Anda di halaman 1dari 36

LIPID

Kali ini saya akan membahas mengenai Lipid , apakah Lipid itu secara singkat Lipid adalah
sekumpulan senyawa yang memiliki ciri-ciri yang bersifat Hidrofobik. Sehingga , Lemak
tersebut tidak dapat bersatu dengan air , sehingga dapat dimanfaatkan sebagai cadangan
energi bagi tubuh .

Tujuan Praktikum

Praktikum ini bertujuan untuk mengetahui kelarutan lemak dalam berbagai solvent (zat
pelarut), penjenuhan, ketengikan, emulsi dan sifat lemak yang lain.

Tinjauan Pustaka

Lipid adalah sekumpulan senyawa di dalam tubuh yang memiliki ciri-ciri yang serupa dengan
malam, gemuk (grease), atau minyak. Karena bersifat hidrofobik, golongan senyawa ini dapat
dipakai tubuh sebagai sarana yang bermanfaat untuk berbagai keperluan. Misalnya jenis lipid
yang dikenal sebagai trigliserida berfungsi sebagai bahan bakar yang penting. Senyawa ini
sangat efisien untuk dipakai sebagai simpanan bahan penghasil energi karena terkumpul
dalam butir-butir kecil yang hampir-hampir bebas air, membuatnya jauh lebih ringan daripada
timbunan karbohidrat setara yang sarat air.

Jenis lipid yang lain lagi merupakan bahan structural yang penting. Kemampuan lipid jenis
ini untuk saling bergabung menyingkirkan air dan senyawa polar lain menyebabkannya dapat
membentuk membran sehingga memungkinkan adanya berbagai organisme yang kompleks.
Membran tersebut memisahkan satu sel dengan sel yang lain di dalam jaringan, serta
memisahkan berbagai organel di dalam sel menjadi ruangan-ruangan yang memiliki ciri
kimia tertentu sehingga dapat ditata dan diatur sendiri (Gilvery & Goldstein, 1996).

Lemak berkarakteristik sebagai biomolekul organik yang tidak larut atau sedikit larut dalam
air dan dapat diekstrasi dengan pelarut non-polar seperti chloroform, eter, benzene, heksana,
aseton dan alcohol panas. Di masa lalu, lemak bukan merupakan subjek yang menarik untuk
riset biokimia. Karena kesukarannya dalam meneliti senyawa yang tidak larut dalam air dan
berfungsi sebagai cadangan energi dan komponen struktural dari membran, lemak dianggap
tidak memiliki peranan metabolik beragam seperti yang dimiliki biomolekul lain, contohnya
karbohidrat dan asam amino.

Namun, dewasa ini, riset lemak merupakan subjek yang paling menawan dari riset biokimia,
khususnya dalam penelitian molekular mengenai membran. Pernah diduga sebagai struktur
lembam (inert), dewasa ini membran dikenal secara fungsional sebagai dinamik dan suatu
pengertian molekular dari fungsi selularnya merupakan kunci untuk menjelaskan berbagai
komponen biologi yang penting, contohnya, sistem transport aktif dan respon selular terhadap
rangsang luar (Armstrong, 1995). Jaringan bawah kulit di sekitar perut, jaringan lemak
sekitar ginjal mengandung banyak lipid terutama lemak kira-kira sekitar 90%, dalam jaringan
otak atau dalam telur terdapat lipid kira-kira sebesar 7,5-30% (Riawan, 1990).

Suatu asam lemak merupakan suatu rantai hodrokarbon dengan suatu gugusan karboksil
terminal, telah diidentifikasi lebih dari 70 asam lemak yang tersedia di alam. Walaupun asam
lemak berantai pendek, contohnya, asam lemak berantai empat-atau enam- adalah lazim
ditemukan, namun triasilgliserolutama ditemukan pada tumbuh-tumbuhan memiliki asam
lemak dengan jumlah atom karbon genap, dengan panjang 14 hingga 22 karbon. Asam lemak
jenuh tidak mengandung ikatan ganda C=C dalam strukturnya, sementara asam lemak tidak
jenuh memiliki satu atau lebih ikatan ganda, yang kadang-kadang berada dalam konfigurasi
geometris cis. Asam lemak tidak jenuh paling melimpah memiliki satu atau dua ikatan ganda
(masing-masing, asam lemak monoenoat dan dienoat); namun, asam lemak olefinik dengan
tiga (trienoat) dan empat (tetraenoat) ikatan ganda juga ditemukan secara alamiah
(Armstrong, 1995).

Tabel Komponen Lemak dan Titik Didih

Pada hakekatnya, asam lemak tidak jenuh memiliki titik lebur yang lebih rendah
dibandingkan asam lemak jenuh. Contohnya, asam lemak jenuh C 18 (asam stearat) memiliki
titih didih 70 oC; suatu bentuk monoenoat (asam oleat) melebur pada 13 oC dan suatu bentuk
dienoat (asam linoleat) pada -5 oC.

Triasilgliserol tumbuhan (minyak tumbuh-tumbuhan) adalah cair pada suhu ruang, karena
mereka memiliki proporsi asam lemak tidak jenuh yang lebih besar daripada triasilgliserol
hewan (contohnya, lemak babi), yang padat atau semi-padat pada suhu yang sama.

Perbedaan dalam kandungan asam lemak tidak jenuh ini mendapat banyak perhatian, karena
pengertian bahwa asupan harian yang berlebihan dari asam lemah jenuh dan kolesterol
berkaitan dengan terjadinya penyakit jantung.

Sebagai akibatnya, penasehat medis dan gizi menyarankan suatu penurunan dari lemah
hewan (dan kolesterol) dalam diet, dengan proporsi yang lebih tinggi dari asupan lemak
berupa triasilgliserol yang tinggi dalam asam lemak polyunsaturated, yaitu asam lemak yang
mengandung dua atau lebih ikatan ganda).

Asupan lemak yang lebih rendah juga merupakan kalori dari suatu diet, karena atas dasar
berat, lebih dari dua kali lipat kalori (energi) didapat dari lemak daripada karbohidrat dan
protein (Armstrong, 1995).

Molekul asam lemak memiliki daerah hidrofobik dan daerah hidrofilik sekaligus. Dua sifat
yang saling bertolak belakang dalam satu molekul inilah yang umumnya mendasari berbagai
fungsi biologis lipid. Ekor hidrokarbon asam lemak cenderung saling berkumpul sedemikian
rupa sehingga hanya sedikit saja berhubungan dengan air.. Sebaliknya, gugus karboksilnya,
karena bersifat polar, cenderung untuk berhubungan dengan lingkungan sekitar yang terutama
terdiri atas air (Gilvery and Goldstein, 1996).

Lemak merupakan komponen utama dari membrane sistem kehidupan, Dua tipe lemak yang
dapat tersaponifikasi dalam membrane memiliki suatu gugusan fosfat dalam strukturnya dan
dengan demikian disebut fosfolipid.
Salah satu jenis memiliki gliserol sebagai senyawa induk (fosfogliserida) dan yang lain
memiliki sfingosin (sfingolipid). Dua komponen lemak lain yang penting dari membrane
adalah glikolipid yang mengandung karbohidrat dan steroid kolesterol, yang disebut terakhir
ini merupakan suatu lemak non-saponifikasi yang berasal dari eukariotik yang ditemukan
dalam membrane seluler hewan (Armstrong, 1995).

Senyawa-senyawa yang termasuk lipid dapat dibagi dalam beberapa golongan. Ada beberapa
cara penggolongan yang dikenal.

Bloor membagi lipid dalam tiga golongan besar, yaitu:

(1) lipid sederhana, yaitu ester asam lemak dengan berbagai alkohol, contohnya lemak atau
gliserida dan lilin (waxes).
(2) lipid gabungan yaitu ester asam lemak yang mempunyai gugus tambahan, contohnya
fosfolipid, cerebrosida.
(3) derivate lipid, yaitu senyawa yang dihasilkan oleh proses hidrolisis lipid, contohnya asam
lemak, gliserol dan sterol.

Di samping itu berdasarkan sifat kimianya yang penting, lipid dapat dibagi dalam dua
golongan besar, yaitu lipid yang dapat disabunkan, yakni yang dapat dihidrolisis dengan
basa, contohnya lemak, dan lipid yang tidak dapat disabunkan, contohnya steroid. Lipid
dibagi dalam beberapa golongan berdasarkan kemiripan struktur kimianya, yaitu: asam
lemak, lemak, lilin, fosfolipid, sfingolipid, terpen, steroid, lipid kompleks (Riawan, 1990).

Asam lemak adalah asam lemah. Apabila larut dalam air molekul asam lemak akan
terionisasi sebagian dan melepaskan ion H+. Dalam hal ini pH larutan tergantung pada
konstanta keasaman dan derajat ionisasi masing-masing asam lemak. Rumus pH untuk asam
lemah pada umumnya telah dikemukakan oleh Henderson-Hasselbach. Asam lemak dapat
bereaksi dengan basa, membentuk garam.
R-COOH + NaOH -> R-COONa + H2O

Garam natrium atau kalium yang dihasilkan oleh asam lemak dapat larut dalam air dan
dikenal sebagai sabun. Sabun kalium disebut sabun lunak dan digunakan untuk sabun bayi.
Asam lemak yang digunakan pada sabun pada umumnya adalah asam palmitat atau stearat.
Minyak adalah ester asam lemak tidak jenuh dengan gliserol. Melalui proses hidrogenasi
dengan bantuan katalis Pt atau Ni, asam lemak tidak jenuh diubah menjadi asam lemak jenuh,
dan melalui proses penyabunan dengan basa NaOH atau KOH akan terbentuk sabun dan
gliserol (Riawan, 1990).

Sabun digunakan sebagai bahan pembersih kotoran , terutama kotoran yang bersifat seperti
lemak atau minyak karena sabun dapat mengemulsikan lemak atau minyak. Jadi sabun dapat
berfungsi sebagai emulgator. Pada proses pembentukan emulsi ini, bagian hidrofob sabun
masuk ke dalam lemak, sedangkan ujung yang bermuatan negatif ada di bagian luar.
Oleh karena adanya gaya tolak antara muatan listrik negate ini, maka kotoran akan terpecah
menjadi partikel-partikel kecil dan membentuk emulsi. Dengan demikian kotoran mudah
terlepas dari kain atau benda lain. Sabun mempunyai sifat dapat menurunkan tegangan
permukaan air, Hal ini tampak dari timbulnya busa apabila sabun dilarutkan dalam air dan
diaduk (Riawan, 1990).

Lipid memiliki reaksi kimia yang khas, antara lain:

a. Hidrolisis

Hidrolisis lipid seperti triasilgliserol dapat dilakukan secara enzimatik dengan bantuan lipase,
menghasilkan asam-asam lemak dan gliserol. Sifat lipase pancreas dapat dimanfaatkan yang
lebih suka memecahkan ikatan ester pada posisi 1 dan 3 daripada posisi 2 dari triasilgliserol
(Harper, 1980).

b. Penyabunan

Hidrolisis lemak oleh alkali disebut penyabunan. yang dihasilkan adalah gliserol dan garam
alkali asam lemak yang disebut sabun (Harper, 1980).

c. Penguraian (kerusakan, ketengikan) lipid

Ketengikan adalah perubahan kimia yang menimbulkan bau dan rasa tidak enak pada lemak
(Harper, 1980).

Penyebabnya antara lain auto oksidasi, hidrolisis dan kegiatan bakteri (Riawan, 1990).
Oksigen udara dianggap menyerang ikatan rangkap pada asm lemak untuk membentuk ikatan
peroksida. Dengan demikian bilangan yodium turun, walaupun sedikit asam lemak bebas dan
gliserol dilepaskan. Timbal atau tembaga mengkatalisis ketengikan.

Mengasingkan oksigen atau menambah zat antioksidan menghambat proses ketengikan.


Radikal-radikal bebas dihasilkan dihasilkan selama pembentukan peroksida, dan ini dapat
merusak jaringan-jaringan jidup kecuali terdapat antioksidan, misalnya tokoferol (vitamin E)
yang bereaksi radikal-radikal bebas

Alat dan Bahan

Alat-alat

Rak tabung
Tabung reaksi
Lampu spirtus
Penjepit tabung
Gelas ukur
Pipet tetes
Corong
Korek api
Penangas air
Kertas minyak
Lempeng tetes

Bahan-bahan

Chloroform
Eter
Air
Na2CO3
Larutan empedu encer
Pereaksi Hubl
Minyak zaitun
Minyak jarak
Minyak kelapa
Gliserol
Larutan NaHSO4.

