Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pengaruh globalisasi di segala bidang, perkembangan teknologi dan


industri telah banyak membawa perubahan pada perilaku dan gaya hidup
masyarakat serta situasi lingkungannya. Perubahan tersebut tanpa disadari telah
memberi kontribusi terhadap terjadinya transisi epidemiologi dengan semakin
meningkatnya kasus-kasus penyakit tidak menular. Hasil Riset Kesehatan Dasar
tahun 2007 juga menunjukkan adanya peningkatan kasus penyakit tidak menular
secara cukup bermakna, menjadikan Indonesia mempunyai beban ganda. Derajat
kesehatan masyarakat dapat dilihat dari berbagai indikator, salah satunya status
gizi masyarakat. Masalah gizi merupakan masalah yang ada di tiap negara, baik
negara miskin, negara berkembang dan negara maju. Negara miskin dan negara
berkembang cenderung dengan masalah gizi kurang (penyakit infeksi) dan negara
maju cenderung dengan masalah gizi lebih (penyakit degeneratif). Negara
berkembang seperti Indonesia mempunyai masalah gizi ganda yakni perpaduan
masalah gizi kurang dan masalah gizi lebih.

Sebelum abad ke-20 , kegemukan jarang ditemui tetapi pada tahun 1997
WHO secara resmi menyatakan kegemukan sebagai epidemik global. WHO
menyatakan bahwa obesitas telah menjadi masalah dunia. Data yang dikumpulkan
dari seluruh dunia memperlihatkan bahwa terjadi peningkatan prevalensi
overweight dan obesitas pada 10-15 tahun terakhir, saat ini diperkirakan sebanyak
lebih dari 100 juta penduduk dunia menderita obesitas. Hingga 2005, WHO
memperkirakan secara global ada sekitar 1,6 miliar orang dewasa yang kelebihan
berat badan atau overweight dan 400 juta (9,8 %) di antaranya dikategorikan
obesitas. Pada Tahun 2015 diprediksi kasus obesitas akan meningkat dua kali lipat
dari angka itu. Angka kegemukan juga naik dengan bertambahnya usia setidaknya
hingga usia 50 sampai 60 tahun dan kegemukan berat di Amerika Serikat,

1
Australia, dan Kanada meningkat lebih cepat dibandingkan angka kegemukan
secara keseluruhan.

Di seluruh dunia, prevalensi kegemukan telah mengalami peningkatan


lebih dari dua kali lipat antara tahun 1980 hingga 2008. Pada tahun 2008, 10%
pria dan 14 % wanita di dunia mengalami obesitas. Diperkirakan 205 juta laki-laki
dan 297 juta wanita di atas usia 20 tahun mengalami obesitas. Prevalensi tertinggi
berada di wilayah Amerika yaitu 62% untuk overweight dan 26% untuk obesitas
dan prevalensi terendah di wilayah Asia Tenggara yaitu 14% overweight dan 3%
obesitas. Di semua daerah perempuan cenderung lebih gemuk daripada laki-laki.
Di daerah Afrika, Mediterania Timur dan Asia Tenggara, perempuan memiliki dua
kali lipat prevalensi obesitas dari laki-laki.

Di Eropa, Inggris menjadi negara nomor satu dalam kasus obesitas pada
anak-anak, dengan angka prevalensi 36%. Disusul oleh Spanyol, dengan
prevalensi 27% berdasarkan laporan Tim Obesitas Internasional (Cybermed,
2003). Masalah obesitas meluas ke negara-negara berkembang misalnya, di
Thailand prevalensi obesitas pada 5-12 tahun anak-anak telah meningkat dari
12,2% menjadi 15,6% hanya dalam dua tahun (WHO, 2003).

