalah energy system model.
Energy system model yaitu model yang dimanfaatkan untuk membuat prakiraan kebutuhan dan
penyediaan energi mix dari semua sumber energi. Model ini merupakan model yang sangat sulit,
karena penerapan model ini harus didukung adanya metodologi dan perencanaan. Ada tiga konsep
dasar pada energy modelling, yaitu kesetimbangan energi atau pendekatan perhitungan, jenis
teknologi serta pendekatan sistem energi berdasarkan acuan.
Energy system model yang telah dimanfaatkan untuk memperkirakan kebutuhan energi di sektor
komersial adalah Model LEAP. Diagram alir dari pemakaian energi di sektor komersial dengan
menggunakan model LEAP ditunjukkan pada Gambar 1.
Bank
Premium termasuk
perdagangan
LPG
IMPOR
Hotel
BBM Minyak
Tanah
Minyak
Solar PLTD
Listrik Restoran
Impor
Listrik
Gambar 1. Diagram Alir Pemakaian Energi Sektor Komersial dengan menggunakan Model LEAP
Model LEAP merupakan model simulasi dan membutuhkan berbagai parameter input agar dapat
memperkirakan kebutuhan energi jangka panjang, dalam hal ini kurun waktu ditentukan selama 15
tahun dari tahun 2000 sampai dengan 2015. Tahun 2000 dipakai sebagai tahun dasar dalam
menentukan intensitas energi dan pangsa pemakaian energi mix.
Parameter yang diperlukan sebagai masukan model LEAP guna memperkirakan besarnya kebutuhan
energi sektor komersial adalah PDRB, data histories konsumsi energi di sektor komersial (hotel,
restoran dan bank), pemakaian listrik termasuk captive, intensitas energi per jenis energi per jenis
pemakai.
Dalam parameter PDRB ini terdapat sumbangan sektor komersial terhadap PDRB yang dinyatakan
dalam rupiah, sedangkan data histories konsumsi energi tahun 2000 diperhitungkan berdasarkan
konsumsi rata-rata per bulan untuk hotel dan restoran dikalikan jumlah aktivitas pemakai energi
(hotel, dan restoran) selanjutnya untuk bank diperkirakan dari sumbangannya terhadap PDRB
dengan memperhatikan sumbangan dari hotel, dan restoran serta jumlah bank. Berdasarkan
konsumsi energi per jenis energi tahun 2000 dan jumlah pemakai energi per jenis energi diperkirakan
besarnya intensitas energi per jenis energi tahun 2000 dan nilai intensitas energi ini diasumsikan
tetap sampai tahun 2015.
Parameter pemakaian listrik termasuk captive pada tahun 2000 diperhitungkan berdasarkan
besarnya pangsa pemakaian listrik sektor komersial di Provinsi Gorontalo terhadap Sulawesi Utara.
Mengingat data pemakaian listrik dari PLN Sulawesi Utara pada tahun 2000 hanya berupa total,
sehingga perkiraan pangsa pemakaian listrik Provinsi Gorontalo diambil dari pangsa PDRB Gorontalo
terhadap PDRB Sulawesi Utara. Intensitas pemakaian listrik di hotel, restoran dan bank tahun 2000
diperhitungkan berdasakan konsumsi pemakaian listrik per pemakai dibagi jumlah pemakai. Nilai
intensitas listrik ini diasumsikan tetap sama sampai tahun 2015.
Mengingat pada tahun 2000, Propinsi Gorontalo masih menjadi salah satu kabupaten dalam Provinsi
Sulawesi Utara, perhitungan besarnya konsumsi energi diambil dari data konsumsi energi dari
masing-masing usaha yang termasuk dalam sektor komersial di Sulawesi Utara. Berdasarkan data
tersebut dan dengan mempertimbangkan pendapatan daerah dari masing-masing usaha,
diperkirakan intensitas energi per jenis energi dari masing-masing usaha di Provinsi Gorontalo yang
hasil perhitungannya ditunjukkan dalam Tabel 1.
Analisis kebutuhan energi sektor komersial dibedakan atas analisis kebutuhan energi saat ini dan
analisis kebutuhan energi di masa datang.
Jenis energi yang dimanfaatkan di sektor komersial adalah listrik, minyak tanah, premium, LPG dan
minyak solar. Tidak semua jenis energi tersebut digunakan dalam sektor komersial, tergantung dari
aktivitas masing-masing. Hotel yang aktivitas pemakaian energinya bukan hanya untuk memasak
dan penerangan, akan tetapi juga untuk peralatan listrik lainnya, sehingga jenis energi yang
diperlukan untuk memenuhi kebutuhan energinya beraneka ragam, sedangkan bank tidak
membutuhkan energi untuk memasak.
Berlainan dengan hotel dan bank, kebutuhan energi untuk memasak sangat dominan digunakan
pada restoran. Untuk perdagangan kebutuhan energi lebih ditekankan pada energi yang diperlukan
untuk alat pengangkut barang perdagangan. Oleh karena itu jenis energi premium diperlukan pada
sub-sektor perdagangan. Tabel 2 menunjukkan besarnya total konsumsi energi yang diperlukan
pada sektor komersial pada tahun 2000 sampai dengan 2004.
Permintaan energi listrik pada sektor komersial adalah permintaan akan daya listrik bagi kebutuhan
bisnis, publik dan sosial untuk keperluan memasak, penerangan (termasuk jalan dan rumah ibadah),
serta peralatan listrik. Pangsa pemakaian listrik di sektor ini menduduki peringkat terbesar karena
listrik diperlukan di semua sub-sektor komersial dan penyediaannya diantisipasi agar mampu
memenuhi peningkatan kebutuhan listrik di sektor tersebut.
Total pemakaian listrik di sektor komersial di Propinsi Gorontalo ini jauh lebih besar dibandingkan
dengan total pemakaian listrik di industri, karena selain dalam sektor ini sudah termasuk publik dan
sosial juga saat ini industri yang banyak terdapat di provinsi ini adalah industri kecil&sedang. Apabila
dalam sektor komersial hanya diperhitungkan konsumsi listrik pada bisnis ternyata pangsanya lebih
rendah dibandingkan dengan rumah tangga dan industri. Hal tersebut disebabkan konsumsi publik
khususnya untuk penerangan jalan sangat besar.
Pada tahun 1999, pangsa pemakaian listrik bisnis terhadap total pemakaian listrik di Propinsi
Gorontalo adalah sekitar 8,9%. Selanjutnya walaupun total pemakaian listrik bisnis meningkat akan
tetapi pangsa pemakaian listriknya terhadap total pemakaian listrik menurun, yaitu pada tahun 2000
pangsanya menjadi 8,53 %, tahun 2001 menjadi 8,18 % dan pada tahun 2002 menjadi 8,51%. Tabel
3 menunjukkan perkembangan konsumsi energi listrik di Propinsi Gorontalo.
Permintaan minyak tanah dan LPG di sektor komersial lebih diperuntukkan memenuhi kebutuhan
hotel dan restoran. Pada tahun 2000, Gorontalo masih menjadi salah satu kabupaten di Provinsi
Sulawesi Utara, sehingga kunjungan wisatawan dan pelaku bisnis lebih terkonsentrasi di Sulawesi
Utara. Oleh karena itu pada saat itu di Gorontalo belum tersedia restoran dan hotel dalam jumlah
yang besar, hal ini terlihat dari besarnya konsumsi minyak tanah dan LPG di sektor ini.
Setelah tahun 2001, Gorontalo berubah menjadi provinsi dan terjadi peningkatan laju pendapatan
yang memungkinkan terjadinya peningkatan kunjungan wisata dan bisnis di provinsi ini. Besarnya
pendapatan dan kunjungan turis di Propinsi Gorontalo ditunjukkan Tabel 4.
Selanjutnya akan berakibat terhadap peningkatan pemakaian minyak tanah dan LPG baik di hotel
maupun di restoran. Pada kurun waktu tersebut, total konsumsi minyak tanah di sektor komersial
meningkat dengan pesat, akan tetapi peningkatan pemakaian LPG tidak sebegitu besar
dibandingkan dengan minyak tanah.
Walaupun LPG juga dimanfaatkan di hotel dan restoran untuk keperluan memasak akan tetapi
minyak tanah lebih dominan karena dapat dimanfaatkan pada semua jenis restoran dan hotel Melati
yang ada di provinsi ini. Permintaan LPG dipengaruhi oleh adanya kenaikan pendapatan hotel dan
restoran, PDRB dan pangsa pemakaian LPG terhadap total pemakaian energi. Permintaan ini
diasumsikan tumbuh dengan adanya intensitas pemakaian yang besar dalam kegiatan memasak
pada hotel dan restoran.
Permintaan minyak solar pada sektor komersial di Propinsi Gorontalo meliputi permintaan minyak
solar pada bank dan hotel. Minyak solar baik pada bank maupun hotel diperuntukkan mensuplai
bahan bakar generator listrik (Genset), mengingat bank dan hotel selain mengkonsumsi listrik dari
PLN juga membangkitkan listrik sendiri (captive). Oleh karena itu pemakaian minyak solar pada
sektor komersial tidak terlalu besar.
Pada sektor ini premium hanya digunakan sebagai bahan bakar alat pengangkut barang
perdagangan, sedangkan untuk alat pengangkutan lainnya sudah tercakup di dalam sektor
transportasi. Pemakaian bahan bakar premium pada sektor ini menjadi kurang menarik karena tidak
begitu berarti.
Prakiraan Kebutuhan dan Penyediaan Energi Sektor Komersial dibedakan sesuai aktivitas usahanya
dan pemakaian jenis energinya. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, tidak semua usaha yang
termasuk dalam sektor komersial memanfaatkan semua jenis energi tersebut, oleh karena itu analisis
didasarkan atas jenis energi yang digunakan. Berdasarkan hasil keluaran model LEAP, perkiraan
kebutuhan energi untuk masing-masing aktivitas pada sektor komersial mulai tahun 2000 sampai
dengan 2015 dapat diketahui (Tabel 6). Pendekatan perkiraan kebutuhan energi sektor komersial
yang dihasilkan dari keluaran model LEAP merupakan hasil perkalian dari aktivitas dari masing-
masing jenis usaha dengan intensitas energinya per jenis energi yang digunakan.
Kebutuhan energi di sektor komersial hasil keluaran model LEAP dalam kurun waktu lima belas
tahun (2000-2015) diperkirakan akan meningkat sebesar 8,44% per tahun. Peningkatan terbesar
pada pemakaian minyak solar yang sebesar 9,68 % per tahun dan diikuti oleh pemakaian listrik yang
peningkatannya sebesar 8,42% per tahun. Sedangkan peningkatan dari pemakaian LPG, dan
minyak tanah masing-masing adalah 4,73, dan 8,47 % per tahun. Hal tersebut dipacu dengan
adanya keinginan pemerintah daerah untuk mengembangkan usaha di wilayah Provinsi Gorontalo
dengan tujuan untuk meningkatkan pendapatan daerah. Sehingga banyak investor yang
berkeinginan untuk menanamkan modalnya di provinsi ini yang mengakibatkan bukan hanya sektor
komersial yang berkembang dengan pesat, akan tetapi semua sektor pelaku ekonomi juga akan
meningkat dengan pesat di provinsi ini.
Khusus untuk sektor komersial yang merupakan sektor yang menunjang aktivitas dari sektor lainnya,
dipastikan akan dapat terus berkembang agar dapat meningkatan perekonomian daerah.
Peningkatan usaha perhotelan, perbankan, perdagangan dan restoran akan meningkatkan
pemakaian energinya.
Peningkatan energi per jenisnya tergantung dari peruntukkannya dan perkembangan dari usaha yang
termasuk sektor komersial yang dominan memanfaatkan jenis energi tersebut. Berdasarkan laju
pertumbuhan konsumsi energi tersebut, terlihat bahwa usaha perhotelan dan perbankan yang sangat
besar menggunakan minyak solar sebagai bahan bakar Genset untuk menunjang kebutuhan listrik
yang meningkat dengan pesat. Peningkatan kebutuhan energi listrik menyebabkan peningkatan
impor listrik dari daerah lain.
5 KESIMPULAN
1 Sektor komersial merupakan sektor penunjang yang dalam aktivitasnya akan dapat
menggairahkan aktivitas dari sektor lainnya yang selanjutnya akan meningkatkan pendapatan
daerah
2 Sumbangan sektor komersial (Hotel, Restoran dan Bank termasuk Perdagangan) di Provinsi
Gorontalo terhadap pendapatan daerah tidak dapat diabaikan, oleh karenanya dikemudian hari
sektor ini diharapkan dapat berkembang.
3 Sektor ini dapat tumbuh terus apabila ditunjang dengan masuknya investor pada infrastruktur
jaringan tenaga listrik dan program penyediaan usaha pembangkitan.
4 Perkembangan dari sektor ini akan mengakibatkan peningkatan kebutuhan energi termasuk
energi listrik. Peningkatan energi listrik secara tidak langsung akan meningkatkan pemakaian
minyak solar, sehingga penggunaan minyak solar pada sektor ini mengalami kenaikan terbesar.
5 Peningkatan kebutuhan listrik sebagian akan dipasok dari jaringan dan sebagian dapat
dibangkitkan sendiri, sehingga menekan listrik impor dari daerah lain
DAFTAR PUSTAKA
2. Pertamina UPMS VII Depot Gorontalo. Laporan Bulanan Penjualan BBM per-sektor Konsumen
2002 dan 2003
M. Sidik Boedoyo
Abstract
I PENDAHULUAN
Sebagai salah satu provinsi yang baru dan sedang berkembang, pembangunan perekonomian
Provinsi Gorontalo akan meningkat dengan cepat. Wilayah, sektor atau potensi yang pada saat
masih menjadi bagian dari Provinsi Sulawesi Utara dulu belum berkembang secara optimal, dengan
pembentukan Provinsi Gorontalo akan lebih mendapat perhatian untuk dikembangkan dalam
meningkatkan pertumbuhan ekonomi provinsi ini sehingga dapat menunjang percepatan
pembangunan daerah.