Cara Kerja

1. Uji Kelarutan dan Terjadinya Emulsi


Disediakan 5 tabung reaksi yang diisi dengan ketentuan sebagai berikut: tabung 1 berisi
chloroform dan tiga tetes minyak kelapa dan kemudian digojok. Tabung 2 diisi dengan 2 ml
eter dan 3 tetes minyak kelapa dan kemudian digojok. Tabung 3 diisi dengan 2 ml air dan 3
tetes minyak kelapa. Tabung ke 4 diisi dengan 2 ml Na2CO3 dan 3 tetes minyak kelapa.
Tabung 5 diisi dengan 2 ml larutan empedu encer dan 3 tetes minyak kelapa dan kemudian
digojok. Semua perubahan yang terjadi diamati dan dicatat.

2. Uji Angka Iod (Ketidak-jenuhan)


Ke dalam tabung reaksi dicampurkan 9 ml chloroform dan 9 tetes pereaksi Hubl. Setelah
digojok, larutan tersebut dibagi ke dalam 3 buah tabung reaksi yang berbeda. Tabung pertama
ditetesi oleh minyak kalapa, tabung kedua ditetesi oleh minyak jagung, tabung ketiga ditetesi
oleh minyak hewan. Semua penetesan dilakukan hingga warna merah muda hilang.

2. Uji Akrolein
Pada tabung pertama diisikan 0,5 ml minyak kelapa dan 1 ml KHSO4 dan kemudian
dipanaskan. Amati perubahan yang terjadi. Pada tabung kedua diisikan 0,5 ml gliserol dan 1
ml KHSO4 dan kemudian dipanaskan. Amati perubahan yang terjadi.

3. Uji Angka Asam


Ke dalam sebuah tabung reaksi dicampurkan 2,5 gram sample (minyak atau margarine) yang
sudah dicairkan, 12,5 ml pelarut lemak, 0,25 ml phenolptalein dan kemudian semua
campuran tersebut divortex. Kemudian dilakukan titrasi dengan 1 N KOH hingga warna
larutan menjadi tepat berwarna pink. Kemudian dilakukan pencatatan jumlah mol KOH 0,1 N
yang diperlukan.

4. Uji Noda Lemak


Disediakan dua buah tabung reaksi, ke dalam tabung reaksi pertama diisi dengan setengah
sendok kecil tepung gandum dan 2 ml eter yang kemudian digojok. Larutan yang terjadi
dituangkan ke dalam droplet dan eter yang tertinggal dibiarkan menguap. Filtrat yang tersisa
diusap dengan kertas minyak dan dilakukan pengamatan noda lemak pada kertas. Pada
tabung kedua, dimasukkan setengah sendok kecil tepung kedelai dan 2 ml eter dan kemudian
digojok. Larutan yang terjadi dituangkan ke dalam droplet dan eter yang tertinggal dibiarkan
menguap. Filtrat yang tersisa diusap dengan kertas minyak dan dilakukan pengamatan noda
lemak pada kertas.

Hasil Pengamatan

1. Uji Kelarutan dan Terjadinya Emulsi

Tabung 1. Minyak kelapa larut dalam chloroform.


Tabung 2. Minyak kelapa larut dalam eter.
Tabung 3. Minyak tidak larut dalam air, batas antara minyak dan air terlihat jelas.
Tabung 4. Terjadi sedikit gelembung putih pada permukaan larutan
Tabung 5. Terbentuk adanya butir-butir lemak. Minyak mengalami emulsi.

Minyak mempunyai sifar tidak larut dalam pelarut polar dan larut dalam pelarut non-polar
seperti alkohol panas, eter, khloroforn, benzene. Pada hasil percobaan, minyak kelapa yang
diteteskan pada kloroform dan eter akan larut dan tidak larut dalam air. Hal ini sesuai dengan
dasar teori yang digunakan menurut Armstrong (1995). Sifat-sifat lemak yang mengalami
saponifikasi dan membentuk emulsi juga sesuai dengan tinjauan pustaka.

2. Uji Angka Iod (Ketidakjenuhan)

Tabung 1. Setelah ditetesi 20 tetes warna menjadi jernih sekali


Tabung 2. Warna agak keruh setelah ditetesi 25 tetes.
Tabung 3. Warna keruh sekali dan warna merah muda hilang setelah ditetesi 20 tetes.

Minyak kelapa dan minyak jagung termasuk ke dalam asam lemak tak jenuh yang
mngandung ikatan ganda. Minyak kelapa lebih jenuh daripada minyak jagung meskipun
keduanya sama-sama asam lemak tak jenuh. Sedangkan minyak hewan termasuk asam lemak
jenuh. Percobaan in ikurang berhasil karena kurang sesuai dengan tinjauan pustaka yang
digunakan karena pada hasil percobaan tidak ditemukan konsistensi pola kejenuhan dan
ketidakjenuhan. Seharusnya, makin jenuh suatu asam lemak, maka makin banyak pereaksi
Hubl yang dibutuhkan. Percoban ini kurang berhasil karena adanya kontaminan misalnya air,
tetesan tidak sama, dan mungkin kurang homogen saat melakukan homogenasi.

3. Uji Akrolein (Ketengikan)

Tabung 1. Terdapat warna kuning pada bagian ata larutan dan putih di bagian bawah. Bau
yang ditimbulkan tengik setekah dilakukan pemanasan.
Tabung 2. Terdapat endapan melayang (agak keruh) dan bau yang ditimbulkan lebih tengik
dari tabung pertama.

Lemak akan terhidrolisis menjadi asam lemak dan gliserol. Gliserol lebih cepat tengik
daripada minyak karena gliserol mengalami dehidrasi menjadi akrolein, sedangkan asam
lemak akan mengalami oksidasi menjadi keton dan aldehida. Minyak kelapa harus
mengalami hidrolisis terlebih dahulu. Hal ini sesuai dengan dasar teori yang digunakan
menurut Riawan (1990) yang menyatakan bahwa penyebab ketengikan antara lain adanya
auto-oksidasi, hidrolisis dan kegiatan bakteri (jasad renik).

4. Uji Angka Asam

dengan perhitungan angka asam:


(ml titrasi X 5,6)/ gram sample = (15 X 5,6)/ 2,5318 = 33,18 mg KOH/gram sampel

Uji angka asam adalah uji yang dilakukan untuk mengetahi jumlah milligram KOH yang
dibutuhkan untuk menetralkan asam lemak bebas dari 1 gram lemak.

5. Uji Noda Lemak

Tabung 1. Larutan yang terbentuk adalah berwarna putih. Noda lemak yang terbentuk sangat
sedikit
Tabung 2. Larutan yang terbentuk berwarna kuning dan setelah eter diuapkan dan noda
diusapkan, terdapat noda lemak yang lebih nyata dibandingkan dengan hasil tabung pertama.

Pada hasil percobaan tabung pertama terdapat sedikit noda lemak karena pad tepung gandum
kandungan karbohidratnya lenih banyak daripada kandungan lemaknya. Sedangkan pada
tepung kedelai, kandungan lemaknya lebih banyak dibandingkan kandungan lemak tepung
gandum.

Kesimpulan

Lemak memiliki sifat-sifat yang khas yaitu tidak larut atau sedikit larut dalam air dan dapat
diekstrasi dengan pelarut non-polar seperti chloroform, eter, benzene, heksana, aseton dan
alcohol panas. Lemak mempunyai banyak fungsi biologis yang sangat menunjang kehidupan
organisme, antara lai berperan dalam transport aktif sel, penyusun membrane sel, sebagai
cadangan energi dan isolator panas, sebagai pelarut vitamin A, D, E, dan K. Lemak dapat
mengalami reaksi hidrolisis, ketengikan, hidrogenasi, penyabunan dan lain-lain.
Daftar Pustaka

Armstrong, Frank B. 1995. Buku Ajar Biokimia. Edisi ketiga. EGC: Jakarta

Gilvery, Goldstein. 1996. Biokimia Suatu Pendekatan Fungsional. Edisi 3. Airlangga


University Press: Surabaya

Harper, et al. 1980. Biokimia (Review of Physiological Chemistry). Edisi 17. EGC: Jakarta

Riawan, S. 1990. Kimia Organik. Edisi 1. Binarupa Aksara: Jakarta

http://yukiicettea.blogspot.com/2009/10/biochemistry-laporan-biokimia-lipida.html

Terima kasih telah mengikuti materi dari GudangMateri , semoga bermanfaat bagi pembaca
sekalian.

PROTEIN
GudangMateri Update , kali ini materi Protein akan lebih kompleks dari sebelumnya yang
saya telah bahas di Uji Protein , namun kali ini lebih mendetail dan makin beragam tes
Proteinnya , baiklah kita akan mulai.

Tujuan Praktikum

Praktikum ini bertujuan untuk mengetahui struktur, sifat-sifat asam-asam amino, peptide dan
protein; mengetahui adanya ikatan peptida maupun sifat-sifat tertentu dari asam amino
dengan menggunakan reaksi warna dan mengetahui hasil reaksi pengendapan protein oleh
asam, reagen alkaloid, alkohol dan reaksi warna.

Tinjauan Pustaka

Sebagian besar ilmu kimia organisme hidup menyangkut 5 golongan senyawa utama, yaitu:
karbohidrat, lipida, mineral, asam nukleat dan protein. Protein menentukan kebanyakan sifat-
sifat yang ditemukan dalam kehidupan. Protein menentukan metabolisme, membentuk
jaringan dan membertikan kemungkinan bagai kita untuk bergerak. Protein juga berfungsi
mengangkut senyawa-senyawa dan melindungi kita dari penyebaran mikroorganisme yang
merugikan.

Bahkan sifat-sifat yang diturunkan oleh suatu organisme untuk membentuk bermacam-
macam jenis protein dengan kecepatan yang berbeda (Gilvery, 1996). Selain itu proses kimia
dalam tubuh dapat berlangsung dengan baik karena adanya enzim, suatu protein yang
berfungsi sebagai biokatalis. Di samping itu hemoglobin dalam butir darah merah (eritrosit)
yang berfungsi mengangkut oksigen dari paru-paru ke seluruh jaringan tubuh adalah salah
satu jenis protein (Riawan, 1990).

Tumbuhan membentuk protein dari CO2, H2O dan senyawa nitrogen. Hewan yang memakan
tumbuhan mengubah protein nabati menjadi protein hewani. Di samping digunakan untuk
pembentukan sel-sel tubuh, protein juga dapat digunakan sebagai sumber energi bila tubuh
kita kekurangan karbohidrat dan lemak. Komposisi rata-rata unsur kimia yang terdapat dalam
protein ialah sebagai berikut: karbon 50%, hydrogen 7%, oksigen 23%, nitrogen 16%,
belerang 0-3% dan fosfor 0-3%. Dengan berpedoman pada kadar nitrogen sebesar 16%, dapat
dilakukan penentuan kandungan protein dalam suatu bahan makanan .

Protein memiliki molekul besar dengan berat molekul bervariasi antara 5000 hingga jutaan.
Dengan cara hidrolisis oleh asam atau oleh enzim, protein akan menghasilkan asam-asam
amino. Ada 20 jenis asam amino yang terdapat dalam molekul protein. Asam-asam amino ini
terikat satu dengan lain oleh ikatan peptide. Protein mudh dipengaruhi oleh suhu tinggi, pH,
dan pelarut organik (Riawan, 1990)

Asam amino adalah senyawa yang mempunyai gugus karbkosil (-COOH) dan gugus amino (-
NH2). Rumus umum untuk asam amino adalah:
NH2
H-C-COOH
R

Dari rumus umum tersebut dapat dilihat bahwa atom karbon alfa adalah atom karbon
asimetrik, kecuali bila R adalah atom H. Oleh karena itu asam amino memiliki sifat memutar
bidang cahaya terpolarisasi atau aktivitas optik. Oleh karena aton karbon asimetrik, maka
molekul asam amino mempunyai dua konfigurasi D dan L. Molekul asam amino dikatakan
mempunyai konfigurasi L apabila gugus NH2 terdapat di sebelah kiri atom karbon alfa. Bila
posisi gugus NH2 di sebelah kanan, molekul asam amino itu memiliki konfigurasi D.

Hal ini seperti konfigurasi D-gliseraldehida yang memiliki gugus OH di sebelah kanan atom
karbon asimetrik. Asam-asam amino yang terdapat pada protein umumnya mempunyai
konfigurasi L. Asam amino yang mempunyai konfigurasi D dapat diperoleh dari organisme
mikro, misalnya D-asam glutamate dari Bacillus anthracis, D-alanin terdapat pula dalam
dinding sel bakteri. D-asam amino dapat pula diperoleh sebagai hasil hidrolisis antibiotic
gramisidin atau basitrasin. Konfigurasi asam amino tidak ada hubungannya dengan arah
putaran cahaya terpolarisasi (Riawan, 1990).

