Anda di halaman 1dari 29

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Mangga (Mangifera indica L.)

1. Taksonomi Tumbuhan Mangga (Mangifera indica L.)

Klasifikasi tumbuhan mangga (Mangifera indica L.) sebagai berikut

(Aak, 1991) :

Divisi : Spermatophyta (tumbuhan berbiji)

Sub divisi : Angiospermae (berbiji tertutup)

Kelas : Dicotyledoneae (biji berkeping dua)

Ordo : Sapindales

Famili : Anacardiaceae (mangga-manggaan)

Genus : Mangifera

Spesies : Mangifera indica L.

2. Nama Daerah dan Nama Asing

Mangga (Mangifera indica L.) dikenal dengan berbagai sinonim dan

nama daerah, sebagai berikut (Afriastini, 1992) :

a. Nama Daerah :

1) Sumatera : Mamplam (Aceh), maga (Nias), kapelam, pelom.

2) Jawa : Buwah, manggah, pelem, pao (Madura).

3) Nusa Tenggara : Amplem (Bali), pau (Sawu, Solor dan Alor),

mo (Flores), heum, upum (Timor).

6
7

4) Kalimantan : Ampalam (Kalimantan Timur), tekarong (Kenya),

hampalam (Ngaju dan Sampit).

5) Sulawesi : Uai (Sangir), oili, uai, kawidei, kombilei.

6) Maluku : Mamplam (Wetar), mamplana (Kisar), wowo

(Bacan), guwae (Ternate dan Tidore).

7) Irian : Manilya, pager.

8) Melayu : Mangga.

b. Nama Asing : Manggaboom, manguir, manggabaum, mango tree.

3. Morfologi Tumbuhan Mangga (Mangifera indica L.) (Pracaya, 2007)

Gambar 1.
Mangga (Mangifera indica L.)
Sumber : www.google.com

a. Habitus :

Tinggi pohon dewasa bisa mencapai 10-40 cm, umur pohon dapat

mencapai 100 tahun.


8

b. Batang :

Batang tegak dan bercabang banyak (rimbun). Kulit batang tebal dan

agak kasar. Kulit batang yang sudah tua coklat keabu-abuan.

c. Daun :

Berdaun tunggal, panjang tangkai daun 1,24-12,50 cm ; panjang daun

8-40 cm ; lebar 2-12,5 cm. Bentuk daun lonjong dengan ujung seperti mata

tombak, segi empat tetapi berujung runcing, bulat telur dengan ujung

runcing seperti mata tombak, atau segi empat dengan ujung membulat.

Permukaan daun bagian atas hijau mengkilat, bagian bawah hijau muda.

Daun yang masih muda berwarna kemerahan.

d. Bunga :

Berwarna kuning pucat, warna kepala putik kemerah-merahan dan

warna itu akan berubah menjadi ungu saat kepala sari membuka, tangkai

hijau keunguan, majemuk, tumbuh diketiak daun.

e. Buah :

Termasuk kelompok buah batu berdaging. Berbentuk jorong berparuh

sedikit dan pucuk runcing, pangkal merah keunguan, ukuran buah 15,1 x

7,8 x 5,5 dan memiliki berat kurang lebih 450 gram/buah.

f. Biji :

Biji berkulit keras. Ukurannya ada yang besar dan juga kecil.

Bentuknya ada yang membulat, pipih.

g. Akar :

Akar tunggang dan akar cabang.


9

4. Zat yang terdapat pada tumbuhan mangga (Mangifera indica L.)

Tumbuhan mangga (Mangifera indica L.) kaya akan berbagai vitamin

(vitamin A. C dan E), mineral (Cu, Zn, Mn, dan Se), serat, dan karbohidrat

(Pangkalan Ide, 2010). Selain itu, mangga (Mangifera indica L.) juga

mengandung polifenol, flavonoid, triterpenoid serta mangiferin sebuah xanton

glikosida utama bio-aktif konstituen, isomangiferin, tannin, dan turunan asam

galat (Shah et al, 2010). Daun dan bunga mangga (Mangifera indica L.)

menghasilkan suatu minyak esensial yang mengandung humulene, elemen,

ocimene, linalool, nerol dan banyak lainya (Shah et al, 2010).

5. Khasiat tumbuhan mangga (Mangifera indica L.)

Dibalik rasanya yang enak dan segar, banyak sekali manfaat dari

tumbuhan mangga (Mangifera indica L.), salah satunya adalah memiliki aktivitas

sebagai antidiabetes (Patel et al, 2012). Tumbuhan mangga (Mangifera indica L.)

memiliki senyawa multikhasiat yaitu, mangiferin salah satu khasiatnya sebagai

antidiabetes yang banyak ditemukan dalam ekstrak daun mangga (Pangkalan Ide,

2010). Daun mangga (Mangifera indica L.) terbukti memiliki sifat antidiabetes

pada tikus hiperglikemia yang diinduksi glukosa dan streptozotocin

(Muruganandan et al, 2002). Selain itu, kemampuan antioksidatif dari buah

mangga (Mangifera indica L.) dihasilkan oleh berbagai senyawa yang terdapat di

dalamnya yaitu betakaroten, senyawa fenolik, lupeol dan senyawa-senyawa

lainnya. Senyawa-senyawa tersebut dapat melindungi tubuh dari kerusakan akibat

radikal bebas, seperti kanker (Pangkalan Ide, 2010).