Prevalensi obesitas anak-anak usia 6 hingga 11 tahun sudah lebih dari dua
kali lipat sejak tahun 1960-an (WHO, 2003). Sumber Euromonitor Internasional
menyebutkan, di Asia-Pasifik, obesitas meningkat pesat dan sejumlah negara
diprediksi memiliki tingkat pertumbuhan obesitas tercepat dari tahun 2010 hingga
2020 yakni, Vietnam 225 persen, Hong Kong 178 persen, India 100 persen, Korea
Selatan 80,7 persen, Selandia Baru 52 persen, dan Indonesia 50 persen.
Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007,
prevalensi nasional obesitas umum pada penduduk Indonesia berusia 15 tahun
adalah 10,3% terdiri dari (laki-laki 13,9%, perempuan 23,8%). Sedangkan
prevalensi berat badan berlebih anak-anak usia 6-14 tahun pada laki-laki 9,5% dan
pada perempuan 6,4%. Angka ini hampir sama dengan estimasi WHO sebesar
10% pada anak usia 5-17 tahun.
Berdasarkan data dari WHO tahun 2008, prevalensi obesitas pada usia
dewasa di Indonesia sebesar 9,4% dengan pembagian pada pria mencapai 2,5%

2
dan pada wanita 6,9%. Survei sebelumnya pada tahun 2000, persentase penduduk
Indonesia yang obesitas hanya 4,7% (9,8 juta jiwa). Ternyata hanya dalam 8
tahun prevalensi obesitas di Indonesia telah meningkat dua kali lipatnya.
Indonesia masuk urutan 10 besar obesitas di dunia dengan orang kegemukan
berjumlah 40 juta orang. Kegemukan, baik pada kelompok anak-anak maupun
dewasa, meningkat hampir satu persen setiap tahunnya.
Pada tahun 2010, prevalensi secara nasional di Indonesia adalah 14,0%,
terjadi peningkatan yang bermakna dibandingkan prevalensi kegemukan tahun
2007, yaitu 12,2% (Balitbangkes, 2010).
Data Riskesdas tahun 2013 menunjukkan bahwa, secara nasional masalah
gemuk pada anak usia 5-12 tahun masih tinggi, yakni, 18,8 persen, terdiri atas
gemuk 10,8 persen dan sangat gemuk (obesitas) 8,8 persen, sedangkan prevalensi
gemuk pada remaja umur 13-15 tahun di Indonesia sebesar 10,8 %, terdiri dari
8,3% gemuk dan 2,5% sangat gemuk atau obesitas.
Menurut data Susenas tahun 1995 dan 1998 di Sulawesi Selatan, angka
kegemukan cukup tinggi, yaitu dari 4,7% ke 6,22% dengan menggunakan
indikator BB/U median baku WHO-NCHS. Sedangkan prevalensi obesitas pada
kelompok umur 6-14 tahun berdasarkan Riskesdar 2007 di Sulawesi Selatan
terdapat 7,4% laki-laki dan 4,8% perempuan. Di provinsi Sulawesi Selatan, untuk
prevalensi obesitas sentral, Jeneponto merupakan urutan pertama kabupaten
(22,5%) setelah kota Pare-Pare (23,9%) dan kota Makassar (23,8%) lebih tinggi
dari angka nasional (18,8%) (Riskesdas, 2007).
Dapat disimpulkan bahwa obesitas telah menjadi masalah diberbagai
negara salah satunya di Indonesia. Hal ini menunjukkan jika masalah tersebut
tidak segera diatasi, maka beban pemerintah khususnya Departemen Kesehatan
akan semakin bertambah (Kanwil Depkes, 1998).

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana konsep obesitas?
2. Bagaimana konsep desain penelitian case control?
3. Bagaimana analisis jurnal penelitian obesitas?

C. Tujuan
1. Mengetahui konsep nifas.
2. Mengetahui konsep desain penelitian case kontrol.

3
3. Mengetahui analisis dari jurnal penelitian obesitas.

BAB II

PEMBAHASAN

4
A. Konsep Obesitas
1. Pengertian Obesitas

Menurut mayer (dalam Galih Tri Utomo 2012) obesitas merupakan


keadaan patologis karena penimbunan lemak berlebihan dari pada yang
diperlukan untuk fungsi tubuh. Penderita Obesitas adalah seseorang yang
timbunan lemak bawah kulitnya terlalu banyak. Obesitas dari segi kesehatan
merupakan salah satu penyakit salah gizi, sebagai akibat konsumsi makanan yang
jauh melebihi kebutuhanya. Perbandingan normal antara lemak tubuh dengan
berat badan adalah sekitar 12-35% pada wanita dan 18-23% pada pria.