Sifat-sifat Asam Amino

Seperti yang sudah diutarakan di atas, asam-asam alfa amino bersifat optis aktif kecuali glisin
(asam amino asetat). Pada umumnya mereka larut dalam air dan tidak larut dalam pelarut
organic non-polar seperti eter, aseton dan chloroform. Sifat asam amino ini berbeda dengan
asam karboksilat maupun dengan sifat amina. Asam karboksilat alifatik maupun aromatic
yang terdiri atas beberapa atom karbon umumnya kurang larut dalam air tetapi larut dalam
pelarut organik. Demikian pula amina pada umumnya tidak larut dalam air, tetapi larut dalam
pelarut organik (Riawan, 1990).

Apabila asam amino larut dalam air, gugus karboksilat akan melepaskan ion H+, sedangkan
gugus amina akan menerima ion H+ sebagaimana yang dituliskan di bawah ini
-COOH -COO- + H+
-NH2 + H+ -NH3

Oleh adanya kedua gugus tersebut, asam amino dalam larutan dapat membentuk ion yang
bermuatan positif dan juga negatif (zwitterions) atau ion amfoter (Riawan, 1990). Bila kadar
ion hydrogen meningkat, senyawa tersebut akan bersifat basa karena gugusan karboksilat
akan mengikat ion H+ sehingga terbentuklah gugusan COOH yang tidak bermuatan.

Gugusan ammonium akan menyebabkan ion tersebut bermuatan positif (bentuk kation).
Sebaliknya zwitterions akan bersifat asam karena gugus ammonium akan melepas ion H+
bila kadar ion H+ menurun, sehingga terbentuklah gugusan ammonium yang tidak
bermuatan. Akibatnya molekul tersebut menjadi bermuatan negatif (bentuk anion) (Gilvery,
1996).

Dalam suatu sistem elektroforesis yang mempunyai elektroda positif dan negatif, asam amino
akan bergerak menuju elektroda yang berlawanan dengan muatan ion asam amino yang
terdapat dalam larutan.

Oleh karena muatan itu tergantung pada pH larutan, maka pH larutan dapat diatur sedimikian
rupa sehingga ion asam amino tidak bergerak ke arah elektroda positif maupun elektroda
negatif dalam sistem elektroforesis. pH yang demikian itu disebut titik isolistrik (Riawan,
1990).

Sebagian dari molekul-molekul mungkin mempunyai muatan negatif, tetapi segera diimbangi
oleh molekul-molekul lain dengan muatan positif yang sama banyak: jumlah molekul
zwitterions pada titik isolistrik adalah yang paling banyak (Gilvery, 1996).

Pada pH di atas titik isolistrik protein bermuatan negatif, sedangkan di bawah titik isolistrik
protein bermuatan positif. Oleh karena itu untuk mengendapkan protein dengan ion logam
diperlukan pH larutan di atas titik isolistrik, sedangkan pengendapan dengan ion negatif
memerlukan pH di bawah titik isolistrik. Ion-ion positif yang mengendapkan protein antara
lain Ag+, Ca++, Zn++, Hg++, Fe++, Cu++ dan Pb++.

Sedangkan ion-ion negatif yang dapat mengendapkan protein ialah ion salisilat, trikloroasetat,
pikrat, tanat dan sulfosalisilat. Berdasarkan sifat tersebut putih telur atau susu dapat
digunakan sedagat antidote atau penawar racun apabila seseorang keracunan logam berat
(Riawan, 1990).

Ditinjau dari strukturnya, protein dapat dibagi dalam dua golongan besar, yaitu golongan
protein sederhana dan protein gabungan. Protein sederhana adalah protein yang hanya terdiri
atas molekul asam-asam amino, sedangkan protein gabungan adalah protein yang terdiri atas
protein dan gugus bukan protein. Gugus ini disebut gugus prostetik dan terdiri atas
karbohidrat, lipid atau asam nukleat (Riawan, 1990).

Protein sederhana dapat dibagi dalam dua bagian menurut bentuk molekulnya, yaitu protein
fiber dan protein globular. Protein fiber mempunyai bentuk molekul panjang seperti serat atau
serabut, sedangkan protein globular berbentuk bulat (Riawan, 1990).

Molekul protein fiber terdiri atas beberapa rantai polipeptida yang memanjang dan
dihubungkan satu sama lain oleh beberapa ikatan silang sehingga merupakan bentuk serat
atau serabut yang stabil. Sifat umum protein fiber ialah tidak larut dalam air dan sukar
diuraikan dengan enzim (Riawan, 1990).

Kolagen adalah suatu jenis protein yang terdapat pada jaringan ikat. Protein ini mempunyai
struktur heliks tripel. Kolagen tidak larut dalam air dan tidak diuraikan dengan enzim. Namun
kolagen dapat diubah oleh pemanasan dalam air mendidih oleh larutan asam atau basa encer
menjadi gelatin yang mudah larut dan mudah dicernakann. Hampir 30% protein tubuh adalah
kolagen (Riawan, 1990).

Keratin adalah protein yang terdapat dalam bulu domba, sutera alam, rambut, kulit, kuku.
Apabila dipanaskan dengan air mendidih dan diregangkan maka konformasi berubah menjadi
lembaran berlipat parallel, karena ikatan hydrogen yang menunjang struktur terputus
(Riawan, 1990).

Protein globular umumnya berbentuk bulat atau elips dan terdiri atas rantai polipeptida yang
berlipat. Pada umumnya gugus R polar terletak di sebelah luar rantai peptida, sedangkan
gugus R yang hidrofob terletak di sebelah dalam molekul protein. Protein globular pada
umumnya mempunyai sifat dapat larut dalam air, dalam larutan asm dan basa dan etanol.
Beberapa jenis protein globular adalah albumin, globulin, histon dan protemin (Riawan,
1990).

Albumin adalah protein yang dapat larut dalam air serta dapat terkoagulasi oleh panas.
Larutan albumin dalam air dapat diendapkan dengan penambahan amonium sulfat hingga
jenuh. Albumin antara lain terdapat pada serum darah dan bagian putih telur (Riawan, 1990).

Globulin mempunyai sifat sukar larut dalam air murni, tetapi dapat larut dalam larutan garam
netral, misalnya larutan NaCl encer. Larutan globulin dapat diendapkan oleh penambahan
garam amonium sulfat hingga setengah jenuh. Globulin dapat diperoleh dengan jalan
mengekstrasikannya dengan larutan garam (5-10%) NaCl, kemudian ekstrak yang diperoleh
diencerkan dengan penambahan air. Seperti albumin, globulin juga dapat terkoagulasi oleh
panas. Globulin antara lain tertdapat dalam serum darah, pada otot dan jaringan lain
(Riawan, 1990).

Protein gabungan adalah protein yang berikatan dengan senyawa yang bukan protein. Gugus
bukan protein ini disebut gugus prostetik. Ada beberapa jenis gabungan antara lain
mukoprotein, glikoprotein, lipoprotein dan nucleoprotein (Riawan, 1990).

Reaksi warna untuk asam amino spesifik

Alat dan Bahan

Alat - Alat

Tabung reaksi
Rak tabung reaksi
Pengangas air
Alat vortex
Gelas ukur
Pipet tetes
Gelas pengukur
Lampu spiritus dan penjepit tabung
Bahan-bahan

Larutan encer protein (albumin)


Larutan ZnSO4
Asam sulfosalisilat 20%
Larutan esbach
Kalium ferosianida 5%
Asam asetat glasial
Asam wolframat
Asam metafosfat
Larutan (NH4)SO4
Alkohol pekat, KOH 10%
Larutan kasein 2%
Larutan ninhidrin 0,1%,
Larutan triptofan 0,01%
Larutan merkurisulfat 1%
Larutan NaNO2
Larutan formaldehida encer
Larutan H2SO4
Larutan HNO3 pekat
Larutan amoniak
Klorofenol merah
Na2CO3 2%
HNO3 encer
Larutan Na-hipobromida
Asam sulfosalisilat
Larutan kasein encer
Indikator brom kresel hijau
Asam asetat 2%
Larutan molibdat
Gelatin
Es batu
Larutan amonium sulfat ferosianida.

Cara Kerja

Pengendapan

1.1 Pengendapan dengan menggunakan logam berat melalui tahap-tahap sebagai berikut : ke
dalam 2 cc larutan encer protein (albumin) ditambahkan setetes demi setetes larutan ZnSO4
encer, setelah itu catat perubahan yang terjadi, kemudian tambahkan pereaksi tersebut sampai
berlebihan, endapan yang terjadi akan larut kembali.
1.2 Pengendapan dengan menggunakan pereaksi alkaloid adalah sebagai berikut : ke dalam
empat tabung yang berbeda, masing-masing dimasukkan 2 ml larutan encer protein
(albumin). Kemudian pada tabung pertama ditambahkan pereaksi 1-2 tetes asam sulfoslisilat
20%, pada tabung kedua ditambahkan esbach sebanyak 2 ml, pada tabung ketiga
ditambahkan kalium ferosianida dan 5 tetes asam asetat glasial tetes demi tetes hingga
berlebihan, pada tabung keempat ditambahkan asam wolframat dan asam metafosfat hingga
terbentuk endapan. Setelah itu amati perubahan yang terjadi pada masing-masing tabung.

1.3 Pengendapan dengan menggunakan garam netral dan alkohol melalui tahap-tahap
sebagai berikut: tambahkan (NH4)2SO4 padat ke dalam 5 ml larutan protein encer (albumin).
Lama-kelamaan akan terjadi endapan yang jika diencerkan akan larut kembali. Pada tabung
yang berbeda, masukkan satu hingga dua tetes larutan protein pekat dan 2 ml alkohol pekat.
Endapan yang terjadi akan larut kembali jika diencerkan.

Reaksi warna

2.1 Uji Biuret


Dua millimeter larutan protein encer (albumin) dalam tabung reaksi dituangi dengan 2 ml
KOH 10% (atau 1 ml NaOH 40%). Tambahkan beberapa tetes CuSO4 0,1%, setelah itu amati
warnanya.

2.2 Uji Ninhidrin


Ke dalam tabung reaksi yang berisi 4 ml larutan kasein 2% ditambahkan 1 ml larutan 0,1%
ninhidrin. setelah divortex, didihkan dengan menggunakan lampu spirtus selama 1 menit.
Kemudian dicatat warna yang timbul.

2.3 Uji Triptofan


0,4 ml larutan triptofan 0,01% dalam tabung reaksi ditambahkan dengan pereaksi C setelah
itu campuran tersebut dipanaskan pada suhu 65oC selama 15 menit dalam penangas air.
Kemudian perubahan yang timbul diamati.

2.4 Uji Millon


Dalam 1 ml larutan protein encer ditambahkan 1 ml larutan merkurisulfat, setelah dipanaskan
hingga mendidih, perubahan yang terjadi diamati. Setelah itu didinginkan di bawah air
mengalir dan ditambahkan setetes demi setetes laritan NaNO2 1%, kemudian panaskan
kembali dan diamati perubahannya.

2.5 Triptofan (Hopkins-Cole)


Dituangkan 1 ml larutan protein encer (albumin) dengan 1 ml larutan formaldehida encer
pada tabung reaksi. Kemudian ditambahkan 1 ml H2SO4 pekat melalui dinding tabung
sehingga terbentuk dua lapisan. Kemudian perubahan yang terjadi diamati dan setelah itu
tabung digojok.

2.6 Xanthoprotein
Sebuah tabung reaksi diisi dengan 3 ml larutan protein dan I ml HNO3 pekat, kemudian
campuran tersebut dididihkan dan kemudian langsung didinginkan. Isi tabung tersebut dibagi
ke dalam dua tabung yang berbeda. Pada salah satu tabung diisi dengan amoniak. Amati
perubahan yang terjadi dan dibandingkan.

Semua percobaan uji warna dilakukan pada larutan protein encer (albumin) dan gelatin.