10

Tumbuhan mangga (Mangifera indica L.) juga mengandung serat yang

sangat bermanfaat bagi tubuh, yaitu :

a. Serat Pangan Larut

Serat pangan yang larut air dalam tumbuhan mangga (Mangifera indica

L.) berupa pektin yang memiliki fungsi sebagai berikut :

1) Memperlambat penyerapan glukosa sehingga membutuhkan sedikit

insulin untuk mengubah glukosa menjadi energi.

2) Mengikat lemak dan kolesterol, kemudian mengeluarkannya melalui

feses.

3) Mengurangi risiko penyakit jantung

4) Meningkatkan kesehatan saluran pencernaan dengan cara

meningkatkan motilitas atau pergerakkan usus besar (Pangkalan Ide,

2010).

b. Serat Pangan Tidak Larut

Serat pangan yang tidak larut air dalam tumbuhan mangga (Mangifera

indica L.) berupa selulosa yang memiliki fungsi sebagai berikut :

1) Mempercepat waktu transit (waktu tinggal) makanan dalam usus dan

meningkatkan berat feses.

2) Memperlancar proses buang air besar.

3) Mengurangi risiko wasir, divertikulosis, dan kanker usus besar

(Pangkalan Ide, 2010).


11

6. Kegunaan Empiris Tumbuhan Mangga (Mangifera indica L.)

Mangga (Mangifera indica L.) adalah buah tropis yang banyak terdapat

di Indonesia, buah ini adalah jenis buah musiman yang tidak selalu ada tiap waktu

sepanjang tahun. Selain buahnya yang berkhasiat, daun mangga (Mangifera

indica L.) juga memiliki manfaat dan kegunaan. Daun mangga (Mangifera indica

L.) berguna meredakan gejala asam urat, perawatan dan pengobatan gigi dan gusi

yang kurang sehat selain itu daun mangga (Mangifera indica L.) juga berkhasiat

untuk menurunkan gejala hiperglikemia pada penderita diabetes mellitus karena

mengandung senyawa organik tarakserol, ekstrak etil asetat, dan zat lain yang

berguna (Khaerunnisa, 2013).

B. Metode Ekstraksi

1. Definisi

Ekstrak adalah sediaan pekat yang diperoleh dengan mengekstraksi zat

aktif dari simplisia nabati atau hewani, menggunakan pelarut yang sesuai

kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan masa serbuk yang

tersisa diperlakukan hingga memenuhi baku-baku yang telah di tetapkan

(Farmakope Indonesia edisi IV, 1995).


12

2. Pembagian ekstrak

Berdasarkan sifatnya ekstrak dibagi menjadi :

a. Ekstrak encer (Extractum tenue)

Sediaan memiliki konsistensi semacam madu dan dapat dituang. Akan

tetapi pada saat ini sudah tidak di pakai lagi (Voight, 1995).

b. Ekstrak kental (Ekstractum spisscum)

Sediaan ini liat dalam keadaan dingin dan tidak dapat di tuang.

Kandungan airnya berjumlah sampai 30%. Umumnya sudah tidak sesuai dengan

persyaratan masa kini (Voigt, 1995).

c. Ekstrak kering (Extractum siccum)

Ekstrak kering adalah sediaan berbentuk serbuk, yang dibuat dari ekstrak

tumbuhan yang diperoleh melalui penguapan bahan pelarut. Ekstrak kering

umumnya diperoleh melalui perkolasi. Sediaan ini memiliki konsistensi kering

dan mudah di gosokkan (Voigt, 1995).

d. Ekstrak cair (Extractum fluidum)

Merupakan sediaan cair simplisia nabati, yang mengandung etanol

sebagai pelarut atau bahan pengawet, atau sebagai pelarut dan pengawet. Jika

tidak dinyatakan lain, maka tiap ml ekstrak mengandung bahan aktif dari 1 gr

simplisia yang memenuhi syarat. Ekstrak cair diperoleh pada umumnya melalui

perkolasi. (Farmakope Indonesia edisi IV, 1995).


13

3. Jenis-jenis Ekstraksi

Menurut Voight (1995), proses ekstraksi dapat dilakukan dengan cara

merendam serbuk simplisia dengan pelarut yang sesuai pada suhu kamar

kemudian disimpan ditempat yang gelap, terlindung dari sinar matahari selama

waktu tertentu. Selama dalam perendaman dilakukan pengadukan atau

pengocokan dalam selang waktu tertentu.

a. Maserasi

Maserasi (macerare = mengairi, melunakkan) adalah cara ekstraksi paling

sederhana. Bahan atau simplisia dicuci bersih lalu dikering anginkan selanjutnya

dihaluskan (umumnya terpotong-potong atau diserbuk kasarkan) disatukan

dengan pelarut di suatu bejana dan ditutup rapat. Simpan ditempat yang terlindung

dari cahaya. Waktu maserasi kurang lebih 4-10 hari, namun menurut pengalaman

5 hari sudah memadai. Untuk mendapatkan keseimbangan antara pelarut dan

bahan yang diekstraksi (terjadinya proses difusi sempurna) dilakukan proses

pengadukan berulang (kira-kira tiga kali sehari). Setelah maserasi dilakukan

proses penyaringan, diperas dan ampasnya dicuci dengan cairan penyari untuk

memperoleh sisa kandungan bahan ekstraktif. Hasil ekstraksi disimpan ditempat

yang sejuk selama beberapa hari, lalu cairannya dituang dan disaring.