Obesitas merupakan salah satu faktor resiko penyebab terjadinya penyakit


degeneratif seperti diabetes mellitus, penyakit jantung koroner, dan hipertensi
menurut Laurentika (dalam Nuri Rahmawati 2009). Obesitas berhubungan
dengan pola makan, terutama bila makan makanan yang mengandung tinggi
kalori, tinggi garam, dan rendah serat. Selain itu terdapat faktor lain yang
mempengaruhi seperti faktor demografi, faktor sosiokultur, faktor biologi dan
faktor perilaku. Obesitas juga dapat disebabkan oleh faktor genetik atau faktor
keturunan. Menurut dietz dalam penuntun diet anak (2003), kemungkinan seorang
anak beresiko menderita obesitas sebesar 80% jika kedua orangtuanya
mengalami obesitas. Sedangkan seorang anak akan beresiko menderita obesitas
sebesar 40% jika salah satu orang tuanya mengalami obesitas.

2. Epidemiologi Obesitas
a. Host
Host ialah semua factor yang terdapat pada diri manusia yang dapat
mempengaruhi timbulnya serta perjalanan penyakit. Dalam hal ini, yang berperan
sebagai factor pejamu dalam timbulnya serta perjalanan penyakit obesitas yang
timbul dipengaruhi oleh banyak factor di dalamnya, antara lain yaitu:
1) Faktor Genetik
Obesitas cenderung diturunkan, sehingga diduga memiliki penyebab
genetic. Tetapi anggota keluarga tidak hanya berbagi gen, tetapi juga makanan dan
kebiasaan gaya hidup, yang bisa mendorong terjadinya obesitas. Seringkali sulit

5
untuk memisahkan factor gaya hidup dengan factor genetic. Penelitian terbaru
menunjukkan bahwa rata-rata factor genetic memberikan pengaruh sebesar 33%
terhadap berat badan seseorang.
2) Umur
Obesitas dapat terjadi pada seluruh golongan umur, baik pada anak-anak
sampai pada orang dewasa. Obesitas dapat terjadi ketika dalam tubuhnya terjadi
ketidakseimbangan antara konsumsi kalori dan kebutuhan energy, dimana
konsumsi kalori (energy intake) terlalu banyak dibandingkan dengan kebutuhan
atau pemakaian energy (energy expenditure). Dalam hal ini asupan energy yang
berlebihan tanpa diimbangi aktivitas fisik rata-rata per hari yang seimbang maka
akan mempermudah terjadinya kegemukan atau obesitas pada seseorang.
3) Kurangnya aktivitas fisik
Seseorang yang sering berolahraga atau beraktivitas maka lemak dalam
tubuhnya akan di bakar sedangkan seseorang yang tidak melakukan aktivitas fisik
akan semakin banyak timbunan lemak dalam tubuhnya sehingga kemungkinan
untuk menjadi obesitas jauh lebih besar.
4) Kebiasaan makan yang buruk
Kebiasaan konsumsi fast food, minuman manis maupun makanan
kemasan, memiliki kecenderungan untuk memiliki berat berlebih karena makanan
tersebut merupakan makanan yang tinggi lemak dan kalori tetapi memiliki nilai
gizi rendah.
5) Faktor perkembangan
Penambahan ukuran atau jumlah sel-sel lemak (atau keduanya)
menyebabkan bertambahnya jumlah lemak yang di simpan dalam tubuh. Penderita
obesitas, terutama yang menjadi gemuk pada masa kanak-kanak, bisa memiliki sel
lemak sampai 5 kali lebih banyak dibandingkan dengan orang yang berat
badannya normal. Jumlah sel-sel lemak tidak dapat dikurangi, karena itu
penurunan berat badan hanya dilakukan dengan cara mengurangi jumlah lemak
dalam setiap sel.
b. Agent
Agent merupakan suatu substansi atau elemen tertentu yang kehadiran atau
ketidakhadirannya dapat menimbulkan atau mempengaruhi perjalanan suatu

6
penyakit. Adapun agent dalam penyakit obesitas adalah factor nutrisi yaitu
kelebihan kalori terutama karbohidrat dan lemak.
c. Environment
Lingkungan yang mempengaruhi munculnya penyakit obesitas yaitu :
Fisik :iklim, musim- produksi makanan berlimpah
Ekonomi :kemampuan daya beli cukup
Sosial :keinginan orang tua memberi. makan kepada anak
melebihi kebutuhan nutrisi.
Dalam lingkungan termasuk pula gaya hidup atau pola makan dalam
keluarga tersebut dapat memicu munculnya penyakit obesitas.