Hidrolisis Protein

3.1 Metaprotein
Ke dalam tabung reaksi dituangkan 5 ml larutan protein (asam) dan setetes klorofenol merah
sehingga larutan menjadi kuning. Kemudian ditambahkan Na2CO3 2% hingga tercapai titik
isolistrik (pada pH 5,4 dan warna larutan menjadi merah muda). Perubahan yang terjadi
diamati. Setelah itu larutan dibagi menjadi dua tabung. Tabung pertama dimasak dan
kemudian dibagi menjadi dua tabung lagi. Tabung yang pertama dari tabung yang pertama
dituangi satu tetes HNO3 encer dan tabung kedua dari tabung pertama dituangi dengan 1
hingga 2 tetes Na2CO3. Kemudian dicatat perubahan kelarutannya. Tabung kedua
ditambahkan Na2CO3 secara berlebihan dan kemudian dicatat perubahnnya.

3.2 Proteosa
Ke dalam beberapa ml larutan protein encer (albumin) tambahkan larutan (NH4)2 SO2
hingga jenuh dan kemudian didihkan. Pisahkan endapan yang terjadi kemudian endapan
dilarutkan dengan air panas dan digojok. 1 ml larutan itu diuji dengan menggunakan uji
biuret dan sisa filtratnya diuji dengan panas dan ferosianida.

Perbedaan sifat bermacam-macam protein

4.1 Albumin dan Globulin


Ke dalam dua tabung reaksi yang masing-masing berisi 2 ml serum encer ditambahkan 1
sampai 2 tetes asam sulfosalisilat pada tabung pertama dan 1 tetes klorofenol merah pada
tabung yang kedua. Kemudian warna endapan yang terjadi dicatat. Pada tabung kedua
ditambahkan asam asetat 2% dengan hati-hati hingga warna larutan hilang. Kemudian tabung
kedua tersebut dimasak. Maka akan terjadi endapan. Setelah itu tabung kedua didinginkan.
Larutan tadi dibagi ke dalam dua tabung yang berbeda. Pada tabung pertama ditambahkan 2
ml asam nitrat encer dan pada tabung kedua ditambahkan 2 ml Na2CO3 encer. Perubahan
yang terjadi diamati.

4.2 Kasein
Ke dalam sebuah tabung reaksi yang berisi 5 ml larutan kasein encer yang alkalis
ditambahkan indicator brom kresel hijau. Kemudian setetes demi setetes asam asetat 2%
ditambahkan hingga warna larutan menjadi agak kehijau-hijauan. Endapan yang terjadi
dicatat.

4.3 Uji Newman terhadap P dalam Kasein


Ke dalam tabung reaksi yang berisi 2 ml kasein dituangkan 5 tetes HNO3 pekat dan 10 tetes
H2SO4 pekat. Kemudian tabung dipanaskan pada lampu spirtus hingga keluar asap putih.
Amati perubahan warna yang terjadi. Jika masih berwarna coklat atau hitam, maka dengan
hati-hati asam sulfat pekat dialirkan melalui dinding tabung secara hati-hati. Kemudian
larutan dipanaskan kembali hingga tidak berwarna. Tabung didinginkan dan sesudah itu
ditambahkan ammonium molibdat 2 ml. Setelah itu panaskan hingga 10 menit dan catat
warna endapan yang terjadi.

4.4 Gelatin
Sedikit gelatin dicampurkan dengan 10 ml air dalam sebuah tabung. Campuran tersebut
digojok hingga homogen. Setelah itu larutan dimasah pada penangas air selama 10 menit.
Dan sesudah itu larutan didinginkan dalam es batu. Kemudian, gelatin diambil sebanyak 5 ml
dan di tambahkan 1 ml ammonium sulfat ferosianida dan asam asetat beberapa tetes. Amati
perubahan yang terjadi.

Sesudah itu, gelatin yang tersisa dilakukan uji warna dan penambahan ammonium sulfat
padat.

Hasil Pengamatan

Pengendapan

1.1 Dengan menggunakan logam berat

Tabung 1. Larutan yang terjadi keruh setelah ditetesi sebanyak 13 kali dan warna endapannya
menjadi putih encer. Setelah tetesan yang ke -50 endapan putih hilang dan warna larutan
menjadi bening.

Tabung 2. larutan menjadi keruh dan terjadi endapan putih setelah ditetesi 10 tetes, setelah
tetesan ke 40 larutan menjadi bening namun masih terdapt endapan.

Albumin dengan kasein akan mengalami pengendapan karena mengalami titik isolistrik
akibat reaksi antara albumin dan kasein (basa sehingga laritan bermuatan negatif) dengan Zn
mengakibatkan terjadinya denaturasi dan koagulasi. Warna keruh disebabkan karena terjadi
ikatan antara Zn dengan albumin menjadi Zn proteinat, Zn dapat menjenuhkan larutan hingga
pH larutan berada di atas pH isolistrik sehingga gumpalan larut kembali. Hal ini sesuai
dengan dasar teori yang dikemukakan oleh Riawan (1990), yang menyatakan bahwa logam
berat dapat mengendapkan protein dengan cara menaikkan pH di atas titik isolistrik.

1.2 Pengendapan dengan garam netral dan alkohol

Tabung 1. sebelum dikocok, ada endapan albumin di dasar tabung dan setelah dikocok,
endapan larut kembali
Tabung 2. warna larutan menjadi keruh setelah larutan albumin dicampur dengan alcohol
panas. Setelah tetesan aquades yang ke 70, warna larutan menjadi agak bening

Albumin mengalami denaturasi akibat adanya pengocokan dengan kuat. Denaturasi adalah
perubahan dalam struktur sekunder, tersier dan kkuartener dari suatu protein, baik itu dalam
bentuk enzim maupun hormon. Karena ikatan peptide tidak pecah, maka struktur primer tidak
terganggu. Selain dengan pengocokan yang kuat, denaturasi juga bias terjadi melalui kondisi
adanya penambahan larutan organik, garam dari logam berat, larutan urea dan lain-lain. Pada
percobaan di atas, albumin mengalami denaturasi sebab garam netral yang digunakan
(ammonium sulfat) dan senyawa organic (alkohol pekat) bersifat higroskopis yang dapat
mengikat air. Molekul air dalam albumin diikat oleh garam dan alcohol pekat sehingga
albumin tersebut menggumpal. Setelah pengocokan kuat dan penambahan aquades, endapan
akan larut kembali karena albumin sudah mendapatkan molekul air dari aquades yang
ditambahkan. Hal ini sesuai dengan tinjauan pustaka yang menyatakan bahwa salah satu sifat
protein adalah mengalami denaturasi dan koagulasi.

1.3 Pengendapan dengan menggunakan alkaloid

Tabung 1. Pada hasil percobaan, warna larutan menjadi berwarna putih susu.
Tabung 2. Pada hasil percobaan, terjadi endapan berwarna kuning.
Tabung 3. Terjadi endapan putih
Tabung 4. Terjadi endapan dengan asam wolframat tetes

Albumin akan mengalami pengendapan karena mengalami titik isolistrik akibat reaksi antara
albumin degan ion-ion negatif mengakibatkan terjadinya denaturasi dan koagulasi. Warna
keruh disebabkan karena terjadi ikatan antara ion salisilat dengan albumin, ion-ion negatif
dapat menjenuhkan larutan hingga pH larutan berada di bawah pH isolistrik sehingga
gumpalan larut kembali. Hal ini sesuai dengan dasar teori yang dikemukakan oleh Riawan
(1990), yang menyatakan bahwa logam berat dapat mengendapkan protein dengan cara
menurunkan pH di bawah titik isolistrik.

Reaksi Warna

2.1 Uji Biuret

Uji Biuret pada gelatin

Setelah 10 tetes mulai berubah warna (terbentuk cincin ungu), setelah pemberian 13 tetes
CuSO4 mulai terdapat cincin ungu di permukaan tabung.

Terjadinya cincin ungu terbentuk dari ikatan antara Cu dan N, unsur N terdapat pada peptida;
menghasilkan CuN yang terjadi dalam suasana basa (melalui penggunaan KOH atau NaOH).
Makin panjang suatu ikatan peptida, maka warna ungu yang terbentuk makin jelas dan makin
tua. Pada hasil percobaan, apabila tabung reaksi digoyang maka cincin ungunya akan hilang
menyebar yang berarti ikatan peptidanya lepas dan tidak kuat. Uji biuret berlaku untuk
senyawa yang mempunyai ikatan peptida lebih dari satu. Hasil percobaan ini sesuai dengan
tinjauan pustaka Riawan (1990) yang menyatakan bahwa protein memiliki ikatan peptida
yang ditunjukkan dengan adanya cincin ungu.

Uji Biuret pada albumin

Setelah pemberian KOH 10%, terjadi gumpalan putih susu. Setelah penambahan CuSO4
mulai terdapat cincin ungu muda di permukaan tabung.

Terjadinya cincin ungu terbentuk dari ikatan antara Cu dan N, unsur N terdapat pada peptida;
menghasilkan CuN yang terjadi dalam suasana basa (melalui penggunaan KOH atau NaOH).
Makin panjang suatu ikatan peptida, maka warna ungu yang terbentuk makin jelas dan makin
tua. Pada hasil percobaan, apabila tabung reaksi digoyang maka cincin ungunya akan hilang
menyebar yang berarti ikatan peptidanya lepas dan tidak kuat. Uji biuret berlaku untuk
senyawa yang mempunyai ikatan peptida lebih dari satu. Hasil percobaan ini sesuai dengan
tinjauan pustaka Gilvery (1996) yang menyatakan bahwa protein memiliki ikatan peptida
yang ditunjukkan dengan adanya cincin ungu.

2.2. Uji Millon

Uji Millon pada gelatin

Sebelum penambahan larutan NaNO3 tidak terdapat endapan dan tidak terjadi perubahan
warna. Setelah penambahan warna larutan menjadi putih dan tidak ada endapan

Percobaan ini kurang berhasil karena seharusnya Hg yang terdapat pada HgSO4 berikatan
dengan NaNO3 membentuk kompleks warna merah. Kegagalan percobaan ini mungkin
karena pipet yang digunakan kurang bersih atau sudah terkontaminasi dengan larutan lain.
Penambahan tetes NaNO3 mungkin juga tidak sama dengan prosedur yang seharusnya
dilakukan. Pada percobaan yang benar, seharusnya tidak terdapat warna merah yang
merupakan indikasi adanya asam amino tirosin. Karena protein yang digunakan adalah
gelatin dan gelatin tidak mengandung asam amino tersebut, maka uji Millon tersebut berhasil
negatif.

Uji Millon pada albumin

Sebelum penambahan larutan NaNO3 tidak terdapat endapan dan tidak terjadi perubahan
warna. Setelah penambahan warna larutan menjadi putih keruh dan ada endapan berwarna
merah.

Pada percobaan terdapat warna merah yang merupakan indikasi adanya asam amino tirosin.
Endapan merah yang terjadi tersebut karena merkuri berikatan dengan hiroksi dari albumin
menjadi HgNO3. Karena protein yang digunakan adalah albumin dan albumin mengandung
asam amino tersebut, maka uji Millon tersebut berhasil positif. Hal ini sesuai dengan tinjauan
pustaka Harper (1980) yang menyatakan bahwa reaksi warna Millon bertujuan untuk
mengetahui adanya asam amino tirosin yang ditandai adanya warna endapan merah.

2.3 Uji Hopskin Cole

Uji Hopskin Cole pada gelatin

Pada hasil percobaan, sebelum tabung reaksi digojog, terbentuk cincin ungu. Setelah digojok,
cincin ungu memudar dan warna larutan menjadi bening.

Uji Hopskin Cole bertujuan untuk mengetahui apakah dalam suatu zat dan senyawa terdapat
asam amino triptofan atau tidak. Pada percobaan ini terdapan warna ungu yang merupakan
indikasi adanya gugus triptofan pada gelatin. Untuk mengetahui apakah terdapat asam amino
ini, dengan penambahan formaldehida, aldehid akan berikatan dengan gugus indol asam
amino triptofan membentuk cincin ungu. Percobaan ini sesuai dengan tinjauan pustaka
Harper, 1980 yang menyatakan bahwa reaksi warna Hopskin Cole, bertujuan untuk
mengetahui adanya gugus triptofan yang jika berhasil positif, maka akan menunjukkan
indikasi warna ungu.

Uji Hopskin Cole pada albumin

Pada hasil percobaan, sebelum tabung reaksi digojog, terbentuk cincin ungu yang tipis.
Setelah digojok, terdapat endapan yang berwarna bening ungu.