b. Perkolasi

Perkolasi (percolare = penetesan) dilakukan dalam wadah silindris atau

kerucut (perkolator), yang memiliki jalan masuk dan keluar. Perkolasi dapat

dilakukan dengan cara mengalirkan cairan penyari secara lambat kedalam serbuk

simplisia yang telah dibasahi. Kemudian tunggu sampai larutan ekstrak mulai
14

menetes, lalu jalan keluar ditutup dan baru dibuka kembali jika cairan penyari

berada 1 hingga 2 cm di atas simplisia.

c. Sokletasi

Bahan yang diekstraksi berada dalam kantung ekstraksi didalam sebuah

alat ekstraksi dari gelas yang bekerja kontinu, yang diletakkan diantara labu suling

dan suatu pendinginan aliran balik (kondensor) dan dihubungkan melalui pipet

(sippon). Labu yang berisi bahan pelarut akan terkondensasi dan menetes ke atas

bahan yang terekstraksi dan menarik keluar bahan yang diekstraksi. Kemudian

hasil ekstraksi akan ditampung di dalam labu.

C. Diabetes Militus

1. Pengertian Diabetes Mellitus

Diabetes mellitus adalah gangguan kesehatan yang berupa kumpulan

gejala yang disebabkan oleh peningkatan kadar gula (glukosa) darah akibat

kekurangan ataupun resistensi insulin (Bustan, 2007).

2. Metabolisme Glukosa

Setelah karbohidrat dari makanan didegradasi dalam usus, glukosa lalu

diserap ke dalam darah dan diangkut ke sel-sel tubuh. Untuk penyerapannya ke

dalam sel-sel ini dibutuhkan hormon insulin, yang dapat diibaratkan sebagai kunci

untuk pintu sel. Sesudah masuk ke dalam sel, glukosa lantas diubah di

mitocondria (pabrik energi) menjadi energi atau ditimbun sebagai glikogen.


15

Cadangan ini digunakan bila tubuh kekurangan energi karena misalnya berpuasa

beberapa waktu (Tjay dan Rahardja, 2010).

3. Mekanisme terjadinya Diabetes Mellitus

Insulin yang merupakan hormon yang dibuat oleh pankreas, untuk

memindahkan glukosa dari darah ke sel. Namun jika tidak cukup insulin atau

insulin tidak bekerja dengan baik, maka glukosa tetap dalam darah dan tidak dapat

masuk ke dalam sel-sel otot, jaringan adiposa atau hepar dan metabolismenya juga

terganggu, sehingga menyebabkan kadar glukosa darah naik dan berumpuk di

dalam darah maka akan menyebabkan terjadinya diabetes mellitus. (Tjay dan

Rahardja, 2010).

Tabel 1. Patokan Nilai dari Kadar Kriteria Glukosa Darah Normal, Toleransi,
dan Diabetes (WHO, 2006)
Glukosa Puasa
2 jam Setelah Pembebanan Glukosa
Glukosa Darah 6,1-6,9 mmol/l (110 mg/dl-125 mg/dl)
Normal < 7,8 mmol/l (140 mg/dl)
Toleransi < 7,0 mmol/l (126 mg/dl)
7,8 dan < 11,1 mmol/l (140 mg/dl - 200 mg/dl)
Diabetes 7,0 mmol/l ( 126 mg/dl)
11,1 mmol/l ( 200 mg/dl)
16

4. Banyak faktor yang dapat menyebabkan terserang penyakit diabetes

mellitus, yaitu (Sutanto, 2013) :

a. Faktor Keturunan

Diabetes merupakan penyakit yang memiliki faktor risiko genetik.

Artinya, diabetes ada hubungannya dengan faktor keturunan. Seseorang yang

kedua orang tuanya menderita diabetes berisiko terserang diabetes. Namun bukan

berati orang tersebut pasti terkena diabetes, hal tersebut dapat dicegah dengan

pola makan dan pola hidup yang sehat dan teratur. Penyakit diabetes

dikategorikan sebagai penyakit multifaktorial, yang melibatkan faktor keturunan

(gen) dan faktor lingkungan.

b. Gaya Hidup yang Salah

Setelah keturunan (genetik), faktor risiko diabetes selanjutnya adalah

gaya hidup. Gaya hidup seseorang dapat menentukan besar kecilnya risiko

seseorang untuk terkena diabetes, hal ini juga berkaitan dengan pola makan serta

aktivitas yang dilakukan orang tersebut. Kemajuan teknologi dewasa ini, terbukti

membawa dampak negatif dalam kesehatan. Orang-orang masa kini, cenderung

memiliki kesadaran yang rendah terhadap pola makan yang sehat serta lebih

memilih makanan yang siap saji. Banyak orang hanya memilih makanan yang

enak rasanya tanpa memikirkan nutrisi, kandungan lemak, kolesterol, kadar

glukosa darah, dan bahan pengawet yang tinggi dan sebagainya. Segala sesuatu

yang berlebihan akan memberikan dampak yang negatif seperti asupan gula yang

sangat banyak dan berlebihan dapat meningkatkan risiko diabetes. Selain itu

kurangnya kesadaran seseorang untuk berolahraga.


17

c. Faktor Obesitas

Obesitas adalah suatu penyakit yang multifaktorial, kronik, dan dianggap

merupakan suatu penyakit epidemik yang mengglobal. Obesitas meningkatkan

risiko diabetes dua kali lebih besar dari faktor risiko lainnya. Pada orang yang

obesitas, ditemukan kadar asam lemak bebas yang tinggi dalam darah.