3. Faktor Resiko Obesitas

Faktor makanan ini merupakan yang terpenting untuk terjadinya


kegemukan baik sebagai penyebab tunggal maupun penyakit lainnya.
Ketidakseimbangan antara masukan kalori dan pemakaian dapat disebabkan
banyak faktor, antara lain:

1) Aktifitas Fisik
Pada umumnya seseorang yang gemuk kurang aktif daripada seseorang
dengan berat badan normal. Aktifitas fisik adalah pergerakan anggota tubuh yang
menyebabkan pengeluaran yang sangat penting bagi pemeliharaan kesehatan fisik
dan mental serta memanfaatkan kualitas hidup agar tetap sehat dan bugar
sepanjang hari. Aktifitas fisik secara teratur yang dilakukan paling sedikit 30
menit/hari.Jika lebih banyak waktu yang dipergunakan untuk beraktifitas fisik,
maka manfaat yang diperoleh juga lebih banyak (admin, 2008).

2) Meningkatnya konsumsi zat gizi (asupan makanan)


Terutama zat gizi makro yang menyebabkan kegemukan bila dimakan
secara berlebihan, zat gizi ini akan disimpan dalam bentuk lemak tubuh dan akan
meningkatkan berat badan secara keseluruhan. Adapun zat gizi makro yang dapat
mempengaruhi kenaikan berat badan jika dikonsumsi berlebihan antara lain:
a. Karbohidrat

7
Karbohidrat memang merupakan peranan penting dalam alam karena
merupakan sumber energi utama bagi manusia dan hewan yang harganya relative
murah. Semua karbohidrat berasal dari tumbuh-tumbuhan. Fungsi utama
karbohidrat adalah Sumber energi pemberi rasa manis dari makanan, penghemat
protein, mengatur metabolisme lemak, membantu pengeluaran feces (altemaster,
2003). Dalam diet seimbang, dianjurkan 50-60 % kebutuhan kalori berasal dari
karbohidrat, kegunaan utama energi. Kegunaan lainnya sebagai energi cadangan,
komponen struktur sel, dan sumber serat (Sayogo, 2006).
b. Protein
Protein adalah molekul makro dan merupakan bagian terbesar setelah air.
Protein terdiri atas rantai-rantai panjang asam amino yang terikat satu sama lain
dalam ikatan peptide. Protein ini mempunyai fungsi khusus yang tidak tergantikan
oleh zat lain, yaitu membangun serta memelihara sel-sel dan jaringan tubuh.
Kebutuhan protein remaja berkisar antara 44-59 gr/hari.Tergantung pada jenis
kelamin dan umur. Protein juga menyuplai sekitar 12-14% asupan energi selama
masa anak dan remaja (Suandi, 2003).
c. Lemak
Lemak merupakan salah satu zat gizi makro yang berfungsi sebagai sumber
energi, lemak juga menghasilkan 9 kal/gr nya, sebagai pelumas yaitu membantu
pengeluaran sisa-sisa pencernaan dan metabolisme, memelihara suhu tubuh dan
pelindung organ-organ vital. Depkes RI menganjurkan untuk mengkonsumsi
lemak kurang dari 25% total energi per hari (Sayogo, 2006).

Faktor-faktor lain dapat dibagi menjadi tiga faktor, yaitu:

a. Faktor genetik.

Obesitas cenderung diturunkan, sehingga diduga memiliki penyebab


genetik. Tetapi anggota keluarga tidak hanya berbagi gen, tetapi juga makanan
dan kebiasaan gaya hidup, yang bisa mendorong terjadinya obesitas. Seringkali

8
sulit untuk memisahkan faktor gaya hidup dengan faktor genetik. Penelitian
terbaru menunjukkan bahwa rata-rata faktor genetik memberikan pengaruh
sebesar 33% terhadap berat badan seseorang.

b. Faktor lingkungan.