Pertumbuhan sektor perekonomian seperti perdagangan, industri, pertanian serta perikanan secara
langsung akan meningkatkan kebutuhan dalam penyediaan sarana dan prasarana penunjang, seperti
perumahan, sawah, gedung, jalan raya, sarana transportasi (barang dan orang), listrik, bahan bakar
serta air bersih. Dalam pembangunan perekonomian, sarana transportasi merupakan bagian integral
dan tidak dapat dipisahkan, sehingga terhambatnya penyediaan sarana transportasi akan dapat
menghambat aktifitas perekonomian lainnya. Hal ini karena sarana transportasi mencakup sarana
pengangkutan manusia dan pengangkutan barang di wilayah Provinsi Gorontalo juga sarana
pengangkutan baik dari wilayah lain ke Provinsi Gorontalo maupun dari Provinsi Gorontalo ke wilayah
lain.
Pertumbuhan dan perkembangan sektor transportasi di Gorontalo sampai saat ini sulit diprediksi
karena semenjak tahun 2001 sampai saat ini Provinsi Gorontalo sedang berkembang dengan
pemekaran kabupaten-kabupaten baru. Bila pada awal pembentukannya tahun 2001, Provinsi
Gorontalo hanya terdiri dari 2 Kabupaten dan 1 Kota Madya, yaitu Kabupaten Gorontalo, Kabupaten
Boalemo dan Kodya Gorontalo, pada awal tahun 2003 dibentuk 2 kabupaten baru, yaitu Kabupaten
Bone Bolango yang merupakan pemekaran Kabupaten Gorontalo dan Kabupaten Pahuato sebagai
pemekaran Kabupaten Boalemo. Sehingga data sektoral untuk setiap kabupaten-kabupaten baru di
Provinsi Gorontalo belum tersedia dan data-data tersebut masih menjadi satu dengan kabupaten
induknya.
Mengingat kondisi tersebut, untuk dapat memberikan gambaran strategi penyediaan energi di sektor
transportasi secara menyeluruh, Tim Perencanaan Energi BPPT memandang perlu untuk melakukan
penelitian di sektor transportasi. Penelitian sektor transportasi ini meliputi penelitian terhadap modus
transportasi, pertumbuhan per jenis alat transportasi serta konsumsi bahan bakarnya.
Penelitian kebutuhan dan penyediaan BBM (Bahan Bakar Minyak) di sektor transportasi,
dilaksanakan melalui pengumpulan dan analisis data transportasi, perhitungan intensitas energi
untuk setiap kendaraan, perhitungan pertumbuhan sektor transportasi, perhitungan proyeksi jenis
kendaraan di sektor transportasi, dan proyeksi kebutuhan bahan bakar di sektor transportasi selama
15 tahun dari tahun 2000 sampai 2015 dengan menggunakan model LEAP (Long-range Energy
Alternative Planning System). Hubungan antara sub-sistem, dalam penelitian energi di sektor
transportasi dapat dilihat pada Gambar 1.
Proyeksi
Jumlah & Jenis Kebutuhan
Kendaraan Pertumb. Energi
Sektor Proy. Jumlah
Transpor per Jenis
Ind. Manufaktur, Kendaraan
-tasi
Pertanian &
Komersial
Kependudukan
Gambar 1. Hubungan Antar Sub-Sistem Dalam Penelitian Kebutuhan Energi Sektor Transportasi
Untuk memperoleh neraca keseimbangan energi antara kebutuhan dan penyediaan energi secara
terintegrasi dan berkesinambungan antara sektor transportasi dengan sektor pemakai energi lain
dilaksanakan dengan menggunakan model LEAP yang ditunjukkan pada Gambar 2.
INVENTARISASI
DATA DAN
INVENTARISASI
INFORMASI,
DATA DAN
INVENTARISASI SOFTWARE
JENIS
INFORMASI,
DATA DAN Proyeksi LONG-RANGE PERENCANAAN
KENDARAAN
JENIS
INFORMASI, ENERGY ENERGI
Kebutuhan ALTERNATIVES
KENDARAAN
SEKTOR
TRANSPORTASI Energi PLANNING
Sektor SYSTEM
(LEAP)
Transpor-
tasi
IDENTIFIKASI
KONDISI ANALISIS
SEKTOR
SEKTOR - Data SDE, NERACA TEKNO-
R-TANGGA
SEKTOR
TRANSPOR PENYEDIAAN EKONOMI
- Sarana, DAN PELUANG
TASI
- Teknologi, KEBUTUHAN PEMANFAAT-
- biaya invest&op ENERGI AN ENERGI
SETEMPAT
- Dan lain-lain
Proyeksi kebutuhan yang dihasilkan dari model LEAP merupakan hasil perkalian antara intensitas
energi per jenis bahan bakar per jenis kendaraan per tahun dan banyaknya kendaraan per jenis
kendaraan per tahun yang formulanya ditunjukkan pada persamaan 1.
IE = KE X JK X HT (1)
Keterangan:
Faktor dan parameter yang mempengaruhi dalam memperkirakan besarnya intensitas energi bahan
bakar, adalah kajian konsumsi bahan bakar untuk 1 km jarak tempuh kendaraan, jarak tempuh dalam
satu hari, serta hari operasi kendaraan dalam satu tahun (Hari/Tahun).
Data umum sektor transportasi diperoleh melalui pengumpulan data primer dan sekunder. Metoda
pengumpulan data primer dan sekunder dilakukan dengan jalan kunjungan ke lapangan dan diskusi
dengan instansi terkait, seperti Bappeda, Dinas Perhubungan Provinsi dan Kabupaten Gorontalo,
Kantor Samsat, Badan Pusat Statistik Provinsi Gorontalo, dan Dinas Pendapatan Daerah Provinsi
Gorontalo. Tujuan dari kunjungan ke lapangan dan diskusi dengan instansi terkait adalah untuk
memperoleh gambaran nyata kondisi sektor transportasi yang meliputi jumlah dan jenis kendaraan,
jam operasi per tahun, jarak tempuh kendaraan dalam satu hari, serta konsumsi energi per km jarak
tempuh. Data realisasi sektor transportasi yang telah terkumpul, kemudian dianalisis, dievaluasi dan
selanjutnya diolah sesuai dengan kebutuhan model.
Intensitas energi sektor transportasi merupakan bagian yang sangat penting dalam memperkirakan
kebutuhan energi sektor transportasi. Keakuratan intensitas energi sangat tergantung dari
keakuratan data yang tersedia, sedangkan besarnya intensitas energi sangat dipengaruhi oleh
kondisi wilayah penelitian. Oleh karena itu besarnya intensitas energi sektor transportasi untuk
setiap wilayah biasanya sangat spesifik.
Karena survei yang dilakukan pada penelitian sektor ini, tidak dilakukan dengan jumlah responden
yang memadai, sehingga untuk memperkirakan jarak tempuh kendaraan diperlukan tambahan data
dari hasil studi yang telah dilaksanakan pada daerah mempunyai karakteristik yang kurang lebih
sama dengan Provinsi Gorontalo. Selanjutnya, konsumsi energi per jarak tempuh, diperkirakan
berdasarkan kontour daerah, umur rata-rata kendaraan serta jenis kendaraan dan penggunaannya.
Sebagai contoh, untuk Gorontalo yang relatif datar dapat diambil angka yang sama dengan Jakarta,
dengan pertimbangan umur kendaraan relatif lebih tua sehingga diperkirakan sedikit lebih boros,
tetapi di Jakarta kemacetan dijalan menyebabkan pemakaian bahan bakar tidak efisien, sehingga
dapat diambil konsumsi per jarak tempuh yang relatif sama.
Proyeksi jumlah kendaraan di Provinsi Gorontalo lebih rumit dianalisis, karena sebagai daerah yang
sedang berkembang antara tahun 2001 2002, pertumbuhan jumlah kendaraan sangat tinggi yaitu
hampir mencapai 40% per tahun. Bila angka pertumbuhan ini dipakai sebagai acuan perhitungan,
dalam tiga tahun akan diperoleh kenaikan jumlah kendaraan sebesar 100%. Penelitian terhadap
pertumbuhan sektor transportasi tidak hanya didasarkan pada pertumbuhan secara histortis, tetapi
juga mempertimbangkan laju kebutuhan akan sektor transportasi di Provinsi Gorontalo.
Sektor transportasi di Provinsi Gorontalo dibedakan atas transportasi darat (mobil, bus dan truk),
transportasi laut dan udara. Bahan bakar yang dimanfaatkan di sektor transportasi darat adalah
premium dan minyak solar, sektor transportasi udara adalah avtur dan sektor transportasi laut adalah
minyak solar. Seluruh kebutuhan bahan bakar pada transportasi darat disediakan oleh SPBU yang di
distribusi dari Depo di Gorontalo. Untuk transportasi Laut dan udara, mengingat kapal pengangkut
antar pulau maupun pesawat udara yang berlabuh di Gorontalo tidak terdaftar di Gorontalo, dan
Gorontalo hanya merupakan satu pelabuhan transit pada rute pelayaran maupun penerbangan,
penyediaan BBM untuk angkutan laut dan udara dalam penelitian ini tidak diperhitungkan.
Modus transportasi di Provinsi Gorontalo terdiri dari angkutan pribadi yang terdiri dari sedan, wagon,
jeep, dan sepeda motor, angkutan umum terdiri dari bus, mikrolet, opelet, bentor, angkutan barang
yang terdiri dari truk barang, pick up, dan truk tangki, sedangkan angkutan lain terdiri dari ambulan,
alat berat dan pemadam kebakaran.
Bentor merupakan suatu jenis kendaraan angkutan umum pengganti becak yang merupakan ciri
khas Provinsi Gorontalo, walaupun saat ini juga
dibuat bentor untuk keperluan provinsi lain.
Kendaraan ini merupakan modifikasi sepeda
motor dengan menambah 2 tempat duduk
penumpang di tempat roda depan. Walaupun
perlu dilaksanakan evaluasi teknis lebih lanjut,
tetapi untuk daerah Gorontalo dan wilayah lain
dengan karakteristik sama modus transportasi
umum ini layak untuk diketengahkan. Bus terdiri
dari mikrobus dan mini bus, dan sampai 15 tahun
mendatang diperkirakan bus besar belum akan
beroperasi di dalam Provinsi Gorontalo dan antara
Provinsi Gorontalo dengan Sulawesi Utara,
sampai kondisi jalan sudah semakin baik.
Jumlah kendaraan di Provinsi Gorontalo diambil berdasarkan data dari Dinas Pendapatan Daerah
Provinsi Gorontalo (Tabel 1).
Data jumlah kendaraan untuk seluruh provinsi yang dipakai adalah data tahun 2001 dan 2002,
sedangkan data angkutan darat untuk Kabupaten Gorontalo dan Kota Madya Gorontalo hanya
dipakai sebagai acuan. Hal tersebut disebabkan data kabupaten lainnya tidak dapat diperoleh.
Mengingat tahun dasar proyeksi jumlah kendaraan yang diambil adalah tahun 2000, sedangkan data
200 tidak tersedia, sehingga untuk perhitungan jumlah kendaraan tahun 2000 diperkirakan
berdasarkan data jumlah kendaraan tahun 2001.
Dari data yang ada terlihat bahwa sedan mempunyai jumlah yang agak kecil tetapi kendaraan jenis
wagon mempunyai jumlah yang cukup besar. Jenis kendaraan lainnya yang jumlahnya cukup besar
adalah kendaraan mikrolet, pick up dan truk ringan. Dari kondisi ini dapat diketahui bahwa
penyediaan kendaraan di Provinsi Gorontalo lebih diutamakan sebagai sarana produksi atau sebagai
barang modal, baik untuk angkutan penumpang maupun angkutan barang. Hal ini dapat dijumpai
pada wilayah lain dengan aktifitas ekonomi yang meningkat atau sedang tumbuh. Tabel 1
memperlihatkan laju pertumbuhan untuk setiap jenis kendaraan antara tahun 2001-2002 yang
besarnya sangat bervariasi, hal ini disebabkan karena Provinsi Gorontalo saat ini sedang
berkembang.
Pada tahun 2002 jumlah opelet dan mikro bus terjadi penurunan yang diperkirakan karena adanya
perubahan modus angkutan umum. Berlainan dengan ke dua jenis kendaraan tersebut, jumlah
sepeda motor sangat dipengaruhi oleh kondisi jalan raya serta pendapatan penduduk. Hal tersebut
disebabkan kondisi jalan raya serta pendapatan penduduk mempengaruhi prosentase kepemilikan
sepeda motor. Sehingga apabila diasumsikan daerah di wilayah propinsi Gorontalo makin
berkembang maka rasio jumlah sepeda motor terhadap total akan makin menurun. Dalam beberapa
tahun mendatang dapat diperkirakan laju peningkatan jumlah sepeda motor akan berubah sesuai
dengan pencapaian keseimbangan antara kebutuhan dan penyediaan sarana transportasi.
Bahan bakar yang digunakan pada sektor transportasi adalah premium dan minyak solar. Premium
dan minyak solar selain disalurkan langsung ke industri, pool konsumen dan TNI oleh Pertamina,
juga disalurkan ke SPBU/PSPD dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan sektor transportasi. Pada
prinsipnya seluruh hasil penyaluran premium dan minyak solar ke SPBU dan PSPD diperuntukkan
hanya untuk memenuhi keperluan sektor transportasi, tetapi pada kenyataan di lapangan ketentuan
tersebut agak sulit dipenuhi. Selain kendaraan bermotor, usaha kecil berhak pula untuk memperoleh
minyak solar dari SPBU, namun sulit untuk memantau bahwa industri atau usaha yang sebenarnya
tidak berhak tetapi memperoleh kebutuhan minyak solar dari SPBU. Hal ini juga berlaku untuk
premium dan bahan bakar lainnya seperti minyak tanah. Data penyaluran bahan bakar premium dan
minyak solar dari Pertamina tahun 1999 sampai dengan tahun 2001 yang ditunjukkan pada Tabel 2
adalah data realisasi penyaluran premium dan minyak solar yang dilaksanakan oleh 6 SPBU dan 3
PSPD.