Uji Hopskin Cole bertujuan untuk mengetahui apakah dalam suatu zat dan senyawa terdapat
asam amino triptofan atau tidak. Pada percobaan ini terdapan warna ungu yang merupakan
indikasi adanya gugus triptofan pada albumin. Untuk mengetahui apakah terdapat asam
amino ini, dengan penambahan formaldehida, aldehid akan berikatan dengan gugus indol
asam amino triptofan membentuk cincin ungu. Percobaan ini sesuai dengan tinjauan pustaka
Harper, 1980 yang menyatakan bahwa reaksi warna Hopskin Cole, bertujuan untuk
mengetahui adanya gugus triptofan yang jika berhasil positif, maka akan menunjukkan
indikasi warna ungu.

2.4 Uji Xanthoprotein

Uji Xanthoprotein pada gelatin

Pada hasil percobaan terdapat endapan putih setelah dilakukan pemanasan. Pada tabung
pertama yang ditambah dengan amoniak, warna larutan menjadi berwarna kuning, sedangkan
tabung kedua yang tidak ditambah amoniak tidak berwarna.

Pada dasarnya, uji Xanthoprotein bertujuan untuk mengetahui adanya gugus aromatic
(benzene) yang berupa asam amino tirosin, triptofan dan fenilalanin. Pada uji ini terbentuk
warna kuning yang merupakan indikator adanya asam amino-asam amino tersebut. Hal ini
sesuai dengan dasar teori dan tinjauan pustaka Harper, 1980 yang menyatakan bahwa reaksi
warna Xanthoprotein bertujuan untuk mengetahui adanya gugus aromatik asam amino yang
memiliki gugus aromatik (benzene) yang ditunjukkan dengan adanya warna kuning.

Uji Xanthoprotein pada albumin

Pada hasil percobaan terdapat endapan putih susu setelah dilakukan pemanasan. Pada tabung
pertama yang ditambah dengan amoniak, warna larutan menjadi berwarna kuning, sedangkan
tabung kedua yang tidak ditambah amoniak tidak berwarna.

Pada dasarnya, uji Xanthoprotein bertujuan untuk mengetahui adanya gugus aromatic
(benzene) yang berupa asam amino tirosin, triptofan dan fenilalanin. Pada uji ini terbentuk
warna kuning yang merupakan indikator adanya asam amino-asam amino tersebut. Hal ini
sesuai dengan dasar teori dan tinjauan pustaka Harper, 1980 yang menyatakan bahwa reaksi
warna Xanthoprotein bertujuan untuk mengetahui adanya gugus aromatik asam amino yang
memiliki gugus aromatik (benzene) yang ditunjukkan dengan adanya warna kuning.

2.5 Uji Molisch

Uji Molisch pada gelatin

Pada hasil percobaan tidak terdapat cincin ungu, warna yang terjadi malah hijau tua

Uji Molisch bertujuan untuk mengetahui adanya sakarida dan glikosida pada suatu senyawa
protein. Hasil yang positif seharusnya berwarna ungu. Pada hasil percobaan, warna yang
terjadi adalah hijau tua yang kemungkinan terjadi kontaminasi pipet atau gelatin yang
digunakan terlalu sedikit sehingga tidak tercapai efek yang diinginkan. Kadar karbohidrat
dalam gelatin sedikit. Karbohidrat dengan penambahan asam pekat mengalami dehidrasi
menjadi furfural. Jika furfural ditambahkan Molisch (-naphto) akan mengalami kondensasi
yang membentuk cincin ungu. Hal ini sesuai dengan tinjauan pustaka yang digunakan
(Harper, 1980) yang menyatakan bahwa uji Molisch memberikan reaksi warna jika
direaksikan dengan protein yag mengandung gugus sakarida.

Uji Molisch pada albumin

Pada hasil percobaan setelah ditambah dengan reagen molisch terjadi perubahan warna coklat
susu di bawahnya terjadi endapan putih. Selain itu terdapat endapan ungu kehitaman
Uji Molisch bertujuan untuk mengetahui adanya sakarida dan glikosida pada suatu senyawa
protein. Hasil yang positif seharusnya berwarna ungu. Pada hasil percobaan, warna yang
terjadi. Karbohidrat dengan penambahan asam pekat mengalami dehidrasi menjadi furfural.
Jika furfural ditambahkan Molisch (-naphto) akan mengalami kondensasi yang membentuk
cincin ungu. Hal ini sesuai dengan tinjauan pustaka yang digunakan (Harper, 1980) yang
menyatakan bahwa uji Molisch memberikan reaksi warna jika direaksikan dengan protein
yag mengandung gugus sakarida.

Perbedaan sifat protein

Albumin dan globulin

Tabung 1. Pada hasil percobaan larutan yang terjadi adalah keruh dan terdapat endapan
berwarna putih
Tabung 2. Setelah penambahan klorofenol red, warna larutan menjadi merah hati
Tabung A. Setelah penambahan asam asetat 2% dan penambahan asam nitrat 2 ml, larutan
menjadi kuning keruh dan endapan yang terjadi tidak larut kembali
Tabung B. Setelah penambahan asam asetat 2% dan penambahan Na2CO3 encer, larutan
menjadi keruh dan ada endapan yang tidak larut.

Serum adalah gabungan dari albumin dan globulin. Asam sulfosalisilat adalah alkaloid yang
bersifat asam dan mengikat protein. Pada albumin, kelarutan protein rendah sehingga
mengendap. Pada tabung kedua penambahan klorofenol pada serum yang mengakibatkan
perubahan warna larutan menjadi merah hati menunjukkan bahwa pH serum bersifat basa.
Klorofenol merupakan indicator pH yang akan berubah warna merah jika larutan bersifat
basa dan akan berwarna kuning jika larutan bersifat asam. Pada tabung A maupun B terjadi
endapan hasil pemanasan yang tidak larut dalam kedua asam yang digunakan (asam nitrat
dan Na2CO3). Endapan tersebut disebut koagulan. Sifat protein yang mengalami koagulasi
(denaturasi protein y ang bersifat irreversible dan permanent) sesuai dengan tinjauan pustaka
yang menyatakan bahwa protein memiliki sifat dapat mengalami koagulasi.

Kasein

Dengan penambahan asam asetat sebanyak 14 tetes tidak terjadi perubahan warna dan tidak
terjadi endapan.

Uji Newman terhadap kasein

Setelah dipanaskan di atas api, larutan menjadi bening dan mengeluarkan asap putih Larutan
menjadi tiga lapis yaitu dari atas ke bawah : bening, putih dan kuning. Setelah didinginkan
dan ditambah dengan ammonium molibdat mengeluarkan warna kuning kehijauan.

Bromkresol hijau merupakan indikator asam basa yang jika ditempatkan pada lingkungan
sedikit asam ataupun basa maka akan berwarna hijau dan jika ditempatkan di lingkungan
asam akan berwarna kuning. Tujuan dari penambahan asam asetat dan NaOH encer adalah
untuk menggumpalkan kasein pada pH isolistriknya (sekitar 4,6) NaOH yang bersifat basa
dan asam asetat yang bersifat asam akan menyebabkan kasein menemukan pH isolistriknya.

Pada uji Newman terhadap kasein, kasein mengalami denaturasi dengan penambahan HNO3
dan H2SO4. Ketika dipanaskan larutan akan mengeluarkan asap, fosfor yang terlepas dari
kasein menyebabkan ia menjadi asam fosfat yang berwarna kuning.

Reaksi pengendapan gelatin cair

Pada hasil percobaan terdapat endapan gelatin

Gelatin mengalami denaturasi setelah ditambahi ammonium sulfat atau kalium ferrosianida.
Ammonium sulfat adalah salah satu garam yang bersifat higroskopis yang dapat menyerap
air.

Kesimpulan

Protein dapat memberikan reaksi pengendapan untuk logam berat, alkohol pekat, garam dan
reagen-reagen alkaloid untuk dasar reaksi penetralan muatan, denaturasi, penarikan gugus air
dan titik isolistriknya. Terdapat reaksi-reaksi spesifik untuk protein yang dapat digunakan
untuk identifikasi kandungan protein antara lain uji biuret yang bertujuan untuk menunjukkan
adanya ikatan peptide, reaksi millon yang spesifik untuk tiroksin (gugus hidroksifenol) dan
reaksi triptofan hopskin cole yang spesifik untuk triptofan.

Melalui percobaan tersebut dapat diketahui adanya sifat-sifat protein yaitu mengendap
dengan reagen esbach, mengendap dengan alkohol pekat, memberi hasil positif terhadap
reaksi biuret. Dalam suasana basa, protein bermuatan negatif dan sebaliknya, dalam suasana
asam, protein bermuatan positif.

Denaturasi dapat terjadi karena pemanasan dan penambahan asam atau basa. Mekanisme
penyakit dapat dijelaskan dengan pendekatan biokimia.

Daftar Pustaka

Gilvery, et al. 1996. Biokimia suatu pendekatan fungsional. Edisi 3. Airlangga University
Press: Surabaya

Harper, et al. 1980. Biokimia (Review of Physiological Chemistry). Edisi 17. EGC: Jakarta

Riawan, S. 1990. Kimia Organik.Edisi 1. Binarupa Aksara: Jakarta

http://yukiicettea.blogspot.com/2009/10/biochemistry-laporan-biokimia-protein.html

Terima kasih atas kedatangannya mengunjungu GudangMateri , sampai jumpa di lain


kesempatan .

KARBOHIDRAT
Materi BioKimia Karbohidrat ini sangat berhubungan dengan Percobaan lainnya
yakni Uji Karbohidrat , namun materi kali ini akan lebih kompleks karena ,
merupakan perpaduan antara Biologi dan Kimia , yang merupakan dua bidang
studi yang saling berkaitan erat antara satu sama lain.

Tujuan Praktikum

Praktikum ini bertujuan untuk mengetahui sifat-sifat fisik dan kimia karbohidrat,
mengtahui jenis-jenis karbohidrat, reaksi-reaksi identifikasi dan sifat-sifat
karbohidrat dan membuktikan kandungan karbohidrat pada suatu zat
berdasarkan reaksi-reaksi tertentu.

Tinjauan Pustaka

Karbohidrat berfungsi sebagai penyedia energi yang utama. Protein dan lemak
berperan juga sebagai sumber energi bagi tubuh kita, tetapi karena sebagian
besar makanan terdiri atas karbohidrat, maka karbohidrat-lah yang terutama
merupakan sumber energi utama bagi tubuh. Amilum atau pati, selulosa,
glikogen, gula atau sukrosa dan glukosa merupakan beberapa senyawa
karbohidrat yang penting dalam kehidupan manusia.

Molekul karbohidrat terdiri atas atom-atom karbon, hidrogen, dan oksigen.


Jumlah atom hidrogen dan oksigen merupakan perbandingan 2:1 seperti pada
molekul air. Dahulu orang berkesimpulan adanya air dalam karbohidrat. Karena
hal ini maka dipakai kata karbohidrat, yang berasal dari kata karbon dan
hidrat atau air.

Walaupun pada kenyataannya senyawa karbohidrat tidak mengandung molekul


air, kata karbohidrat tetap digunakan. Senyawa karbohidrat tidak hanya ditinjau
dari rumus empirisnya saja, tetapi yang penting ialah rumus strukturnya
(McGilvery&Goldstein, 1996).

Pada senyawa yang termasuk karbohidrat terdapat gugus fungsi yaitu gugus
OH, gugus aldehida atau gugus keton. Struktur karbohidrat selain mempunyai
hubungan dengan sifat kimia yang ditentukan dengan sifat fisika, dalam hal ini
juga aktivitas optik (McGilvery&Goldstein, 1996).

Jika kristal glukosa murni dilarutkan dalam air, maka larutannya akan memutar
cahaya terpolarisasi ke arah kanan. Namun bila larutan itu dibiarkan beberapa
waktu dan diamati putarannya, terlihat bahwa sudut putaran berubah menjadi
semakin kecil, hingga lama-kelamaan menjadi tetap. Peristiwa ini disebut
mutarotasi, yang berarti perubahan rotasi atau perputaran (McGilvery &
Goldstein, 1996).

Sir Walter Norman Haworth (1883-1950) seorang ahli kimia Inggris yang
pada tahun 1937 memperoleh hadiah nobel untuk ilmu kimia, berpendapat
bahwa pada molekul glukosa kelima atom karbon yang pertama dengan atom
oksigen dapat membentuk cincin segi enam. Oleh karena itu, ia mengusulkan
penulisan rumus struktur karbohidrat sebagai bentuk cincin furan atau piran
(McGilvery & Goldstein, 1996).

Berbagai senyawa yang termasuk kelompok karbohidrat mempunyai molekul


yang berbeda-beda ukurannya, yaitu dari senyawa yang sederhana yang
mempunyai berat molekul 90 hingga senyawa yang memiliki berat molekul
500.000 bahkan lebih. Berbagai senyawa tersebut dibagi dalam tiga golongan,
yaitu monosakarida, oligosakarida dan polisakarida (McGilvery&Goldstein,
1996).