Meningkatnya asam lemak bebas ini disebabkan oleh meningkatnya pemecahan

trigliserida dijaringan lemak. Asam lemak bebas yang tinggi berperan terhadap

terjadinya resistensi insulin baik pada otot, hati, maupun pankreas. Karena

banyaknya asam lemak dalam darah menyebabkan otot melakukan oksidasi asam

lemak, hal ini yang kemudian menghambat pengambilan glukosa oleh otot

sehingga terjadilah hiperglikemia.

5. Klasifikasi diabetes mellitus :

a. Diabetes Mellitus Tipe-1

Pada tipe ini terdapat dekstrusi dari sel pankreas, sehingga tidak

memproduksi insulin lagi dengan akibat sel-sel tidak bisa menyerap glukosa dari

darah sehingga glukosa yang berlebihan dikeluarkan lewat urine bersama banyak

air (glycosuria). Penyebabnya belum begitu jelas, tetapi terdapat indikasi kuat

bahwa jenis ini disebabkan oleh suatu infeksi virus yang menimbulkan reaksi

auto-imun berlebihan untuk menanggulangi virus. Akibatnya sel-sel pertahanan

tubuh tidak hanya membasmi virus, melainkan juga turut merusak atau

memusnahkan sel-sel Langerhans. Pada tipe ini faktor keturunan juga memegang

peranan. Virus yang dicurigai adalah virus Coxsackie-B, Epstein-Barr, morbilli


18

(meales) dan virus parotitis (bof). Pengobatam satu-satunya terhadap tipe-1

adalah pemberian insulin seumur hidup. Berhubung tipe-1 merupakan penyakit

auto-imun, maka imunosupresiva seperti azatioprin dan siklosporin, dapat

menghambat jalannya penyakit, tetapi hanya untuk sementara (Tjay dan Rahardja,

2010).

b. Diabetes Mellitus Tipe-2

Pada tipe ini lazimnya mulai di atas 40 tahun dengan insidensi lebih

besar pada orang gemuk (overweight, dengan BMI > 27) dan pada usia lebih

lanjut. Mereka yang hidupnya makmur, makan terlampau banyak dan kurang

gerak badan lebih besar lagi risikonya. Mulainya diabetes mellitus sangat

berangsur-angsur dengan keluhan ringan yang sering kali tidak terkendali.

Diabetes mellitus tipe-2 bersifat menyesatkan, karena dalam kebanyakan hal baru

menjadi manifes dengan tampilnya gejala stadium lanjut. Bahkan, bila sudah

terjadi komplikasi, misalnya infark jantung atau gangguan pengelihatan.

Penyebabnya, akibat proses menua, banyak penderita jenis ini mengalami

penyusutan sel-sel yang progresif serta penumpukan amiloid di sekitarnya.

Sel-sel yang tersisa pada umumnya masih aktif, tetapi sekresi insulinnya

semakin berkurang. Selain itu, kepekaan reseptornya juga menurun. Hipofungsi

sel ini bersama resistensi insulin yang meningkat mengakibatkan glukosa darah

meningkat (hiperglikemia). Tipe-2 pada hakikatnya tidak tergantung pada insulin

dan lazimnya dapat diobati dengan antidiabetika oral. Antidiabetika oral pada

umumnya tidak menimbulkan kecenderungan asidosis. Antara 70-80 % dari

semua penderita diabetes termasuk jenis ini, faktor keturunan memegang peranan
19

besar. Bila salah satu orang tua menderita kencing manis, maka kemungkinan

diturunkannya penyakit ini ke anak-anaknya adalah 1 : 20. Tipe-2 ini umumnya

didiagnosa pada stadium terlambat, padahal diagnosa dini adalah penting sekali

untuk menghindarkan komplikasi lambat (Tjay dan Rahardja, 2010).

c. Diabetes Kehamilan

Pada wanita hamil dengan penyakit gula regulasi glukosa yang ketat

adalah penting sekali untuk menurunkan risiko akan keguguran spontan, cacat-

cacat dan kelebihan berat badan pada bayi atau kematian pre-natal (Tjay dan

Rahardja, 2010).

6. Metode Pengukuran Kadar Glukosa Darah

Menurut Widyowati et al (1997), secara umum metode penentuan

glukosa darah dapat ditentukan dengan cara, yaitu :

a. Metode Kondensi Gugus Amin

Aldosa dikondensasi dengan orto toluidin suasana asam dan

menghasilkan larutan berwarna hijau setelah dipanaskan. Kadar glukosa darah

ditentukan sesuai dengan intensitas warna yang terjadi diukur secara

spektrofotometri.

b. Metode Enzimatik

Glukosa dapat ditentukan secara enzimatik, misalnya dengan

penambahan enzim glukosa oksidase (GOD). Dengan adanya oksigen atau udara

glukosa dioksidasi oleh enzim menjadi asam glukuronat disertai pembentukan

H2O2. Dengan adanya enzim peroksidase (POD), H2O2 akan membebaskan O2


20

yang mengoksidasi akseptor kromogen yang sesuai serta memberikan warna yang

sesuai pula. Kadar glukosa darah ditentukan berdasarkan intensitas warna yang

terjadi, diukur secara spektrofotometri.

c. Metode Reduksi

Kadar glukosa darah ditentukan secara reduksi dengan menggunakan

suatu oksidan ferisianida yang direduksi menjadi ferosianida oleh glukosa dalam

suasana basa dengan pemanasan. Kemudian kelebihan garam feri dititrasi secara

iodometri.

d. Metode Pemisahan

Glukosa dipisahkan dalam keadaan panas dengan atron atau timol dalam

suasana asam sulfat pekat (H2SO4). Glukosa juga dapat dipisahkan secara

kromatografi, tetapi pemisahan ini jarang dilakukan. Pengobatan secara individual

biasanya dilakukan dengan diet saja atau dengan gabungan antara diet dengan

antidiabetika oral dan adakalanya juga gabungan antara diet dan insulin.

