Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
Oleh :
G1A216025
G1A215055
UNIVERSITAS JAMBI
2017
BAB I
ANATOMI HDUNG
Hidung luar dibentuk oleh kerangka tulang dan tulang rawan yang dilapisi
oleh kulit, jaringan ikat dan beberapa otot kecil yang berfungsi untuk melebarkan
atau menyempitkan lubang hidung. Kerangka tulang terdiri dari:
1) tulang hidung (os nasal)
2) prosesus frontalis os maksila
3) prosesus nasalis os frontal;
Sedangkan kerangka tulang rawan terdiri dari beberapa pasang tulang rawan yang
terletak di bagian bawah hidung, yaitu
1) sepasang kartilago nasalis lateralis superior
2) sepasang kartilago nasalis lateralis inferior (ala mayor)
3) tepi anterior kartilago septum. (1)
I.2 Anatomi hidung dalam
Bagian hidung dalam terdiri atas struktur yang membentang dari os.
internum di sebelah anterior hingga koana di posterior, yang memisahkan rongga
hidung dari nasofaring. Kavum nasi dibagi oleh septum, dinding lateral terdapat
konka superior, konka media, dan konka inferior. Celah antara konka inferior
dengan dasar hidung dinamakan meatus inferior, berikutnya celah antara konka
media dan inferior disebut meatus media dan sebelah atas konka media disebut
meatus superior.(2)
3. Dinding Lateral
Dinding lateral dibentuk oleh permukaan dalam prosesus frontalis
os maksila, os lakrimalis, konka superior dan konka media yang
merupakan bagian dari os etmoid, konka inferior, lamina
perpendikularis os platinum dan lamina pterigoideus medial.
4. Konka
Fosa nasalis dibagi menjadi tiga meatus oleh tiga buah konka.
Celah antara konka inferior dengan dasar hidung disebut meatus
inferior, celah antara konka media dan inferior disebut meatus
media, dan di sebelah atas konka media disebut meatus superior.
Kadang-kadang didapatkan konka keempat (konka suprema) yang
teratas. Konka suprema, konka superior, dan konka media berasal
dari massa lateralis os etmoid, sedangkan konka inferior
merupakan tulang tersendiri yang melekat pada maksila bagian
superior dan palatum.
I.2.3 Meatus superior
Meatus superior atau fisura etmoid merupakan suatu celah yang sempit
antara septum dan massa lateral os etmoid di atas konka media. Kelompok
sel-sel etmoid posterior bermuara di sentral meatus superior melalui satu
atau beberapa ostium yang besarnya bervariasi. Di atas belakang konka
superior dan di depan korpus os sfenoid terdapat resesus sfeno-etmoidal,
tempat bermuaranya sinus sfenoid.
Transportasi mukosiliar atau TMS adalah suatu mekanisme mukosa hidung untuk
membersihkan dirinya dengan cara mengangkut partikel-partikel asing yang
terperangkap pada palut lender ke arah nasofaring. Merupakan fungsi pertahanan
local pada mukosa hidung. Transpor mukosiliar disebut juga clearance mucosiliar
atau sistem pembersih mukosiliar sesungguhnya.(6)
Transportasi mukosiliar terdiri dari dua sistem yang bekerja simultan, yaitu
gerakan silia dan palut lendir. Ujung silia sepenuhnya masuk menembus
gumpalan mukus dan bergerak ke arah posterior bersama dengan materi asing
yang terperangkap di dalamnya ke arah nasofaring. Aliran cairan pada sinus
mengikuti pola tertentu. Transportasi mukosiliar pada sinus maksila berawal dari
dasar yang kemudian menyebar ke seluruh dinding dan keluar ke ostium sinus
alami. Kecepatan kerja pembersihan oleh mukosiliar dapat diukur dengan
menggunakan suatu partikel yang tidak larut dalam permukaan mukosa. Lapisan
mukosa mengandung enzim lisozim (muramidase), dimana enzim ini dapat
merusak bakteri. Enzim tersebut sangat mirip dengan immunoglobulin A (Ig A),
dengan ditambah beberapa zat imunologik yang berasal dari sekresi sel.
