Anda di halaman 1dari 10

PROPOSAL PENELITIAN

JUDUL PENELITIAN :
FORMULASI TABLET EKSTRAK POLIFENOL SEBAGAI ZAT AKTIF
PADA BUAH MAHKOTA DEWA ( Phaleria macrocarpa (Scheff) Boerl.
(Thymelaceae) ) SECARA GRANULASI BASAH DENGAN PVP
( POLIVINILPIROLIDON ) SEBAGAI BAHAN PENGIKAT
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG

Mahkota dewa (Phaleria macrocarpa) tanaman yang kabarnya berasal


dari daratan Papua ini di Jawa Tengah dan Yogyakarta dijuluki makuto dewo,
makuto rojo, atau makuto ratu. Orang Banten menyebutnya raja obat, karena
khasiatnya bisa menyembuhkan berbagai penyakit. Sementara, orang-orang
dari etnik Cina menamainya pau yang artinya obat pusaka.
Penggunaan tanaman obat baik untuk menjaga kesehatan maupun
untuk mengobati penyakit, pada saat sekarang ini semakin mengalami
peningkatan. Pada umumnya penggunaan tanaman obat oleh masyarakat
masih dalam bentuk sediaan yang tradisional, yaitu dengan cara direbus atau
diseduh, sehingga dinilai kurang praktis dalam penggunaanya,.
Salah satu upaya untuk mengembangkan tanaman obat agar menjadi
sediaan yang lebih modern adalah membuatnya dalam bentuk sediaan tablet
ekstrak, tablet adalah sediaan padat yang mengandung besar gula dan gom,
memberikan kohesivitas dan kekerasan yang tinggi serta dapat melepaskan
obatnya dengan lambat, keuntungan dibuat dalam bentuk sediaan tablet ini
adalah akan memudahkan dalam penggunaanya, memfokuskan zat aktif agar
hanya bereaksi pada tempat yang dimaksud dan memberikan efek lokal.

1.2 PERUMUSAN MASALAH


1. Apakah ekstrak polifenol dari buah mahkota dewa (Phaleria
macrocarpa (Scheff) Boerl. (Thymelaceae) ) bisa digunakan sebagai zat
aktif dengan metode granulasi basah ?
2. Apakah ekstrak polifenol dari buah mahkota dewa (Phaleria
macrocarpa (Scheff) Boerl. (Thymelaceae) ) dapat diformulasikan
menjadi tablet yang memenuhi syarat ?