7. Easy Touch Blood Glucose

Easy Touch Blood Glucose merupakan salah satu alat yang dapat

dipakai untuk mengukur kadar glukosa darah dalam tubuh dengan cara yang

cukup mudah, sederhana, dan tepat. Easy Touch Blood Glucose bekerja dengan

menggunakan prinsip modifikasi dari metode enzimatis, yang hanya dapat

digunakan untuk diagnosa diluar tubuh khususnya pembuluh kapiler yang telah

direkomendasikan untuk plasma atau hasil uji serum glukosa. Alat ini
21

dimaksudkan untuk mengukur tingkat glukosa pada orang yang menderita

diabetes mellitus dengan perawatan yang baik.

Adapun reaksi yang terjadi yaitu sebagai berikut :

D glucose + Fe(CN)3+
6 glucono--lactone + Fe(CN)2+
6

Fe(CN)2+
6 Fe(CN)3+
6 +e
-

Glucose oksidase (GOD) pada elektroda emas di strip Gluco-DR

mengoksidasi glukosa menjadi glucono--lactone dan terjadi transfer elektron

yang menyebabkan Fe(CN)3+ 2+ 2+


6 direduksi menjadi Fe(CN)6 . Kemudian Fe(CN)6

dioksidasi dan memancarkan elektron. Easy Touch Blood Glucose akan

mengkonversi aliran elektron menjadi kadar glukosa darah dan ditampilkan dalam

layar alat tersebut.

D. Antidiabetes

1. Terapi Insulin

Insulin adalah hormon yang disekresi oleh sel pulau Langerhans dalam

pankreas (Neal, 2006). Menurut Tjay dan Rahardja (2010), pankreas adalah suatu

organ lonjong dari kira-kira 15 cm, yang terletak di belakang lambung dan

sebagian di belakang hati. Organ ini terdiri dari 98% sel-sel yang memproduksi

enzim-enzim cerna yang disalurkan ke usus dua belas jari dan sisanya terdiri dari

kelompok sel (pulau langerhans) yakni hormon-hormon yang disalurkan langsung

ke aliran darah.

Insulin merupakan pengobatan andalan untuk hampir semua pasien

diabetes mellitus tipe-1 dan tipe-2, pemberian insulin secara subkutan merupakan
22

pengobatan utama untuk semua pasien diabetes mellitus tipe-1, dan untuk pasien

diabetes mellitus tipe-2 yang tidak cukup baik dikontrol melalui diet dan/atau

senyawa hipoglikemik oral (Goodman dan Gilman, 2008). Sekresi insulin dirilis

dari sel pankreas, pada keadaan basal dengan kecepatan rendah dan pada

keadaan stimulasi sebagai respons terhadap berbagai stimulus, khususnya glukosa,

dengan suatu kecepatan yang jauh lebih tinggi (Katzung, 2002).

Lama kerja sediaan insulin tergantung dari lokasi injeksi, dosis, aktivitas

fisik dan faktor individual lainnya. Pemberian intramuskuler bekerja lebih cepat

dari pada subkutan dan subkutan di kulit perut lebih cepat dari pada di paha,

lengan atau bokong. Juga tergantung dari bentuk insulin yang digunakan, yaitu

(Tjay dan Rahardja, 2007) :

a. Insulin Kerja Singkat (Short Acting)

Sediaan ini terdiri dari insulin tunggal atau biasa. Mulai kerjanya dalam

30 menit (injeksi subkutan) mencapai puncaknya 1-3 jam kemudian dan bertahan

7-8 jam.

b. Insulin Kerja Lama (Long Acting)

Guna memperpanjang kerjanya telah dibuat sediaan long acting yang

semuanya berdasarkan memepersulit daya larutnya di cairan jaringan dan

menghambat resorpsinya dari tempat injeksi ke dalam darah. Metoda yang

digunakan adalah mencampur insulin dengan protein atau seng, atau mengubah

bentuk fisiknya. Mulai kerjanya setelah 4-8 jam dan bertahan hingga 24 jam.
23

c. Insulin Kerja Sedang (Medium Acting)

Jangka waktu efeknya dapat di variasikan dengan mencampur beberapa

bentuk insulin dengan lama kerja berlainan. Mulai kerjanya 1,5 jam, puncaknya

sesudah 4-12 jam dan bertahan 16-24 jam.

Menurut Staf Pengajar Departemen Farmakologi Fakultas Kedokteran

Universitas Sriwijaya (2009), insulin merupakan hormon perantara yang

mengontrol metabolisme, serta mempunyai pengaruh pada hati, otot, dan lemak.