Bahan bakar premium dipakai oleh semua jenis kendaraan sedan, 70% wagon, 60% pick up,
mikrolet, opelet, ambulan, bentor (bendi motor) dan sepeda motor. Sedangkan sisa persentase dari
jumlah wagon dan pick up, yaitu 30% wagon dan 40% pick up memanfaatkan bahan bakar minyak
solar. Jenis kendaraan lain yang menggunakan bahan bakar minyak solar adalah truk, bus,
pemadam kebakaran dan angkutan berat. Dari semua jenis kendaraan yang terdapat di Provinsi
Gorontalo yang berfungsi sebagai angkutan umum utama, khususnya di kota dan Kabupaten
Gorontalo adalah bentor dan mikrolet. Sayangnya sebagian besar bentor belum terdaftar sebagai
angkutan umum, sehingga agak sulit untuk mem peroleh data bentor. Selanjutnya perkiraan jumlah
Jenis Kendaraan
Intensitas Energi
(Km/Liter) (Liter/Km) (Km/Hari) (Liter/Hari) (Liter/Tahun)
Bensin
Sedan 9,0 0,111 17,50 1,94 700
Wagon 9,0 0,111 17,50 1,94 700
Mid/Light Truck 11,0 0,091 150 13,64 4909
Pick Up 11,0 0,091 30 2,73 982
Mikrolet 11,0 0,091 183,33 16,67 6000
Opelet 11,0 0,091 152,78 13,89 5000
Ambulan 9,0 0,111 10 1,11 400
Jeep 5,0 0,200 13,89 2,78 1000
Bentor 20,0 0,050 88,17 4,41 1587
Sepeda Motor 30,0 0,033 35 1,17 420
Minyak Solar
Wagon 7,0 0,143 18,06 2,58 929
Mid/Light Truck 6,0 0,167 158,33 26,39 9500
Truk Tangki 6,0 0,167 158,33 26,39 9500
Alat Berat *) 0 4,000 6,61 26,44 9520
Pick Up 11,0 0,091 107,77 9,80 3527
Mid/Mikro Bus 8,0 0,125 214,80 26,85 9666
Mini/light Bus 9,0 0,111 244,50 27,17 9780
KeKeterangan:*) : pemadam dimasukkan dalam alat berat dan intensitas energinya diperhitungkan dengan
jam kerja per hari dan konsumsi energi perjam kerja.
Proyeksi kebutuhan energi sektor transportasi di Provinsi Gorontalo dengan menggunakan model
LEAP merupakan hasil dari analisis dan evaluasi untuk seluruh sektor terhadap kondisi-kondisi masa
sekarang dan masa mendatang. Hasil penelitian ini merupakan suatu bagian yang sangat diperlukan
dalam perencanaan pembangunan daerah, khususnya dalam rangka penyediaan energi untuk
memenuhi kebutuhan energi yang makin meningkat. Hasil keluaran model LEAP, khususnya sektor
transportasi yang akan dianalisis antara lain proyeksi jumlah kendaraan untuk setiap jenis kendaraan
dan setiap pemakaian bahan bakar, serta proyeksi kebutuhan energinya dari tahun 2000 sampai
2015.
Secara umum dapat diperkirakan bahwa populasi penduduk akan berkembang dengan laju sekitar 2
persen per tahun, demikian juga sektor komersial, industri, pertanian, kehutanan dan perikanan juga
akan berkembang sesuai dengan tuntutan pasar. Di provinsi ini industri yang berbasis pertanian
akan terus berkembang, diantaranya adalah perkebunan kelapa dan kelapa sawit, rotan, mebel dan
lain-lain. Oleh karena itu, jenis kendaraan seperti wagon, pick up, truk akan lebih berkembang
walaupun dengan laju yang makin mengecil sepanjang periode penelitian dibanding dengan
kendaraan pribadi. Dalam angkutan umum, opelet diperhitungkan akan digantikan oleh mikrolet
serta bentor. Bentor merupakan ciri khas alat angkut di Gorontalo di masa datang diasumsikan
bentor akan terus berkembang baik dari segi penggunaan maupun dari segi disain dan
pengembangan teknologi. Laju pertumbuhan dan proyeksi jumlah kendaraan per jenis bahan bakar
selama 15 tahun periode penelitian dapat dilihat pada Tabel 4.
Jenis
Kendaraan Kebutuhan Premium (KL) Kebutuhan Premium (BOE)
2000 2005 2010 2015 2000 2005 2010 2015
Sedan 109,07 327,99 449,01 588,47 598,14 1798,63 2462,28 3227,06
Wagon 515,06 1424,89 1764,76 2097,11 2824,45 7813,78 9677,57 11500,07
Mid/Light Truck 1720,63 3706,72 4937,09 6274,71 9435,55 20326,83 27073,9 34409,11
Pick Up 858,92 1825,44 2253,80 2689,28 4710,14 10010,31 12359,34 14747,38
Mikrolet 6275,12 11409,28 14960,75 18796,11 34411,33 62565,93 82041,37 103073,6
Opelet 435,77 628,12 606,16 584,80 2389,68 3444,48 3324,02 3206,92
Ambulan 4,23 12,67 16,09 19,66 23,17 69,49 88,24 107,83
Jeep 290,52 844,58 1046,10 1250,98 1593,12 4631,47 5736,58 6860,08
Bentor 8868,62 16035,84 16398,76 16389,82 48633,52 87936,93 89927,1 89878,07
Sepeda Motor 3335,75 10953,09 13702,29 16504,75 18292,51 60064,29 75140,27 90508,31
Total Premium 22413,69 47168,64 56134,82 65195,69 122911,6 258662,1 307830,7 357518,4
Sumber: Keluaran Model LEAP
Jenis
Kendaraan Kebutuhan Minyak Solar (KL) Kebutuhan Minyak Solar (BOE)
2000 2005 2010 2015 2000 2005 2010 2015
Wagon 301,14 1569,34 1943,67 2309,70 1820,02 9484,74 11747,1 13959,33
Mid/Light Truck 7799,66 22360,61 29782,75 37851,89 47139,38 135142,5 180000,2 228768,2
Truk Tangki 363,69 1108,48 1211,05 1368,87 2198,08 6699,43 7319,33 8273,12
Alat Berat 156,20 8,38 84,77 608,38 944,02 50,63 512,35 3676,94
Pick Up 2114,12 5479,11 7340,09 9495,55 12777,26 33114,49 44361,82 57388,96
Mid/Mikro Bus 1186,59 1943,67 1943,15 1945,80 7171,47 11747,08 11743,96 11759,97
Mini/light Bus 1877,84 3343,03 3864,67 4273,79 11349,21 20204,5 23357,21 25829,83
Total M. Solar 13799,23 35812,61 46170,16 57853,98 83399,44 216443,3 279042 349656,4
Sumber: Keluaran Model LEAP
5 KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada sektor transportasi di provinsi Gorontalo dapat
dikemukakan sebagai berikut.
1. Modus transportasi khas Gorontalo yaitu bendi motor (bentor) sebagai angkutan kota bersama
sama mikrolet diperkirakan dapat menjawab tantangan masalah angkutan dimasa mendatang,
sehingga bukan hanya dimanfaatkan di Kabupaten dan Kotamadya Gorontalo, tetapi juga di
kabupaten lain di wilayah provinsi ini;
2. Teknologi kendaraan angkutan bendi motor ini masih harus diteliti dan dikembangkan lebih
lanjut, dengan teknologi dan material yang lebih baik agar diperoleh jenis kendaraan yang
layak secara ekonomi serta mampu memenuhi persyaratan teknis, khususnya sebagai
angkutan umum;
3. Penambahan tempat duduk penumpang pada bendi motor akan memerlukan tambahan
kekuatan pada rangka dan bantalan (bearing) depan serta tambahan daya pengereman yang
saat ini hanya mengandalkan roda belakang;
4. Laju pertumbuhan rata-rata kendaraan yang dimanfaatkan di provinsi ini selama lima belas
tahun dari tahun 2000 sampai dengan 2015 adalah sekitar 5% per tahun dengan laju
pertumbuhan terkecil mid/micro bus;
5. Laju pertumbuhan konsumsi bahan bakar premium selama 15 tahun kedepan mencapai 7,38%
per tahun, pada periode yang sama sedangkan pertumbuhan konsumsi bahan bakar minyak
solar adalah sebesar 10,03% per tahun;
6. Angka pertumbuhan minyak solar yang lebih tinggi dari premium ini menunjukkan bahwa
jumlah kendaraan umum dan barang diperkirakan akan meningkat dengan cepat. Sedangkan
selisih laju pertumbuhan yang cukup kecil juga menunjukkan bahwa kondisi jalan antar kota
yang relatif agak sempit belum memberi kesempatan untuk penggantian secara besar-besaran
kendaraan angkutan umum kecil yang banyak menggunakan premium dengan kendaraan
angkutan besar yang biasanya menggunakan minyak solar.
DAFTAR PUSTAKA
1. BPS Provinsi Gorontalo. Provinsi Gorontalo Dalam Angka 2001. Juli 2002.
2. Pertamina UPMS VII, Depot Gorontalo. Laporan Bulanan Penyaluran BBM Persektor,
Perkonsumen Tahun 2002.
4. DSDM-ITB. Study on the Assessment of Oil Fuel Consumption in Indonesia. Pusat Informasi
Energi.
Irawan Rahardjo
Abstract
Energy demand projection has very important role to support industrial development in
Gorontalo Province. As the energy demand in the industrial sector continues to
increase, while the energy source potential in the province is not utilized optimally yet,
an analysis on the energy demand projection in industrial sector needs to be
conducted.
Gasoline demand growth rate is high, even though, the share of gasoline demand is
small compared to electricity, diesel, kerosene, LPG and biomass demand in the
industrial sector. Gasoline is used fuel in transporting industrial products. While,
electricity, diesel, kerosene, and biomass are used for fuels in production process.
Many industries in Gorontalo consume biomass as the energy source for industrial
process, because it can be not substituted by other energy sources.
1 PENDAHULUAN
Industri pengolahan yang termasuk dalam sektor Industri di Provinsi Gorontalo dikelompokkan
menjadi dua (2) kelompok industri yaitu kelompok industri besar&sedang dan kelompok industri
kecil&menengah. Pengelompokan ini didasarkan pada banyaknya pekerja yang terlibat didalamnya
tanpa memperhatikan penggunaan mesin produksinya ataupun besarnya modal yang ditanamkan.
Sumbangan sektor industri dalam pembentukan Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB)
Provinsi Gorontalo pada tahun 2001 mencapai 11,27% dari PDRB. Meskipun sumbangan sektor
industri tidak sebesar sektor lain, misalnya sektor pertanian yang memberi andil sekitar 31,19% dari
PDRB, akan tetapi keberadaan sektor industri dalam menunjang pertumbuhan ekonomi provinsi ini
tidak dapat diabaikan.
Salah satu penyebab dari pertumbuhan perekonomian di provinsi ini adalah berkembangnya sektor
industri yang secara langsung akan meningkatkan kebutuhan energinya. Sehingga dengan
meningkatnya kebutuhan energi disektor industri tersebut perlu dipikirkan kelangsungan ketersediaan
pemasokan energi dengan harga yang terjangkau. Mengingat Provinsi Gorontalo masih baru
terbentuk, sehingga pembangunan sektor industri masih akan terus berlanjut sebagai upaya untuk
peningkatan perekonomian yang pada akhirnya akan meningkatkan pendapatan daerah.
Dengan terjadinya peningkatan pendapatan daerah semua sektor pelaku ekonomi termasuk sektor
industri, khususnya industri pengolahan akan mengalami pertumbuhan yang selanjutnya akan
meningkatkan kebutuhan energinya. Di sektor ini energi terutama diperlukan untuk proses produksi
dan alat angkut hasil produksinya dan pada saat ini pasokan energi diperoleh dari sumber energi
setempat dan impor dari daerah lain. Dimasa datang pasokan energi diupayakan agar dapat dipasok
dari sumber energi setempat, oleh sebab itu diperlukan adanya analisis kebutuhan dan penyediaan
energi di sektor industri. Tujuan analisis kebutuhan dan penyediaan energi di sektor industri ini
adalah agar dapat menggambarkan intensitas energi per jenis industri, kemudian dengan
menggunakan perangkat lunak dapat dianalisis proyeksi kebutuhan energi dan gambaran pasokan
energi per jenis energi yang dimanfaatkan.
Proyeksi kebutuhan energi sektor industri dimasa mendatang diperkirakan berdasarkan data historis
kebutuhan energi per kelompok per jenis industri pengolahan tahun 2000. Total kebutuhan energi
per kelompok per jenis industri pengolahan tahun 2000 diasumsi berdasarkan data dari Pertamina,
PLN dan BPS. Jenis energi yang digunakan di industri pengolahan ini, diasumsikan berdasarkan
hasil dan proses produksinya, dengan catatan tidak semua industri pengolahan menggunakan energi
sejenis. Selain data historis, untuk memperkirakan kebutuhan energi per jenis industri diperlukan
juga intensitas energi dan produksi per jenis industri. Asumsi yang diambil untuk memperkirakan
intensitas energi adalah setiap jenis industri yang sama yang memanfaatkan peralatan sejenis serta
mempunyai kapasitas produksi yang tidak terlalu berbeda pada umumnya akan mempunyai
intensitas energi per jenis energi yang relatif sama. Perkiraan besarnya intensitas energi (IE) untuk
masing-masing jenis energi pada berbagai jenis industri dapat dihitung dengan cara membagi
besarnya kebutuhan energi (KE) pada setiap jenis industri dengan jumlah unit usaha (JU), yang
ditunjukkan pada Persamaan 1.
Keterangan:
l; mt; ms; p; lp; k, bk, s: Jenis energi yang dimanfaatkan
l adalah listrik; mt adalah minyak tanah; ms adalah minyak solar; p adalah premium; lp adalah LPG;
k adalah kayu bakar; bk adalah batok kelapa; dan s adalah sekam.
Beberapa parameter yang digunakan untuk memperkirakan pertumbuhan industri dari masing-
masing kelompok industri pengolahan adalah pertumbuhan PDRB per sektor pengguna energi,
pertumbuhan konsumsi Bahan Bakar Minyak (BBM) di sektor industri dan pertumbuhan listrik terjual
ke industri. Selanjutnya proyeksi kebutuhan energi sektor industri sebagai keluaran model Long-
range Energy Alternative Planning System (LEAP), dianalisis untuk memberikan gambaran pasokan
dalam memenuhi kebutuhan energi sektor industri, khususnya industri pengolahan
Prakiraan kebutuhan energi dibedakan atas prakiraan di dua kelompok industri, yaitu kelompok
industri besar&sedang dan dan kelompok industri kecil&menengah. Kelompok industri
besar&sedang terdiri dari beberapa jenis industri, seperti: industri makanan/minuman, industri tekstil,
industri kayu/barang-barang kayu, industri barang galian non-logam (kecuali minyak bumi) dan
industri barang dari logam dan peralatannya. Sedangkan kelompok industri kecil&menengah terdiri
dari beberapa jenis industri, antara lain: industri kerajinan, industri gula aren, industri aneka industri,
industri meubel&moulding, industri pandai besi, industri kasur bantal, industri gerabah, industri
batubata, industri kapur tembok dan industri meubel rotan.