1.3 TUJUAN PENELITIAN


1. Menggunakan ekstrak polifenol dari buah mahkota dewa (Phaleria
macrocarpa (Scheff) Boerl. (Thymelaceae) sebagai zat aktif dengan metode
granulasi basah.
2. Membuat formulasi tablet dari ekstrak plifenol tanaman mahkota dewa
( Phaleria macrocarpa (Scheff) Boerl. (Thymelaceae) ).
1.4 LANDASAN TEORI
Mahkota dewa (Phaleria macrocarpa L.) adalah tanaman perdu dari
suku Thymelaceae yang tumbuh subur pada dataran rendah hingga ketinggian
1200 meter di atas permukaan laut. Tanaman ini mempunyai 1200 spesies
yang tersebar dalam 67 genera. Penampilan tanaman ini sangat menarik,
terutama saat buahnya mulai tua dengan warna merah marun, sehingga
banyak dipelihara sebagai tanaman hias. Akhir-akhir ini tanaman mahkota
dewa banyak digunakan sebagai obat tradisional,baik secara tunggal maupun
dicampur dengan obat-obatan tradisional lainnya.
Buah mahkota dewa berbentuk bulat dengan ukuran bervariasi mulai
dari sebesar bola pingpong sampai sebesar buah apel, dengan ketebalan kulit
antara 0,1 0,5 mm. Buah mahkota dewa ini biasanya digunakan untuk
mengobati berbagai penyakit dari mulai flu, rematik, paru-paru, sirosis hati
sampai kanker. Di dalam kulit buah mahkota dewa terkandung senyawa
alkaloid, saponin, dan flavonoid.
Polifenol adalah kelompok zat kimia yang ditemukan pada tumbuhan.
Zat ini memiliki tanda khas yakni memiliki banyak
gugus fenol dalam molekulnya. Polifenol berperan dalam memberi warna
pada suatu tumbuhan seperti warna daun saat musim gugur.Pada beberapa
penelitian disebutkan bahwa kelompok polifenol memiliki peran
sebagai antioksidan yang baik untuk kesehatan. Antioksidan polifenol dapat
mengurangi risiko penyakit jantung dan pembuluh darah dan kanker.
Polifenol di sini berfungsi sebagai anti-histamin (anti-alergi) Mahkota
Dewa dipercaya dapat mencegah dan membantu proses penyembuhan
berbagai macam penyakit antara lain : Tekanan darah tinggi, Meningkatkan
vitalitas bagi penderita diabetes, Kanker (zat damnacanthal : menghambat
pertumbuhan sel kanker), Asam urat, Lever, Alergi, Ginjal, Jantung, Berbagai
macam penyakit kulit, Mengatasi ketergantungan obat , Rematik,
Meningkatkan stamina dan ketahanan terhadap influenza, Insomnia dan lain-
lain.
Ekstrak adalah sediaan kering, kental atau cair dengan menyari
simplisia menurut cara yang cocok, diluar pengaruh cahaya matahari
langsung. Ekstrak kering harus mudah digerus menjadi serbuk.
Berdasarkan atas sifatnya ekstrak dapat dikelompokkan menjadi 3, yaitu :
1). Ekstrak encer (Ekstractum tenue)
Sediaan ini memiliki konsistensi seperti madu dan dapat dituang.
2). Ekstrak kental (Extractum spissum)
Sediaan ini liat dalam keadaan dingin tidak dapat dituang. Kandungan
airnya berjumlah sampai 30 %.
3). Ekstrak kering (Ekstractum siccum)
Sediaan ini memiliki konsistensi kering dan mudah digosokkan,
melalui penguapan cairan pengekstraksi dan pengeringan sisanya akan
terbentuk produk, yang sebaiknya memiliki kandungan lembab tidak
lebih dari 5% (Voigt, 1984).

Metode Granulasi Basah ini paling banyak digunakan dalam produksi


tablet, walaupun melalui proses yang panjang. Granul dibentuk dengan jalan
mengikat serbuk dengan suatu pengikat yang tergantung kelarutan dan
komponen campuran. Untuk menentukan titik akhir adalah dengan menekan
massa pada telapak tangan, bila remuk dengan tekanan sedang maka
diteruskan pengayakan basah untuk mengubah massa lembab menjadi kasar.
Dalam hal ini digunakan pengayak yang berlubang besar agar granul lebih
berkonsolidasi, meningkatkan banyaknya tempat kontak partikel, dan
meningkatkan luas permukaan sehingga memudahkan pengeringan. Proses
pengeringan dimaksudkan untuk menghilangkan pelarut dan megurangi
kelembaban sampai pada tingkat yang optimum. Yang memegang peranan
penting adalah ikatan antara partikel. Setelah pengeringan granul diayak
kembali.
Mahkota dewa pada umumnya hanya digunakan sebagai obat
tradisional terhadap beberapa jenis penyakit. Namun ada kalanya pembuatan
obat tradisional ini tidaklah praktis. Oleh karena itu di sini saya mencoba
memformulasikan senyawa polifenol dari buah mahkota dewa sebagai
sediaan tablet dengan tujuan penngunaan yang praktis tanpa mengurangi
khasiat asli dari obat tersebut.
BAB II
METODE PENELITIAN

2.1 ALAT DAN BAHAN


Alat alat yang digunakan adalah batang pengaduk, cawan porselin,
corong kaca, gelas ukur, gelas piala, glukometer, gunting bedah, kertas
timbang, labu tentukur, lumpang & alu, pengaduk elektrik, Panci infus, spoit
oral, termometer, timbangan analitik, Alat penguji Scheuniger,
friabilatorRoche, Perlengkapan USP, panic-panci penyalut standart, , High
Shear Granulator , Low Shear Granulator , Pengayakan Basah , pengayak
kering, alat pencetakan tablet dengan tangan.
Bahan bahan yang digunakan adalah buah mahkota dewa, etanol, PVP,
pati jagung, talk, magnesium stearat, manitol.