Imunoglobulin G (IgG) dan Interferon dapat juga ditemukan pada sekret hidung
sewaktu serangan akut infeksi virus. Ujung silia tersebut dalam keadaan tegak
dan masuk menembus gumpalan mukus kemudian menggerakkannya ke arah
posterior bersama materi asing yang terperangkap ke arah faring. Cairan perisiliar
yang di bawahnya akan di alirkan kearah posterior oleh aktivitas silia, tetapi
mekanismenya belum diketahui secara pasti. Transportasi mukosiliar yang
bergerak secara aktif ini sangat penting untuk kesehatan tubuh. Bila sistem ini
tidak bekerja secara sempurna maka materi yang terperangkap oleh palut lender
akan menembus mukosa dan menimbulkan penyakit. Kecepatan dari TMS
sangatlah bervariasi, pada orang yang sehat adalah antara 1 sampai 20 mm /
menit.(6)
Karena pergerakan silia lebih aktif pada meatus inferior dan media maka gerakan
mukus dalam hidung umumnya ke belakang, silia cenderung akan menarik lapisan
mukus dari meatus komunis ke dalam celah-celah ini. Sedangkan arah gerakan
silia pada sinus seperti spiral, dimulai dari tempat yang jauh dari ostium.
Kecepatan gerakan silia bertambah secara progresif saat mencapai ostium, dan
pada daerah ostium silia tersebut berputar dengan kecepatan 15 hingga 20
mm/menit(6)
Pada dinding lateral rongga hidung sekret dari sinus maksila akan bergabung
dengan sekret yang berasal dari sinus frontal dan etmoid anterior di dekat
infundibulum etmoid, kemudian melalui anteroinferior orifisium tuba eustachius
akan dialirkan ke arah nasofaring. Sekret yang berasal dari sinus etmoid posterior
dan sfenoid akan bergabung di resesus sfenoetmoid, kemudian melalui
posteroinferior orifisium tuba eustachius menuju nasofaring. Dari rongga
nasofaring mukus turun kebawah oleh gerakan menelan(5)
Kecepatan gerakan mukus oleh kerja silia berbeda pada setiap bagian hidung.
Pada segmen hidung anterior kecepatan gerakan silianya mungkin hanya 1/6
segmen posterior, sekitar 1 hingga 20 mm / menit(6)
BAB II
ANATOMI SINUS PARANASAL
II.1 Anatomi Sinus Paranasal
Sinus paranasal merupakan salah salah satu organ tubuh manusia yang
sulit dideskripsikan karena bentuknya sangat bervariasi pada tiap individu. Sinus
paranasal merupakan hasil pneumatisasi tulang-tulang kepala, sehingga terbentuk
rongga di dalam tulang. Ada empat pasang (delapan) sinus paranasal, empat buah
pada masing-masing sisi hidung ; sinus frontalis kanan dan kiri, sinus etmoid
kanan dan kiri (anterior dan posterior), sinus maksila, yang terbesar, kanan dan
kiri disebut Antrum Highmore dan sinus sfenoidalis kanan dan kiri. Semua rongga
sinus ini dilapisi oleh mukosa yang merupakan lanjutan mukosa hidung, berisi
udara dan semua bermuara di rongga hidung melalui ostium masing-masing. (1)
Secara klinis sinus paranasal dibagi menjadi dua kelompok yaitu bagian
anterior dan posterior. Kelompok anterior bermuara di bawah konka media, atau
di dekat infundibulum, terdiri dari sinus frontal, sinus maksila, dan sel-sel anterior
sinus etmoid. Kelompok posterior bermuara di berbagai tempat di atas konka
media terdiri dari sel-sel posterior sinus etmoid dan sinus sphenoid. Garis
perlekatan konka media pada dinding lateral hidung merupakan batas antara
kedua kelompok. Proctor berpendapat bahwa salah satu fungsi penting sinus
paranasal adalah sebagai sumber lendir yang segar dan tak terkontaminasi yang
dialirkan ke mukosa hidung. (4)
Sinus paranasal adalah rongga-rongga di dalam tulang kepala yang berisi
udara yang berkembang dari dasar tengkorak hingga bagian prosesus alveolaris
dan bagian lateralnya berasal dari rongga hidung hingga bagian inferomedial dari
orbita dan zygomatikus. Sinus-sinus tersebut terbentuk oleh pseudostratified
columnar epithelium yang berhubungan melalui ostium dengan lapisan epitel dari
rongga hidung. Sel-sel epitelnya berisi sejumlah mukus yang menghasilkan sel-sel
goblet(4)
Dari segi klinik yang perlu diperhatikan dari anatomi sinus maksila adalah :
1) Dasar sinus maksila sangat berdekatan dengan akar gigi rahang atas ,
yaitu premolar (P1 dan P2) , molar (M1 dan M2), kadang-kadang juga gigi
taring (C) dan gigi molar (M3) , bahkan akar-akar gigi tersebut tumbuh ke
dalam rongga sinus, hanya tertutup oleh mukosa saja. Gigi premolar kedua
dan gigi molar kesatu dan dua tumbuhnya dekat dengan dasar sinus.