Ditinjau berdasarkan jumlah tenaga kerja dan nilai tambah per unit usaha, jenis industri makanan,
minuman dan tembakau dapat dikatagorikan sebagai industri besar. Jenis industri makanan/
minuman memanfaatkan beragam jenis energi sebagai bahan bakar untuk memenuhi kebutuhan
bahan bakar pada proses produksinya. Beragamnya jenis energi yang dimanfaatkan disebabkan
industri makanan/minuman ini terdiri dari berbagai industri yang memproduksi beranekaragam jenis
makanan/minuman dengan perbedaan rentang omset yang sangat jauh. Disamping itu juga
disebabkan adanya perbedaan keadaan lokasi industri, seperti adanya industri makanan/minuman
yang berlokasi di tempat yang sulit untuk mendapatkan jenis energi lain selain energi biomasa. Profil
berbagai jenis industri yang termasuk kelompok industri besar&sedang ditunjukan pada Tabel 1.
Jenis energi yang digunakan pada kelompok industri besar&sedang saat ini adalah premium, minyak
tanah, minyak solar, LPG, kayu bakar, batok kelapa, dan listrik. Sedangkan sekam walaupun
berpotensi sebagai sumber energi akan tetapi sampai saat ini belum ada industri yang
memanfaatkan. Besarnya kebutuhan energi pada kelompok industri besar&sedang per jenis industri
pada tahun 2000 diasumsi berdasarkan data dari Pertamina U.PMS VII Depot Gorontalo (Laporan
Bulanan Penyaluran BBM ke Konsumen), PLN dan BPS dengan mempertimbangkan profil industri
yang ditunjukkan pada Tabel 2. Data penjualan Pertamina U.PMS VII Depot Gorontalo per jenis
BBM memberikan data secara rinci ke berbagai jenis industri, sehingga pangsa dari data ini dapat
dipakai sebagai dasar dalam memperhitungkan besarnya konsumsi BBM per jenis industri per jenis
BBM pada tahun 2000 dan tahun-tahun selanjutnya.
Seperti halnya kelompok industri besar&sedang, jenis energi yang digunakan pada industri
kecil&menengah saat ini juga bervariasi tergantung proses produksinya, yaitu premium, minyak
tanah, minyak solar, kayu bakar, sekam, batok kelapa, dan listrik. Dalam kelompok industri
kecil&menengah, jenis industri kerajinan merupakan industri yang paling banyak jumlahnya, sedang
yang paling besar nilai tambah per unit usaha adalah aneka industri. Profil berbagai jenis industri
yang termasuk kelompok industri besar&sedang ditunjukan pada Tabel 3.
Pada kelompok industri kecil&menengah tidak ada satupun jenis industri yang memanfaatkan semua
jenis energi, karena jenis produksi dan jenis bahan baku dari kelompok industri ini beranekaragam.
Total kebutuhan energi per kelompok per jenis industri kecil&menengah pada tahun 2000 juga
diasumsi sama dengan kelompok industri besar&sedang (Tabel 4).
Berdasarkan total kebutuhan energi di kelompok industri besar&sedang (Tabel 2) dan total
kebutuhan energi di kelompok industri kecil&menengah (Tabel 4) dapat diperkirakan besarnya
kebutuhan energi tahun 2000 sektor industri yang ditunjukkan pada Tabel 5.
Intensitas energi diperlukan untuk memperkirakan kebutuhan energi per jenis industri. Perkiraan
besarnya intensitas energi untuk masing-masing jenis energi pada berbagai jenis industri dapat
dihitung berdasarkan Persamaan 1. Satuan intensitas energi untuk semua jenis energi di sektor
industri yang memanfaatkan energi adalah BOE/Unit.
Intensitas energi pada kelompok industri besar&sedang dibedakan berdasarkan jenis energi yang
dimanfaatkan, seperti bahan bakar minyak (premium, minyak tanah, minyak solar), bahan bakar gas
(LPG) dan bahan bakar biomasa (kayu bakar dan batok kelapa), serta listrik. Setiap jenis industri
pada kelompok industri besar&sedang diasumsikan menggunakan premium dalam usahanya.
Premium dibutuhkan untuk bahan bakar alat angkut hasil produksi kelompok industri besar&sedang.
Intensitas energi per jenis BBM pada kelompok industri besar&sedang diperkirakan berdasarkan
konsumsi BBM dari Laporan Bulanan Penyaluran BBM (Pertamina U, PMS VII Depot Gorontalo)
Tahun 2002 ke Sektor Industri dan Data Realisasi Throughput BBM pada Industri tahun 1998/1999-
2002, serta Estimasi Tahun 2003 (Tabel 6) dengan banyaknya unit usaha tahun 2000. Sedang
intensitas energi penggunaan LPG pada kelompok industri ini diperkirakan berdasarkan data kondisi
energi dan ketenaga listrikan dari Dinas Pertambangan dan Energi Provinsi Gorontalo.
Data banyaknya unit usaha tahun 2000 tidak tersedia, sehingga sebagai acuan diambil dari Profil
Industri Besar&Sedang dan Industri Kecil&Menengah Tahun 2001, kemudian baru diperkirakan
jumlah unit usaha tahun 2000 dengan mengacu pada besarnya sumbangan sektor industri dalam
pembentukan PDRB tahun 2000 dan 2001. Intensitas energi per jenis BBM dan LPG ditunjukkan
pada Tabel 8.
Intensitas energi kayu bakar dan batok kelapa per kelompok industri besar&sedang diperkirakan
berdasarkan besarnya konsumsi kayu bakar dan batok kelapa serta jenis usaha yang menggunakan
kayu bakar dan batok kelapa. Konsumsi energi kayu bakar dan batok kelapa pada kelompok industri
besar&sedang dihitung berdasarkan data output pembelian biomasa yang terdiri dari kayu bakar,
sekam dan batok kelapa yang dikeluarkan BPS.
Besarnya output pembelian biomasa tahun 1999 berdasarkan data yang diambil dari BPS yaitu Rp.
10.194 Juta Rupiah. Output pembelian biomasa tahun 1999 tersebut diasumsikan sama dengan
output pembelian tahun 2000. Berdasarkan perkiraan harga beli rata-rata kayu bakar sebesar Rp
125/kg, harga beli sekam sebesar Rp 100/kg, dan harga beli batok kelapa sebesar Rp 200/kg, dapat
diperkirakan konsumsi kayu bakar, sekam dan batok kelapa. Banyaknya unit usaha yang
memanfaatkan energi kayu bakar dan batok kelapa di kelompok industri besar&sedang diasumsikan
berdasarkan jenis produksinya, sehingga hanya jenis industri makanan, minuman dan tembakau
yang dianggap menggunakan energi kayu bakar dan batok kelapa. Besarnya intensitas energi kayu
bakar dan batok kelapa di industri makanan, minuman dan tembakau adalah 1.150 BOE/Unit dan
1.140 BOE/Unit seperti ditunjukkan pada Tabel 8.
Setiap kelompok industri besar&sedang memerlukan energi listrik dalam usahanya. Konsumsi energi
listrik di sektor industri tersebut diperkirakan berdasarkan data jumlah pelanggan, daya tersambung,
dan listrik terjual (kWh) pada sektor industri mulai tahun 1994 sampai dengan tahun 2002 (Tabel 7).
Mengingat tidak tersedianya data konsumsi listrik per jenis industri tahun 2000, besarnya listrik pada
tahun tersebut diasumsi. Asumsi perkirakan besarnya konsumsi energi listrik per jenis industri di
dasarkan pada pangsa nilai investasi dan nilai produksi per unit usaha. Dengan mempertimbangkan
besarnya total listrik terjual ke industri dan besarnya pangsa tersebut, total konsumsi listrik pada
kelompok industri besar&sedang dapat diperkirakan. Dengan membagi konsumsi listrik dengan total
unit usaha per jenis industri pada kelompok tersebut, intensitas energi listrik dapat diperkirakan
(Tabel 8).
Intensitas energi per jenis BBM pada kelompok industri kecil&menengah yang ditunjukkan pada
Tabel 8, diperkirakan berdasarkan total kebutuhan BBM per jenis industri (Tabel 4) dengan
banyaknya unit usaha tahun 2000. Mengingat tidak tersedianya data banyaknya unit usaha tahun
2000, perhitungan banyaknya unit usaha tahun 2000 didasarkan pada banyaknya unit usaha tahun
2001.
Intensitas energi kayu bakar, sekam dan batok kelapa per kelompok industri kecil&menengah
diperkirakan berdasarkan besarnya konsumsi kayu bakar, sekam dan batok kelapa per kelompok
industri kecil&menengah dibagi dengan banyaknya unit usaha yang memanfaatkan energi kayu
bakar, sekam dan batok kelapa (Tabel 9). Konsumsi energi kayu bakar, sekam dan batok kelapa
pada industri kecil&menengah dihitung berdasarkan data output pembelian biomasa tahun 1999 dari
BPS, sedangkan banyaknya unit usaha tahun 2000 juga didasarkan pada banyaknya unit usaha
tahun 2001. Berdasarkan jenis produksi per jenis industri diperkirakan industri gula aren, gerabah,
batubata, kapur tembok dan meubel rotan memanfaatkan kayu bakar, industri gerabah dan batubata
memanfaatkan sekam serta industri gula aren, batubata, kapur tembok dan meubel rotan
memanfaatkan batok kelapa. Asumsi tersebut diambil berdasarkan anggapan bahwa lokasi industri
ini berdekatan dengan sumber energinya.
3.3.2.2 Listrik
Setiap kelompok industri kecil&menengah memerlukan energi listrik dalam usahanya, berdasarkan
data nilai investasi dan nilai produksi per unit usaha kelompok industri kecil&menengah dapat
diperkirakan pangsa pemakaian listrik per jenis industri. Pangsa tersebut digunakan untuk
memperkirakan besarnya konsumsi energi listrik per jenis industri dengan mempertimbangkan
besarnya total listrik terjual ke industri. Dengan membagi konsumsi energi pada tahun 2000 dengan
total usaha untuk setiap jenis industri per kelompok industri kecil&menengah dan total unit usaha per
kelompok industri kecil&menengah, intensitas energi listrik dapat diperkirakan (Tabel 9).
Proyeksi kebutuhan energi sektor industri hasil keluaran model LEAP merupakan hasil perkalian dari
intensitas energi dan jumlah industri dari masing-masing kelompok industri. Pertumbuhan industri
dari masing-masing kelompok industri diperkirakan berdasarkan pertumbuhan PDRB per sektor,
pertumbuhan konsumsi BBM dan LPG di sektor industri dan pertumbuhan listrik terjual ke industri.
Seperti yang telah dijelaskan pada bab terdahulu, kelompok industri besar&sedang tidak
menggunakan bahan bakar sekam sebagai sumber energinya. Pemacuan aktivitas di sektor ini akan
diikuti dengan meningkatkan kebutuhan BBM dan energi lainnya, hal tersebut terbukti dari keluaran
model LEAP yang ditunjukkan pada Tabel 10 dan 11.
Pada kelompok industri besar&sedang, semua jenis BBM banyak dimanfaatkan dan setiap tahunnya
mengalami pertumbuhan. Walaupun premium mengalami pertumbuhan yang paling tinggi yaitu 8,2%
per tahun, akan tetapi total kebutuhan premium setiap tahunnya masih lebih rendah dibanding
dengan kebutuhan jenis BBM lainnya. Rendahnya kebutuhan premium dikarenakan premium hanya
digunakan sebagai menunjang aktivitas produksi yang tumbuh dengan pesat, yaitu sebagai bahan
bakar alat angkut hasil produksi, sedangkan jenis BBM lainnya digunakan dalam proses produksi.
Laju pertumbuhan pemakaian minyak solar tidak sebesar laju pertumbuhan pemakaian premium,
karena minyak solar yang digunakan sebagai bahan bakar PLTD (captive) hanya untuk menunjang
penyediaan listrik PLN., hal tersebut terlihat dari laju pertumbuhan pemakaian listrik di sektor ini yang
cukup besar. Lain halnya dengan laju pertumbuhan kebutuhan minyak tanah yang menurun, karena
minyak tanah hanya berpotensi untuk industri yang sudah ada, sedangkan untuk mengembangkan
produksi industri tersebut sudah selayaknya apabila dipilih bahan bakar yang efisien, handal dan
ramah lingkungan, seperti LPG.
Pada Tabel 10, terlihat bahwa energi biomasa yang dimanfaatkan di industri makanan, minuman dan
tembakau pertumbuhannya masih relatif tinggi yaitu lebih dari 6% per tahun, sebab beberapa industri
dalam kelompok ini yang memanfaatkan biomasa tidak ingin menggantikan biomasa dengan energi
lainnya karena adanya alasan yang spesifik. Di samping itu sumber energi biomasa di Provinsi
Gorontalo belum dimanfaatkan secara optimal.
Beberapa jenis industri yang termasuk dalam kelompok industri kecil&menengah menggunakan
semua jenis energi. Besar proyeksi kebutuhan energi dari berbagai jenis energi yang digunakan di
sektor industri kecil&menengah menurut keluaran model LEAP ditunjukkan pada Tabel 12 dan Tabel
13.
Seperti halnya kelompok industri besar&sedang, kelompok industri kecil&menengah juga diharapkan
aktivitasnya terpacu, sehingga sumbangannya terhadap pendapatan daerah akan menjadi lebih
besar. Pemacuan aktivitas di sektor ini akan diikuti dengan meningkatkan kebutuhan BBM dan
energi lainnya, hal tersebut terbukti dari keluaran model LEAP yang ditunjukkan pada Tabel 12 dan
13.
Terpacunya aktivitas tersebut selain meningkatkan pemakaian BBM juga memacu industri untuk
mengembangkan pemanfaatan biomasa yang potensinya sangat besar, sehingga dapat menekan
pertumbuhan minyak tanah yang subsidinya secara bertahap akan dihilangkan dan juga mengurangi
ketergantungan impor minyak tanah.