2.2 TAHAPAN PENELITIAN


RENCANA TAHAPAN PENELITIAN
No Kegiatan Minggu
I II III IV V VI VII VIII IX X
1. Pemilihan
dan
penyiapan
tanaman
2. Ekstraksi
3. Pembuatan
tablet
4. Pengujian
kualitas
tablet

5. Laporan
Uraian Rencana Tahapan Penelitian :
2.2.1 Pemilihan dan Penyiapan Tanaman
Bagian tanaman yang dipilih adalah buah dari mahkota dewa. Buah
diiris tipis, lalu dikeringkan tanpa terkena sinar matahari agar tidak merusak
senyawa yang terkandung di dalam buah mahkota dewa. Biasa proses
pengeringan ini memerlukan waktu sekitar 4-7 hari untuk suhu yang normal.

2.2.2 Ekstraksi
Polifenol yang akan di ekstraksi dari buah mahkota dewa, akan
menggunakan etanol sebagai cairan pelarut. Serbuk mahkota dewa sebanyak
1 kg dimasukkan dalam bejana bermulut lebar, ditambah etanol 70 %
sebanyak 7,5 L kemudian digojog, dan didiamkan selama 5 hari. Setelah
lima hari maserat disaring dan dipekatkan dengan evaporator. Pelarut yang
masih tertinggal diuapkan di atas penangas air sampai bebas dari pelarut.

2.2.3 Pembuatan Tablet


Uraian zat-zat eksipien :
a. Bahan pengisi (diluent)
Manitol merupakan gula alkohol isomer optik dari sorbitol. Mempunyai
sifat alir yang jelek, membutuhkan lubrikan yang besar pada proses
pengempaan. Termasuk dalam bahan pengisi kategori material organik
golongan karbohidrat yang dapat juga berfungsi sebagai bahan pengikat
bila ditambahkan dalam bentuk larutan pada granulasi basah. Biasa
digunakan sebagai bahan pengisi tablet, terutama pada tablet hisap,
bersifat larut dalam air, memberi rasa manis dan dingin bila dihisap.
Biasa digunakan untuk formulasi tablet multivitamin, tidak higroskopis,
rendah kalori dan nonkariogenik.

b. Bahan pengikat (binder)


PVP merupakan polimerasi dari 1-vinilpirolidon-2-on. Bentuknya
berupa serbuk putih atau putih kekuningan, berbau lemah atau tidak
berbau dan higroskopis. PVP mudah larut dalam air, etanol (95%) dan
dalam kloroform. Kelarutan tergantung dari bobot rata-rata dan larut
dalam eter P (Anonim, 1979). Tablet ekstrak buah mahkota dewa
dengan bahan pengikat PVP memiliki kualitas fisik yang baik dan
memenuhi persyaratan Farmakope. Penggunaan PVP pada konsentrasi
0,5-2% pada pembuatan tablet ekstrak tanaman dapat menghasilkan
tablet yang mempunyai kekerasan yang cukup, kerapuhan yang rendah
dan waktu hancur yang lama.

c. Bahan pelicin (lubricant)


Magnesium stearat mengandung tidak kurang dari 6,5% dan tidak lebih
dari 8,5% MgO, dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan. Pemerian
berupa serbuk halus, putih, licin dan mudah melekat pada kulit, bau
lemah khas. Kelarutannya praktis tidak larut dalam air, dalam etanol
(95%) P dan dalam eter P.