Bahkan kadang-kadang tumbuh ke dalam rongga sinus, hanya tertutup
oleh mukosa saja. Proses supuratif yang terjadi di sekitar gigi-gigi ini
dapat menjalar ke mukosa sinus melalui pembuluh darah atau limfe,
sedangkan pencabutan gigi ini dapat menimbulkan hubungan dengan
rongga sinus yang akan mengakibatkan sinusitis.
2) Sinusitis maksila dapat menimbulkan komplikasi orbita.
3) Os sinus maksila lebih tinggi letaknya dari dasar sinus, sehingga
drainase hanya tergantung dari gerak silia, dan drainase harus melalui
infundibulum yang sempit. Infundibulum adalah bagian dari sinus etmoid
anterior dan pembengkakan akibat radang atau alergi pada daerah ini dapat
menghalangi drainase sinus maksila dan selanjutnya menyebabkan
sinusitis.(2)
Bentuk dan ukuran sinus frontal sangat bervariasi , dan seringkali juga
sangat berbeda bentuk dan ukurannya dari sinus dan pasangannya, kadang-kadang
juga ada sinus yang rudimenter. Bentuk sinus frontal kanan dan kiri biasanya
tidak simetris, satu lebih besar dari pada lainnya dan dipisahkan oleh sekat yang
terletak di garis tengah. Kurang lebih 15% orang dewasa hanya mempunyai satu
sinus frontal dan kurang lebih 5% sinus frontalnya tidak berkembang. Ukuran
rata-rata sinus frontal : tinggi 3 cm, lebar 2-2,5 cm, dalam 1,5-2 cm, dan isi rata-
rata 6-7 ml. Tidak adanya gambaran septum-septum atau lekuk-lekuk dinding
sinus pada foto rontgen menunjukkan adanya infeksi sinus. Sinus frontal
dipisahkan oleh tulang yang relatif tipis dari orbita dan fosa serebri anterior,
sehingga infeksi dari sinus frontal mudah menjalar ke daerah ini. Sinus frontal
berdrainase melalui ostiumnya yang terletak di ressus frontal yang berhubungan
dengan infundibulum etmoid(2)
A. Pemeriksaan Umum
Inspeksi :
Palpasi
o Apakah terdapat nyeri tekan sinus paranasalis atau pada keluarnya nervus
trigeminus
o Puncak hidung aakah terdapat septum subluksasi
Perhatikan :
Vestibulum Nasi
Kavum nasi
Selaput lendir
Septum nasi
Lantai + dasar hidung
Konka inferior
Meatus nasi inferior
Konka media
Meatus nasi media
Korpus
Polip
Korpus alineum
Massa tumor
Cara mengerjakan :
o Memegang speculum :
Dengan tangan kiri (posisi speculum horizontal, tangkai lateral, mulutnya
medial)
o Memasukkan Speculum:
Mulut speculum daa keadaaan tertutup dimasukkan ke lubang hidung,
speculum diuka pelan-pelan secukupnya. Arah pandanga disesuaikan
o Mengeluarkan speculum
Mulut speculum ditutup tidak 100% baru dikeluarkan.
Cara mengerjakan :
Perhatikan :
Ada secret?
Polip?
Massa?
Cara mengerjakan :
Cara mengerjakan :
Cara mengerjakan :
o Arahkan cahaya lampu ke kavum nasi bagian atass (kepala ditengadahkan)
o Perhatikan :
- Kaput dari konka media
- Meatus medius (secret,polip)
- Septum : deviasi/tidak
Cara mengerjakan :
Pendahuluan
Perhatikan :
Kavum nasi
Selaput lendir
Koana
Septum nasi
Konka superior
Meatus nasi media
Muara tuba
Adenoid
Massa tumor
Polip
Cara mengerjakan :
o Harus ada tempat yang cukup luas untuk menepatkan cermin di orofaring.