Laju pertumbuhan pemakaian minyak solar di kelompok industri ini cukup tinggi (Tabel 13), hal ini
dikarenakan banyak industri kecil&menengah berlokasi ditempat yang jauh dari jaringan listrik PLN,
sehingga dibutuhkan penambahan kapasitas PLTD (captive) yang secara langsung akan
meningkatkan kebutuhan minyak solar.
Dengan berkembangnya sentra-sentra industri yang menggunakan captive sebagai sebagai sumber
energi listrik, akan banyak kelebihan listrik yang dapat dijual ke industri yang ada di sekitarnya. Hal
ini akan berdampak positif pada pengurangan pemakaian minyak tanah, khususnya untuk
penerangan..
5 KESIMPULAN
1. Baik pada kelompok industri besar&sedang maupun kelompok industri industri kecil&
menengah, walaupun total kebutuhan premium dimasa mendatang setiap tahunnya masih
lebih rendah dibandingkan jenis BBM lainnya, akan tetapi premium mengalami pertumbuhan
kebutuhan yang paling tinggi. Berlainan dengan jenis BBM lainnya yang dimanfaatkan untuk
proses produksi, premium diperlukan untuk menunjang aktivitas produksi sebagai bahan bakar
alat angkut hasil produksi.
3. Pertumbuhan kebutuhan energi biomasa dimasa mendatang relatif tinggi mengingat pada
beberapa industri pengguna energi biomasa tidak berminat untuk menggantikan biomasa
dengan energi lain, contohnya industri makanan khas Gorontalo. Selain itu, Provinsi Gorontalo
kaya akan sumber energi biomasa yang belum dimanfaatkan secara optimal.
DAFTAR PUSTAKA
1. Badan Pusat Statistik Provinsi Gorontalo. Provinsi Gorontalo Dalam Angka 2001. Gorontalo.
Juli 2002
3. Pemerintah Provinsi Gorontalo. Peta Industri dan Perdagangan Gorontalo. Oktober 2002
4. Pertamina U.PMS VII Depot Gorontalo, Laporan Bulanan Penyaluran BBM per Sektor per
Konsumen.
5. Pertamina U.PMS VII Depot Gorontalo, Data Realisasi Throughput BBM pada Industri tahun
1998/1999-2002 serta Estimasi Tahun 2003.
Endang Suarna
Abstract
Energy demand in the agricultural sector consists of diesel, gasoline, and kerosene for
fuel of agricultural machinery (tractor, rice milling unit, motor sprayer, and water pump) in
the sector. The energy demand for this sector is relatively small, but it has a very
important role in the economy structure, because it contributes to the most of the Gross
Regional Domestic Product (PDRB) in the Province of Gorontalo. As diesel, kerosene,
and gasoline supplies are limited, while the demand of those oil products continues to
increase, the oil products supply to meet the energy demand for agricultural sector in the
province needs to be estimated in order to anticipate or avoid a disturbancy on economic
development in the province.
The energy demand projection for the agricultural machinery in Gorontalo Province is
projected from 2000 to 2015 by using LEAP Model. The most of fuels for agricultural
machinery is supplied from diesel, while the rests are supplied from gasoline and kerosen.
Total energy demand for this sector is projected slightly to increase until 2015, because is
affected by social, technical, and economical factors such as land topography, land size
ownership by a farmer, and the existing conventional tool for agricultural cultivation.
1 PENDAHULUAN
Sektor pertanian merupakan sektor yang paling penting dalam pembangunan ekonomi Provinsi
Gorontalo, karena sektor tersebut mempunyai sumbangan yang paling besar terhadap struktur
ekonomi yang direpresentasikan dengan Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB).
Berdasarkan harga konstan pada tahun 2000 lebih dari 30% dari PDRB Provinsi Gorontalo
disumbang oleh sektor pertanian. Meskipun sebagian atau tidak sampai 12% dari sumbangan
tersebut dipenuhi dari sektor peternakan dan perikanan, sumbangan sektor yang berbasis tanaman
pangan, kehutanan, dan perkebunan masih merupakan sektor yang paling dominan. Sektor
pertanian diperkirakan akan tetap merupakan sektor yang paling dominan sampai beberapa tahun
yang akan datang, meskipun akan mengalami penurunan pangsa dalam struktur ekonomi Gorontalo
karena pesatnya peranan sektor-sektor lainnya.
Dalam mendukung peranan sektor pertanian untuk pembangunan ekonomi, penyediaan energi untuk
memenuhi kebutuhan energi pada sektor pertanian menjadi masalah penting yang meliputi
penyediaan energi untuk alat mesin pertanian (alsintan) yang meliputi traktor untuk mengolah tanah,
pompa air (untuk mengairi lahan pertanian) dan power sprayer (penyemprot hama bermesin) untuk
pemeliharaan tanaman, dan rice milling unit (RMU) untuk mengolah hasil pertanian. Jenis energi
yang dipergunakan sebagai bahan bakar untuk mengoperasikan alat mesin pertanian tersebut adalah
seperti minyak solar, premium, dan minyak tanah. Ketiga jenis bahan bakar minyak (BBM) untuk
alsintan tersebut mempunyai peranan penting dalam mendukung sektor pertanian sebagai tulang
pungggung ekonomi Provinsi Gorontalo, sehingga penyediaannya perlu dipertimbangkan sejak dini
dalam perencanaan energi di provinsi tersebut.
Penyediaan BBM untuk sektor pertanian tidak mempunyai alokasi khusus, namun BBM untuk sektor
pertanian tersebut diperoleh dari pasokan untuk sektor-sektor lainnya bergantung pada jenis BBM
seperti minyak solar dan premium diperoleh dari SPBU untuk sektor transportasi, dan minyak tanah
diperoleh dari APMT (Agen Penyalur Minyak Tanah) untuk sektor rumahtangga melalaui pangkalan
dan pengecer minyak tanah. Terbatasnya pasokan BBM, sedangkan kebutuhan BBM pada setiap
sektor semakin meningkat, sehingga analisa kebutuhan BBM pada semua sektor untuk menghindari
terganggunya penyediaan BBM perlu dilakukan. Sementara itu, analisa kebutuhan BBM untuk alat
mesin pertanian perlu dilakukan, sehingga diharapkan dapat menghindari terganggunya penyediaan
BBM untuk sektor tersebut yang dapat berdampak pula pada terganggunya produksi pertanian yang
diperkirakan akan berdampak pulapada terganggunya pembangunan ekonomi provinsi tersebut.
2 METODOLOGI
Pengkajian kebutuhan energi pada sektor pertanian didasarkan pada jumlah BBM yang
dipergunakan oleh alat mesin pertanian untuk mengolah lahan pertanian, memelihara tanaman, dan
mengolah hasil pertanian. Kebutuhan energi tersebut dapat diperoleh dengan menggunakan rumus
sebagai berkut.
E = T*Ie (1)
Keterangan:
E= Total konsumsi bahan bakar (liter/tahun)
T= Jumlah unit alat mesin pertanian (unit)
Ie= Intensitas energi dari setiap alat (liter/alat/tahun)
O= waktu pengoperasian (jam/tahun)
F= konsumsi bahan bakar dari setiap alat (liter/jam)
Dalam membuat proyeksi kebutuhan energi untuk alat mesin pertanian sampai 15 tahun yang akan
datang dipergunakan sebuah model yang bernama LEAP (Long Range Energy Alternative Planning
System). Proyeksi kebutuhan energi untuk alat mesin pertanian adalah merupakan bagian dari
proyeksi kebutuhan energi pada semua sektor pemakai energi di Provinsi Gorontalo.
Pengolahan lahan pertanian di Provinsi Gorontalo umumnya dilakukan dengan menggunakan alat
pertanian tradisional dan alat mesin pertanian. Semakin meningkatnya kebutuhan produksi pertanian
untuk memenuhi kebutuhan pangan, sedangkan lahan pertanian semakin terbatas, mengakibatkan
perlunya intensitikasi pertanian yang memerlukan alat mesin pertanian dalam produksi pertanian.
Namun tidak semua proses produksi pertanian dapat digunakan alat mesin pertanian, karena
terbentur beberapa kendala seperti harga alat mesin pertanian lebih mahal daripada harga alat
konvensional dan pengoprasiannya memerlukan biaya BBM; kepemilikan lahan oleh setiap petani
relatif kecil sehingga kurang ekonomi atau efisien bila digunakan alat mesin pertanian; serta kondisi
topografi tanah di Gorontalo umumnya berbukit sehingga menyulitkan pengolahan tanah dengan
menggunakan alat mesin pertanian. Sementara itu hal yang menguntungkan dari penggunaan alat
mesin pertanian adalah pengerjaan bisa dilakukan lebih singkat dengan hasil pengerjaannya yang
lebih banyak.
Alat mesin pertanian yang biasa dipergunakan di Provinsi Gorontalo antara lain traktor untuk
mengolah tanah; motor sprayer dan power sprayer untuk menyemprot hama; pompa air untuk
mengairi tanaman; serta thresher dan rice milling unit (RMU) untuk mengolah hasil pertanian.
Perkembangan jumlah alat mesin pertanian di provinsi tersebut dari tahun ke tahun mengalami
perubahan bergantung dari adanya alsintan baru dan alsintan yang rusak tidak berfungsi.
Berdasarkan data jumlah alsintan dari tahun 1994 sampai dengan 2000, jumlah komulatif dari
alsintan pada tahun 1998 merupakan jumlah yang paling banyak, sehingga untuk melihat
perkembangan jumlah alsintan di Provinsi Gorontalo pada periode tersebut dapat dilihat dari data
jumlah alsintan tahun 1994, 1998, dan 2000 seperti diperlihatkan pada Tabel 1, Tabel 2, dan Tabel 3.
Tabel 1 memperlihatkan jumlah alat mesin pertanian di Kota Madya dan Kabupaten Gorontalo pada
tahun 1994. Kedua daerah tersebut merupakan cikal bakal Provinsi Gorontalo yang baru terbentuk
pada tahun 2001. Alat mesin pertanian tersebut terdiri atas traktor roda 2 dan traktor roda 4 untuk
mengolah tanah; power thresher, RMU, dan dryer untuk mengolah hasil pertanian terutama padi;
pompa air untuk mengairi lahan pertanian; serta motor dan power sprayer untuk membasmi hama
atau pemeliharaan tanaman. Traktor roda empat terdiri atas 3 jenis, yaitu traktor mini yang berdaya
kuda 20 PK, traktor medium 25 PK, dan traktor besar (big) 50 PK. Dalam proses produksi pertanian
tersebut, selain dipergunkan alat mesin pertanian, juga dipergunakan alat tradisional atau alat
konvensional yang pengoperasiannya tidak memerlukan bahan bakar minyak. Oleh karena itu,
kebutuhan energi pada sektor pertanian tersebut hanya terdiri atas kebutuhan bahan bakar minyak
yang dipergunakan untuk mengoperasikan alsintan. Sementara itu jumlah alat mesin pertanian pada
tahun 2000 dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2 memperlihatkan jumlah alat mesin pertanian di Provinsi Gorontalo pada 2000. Jumlah alat
mesin pertanian di provinsi tersebut sebenarnya merupakan data tahun 2002, namun mengingat
terbatasnya ketersediaan data pada tahun 2000 yang akan dipakai sebagai tahun dasar, data jumlah
alsintan tahun 2000 diasumsikan sama dengan data jumlah alsintan 2002. Provinsi Gorontalo pada
tabel tersebut telah mengalami pemekaran menjadi 3 kabupaten dan 1 kotamadya, sehingga data
jumlah alsintan di Provinsi Gorontalo hanya dapat diperoleh dengan menggabungkan data tersebut
dari tiga kabupaten yaitu Kodya Gorontalo, Kabupaten Gorontalo, dan Kabupaten Boalemo.
Secara umum jumlah alsintan di provinsi tersebut telah mengalami peningkatan, namun ada juga
yang mengalami penurunan jumlah seperti traktor roda 4 dan motor & power sprayer. Penurunan
jumlah alsintan dari tahun 1994 sampai tahun 2000 tersebut disebabkan banyak alsintan dan tidak
ada peremajaan penambahan alsintan baru yang disebabkan oleh krisis ekonomi. Sementara itu
penurunan jumlah traktor roda 4 kemungkinan disebabkan mobilitas jenis traktor tersebut sangat luas
dan kemungkinan traktor roda 4 tersebut dimiliki oleh perusahaan perkebunan, sehingga mudah
berpindah tempat hingga ke luar provinsi bergantung pada tempat perusahaan pemilik traktor
memiliki lahan garapan. Sementara itu menurunnya jumlah motor & power sprayer tahun 1994 dan
2000 di provinsi tersebut kemungkinan disebabkan terdesak oleh keberadaan alat penyemprot hama
yang dapat dioperasikan secara mekanis (pompa) yang tidak memerlukan bahan bakar minyak.
Pada periode waktu tersebut, beberapa jenis alsintan lainnya seperti traktor roda 2, power thresher,
RMU, dryer, dan pompa air mengalami peningkatan dalam jumlah. Peningkatan jumlah jenis alsintan
tersebut menunjukkan bahwa di provinsi tersebut terjadi peningkatan intensifikasi pertanian terutama
pertanian padi. Oleh karena itu secara komulatif jumlah alsintan di Provinsi Gorontalo dari tahun
1994 sampai 2000 relatif tidak mengalami peningkatan yang berarti. Rendahnya pertumbuhan
jumlah komulatif alsintan tersebut selain disebabkan oleh kecilnya kepemilikan lahan per petani dan
topografi tanah, juga kemungkinan disebabkan oleh faktor sosial, yaitu petani yang sudah terbiasa
menggunakan alat konvensional sukar beralih ke alat mesin pertanian untuk menggarap sawahnya.
Namun berdasarkan data yang tersedia selama periode tahun 1994 sampai dengan 2000, jumlah
komulatif alsintan di provinsi tersebut mencapai jumlah puncak maksimum pada tahun 1998 seperti
dapat dilihat pada Tabel 3.
Pompa
Kabupaten/ Traktor Traktor Roda 4 Power Air RMU Dryer Motor&Power
Kodya Roda 2 Mini Medium Big Tresher Sprayer
(unit) (unit) (unit) (unit) (unit) (unit) (unit) (unit) (unit)
Kodya
Gorontalo 33 3 0 0 50 5 26 15 0
Kab. Gorontalo 254 21 12 6 375 160 75 61 65
Total 287 24 12 6 425 165 101 76 65
Sumber: BPS. Survei Pertanian. 1998.