2.2.4 Pengujian Kualitas Tablet


Kualitas tablet tergantung dari pemenuhan tablet atas syarat-syarat
yang telah di tentukan, yaitu :
a. Keseragaman Ukuran
Diameter tablet tidak lebih dari tiga kali dan tidak kurang dari satu sepertiga
kali ketebalan tablet.
b. Keseragaman Bobot
Keseragaman Bobot ditetapkan sebagai berikut :
a. Timbang 20 tablet dan dihitung bobot rata-ratanya.
b. Jika ditimbang satu per satu , tidak boleh dari dua tablet yang
menyimpang dari bobot rata-rata lebih dari harga yang ditetapkan
pada kolom A dan tidak boleh ada satu tablet pun yang bobotnya
menyimpang dari bobot rata-rata lebih dari harga dalam kolom B.
c. Jika perlu, dapat diulang dengan 10 tablet dan tidak boleh ada satu
tablet pun yang bobotnya menyimpang lebih besar dari bobot rata-
rata yang ditetapkan dalam kolom A dan B.

Bobot rata-rata tablet Penyimpangan bobot rata-rata dalam 100%


A B
<25 mg 15 30
26-150 mg 10 20
7,5 15
151-300 mg 5 10
>300 mg
c. Waktu Hancur
Waktu hancur tablet tidak bersalut adalah tidak lebih dari 15 menit,
sedangkan untuk tablet bersalut gula atau bersalut selaput adalah tidak
lebih dari 60 menit. Waktu hancur penting dilakukan jika tablet diberikan
melalui mulut , kecuali tablet yang harus dikunyah sebelum ditelan dan
beberapa jenis tablet lepas lambat. Untuk obat yang kelarutan dalam airnya
terbatas , uji disolusi akan lebih berarti daripada waktu hancur.
d. Kekerasan Tablet
Pengukuran kekerasan tablet digunakan untuk mengetahui kekerasannya,
agar tablet tidak terlalu rapuh atau terlalu keras. Kekerasan tablet erat
hubungannya dengan ketebalan tablet, bobot tablet, dan waktu hancur
tablet. Alat yang digunakan untuk pengukuran kekerasan tablet adalah
hardness tester.

e. Keregasan atau kerapuhan Tablet


Friability adalah persen bobot yang hilang setelah tablet diguncang.
Penentuan keregasan atau kerapuhan tablet dilakukan terutama pada waktu
tablet akan dilapis ( coating ). Alat yang digunakan disebut friability tester.
Caranya :
Bersihkan 20 tablet dari debu , kemudian ditimbang (W1 gram).
Masukkan tablet ke dalam alat fariability tester untuk diuji.
Putar alat friability tester selama 4 menit.
Keluarkan tablet, bersihkan dari debu dan ditimbang kembali
(W2 gram)
Kerapuhan tablet yang didapat =

Batas kerapuhan yang diperbolehkan maksimum 0,8%.


2.2.5 Laporan
Laporan adalah data-data penelitian dari minggu pertama hingga
minggu terakhir penelitian. Dan akan dijelaskan setelah penelitian selesai.
a. Pengumpulan dan Analisis Data
Data yang telah diperoleh dari hasil pengamatan dianalisis secara
statistic dengan pengambilan data dari awal proses penelitian hingga
pengujian tablet.

b. Pembahasan Hasil Penelitian


Pembahasan hasil penelitian dilakukan setelah hasil pengujian tablet
memenuhi syarat.
c. Pengambilan Kesimpulan
Kesimpulan diambil berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan.
DAFTAR PUSTAKA

Banker, G.S and N.R. Anderson. 1994. Tablet. Dalam Teori dan Praktek Farmasi
Industri. Jilid II.(Lachman & Lieberman). Universitas Indonesia Press.
Jakarta.
Depkes RI. 1979. Farmakope Indonesia. Edisi III. Departemen Kesehatan
Republik Indonesia. Jakarta.
Depkes RI. 1995. Farmakope Indonesia. Edisi IV. Departemen Kesehatan
Republik Indonesia. Jakarta.
Harborne, J.B. 1987. Metode Fitokimia Penuntun cara modern menganalisis
tumbuhan.

Anda mungkin juga menyukai