Efek insulin pada sasarannya :

a. Efek Insulin Terhadap Metabolisme Lemak

Insulin meningkatkan sintesis asam lemak dan pembentukan trigliserida

dalam jaringan adiposa, dan menghambat lipolisis, sebagian melalui defosforilasi

(inaktivasi) lipase. Juga menghambat kerja lipolitik adrenalin, GH, dan glukagon

dengan menghambat efeknya pada adenilat siklase. Insulin juga menyebabkan

lipogenesis di hati.

b. Efek Insulin Terhadap Metabolisme Protein

Insulin merangsang ambilan asam amino ke dalam otot dan

meningkatkan sintesis protein. Juga menurunkan katabolisme protein dan

menghambat oksidasi asam amino di hati.

c. Efek Metabolik Insulin yang Lain

Efek metabolik insulin yang lain adalah transpor K+, Ca2+, nukleosida,

dan fosfat anorganik ke dalam sel.


24

d. Efek Insulin Jangka Lama

Sebagai tambahan efek perantara pada metabolisme, insulin mempunyai

efek jangka lama dengan meningkatkan atau menurunkan sintesis enzim, insulin

merangsang enzim yang perlu untuk glikolisis dan menghambat enzim yang perlu

untuk glukoneogenesis. Insulin merupakan hormon anabolik, terutama selama

perkembangan janin.

2. Senyawa Antidiabetika Oral

Antidiabetika oral kini dapat dibagi dalam enam kelompok besar (Tjay

dan Rahardja, 2007), sebagai berikut :

a. Sulfonilurea

Senyawa sulfonilurea terbagi menjadi 2 yaitu, generasi pertama

mencakup tolbutamida, asetoheksamida, tolazamida dan klorpropamida. generasi

kedua meliputi glibenklamida, glipizida, gliklazida dan glimepirida (Goodman

dan Gilman, 2008).

Mekanisme kerja sulfonilurea yaitu, merangsang pelepasan insulin dari

sel pankreas, mengurangi kadar glukagon dalam serum, dan meningkatkan

insulin pada jaringan target dan reseptor (Mycek et al, 2001). Sulfonilurea

menstimulasi sel-sel dari pulau Langerhans, sehingga sekresi insulin

ditingkatkan, dan kepekaan sel bagi kadar glukosa darah diperbesar melalui

pengaruh atas protein-transpor glukosa. Ada indikasi bahwa obat-obat ini juga

memperbaiki kepekaan organ tujuan terhadap insulin dan menurunkan absorpsi

insulin oleh hati. Resorpsinya dari usus umumnya lancar dan lengkap, sebagian
25

besar terikat pada protein. Waktu paronya berkisar antara 4 sampai 5 jam

(tolbutamida, glipizida), 6-7 jam (glibenklamida), sampai 10 jam (gliklazida) atau

lebih dari 30 jam (klorpropamida) (Tjay dan Rahardja, 2007). Efek sampingnya

yang terpenting adalah hipoglikemik yang dapat terjadi tanpa gejala (Tjay dan

Rahardja, 2007)

b. Kalium-channel Blocker

Senyawa ini mekanisme kerjanya sama dengan sulfonilurea, hanya

pengikatan terjadi di tempat lain dan kerjanya lebih singkat (repaglinida,

nateglinida) (Tjay dan Rahardja, 2007).

c. Biguanida

Biguanida berbeda dari sulfonilurea karena tidak merangsang sekresi

insulin, risiko hipoglikemia lebih kecil daripada obat-obat sulfonilurea (Mycek et

al, 2001). Contoh obat dari senyawa ini adalah metformin, fenformin dan

buformin (Goodman dan Gilman, 2008). Menurut Neal (2006), metformin bekerja

di perifer untuk meningkatkan pengambilan glukosa oleh mekanisme yang tidak

diketahui dan mempunyai efek samping meliputi mual, muntah, diare, dan sangat

jarang menyebabkan asidosis laktat yang fatal.

d. Glukosidae-inhibitors

Contoh obat dari senyawa ini adalah akarbose dan miglitol (Tjay dan

Rahardja, 2007). Akarbose menghambat alfa-glukosidase usus, memperlambat

pencernaan tepung dan sukrosa (Neal, 2006). Tidak seperti obat hipoglikemik oral

lainnya, akarbose tidak merangsang pelepasan insulin dari pankreas ataupun

meningkatkan kerja insulin di jaringan perifer. Jadi, akarbose tidak menyebabkan


26

hipoglikemia. Absorbsinya sangat sedikit dan efek samping utama adalah perut

kembung, diare, dan kram abdominal (Mycek et al, 2001).

e. Thiazolidindion

Senyawa ini mengurangi resistensi insulin dan meningkatkan sensitivitas

jaringan perifer untuk insulin. Oleh karena ini penyerapan glukosa ke dalam

jaringan lemak dan otot meningkat, juga kapasitas penimbunannya di jaringan ini.

Efeknya kadar insulin, glukosa dan asam lemak bebas dalam darah menurun.