Jumlah alat dan alsintan di Provinsi Gorontalo pada tahun 1998 merupakan jumlah komulatif alsintan
terbanyak di provinsi tersebut selama periode tahun 1994 sampai 2000, sehingga jumlah alsintan
pada tahun tersebut dapat dipergunakan sebagai acuan untuk memperkirakan jumlah alsintan pada
tahun-mendatang, kecuali ada rencana pembukaan lahan pertanian baru di provinsi tersebut. Oleh
karena itu jumlah alsintan di Provinsi Gorontalo pada tahun 1998 dapat dipergunakan sebagai
perkiraan kisaran kemampuan maksimum dayadukung Provinsi Gorontalo untuk menggunakan alat
mesin pertanian di masa datang.
Dalam waktu yang akan datang atau 15 tahun yang akan datang, jumlah alat mesin pertanian
seharusnya diperkirakan akan meningkat terus sesuai dengan pesatnya populasi penduduk yang
menuntut pesatnya produksi pertanian untuk memenuhi kebutuhan pangan. Oleh karena itu
intensifikasi pertanian melalui penyediaan alat mesin pertanian di Gorontalo untuk meningkatkan
produksi pertanian perlu dipertimbangkan, karena penyediaan lahan pertanian di provinsi tersebut
diperkirakan akan semakin terbatas. Namun tanpa mengenyampingkan aspek teknis dan ekonomis
yang meliputi topografi dan kecilnya kepemilikan lahan yang dapat mempengaruhi pengembangan
penggunaan alat dan mesin pertanian di Gorontalo. Berdasarkan hasil perkiraan Model LEAP
perkiraan jumlah alat dan mesin pertanian di Gorontalo pada tahun 2015 dapat dilihat pada Tabel 4
TABEL 4 PERKIRAAN JUMLAH ALAT DAN MESIN PERTANIAN DI PROVINSI GORONTALO 2015.
Pompa Motor&
Kabupaten/ Traktor Traktor Roda 4 Power Air RMU Dryer Power
Kodya Roda 2 Mini Medium Big Tresher Sprayer
(unit) (unit) (unit) (unit) (unit) (unit) (unit) (unit) (unit)
Kodya Gorontalo 43 3 0 3 37 12 20 5 5
Kab. Gorontalo 58 17 3 5 22 33 11 15 20
Kab. Boalemo 122 4 5 3 161 91 58 23 19
Kab. Pohuwato 72 3 2 4 120 42 49 7 10
Total Provinsi 295 27 10 15 340 178 138 50 54
Sumber: Keluaran Model LEAP.
Berdasarkan hasil Model LEAP, jumlah alat dan mesin pertanian pada tahun 2015 diperkirakan akan
sedikit meningkat dibandingkan jumlah alsintan pada tahun-tahun sebelumnya, bahkan secara
kumulatif jumlah semua jenis alsintan diperkirakan mengalami kenaikan sedikit lebih besar daripada
jumlah alsintan pada tahun 1998. Rendahnya peningkatan jumlah alsintan tahun 2015 tersebut
diperkirakan dipengaruhi aspek-aspek teknis, ekonomis, dan sosial. Sebagai contoh, topografi tanah
Gorontalo adalah berbukit sehingga secara teknis relatif sulit dipergunakan alat mesin pertanian;
kepemilikan lahan garapan per petani relatif kecil, sehingga akan mempengaruhi efisiensi atau
keekonomian penggunaan alat mesin pertanian; serta para petani yang biasa menggunakan alat
tradisional secara turun temurun relatif sulit mengubah alat yang biasa digunakannya ke alat
bermesin. Selain itu, adanya pilihan alat pertanian lain yang lebih murah seperti keberadaan alat
pertanian mekanis seperti alat penyemprot hama yang dioperasikan dengan pompa yang tidak
memerlukan bahan bakar minyak juga akan mempengaruhi rendahnya jumlah pemakai motor dan
power sprayer.
Dalam memperkirakan kebutuhan bahan bakar minyak untuk alat alsintan di Provinsi Gorontalo
dipergunakan asumsi bahwa setiap alat mesin pertanian yang ada dioperasikan secara maksimal
sesuai dengan peruntukkannya. Perkiraan kebutuhan bahan bakar minyak untuk alat mesin
pertanian tidak didasarkan pada luas lahan yang diolah dengan menggunakan alsintan (covering
area), karena tidak adanya data luas lahan pertanian yang diolah dengan menggunakan alat mesin
pertanian, maupun tidak ada data luas lahan yang diolah dengan menggunakan alat tradisional atau
konvensional.
Jenis Alat Bahan Jam Operasi Konsumsi Hari Kerja/ Covering Area
2
Bakar (jam/tahun) Energi Rata Musim (Ha/musim)
(liter/jam) (hari/musim)
Traktor Roda 2 M. Solar 600 - 750 1,1 50 - 60 20 - 30
Traktor Roda 4 M. Solar 1440 - 1800 2,8 100 - 120 40 - 60
Power Thresher M. Solar 750 1,1 25 33
Power Sprayer Premium 1000 1,0 15 21 - 26
Pompa Air M. Solar 750 1,1 50 4 - 60
RMU M. Solar 1800 1,3 50 60
Dryer M.Solar & 600 1,1 30 13
M.Tanah 600 6
Sumber: Direktorat Alat dan Mesin, Ditjen. Bina Sarana Pertanian. 29 Juni 2001.
Keterangan: Traktor roda empat: 0,11 liter per PK per jam (Wage, M. 2001)
Informasi data yang diperlukan untuk membuat perkiraan kebutuhan BBM untuk alsintan tersebut
selain data jumlah unit alat mesin pertanian, juga data intensitas energi dari setiap jenis alat mesin
pertanian yang meliputi konsumsi bahan bakar dari setiap jam pengoperasian dan jam operasi setiap
tahun seperti dapat dilihat pada Tabel 5. Berdasarkan data tersebut kebutuhan bahan bakar setiap
tahun dari setiap jenis alat pertanian dapat diperkirakan. Sementara itu informasi lainnya pada tabel
tersebut seperti covering area dapat dipergunakan untuk mengetahui perkiraan luas areal pertanian
yang dapat diolah dan atau dikerjakan oleh alat mesin pertanian.
Tabel 5 memperlihatkan kemampuan operasi dan konsumsi bahan bakar dari berbagai jenis alat
mesin pertanian. Sebagian besar dari alat mesin pertanian tersebut menggunakan jenis bahan bakar
minyak solar, dan sisanya adalah premium. Sementara itu minyak tanah hanya dipergunakan
sebagai bahan bakar untuk pemanas pada dryer. Dryer tersebut juga menggunakan minyak solar
untuk bahan bakar motor penggeraknya. Berdasarkan tabel tersebut kebutuhan bahan bakar dari
setiap jenis dapat dihitung yang hasilnya seperti berikut.
1) Traktor roda dua kebutuhan bahan bakarnya adalah 660 liter/tahun.
2) Traktor roda empat yang terdiri atas;
! Mini (20 PK) kebutuhan bahan bakarnya 3168 liter/tahun.
! Medium (25 PK) kebutuhan bahan bakarnya 3969 liter/tahun
! Big (50 PK) kebutuhan bahan bakarnya 7920 liter/tahun
3) Power thresher dan pompa air kebutuhan bahan bakarnya 825 liter/tahun
4) RMU (Rice Milling Unit) kebutuhan bahan bakarnya 2340 liter/tahun
5) Motor/Power Sprayer kebutuhan bahan bakarnya 1000 liter/tahun.
6) Dryer kebutuhan bahan bakarnya terdiri atas minyak solar 660 liter/tahun, dan minyak tanah 3600
liter/tahun.
Berdasarkan informasi tersebut, kebutuhan energi atau bahan bakar minyak untuk alat dan mesin
pertanian di Provinsi Gorontalo dapat diperkirakan yang hasilnya dapat dilihat pada Tabel 6, Tabel 7,
dan Tabel 8.
TABEL 6 KEBUTUHAN BAHAN BAKAR MINYAK UNTUK ALAT MESIN PERTANIAN 1994
(KL)
Motor&
Kabupaten/ Traktor Traktor Roda 4 Power Pompa RMU Dryer Power
Kodya Roda 2 Mini Med. Big Thresher Air Solar M. Tanah Sprayer
Kodya
Gorontalo 3,96 31,68 0,00 15,84 10,73 0,00 79,56 6,60 36,00 22,00
Kab. Gorontalo 99,66 259,78 43,56 245,52 221,93 10,73 166,14 0,00 0,00 40,00
Total 103,62 291,46 43,56 261,36 232,65 10,73 245,70 6,60 36,00 62,00
Sumber: Hasil perhitungan.
Tabel 6 memperlihatkan bahwa sebagian besar dari bahan bakar yang dipergunakan untuk alat
mesin pertanian di Provinsi Gorontalo pada tahun 1994 adalah minyak solar yang mencapai total
sekitar 1196 kiloliter. Sebagian besar dari minyak solar tersebut dipergunakan oleh traktor roda 4,
terutama traktor roda 4 mini (20 PK) yang mencapai 24%, dan traktor roda 4 big (50 PK) yang
mencapai 22%, sedangkan RMU dan power thresher masing-masing menggunakan 21% dan 19%
dari total minyak solar yang dikonsumsi oleh alsintan. Traktor roda 4 tersebut penggunaannya
sangat luas, sehingga bukan saja dipergunakan untuk pertanian saja, tetapi juga untuk perkebunan
besar, sehingga lebih aktifnya penggunaan traktor roda 4 bukan saja menunjukkan meningkatnya
sektor pertanian saja, tetapi juga meningkatnya sektor perkebunan di Gorontalo. Sementara itu
premium yang semuanya dipergunakan hanya oleh motor dan power sprayer, sedangkan minyak
tanah semuanya dipergunakan untuk pemanas pada dryer. Penggunaan bahan bakar alsintan
diperkirakan masih tetap akan didominansi oleh minyak solar seperti diperlihatkan pada Tabel 7.
TABEL 7 KEBUTUHAN BAHAN BAKAR MINYAK UNTUK ALAT MESIN PERTANIAN 1998
(KL)
Tabel 7 menunjukkan bahwa kebutuhan energi untuk alsintan di Gorontalo pada tahun 1998
mencapai 1134 kiloliter minyak solar, 274 kiloliter minyak tanah, dan 65 kiloliter premium. Sebagian
besar dari atau sekitar 30% minyak solar tersebut dipergunakan untuk bahan bakar power thresher
atau mesin perontok padi. RMU (Rice Milling Unit) menggunakan sekitar 21%, sedangkan traktor
roda dua mengkonsumsi sekitar 17% minyak solar dari total minyak solar untuk alsintan pada tahun
1998. Besarnya penggunaan minyak solar untuk alsintan tersebut menunjukkan meningkatnya
kegiatan penggilingan padi yang menunjukkan pula meningkatnya produksi padi pada tahun 1998.
Bila konsumsi BBM untuk alsintan pada tahun 1998 tersebut dibandingkan dengan konsumsi BBM
pada tahun 1994, total konsumsi minyak solar mengalami penurunan, sedangkan konsumsi minyak
tanah mengalami peningkatan sampai lebih tujuh kali lipat, sedangkan konsumsi premium relatif
tetap. Secara komulatif, konsumsi BBM tahun 1998 tersebut lebih tinggi daripada konsumsi BBM
tahun 1994.
TABEL 8 KEBUTUHAN BAHAN BAKAR MINYAK UNTUK ALAT MESIN PERTANIAN 2000
(KL)
Motor&
Kabupaten/ Traktor Traktor Roda 4 Power Pompa RMU Dryer Power
Kodya Roda 2 Mini Med. Big Thresher Air Solar M. Tanah Sprayer
Kodya Gorontalo 37,62 0,00 0,00 15,84 28,88 19,80 39,78 1,32 7,20 7,00
Kab. Gorontalo 10,56 0,00 0,00 134,64 13,20 24,75 18,72 5,28 28,80 16,00
Kab. Boalemo 79,20 0,00 0,00 55,44 126,23 78,38 128,70 1,98 10,80 15,00
Kab. Pohuwato 46,20 0,00 0,00 71,28 95,70 33,83 112,32 2,64 14,40 7,00
Total 173,58 0,00 0,00 277,20 264,00 156,75 299,52 11,22 61,20 45,00
Tabel 8 memperlihatkan kebutuhan BBM untuk alsintan tahun 2000 yang dipergunakan sebagai
tahun dasar untuk memperkirakan kebutuhan BBM pada masa yang akan datang. Bila dibandingkan
dengan penggunaan BBM tahun 1994, secara kumulatif total kebutuhan BBM untuk alsintan pada
tahun 2000 relatif menurun, minyak solar meskipun tetap mendominasi kebutuhan bakar untuk
alsintan, mengalami penurunan dari 1.196 kiloliter menjadi 1.182 kiloliter. Demikian juga
penggunaan bensin atau premium untuk motor/power sprayer mengalami penurunan dari 62 kiloliter
menjadi 45 kiloliter, sedangkan penggunaan minyak tanah pada periode tahun tersebut meningkat
dari 36 kiloliter menjadi 61 kiloliter. Penurunan komulatif penggunaan bahan bakar minyak tersebut
kemungkinan disebabkan adanya krisis ekonomi, sehingga para petani lebih suka memilih alat
pertanian tradisional atau konvensional yang relatif lebih murah.
Dalam periode waktu tahun 1994 sampai dengan 2000, total kebutuhan BBM untuk alsintan 1998,
merupakan puncaknya. Minyak solar untuk alsintan pada tahun 2000 sebagian besar dipergunakan
untuk bahan bakar RMU, yaitu 25%. Minyak solar untuk traktor 4 roda big (50 PK) dan power
thresher juga cukup besar pangsanya, yaitu masing-masing 23% dan 22%. Meningkat dan besarnya
konsumsi bahan bakar untuk power thresher dan RMU tersebut menunjukkan peningkatan produksi
padi di Provinsi Gorontalo. Besarnya kegiatan penggilingan padi tersebut kemungkinan juga adanya
produksi padi yang diolah dari hasil sawah atau ladang yang diolah dengan menggunakan alat
konvensional seperti bajak dan cangkul. Sementara itu perkiraan kebutuhan BBM untuk alsintan di
provinsi tersebut untuk tahun-tahun yang akan datang sampai tahun 2015 diproyeksikan dengan
menggunakan Model LEAP. Kebutuhan BBM pada tahun 2015 tersebut dapat dilihat pada Tabel 9.