Gen merupakan faktor yang penting dalam berbagai kasus obesitas, tetapi
lingkungan seseorang juga memegang peranan yang cukup berarti. Lingkungan
ini termasuk perilaku/pola gaya hidup (misalnya apa yang dimakan dan berapa
kali seseorang makan serta bagaimana aktivitasnya). Seseorang tentu saja tidak
dapat mengubah pola genetiknya, tetapi dia dapat mengubah pola makan dan
aktivitasnya.

c. Faktor psikis.

Apa yang ada di dalam pikiran seseorang bisa mempengaruhi kebiasaan


makannya. Banyak orang yang memberikan reaksi terhadap emosinya dengan
makan.Salah satu bentuk gangguan emosi adalah persepsi diri yang negatif.
Gangguan ini merupakan masalah yang serius pada banyak wanita muda
yang menderita obesitas, dan bisa menimbulkan kesadaran yang berlebihan
tentang kegemukannya serta rasa tidak nyaman dalam pergaulan sosial.

d. Faktor kesehatan.
Beberapa penyakit bisa menyebabkan obesitas, diantaranya:
Hipotiroidisme
Sindroma Cushing
Sindroma Prader-Willi
Beberapa kelainan saraf yang bisa menyebabkan seseorang banyak makan.

e. Faktor obat-obatan.
Obat-obat tertentu (misalnya steroid dan beberapa anti-depresi) bisa
menyebabkan penambahan berat badan.

f. Faktor perkembangan .
Penambahan ukuran atau jumlah sel-sel lemak (atau keduanya)
menyebabkan bertambahnya jumlah lemak yang disimpan dalam tubuh.Penderita

9
obesitas, terutama yang menjadi gemuk pada masa kanak-kanak, bisa memiliki sel
lemak sampai 5 kali lebih banyak dibandingkan dengan orang yang berat
badannya normal. Jumlah sel-sel lemak tidak dapat dikurangi, karena itu
penurunan berat badan hanya dapat dilakukan dengan cara mengurangi jumlah
lemak di dalam setiap sel.

4. Resiko Ketika Mengalami Obesitas

Resiko Kesehatan yang berhubungan dengan Obesitas.


N Hal/Tipe Masalah Simtom
O
1 Kardiovaskuler Hipertensi: Jantung Koroner, vena
varicose, sindrom pickwickian
2 Endokrin dan reproduktif Non-DM (tergantung insulin), Amenore,
Infertilitas, Pre-Eklampsia
3 Gastrointestinal Kolesistitis dan Kolelitiasis, Fatty Liver
4 Psikiatri dan Sosial Diskriminasi
5 Muskuloskeletal & Osteoarthritis, iritasi, infeksi (lipatan kulit,
Dermis striae)
6 Keganasan Kanker Kolon, Rectum, Prostat, empedu,
Buah dada, Uterus, Ovarium

5. Klasifikasi

Obesitas digolongkan menjadi 3 kelompok:

a. Obesitas ringan : kelebihan berat badan 20-40%


b. Obesitas sedang : kelebihan berat badan 41-100%
c. Obesitas berat : kelebihan berat badan >100% (Obesitas berat ditemukan
sebanyak 5% dari antara orang-orang yang gemuk)

Indeks Massa Tubuh (Body Mass Index, BMI)

BMI Klasifikasi
berat badan di bawah
< 18.5
normal

10
18.524.9 Normal
25.029.9 normal tinggi
30.034.9 Obesitas tingkat 1
35.039.9 Obesitas tingkat 2
40.0 Obesitas tingkat 3

BMI merupakan suatu pengukuran yang menghubungkan (membandingkan) berat


badan dengan tinggi badan.