Contoh obat dari senyawa ini adalah rosiglitazon dan pioglitazon (Tjay dan

Rahardja, 2007).

f. Penghambat DPP-4 (DPP-4 blockers)

Obat-obat dalam kelompok terbaru ini bekerja berdasarkan penurunan

efek hormon incretin. Incretin berperan utama terhadap produksi insulin di

pankreas. Incretin ini diuraikan oleh suatu enzim khas DPP-4 (Dipeptidyl

peptidase). Dengan penghambatan enzim ini, senyawa giptin mengurangi

penguraian dan inaktivasiincretin, sehingga kadar insulin meningkat (Tjay dan

Rahardja, 2007).
27

E. Mangiferin

Gambar 2.
Struktur Kimia Mangiferin
Sumber : (Shah et al, 2010)

Mangiferin adalah polifenol alami tanaman dengan striktur C-

glycosylxantone yang larut baik dalam air (Matkowski, 2013). Komponen kimia

yang terkandung dalam banyak tumbuhan, salah satunya tumbuhan mangga

(Mangifera indica L.) terutama daun mangga (Mangifera indica L.). Mangiferin

dapat meningkatkan pemanfaatan glukosa dan sensitivitas insulin (Wang et al,

2014). Menurut Ichiki et al (1998) dan Miura et al (2001), bahwa mangiferin

memiliki aktivitas antidiabetes dengan meningkatkan sensitivitas insulin dan

mengurangi resistensi insulin.

Mangiferin berperan sebagai anti-hiperlipidemia dalam diabetes mellitus

tipe-2 (Iwamoto et al, 2001). Mangiferin menunjukkan aktivitas sebagai

antidiabetes terutama tipe-2 serta berpotensi sebagai hipolipidemik (Dineshkumar

et al, 2010). Secara in vitro dan in vivo studi farmakologi, menunjukkan kegiatan

lain dari mangiferin yaitu, analgetik, antidiabetes, antimikroba dan antivirus,

kardiovaskular, hepatoprotektif, dan saraf, antiinflamasi, antialergi, meningkatkan

memori ingatan, serta radioprotektif terhadap radiasi sinar-X, gamma, dan UV,

dan kemampuannya untuk menghambat sel-sel kanker dengan induksi apoptosis


28

in vitro dan in vivo. Selain itu digunakan dalam kosmetik, karena antioksidan sifat

melindungi dari sinar UV (Matkowski el al, 2013).

I. Glibenklamida

Gambar 3.
Struktur Kimia Glibenklamida
Sumber : (Matsuda et al, 2012)

Glibenklamida atau gliburida merupakan salah satu obat glikemik oral

generasi kedua dari senyawa sulfonilurea yang biasa digunakan dalam pengobatan

diabetes mellitus tipe-2 (Rendell, 2004). Glibenklamida adalah generasi kedua

sulfonilurea dengan aktivitas jauh lebih tinggi dari senyawa generasi pertama,

fungsi sel pankreas dan tindakan insulin ditingkatkan, sehingga mengurangi

konsentrasi plasma glukosa (Davis dan Granner, 1996). Mekanisme kerja dari

glibenklamida sama seperti senyawa sulfonilurea lainnya yaitu kemampuannya

untuk merangsang pelepasan atau penguat sekresi insulin. Seperti senyawa

sulfonilurea lainnya, glibenklamida dimetabolisme oleh hati (Kirchheiner et al,

2002) dan dieksresikan dalam urine dan empedu (Giersbergen, 2002).

Glibenklamida mempunyai waktu-paro dalam plasma 10 sampai 16 jam, masa-

kerja kira-kira 24 jam. Glibenklamida memiliki sedikit efek samping yang tidak

diinginkan selain dari potensinya untuk mnyebabkan hipoglikemia namun tidak

menyebabkan retensi air seperti klorpropamid (Katzung, 2002).


29

F. Aloksan Monohidrat

Gambar 4.
Struktur Kimia Aloksan
Sumber : (Lenzen et al, 1988)

Aloksan adalah suatu substrat yang secara struktural adalah derivat

pirimidin sederhana (Nugroho dan Purwaningsih, 2006) dan juga dikenal sebagai

zat sitotoksik sel-B selektif (Oistenson, 1980). Menurut Lenzen (1979) bahwa,

salah satu nama lain dari aloksan yaitu Mesoxalylurea 5-oxobarbiturat. Rumus

aloksan adalah C4H2N2O4. Waktu paruh aloksan pada pH 7,4 dan suhu 37C

adalah 1,5 menit.

Aloksan merupakan bahan kimia yang digunakan untuk menginduksi

hewan percobaan untuk menghasilkan kondisi diabetes eksperimental

(hiperglikemik) (Watkins, 1964). Aloksan dapat diberikan secara intravena,

intraperitoneal, atau subkutan pada binatang percobaan (Szkudelski, 2001). Dosis

intravena yang digunakan biasanya 65 mg/kg BB, sedangkan intraperitoneal dan

subkutan adalah 2-3 kalinya (Nugroho, 2001). Menurut penelitian Saravanan dan

Pari ( 2005) serta Amreen et al (2013), bahwa menginjeksikan aloksan dengan

dosis 150 mg/kg BB dapat menyebabkan kadar glukosa darah tikus putih

meningkat secara signifikan.


30

Aloksan dapat menyebabkan diabetes mellitus tergantung insulin pada

binatang tersebut (aloksan diabetes) (Filipponi, 2008). Penelitian terhadap

mekanisme kerja aloksan secara invitro juga menunjukkan bahwa aloksan

menginduksi pengeluaran ion kalsium dari mitokondria yang mengakibatkan

proses oksidasi sel terganggu. Keluarnya ion kalsium dari mitokondria ini

mengakibatkan gangguan homeostatis yang merupakan awal dari matinya sel

(Suharmiati, 2003). Menurut Lenzen et al (1988), bahwa sel pankreas

glukokinase adalah target utama aloksan untuk menghambat sekresi insulin.