Berdasarkan Model LEAP, kebutuhan BBM untuk alat dan mesin pertanian di provinsi Gorontalo
menunjukkan peningkatan, yaitu kebutuhan minyak solar meningkat dengan pertumbuhan rata-rata
0,22 % per tahun, kebutuhan minyak tanah meningkat dengan pertumbuhan 7,45% per tahun, dan
kebutuhan premium meningkat dengan pertumbuhan 1,22% per tahun, sehingga menjadi 1.222
kiloliter, minyak tanah menjadi 180 kiloliter, dan premium menjadi 54 kiloliter. Sebagian besar dari
minyak solar dipergunakan untuk bahan bakar RMU (26%), power thresher (23%), dan traktor roda
dua (16%).
Dari tahun 1994 sampai tahun 2015, secara umum konsumsi BBM untuk alat mesin pertanian
diperkirakan relatif kecil bila dibandingkan dengan kebutuhan BBM untuk sektor-sektor lainnya.
sehingga tidak perlu pasokan atau penyediaan khusus untuk memenuhi kebutuhan BBM pada sektor
pertanian. Sebagai contoh pada tahun 2000, kebutuhan BBM yang paling besar adalah minyak solar
yang kebutuhannya untuk alsintan mencapai 1.182 kiloliter atau hanya sekitar 7,80% dari total
pasokan minyak solar untuk SPBU dari Pertamina di Gorontalo pada tahaun yang sama. Sementara
itu kebutuhan minyak tanah dan premium untuk sektor pertanian dapat dikatakan tak berarti bila
dibandingkan pasokan bahan bakar minyak tersebut dari Pertamina. Kebutuhan minyak tanah untuk
sektor tersebut hanya 61 kiloliter atau sekitar 0,23% dari total pasokan minyak tanah untuk rumah
tangga dari Pertamina, sedangkan kebutuhan premium untuk sektor pertanian hanya 45 kiloliter atau
0,16% dari pasokan premium untuk SPBU di provinsi tersebut.
5 KESIMPULAN.
1. Kebutuhan energi pada sektor pertanian diperkirakan berdasarkan jumlah alat mesin
pertanian (alsintan) dan intensitas energi dari setiap alat mesin pertanian tersebut. Alsintan
tersebut terdiri atas alat mesin pengolah tanah, pemelihara tanaman, dan pengolah hasil
pertanian yang meliputi traktor roda 2, traktor roda 4, power thresher, rice milling unit (RMU),
pompa air, dryer, dan motor/power sprayer, sedangkan intensitas energi merupakan
konsumsi bahan bakar per satuan waktu dari alsintan yang diperoleh berdasarkan perkalian
antara konsumsi bahan bakar (minyak solar, premium, dan minyak tanah) per satuan waktu
dengan waktu pengoperasian per tahun dari alsintan.
2. Jumlah alat mesin pertanian di Provinsi Gorontalo dari tahun 1994 sampai 2000 secara
komulatif tidak mengalami peningkatan yang berarti. Dalam periode tahun tersebut, jumlah
umlah komulatih alsintan terbanyak terjadi pada tahun 1998. Jumlah alsintan pada periode
tahun tersebut dipergunakan sebagai pasokan data untuk Model LEAP untuk diperkirakan
jumlah alsintan di provinsi tersebut dari 2000 sampai dengan 2015. Kecilnya pertumbuhan
jumlah alsintan di Provinsi Gorontalo diperkirakan disebabkan oleh beberapa kendala antara
lain adanya alat pertanian konvensional yang relatif murah, kepemilikan lahan oleh setiap
petani relatif kecil, dan keadaan topografi tanah di Gorontalo berbukit.
3. Pertumbuhan kebutuhan energi yang terdiri atas minyak solar, premium, dan minyak tanah
untuk alsintan pada sektor pertanian adalah berbanding lurus atau sejalan dengan
peningkatan jumlah alsintan, karena intensitas energi dari setiap jenis alsintan dari tahun ke
tahun diasumsikan konstan. Kebutuhan BBM untuk alsintan relatif kecil bila dibandingkan
dengan pasokan BBM dari Pertamina. Seperti pada tahun 2000; kebutuhan minyak solar
untuk alsintan adalah sekitar 7,8% dari total pasokan minyak solar untuk sektor transportasi
yang disalurkan melalui SPBU, kebutuhan minyak tanah untuk alsintan 0,23% dari pasokan
minyak tanah untuk sektor rumahtangga yang disalurkan melalui APMT (Agen Penyalur
Minyak Tanah); dan kebutuhan premium untuk alsintan adalah 0,16% dari pasokan premium
untuk sektor transportasi yang disalurkan melalui SPBU.
4. Meskipun jumlah maupun pangsa kebutuhan BBM untuk alsintan tersebut relatif kecil, namun
pemenuhan kebutuhan BBM untuk alsintan tersebut tidak dapat diabaikan, karena
mempunyai peranan penting dalam menunjang pembangunan ekonomi melalui
pembangunan pertanian di Provinsi Gorontalo, yaitu sebagian besar dari struktur ekonomi
atau PDRB (Pendapatan Domestik Regional Bruto) provinsi tersebut disumbang oleh sektor
pertanian.
5. Terbatasnya pasokan BBM baik untuk sektor transportasi maupun untuk sektor rumahtangga
akan berdampak terhadap penyediaan BBM untuk sektor pertanian, sedangkan kebutuhan
BBM pada semua sektor semakin meningkat, sehingga untuk menjamin kelancaran pasokan
BBM perlu perencanaan energi untuk yang akan dating. Berdasarkan perkiraan kebutuhan
energi jangka panjang dengan menggunakan Model LEAP, kebutuhan BBM atau energi
untuk alat mesin pertanian dari tahun 2000 sampai dengan 2015 diperkirakan akan
meningkat dan sebagian besar dari BBM yang dipergunakan adalah minyak solar, disusul
oleh minyak tanah dan premium.
6. Dari tahun 2000 sampai 2015 tersebut, kebutuhan minyak tanah untuk alsintan diperkirakan
akan mempunyai peningkatan yang paling pesat dengan pertumbuhan rata-rata 7,48% per
tahun atau meningkat dari 61 kiloliter menjadi 180 kiloliter, kebutuhan premium akan
meningkat dari 45 kiloliter menjadi 54 kiloliter atau meningkat dengan pertumbuhan rata-rata
1,22% per tahun, sedangkan kebutuhan minyak solar akan meningkat dari 1.182 kiloliter
menjadi 1222 kiloliter atau meningkat dengan pertumbuhan rata-rata 0,22% per tahun.
Analisis kebutuhan energi pada sektor pertanian mempunyai peranan penting dalam
mengantisipasi besarnya kebutuhan energi yang akan datang untuk menghindari
terganggunya pasokan energi atau BBM untuk sektor pertanian sebagai tulang punggung
ekonomi Provinsi Gorontalo.
DAFTAR PUSTAKA.
1. BPS. Survei Pertanian, Alat-alat Pertanian Menurut Provinsi dan Kabupaten di Indonesia.
1994. Desember 1995.
2. BPS. Survei Pertanian, Alat-alat Pertanian Menurut Provinsi dan Kabupaten di Indonesia.
1995. Desember 1996.
3. BPS. Survei Pertanian, Alat-alat Pertanian Menurut Provinsi dan Kabupaten di Indonesia.
1996. Februari 1998.
4. BPS. Survei Pertanian, Alat-alat Pertanian Menurut Provinsi dan Kabupaten di Indonesia.
1997. April 1999
5. BPS. Survei Pertanian, Alat-alat Pertanian Menurut Provinsi dan Kabupaten di Indonesia.
1998. Agustus 2000
6. BPS. Survei Pertanian. Alat-alat Pertanian Menurut Provinsi dan Kabupaten di Indonesia.
1999. Desember 2000.
7. BPS Provinsi Gorontalo. Provinsi Gorontalo Dalam Angka 2001. Juli, 2002.
8. Dinas Pertanian Kabupaten Boalemo. Data Jumlah Alat Mesin Pertanian Kabupaten Boalemo
tahun 2002. 2003.
9. Dinas Pertanian Kabupaten Gorontalo. Data Jumlah Alat Mesin Pertanian Kabupaten
Gorontalo tahun 2002. 2003.
10. Dinas Pertanian Kodya Gorontalo. Data Jumlah Alat Mesin Pertanian Kota Madya Gorontalo
tahun 2002. 2003.
11 Direktorat Alat dan Mesin, Ditjen. Tanaman Pangan. Himpunan Hasil Pengujian Alat
Pengolahan Tanah. 1992.
12. Direktorat Alat dan Mesin, Ditjen. Tanaman Pangan. Data Perkiraan Penggunaan Bahan Bakar
untuk Alat Mesin Pertanian. 2001.
13. Pertamina UPMS VII. Depot Gorontalo, Laporan Bulanan Penyaluran BBM Menurut Sektor
2002-2003. 2003
Abstract
Gorontalo Province has abundace fishery sources, however the current rate of fishery
production is relatively low. In the future, it is expected that more powered engine fishery
ship is available, eventhough the other traditional types of fishery equipment remain
dominant tool for fishing
Based on the current fishery equipment used, energy consumption in fishery sector can be
calculated. Then, LEAP model is used to estimate future energy demand of fishery sector in
Gorontalo Province.
1 PENDAHULUAN
Provinsi Gorontalo yang terletak dibagian utara Pulau Sulawesi dengan luas 12.215,44 km2 memiliki
total panjang garis pantai kira-kira 590 km. Pantai tersebut merupakan batas sebelah utara Provinsi
Gorontalo dengan Laut Sulawesi dan batas sebelah selatan Provinsi Gorontalo dengan Teluk Tomini.
2 2
Luas total perairan laut adalah sekitar 50.500 km , dimana kira-kira seluas 10.500 km berupa
2
perairan teritorial (12 mil dari pantai) dan seluas 40.000 km berupa perairan Zona Ekonomi Eksklusif
(ZEE). Dari perairan laut tersebut, diperkirakan terdapat potensi ikan sebesar 82.200 ton ikan per
tahun. Sementara itu dari budidaya laut, berupa rumput laut, ikan karang, teripang dan mutiara
terdapat potensi sebesar kira-kira 57.400 ton per tahun, sedangkan dari budidaya perairan Danau
1
Limboto maupun perikanan darat terdapat potensi sebesar 12.200 ton ikan per tahun .
Sektor perikanan berdasarkan pengelompokan yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik (BPS)
merupakan bagian dari kelompok pertanian. Berdasarkan data statistik yang dikeluarkan oleh BPS
Provinsi Gorontalo, sektor perikanan memberikan kontribusi terhadap Pendapatan Domestik
Regional Bruto (PDRB) rata-rata sekitar 3,5% berdasarkan harga konstan 1999-2001.
Upaya meningkatkan kontribusi sektor perikanan terhadap PDRB akan mendorong aktivitas di sector
tersebut dan selanjutnya akan meningkatkan pemakaian energinya. Pemakaian energi pada sektor
perikanan dapat dikelompokan atas dua jenis yaitu untuk mesin penggerak dan untuk penerangan.
Pada mesin penggerak digunakan premium dan minyak solar sebagai bahan bakar sarana
penangkapan ikan, sedangkan untuk penerangan pada sarana dan peralatan penangkapan ikan
digunakan minyak tanah sebagai bahan bakar.
Proyeksi kebutuhan energi dimasa mendatang dianalisis dengan menggunakan Model Long-range
Energy Alternative Planning System (LEAP). Model LEAP dalam memperkirakan kebutuhan energi
di masa mendatang didasarkan pada riwayat perkembangan pemakaian energi di masa lalu, jenis
peralatan yang menggunakan energi tersebut dan intensitas energinya.
Makalah penelitian ini menganalisis kebutuhan energi sektor perikanan, melalui diskusi dengan
instansi terkait, survei dan pengamatan terhadap keadaan sektor perikanan di Provinsi Gorontalo
pada saat ini, seperti jumlah hasil penangkapan ikan, sarana dan peralatan penangkapan ikan yang
digunakan, intensitas pemakaian energi pada sarana dan peralatan penangkapan ikan serta
menganalisis proyeksi kebutuhan energi di sektor perikanan dimasa mendatang.
Metodologi yang digunakan dalam penelitian kebutuhan energi untuk sektor perikanan di Provinsi
Gorontalo adalah dengan mengambil tahun dasar 2000. Adapun tahapan pelaksanaannya adalah
sebagai berikut:
3) Pengumpulan dan evaluasi data intensitas pemakaian energi untuk sarana dan peralatan
penangkap ikan.
Intensitas pemakaian energi untuk sarana dan peralatan penangkap ikan dibedakan berdasarkan
jenis sarana dan peralatan penangkap ikan serta kegunaannya. Karena tidak tersedianya data
intensitas pemakaian energi, maka diasumsikan sama dengan intensitas energi dari Study on the
Assessment of Oil Fuel Consumption in Indonesia on 2002 dengan mempertimbangkan kondisi
yang ada di Provinsi Gorontalo. Kemudian intensitas pemakaian energi ini diasumsikan tetap
selama kurun waktu 15 tahun dari tahun 2000 sampai dengan 2015.
4) Analisis konsumsi energi (KE) pada saat ini dan proyeksi kebutuhan energi di masa mendatang
dengan menggunakan model LEAP.
Analisis konsumsi energi saat ini didasarkan pada jumlah sarana maupun peralatan penangkap
ikan per jenis energi per kegunaannya (JS&P) dikalikan dengan intensitas pemakaian energi (IE)
per jenis energi dikalikan dengan aktivitas penggunaannya per tahun (AP). Sedangkan proyeksi
kebutuhan bahan bakar di sektor perikanan dianalisis dengan menggunakan model LEAP yang
bekerja atas dasar perkiraan jumlah sarana maupun peralatan hingga tahun 2015 dan intensitas
energi per jenis energi tahun 2000 dengan menggunakan persamaan 1 dan 2.
Keterangan:
mt = minyak tanah
p = premium
s = minyak solar
Pembahasan hasil penelitian dibedakan atas keadaan sektor perikanan saat ini dan dimasa datang.