6. Gejala Obesitas

Penimbunan lemak yang berlebihan dibawah diafragma dan di dalam


dinding dada bisa menekan paru-paru, sehingga timbul gangguan pernafasan dan
sesak nafas, meskipun penderita hanya melakukan aktivitas yang
ringan.Gangguan pernafasan bisa terjadi pada saat tidur dan menyebabkan
terhentinya pernafasan untuk sementara waktu (tidur apneu), sehingga pada siang
hari penderita sering merasa ngantuk.
Obesitas bisa menyebabkan berbagai masalah ortopedik, termasuk nyeri
punggung bawah dan memperburuk osteoartritis (terutama di daerah pinggul, lutut
dan pergelangan kaki).Juga kadang sering ditemukan kelainan kulit.
Seseorang yang menderita obesitas memiliki permukaan tubuh yang relatif
lebih sempit dibandingkan dengan berat badannya, sehingga panas tubuh tidak
dapat dibuang secara efisien dan mengeluarkan keringat yang lebih banyak.Sering
ditemukan edema (pembengkakan akibat penimbunan sejumlah cairan) di daerah
tungkai dan pergelangan kaki.
Kegemukan dapat diketahui dengan mengukur jumlah lemak seluruh
tubuh menggunakan alat impedans atau mengukur ketebalan lemak di tempat-
tempat tertentu menggunakan alat kaliper. Selain itu lemak di sekitar perut dapat
diukur dengan menggunakan meteran. Secara sederhana kegemukan dapat
dihitung dengan menghitung Indeks Massa Tubuh, yaitu membagi berat badan
(kg) dengan tinggi badan dikuadratkan (m2).

7. Pencegahan Obesitas
a. Peningkatan kesehatan (Health Promotion)

11
Pada tingkat ini dilakukan tindakan umum untuk menjaga keseimbangan
proses bibit penyakit pejamu lingkungan, sehingga dapat menguntungkan manusia
dengan cara meningkatkan daya tahan tubuh dan memperbaiki lingkungan.
Tindakan ini dilakukan pada seseorang yang sehat. Untuk penyakit obesitas dapat
dilakukan melalui pendidikan kesehatan tentang bahaya obesitas dan pengaturan
pola makan yang baik serta melalui olahraga secara teratur.
b. Perlindungan Khusus (Specific Protection)
Merupakan tindakan yang masih dimaksudkan untuk mencegah penyakit,
menghentikan proses interaksi bibit penyakit-pejamu-lingkungan dalam tahap
prepatogenesis, tetapi sudah terarah pada penyakit tertentu. Tindakan ini
dilakukan pada seseorang yang sehat tetapi memiliki risiko terkena penyakit
tertentu. Untuk penyakit obesitas dapat dilakukan melalui aktivitas fisik yang
cukup sehingga terjadi pembakaran lemak dalam tubuh.
c. Penegakkan diagnosa secara dini dan pengobatan yang cepat dan tepat
(early diagnosis and prompt treatment)
Merupakan tindakan menemukan penyakit sedini mungkin dan melakukan
penatalaksanaan segera dengan terapi yang tepat. Bagi orang yang obesitas maka
dapat dilakukan melalui pengaturan pola makan.

d. Pembatasan Kecatatan (Dissability Limitation)


Merupakan tindakan penatalaksanaan terapi yang adekuat pada pasien
dengan penyakit yang telah lanjut untuk mencegah penyakit menjadi lebih berat,
menyembuhkan pasien, serta mengurangi kemungkinan terjadinya kecacatan yang
akan timbul. Bagi penderita obesitas pembatasan kecatatan dapat dilakukan
dengan diet atau penggunaan obat-obatan untuk menurunkan berat badan.
e. Pemulihan Kesehatan (Rehabilitation)
Merupakan tindakan yang dimaksudkan untuk mengembalikan pasien ke
masyarakat agar mereka dapat hidup dan bekerja secara wajar, atau agar tidak
menjadi beban orang lain. Bagi penderita obesitas tahap rehabilitasi dapat
dilakukan melalui memberikan peran sosial atau mengembalikan peran sosialnya
seperti semula sehingga dia merasa di terima oleh masyarakat.