Untuk itu maka lidah ditekan dengan spatula.
Menekan lidah :
Hendaknya lidah ditekan dengan tenaga yang optimal
Terlaalu kuat timbul rasa sakit
Kurang kuat faring tidak kelihatan
Terlalu jauh refleks muntah
Ujung spatula dapat bergeser bila kepala penderita bergerak. Hendaknya
ujung spatula tetap tinggal ditempat yang optimal itu (tempat paling tinggi
lidah, ditekan tidak sakit).
Memegang spatula :
Ibu jari dibawah
Jari II dan III diatas
Jari IV diatas dagu
Jari V dibawah dagu
Mengadakan koordinasi antara tangan kiri, tangan kanan, kepala,
arah cahaya lampu dan mata melihat bayangan di cermin.
o Harus ada jalan yang lebar antara palatum mole dan dinding belakang
faring, agar cahaya yang dipantulkan oleh cermin, dapat masuk kedalam
nasofaring dan rongga hidung.
o Untuk keperluan itu penderita harus bernafas melalui hidung (akibatnya:
palatu mole akan bergerak kearah anterior, untuk memberi jalan udara dari
kavum nasi ke paru-paru atau sebaliknya).
Cara mengerjakan :
Catatan :
Melakukan Pemeriksaan
Cara mengerjaan :
o Pemeriksaan septum nasi (margo posterior) koana kanan dan muara tuba
kanan (fossa Rocen Muller)
o Idem kiri
o Memeriksa atap nasofaring
o Memeriksa cauda konka inferior
D. Palpasi
Pemeriksaan ini dilakukan bila kita menduga adanya pembesaran adenoid atau
ada sangkaan tumor dengan rhinoskopi posterior tidak jelas.
Cara melakukan :
o Jari telunjuk dimasukkan lewat mulut untuk meraba apakah ada adenoid
atau tumor di nasofaring
Pendahuluan
Cara 1
Hasilnya :
Cara 2
o Mulut dibuka
o Kedalam mulut dimasukkan lampu, yang mana telah disarungkan suatu
tabung gelas (tabung reaksi)
o Mulut ditutup rapat
o Cahaya yang memancar dari mulut dan bibir atas ditututp dengan tangan
kiri
Hasilnya :
Dinilai dinding depan sinus maksilaris apakah terang, suram atau gelap.
d. Sinoskopi/ Antroskopi
Sinoskopi adalah melihat secara langsung sinus dengan memkai
endoskop atau alat pengantinya. Sinoskopi berguna untuk diagnostic
dan terapi. Cara sinoskopi ada dua macam yaitu mealui meatus inferior
(intranasal) dan melalui fossa kanina. Alat yang digunakan : lampu
kepala, speculum hidung, pinset bengkok kecil, troker dari storz
berdiameter 3mm dan 5mm, Teleskop Hopkins (Optik Hopkins)
dengan sudut 0,30,70,135.
DAFTAR PUSTAKA
1. Ballenger JJ. The technical anatomy and physiology of the nose and
accessory sinuses. In Diseases of the Nose, Throat, Ear, Head, & Neck.
Fourteenth edition Ed. Ballenger JJ. Lea & Febiger. Philadelphia, London,
1991: p.3-8
2. Soepardi EA, et al. Buku ajar ilmu kesehatan : telinga hidung tenggorok
kepala& leher. 6th ed. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia;
2007
3. East C. Examination of the Nose. In : Mackay IS, Bull TR(Eds). Scott-
Brownss Otolaryngology Sixth ed London: Butterworth, 1997: p.4/1/1-8
4. Effendi H, editor. Buku Ajar Penyakit THT. 6 th ed. Jakarta: EGC ; 1997 ;
p.135-142.
5. Lund VJ. Anatomy of the nose and paranasal sinuses. In : Gleeson (Ed).
Scott-Brownss Otolaryngology. 6th ed. London : Butterworth, 1997:
p.1/5/1-30.
6. Yilmaz AS, Naclerio RM. Anatomy and Physiology of the Upper
Airway. Available at:
http://pats.atsjournals.org/content/8/1/31.full.pdf+html. Accessed
on: 22/06/2012
7. Muranjan S. Anatomy of the nose and paranasal sinuses.
Available at: http://www.bhj.org/journal/1999_4104_oct99/sp_617.htm.
Accessed on: 22/06/2012