Keadaan sektor perikanan saat ini didasarkan dari hasil diskusi dengan instansi terkait, survei dan
pengamatan terhadap jumlah hasil penangkapan ikan, sarana dan peralatan penangkapan ikan,
intensitas pemakaian energi pada sarana dan peralatan penangkapan ikan. Sedangkan keadaan di
masa datang dianalisis berdasarkan hasil keluaran model LEAP, seperti proyeksi kebutuhan energi
selama kurun waktu 15 tahun dari tahun 2000 sampai dengan 2015.
Perikanan di Provinsi Gorontalo berdasarkan asal penangkapannya terbagi atas perikanan laut dan
perikanan darat. Pada perikanan laut, secara umum ikan diperoleh dengan melakukan penangkapan
di laut lepas. Jenis tangkapannya adalah ikan, binatang berkulit keras, binatang berkulit lunak dan
binatang air lainnya. Komposisi hasil penangkapan dari perikanan laut pada tahun 2001 ditunjukkan
pada Tabel 1.
Jenis Jumlah
(Ton) (%)
Ikan 22079,0 98,5
Binatang berkulit keras 188,3 0,8
Binatang berkulit lunak 96,4 0,4
Binatang air lainnya 49,3 0,2
Total 22413,0 100,0
Sumber: Pustaka 2
Pada perikanan darat, ikan diperoleh dari dua sumber, yaitu penangkapan di perairan umum dan
hasil budidaya. Penangkapan ikan di perairan umum di provinsi ini biasanya dilakukan di Danau
Limboto, sedangkan hasil budidaya berasal dari tambak, kolam, karamba dan sawah. Komposisi
hasil perikanan darat pada tahun 2001 dapat dilihat pada Tabel 2.
Jenis Jumlah
(Ton) (%)
Perairan umum 815,0 62,5
Tambak 127,5 9,8
Kolam 36,3 2,8
Karamba 317,3 24,3
Sawah 8,5 0,7
Total 1304,6 100,0
Sumber: Pustaka 2
Berdasarkan data hasil penangkapan ikan dari perikanan laut (Tabel 1) dan perikanan darat (Tabel 2)
dapat dikatakan bahwa kira-kira 94,5% hasil penangkapan ikan di Provinsi Gorontalo berasal dari
perikanan laut, sedangkan sisanya sebesar 5,5% berasal dari perikanan darat. Beberapa jenis
utama ikan yang ditangkap adalah layang, kebung, selar, tembang, teri, tongkol/cakalang dan tengiri.
Data hasil penangkapan ikan di Kota Gorontalo, Kabupaten Gorontalo dan Kabupaten Boalemo yang
dikeluarkan oleh BPS merupakan acuan dalam menghitung jumlah hasil tangkapan ikan diseluruh
Provinsi Gorontalo.
Total hasil perhitungan jumlah ikan yang ditangkap, baik perikanan laut maupun darat, dari seluruh
Provinsi Gorontalo selama 12 tahun, yaitu 1989-2001 dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel ini
memperlihatkan laju pertumbuhan rata-rata jumlah hasil penangkapan ikan di Provinsi Gorontalo
selama jangka waktu 1989-2001 adalah sebesar 1,3%.
Produksi
Periode (ton)
1989 20.104
1990 20.202
1991 20.249
1992 20.391
1993 18.319
1994 21.191
1995 21.521
1996 22.536
1997 21.745
1998 19.699
1999 20.740
2000 21.424
2001 23.538
Pertumbuhan 1,3%
Sumber: Diolah dari Pustaka 2 dan 3
Apabila dibandingkan dengan potensi perikanan laut sebanyak 82.200 ton ikan per tahun yang
terdapat di perairan sekitar Provinsi Gorontalo, jumlah hasil perikanan laut hanyalah berkisar antara
18 - 27% dari potensi perikanan laut yang ada. Sementara itu bila dibandingkan dengan potensi
perikanan darat sebanyak 12.200 ton ikan per tahun, jumlah hasil perikanan darat hanyalah berkisar
antara 7 - 10% dari potensi yang ada.
Secara umum, sarana yang dimaksud dalam kajian ini adalah alat penangkap ikan yang memiliki
energi baik bahan bakar maupun tenaga manusia untuk berpindah. Sementara itu peralatan lebih
bersifat statis dan tidak memiliki energi sendiri untuk berpindah. Jumlah sarana maupun peralatan
yang digunakan pada tahun 2001 dapat dilihat pada Tabel 4.
Berdasarkan data tahun 2001, Provinsi Gorontalo masih terdiri dari Kabupaten Boalemo, Kabupaten
Gorontalo dan Kotamadya Gorontalo. Pada saat ini Kabupaten yang ada di Provinsi Gorontalo telah
dimekarkan, sehingga Kabupaten Boalemo telah berkembang menjadi Kabupaten Boalemo dan
Kabupaten Pahuwato, sedangkan Kabupaten Gorontalo telah berkembang menjadi Kabupaten
Gorontalo dan Kabupaten Bone Bolango.
Meskipun demikian, pemekaran ini tidak berpengaruh terhadap hasil analisa, karena analisa ini
bersifat menyeluruh untuk Provinsi Gorontalo, tidak mengkaji secara rinci di Kabupaten mana
sesungguhnya sarana maupun peralatan penangkapan ikan tersebut berada.
Untuk keperluan proyeksi kebutuhan energi disektor perikanan, hanya sarana dan peralatan
penangkap ikan yang menggunakan energi yang akan diteliti lebih lanjut. Berdasarkan pemakaian
energinya, pemakaian energi pada sektor perikanan dikelompokan atas dua jenis kegiatan yaitu
untuk mesin penggerak dan untuk penerangan.
Dalam penelitian ini diasumsikan bahwa untuk keperluan mesin penggerak, seluruh kebutuhan
premium digunakan untuk perahu motor tempel, sedangkan seluruh kebutuhan minyak solar
digunakan untuk kapal motor.
Intensitas pemakaian premium maupun minyak solar dihitung berdasarkan jumlah perjalanan per
perahu per tahun dan jumlah pemakaian bahan bakar per perjalanan sesuai dengan data rata-rata di
8
Indonesia yang diperoleh dari hasil survey BPPT maupun ITB . Data tentang spesifik pemakaian
premium dan minyak solarl pada sarana penangkapan ikan ditunjukkan pada Tabel 5.
Untuk keperluan penerangan digunakan lampu petromak, dimana lampu tersebut menggunakan
minyak tanah sebagai sumber energinya. Asumsi dalam pemakaian minyak tanah untuk lampu
petromak adalah 2 liter minyak tanah per lampu petromak per hari dengan waktu pemakaian 20 hari
8
per bulan selama 10 bulan setiap tahunnya . Jenis sarana dan peralatan penangkap ikan serta
jumlah lampu petromak yang digunakan per sarana maupun per peralatan tersebut dapat dilihat pada
Tabel 6.
Seperti yang telah dijelaskan pada bab terdahulu, untuk memproyeksikan kebutuhan energi di sektor
perikanan digunakan model LEAP dengan mengambil tahun dasar tahun 2000. Masukan yang
diperlukan model LEAP pada sektor perikanan adalah jumlah sarana dan peralatan penangkapan
ikan per jenis alat, lamanya pemakaian sarana dan peralatan penangkapan ikan serta intensitas
energi per jenis energi per aktivitas.
Mengingat data jumlah sarana dan peralatan penangkapan ikan yang tersedia adalah untuk tahun
2001, perhitungan jumlah sarana dan peralatan penangkapan ikan yang ada pada tahun 2000
diperkirakan berdasarkan hasil ekstrapolasi terhadap data tahun 2001. Selanjutnya dengan
menentukan beberapa parameter seperti tingkat pertumbuhan jumlah hasil tangkapan ikan dan laju
pertumbuhan penduduk dapat diperkirakan besarnya laju pertumbuhan jumlah sarana dan peralatan
penangkapan ikan.
Tingkat pertumbuhan jumlah hasil penangkapan ikan dihitung berdasarkan hasil penangkapan dari
tahun-tahun yang telah lalu (lihat Tabel 3). Berdasarkan Tabel 3, diperkirakan selama kurun waktu
12 tahun yaitu dari 1989 sampai 2001 tingkat pertumbuhan hasil tangkapan ikan rata-rata adalah
sebesar 1,3%. Sedangkan laju pertumbuhan penduduk Provinsi Gorontalo dalam jangka waktu 10
tahun yaitu mulai 1990 hingga 2000 meningkat sebesar 1,74%2.
Berdasarkan laju pertumbuhan kedua parameter tersebut, dapatlah ditetapkan peningkatan jumlah
sarana dan peralatan yang diperlukan untuk menangkap ikan. Diperkirakan peningkatan jumlah kapal
motor berbahan bakar minyak solar sebesar 3,0% per tahun. Perkiraan tersebut juga didasarkan
pada asumsi bahwa kapal jenis ini akan dimiliki oleh nelayan yang bermodal kuat. Keuntungan dari
kapal jenis ini adalah daya jelajahnya yang lebih jauh dan dapat lebih lama tinggal dilaut, sehingga
dapat diperoleh hasil penangkapan ikan yang lebih banyak.
Berlainan dengan kapal motor, terbatasnya jarak tempuh perahu motor tempel merupakan salah satu
kendala yang membatasi laju pertumbuhan jumlah perahu tersebut, karena jumlah kapal yang
berlebihan untuk wilayah yang sama akan mengurangi hasil tangkapan per perahu. Sementara itu,
bila perahu jenis ini beroperasi dekat pantai, hasil tangkapannya juga berkurang karena harus
bersaing dengan sarana dan peralatan penangkap ikan yang lain, seperti perahu tanpa motor, purse
seine, gillnet dan bagan. Perahu motor tempel umumnya dimiliki oleh para nelayan dan jumlah
perahu motor tempel ini diperkirakan meningkat dengan laju pertumbuhan rata-rata sebesar 1,0% per
tahun.
Dalam kegiatan penangkapan ikan menggunakan perahu tanpa motor, purse seine, gillnet dan bagan
dibutuhkan lampu petromak. Pemakaian lampu petromak akan meningkat seiring dengan
peningkatan jumlah sarana dan peralatan penangkap ikan yang menggunakan lampu jenis tersebut,
seperti perahu tanpa motor, purse seine, gillnet dan bagan. Jumlah lampu petromak yang diperlukan
oleh masing-masing sarana maupun peralatan penangkap ikan tersebut dapat dilihat pada Tabel 6.
Pemakaian sarana dan peralatan penangkap ikan jenis ini cukup intensif dimasa mendatang,
mengingat sarana dan peralatan jenis ini relatif murah biayanya sehingga dapat terjangkau oleh para
nelayan umumnya. Sesuai dengan laju pertumbuhan jumlah penduduk, maka diperkirakan jumlah
sarana dan peralatan penangkap ikan jenis ini akan meningkat dengan laju pertumbuhan rata-rata
sebesar 1,5% per tahun.
Selanjutnya jumlah sarana dan peralatan penangkapan ikan pada tahun 2000 serta perkiraan laju
pertumbuhan sarana dan peralatan penangkapan ikan digunakan sebagai masukan dalam model
LEAP untuk dapat diperkirakan jumlah sarana dan peralatan yang diperlukan di Provinsi Gorontalo
hingga tahun 2015. Jumlah sarana dan peralatan penangkap ikan berdasarkan hasil keluaran model
LEAP hingga tahun 2015 dapat dilihat pada Tabel 7.
Kemudian dengan memasukkan intensitas energi per jenis energi per jenis sarana dan peralatan
penangkap ikan kedalam model LEAP, dapatlah diperkirakan jumlah kebutuhan energi yang
diperlukan untuk sektor perikanan seperti ditunjukkan pada Tabel 8.
Jumlah kebutuhan BBM per jenisnya pada sektor perikanan dari tahun 2000 hingga tahun 2015
setiap tahunnya mengalami peningkatan, hal tersebut disebabkan hasil penangkapan ikan di Provinsi
Gorontalo saat ini dapat dikatakan masih belum optimal. Untuk mengoptimalkan penangkapan ikan
dibutuhkan peningkatan sarana dan peralatan yang akan mempengaruhi terhadap kebutuhan bahan
bakarnya. Premium merupakan jenis BBM yang paling dominan untuk memenuhi kebutuhan BBM di
sektor perikanan, khususnya untuk motor tempel, karena jumlah motor tempel di sektor ini sangat
besar. Sedangkan minyak tanah hanya digunakan sebagai penerangan sarana dan peralatan
penangkap ikan. Pemakaian bahan bakar yang paling kecil di sektor ini adalah minyak solar,
meskipun minyak solar mempunyai laju pertumbuhan pemakaian yang paling besar. Minyak solar
adalah jenis BBM yang hanya digunakan untuk bahan bakar kapal motor yang jumlahnya pada saat
ini relatif sedikit.
1. Secara umum sarana dan peralatan penangkap ikan yang ada pada saat ini masih bersifat
tradisional. Hal ini mengakibatkan terbatasnya wilayah dan ruang jelajah penangkap ikan
yang ada, sehingga membatasi jumlah ikan yang dapat diperoleh para nelayan.
2. Masih rendahnya hasil penangkapan dari perikanan laut bila dibandingkan potensi ikan yang
ada di daerah perairan Gorontalo merupakan suatu peluang untuk menanamkan investasi di
sektor perikanan.
3. Meningkatnya jumlah perahu motor dimasa mendatang akan mengatasi keterbatasan ruang
jelajah para nelayan dalam menangkap ikan. Hal ini akan meningkatkan hasil tangkapan
ikan, yang selanjutnya akan meningkatkan kesejahteraan para nelayan.
Daftar Pustaka :
1. Dinas Perindustrian dan Perdagangan Penanaman Modal, Pemerintah Provinsi Gorontalo. Peta
Industri dan Perdagangan, Oktober 2002
5. Dinas Perikanan dan Kelautan, Pemerintah Kabupaten Boalemo, Laporan Tahunan, Kegiatan
Pembangunan Perikanan dan Kelautan di Kabupaten Boalemo Tahun Anggaran 2002
6. Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Gorontalo 2002, Profil Perikanan Tangkap
7. Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Gorontalo 2002, Profil Danau Limboto
8. Institut Teknologi Bandung. Strudy on the Assessment of Oil Fuel Comsumption in Indonesia on
2002, Center for Research on Material and Energy, September 2001