Monosakarida

Monosakarida adalah karbohidrat yang sederhana, dalam arti molekulnya


hanya terdiri atas beberapa atom karbon saja dan tidak dapat diuraikan dengan
cara hidrolisis dalam kondisi lunak menjado karbohidrat lain. Monosakarida yang
oaling sederhana adalah gliseraldehida dan dihidroksiaseton
(McGilvery&Goldstein, 1996).

Gliseraldehida disebut aldotriosa karena terdiri atas tiga atom karbon dan
mempunyai gugus aldehida. Dihidroksiaseton dinamakan ketotriosa karena
terdiri atas tiga atom karbon dan mempunyai gugus keton. Monosakarida yang
terdiri atas empat atom karbon disebut tetrosa dengan rumus C4H8O4.

Eritrosa adalah contoh aldotetrosa dan eritrulosa adalah suatu ketotetrosa.


Pentosa adalah monosakarida yang mempunyai lima atom karbon. Contoh
pentosa adalah ribosa dan ribulosa. Dari rumusnya kita dapat mengetahui bahwa
suatu ketopentosa. Pentosa dan heksosa (C6H12O6) merupakan monosakarida
yang penting dalam kehidupan (McGilvery&Goldstein, 1996).

Glukosa adalah suatu aldoheksosa dan sering disebut dekstrosa karena


mempunyai sifat dapat memutar cahaya terpolarisasi ke arah kanan. Di alam,
glukosa terdapat dalam buah-buahan dan madu lebah. Darah manusia normal
mengandung glukosa dalam jumlah atau konsentrasi yang tetap, yaitu antara
70-100 mg tiap 100 ml darah. Glukosa darah ini dapat bertambah setelah kita
makan makanan sumber karbohidrat, namun kira-kira 2 jam sesudah itu, jumlah
glukosa darah akan kembali pada keadaan semula. Pada orang yang menderita
diabetes mellitus, jumlah glukosa darah lebih dari 130 mg per 100 ml darah
(McGilvery&Goldstein, 1996).

D-glukosa memiliki sifat mereduksi reagen Benedict, Haynes, Barfoed, gula


pereduksi, memberi osazon dengan fenilhidrazina, difermentasikan oleh ragi dan
dengan HNO3 membentuk asan sakarat yang larut (Harper et al, 1979).

Fruktosa adalah suatu ketoheksosa yang mempunyai sifat memutar cahaya


terpolarisasi ke kiri dan karenanya disebut juga levulosa. Pada umumnya
monosakarida dan disakarida mempunyai rasa manis (McGilvery&Goldstein,
1996).

Madu lebah selain mengandung glukosa juga mengandung fruktosa . Fruktosa


mempunyai rasa lebih manis daripada glukosa, juga lebih manis daripada gula
tebu atau sukrosa. Fruktosa dapat dibedakan dari glukosa dengan pereaksi
seliwanoff, yaitu larutan resorsinol (1,3 dihidroksi benzene) dalam asam HCl.

Dengan pereaksi ini, mula-mula fruktosa diubah menjadi hidroksimetilfurfural


yang selanjutnya bereaksi dengan resorsinol membentuk senyawa yang
berwarna merah. pereaksi Seliwanoff ini khas untuk menunjukkan adanya
ketosa. Fruktosa berikatan dengan glukosa membentuk sukrosa, yaitu gula yang
biasa digunakan sehari-hari sebagai pemanis, dan berasal dari tebu atau bit
(McGilvery&Goldstein, 1996).

D-fruktosa mempunyai sifat mereduksi reagen Benedict, Haynes, Barfoed (gula


pereduksi), membentuk osazon dengan fenilhidrazina yang identik dengan
osazon glukosa, difermentasi oleh ragi dan berwarna merah ceri dengan reagen
Seliwanoff resorsinol-HCl (Harper et al, 1979).

Galaktosa adalah Monosakarida , dan Monosakarida ini jarang terdapat bebas


dalam alam. Umumnya berikatan dengan glukosa dalam bentuk laktosa, yaitu
gula yang terdapat dalam susu. Galaktosa mempunyai rasa kurang manis
daripada glukosa dan kurang larut dalam air. Galaktosa mempunyai sifat
memutar bidang cahaya terpolarisasi ke kanan (McGilvery&Goldstein, 1996).

D-galaktosa mempunyai sifat mereduksi reagen Benedict, Haynes dan Barfoed,


membentuk osazon yang berbeda dengan dua monosakarida sebelumnya
(glukosa dan fruktosa), dengan reagen floroglusinol memberi warna merah, dan
dengan HNO3 membentuk asam musat (Harper et al, 1979).

Pada proses oksidasi oleh asam nitrat pekat dan dalam keadaan panas,
galaktosa menghasilkan asam musat yang kurang larut dalam air bila
dibandingkan dengan asam sakarat yang dihasilkan oleh oksidasi glukosa.
Pembentukan asam musat ini dapat dijadikan cara identifikasi galaktosa, karena
kristal asam musat mudah dimurnikan dan diketahui bentuk kristal maupun titik
leburnya. (McGilvery&Goldstein, 1996)

Pentosa adalah bagian dari Monosakarida . Beberapa pentosa yang penting


diantaranya adalah arabinosa, xilosa, ribosa dan 2-deoksiribosa. Keempat
pentosa ini adalah aldopentosa dan tidak terdapat dalam keadaan bebas di
alam. Arabinosa diperoleh dari gum arab dengan jalan hidrolisis, sedangkan
xilosa diperoleh dari proses hidrolisis terhadap jerami atau kayu. Xilosa terdapat
pada urine seseorang yang disebabkan oleh suatu kelainan pada metabolisme
karbohidrat. Kondisi seseorang sedemikian itu disebut pentosuria. Ribosa dan
deoksiribosa merupakan komponen dari asam nukleat dan dapat diperoleh
dengan cara hidrolisis. Dari rumusnya tampak bahwa deoksiribosa kekurangan
satu atom oksigen dibanding dengan ribosa. (McGilvery&Goldstein, 1996).

Contoh - contoh Gula Pentosa antara lain :

1. D-Ribosa yang bersumber dari asam Nukleat. Kegunaannya unsur pembentuk


asam Nukleat dan Koenzim. Reaksinya akan mereduksi Benedict , Feling,
Barfoed, Haynes, dan membentuk Ozason dengan Fenilhidrazin.

2. D- Ribulosa bersumber dari proses Metabolik , mempunyai kegunaan sebagai


zat antara dalam Heksosa Monofosfat .D- Ribulosa bereaksi dengan Gula Keto.

3. D - Arabinosa bersumber dari Getah Arab , Plum, dan Getah Ceri , namun tidak
memiliki fungsi Fisiologis. Dengan reaksi Orsinol - HCl memberi warna : Violet ,
Biru , dan Merah , denngan membei Floroglusional- HCl.

4. D- Xilosa bersumber dari Getah Kayu yang mempunyai kegunaan pada


Manusia . Dan jika bereaksi akan berwarna merah.

5. D- Likosa bersumber dari Otot Jantung , dan mempunyai kegunaan sebagai


suatu unsur dari lisoflavin dari otot jantung manusia.

Oligosakarida

Senyawa yang termasuk oligosakarida mempunyai molekul yang terdiri atas


beberapa molekul monosakarida. Dua molekul monosakarida yang berikatan
satu dengan yang lain, membentuk satu molekul disakarida. Oligosakarida yang
lain adalah trisakarida yaitu yang terdiri atas tiga molekul monosakarida dan
tetrasakarida yang terbentuk dari empat molekul monosakarida. Oligosakarida
yang paling banyak terdapat di alam adalah disakarida (McGilvery&Goldstein,
1996).

Sukrosa adalah gula yang kita kenal sehari-hari, baik yang berasal dari tebu
meupun dari bit. Selain dari tebu dan bit, sukrosa terdapat pada tumbuhan lain,
misalnya dalam buah nanas dan dalamwortel. Dengan hidrolisis sukrosa akan
terpecah dan menghasilkan glukosa dan fruktosa (McGilvery&Goldstein,
1996).

Pada molekul sukrosa terdapat ikatan antara molekul glukosa dan fruktosa, yaitu
antara atom karbon nomor 1 pada glukosa dengan atom karbon nomor 2 pada
fruktosa melalui atom oksigen. Kedua atom karbon tersebut adalah atom karbon
yang mempunyai gugus OH glikosidik atau atom karbon yang merupakan gugus
aldehida pada glukosa dan gugus keton pada fruktosa. . Oleh karena itu molekul
sukrosa tidak mempunyai sifat dapat mereduksi ion-ion Cu 2+ atau Ag+ dan
juga tidak membentuk osazon (McGilvery&Goldstein, 1996).

Sukrosa mempunyai sifat memutar cahaya terpolarisasi ke kanan. Hasil yang


diperoleh dari reaksi hidrolisis adalah glukosa dan fruktosa dalam jumlah yang
ekuimolekuler. Glukosa memutar cahaya terpolarisasi ke kanan, sedangkan
fruktosa ke kira. Oleh karena fruktosa memiliki rotasi spesifik lebih besar dari
glukosa, maka campuran glukosa dan fruktosa sebagai hasil hidrolisis itu
memutar ke kiri.

Proses ini disebut inverse. hasil hidrolisis sukrosa yaitu campuran glukosa dan
fruktosa disebut gula invert. Madu lebah sebagian besar terdiri atas gula invert
dan dengan demikian madu mempunyai rasa lebih manis daripada gula. Apabila
kita makan makanan yang mengandung gula, maka dalam usus halus, sukrosa
akan diubaha menjadi glukosa dan fruktosa oleh enzim sukrase atau invertase
(McGilvery&Goldstein, 1996).

Laktosa

Dengan menghidrolisis laktosa akan menghasilkan D-galaktosa dan D-gluokosa,


karena itu laktosa adalah suatu disakarida. Ikatan galaktosa dan glukosa terjadi
antara atom karbon nomor 1 pada galaktosa dan atom karbon nomor 4 pada
glukosa. Oleh karenanya molekul laktosa mempunyai sifat mereduksi gugus OH
glikosidik.

Dengan demikian laktosa memiliki sifat mereduksi dan mutarotasi. Biasanya


laktosa mengkristal . Dalam susu terdapat laktosa yang sering disebut gula susu.
Pada wanita yang seadng dalam masa laktasi atau masa menyusui, laktosa
kadang-kadang terdapat dalam urine dengan konsentrasi yang sangat rendah.
Dibandingkan dengan glukosa, laktosa memiliki rasa yang kurang manis. Apabila
laktosa dihidrolisis kemudian dipanaskan dengan asam nitrat akan terbetuk
asam musat (McGilvery&Goldstein, 1996).

Maltosa adalah suatu disakarida yang terbentuk dari dua molekul glukosa.
ikatan yang terjadi ialah antara atom karbon nomor 1 dan atom karbon nomor 4,
oleh karenanya maltosa masih mempunyai gugus OH glikosidik dan dengan
demikian masih mempunyai sifat mereduksi. Maltosa merupakan hasil antara
dalam proses hidrolisis amilum dengan asam maupun dengan enzim
(McGilvery&Goldstein, 1996).

Telah diketahui bahwa hidrolisis amilum akan memberikan hasil akhir glukosa.
Dalam tubuh kita amilum mengalami hidrolisis menjadi maltosa oleh enzim
amylase. maltosa ini kemudian diuraikan oleh enzim maltase menjadi glukosa
yang digunakan oleh tubuh (McGilvery&Goldstein, 1996).

Maltosa mudah larut dalam air dan mempunyai rasa yang lebih manis daripada
laktosa, tetapi kurang manis daripada sukrosa (McGilvery&Goldstein, 1996).

Urutan tingkat rasa manis pada beberapa mono dan disakarida :


Rafinosa adalah suatu trisakarida yang penting, terdiri atas tiga molekul
monosakarida yang berikatan, yaitu galaktosa-glukosa-fruktosa. Atom karbon 1
pada galaktosa berikatan dengan atom karbon 6 pada glukosa, selanjutnya atom
karbon 1 pada glukosa berikatan dengan atom karbon 2 pada fruktosa
(McGilvery&Goldstein, 1996).

Apabila dihidrolisis sempurna, rafinosa akan menghasilkan galaktosa, glukosa


dan fruktosa. Pada kondisi tertentu hidrolisis rafinosa akan memberikan hasil-
hasil tertentu pula. Hidrolisis dengan asam lemah atau pada konsentrasi H+
rendah, akan menghasilkan melibiosa dan fruktosa. Hasil yang sama seperti ini
juga dapat diperoleh melalui hidrolisis dengan bantuan enzin sukrase.