12
B. Konsep Desain Penelitian Case Kontrol
Pada studi kasus-kontrol (case control), observasi atau pengukuran
terhadap variabel bebas dan tergantung tidak dilakukan dalam satu waktu,
melainkan variabel tergantung dilakukan pengukuran terlebih dahulu, baru
meruntut ke belakang untuk mengukur variabel bebas (faktor resiko). Studi kasus-
kontrol sering disebut studi restrospektif, karena faktor resiko diukur dengan
melihat kejadian masa lampau untuk mengetahui ada tidaknya faktor risiko yang
di alami.
Studi kasus-kontrol dilakukan dengan cara membandingkan dua kelompok
yaitu kelompok kasus dan kontro, kemudian ditelusuri secara retrospektif ada
tidaknya faktro risiko yang berperan.
1. Kelompok kasus merupakan kelompok yang menderita penyakit (efek
positif).
2. Kelompok kontrol merupakan kelompok yang tidak menderita penyakit
(efek negatif).
Dari masing-masing kelompok dihitung berapa yang mempunyai faktor risiko
positif dan negatif. Hasil pengukuran dimasukkan dalam tabel 2x2, sehingga
diperoleh rasio odds (odds ratio). Odds merupakan perbandingan antara peluang
untuk terjadinya efek dengan peluang untuk tidak terjadinya efek. Odds ratio
menunjukkan berapa besar peran faktor risiko yang diteliti dalam menimbulkan
penyakit (efek). Nila odds ratio = 1 berarti bahwa faktor yang diteliti bukan
merupakan faktor risiko, bila > 1 menunjukkan bahwa faktor yang diteliti bukan
merupakan faktor risiko, sedangkan bila < 1, menunjukkan bahwa faktor tersebut
merupakan faktor protektif untuk terjadinya efek.

Contoh:
Hubungan antara usia Manarche dengan kejadian Ca Payudara di RSU
Margondang, Purbalingga. Dari hasil penelitian terhadap 100 kasus Ca payudara,
diperoleh 37 pasien mempunyai riwayat usia menarche laambat (setelah 15 tahun)
dan 63 pasien cepat mengalami menarche. Penelitian terhadap 90 orang sebagai
kelompok kontrol, diperoleh 24 orang mempunyai riwayat menarche lambat dan
66 orang mempunyai riwayat usia menarche cepat (sebelum usia 12 tahun).

13
Kemudian hasil penelitian dianalisis dengan tabel 2x2, sebagai berikut.
Hasil Penelitian Tentang Hubungan antara usia Menarche dengan Kejadian Ca
Payudara Di RSU Margondang, Purbalingga.
Ca Payudara (+) Ca Payudara (-) Jumlah
Usia menarche 63 a 66 b 129
cepat
Usia menarche 37 c 24 d 61
lambat
Jumlah 100 90 190

Odds ratio = ad/bc


= 63x24 / 66x37
= 0,62

C. Analisis Jurnal Obesitas


Penelitian ini dilkukan oleh: Setyoadi , Ika Setyo Rini, Triana Novitasari
Jurusan Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya Mahasiswa
Program Studi Magister Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas
Brawijaya.
Judul penelitian: Hubungan Penggunaan Waktu Perilaku Kurang Gerak
(Sedentary Behaviour) Dengan Obesitas Pada Anak Usia 9-11 Tahun Di Sd Negeri
Beji 02 Kabupaten Tulungagung Vol: 3, No. 2, November 2015.

1. Analisis jurnal penelitian

Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata responden menghabiskan


waktu untuk melakukan sedentary behaviour 3.55 jam/hari saat weekday dan
meningkat menjadi 4.98 jam/hari saat weekend. Sebanyak 18 responden yang
sering melakukan sedentary behaviour, 14 responden (82.3%) diantaranya
termasuk pada proporsi anak obesitas. Berdasarkan hasil analisis diketahui bahwa

14
rata-rata responden obesitas menghabiskan 0,5 jam lebih banyak dalam sehari
untuk melakukan sedentary dibandingkan dengan responden dengan berat badan
normal.

Hasil ini sesuai dengan penelitian Li et al., (2007) pada anak usia 7-17
tahun di Cina. Hasilnya dinyatakan bahwa anak obesitas menghabiskan waktu
lebih banyak untuk melakukan perilaku kurang gerak seperti membaca di waku
luang, menggunakan komputer, bermain games, dan menggunakan transportasi
pasif ke sekolah seperti motor, mobil, dan bus. Anak dengan obesitas tersebut
menghabiskan rata-rata 2-3 jam lebih banyak dalam melakukan aktivitas
sedentary dibandingkan dengan anak berat badan normal (Li et al., 2007).
Penelitian lain juga menyebutkan bahwa anak obesitas menggunakan waktu yang
lebih banyak sekitar 20 menit dalam melakukan aktivitas sedentary dibandingkan
dengan anak berat badan normal (Gibson et al., 2007).