Aloksan mengurangi pelepasan glukagon dan meningkatkan laju oksidasi glukosa.

J. Tikus Putih Jantan (Rattus novergicus)

1. Taksonomi Hewan Percobaan

Tikus putih dapat diklasifikasikan sebagai berikut :

Kingdom : Animalia

Filum : Chordata

Kelas : Mammalia

Bangsa : Rodentia

Suku : Muridae

Marga : Rattus

Jenis : Rattus novergicus


31

2. Karakteristik Hewan Percobaan

Gambar 5.
Tikus Putih (Rattus novergicus)
Sumber : www.google.com

Tikus termasuk hewan menyusui (kelas mamalia) yang mempunyai

peranan penting dalam kehidupan manusia, bersifat menguntungkan terutama

penggunaannya sebagai hewan percobaan dilaboratorium.

Jenis tikus laboratorium yaitu (Rattus novergicus). Keunggulannya lebih

cepat menjadi dewasa, tidak memperlihatkan perkawinan musiman, dan umumnya

lebih mudah berkembang biak (Smith dan Mangkoewidjojo, 1988). Tikus

laboratorium (Rattus novergicus) jarang hidup lebih dari tiga tahun, berat badan

pada umur empat minggu dapat mencapai 35-40 gram dan dewasa dapat mencapai

200-250 gram, dan bervariasi tergantung pada galur. Tikus jantan tua dapat

mencapai 500 gram tetapi pada tikus betina jarang lebih dari 350 gram (Smith dan

Mangkoewidjojo, 1988).
32

Tabel 2. Karakteristik Hewan Uji (Smith dan Mangkoewidjojo, 1988)


Tikus
No. Karakteristik
(Rattus novergicus)
1 Pubertas 40-60 hari
2 Masa beranak Sepanjang tahun
3 Hamil 6-8 hari
4 Jumlah sekali lahir 6-8
5 Lama hidup 2-3 tahun
6 Masa tumbuh 4-5 bulan
7 Masa laksasi 21 hari
8 Frekuensi kelahiran/tahun 7
9 Suhu tubuh 37,7-38,8C
10 Kecepatan respirasi 100-150/menit
11 Tekanan darah 130/150 mmHg
12 Volume darah 7,5% BB
13 Luas permukaan tubuh (O=K3 g 2 )
Keterangan :
K = 11,4
BB = berat badan

Tabel 3. Konversi Perhitungan Dosis Antar-Jenis Subjek Uji


(Laurence dan Bacharach, 1964)
Mencit Tikus Marmot Kelinci Kera Anjing Manusia
20 g 200 g 400 g 1,5 kg 4 kg 12 kg 70 kg
Mencit
20 g 1,0 7,0 12,25 27,8 64,1 124,2 387,9
Tikus
200 g 0,14 1,0 1,74 3,9 9,2 17,8 56,0
Marmot
400 g 0,08 0,57 1,0 2,25 5,2 10,2 31,5
Kelinci
1,5 kg 0,04 0,25 0,44 1,0 2,4 4,5 14,2
Kera
4 kg 0,016 0,1 0,19 0,42 1,0 1,9 6,1
Anjing
12 kg 0,08 0,006 0,1 0,22 0,52 1,0 3,1
Manusia
70 kg 0,0026 0,018 0,031 0,07 0,16 0,3 1,0
33

Tabel 4. Volume Maksimum Larutan Sediaan Uji yang Dapat diberikan pada
Beberapa Hewan Uji (Ritschel, 1974)
No. Jenis Hewan Volume Maksimum (ml) Sesuai Jalur Pemberian
Uji i.v i.m i.p s.c p.o

1 Mencit (20-30 g) 0,5 0,05 1,0 0,5-1,0 1,0

2 Tikus (100 g) 1,0 0,1 2,0-5,0 2,0-5,0 5,0

3 Hamster (50 g) - 0,1 1,0-2,0 2,5 2,5

4 Marmot (250 g) - 0,25 2,0-5,0 5,0 10,0

5 Kelinci (2,5 g) 2,0 0,5 10,0-20,0 5,0-10,0 20,0

6 Kucing (3 kg) 5,0-10,0 1,0 10,0-20,0 5,0-10,0 50,0

7 Anjing (5 kg) 10,0-20,0 5,0 20,0-50,0 10 100,0


Keterangan :

i.v : Intra Vena

i.m : Intra Muskular

i.p : Intra Peritoneal

s.c : Subkutan (Subcutan)

p.o : Per Oral


34

K. Kerangka Teori

Aloksan

Merusak
sel pankreas
Daun mangga
(Mangifera indica L.)

Sekresi
Insulin menurun
Mangiferin Glibenklamida

Meningkatkan Merangsang
pemanfaatan glukosa Kadar glukosa pelepasan atau
dan darah tinggi penguat sekresi
sensitivitas insulin insulin

Kadar glukosa
darah turun

L. Hipotesis

Ho: Ekstrak daun mangga (Mangifera indica L.) tidak memiliki efek

sebagai antidiabetes pada tikus putih jantan (Rattus novergicus) yang

diinduksi aloksan.

Hi: Ekstrak daun mangga (Mangifera indica L.) memiliki efek sebagai

antidiabetes pada tikus putih jantan (Rattus novergicus) yang diinduksi

aloksan.

Anda mungkin juga menyukai