Di samping itu, hidrolisis dengan bantuan enzim maltase akan memberikan hasil
galaktosa dan sukrosa. Hasil hidrolisis sempurna juga dapat diperoleh apabila
dalam reaksi ini digunakan dua jenis enzim, yaitu sukrase dan melibiase.
Melibiase akan menguraikan melibiosa menjadi galaktosa dan glukosa
(McGilvery&Goldstein, 1996).

Pada kenyataanya, rafinosa tidak memiliki sifat mereduksi. Hal ini disebabkan
karena dalam molekul rafinosa tidak terdapat gugus OH glikosidik. Rafinosa
terdapat dalam bit dan tepung biji kapas mengandung kira-kira 8%. Trisakarida
ini tidak digunakan manusia sebagai sumber karbohidrat (McGilvery&Goldstein,
1996).

Stakiosa adalah suatu tetrasakarida. Dengan jalan hidrolisis sempurna, stakiosa


menghasilkan 2 molekul galaktosa, 1 molekul glukosa dan 1 molekul fruktosa.
Pada hidrolisis parsial dapat dihasilkan fruktosa dan manotriosa suatu
trisakarida. Stakiosa tidak memiliki sifat mereduksi. (McGilvery&Goldstein, 1996)

Polisakarida

Pada umumnya polisakarida mempunyai molekul besar dan lebih kompleks


daripada mono dan oligosakarida, Molekul polisakarida terdiri atas banyak
molekul monosakarida. Polisakarida yang terdiri atas satu macam monosakarida
saja disebut homopolisakarida, sedangkan yang menagdung senyawa lain
disebut heteropolisakarida.

Umumnya polisakarida berupa senyawa berwarna putih dan tidak berbentuk


kristal, tidak memiliki rasa manis dan tidak memiliki sifat mereduksi. Berat
molekut polisakarida bervariasi dari beberapa ribu hingga lebih dari satu juta.
Polisakarida yang dapat larut dalam air akan membentuk larutan koloid.
beberapa polisakarida yang penting diantaranya adalah amilim, glikogen,
dekstrin dan selulosa. (McGilvery&Goldstein, 1996)

Amilum
Polisakarida ini terdapat banyak di alam, yaitu pada sebagian besar tumbuhan.
Amilum atau dalam bahasa sehari-hari disebut pati terdapat pada umbi, daun,
batang dan biji-bijian. (McGilvery&Goldstein, 1996)

Amilum terdiri atas dua macam polisakarida yang kedua-duanya adalah polimer
dari glukosa, yaitu amilosa (kira-kira 20-28%) dan sisanya amilopektin. Amilosa
terdiri atas 250-300 unit D-glukosa yang terikat dengan ikatan 1,4-glikosidik, jadi
molekulnya merupakan rantai terbuka. Amilopektin juga terdiri atas molekul D-
glukosa yang sebagian besar mempunyai ikatan 1,4-glikosidik dan sebagian lagi
ikatan 1,6-glikosidik. Adanya ikatan 1,6-glikosidik ini menyebabkan terjadinya
cabang, sehingga molekul amilopektin berbentuk rantai terbuka dan bercabang.

Molekul amilopektin lebih besar daripada molekul amilosa karena terdiri atas
lebih dari 1.000 unit glukosa. Butir-butir pati tidak larut dalam air dingin tetapi
apabila suspensi dalam air dipanaskan, akan terbentuk suatu larutan koloid yang
kental. larutan koloid ini apabila diberi larutan iodium akan berwarna biru. Warna
biru tersebut disebabkan oleh molekul amilosa yang membentuk senyawa.
Amilopektin dengan iodium akan memberikan warna ungu atau merah
lembayung. (McGilvery&Goldstein, 1996)

Amilum dapat dihidrolisis sempurna dengan menggunakan asam sehingga


menghasilkan glukosa. hidrolisis juga dapat dilakukan dengan bantuan enzim
amylase. Dalam ludah dan dalam cairan yang dikeluarkan oleh pankreas
terdapat amylase yang bekerja terhadap amilum yang terdapat dalam makanan
kita. Oleh enzim amylase, amilum diubah menjadi maltosa dalam bentuk
maltosa. (McGilvery&Goldstein, 1996)

Glikogen

Seperti amilum, glikogen juga menghasilkan D-glukosa pada proses hidrolisis.


Pada tubuh kita glikogen terdapat dalam hati dan otot. hati berfungsi sebagai
tempat pembentukan glikogen dari glukosa. Apabila kadar glukosa dalam darah
bertambah, sebagian diubah menjadi glikogen sehingga kadar glukosa dalam
darah normal kembali. Sebaliknya apabila kadar glukosa dalam darah menurun,
glikogen dalam hati diuraikan menjadi glukosa kembalu, sehingga kadar glukosa
darah normal kembali.

Glikogen yang ada di dalam otot digunakan sebagai sumber energi untuk
melakukan aktivitas sehari-hari. Dari alam glikogen terdapat pada kerang dan
pada alga rumput laut. (McGilvery&Goldstein, 1996)

Glikogen yang terlarut dalam air dapat diendapkan dengan jalan menambahkan
etanol. Endapan yang terbentuk apabila dikeringkan berbentuk serbuk putih.
Glikogen dapat memutar cahaya terpolarisasi ke kanan dan ]D20=196o. Dengan
iodium, glikogenmempunyai rotasi spesifik [ menghasilkan warna merah.
Struktur glikogen serupa dengan struktur amilopektin yaitu merupakan rantai
glukosa yang mempunyai cabang. (McGilvery&Goldstein, 1996)

Dekstrin

Pada reaksi hidrolisis parsial, amilum terpecah menjadi molekul-molekul yang


lebih kecil yang dikenal dengan nama dekstrin. jadi dekstrin adalah hasil antara
proses hidrolisis amilum sebelum terbentuk maltosa. tahap-tahap dalam proses
hidrolisis amilum serta warna yang terjadi pada reaksi dengan iodium adalah
sebagai berikut :

Selulosa terdapat dalam tumbuhan sebagai bahan penbentuk dinding sel. Serat
kapas boleh dikatakan seluruhnya adalah selulosa. Dalam tubuh kita selulosa
tidak dapat dicernakan karena kita tidak mempunyai enzin yang dapat
menguraikan selulosa. Dengan asam encer tidak dapat terhidrolisis, tetapi oleh
asam dengan konsentrasi tinggi dapat terhidrolisis menjadi selobiosa dan D-
glukosa. Selobiosa adalah suatu disakarida yang terdiri atas dua molekul glukosa
yang berikatan glikosidik antara atom karbon 1 dengan atom karbon 4.
(McGilvery&Goldstein, 1996)

Mukopolisakarida adalah suatu heteropolisakarida, yaitu polisakarida yang


terdiri atas dua jenis derivate monosakarida. Derivat monosakarida yang
membentuk mukopolisakarida tersebut ialah gula amino dan asam uronat.
Debagai contoh asam hialuronat yang merupakan komponen jaringan ikat yang
terdapat pada otot, terbentuk dari kumpulan unit N-asetilglukosamina yang
berikatan dengan asam glukuronat. Heparin, suatu senyawa yang berfungsi
sebagai antikoagulan darah, adalah suatu mukopolisakarida.
(McGilvery&Goldstein, 1996)

Beberapa sifat kimia

berbeda dengan sifat fisika yang telah diuraikan, yaitu aktivitas optik, sifat kimia
karbohidrat berhubungan erat dengan gugus fingsi yang terdapat pada
molekulnya, yaitu gugus OH aldehida dan gugus keton. (McGilvery&Goldstein,
1996)

Sifat mereduksi

Monosakarida dan beberapa disakarida mempunyai sifat dapat mereduksi


terutama dalam suasan basa. Sifat sebagai reduktor ini dapat digunakan untuk
keperluan identifikasi karbohidrat maupun analisis kuantitatif. Sifat mereduksi ini
disebabkan oleh adanya gugus aldehida atau keton bebas dalam molekul
karbohidrat. Sifat ini tampak pada reaksi reduksi ion-ion logam misalnya ion Cu
2+ dan ion Ag+ yang terdapat pada pereaksi-pereaksi tertentu. Beberapa contoh
diberikan sebagai berikut:
Pereaksi Fehling

Pereaksi ini dapat direduksi selain oleh karbohidrat yang mempunyai sifat
mereduksi, juga dapat direduksi oleh reduktor lain. Pereaksi fehling terdiri atas 2
laruten, yaitu larutan Fehling A dan B. Larutan Fehling A adalah larutan CuSO4
dalam air, sedangkan larutan Fehling B adalah larutan garam K Natartat dan
NaOH dalam air.

Dalam pereaksi ini ion Cu2+ direduksi menjadi ion Cu+ yang dalam suasana
basa akan diendapkan sebagai Cu2O. Dengan larutan glukosa 1%, pereaksi
Fehling menghasilkan endapan berwarna merah bata, sedangkan apabila
digunakan larutan yang lebih encer misalnya larutan glukosa 0,1%, endapan
yang terjadi berwarna hijau kekuningan. (McGilvery&Goldstein, 1996)

Pereaksi Benedict

Pereaksi benedict berupa larutan yang mengandung kuprisulfat, natrium


karbonat dan natrium sitrat. Glukosa dapat mereduksi ion Cu2+ dari kuprisulfat
menjadi ion Cu+ yang kemudian mengendap sebagai Cu2O. Adanya natrium
karbonat dan natrium sitrat membuat peraksi benedict bersifat basa lemah.

Endapan yang terbentuk dapat berwarna hijau, kuning atau merah bata. Warna
endapan ini tergantung pada konsentrasi karbohidrat yang diperiksa. Pereaksi
Benedict lebih banyak digunakan pada pemeriksaan glukosa dalam urine
daripada pereaksi Fehling karena beberapa alasan.

Apabila dalam urine terdapat asam urat atau kreatinin, kedua senyaea ini dapat
mereduksi pereaksi Fehling, tetapi tidak dapat mereduksi pereaksi Benedict. Di
samping itu pereaksi Benedict lebih peka daripada pereaksi Fehling. Penggunaan
pereaksi Benedict juga lebih mudah karena hanya terdiri atas satu macam
larutan, sedangkan pereaksi Fehling terdiri atas dua macam larutan.
(McGilvery&Goldstein, 1996)

Pereaksi Barfoed

Pereaksi ini terdiri atas larutan kupriasetat dan asam asetat dalam air, dan
digunakan untuk membedakan antara monosakarida dengan disakarida.
Monosakarida dapat mereduksi lebih cepat daripada disakarida. Jadi Cu2O
terbentuk lebih cepat oleh monosakarida daripada oleh disakarida, dengan
anggapan bahwa konsentrasi mopnosakarida dan disakarida dalam larutan tidak
berbeda banyak.

Tauber dan Kleiner membuat modifikasi atas pereaksi ini, yaitu dengan jalan
mengganti asam asetat dengan asam laktat dan ion Cu+ yang dihasilkan
direaksikan dengan pereaksi warna fosfomolibdat hingga menghasilkan warna
biru adanya monosakarida. Disakarida dengan konsentrasi rendah tidak
memberikan hasil positif. Perbedaan antara pereaksi Barfoed dengan pereaksi
Fehling atau Benedict ialah bahwa pereaksi Barfoed digunakan pada suasana
asam. (McGilvery&Goldstein, 1996)

Apabila karbohidrat mereduksi suatu ion logam, karbohidrat ini akan teroksidasi
menjadi gugus karboksilat dan terbentuklah asam monokarboksilat. Sebagai
contoh galaktosa akan teroksidasi menjadi asam galaktonat, sedangkan glukosa
akan menjadi asam glukonat. (McGilvery&Goldstein, 1996)

Pembentukan furfural

Dalam larutan asam yang encer, walaupun dipanaskan, monosakarida umumnya


stabil. Tetapi apabila dipanaskan dengan kuat yang pekat, monosakarida
menghasilkan furfural atau derivatnya. Reaksi pembentukan furfural ini adalah
reaksi dehidrasi atau pelepasan molekul air dari seatu senyawa.
(McGilvery&Goldstein, 1996)

Pentosa-pentosa hampir secara kuantitatif semua terdrhidrasi menjadi furfural.