Perilaku sedentary memberikan risiko terhadap pengurangan pengeluaran


energi (Khader et al., 2009). Semakin banyak waktu yang digunakan dalam
melakukan kegiatan sedentary maka memberikan peluang yang lebih besar dalam
mengurangi pengeluaran energi. Hal ini dapat berakibat terhadap peningkatan
risiko gizi lebih dan obesitas (Atkinson et al., 2005). Pada sebuah studi terhadap
15 anak obesitas dan 16 anak berat badan normal usia 8-12 tahun diketahui behwa
pengeluaran energi selama menonton tv diketahui secara signifikan lebih rendah
dibandingkan dengan pengeluaran energi saat istirahat (Brown et al., 2005). Pada
penelitian ini menunjukkan bahwa dari beberapa jenis sedentary behaviour pada
anak bahwa menonton tv (termasuk melihat video/DVD) paling tinggi dibanding
jenis sedentary behaviour lainnya. Total waktu menonton tv sebesar 45.08 jam
pada weekday dan naik menjadi 92.13 jam pada weekend.

Dalam jurnal penelitian tersebut menunjukkan terdapat hubungan antara


penggunaan waktu sedentary behaviour dengan obesitas pada anak usia 9-11
tahun. Semakin sering melakukan sedentary behaviour akan meningkatkan
kejadian obesitas pada anak. Penelitian ini sesuai dengan faktor resiko yg
mempengaruhi obesitas.

15
Aktifitas fisik adalah pergerakan anggota tubuh yang menyebabkan
pengeluaran yang sangat penting bagi pemeliharaan kesehatan fisik dan mental
serta memanfaatkan kualitas hidup agar tetap sehat dan bugar sepanjang hari.
Aktifitas fisik secara teratur yang dilakukan paling sedikit 30 menit/hari.Jika lebih
banyak waktu yang dipergunakan untuk beraktifitas fisik, maka manfaat yang
diperoleh juga lebih banyak (admin, 2008).

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Menurut mayer (dalam Galih Tri Utomo 2012) obesitas merupakan keadaan
patologis karena penimbunan lemak berlebihan dari pada yang diperlukan untuk
fungsi tubuh. Penderita Obesitas adalah seseorang yang timbunan lemak bawah
kulitnya terlalu banyak. Adapun faktor resiko obesitas diantaranya: aktifitas fisik,
meningkatnya konsumsi zat gizi (asupan makanan), faktor genetik, faktor
lingkungan, faktor psikis, faktor kesehatan, faktor obat-obatan, faktor
perkembangan dan sebagainya.

Pencegahan obesitas dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut:

a. Pemulihan Kesehatan (Rehabilitation)


b. Pembatasan Kecatatan (Dissability Limitation)

16
c. Penegakkan diagnosa secara dini dan pengobatan yang cepat dan tepat
(early diagnosis and prompt treatment)
d. Perlindungan Khusus (Specific Protection)
e. Peningkatan kesehatan (Health Promotion)
Pada studi kasus-kontrol (case control), observasi atau pengukuran
terhadap variabel bebas dan tergantung tidak dilakukan dalam satu waktu,
melainkan variabel tergantung dilakukan pengukuran terlebih dahulu, baru
meruntut ke belakang untuk mengukur variabel bebas (faktor resiko). Studi kasus-
kontrol sering disebut studi restrospektif, karena faktor resiko diukur dengan
melihat kejadian masa lampau untuk mengetahui ada tidaknya faktor risiko yang
di alami.
Dari analisis jurnal penelitian terdapat hubungan antara penggunaan waktu
sedentary behaviour dengan obesitas pada anak usia 9-11 tahun. Karena, Aktifitas
fisik adalah pergerakan anggota tubuh yang menyebabkan pengeluaran yang
sangat penting bagi pemeliharaan kesehatan fisik dan mental serta memanfaatkan
kualitas hidup agar tetap sehat dan bugar sepanjang hari. Aktifitas fisik secara
teratur yang dilakukan paling sedikit 30 menit/hari.Jika lebih banyak waktu yang
dipergunakan untuk beraktifitas fisik, maka manfaat yang diperoleh juga lebih
banyak (admin, 2008).

B. Saran
Diharapkan setelah membaca makalah ini, pembaca dapat mengetahui apa itu
obesitas, desain case control dan bagaimana analisis jurnal penelitian obesitas.

17

Anda mungkin juga menyukai