Dengan dehidrasi heksosa-heksosa menghasilkan hidroksimetilfurfural. Oleh
karena furfural dan derivatnya dapat membentuk senyawa yang berwarna
apabila direaksikan dengan naftol atau timol, reaksi ini dapat digunakan sebagai
reaksi pengenal karbohidrat. (McGilvery&Goldstein, 1996)

Pereaksi Molisch terdiri atas larutan naftol dalam alkohol. Apabila pereaksi ini
ditambahkan pada larutan glukosa misalnya, kemudian secara hati-hati
ditambahkan asam sulfat pekat, akan terbentuk dua lapisan zat cair. Pada batas
antara kedua lapisan itu akan terjadi warna ungu karena terjadi reaksi
kondensasi antara furfural dengan naftol. Walaupun reaksi ini tidak spesifik untuk
karbohidrat, namun dapat digunakan sebagai reaksi pendahuluan dalam analisis
kualitatif karbohidrat. Hasil negatif merupakan suatu bukti bahwa tidak ada
karbohidrat. (McGilvery&Goldstein, 1996).

Tes ini berguna untuk mengetahui pengaruh asam terhadap sakarida. Satu cincin
merah-ungu menunjukkan adanya karbohidrat (Harper et al, 1979).

Pembentukan Osazon

Semua karbohidrat yang mempunyai gugus aldehid atau keton bebas akan
membentuk osazon bila dipanaskan bersama fenilhidrazina berlebih. Osazon
yang terjadi mempunyai bentuk kristal dan titik lebur yang khas bagi masing-
masing karbohidrat. Hal ini sangat penting karena dapat digunakan untuk
mengidentifikasi karbohidrat dan merupakan salah satu cara untuk membedakan
beberapa monosakarida, misalnya antara glukosa dan galaktosa yang terdapat
dalam urine wanita dalam masa menyusui. (McGilvery&Goldstein, 1996)

Pada reaksi antara flukosa dengan fenilhirazina, mula-mula terbentuk D-


glukosafenilhidrazon, kemudian reaksi berlanjut hingga terbentuk D-glukosazon.
Glukosa, fruktosa dan amanosa dengan fenilhidrazon menghasilkan osazon yang
sama. Dari struktur ketiga monosakarida tersebut tampak bahwa posisi gugus
OH dan atom H pada atom karbon nomor 3,4, dan 5 sama. Dengan demikian
osazon yang terbentuk memiliki struktur yang sama. (McGilvery&Goldstein,
1996).

Alat dan Bahan

Alat-alat

Rak tabung reaksi


Tabung reaksi
Lampu spiritus
Penjepit tabung
Gelas ukur
Pipet tetes
Corong
Korek api
Penangas air
Cawan porselen

Bahan-bahan

Larutan benedict
Glukosa 0,01 M; 0,02 M; 0,04 M.
Fruktosa 0,02 M
Laktosa 0,02 M
Sukrosa 0,02 M
Pati/ amilum 0,7%
Larutan Luff
Larutan Barfoed
Naftol
H2SO4
HCl pekat
Larutan resorsinol
Pentosa A dan B
Pereaksi Bial
Larutan Antron
Na2CO3
Arabinosa 0,1 M
Asam asetat anhidrida
Fenilhidrazina
Na-asetat padat
Timol biru
Larutan yod
Glikogen
Dextrin
Larutan amilum
Larutan lugol iodine
Saliva
Furfural 0,01 M.

Hasil Pengamatan

1. Daya mereduksi

a. Uji Benedict
Glukosa memiliki sifat dapat mereduksi ion Cu2+ menjadi ion Cu+ yang ada
pada larutan Benedict sehingga menjadi Cu2O yang berbentuk endapan.
Semakin menigkatnya konsentrasi glukosa pada uji Benedict ini, endapan yang
terjadi makin banyak. Hal ini menandakan bahwa makin reduktif gula tersebut
mereduksi larutan Benedict.

b. Uji Luf
Uji Luff digunakan untuk mengetahui pengaruh konsentrasi terhadap endapan.
Pada tabung 1 yang diisi oleh fruktosa 0,02 M terbentuk endapan merah bata
dan jumlahnya relatif banyak. Tabung 2 yang diisi oleh glukosa 0,02 M
membentuk endapan merah bata yang jumlahnya sedikit. Hal ini disebabkan
fruktosa memiliik gugus reduksi pada atom C 2 sedangkan glukosa memiliki
gugus pereduksi pada atom C 1. Pada tabung 3 yang terisi oleh laktosa 0,02 M
terbentuk endapan warna coklat yang jumlahnya banyak.

Hal ini disebabkan karena atom C 4 glukosa berikatan dengan atom C 1 pada
galaktosa. Yang berarti laktosa mampu mereduksi larutan Benedict. Sedangkan
pada tabung 4 yang diisi oleh larutan sukrosa 0,02 M terdapat warna merah bata
yang disebabkan ikatan antara atom C 1 pada glukosa dengan atom C 2 fruktosa
yang mengakibatkan kemampuan reduksi menjadi hilang. Pada tabung 5 yang
berisi larutan amilum, terdapat warna biru yang mengindikasi adanya
polisakarida amilum.

Amilum merupakan salah satu karbohidrat kompleks yang dalam hal ini belum
mencapai tahap hidrolis sempurna yaitu menjadi glukosa.

2. Pengaruh asam (dehidrasi)

a. Uji Molish
Pada hasil percobaan, tabung 1 terbentuk lapisan warna yang berturut-turut dari
atas ke bawah: hijau-ungu-hitam. Hal ini disebabkan karena glukosa merupakan
monosakarida yang harus mengalami dehidrasi menjadi furfural. Pada tabung 2
dan 3 terdapat lapisan warna pada tabung reaksi yaitu hijau-ungu-coklat.
Amilum dan selulosa merupakan polisakarida sehingga untuk menghasilkan
cincin ungu harus melalui hidrolisis menjadi oligosakarida -> monosakarida yang
kemudian mengalami dehidrasi menjadi furfural. Hal ini sesuai dengan tinjauan
pustaka menurut Harper et al (1979) dan menurut McGilvery&Goldstein (1996)
yang secara garis besar menyatakan bahwa satu cincin merah-ungu
menunjukkan adanya karbohidrat. Pada tabung empat furfural berkondensasi
dengan pereaksi Molish menghasilkan cincin ungu yang paling besar karena
mengalami proses yang paling cepat.

b. Uji Seliwanof
Pada hasil percobaan tampak bahwa dalam tabung 1 yang berisi glukosa, warna
larutan tidak berubah. Hal ini terjadi karena glukosa tidak memiliki gugus keton
sehingga tidak memberikan reaksi terhadap pereaksi Seliwanoff, sedangkan
pada tabung 2 yang berisi fruktosa, warna larutan berubah menjadi merah. Hal
ini sesuai dengan tinjauan pustaka menurut Harper et al (1979) yang
menyatakan bahwa fruktosa berwarna merah ceri dengan reagen Seliwanoff
resorsinol-HCl.

3. Pembentukan osazon

Pembentukan osazon merupakan cara yang berguna untuk membentuk


kristal-kristal derivate gula. Senyawa ini mempunyai susunan kristal, titik leleh
dan waktu presipitasi yang khas dan sangat bermanfaat untuk identifikasi gula.
Osazon diperoleh dengan menambahkan campuran fenilhidrazin hidroklorida dan
natrium asetat ke dalam larutan gula dan dipanaskan dalam penangas air yang
mendidih. Reaksi hanya menyangkut karbon karbonil (yaitu gugus aldehida atau
keton) dan karbon yang berdekatan. Akan terlihat dengan membandingkan
struktur osazon bahwa glukosa, fruktosa dan manosa akan membentuk osazon
yang sama.

4. Hasil hidrolisis

a. Uji Benedict
Pada tabung 1a, warna yang terjadi adalah tetap seperti warna semula, pada
tabung ditemukan presipitat putih. Hal ini menandakan adanya proses hidrolisis
maltosa menjadi dua molekul glukosa. Proses pemanasan mempercepat
hidrolisis maltosa menjadi glukosa. Pada tabung 1b, warna yang terjadi adalah
coklat tua dan terbentuk presipitat hitam, maltosa mungkin lebih lama
terhidrolisis sehingga endapan yang terjadi lebih sedikit. Hal ini sesuai dengan
tinjauan pustaka menurut Harper et al (1979) dan McGilvery&Goldstein (1996)
yang menyatakan bahwa glukosa mempunyai gugus reduksi yang mampu
mereduksi pereaksi Benedict. Ion Cu2+ akan direduksi menjadi Cu+ dan akan
mengendap sebagai Cu2O.

Hal yang serupa terjadi pada tabung 2a dan 2b yang diisi dengan larutan
laktosa. Fungsi HCl pada reaksi ini adalah menghidrolisis laktosa menjadi glukosa
dan galaktosa. Galaktosa memiliki sifat mereduksi pereaksi Benedict. Hal ini
sesuai dengan dasar teori menurut Harper et al (1979).
b. Uji Seliwanoff
Pada tabung 1, sukrosa terhidrolisis oleh HCl menjadi fruktosa dan glukosa.
Karena fruktosa memiliki gugus keton maka ketika bereaksi dengan resorsinol
akan memberikan wrna kuning. Sebenarnya warna yang diharapkan adalah
merah-ceri, namun karena konsentrasi yang digunakan kecil, maka warna yang
terjadi adalah kuning. Hal ini sesuai dengan tinjauan pustaka menurut Harper et
al (1979) yang menyatakan bahwa fruktosa dapat bereaksi dengan reagen
Seliwanoff dan memberikan kompleks warna merah ceri.
Pada tabung 2, maltosa dihidrolisis oleh HCl menjadi glukosa dan glukosa.
Glukosa tidak memiliki gugus keton, sehingga tidak bereaksi dengan resorsinol.

Hal yang serupa juga terjadi pada tabung 3, laktosa dihidrolisis oleh HCl menjadi
glukosa dan galaktosa. Baik glukosa maupun galaktosa sama-sama tidak
memiliki gugus keton, sehingga tidak bereaksi terhadap reagen Resorsinol.

5. Polisakarida

Setelah metabung diuji yod, warna yang muncul berturut-turut adalah biru pekat
(hitam), coklat kemerahan, merah hati, merah, orange dan akhirnya warna
serupa dengan warna yod. Warna-warna tersebut merupakan indikasi bahwa
terjadi proses hidrdolisis sempurna amilum menjadi glukosa. Hal ini ditunjukkan
dengan uji yod negatif, karena glukosa jika diuji dengan pereaksi Yod akan
memberikan hasil negatif.
Sedangkan setelah diuji dengan Benedict, warna larutan menjadi kuning keruh
dan terdapat endapan merah bata yang menandakan bahwa glukosa memilii
gugus reduksi yang dapat mereduksi ion Cu2+ menjadi Cu+ dan akan
mengendap sebagai Cu2O. Hal ini sesuai dengan tinjauan pustaka menurut
McGilvery&Goldstein (1996).

Kesimpulan

Dari hasil praktikum di atas dapat disimpulkan bahwa terdapat banyak cara
untuk mengidentifikasi karbohidrat yang dapat dilakukan selain dengan sifat fisik
juga melalui sifat kimianya. Pereaksi-peraksi yang digunakan pada identifikasi
karbohidrat antara lain: pereaksi Benedict, Fehling, Berfoed, Seliwanoff.
Beberapa karbohidrat memiliki gugus fungsi yang berbeda sehingga hal ini
sangat berguna pada identifikasi karbohidrat yang berbeda.

Glukosa dan galaktosa memiliki gugus aldhida yang mengakibatkan kedua


monosakarida tersebut dapat mereduksi larutan Benedict, yang ditandai dengan
adanya endapan merah bata. Hai ini tidak dijumpai pada fruktosa yang memiliki
gugus keton. Daya meredusksi terhadap Benedict ternyata mempunyai pengaruh
dengan konsentrasi sakarida yang digunakan.

Karbohidrat dapat mengalami dehidrasi menjadi furfural. Uji Molish digunakan


untuk membuktikan sifat ini. Monosakarida memiliki sifat fisik yang khas, yaitu
melalui pembentukan osazon yang jika dilihat melalui mikroskop akan
menunjukkan bentuk-bentuk kristal.

Karbohidrat kompleks mengalami hidrolisis menjadi oligosakarida, disakarida dan


kemudian monosakarida. Hal ini dapat diuji dengan menggunakan uji Yod dan uji
Benedict.

Sumber :
http://yukiicettea.blogspot.com/2009/10/biochemistry-laporan-biokimia.html

Terima kasih telah mengikuti materi Biokimia Karbohidrat semoga membantu


anda dalam pengerjaan tugas atau laporan.

Anda mungkin juga menyukai